ISSN :1829-6947
AGRO INOVASI
di : http://www.ntb.litbang.deptan.go.id SMS CENTER : 0818540033
ISSN :1829-6947
Pembaca yang budiman,
Tidak sedikit tantangan dalam memajukan sektor pertanian agar kembali vital. Langkah nyata harus diambil agar program revitalisasi ini tidak sebatas retorika. Persoalannya sekarang bagaimana meretas jalan bagi operasionalisasi program revitalisasi pertanian tersebut. Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2005 telah mengimplementasikan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI) yang bertujuan antara lain untuk akselerasi pemasyarakatan teknologi pertanian kepada pengguna. Dengan demikian PRIMA TANI berfungsi sebagai penghubung antara Badan Litbang Pertanian sebagai sumber inovasi teknologi dengan lembaga diseminasi (delivery system) dan pelaku agribisnis (receiving system) pengguna hasil inovasi. Pembaca yang setia, dalam edisi kali ini kami menyapa anda sekalian dengan topik utama “Success Story Prima Tani di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu”. Selain itu kami menyajikan pula berbagai teknologi dan informasi menarik di bidang pertanian yang dapat dijadikan acuan untuk diterapkan dilapangan. Harapan kami media informasi ini akan makin berbenah tentunya dengan saran dan masukan pembaca sekalian. Redaksi dengan senang hati dan berterima kasih atas saran dan masukan yang dapat menyempurnakan Bulletin ini...
DAFTAR ISI ……………………………………… DEWAN REDAKSI Pengarah Kepala BPTP NTB
Ketua Irianto Basuki
Sekretaris Awaludin Hipi
Anggota Ketut Puspadi Achmad Muzani Lalu Wirajaswadi M. Sofyan Souri Moh. Nazam
REDAKSI PELAKSANA H. Noor Inggah Farida Sukmawati Rosidi Raba Ibnu Trianto
Alamat redaksi : BPTP NTB Jl. Raya Peninjauan Narmada Telp. (0370)671312;Fax (0370)671620 SMS Center : 0818540033 E-mail :
[email protected]
• Transformasi Lahan Tidur Menjadi Kawasan Wisata Agro 1 • Prima Tani Tingkatkan Pendapatan Petani Dompu 2 • Potensi dan Arahan Pengembangan Jarak Pagar di Kabupaten Sumbawa Barat 4
• Mempercepat Adopsi Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Melalui Pemilihan Varietas Secara Partisivatif (PVSP) 6
• Peran Penyuluh Dalam Akselerasi Adopsi VUB Padi Melalui Model Industri Perbenihan Padi Rakyat 10
• “Dodol Nanas” Alternatif
Peningkatan Nilai Tambah Buah
Nanas 13
• Pembangunan Kebun Induk jarak Pagar dan Sertifikasinya 15 • Bagan Warna Daun Dapat Digunakan Sebagai Alat Pandu Untuk Pemupukan Urea Pada Tanaman jagung 16
• SERBA SERBI BPTP NTB 18 • Pengembangan Kentang Atlantic Di Dataran Tinggi Sembalun Lombok Timur 20
• Sudahkah Anda memanfaatkan Klinik Teknologi Pertanian?? 22 • Dampak Jalan Usahatani Terhadap Perubahan Dinamika Kehidupan Sosial-Ekonomi masyarakat di desa Dasan Lekong Sukamulia Lombok Timur 24
• Pemberdayaan
Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi
Daerah 8
• Potensi kerbau Sebagai Sustitusi Daging Sapi di NTB 29 • Manajemen Pembiakan Kambing “Mengurangi Tingkat Kematian Pada Anak kambing” 30
• SEKILAS BPTP NTB 2007 32 • Sebaiknya Anda Tahu!!! 34 Volume I No. 5 2007
i
PRIMA TANI TINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DOMPU Achmad Muzani Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tanggara Barat
banyak upaya yang dilakukan S udah pemerintah untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan atau lebih khusus lagi petani melalui peningkatan produktivitas usahatani dan pendapatannya, baik yang bersifat nasional, regional maupun spesifik daerah. Setiap warga pertanian pasti tidak asing dengan istilah Bimas/Inmas, Insus, Inmum pada tanaman padi dan palawija, Intab, Intek pada ternak. Masyarakat NTB saat ini juga sedang melaksanakan program Gerbang Emas yang tiada lain tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masing-masing program lahir dari permasalahan dan upaya untuk memecahkan persoalan yang dihadapi pada zamannya. Mosher (1984) menekankan bahwa syarat essensial pembangunan pertanian terdiri atas pasar, sarana produksi dan peralatan, rangsangan ekonomi bagi petani, transportasi, dan tersedianya teknologi. Keberhasilan NTB dalam swasembada beras tahun 1983 karena didukung oleh penerapan teknologi baru antara lain Intensifikasi padi Gogo Rancah. Badan Litbang Pertanian dengan misi utamanya menemukan atau menciptakan inovasi pertanian maju dan strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi, saat ini menerapkan paradigma baru yaitu Penelitian Untuk Pembangunan ( Research for Development). Dengan paradigma baru ini harus menghasilkan teknologi inovatif sebagai mesin penggerak pembangunan pertanian. Untuk mempercepat waktu dan meningkatkan kadar serta memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian (termasuk di dalamnya BPTP) maka Badan Litbang Pertanian melalui BPTP di masing-
Volume I No. 5 2007
masing propinsi menawarkan program terobosan yang dikenal dengan Prima Tani, singkatan dari Program Rintisan dan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian. Propinsi NTB dipercaya melaksanakan program ini pada tahap pertama bersama tujuh propinsi lainnya pada tahun anggaran 2005 di desa Jurumapin kabupaten Sumbawa dan desa Song Gajah kabupaten Dompu yang diawali dengan identifikasi masalah melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA), Baseline Survey serta penerapan teknologi produksi secara terbatas pada laboratorium agribisnis. Berdasarkan hasil PRA disusun Rancangbangun Agribisnis Industrial Pedesaan yang memadukan system inovasi teknologi dengan kelembagaan di pedesaan. Adapun komoditas yang dipandang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di desa Song Gajah sebagai lokasi pertama Prima Tani di NTB adalah Jagung, Jambu mente, sapi dan ayam buras, sedangkan elemen kelembagaan yang mendukung bergeraknya Agribisnis Industrial Pedesaan di desa Song Gajah adalah lembaga penyuluhan, lembaga saprodi, lembaga finansial, jasa alsintan, lembaga pengolahan hasil, lembaga pemasaran, klinik agribisnis, dan kelompok tani (Gapoktan). Kelembagaan tersebut secara bertahap dibangun, dimantapkan, diperkuat dan dikembangkan. Selama satu tahun berjalan yaitu dari keadaan akhir tahun 2005 hingga akhir tahun 2006 diperoleh kemajuan yang cukup berarti, baik dari aspek penerapan teknologi anjuran yang berakibat pada peningkatan produktivitas pada beberapa komoditas utama maupun terhadap perbaikan kelembagaan pendukung seperti kelompok tani yang semakin dinamis, berjalannya usaha simpan pinjam pada
2
kelompok sebagai embrio lembaga keuangan mikro di pedesaan, akses terhadap sumber modal seperti bank BRI, pengadaan saprodi yang dilakukan sendiri oleh kelompok tani langsung ke sumber saprodi yang nantinya diharapkan sebagai calon lembaga saprodi di pedesaan, pengolahan hasil pertanian oleh ibuibu PKK yang tegabung dalam kelompok wanita tani berupa marning jagung, keripik ubi kayu, dodol mente, sirup mente, kacang mente yang cukup dikenal di kabupaten Dompu bahkan ke daerah lainnya di NTB. Pemasaran hasil pada beberapa komoditas dilakukan secara bersama melalui kelompok. Saat ini kelompok telah memiliki ”warung tenda” yang berlokasi di pusat kota kecamatan Menggelewa, yang berfungsi sebagai tempat penjualan, informasi dan promosi produk pertanian hasil petani yang mengikuti program Prima Tani. Keragaan Inovasi Teknologi Introduksi Jambu Mente, perbaikan teknologi yang diintroduksi adalah penyiangan sekeliling pohon, pemangkasan cabang ekstensif yang tidak menghasilkan buah, cabang kecil yang terdapat dalam tajuk, cabang ternaungi tidak menghasilkan buah, cabang yang bersentuhan dengan pohon lainnya.Pemupukan dengan pupuk an organik dan pupuk organik, pengendalian hama/penyakit. Dengan menerapkan teknologi ini terjadi perbaikan produktivitas mente dari rata-rata 300 kg/ha menjadi rata-rata 816 kg/ha tahun 2006. Jagung, sebelum program Prima Tani masuk ke desa Song Gajah, petani sudah menanam jagung namun belum menerapkan teknologi anjuran. Perbaikan teknologi yang dilakukan adalah penggunaan benih unggul bermutu, pemupukan sesuai kebutuhan,penyiangan, penggunaan mesin pemipil. Dengan teknologi ini produktivitas meningkat dari rata-rata 1,26 t/ha sebelum program Prima Tani menjadi rata-rata 4,66 t/ha atau meningkat sebesar 270 %. Lonjakan ini sangat menggembirakan petani dan pemda Dompu terutama Bp. Bupati Dompu dan Wakil Bupati yang berkenan hadir untuk melakukan panen pada saat itu.Dampaknya adalah pada musim hujan tahun berikutnya (2006/2007) proyek PIDRA kab. Dompu mengembangkan tanaman jagung seluas 200 ha
Volume I No. 5 2007
dengan teknologi yang diadopsi dari petani desa Song Gajah. Sapi, selama ini sistem pemeliharaan masih tradisional, ada yang di lepas, ada pula yang dikandangkan/ikat pindah. Pada pemeliharaan yang dikandangkan diperkenalkan teknologi manajemen reproduksi terdiri atas penggunaan pejantan unggul, kawin kembali 40-60 hari setelah beranak, penyapihan anak umur 5-6 bulan, penerapan kalender kawin, dipadukan dengan teknologi manajemen penyediaan pakan. Dengan teknologi ini jarak beranak dari 13 – 14 bulan yang terjadi selama ini diperpendek menjadi 12 bulan, kematian anak pra sapih ditekan dari >10% menjadi <5%, kotoran sapi yang selama ini dibuang percuma, sekarang dimanfaatkan dan diproses menjadi kompos. Ayam buras, perbaikan teknologi pemeliharaan ayam buras terdiri atas manajemen reproduksi dan pemberian pakan tambahan pada anak yang baru dipisah, program vaksinasi ND 4:4:4.Dengan teknologi ini, frequensi masa bertelur maningkat dari 2 – 3 kali menjadi 4 – 5 kali setahun dengan persentase anak yang hidup meningkat pula Dari 70 ekor induk yang masih hidup, selama tujuh bulan telah bertelur 2 – 3 kali dengan jumlah telur 1225 ekor, menetas 775 dan hidup 489 ekor. Pendapatan Rumah Tangga, hasil base line survey tahun 2005 bahwa pendapatan rumah tangga petani di desa Songgajah sebesar Rp.11.248.730,-pertahun, terdiri atas pendapatan dari buruh Rp.359.487,-; pekerjaan tetap Rp.1.818.333,- ; usaha rumah tangga Rp.1.086.794,-; usaha ternak Rp.2.295.384,-; usaha tanaman tahunan Rp.3.047.025; usaha tanaman semusim Rp.2.641.705,-. Setelah setahun berjalan dilakukan survey pendapatan rumah tangga dan terjadi peningkatan sebesar 35,46% atau menjadi Rp.15.238.190,-pertahun, yang menonjol adalah peningkatan pendapatan yang berasal dari usaha ternak meningkat 88%, usaha tanaman tahunan meningkat 36,5%, usaha tanaman semusim meningkat 23%. Dengan melihat fenomena ini maka target peningkatan pendapatan seluruh masyarakat di desa Song Gajah sebesar 50% pada tahun 2009 sesuai yang tercantum dalam roadmap optimis dapat dicapai.
3
POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN JARAK PAGAR DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT Moh. Nazam
Peneliti Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Potensi dan Keunggulan Jarak Pagar arak pagar (Jatropha curcas L) adalah salah Jsatu jenis tanaman yang direkomendasikan
Tanaman jarak pagar banyak dijumpai di KSB
sebagai sumber bahan bakar alternatif, sesuai dengan INPRES No. 1 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2005. Keunggulan jarak pagar sebagai sumber bahan bakar nabati, dikemukakan Hasnam dan Mahmud (2006) sebagai berikut (1) relatif sudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, secara monokultur atau campuran di pekarangan, dapat tumbuh di lahan marginal sebagai tanaman konservasi, sehingga basis sumber bahan bakarnya sangat luas; (2) pemanfaatan biji atau minyak jarak pagar tidak berkompetisi dengan penggunaan lain, sehingga harga relatif stabil dan (3) proses pengolahan minyak jarak kasar (CJO = Crude Jatropha Oil) untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah cukup sederhana sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di pedesaan. Sumbawa Barat (KSB), memiliki lahan kering cukup luas yaitu sekitar 167.467 ha (95,33%) dari luas wilayah. Dari luas tersebut 88,52% adalah hutan lahan kering, sedangkan lahan yang berpotensi untuk pengembangan sistem pertanian lahan kering sekitar 15.430 ha (Nazam et al., 2005). Lahan kering tersebut berpotensi untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian lahan kering. Namun sampai saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal karena berbagai kendala, baik ketersediaan air yang terbatas,
Volume I No. 5 2007
kondisi fisik dan kimia tanah yang kurang menguntungkan, maupun kendala sosialekonomi dan kelembagaan yang sangat kompleks. Jarak pagar adalah salah satu jenis tanaman yang tumbuh baik pada lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan ketinggian 0 – 500 m dpl, curah hujan 300 – 1000 mm per tahun dan suhu di atas 20oC. Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan-lahan marjinal yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik. Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir 60-90%), berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun pH tanah optimal antara 5,5 – 6,5. Tanaman jarak dapat diperbanyak dengan stek atau biji, akan tetapi untuk menghasilkan minyak untuk bahan bakar, sebaiknya dikembangkan dengan biji karena proses produksinya lebih tinggi dan dapat bertahan hidup lebih lama. Arahan Pengembangan Jarak Pagar Pengembangan jarak pagar di suatu wilayah, perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain penggunaan lahan saat ini, arahan pewilayahan komoditas pertanian, dan konservas lahan, mengingat komoditas jarak pagar sampai saat ini belum diusahakan secara komersial di KSB, sehingga masyarakat belum mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh. Guna menghindari tumpang tindih dalam penggunaan lahan, perlu dilakukan evaluasi lahan secara cermat untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan dan arahan pengembangan sistem usaha pertanian jarak pagar. Dalam evaluasi lahan, kelas kesesuaian lahan dibedakan atas kelas S1 (sangat sesuai), yaitu lahan dengan tanpa atau sedikit pembatas dalam penggunaannya; kelas S2 (cukup sesuai) yaitu lahan dengan tingkat pembatas sedang; S3 (sesuai marjinal) tingkat pembatas berat dan N (tidak sesuai) adalah lahan yang tidak memungkinkan dalam penggunaannya (Djaenudin et al.,2003). Pada lahan dengan kelas S1, tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan baik dengan tingkat produktivitas yang optimal karena hampir seluruh kebutuhan tanaman dapat dipenuhi secara alami, sehingga dengan demikian tingkat intervensi manusia relatif lebih rendah (low input). Sebaliknya pada lahan dengan kelas S3 tanaman jarak pagar tidak dapat tumbuh dengan baik dan mencapai
4
tingkat produktivitas yang optimal karena sebagian dari kebutuhannya tidak dapat dipenuhi secara alami kecuali harus melalui intervensi manusia (penerapan teknologi) yang mengakibatkan biaya usahatani menjadi mahal. Aksesibilitas kurang lancar, misalnya transportasi yang sulit juga dapat menyebabkan input tinggi (usahatani tidak efisien). Untuk menetapkan potensi lahan untuk pengembangan jarak pagar dan menghindari terjadinya tumpang tindih dengan komoditas lain, maka dalam evaluasi lahan, lahan-lahan yang secara existing sudah dimanfaatkan untuk komoditas lain, seperti sawah, kebun dan ladang tidak dilakukan penilaian (Td). Evaluasi lahan lebih difokuskan pada lahan-lahan seperti
padang rumput, semak dan lahan-lahan tidur lainnya, untuk menentukan apakah lahan-lahan tersebut sesuai atau tidak sesuai untuk pengembangan tanaman jarak pagar. Berdasarkan hasil evaluasi lahan dengan mempertimbangkan persyaratan tumbuh dengan asumsi input rendah di KSB, maka kelas kesesuaian lahan tanaman jarak pagar di KSB adalah seluas 9.780 ha (5,57%) dari luas wilayah termasuk kelas lahan S1, 5.590 ha (3,18%) adalah lahan dengan kelas S2, dan seluas 143.606 ha (81,75%) adalah lahan dengan kesesuaian S3. Sedangkan lahan yang tidak sesuai (N) seluas 10.334 (5,88) dan lahan yang tidak dinilai (Td) seluas 6.362 ha (3,62%). (Gambar 2).
Peta kesesuaian lahan untuk jarak pagar di KSB, 2006.
Peta (Gambar 2) memperlihatkan bahwa sebagian besar lahan tergolong S3 dengan daerah penyebaran di seluruh wilayah KSB, sedangkan kelas S1 dan S2 terdapat di sekitar aliran sungai di wilayah Kecamatan Taliwang, Sekongkang dan Brangrea. Namun demikian tanaman jarak pagar sebagai tanaman yang dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur haranya terbatas,
Volume I No. 5 2007
maka dapat diusahakan sebagai tanaman campuran dengan tanaman lain (intercropping). Pada lahan-lahan marginal atau kritis yang memerlukan tindakan konservasi, maka tanaman jarak ditanam menurut kontour dengan Glyrisidia, atau dengan rumput-rumputan sesuai dengan hasil pewilayahan dan arahan pengembangan jarak pagar di KSB (Tabel 1).
5
Arahan pewilayahan dan pengembangan jarak pagar di KSB, 2006 Kode
Komoditas
Sistem Pertanian
No. Satuan Lahan 10, 23
Luas Ha 1,953
% 1.11
III-DEHF
Mangga, jambu mete, jarak pagar, srikaya, kopi, jagung, padigogo, cabe, bawang merah, ubi jalar
Pertanian lahan kering tan. tahunan/ hortikultura dan tan. pangan sistem lorong
IV-DEF
Mangga, jeruk, jambu mete, jarak pagar, kelapa srikaya, kopi, jagung, padi gogo, cabe, bawang merah, ubi jalar Jagung, padi gogo, cabe, bawang merah, ubi jalar, mangga, jeruk, jambu mete, jarak pagar, kelapa, srikaya, kopi Kabupaten Sumbawa Barat
Pertanian lahan kering tanaman tahunan/ hortikultura dan tan. pangan
1, 18, 20, 27
4,714
2.68
Pertanian lahan kering tanaman pangan dan tanaman tahunan/ hortikultura
7-9, 19, 28, 38
8,763
4.99
15.430
8,78
IV-DFHE
Keterangan: III-IV = zone AEZ; D = lahan kering ; E = tan. perkebunan; F = tan. pangan;
Berdasarkan Tabel diatas, terlihat bahwa potensi lahan untuk pengembangan jarak pagar di KSB seluas 15.430 ha (8,78%) dari luas wilayah, yang tersebar pada Zona III-DEF, IV-DEF dan IV-DFE. Zona III-DEF adalah zona dengan kelerengan 815%, diarahkan untuk pengembangan tanaman perkebunan/pangan lahan kering yang berada pada satuan lahan 10 dan 23. Sebarannya di landform aluvial, volkanik dan tektonik dengan luas 1.953 ha di Kecamatan Seteluk, Brangrea, Taliwang, jereweh dan Sekongkang. Zone IV-DEF diarahkan untuk pengembangan tanaman perkebunan/ hortikultura dan tanaman pangan, berada pada satuan lahan 1, 18, 20, dan 27 dengan luas 4.714 ha, tersebar di wilayah Kecamatan Seteluk, Jereweh dan Taliwang. Zona IV-DFHE diarahkan untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan/hortikultura, berada pada satuan lahan 7-9, 19, 28, dan 38 seluas 8.763 ha tersebar di Kecamatan Seteluk, Brangrea, Taliwang, Jereweh dan Sekongkang.
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Potensi lahan untuk pengembangan jarak pagar seluas 15.430 ha (8,78%) dari luas wilayah. Tanaman jarak pagar dapat diusahakan sebagai tanaman campuran dengan tanaman lain (intercropping). Pada lahan-lahan marginal atau kritis yang memerlukan tindakan konservasi, maka tanaman jarak pagar ditanam menurut kontour dengan Glyrisidia, atau dengan rumput-rumputan. Pengembangan jarak pagar sebaiknya menempati zona-zona kering yang terdapat pada zona zona III-DEHF, IV-DEF dan IV-DFHE. Tanaman jarak pagar ditanam di antara tanaman mangga, kopi, srikaya, jeruk yang ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti jagung, padi gogo, cabe, ubi jalar, bawang merah. Dapat juga ditanam sebagai pagar di sekeliling kebun atau tegal. Diharapkan agar arahan pengembangan jarak pagar yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pengembangan tanaman jarak pagar di KSB.
MEMPERCEPAT ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI MELALUI PEMILIHAN VARIETAS SECARA PARTISIPATIF (PVSP) Lalu Wirajaswadi
Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Pendahuluan Varietas unggul merupakan salah satu komponen paket teknologi budidaya padi yang secara nyata dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Kontribusi varietas terhadap peningkatan produktivitas berasal dari potensi hasil, ketahanan terhadap hama penyakit, ketahanan terhadap cekaman Volume I No. 5 2007
lingkungan non hayati seperti kekeringan, kemasaman tanah, kadar garam tinggi dan lainlain. Pada periode 1980 – 2006 Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanin telah melepas sebanyak 61 VUB padi sawah dan padi gogo, namun 6
hanya 7 VUB (14,7%) yang ditanam relatif meluas (> 5000 ha) di NTB. Terbatasnya pilihan VUB yang ditanam petani menyebabkan keragaman varietas di lapangan pada musim tanam tertentu sangat rendah, dan makin besarnya kemungkinan penanaman varietas yang sama dari tahun ketahun pada periode yang panjang. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan hasil atau gagal panen akibat hama penyakit dan cekaman lingkungan lainnya. Pemilihan varietas secara partisipatif (PVSP) yang nama aslinya adalah Participatory Varietal Selection (PVS) merupakan pendekatan baru yang diyakini cukup efektif dan efisien dalam mempercepat adopsi dan penyebaran VUB, karena bertumpu pada keikut-sertaan petani secara aktif dalam menentukan pilihannya menurut prefererensi (kesukaan) sendiri. Lambannya Adopsi VUB Lambannya adopsi VUB merupakan fenomena klasik yang hingga saat ini relatif sulit ditemukan solusinya, hal ini disebabkan, pada proses adopsi VUB, melibatkan banyak pihak diantaranya: pemerintah, swasta dan petani dalam suatu mekanisme yang kurang memperhatikan aspek penyebaran VUB, tetapi lebih dititik-beratkan pada kepentingan sepihak. Ini mengisyaratkan lambannya adopsi VUB bukan semata-mata kesalahan petani, melainkan semua pihak terkait, karena itu untuk mengatasi persoalan perlu dirumuskan sebuah konsep dimana agar pihak-pihak yang berkepentingan dengan adopsi VUB berada dalam satu sistem yang sinergis dan harmonis. Sejumlah faktor utama penghambat kelancaran adopsi VUB, berdasrkan pemantauan cermat dalam kurun waktu relatif panjang diantaranya : ¾ Sebagian besar VUB yang dilepas, menurut pengalaman petani tidak lebih unggul dibandingkan varietas populer seperti IR 64, Ciliwung, Cilosari sehingga petani cendrung mempertahankan varietas lama. ¾ Kurangnya pengujian dan demonstrasi VUB partisipatif yang dapat mempercepat adopsi. Pengujian dan demonstrasi seringkali dilakukan oleh peneliti dan atau penyuluh, namun tidak banyak melibatkan petani sebagai pengguna. Akibatnya apabila dari hasil pengujian diperoleh varietas yang sesuai dengan lingkungan setempat, petani tidak segera mengadopsi karena belum memahami dan meyakini sifat-sifat unggulnya.
Volume I No. 5 2007
¾ VUB yang diminati petani sebagai respon terhadap pengujian/demonstrasi tidak menyebar karena tidak diikuti pengadaan benih. Penangkar benih biasanya melakukan penangkaran varietas yang banyak diminta pasar dan enggan menangkar varietas baru karena hawatir tidak ada peminatnya. ¾ Tidak terdapat mekanisme baku sosialisasi dan penyebaran VUB dari Balai Besar Penelitian Padi selaku penghasil VUB dengan BPTP yang berfungsi memasyarakatkan VUB ditingkat propvinsi. Pemilihan Varietas Secara Partisipatif (PVSP) Secara bersama-smama atau sendirisendiri, sejumlah faktor penghambat diatas berpotensi menimbulkan pelambatan adopsi dan penyebaran VUB. Salah satu faktor penghambat terpenting adopsi VUB di tingkat petani adalah tidak dilakukannya pengujian VUB secara partisipatif. Keberhasilan menemukan VUB yang mampu beradaptasi baik pada lingkungan tumbuh tertentu oleh peneliti dan atau penyuluh tanpa banyak melibatkan petani, belum tentu menjamin adopsi dan penyebaran VUB tersebut secara meluas. Bukan saja karean absennya rasa belonging) dari petani, memiliki (sense of namun yang lebih penting bahwa, petani tidak banyak memahami apa saja keunggulan yang dimiliki, mengapa dianggap unggul, seberapa besar varietas baru tersebut lebih unggul dari varietas lama yang mereka tanam dan apakah sifat-sifat unggul tersebut mewakili kesukaan (preference) petani. Apabila petani tidak mengetahui jawaban dari pertanyaanpertanyaan tersebut, dapat dipastikan bahwa adopsi dan penyebaran VUB akan mengalami permasalahan serius. Melibatkan petani dalam pendekatan PVSP, merupakan salah satu strategi jitu untuk mengeleminir keraguan petani terhadap keunggulan VUB, pertanyaan tidak akan timbul apabila petani dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dalam suatu proses pengujian VUB. Pertimbangan paling esensial yang melatar-belakangi pentingnya PVSP adalah kesadaran bahwa dalam menentukan pilihan terhdap VUB, petani lebih cendrung menggunakan kriteria sendiri ketimbang kriteria yang dirumuskan peneliti atau penyuluh. Contoh, dalam pengujian VUB di sawah tadah hujan Kabupaten Lombok Tengah pada MH 2000/2001, menurut pengamatan
7
peneliti, VUB A unggul dari berbagai aspek yang tercermin dalam wujud hasil yang tinggi, namun VUB A tersebut tidak diterima petani hanya karena memiliki batang yang lebih tinggi. Batang yang tinggi akan menyulitkan mereka mempersiapkan lahan untuk kedelai setelah padi, karena setelah panen, batang yang tersisa harus dipotong, bila menanam varietas berbatang pendek, pemotongan batang setelah panen tidak perlu dilakukan. Jelaslah bahwa kriteria petani ini tidak masuk dalam pertimbangan peneliti, padahal kriteria tersebut merupakan faktor penentu spesifik lokasi terhadap diterima atau ditolaknya VUB. Dalam pelaksanaannya, pendekatan PVS menggunakan metoda Mother-Baby Trial yang hingga saat ini belum dikenal terminologi Indonesianya yang pas. Mother merupakan petak pengujian dimana semua VUB diuji dengan pengelolaan peneliti/penyuluh. Dalam petak Mother, VUB diuji dengan penerapan kaidah ilmiah, antara laian ukuran petak, tata letak/desain petak, ulangan, variabel, prosedur pengamatan dan anlisis data semuanya berdasarkan standar baku. Sedangkan petak Baby merupakan petak alami milik petani di dalamnya diuji satu atau lebih VUB yang sama dengan petak Mother sesuai kesanggupan petani, tanpa desain dan dibawah pengelolaan petani tanpa intervensi peneliti/penyuluh. Petani tidak diperkenankan memberikan perlakuan istimewa terhadap VUB yang diuji melainkan dengan teknologi yang biasa diterapkan. Untuk mengamati dan mempelajari sifat-sifat masingmasing VUB, petani tidak hanya terfokus pada petak Baby tetapi diharapkan juga banyak melakukan pengamatan di petak Mother dibawah bimbingan peneliti/penyuluh. Keunggulan metode Mother-Baby Trial andingkan dengan pengujian VUB secara konvensional yang paling utama adalah petani dapat menetapkan pilihan terhadap VUB yang diuji berdasarkan kriteria petani sehingga ada kemungkinan VUB yang diunggulkan peneliti, tidak diunggulkan petani, dalam kasus ini maka pilihan petani yang dianggap sebagai varietas unggul setempat. Dengan demikian varietas yang dihasilkan dari mekanisme tersebut diyakini akan lebih cepat menyebar karena merupakan pilihan petani setelah mereka terlibat secara penuh dalam proses pengujian dan evaluasi baik di petak Baby maupun di petak Mother. Metoda Mother-Baby tidak hanya untuk mendapatkan
Volume I No. 5 2007
VUB yang paling sesuai tetapi secara nyata dapat dilihat perbedaan kinerja antara pengelolaan peneliti dan pengelolaan petani. Hal ini akan tercermin dari catatan hasil setiap VUB. Di lokasi pengujian dimana tingkat pengelolaan petani masih rendah, hasil panen masing-masing VUB pada petak Baby lebih rendah dibandingkan hasil pada petak Mother, atau sebaliknya. Dari proses ini diharapkan timbul kesadaran dan motivasi petani untuk memperbaiki pengelolaan setidaknya mendekati pengelolaan peneliti di petak Mother. Dengan Baby Trial membuka peluang seluas-luasnya bagi petani untuk mempelajari VUB yang diuji dibawah pengelolaan petani maupun pengelolaan peneliti, efek ganda inilah yang menjadi kekuatan metoda Mother-Baby Trial. Kinerja PVSP Menyadari keunggulan PVSP dengan metoda Mother-Baby Traial dalam upaya menetapkan dan mempercepat adopsi dan penyebaran VUB sepsifik lokasi, BPTP-NTB mencoba pendekatan ini pada pengkajian VUB di tiga ekosistem yakni sawah irigasi (padi sawah), sawah tadah hujan (padi gogorancah) dan lahan kering (padi gogo) masing-masing di Desa Jurumapin Sumbawa, Desa Segala Anyar Lombok Tengah dan Desa Bilok Petung Lombok Timur. Materi pengujian adalah VUB yang dihasilkan Balai Besar Penelitian Padi periode 1999-2006 dan VUB pembanding berupa varietas yang biasa ditanam petani yang teridiri atas 13 VUB padi sawah, 12 VUB padi gogorancah dan 14 VUB padi gogo. Pengujian dengan pendekatan PVSP dengan metoda Mother-Baby Trial dilaksanakan pada MKI 2006 untuk padai sawah dan MH 2006/2007 untuk padi gogorancah dan padi gogo. Petak Mother dikelilingi petak Baby yang dimiliki petani yang terhimpun dalam satu kelompoktani sebagai petani kooperator sebanyak 13 orang untuk padi sawah, 12 orang untuk padi gogorancah dan 19 orang untuk padi gogo. Hasil pengujian menunjukkan bahwa petani di ketiga ekosistem tersebut berhasil menetapkan sejumlah VUB yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing berdasarkan hasil pengamatan di petak Mother maupun di petak Baby. Sebagain VUB yang diunggulkan petani sama dengan VUB yang diunggulkan peneliti, walaupun masih terdapat perbedaan khususnya di lahan kering (padi gogo).
8
Padi Sawah Irigasi Dari 13 VUB yang diuji 5 VUB diantaranya memberikan hasil panen cukup tinggi yaitu Cigeulis 8,7 t/ha; Mekongga 8,6 t/ha; Pepe 8,3 t/ha; Cibogo dan Sunggal masing-masing 8,2 t/ha dan Code 8,1 t/ha. VUB Ciherang sebagai pembanding hanya menghasilkan 7,2 t/ha. VUB lainnya yakni Gilirang, Ciapus, Angke, Wera, Sunggal, Batang Gadis dan Matatag 9 (ex IRRI) menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan VUB pembanding. Dengan demikian dari perspektif peneliti penyuluh VUB yang diunggulkan adalah kelima VUB yang memberikan hasil diatas 8 t/ha tersebut. Hasil pengamatan petani ternyata hampir sama dengan peneliti dengan menetapkan VUB Cigeulis, Mekongga, Pepe, Cibogo dan Sunggal sebagai VUB yang sesuai dengan lingkungan Desa Jurumapin, kecuali VUB Code tidak diterima karena menurut petani walaupun hasilnya tinggi, tetapi tekstur nasinya kurang pulen sehingga harga di pasaran diperkirakan lebih rendah. Membandingkan kinerja pengelolaan antara petak Mother dan petak Baby menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hasil rata-rata petak Mother adalah 7,9 t/ha sedangkan hasil rata-rata petak Baby hanya 5,3 t/ha atau 33% lebih rendah. Hal ini mengisyaratkan, bahwa manajemen di tingkat petani di Desa Jurumapin masih dibawah manajemen yang direkomendasikan, karena itu produktivitas dapat ditingkatkan melalui perbaikan pengelolaan. Seluruh hasil panen VUB terpilih di petak pengujian ditanam kembali sebagai benih pada MH 2006/2007. Padi Gogorancah Secara umum hasil yang diperoleh pada petak Mother maupun Baby di lahan tadah hujan ini tergolong rendah. Hal ini disebebkan terjadinya stagnasi hujan selama sebulan ketika tanaman memasuki fase pembungaan dan pengisian malai, akibatnya jumlah gabah berisi hanya mencapai rata-rata 66 biji/malai. Dari 12 VUB materi pengujian, 5 VUB diantaranya menunjukkan hasil diatas 5 t/ha yaitu: Cigeulis dan Cibogo masing-masing 5,6 t/ha; Wera 5,5 t/ha; Mekongga 5,4 t/ha dan Towuti 5,2 t/ha. Sementara VUB Pembanding Dododkan memberikan hasil 4,9 t/ha. Hasil terendah ditunjukkan VUB Code dengan 4,1 t/ha. Kelima VUB ini sekaligus direkomendasikan sebagai VUB
Volume I No. 5 2007
yang sesuai untuk lahan tadah hujan. Hasil pengamatan petani menunjukkan kecendrungan yang sama yakni menetapkan Cigeulis, Cibogo, Code dan Mekongga sebagai VUB yang paling sesuai, sedangkan Wera kurang diterima karena hasil di petak Baby dianggap rendah yaitu 4,8 t/ha. Hal yang menarik dari pengujian VUB di lahan tadah hujan ini adalah tidak terjadinya perbedaan rata-rata hasil panen yang nyata antara petak Mother 5,0 t/ha dengan petak Baby 4,8 t/ha. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan di tingkat petani kurang lebih sama dengan pengelolaan di tingkat peneliti. Petani telah mengunakan benih unggul bermutu, pemupukan dengan takaran dan waktu yang tepat, pengendalian gulma cukup memadai dan panen dan pasca panen yang tepat. Padi Gogo Sama halnya dengan padi gogorancah, pertanaman padi gogo di Desa Bilok Petung Lombok Timur mengalami kekeringan akibat stagnasi hujan selama kurang lebih 3 minggu hingga pada fase premordia bunga. Namun karena sebagian besar VUB yang diuji tergolong tahan kering, penampilannnya cukup baik dan tidak mengalami layu, hanya saja pemupukan agak terlambat karena harus menunggu hujan. Dari 14 VUB yang diuji, berdasarakan hasil pengamatan di petak Mother diketahui ada 4 VUB yang sesuai untuk lingkungan Bilok Petung yang terletak pada ketinggian 750 m dpl yaitu: Batu Tegi 5,4 t/ha; Code; 4,1 t/ha, Limboto dan Situ Patenggang masing-masing 4,0 t/ha, varietas lokal Beton sebagai pembanding ternyata memberi hasil cukup tinggi 4,3 t/ha. Hasil VUB lain seluruhnya dibawah 4 t/ha bahkan Dodokan hanya 0,9 t/ha. Selama berlangsungnya pengujian, respon petani sangat besar, ditunjukkan dengan keseriusan mereka dalam melakukan pengamatan di petak Mother dari sejak fase vegetatif hingga saat
Limboto salah satu VUB yang dipilih petani lahan kering Bilok Petung Lombok Timur
9
panen secara, berkelompok maupun individu. Dari pengamatan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa VUB Limboto dan Situ Patenggang yang sesuai untuk lingkungan lahan kering Desa Bilok Petung, sedangkan 2 VUB lainnya Code dan Batu Tugi dianggap kurang sesuai. Walaupun hasilnya cukup tinggi VUB Code tidak diterima petani karena postur batangnya yang pendek, akibatnya tidak akan mampu bersaing dengan gulma yang menjadi masalah utama padi gogo di desa ini. Menurut mereka seandainya Code ditanam dibawah pengelolaan petani, belum tentu hasilnya tinggi karena intensitas pengendalian gulma rata-rata petani sangat rendah. VUB Batu Tegi merupakan VUB dengan hasil tertinggi diantara 14 VUB, namun tidak diterima petani karena umurnya yang terlalu panjang yakni 138 hari, dibandingkan Limboto dan Situ Patenggang yang berumur 120 hari. Menurut mereka keberhasilan Batu Tugi dan juga varietas lokal Beton (132 hari) lebih disebabkan karena periode hujan yang tidak normal, lebih panjang dari biasanya, sekiranya hujan normal maka hujan akan terhenti ketika 2 varietas tersebut berada dalam fase pembungaan atau pengisian malai yang dapat menurunkan hasil secara nyata. Fenomena paling menarik dari pengujian padi gogo tersebut adalah adanya perbedaan hasil
yang sangat nyata antara petak Mother (ratarata 3,6 t/ha) dan petak Baby (rata-rata 0,9 t/ha) atau hanya 25% dari hasil pada petak Mother. Artinya, pengelolaan padi gogo di tingkat petani masih terlalu sederhana. Petani hanya menggunakan pupuk urea dalam jumlah terbatas 50-100 kg/ha, tanpa pupuk P dan K. Namun yang paling mencolok adalah pengendalian gulma yang tidak memadai, pertanaman padi dibiarkan bersaing dengan gulma pada berbagai fase, pengendalian dilakukan tenaga keluarga sekali saja, karena keterbatasan dana untuk ongkos tenaga kerja. Dalam kondisi ini, penanaman 2 VUB yang telah dipilih diatas disertai perbaikan pengelolaan diperkirakan mampu meningkatkan produktivitas padi gogo pada lingkungan Desa Bilok Petung atau desa lain yang memiliki agroekosistem yang sama. Hampir seluruh petani padi gogo di Desa Biluk Petung mengharapkan tersedianya benih VUB Limboto dan Situ Patenggang untuk musim tanam yang akan datang. Hasil panen kedua VUB tersebut langsung diputuskan dalam musyawarah untuk diperbanyak di lahan sawah pada MK I 2007 oleh sejumlah petani yang ditunjuk, sehingga pada MH 2007/2008 yang akan datang tersedia benih dalam jumlah cukup.
PERAN PENYULUH DALAM AKSELERASI ADOPSI VUB PADI MELALUI MODEL INDUSTRI PERBENIHAN PADI RAKYAT Ketut Puspadi Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Waktu Tempuh VUB Padi aktu tempuh adalah jumlah waktu yang diperlukan VUB padi, sampai diketahui keberadaannya sejak dilepas sampai dengan diimplementasikan atau diproduksi di tingkat penangkar dan diadopsi oleh petani. Gambar di bawah ini menunjukkan kelembagaan yang harus dilalui oleh varietas benih padi yang baru dilepas oleh Departemen Pertanian. Pengamatan disetiap kelembagaan dan analisis dokumentasi penangkaran padi menunjukkan Varietas padi Mekongga yang dilepas tahun 2004, mulai dicoba ditangkarkan dalam skala kecil (0,1 ha) tahun 2006, Cigeulis yang dilepas tahun 2002, mulai dicoba ditangkarkan tahun 2004, Cibogo dilepas tahun 2003, mulai dicoba ditangkarkan tahun 2006.
W
Volume I No. 5 2007
VUB varietas Cigeulis yang dilepas pada tahun 2002, pada pertengahan tahun 2006 belum dikenal oleh petani di sentra produksi padi yang jaraknya sekitar 7 Km dari ibu kota kabupaten Sumbawa. Varietas Ciherang VUB yang paling mutakhir diketahui oleh mereka. Hal ini menunjukkan diperlukan waktu 2-3 tahun, varietas yang baru dilepas dikenal dilapangan dalam kalangan dan luasan yang relatif terbatas. Beberapa produsen benih padi (penangkar) mengatakan perlu waktu 2-3 tahun untuk memutuskan produksi benih varietas padi baru dilepas, dalam skala komersial.
10
P u s lit B a n g ta n
BBU BP (S S )
BS
B B I-P P H NTB D IT P ro d u k s i
BR
BP (S S )
BR
Penangkar S w a s ta
BR
P e ta n i
BS BD BP (F S ) (S S ) BP (S S )
BUMN K a n to r Pusat
BBP
BP (S S )
BD (F S )
BS
BP (S S )
BUMN (S H S , P T P e rta n i)
BR BR K e te ra n g a n
BR
BS= FS= SS= BR=
P e n y a lu r
L a b e l k u n in g L a b e l P u tih L ab el un g u L a b e l b iru
G a m b a r A lu r p ro d u k s i p e r b a n y a k a n b e n ih p a d i d i N T B .
Dengan sistem perbenihan padi yang berjalan saat ini, informasi VUB padi diketahui oleh sebagian kecil petani sekitar 5 tahun sejak dilepas, dan akses petani ke sumber benih relatif sulit karena transportasi dan biaya.
Kendala Akselerasi Diseminasi Benih Padi Kepala BBI-PPH NTB mengatakan salah satu kendala dalam memproduksi benih padi hádala program perbanyakan benih tidak sesuai dengan kebutuhan petani khususnya varietas, jumlah dan waktu penyediaan sehingga benih yang tersedia kurang sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Persepsi Pedagang Terhadap VUB Penambahan Permintaan
Adopsi VUB Padi
Kecepatan Informasi VUB & Ketersediaan Stok Benih VUB Padi
Ketepatan Penyediaan & Kedekatan Produksi Benih kelas SS &ES
Preferensi atau Kesukaan Petani Kalender UT Padi Spesifik Lokasi
Penciptaan Pasar Ketepatan Produksi & Penyediaan BS VUB
Gambar Analisis Masalah akselerasi diseminasi dan adopsi VUB Padi Dalam Model Industri Perbenihan Padi Rakyat
Volume I No. 5 2007
11
Beberapa penangkar benih padi memerlukan waktu 2-3 tahun untuk mengamati kesukaan petani terhadap VUB padi. Gambar diatas menunjukkan kendala utama akselerasi diseminasi dan adopsi VUB padi adalah ketidak tersediaan informasi yang mutakhir dan mudah dijangkau oleh pengguna, tentang kesukaan petani terhadap VUB yang baru dilepas di setiap wilayah. Peluang Akselerasi Diseminasi dan Adopsi VUB Padi Gambar alur produksi benih padi di atas menunjukkan bahwa peran produsen benih sangat strategis dalam memperluas dan mempercepat adopsi VUB padi, dengan memotong waktu yang diperlukan oleh penangkar untuk menangkap preferensi petani terhadap VUB padi yang baru dilepas. Melibatkan kelembagaan penyuluhan di setiap lokasi untuk menangkap preferensi petani terhadap VUB padi baru merupakan salah satu peluang yang dapat dioptimalkan.
sosialisasi dengan Dinas instansi,penangkar, pengusaha benih, dan PPL menghadirkan Pemulia Padi dari BB Padi
Peran Penyuluh Pertanian dalam Akselerasi Diseminasi Mengurangi waktu yang diperlukan oleh penangkar untuk mengamati kesukaan petani terhadap VUB padi yang baru dilepas, akan mempercepat diseminasi VUB padi. Identifikasi preferensi petani dalam skala luas dapat dilaksanakan melalui kegiatan uji preferensi VUB padi yang dilaksanakan oleh penyuluh pertanian setempat.
MIP2R
MULAI
Tim Kendali Mutu Provinsi
Musim Hujan Penyuluh Pertanian
Identifikasi Preferensi Ya
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
BBI BBU
FS Sistem Informasi Perbenihan BPTP
Stakeholders lain
Volume I No. 5 2007
Var Padi baru dilepas Balai Besar pene litian Padi BS & FS
KP3/SS
Tim Kendali Mutu Kabupaten
Pelanggan Pengguna
Keterangan: KP3= Kelembagaan Perbenihan Padi Pedesaan, BS= Label kuning, FS= Label Putih, SS= Label ungu. MIP2R= Model Industri Perbenihan Padi Rakyat. 12
Gambar di atas menunjukkan peran penyuluh pertanian dalam mempercepat diseminasi VUB padi yang baru dilepas antara lain mengidentifikasi kesukaan petani terhadap benih padi VUB melalui demonstrasi VUB bekerjasama dengan petani pada setiap musim hujan baik dilahan irigasi maupun di lahan kering. Hasil identifikasi disampaikan oleh penyuluh pertanian ke BPTP dan didokumentasikan di situs web BPTP untuk dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan terutama para produsen benih.
Pengawasan benih oleh BPSB (atas); Salah satu lokasi penangkaran binaan BPTP NTB (bawah).
Kecepatan Akselerasi VUB Padi Dengan melibatkan penyuluh pertanian untuk mengidentifikasi preferensi petani terhadap VUB padi yang baru di lepas kecepatan diseminasi VUB padi 3,92 kali lebih cepat dari sistem perbenihan yang sedang berjalan. .
Kecepatan perkembangan benih VUB padi dominan di NTB 2002-2006 Varietas
2002 (ha)
2003 (ha)
2004 (ha)
2005 (ha)
Ciherang
43,90
354,72
695,99
1014,81
Cigeulis
-
-
Mekongga Sumber: BPSB-NTB, 2006 dan Angka dalam kurung:
1095,77 (58,85) 2,40 15,75 352,44 (18,93) 3,85 data primer diolah. NB: 2007 sd April presentase varietas terhadap total areal
Tabel diatas menunjukkan kecepatan penyebaran benih VUB Ciherang 1677,63 % dalam waktu 6 tahun (2002-2007) dengan kecepatan rata-rata 259,62 % per tahun. Kecepatan penyebaran varietas Cigeluis 24.210,41 % dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2007) dengan kecepatan rata-rata 1.019,60 %. Jika dibandingkan rata-rata kecepatan perkembangan benih varietas
“DODOL NANAS” ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI TAMBAH BUAH NANAS Ulyatu fitrotin dan Mekar Dwi Wahyuni Penelit Pada Balai Penglkajian Teknologi Pertanian NTB
s
aat panen raya nanas tiba adalah saat yang paling menggembirakan bagi petani nanas, setidaknya pengorbanan yang telah dikeluarkan untuk membudidayakan tanaman tersebut
Volume I No. 5 2007
2006 (ha)
2007 (ha) 736,48 (49,39) 581,05 (38,96) 37,32
Kecepatan perkembangan VUB 2007/2002 (%) 1677,63
Rataan Kecepatan Perkembangan VUB per tahun (%) 259,62
24210,41
1019,60
969,35
969,35
penangkaran.
Cigeluis dengan rata-rata kecepatan penyebaran benih varietas Ciherang (1019,60% : 259,62%), dengan memotong waktu yang diperlukan oleh penangkar untuk mengidentifikasi preferensi atau kesukaan petani terhadap VUB padi, waktu tempuh perjalanan VUB padi dari saat dilepas sampai ke pengguna sekitar 2-3 tahun.
terbayar. Harapan besar terbayang di pelupuk mata agar dapat mendulang rupiah saat panen dan saat yang paling tepat untuk membahagiakan keluarga dengan rupiah yang diperoleh. Namun permainan harga yang ditawarkan oleh para tengkulak membuat petani tidak dapat mewujudkan harapannya. Disamping itu petani masih harus menghadapi kendala daya simpan nanas yang rendah. Hal ini menyebabkan petani harus segera merubah nanasnya menjadi uang agar tidak terjadi kerugian yang semakin besar.
13
Melihat harga jual nanas yang rendah mendorong Kelompok Wanita Tani “Pade Girang” di desa Lendang Nangka Kecamatan Masbagik mengolahnya menjadi dodol nanas sebagai upaya peningkatan nilai tambah. Di bawah binaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat melalui Program P4MI (Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi) wanita tani dibina dan dilatih membuat dodol nanas, bagaimana pengemasan yang benar, pengetahuan dasar penentuan kadaluarsa hingga pemasaran. Dodol nanas yang dibuat menggunakan bahan dasar alami berupa tepung beras dan tepung ketan sebagai campuran agar dodol yang dihasilkan bertekstur plastis. Pemberian komposisi gula yang tepat dapat berfungsi sebagai pengawet alami dodol nanas yang dihasilkan. Usaha ini dimulai bulan Juni tahun 2006, sehingga para wanita tani masih dalam tahap belajar. Promosi telah dilakukan di kantorkantor instansi pemerintah seperti kantor Kehutanan, Bawasda, Dinas pertanian wilayah Lombok Timur. Saat panen raya nanas, dodol nanas produksi KWT Pade girang bisa dijumpai di toko “Sinar bahagia” toko Hero, toko Lusi yang semuanya masih dalam wilayah Lombok Timur. Di Kabupaten Lombok Barat dapat di jumpai di Swalayan Ruby di Mataram. Dodol nanas juga telah dipesan untuk oleh-oleh ke Jawa, Irian Jaya dan Sulawesi walaupun masih dalam skala kecil. Ketrampilan membuat dodol nanas ini telah diadopsi oleh kelompok Wanita Tani desa Kembang Kemuning yang merupakan desa terdekat dengan desa Lendang Nangka, dengan membuat pisang menjadi dodol pisang karena proses pembuatannya sama. Analisa kelayakan pembuatan dodol nanas disajikan pada Tabel berikut ini. Berdasarkan hasil analisa kelayakan, usaha pembuatan dodol nanas menguntungkan dan dapat memberikan tambahan pendapatan setiap Bulan Rp. 196.124,-, dengan nilai B/C ratio sebesar 0,37. Dengan modal Rp.507.000,mereka mendapat keuntungan Rp. 196.124,-. Hal ini berarti dalam waktu 2,5 bulan kelompok tersebut telah dapat mengembalikan modal. Pendapatan ini masih tergolong rendah, namun
Volume I No. 5 2007
para anggota sudah cukup senang karena remaja-remaja putri sekarang telah memiliki kesibukan baru membuat dan membungkus dodol nanas. Peluang peningkatan pendapatan masih dapat dilakukan dengan memperbesar volume produksi. “Kini waktu luang telah dimanfaatkan dengan aktivitas membungkus dodol nanas menjadi kemasan-kemasan kecil oleh ibu – ibu wanita tani dan remaja putri. Aktivitas ini membuat saya mengurungkan niat untuk pergi keluar negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita. Analisis Kelayakan Pembuatan Dodol Nanas di Desa Lendang Nangka Volume
Harga satuan (Rp)
Pisau (buah)
2
833
1.666
Bak (buah)
1
625
625
Alu (buah)
1
625
Wajan (buah)
1
1.458
1.458
Pengaduk dodol (buah)
2
1.667
3.334
Nampan (buah)
4
1.667
6.668
Kompor (buah)
1
2.500
2.500
Uraian
Nilai (Rp)
Biaya Penyusutan alat
Total
625
16.876
Biaya Variabel Bahan Nanas (Karung)
4
10.000
40.000
Gula (kg)
20
6.000
120.000
Margarin (ons)
8
1.000
8.000
Plastik pengemas (m)
36
2.000
72.000
Mika (buah)
180
100
18.000
Logo (lembar)
60
150
9.000
Minyak tanah ltr)
60
2.500
150.000
2
10.000
20.000
Tenaga kerja Mengupas (HOK) Mengaduk (HOK)
2
10.000
20.000
Pengemasan (HOK)
5
10.000
50.000
Total Biaya Variabel
507.000
Total Biaya di luar bunga (Biaya tetap + Biaya Variabel)
523.876 1.011
Bunga modal (1% per bulan dari biaya tunai)
Produksi (mika) Pendapatan
180
B/C
4.000
720.000 196.124 0.37
Sumber : Data primer diolah, 2006
14
PEMBANGUNAN KEBUN BENIH JARAK PAGAR DAN ERTIFIKASINYA Sudarto
Peneliti Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Pendahuluan ebagai bentuk pelaksanaan Inpres No. S 1/2006 dan Perpres No. 5/2005 untuk menyediakan bibit tanaman jarak pagar, Litbang Perkebunan kini tengah mengembangkan tiga bibit unggul yang berlokasi di tiga tempat yaitu di daerah Pakuwon (Sukabumi, Jawa Barat), Muktiharjo (Pati, Jawa Tengah) dan Asembagus (Situbondo, Jawa Timur) dengan total luas areal 56 ha. Tiga daerah tersebut mewakili tingkat curah hujan masingmasing di atas 1.500 mm/tahun, 1.000-1.500 mm/tahun dan 1.000 mm/tahun. Untuk itu telah diperoleh tiga populasi komposit yaitu IP-1P, IP1M dan IP-1A. Menurut Hasnam (2007) selama tahun 2006 telah dihasilkan 2,1 ton benih sumber dimana 1,77 ton benih telah didistribusikan ke 14 propinsi yang mendapat prioritas pengembangan jarak pagar. Di Nusa Tenggara Barat termasuk daerah yang mewakili untuk dibangun kebun benih jarak pagar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB ditunjuk untuk membangun kebun benih induk dan berlokasi di Kebun Percobaan (KP) Sandubaya kabupaten Lombok Timur seluas 3 ha. KP Sandubaya termasuk wilayah kering iklim kering, sehingga sesuai untuk dikembangkan benih unggul komposit IP-1A yang berasal dari kebun benih Asembagus (Situbondo, Jawa Timur). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan, maka pembangunan kebun benihnya harus dilakukan dengan cermat dan benar. Kesalahan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan akan merugikan dalam jangka panjang. Untuk mendapatkan pengakuan kelayakan sebagai sumber benih perlu dilakukan suatu penilaian oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini Direktorat Bina Perbenihan (Direktorat Jenderal Perkebunan). Penilaian teknis tersebut dilakukan untuk melindungi
kepentingan konsumen maupun produsen. Pembangunan Kebun Benih BPTP-NTB selaku produsen benih jarak pagar telah melakukan koordinasi dengan Pusat
Volume I No. 5 2007
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor sebelum membangun kebun benih. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pembangunan kebun benih, dan kebun benih yang dibangun untuk mendapatkan sertifikasinya. Pada prinsipnya pembangunan kebun benih sama dengan pembangunan kebun produksi. Pembangunan kebun benih mencakup penyediaan lahan yang sesuai, persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman di lapangan, pemanenan buah, dan prosesing benih. • Persyaratan lahan
•
Persyaratan lahan untuk kebun benih jarak pagar sama dengan persyaratan lahan untuk kebun produksi, baik tanah maupun iklimnya. Akan tetapi untuk pembangunan kebun benih syarat yang mutlak dipenuhi adalah harus terbuka (terbebas dari naungan) dan terdapat sumber air untuk pengairan, kalau di daerah lahan kering sumber air dapat diperoleh dari sumur pompa P2AT.
Teknis budidaya Persiapan lahan, pembibitan, penanaman maupun pemeliharaan tanaman di lapangan untuk kebun benih sama dengan untuk kebun produksi. Demikian pula teknis budidaya lainnya, seperti pemupukan, pemangkasan, dan pengendalian hama/penyakit. Teknis budidaya tanaman jarak pagar telah diterbitkan pada infotek volume terdahulu).
SERTIFIKASI KEBUN BENIH Untuk mendapatkan sertifikat sebagai kebun benih induk yang ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian harus memenuhi persyaratan teknis maupun non teknis. Prosedur sertifikasi kebun benih jarak pagar sebagai berikut : (1) calon produsen benih mengajukan surat permohonan sertifikasi kepada Direktorat Bina Perbenihan (Direktorat Jenderal Perkebunan); (2) penilaian kelayakan teknis maupun non teknis terhadap calon kebun benih, dan (3) penetapan sebagai kebun benih oleh Menteri Pertanian.
Penilaian kelayakan mengacu pada kriteria sebagai berikut : kondisi lahan/kebun, bahan tanam, kemurnian, tata tanam, teknis budidaya dan proses produksi benih. Penilaian kondisi lahan/kebun meliputi kondisi drainase, tanaman penaung, jasad pengganggu, pemupukan, dan pemangkasan. Penilaian terhadap bahan tanam meliputi sumber benih yang ditanam (harus merupakan jenis unggul yang mempunyai prospek baik).
15
Penilaian terhadap kemurnian bahan tanam merupakan hal penting untuk dilakukan, karena penggunaan benih yang tidak benar (palsu) akan menghasilkan pertanaman dengan produktivitas dan kualitas yang beragam. Hal ini akan sangat merugikan, mengingat tanaman jarak pagar termasuk tanaman tahunan yang mencapai umur 40 – 50 tahun. Penilaian terhadap tata tanam, teknis budidaya dilakukan dengan berpedoman pada standar baku teknis budidaya tanaman jarak pagar dari Puslitbangbun. Penilaian proses produksi benih dilakukan terhadap cara panen buah, warna buah yang dipanen, cara pengeringan dan prasarana maupun sarana produksi benih.
Perbanyakan (Penangkaran) Benih Benih yang dihasilkan dari kebun benih induk adalah benih sebar dalam bentuk biji. Produsen perlu mendaftarkan biji jarak pagar yang telah dipanen, untuk memperoleh Tanda Registrasi Usaha Perbenihan (TRUP) hal ini sesuai dengan SK. Mentan 1071/1998 tentang izin produksi benih bina, sedangkan pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawasan dan Pengendalian Mutu Benih (BP2MB). Untuk penangkaran benih harus memenuhi syarat : A. Standar mutu benih dan pengemasan ¾ Sandar mutu benih a. Kadar air 7 % b. Daya kecambah 90 % c. Kemurnian varietas 97 % d. Kotoran benih maksimal 2 % ¾ Sertifikasi benih.
Pengendalian mutu benih wajib diterapkan terhadap usaha benih untuk diperdagangkan; dasar hukumnya adalah UU 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman dan PP 44/1995 tentang perbenihan tanaman. Pengendalian mutu terdiri dari sertifikasi dan pengujian benih. Sertifikasi dimulai dengan pemeriksaan lapangan dimana dilakukan verifikasi kualitas genetik benih sedangkan pengujian benih memeriksa berbagai parameter mutu benih seperti kadar air, daya kecambah, kemurnian dan kesehatan benih. Benih untuk dapat diperdagangkan harus lulus sertifikasi (berlabel) dari Instansi terkait (BP2MB).
b. Ukuran kemasan adalah 2,5 kg. c. Berlabel dengan keterangan sebagai berikut : - Warna label - Isi label (kelas benih, varietas, berat netto, kadar air benih, daya kecambah, kemurnian benih, kesehatan benih dan masa berlaku/bulan). B. Standar penyimpanan dan peredaran benih Standar penyimpanan Benih yang sudah dikemas disimpan dengan standar penyimpanan sebagai berikut : a. Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan dengan suhu kamar. b. Gudang penyimpanan harus bersih, kering dan rapat untuk menghindari adanya hama gudang dll. c. Kemasan benih disusun di rak-rak benih dengan rapi sehingga memudahkan pengawasan dan pengambilannya. Standar peredaran benih a.Bersertifikasi yang dikeluarkan oleh BP2MB setempat. b. Warna label berwarna biru.
BAGAN WARNA DAUN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT PANDU UNTUK PEMUPUKAN UREA PADA TANAMAN JAGUNG Awaludin Hipi Peneliti Pada Balai Penglkajian Teknologi Pertanian NTB
S
trategi pengelolaan pupuk Nitrogen (N) ditujukan untuk pemupukan N yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga dapat mengurangi kehilangan N dan dapat meningkatkan serapan N oleh tanaman. Salah satu metode yang diperkenalkan adalah dengan menggunakan alat pandu Bagan Warna Daun (BWD) atau Leaf Color Chart (LCC). Bagan Warna Daun (BWD), sebelumnya hanya digunakan untuk mengetahui kebutuhan Nitrogen pada tanaman padi. Namun kini dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan Nitrogen pada tanaman jagung. Alat ini sudah banyak beredar di kalangan petani dan penyuluh lapang di seluruh Indonesia.
¾ Pengemasan benih
Agar mutu benih tetap terjaga selama jangka waktu edarnya sesuai dengan sifat benih jarak pagar serta informasi tentang kebenaran benih, maka perlu dikemas dengan standar pengemasan sbb : a. Bahan kemasan menggunakan kantong plastik dengan ketebalan 0,50 – 0, 80 mm. Foto : BPTP NTB, 2001
Volume I No. 5 2007
16
Melalui penelitian yang terus menerus, penggunaan BWD sebagai alat pandu penentuan N, dapat menghemat penggunaan N (urea) tanpa mengurangi hasil jagung. Keuntungan penggunaan BWD : • Sangat sederhana, tidak merusak, murah, dan mudah digunakan • Dapat menolong untuk menduga intensitas warna daun yang sangat berhubungan dengan status N dalam daun • Dapat mengoptimalkan penggunaan N • Merupakan alat yang ramah lingkungan dan dapat dimiliki oleh petani kecil. Gejala kekurangan N Daun bagian bawah berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun, membentuk huruf V. Waktu pemberian pupuk urea : • Awal tanam (sekitar 7 hari setelah tanam/ HST), tanaman diberi pupuk urea 100 kg/ha bersamaan dengan pemberian pupuk P dan K sesuai takaran rekomendasi setempat. • Pada umur 28 – 30 hari dipupuk urea sebanyak 175 kg/ha. • Umur 40 – 50 hari setelah tanam (HST) amati warna daun menggunakan BWD. Tambahkan pupuk urea jika tampak daun mengalami kekurangan N dari hasil pengamatan menggunakan BWD tersebut. Bagaimana cara pengamatan dan takaran yang diberikan, ikuti penjelasan berikut ini. Cara pengamatan menggunakan BWD : • Daun yang akan diamati adalah daun yang sudah terbuka sempurna (daun ke 3 dari atas). Pilih 20 tanaman secara acak pada setiap petakan lahan ( ± 1,0 ha). • Lindungi daun dan BWD pada saat pengamatan dari sinar matahari langsung, karena dapat mempengaruhi nilai pengamatan. • Daun diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang dipantau adalah sekitar 1/3 dari ujung daun, kemudian warna daun dibandingkan dengan warna BWD, skala yang paling sesuai dengan warna daun dicatat. BWD mempunyai nilai skala 2 - 5. Jika warna daun berada di antara skala 3 dan 4 gunakan nilai 3,5. • Rata-ratakan nilai yang diamati dari 20 sampel daun pengamatan. Nilai rata-rata tersebut digunakan untuk menentukan tambahan takaran pupuk N (urea). Takaran pupuk untuk jagung hibrida akan berbeda dengan jagung komposit (bersari bebas).
Volume I No. 5 2007
Foto : Balitsereal, 2007
Takaran pupuk urea yang perlu ditambahkan pada jagung umur 40-50 HST adalah : Takaran urea (kg/ha) Nilai skala BWD
Jagung hibrida
Jagung komposit
< 4,0
150
60
4,0 – 4,5
100
25
> 4,5
20
0
(Sumber : http://balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2007
Hasil penelitian di NTB pada MK. II. 2000 dengan menggunakan varietas jagung komposit (Bisma), menunjukkan bahwa pada skala 4 dengan pemberian 25 kg/ha setiap aplikasi dari segi produktivitas dapat mencapai 3,64 t/ha, yang tidak berbeda nyata dengan dosis rekomendasi (Awaludin Hipi, et al, 2001). Sementara pengujian pada MK.II. 2001 dengan menggunakan varietas jagung hibrida C-7, menunjukkan bahwa pada skala BWD 4, dengan 4 kali aplikasi (50 kg/ha setiap aplikasi), dapat mencapai produktivitas 7,64 t/ha (Awaludin Hipi, et al, 2002).
17
Ir. Fadel Muhammad tampil sebagai Pembicara Utama Pada Seminar Nasional BPTP NTB di Mataram 23 Agustus 2007 (Kiri atas); Ka. BPTP NTB menyerahkan kenang-kenangan kepada Ir. Fadel Muhammad (Kanan)
Pembukaan Seminar oleh Bpk. Sekda NTB (kiri); Konferensi pers media cetak dan media elektronik se NTB (bawah).
Lokakarya Regional BPTP se Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
Suasana saat lokakarya regional BPTP; Sekretaris Badan Litbang Pertanian Membuka Acara Lokakarya Regional BPTP se Jawa Bali dan Nusa Tenggara, Mataram, 27 Mei 2007; dan penutupan oleh Kepala BP2TP (kanan).
Volume I No. 5 2007
18
Aneka produk olahan dan mesin pengolahan di tampilkan pada stand BPTP NTB, pada Pameran dalam rangka PEDA NTB 2007
Kepala BPTP NTB (Dr. H. Dwi praptomo) diwawancarai Sriwijaya TV, saat kedatangan di Bandara Palembang Sum-Sel dalam rangka PENAS KTNA (kiri); Gubernur NTB saat berkunjung ke stand pameran NTB pada PENAS KTNA di Palembang (atas)
Kepala Distanak Kab. Lotim dan Kepala BPTP NTB pada acara Panen dan Temu Lapang Teknologi Budidaya Jagung di Batuyang 11/9/ 2007
Volume I No. 5 2007
19
PENGEMBANGAN KENTANG ATLANTIC DI DATARAN TINGGI Muji Rahayu Peneliti Pada Balai Penglkajian Teknologi Pertanian NTB
Latar Belakang
usahatani kentang di dataran P engembangan tinggi Sembalun akhir-akhir ini sangat
Kentang yang diproduksi petani di Sembalun selama ini hanya untuk konsumsi sebagai sayur (yang didominasi varietas Granola) yang banyak dijual untuk pasokan pasar lokal. Dengan kondisi demikian maka produktivitas kentang Atlantic di Sembalun berpotensi untu ditingkatkan. Meskipun petani Sembalun kini memproduksi kentang prosesing (Atlantic) tetapi petani tetap menggunakan teknologi produksi kentang sayur (Granola). Tentunya teknologi tersebut kurang sesuai untuk kentang atlantic karena karakteristik tanaman dan mutu umbinya berbeda. Hal ini dapat dimengerti karena kentang Granola sudah diusahakan petani lebih dari 15 tahun.
prospektif. Hal ini dirasakan sejak terjadinya evolusi usahatani kentang berkelompok dari yang bersifat tradisonal ke yang lebih teroganisir. Karaktersitik Wilayah Sembalun dan Hal ini mulai muncul Pengembangan Kentang Atlantik sejak petani bergabung dalam kelompok tani Kentang merupakan salah satu komoditas Horsela atas inisiatif petani yang difasilitasi oleh utama yang banyak diusahakan masyarakat tani klinik teknologi BPTP NTB pada tahun 2004. di Sembalun yang terletak pada ketinggian 1150 Dalam perkembangannya sejak Tahun 2006 –1250 m dpl. Kondisi iklim Sembalun yang kelompok tani Horsela bertipe iklim C dan D4, telah dipercaya sebagai Perkem bangan Luas Tanam Kentang di suhu harian berkisar 17– mitra usaha dengan ‘PT. Sem balun 26oC dengan kelembaban Indofood’ untuk memasok rata-rata 91%. Curah 40 kentang segar varietas hujan tahunan berkisar 30 Atlantic sebagai industri 2000–3000 mm/th Granola olahan pangan di 20 berlangsung dari bulan Atlantic Indonesia. 10 Oktober sampai dengan Pasar produk 0 bulan Mei. dan jumlah hari industri olahan pangan hujan 100–132 HH/th primer, baik berbentuk T ahun cukup cocok untuk kecap, saos, indomie, pertumbuhan kentang. aneka chep (keripik) dan Lahan yang berpotensi untuk usahatani produk lainnya di Indonesia dikuasai oleh kentang terdiri dari lahan sawah dan lahan beberapa industri besar, salah satu industri kering. Lahan sawah di Sembalun lawang seluas tersebut adalah Indofood. Sehingga kemitraan 524 ha biasa ditanami petani dengan pola padi– petani kentang Sembalun yang tergabung dalam bawang putih maupun bawang merah–sayuran. kelompok tani Horsela dengan PT. Indofood Lahan sawah ini potensial untuk budidaya diprediksi akan berlangsung lama jika petani kentang setelah petani panen bawang putih dapat menjaga kontinuitas produksi kentangnya. maupun bawang merah. Lahan kering di Satu-satunya varietas yang dikembangkan Sembalun Lawang yang berupa tegalan petani Sembalun dalam mensuplai produk mencapai luas 950 ha. Ada sebagian lahan olahan kentang berupa varietas Atlantic. kering (90 ha) yang berpengairan teknis. Lahan Usahatani kentang di Sembalun dimulai sejak kering yang berpotensi untuk pengembangan tahun 1990 di Sembalun Lawang dan Sembalun kentang seluas 566 ha. Di lahan kering inilah Bumbung pada lahan sawah setelah tanaman kentang dapat diusahakan sejak bulan Pebruari bawang putih di panen (Rahayu, et al., 1999). sampai Agustus. Luasan usahatani kentang semakin berkembang Kentang Atlantik merupakan salah satu jenis seiring dengan semakin merosotnya harga jual kentang yang baik untuk industri , antara lain bawang putih lokal akibat membanjirnya bawang diolah menjadi keripik. Keistimewaan kentang putih import dipasaran. Atlantik : 1). Warna daging umbi yang kuning sangat
Volume I No. 5 2007
menarik
apabila
kentang
Atlantik
20
digunakan sebagai salah satu bahan olahan yang berupa keripik kentang. 2). Menurut hasil kajian kentang Atlantik mampu menghasilkan lebih banyak (48%) umbi yang berukuran >60 gr (Grade A) dibanding jenis kentang yang lain. Potensi hasil yang dimiliki kentang Atlantik dapat mencapai lebih dari 20 ton/ha. Tahun lalu petani yang Umbi Kentang Atlantik menanam 1 ton bibit yang baru dipanen kentang Atlantik pada lahan seluas 0,6 ha mampu menghasilkan umbi sebanyak 10,7 ton. Peluang dan potensi pasar kentang khususnya untuk jenis kentang olahan yaitu kentang varietas Atlantic semakin besar, hal tersebut berdasarkan hasil survey oleh PT Indofood (2005) yang menyatakan proses produksi kentang Sembalun relatif lebih efisien dibanding dengan sentra kentang dari daerah lainnya di Indonesia misalnya Pengalengan, Dieng dan sebagainya. Hal tersebut di duga wilayah Sembalun cukup terisolir dari sentra produksi kentang lainnya sehingga belum banyak serangan hama-penyakit yang merugikan. Selain itu faktor kesuburan lahan juga masih terjaga akibat pemanfaatan lahan masih belum dieksploitasi besar-besaran seperti pada dataran tinggi lainnya sehingga produktifitas kentang Sembalun cukup tinggi. Untuk mengantisipasi pengembangan usahatani kentang maka sejak awal BPTP NTB mengadvokasi petani kentang melalui kegiatan klinik teknologi dan memberdayakan petani dalam kegiatan yang sifatnya kolektif dalam kelembagaan yang lebih mandiri dan dibutuhkan oleh anggotanya. Pengenalan varietas Atlantik pada tahun 1999 tidak langsung dapat diadopsi oleh petani meskipun petani telah mempelajari bersama-sama dengan peneliti dari proses produksi sampai tahap menyimak kualitas hasil yang diperoleh, baik kualitas produksi maupun bentuk olahannya. Hal tersebut karena pasar lokal yang menyerap produksi varietas Atlantik masih sangat terbatas. Perkembangan luas tanam varietas kentang Atlantik setelah diperkenalkan pada Tahun 1999 masih belum signifikan, meskipun petani yakin akan kehandalan produksi dan kualitas hasil yang diperoleh. Bagaimanapun pilihan teknologi yang diadopsi petani sangat tergantung pada sisi hilirnya (pasar). Sejak Tahun 1999 sampai awal Th 2000-an perdagangan kentang di pasar lokal
Volume I No. 5 2007
masih didominasi oleh kentang Granola yang memang spesifik jenis kentang sayur. Kentang Atlantik mulai mendapatkan pasar sejak tahun 2005 dan semakin menggembirakan sejak PT. Indofood kerjasama dengan kelompok tani melalui usaha kemitraan kentang Atlantik di Sembalun. Peningkatan luas tanam juga diikuti dengan peningkatan produktivitas tanaman kentang sangat nyata pada beberapa tahun setelah advokasi. Semua petani yang menerapkan teknologi anjuran menikmati peningkatan produksi kentang sekitar 50% – 100%, suatu peningkatan yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Rata-rata produksi kentang varietas Atlantik mencapai 26.400 kg/hari Tahun 2006. Teknologi Budidaya Kentang Atlantic Komponen teknologi budidaya kentang yang ada saat ini kurang sesuai untuk kentang prosesing karena kentang prosesing berbeda dengan kentang sayur. Tanaman kentang Atlantic lebih tinggi, kanopi daun lebih besar, stolon lebih panjang dan tertanam dibawah tanah, umur panen lebih lama, serta rentan terhadap bakteri layu dan busuk daun. Perbedaan tersebut menuntut teknologi budi daya yang berbeda, yaitu jarak tanam lebih lebar (110 x 40 cm), penanaman lebih dalam (25 cm), dosis pupuk lebih tinggi, dan pengendalian penyakit busuk daun dan bakteri harus lebih intensip. Jika tidak terkendala curah hujan, maka dapat dipastikan produktivitas tanaman kentang varietas Atlantic Sembalun jauh lebih baik dibanding pengusahaan varietas yang yang sama di daerah lain, ataupun varietas lainnya (misalnya Granola) di Sembalun. Rata-rata produksi yang dapat dicapai di tingkat petani untuk kedua varietas tersebut tertera pada tabel dibawah ini. Rata-rata produktivitas kentang atlantic pada lahan tadah hujan mencapai 18.100 kg, sedang dilahan sawah dapat mencapai 21.440 kg/ha, dengan mutu hasil 50% grade A. Sementara untuk varietas Granola, di lahan tadah hujan produktivitasnya mencapai 12.050 kg/ha, dilahan sawah mencapai 15.100 kg/ha dengan mutu 28% grade A (Data Kel.Horsela.Sembalun. 2006). Analisis Usahatani Kentang Terdapat perbedaan hasil antara usahatani kentang Atlantik dan Granola. Petani yang menanam kentang Atlantik memperoleh
21
pendapatan bersih lebih tinggi dibanding petani yang mengusahakan kentang Granola, hal demikian memperkuat alasan petani untuk ikut bergabung bersama dalam usaha kemitraan dengan PT. Indofood untuk penanaman kentang Atlantik. Dari rata-rata luasan yang dimiliki
petani sebesar 0,5 ha didapatkan pendapatan bersih sebesar Rp. 22.317.400. (varietas Atlantik) dan Rp. 5.070.000 (varietas Granola). Melalui usahatani kentang Atlantik nilai B/C = 1,44 dan R/C = 2,44, hal in berarti bahwa usahatani ini layak diterapkan petani.
Analisis Usahatani Kentang di Sembalun pada luasan usaha rata-rata petani Sembalun (0,5 Ha) Uraian
Volume
Pengeluaran Benih (kg) Transport benih ke Sembalun Biaya saprodi lain Transport penjualan hasil ke pabrik Total pengeluaran Penerimaan Umbi dijual di Pabrik Umbi dijual di Sembalun Penjualan umbi bibit Penerimaan Kotor Penerimaan Bersih ( 0,5 Ha) BC Ratio RC Ratio
Varietas Atlantik Harga/kg Jumlah (Rp) (Rp x 000)
500
15.000
7.500 2.500 6.000 3.500 19.500
5873 kg 2027 kg 2800 kg
3.800 2.027 2.800
22.317 5.675 19.600 47.593 28.093 1,44 2,44
SUDAHKAH ANDA MEMANFAATKAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN ? Kunto Kumoro
Peneliti Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Peran Teknologi dalam Pembangunan pertanian membuktikan bahwa S ejarah peranan dan pemanfaatan teknologi dalam
upaya peningkatan produksi, kecukupan dan keterjangkauan (aksesibilitas) pangan sangat menonjol. Pemanfaatan teknologi untuk peningkatan produksi dan aksesibilitas tidak hanya ketersediaan teknologi saja yang perlu diperhatikan, namun pemanfaatan teknologi tersebut oleh petani dan pengguna lain juga menjadi penting. Ini berarti keberhasilan pemanfaatan teknologi sangat ditentukan tiga hal pokok: a). kesuksesan dalam perakitan teknologi; b). metode diseminasi teknologi; c). kesiapan petani dalam menerapkan teknologi tersebut. Petani yang mengadopsi teknologi hasil penelitian dan pengkajian (litkaji) Badan Litbang Pertanian secara baik telah mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahataninya, yang pada puncaknya secara nasional dapat mencapai swasembada beras pada masa lalu. Namun dekade terakhir ini banyak petani merasa kurang memperoleh bimbingan dan pembinaan petugas
Volume I No. 5 2007
Volume
Varietas Granola Harga/kg Jumlah (Rp) (Rp x 000)
500 kg
7.000
3.500 0 8.000 0 11.500
6000 kg 1.550 kg
2000 2600
12.400 4.030 16.430 5.070 0,44 1,44
pertanian akibat menurunnya peran, keaktifan dan fungsi dari lembaga penyuluhan (BPP, PPL dll) yang pada masa lalu merupakan motor penyuluhan di garis depan. Dampak yang terlihat dari kondisi tersebut adalah peningkatan pengetahuan petani di pedesaan berjalan sangat lambat. Tidaklah mengherankan apabila varietas unggul padi yang dilepas 3-5 tahun terakhir belum dikenal oleh petugas pertanian (PPL), apalagi dikenal/digunakan petani. Klinik Teknologi sebagai metode Diseminasi Dengan maksud memperbaiki metode diseminasi sekaligus mendekatkan lembaga penyuluhan / pelayanan teknologi kepada petani di pedesaan, maka pada tahun 2004 Badan Litbang Pertanian mencoba menginisiasi kegiatan “Klinik Teknologi Pertanian” (selanjutnya disingkat Klittan) di pedesaan. Klinik Teknologi Pertanian (Klittan) adalah suatu metode diseminasi/alih teknologi pertanian hasil litkaji yang merupakan wadah untuk menampung masalah yang dihadapi oleh petani/pelaku agribisnis lainnya dalam pengelolaan usaha agribisnis. Metode diseminasi ini bertujuan untuk memfasilitasi solusi masalah agribisnis petani secara bertahap dan cepat. Klittan juga merupakan wadah penyaluran inovasi yang dapat menterjemahkan nilai-nilai ilmiah penelitian
22
ke dalam teknologi sederhana yang dapat diserap bahkan dikembangkan oleh petani. Di masa mendatang kelembagaan Klittan diharapkan dapat dikelola oleh kelompoktani sendiri sebagai forum konsultasi teknologi pertanian, perpustakaan mini dan pusat informasi teknologi pertanian di pedesaan. Ketua Klittan yang dibantu oleh tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) setempat akan melayani kebutuhan teknologi dan mendampingi petani dalam memecahkan permasalahannya.
Lokasi Klittan
Sejak tahun 2004 BPTP NTB telah membina dan membimbing beberapa klittan yang banyak tersebar di beberapa desa yang berada di pulau Lombok dan Sumbawa Tabel berikut ini.
Beberapa lokasi klittan binaan BPTP NTB. Dusun / Desa
No
Kab./Kec.
A 1
LOMBOK BARAT Labuapi Karang Sembung, Desa Merembu Desa Karang Bongkot Sekotong Dusun Kambeng Barat, Sekotong Timur Kuripan Dusun Tunggu Lawang, Desa Kuripan Selatan Tanjung Desa Sokong Kediri Dusun Sama Jaya, Desa Montong Are KOTA MATARAM Sekar Bela Kel. Jempong Baru LOMBOK TENGAH Jonggat Dusun Ngerapak, Desa Bon Jeruk Desa Perina Praya Barat Desa Daya Darek Praya Barat Desa Setanggor
2
3
4 5
B 1 C 1
2 3
4
Batukliang Utara
5
Pringgarata
D 1 2
Desa Aik Bukaq.
Dusun Pidade, desa Sintung Desa Sepakek LOMBOK TIMUR Suralaga Desa Suralaga Sembalun Desa Sembalun
Volume I No. 5 2007
Kel.tani
Ketua Klittan/ Telpon/HP
Tekad Makmur
H.M. (08123735006)
Sayuti
Pade Angen
Sairi (081803623437)
Sadip
Kembang Baru
L. Muhasan (08283702779)
Tunggu Lawang
Marsamsuma (081805203087)
Mekar Kembali Ta’awun (Sama Jaya)
I Nengah Karna Mujitahid 08175794505)
Sinar Terang
Saparudin (0817366453)
Pancor Tunas Urip
Atrum Ratmaja (08175770926)
Semudane Widyadari
Suhaidi, (08175751359) H.R. Sutahar (081339563984) Mujiburahman (081805702429)
Tunas Maju Gapoktan Mertak Jati Bukaq Kayun
Darwilan (081933164915)
Pida Lestari
Mahinudin (08123740039)
Tunas Muda
Mahrun (081803751458)
Gema Angsa
H.A.Sofiani (08123749542)
Horsela
Minardi (085239728722)
E 1
Lawang Dusun Pancor Manis, desa Dasan Lekong Pringgabaya Dusun Prerenan, desa Labuan Lombok SUMBAWA BARAT Brang Rea Desa Beru
F 1
SUMBAWA Moyohilir
2
Empang
3
4
Sukamulia
3
Sumbawa
G 1
DOMPU Manggelewa
H 1
BIMA Bolo
2
Belo
Pancor Manis
Abd.Samad (08123719780)
Kebun Percobaan BPTP NTB
Sunarto (081339727527)
Gereseng Kemang
H. Rustam Uddin
Dusm Malili, Desa Berare Desa Lamenta Desa Kerekeh
Buin Resong
Drs Amrullah (081339777367)
Jarak Kuar
Sahabudin
Desa Sukadamai
Sumber Bahagia
Aq. Sapri
Desa Nggembe Runggu
Telaga Dewa
H Abdullah H Saleh
Kalampa
Sukardin.H.A (081353400735)
Saling sakiki
Kinerja Klittan Setelah kegiatan klittan berjalan beberapa tahun, kinerja klitttan yang telah terbentuk antara lain : 1). Ruang Konsultasi dan Saung Pertemuan Setiap klittan dianjurkan menyediakan ruang konsultasi atau saung pertemuan karena ruang atau saung ini merupakan kebutuhan utama yang dapat dijadikan tempat konsultasi atau pertemuan petani untuk mendapatkan informasi teknologi yang dibutuhkan dan membicarakan permasalahan dalam usahataninya. 2). Bahan informasi teknologi dan pendukungnya Klittan menyediakan media informasi baik berupa barang cetakan, seperti buku (laporan, prosiding, monografi dll), liptan, brosur, leaflet dll, maupun media elektronik yang dapat berupa Compact Disk (CD), cassete rekaman, video dll. Sedangkan barang pendukung yang dapat dipamerkan/ditampilkan di klittan seperti contoh benih unggul padi, palawija atau bahan-bahan sarana produksi pertanian lainnya yang perlu diketahui, dikenal, bermanfaat dan dapat digunakan petani dalam mengembangkan usahanya. 3). Keberadaan Klittan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan gambaran kesukaan (preferensi) petani terhadap suatu komoditas Di masa lalu petani telah diajak terlibat langsung dalam kegiatan uji preferensi varietas unggul baru padi sawah seperti Angke, Batang Gadis, Ciapus, Code, Cigeulis, Cibogo, Diah Suci, Fatmawati, Sunggal, Pepe dan Mekongga. Hasil uji preferensi tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan petani memilih dan mengembangkan padi varietas Cigeulis, Mekongga, dan beberapa tempat ada yang menyukai Cibogo.
23
4). Beberapa Klittan mampu mengembangkan varietas yang diminati petani sekitar dan menyediakan benih unggul bersertifikat bagi kepentingan petani yang membutuhkan.
Setelah mengenal, melihat, memahami dan merasakan hasil yang dicapai dalam uji preferensi beberapa varietas unggul padi sawah, petani mengembangkan varietas yang mereka sukai dan membuka usaha dengan memproduksi benih unggul yang bersertifikat. Saat ini beberapa klittan (Tabel 2.) telah mampu membuka usaha dalam perbenihan padi unggul bersertifikat. Beberapa Klittan yang membuka usaha perbenihan padi unggul bersertifikat Klittan Tekad Makmur
Alamat Dusun Karang Sembung/Merembu, Labuapi Lombok Barat
Pancor Tunas Urip
Dusun Ngerapak/BonJeruk, Jonggat Lombok Tengah Desa Setanggor, Praya Barat Lombok Tengah Dusun Malili/Berare, Moyohilir Sumbawa
Tunas Maju Buin Resong
Mengingat pentingnya informasi teknologi bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani serta banyaknya manfaat yang dapat diperoleh petani dari adanya klittan di pedesaan, maka untuk membentuk kelompoktani/gapoktan (gabungan kelompoktani) yang kuat dan mandiri dianjurkan kepada kelompoktani/gapoktan, melalui musyawarah anggota dan masyarakat setempat, untuk mencoba merintis membangun dan memanfaatkan klittan dengan restu Kepala Desa dan pemuka masyarakat yang ada di pedesaan. Dengan adanya pertemuan petani secara berkala yang difasilitasi kelompoktani/ gapoktan dan dilakukan di saung pertemuan klittan, pembinaan PPL kepada kelompoktani dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Petani secara mandiri dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya serta secara mudah dan cepat dapat memperoleh pelayanan informasi teknologi setiap hari dengan mendatangi klittan di pedesaan.
Volume I No. 5 2007
DAMPAK JALAN USAHATANI TERHADAP PERUBAHAN DINAMIKA KEHIDUPAN EKONOMI SOSIAL MASYARAKAT DI DASAN LEKONG LOMBOK TIMUR Kukuh Wahyu W Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Program P4MI dan Kegiatan yang dilakukan Program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi (P4MI) telah memasuki tahun ke lima. Lokasi P4MI di NTB adalah di kabupaten Lombok Timur, dan dibawah koordinasi Bappeda. Kegiatan P4MI di bagi dalam 4 komponen diantaranya kegiatan pembangunan infrastruktur pedesaan seperti jalan usaha tani, saluran irigasi, dan pasar desa yang menjadi tanggung jawab komponen satu (Bappeda kab. Lotim). Kegiatan komponen tersebut memberikan dampak positif terhadap masyarakat baik dari aspek ekonomi, sosial, dan teknis manfaat bagi masyarakat setempat, seperti contoh pembangunan jalan usahatani telah memberikan keuntungan diantaranya adalah mempercepat arus transportasi saprodi, hasil usahatani, maupun mobilitas penduduk keluar desa. Selain itu secara otomatis harga hasil usahatani dan tanah naik. Dampak yang diperoleh dari Pembangunan Jalan Usahatani • Membuka peluang usaha di luar pertanian meningkat seperti usaha transportasi ojek, cidomo, truk, dan mobil carry serta usaha industri bata merah. • Terjadi penambahan alternatif transportasi ke lokasi usahatani seperti naik cidomo, ojek (sepeda motor), mobil carry dan truk. • Efisiensi biaya transportasi, baik untuk mobilitas penduduk maupun untuk pengangkutan saprodi dan hasil panen. Biaya transportasi input (pupuk) dan hasil usahatani sebelum pembangunan jalan usahatani relatif tinggi yaitu berkisar Rp 5.000 – Rp.7.000/kw pupuk sampai ke lahan usahatani. Sedangkan biaya transpor hasil usahatani dari lahan usahatani sampai ke jalan aspal mencapai Rp.5.000,-/kw. Setelah pembangunan jalan usahatani biaya transpor pupuk dari TPK sampai ke lahan usahatani menurun menjadi Rp.2000– 3000/kw, sedangkan biaya transpor
24
hasil usahatani sampai ke pinggir jalan usahatani menjadi Rp 2.000/kw. • Peningkatan pendapatan petani dari penjualan hasil usahatani. Sebelum pembangunan jalan usahatani relatif rendah yaitu harga jual padi sebesar Rp. 90.000,-/kw; biaya transportasi Rp. 5000,-/kw sehingga harga yg diterima petani Rp 85.000/kw. Demikian halnya dengan harga komoditi tembakau yang diterima petani yaitu Rp.100.000/bal (saat panen) sampai Rp. 400.000/bal (masa paceklik) atau Rp. 1,5 – 2 juta/kw (1kw=10 bal). Sedangkan harga cabai yang diterima petani yaitu rata-rata Rp 1.000 – 1.500,-/kg. Setelah pembangunan jalan usahatani harga hasil usahatani yang diterima petani relatif meningkat seiring dengan menurunnya biaya transportasi input hasil usahatani. Harga jual gabah Rp. 100.000/kw dikurangi dengan biaya transport Rp. 2.000,-/kw sehingga harga yg diterima petani Rp 98.000,-/kw. Penjualan padi dilakukan di sawah, perbedaan harga tergantung dari jarak lahan usahatani dengan jalan. Perbedaan harga padi tidak terlalu besar setelah ada jalan usahatani. Pada saat panen harga tembakau mencapai Rp.100.000,- dan setelah panen tembakau harga meningkat menjadi Rp 200.000 – 400.000,-/ball. Harga cabai setelah ada jalan usahatani meningkat 50% dari Rp.1.000/kg menjadi Rp. 1.500/kg. • Memberikan lapangan kerja baru diluar usahatani bagi penduduk disekitar. Sebelum pembangunan jalan usahatani belum ada pendapatan yang diperoleh dari luar usahatani. Namun setelah pembangunan jalan usahatani pendapatan keluarga dari luar usahatani relatif meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya buruh tani seiring dengan peningkatan indeks pertanaman. Demikian halnya pendapatan rumah tangga dari luar pertanian meningkat karena jalan usahatani membuka peluang usaha transportasi ojek, cidomo, truk dan mobil carry baik untuk mengangkut petani dan pupuk ke lahan maupun dari lahan mengangkut hasil usahatani. • Peningkatan keuntungan usahatani. Keuntungan usahatani sebelum ada jalan dan sebelum perbaikan saluran irigasi relatif stabil yaitu keuntungan kotor dari usahatani padi sebesar Rp. 4,5 juta/ha. Keuntungan bersih dari usahatani tembakau dari luasan 0,20 ha yaitu sebesar Rp.750.000. Setelah pembangunan jalan usahatani dan perbaikan
Volume I No. 5 2007
saluran irigasi pendapatan petani dari usahatani padi meningkat menjadi Rp. 5 juta/ha dan pendapatan dari usahatani tembakau meningkat menjadi Rp. 1 juta/ 0,2 ha. • Efisiensi dalam hal pemasaran hasil usahatani. Volume barang yang keluar masuk sebelum ada jalan usahatani relatif sedikit serta rantai pasar relatif panjang. Setelah pembangunan jalan usahatani volume barang yang keluar masuk ke lahan usahatani dan dari lahan usahatani relatif meningkat karena adanya peningkatan indeks pertanaman. Rantai pemasaran relatif pendek karena pedagang pengumpul kecamatan bisa membeli di lahan usahatani. Pemasaran hasil usahatani sebelum ada jalan usahatani lebih sedikit dan membutuhkan waktu yg agak lama. Adanya pembangunan jalan usahatani pemasaran hasil usahatani lebih banyak dan relatif cepat. • Terjadi peningkatan harga tanah per satuan luas. Harga tanah sebelum pembangunan jalan usahatani relatif stabil yaitu 1,5 juta/are, namun setelah pembangunan jalan usahatani harga tanah meningkat hingga mencapai 3 – 4 juta/are. Di sepanjang jalan usahatani kemungkinan munculnya perkampungan baru sehingga dikuatirkan akan terjadi alih fungsi lahan untuk pemukiman. Dampak Sosial/Penyampaian Informasi Penyampaian informasi inovasi maupun informasi pasar sebelum pembangunan jalan usahatani relatif lambat. Setelah pembangunan jalan usahatani penyampaian informasi inovasi maupun informasi pasar lebih lancar. Informasi teknologi maupun informasi pasar diperoleh petani dari pedagang saprodi dan pedagang hasil pertanian. Mobilitas Penduduk Masih kurang mobilitas penduduk baik antar dusun, anak sekolah, pedagang maupun penduduk dari luar desa sebelum ada jalan usahatani. Setelah pembangunan jalan usahatani mobilitas penduduk yang memanfaatkan jalan usahatani sangat meningkat. Jalan usahatani tersebut menghubungkan dua dusun sehingga mobilitas penduduk antara dusun baik pada kegiatan usahatani maupun kegiatan ekonomi serta kegiatan-kegiatan sosial relatif meningkat. Selain penduduk dalam desa yang menggunakan jalan usahatani juga digunakan oleh para pedagang atau para pedagang saprodi dalam
25
menawarkan saprodi dan membeli hasil usahatani yang langsung dilakukan di lahan usahatani. Kemudahan Akses Informasi Kemudahan mengakses informasi teknologi maupun informasi pasar sebelum ada jalan usahatani relatif sangat kurang. Khusus informasi pasar dominan diperoleh petani dari sesama petani dan pedagang pengumpul. Petani masih sulit mengakses informasi teknologi dan pasar. Setelah pembangunan saluran irigasi dan jalan usahatani kemudahan petani untuk mengakses informasi teknologi masih terbatas karena kurangnya sumber informasi yang ada di desa, kecuali dari pedagang saprodi. Informasi mengenai pemasaran hasil relatif tetap karena tidak ada penambahan peluang pasar serta tidak ada komoditas baru yang di tanam petani. Komunikasi Masyarakat Antar Dusun Komunikasi masyarakat antar dusun sebelum pembangunan jalan usahatani relatif kurang dan terbatas. Setelah pembangunan jalan usahatani yang menghubungkan Paok Pampang dengan Bagek Pituk menyebabkan komunikasi masyarakat antar dusun meningkat baik di bidang ekonomi maupun di bidang sosial budaya. Demikian pula kerjasama kemitraan sudah ada perusahaan yaitu PT Indofood yang menawarkan kerjasama untuk menanam cabai. Inovasi Teknologi Petani lebih dominan memperoleh informasi dari pedagang saprodi. Informasi dari PPL sangat jarang dilakukan. Setelah pembangunan jalan usahatani masuknya inovasi dari PPL belum ada karena PPL tidak pernah melakukan penyuluhan. Kelompok tani kurang aktif, pertemuan kelompok dilakukan hanya menjelang musim tanam. Informasi-informasi dari BPTP yang diterima melalui KID terutama informasi mengenai teknologi padi dan palawija sudah relevan bagi petani, namun untuk mendapatkan benih unggul tersebut masih sangat sulit karena tidak ada yang dijual di kios saprodi. Berdasarkan hal tersebut maka penyampaian informasi teknologi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan petani. Pengiriman bahan informasi teknologi sebaiknya dikirim langsung melalui KID dan KID dapat menyebarluaskan kepada kelompok tani. Informasi teknologi dari BPTP umumnya dalam bentuk bahan cetakan. Akan tetapi daya baca petani sangat rendah sehingga bahan informasi berupa cetakan kurang relevan bagi petani.
Volume I No. 5 2007
Petani perlu mencoba dan setelah melihat hasilnya baru diterapkan. Media informasi teknologi yang paling disukai petani adalah praktek langsung di lapangan.
PEMBERDAYAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI ERA OTONOMI DAERAH Achmad Muzani Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Kinerja Penyuluhan di Era Otonomi Daerah Sejak diberlakukannya Undang Undang N0. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, penyelenggaraan penyuluhan pertanian dirasakan semakin menurun dan beragam pada setiap kebupaten/kota. Keadaan ini berpengaruh pada proses adopsi terhadap suatu teknologi Pada beberapa kabupeten/kota, penyuluhan dikelola oleh suatu lembaga khusus, di daerah ini penyelenggaraan penyuluhan relative lebih baik. Pada kabupaten/kota lainnya tidak ada lembaga khusus yang menangani penyuluhan, pada daerah seperti ini dapat dikatakan penyuluhan pertanian tidak berjalan karena penyuluhnya tidak terurus, melakukan pekerjaan di luar tugas pokoknya, tidak didukung oleh dana yang memadai. Dalam kondisi yang demikian maka dapat dipastikan proses alih teknologi dari sumbernya kepada pengguna tidak dapat berjalan sesuai harapan. Kinerja Badan Litbang Pertanian termasuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat ditentukan oleh pemanfaatan dan dampak dari inovasi yang telah direkomendasikannya. Oleh karena itu dalam paradigma baru Badan Litbang Pertanian yaitu Penelitian untuk Pembangunan menempatkan peran kegiatan Diseminasi hasil litkaji sama pentingnya dengan kegiatan penelitian dan pengembangan. Komunikasi langsung antara BPTP dengan penyuluh pertanian di kabupaten dan di lapangan (BPP) dengan meningkatkan frekuensi dan intensitasnya akan dapat memperlancar diseminasi hasil litkaji dari sumber kepada pengguna. Untuk itulah kegiatan pemberdayaan penyuluhan pertanian di NTB mutlak diperlukan. Kegiatan ini merupakan bagian kecil dari suatu upaya pemberdayaan penyuluhan yang sangat luas dan kompleks yang seharusnya dilakasanakan pada era otonomi
26
daerah saat ini, juga kegiatan yang kecil ini dilaksanakan sambil menunggu respon daerah terhadap Undang-undang nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang mewajibkan bagi setiap daerah untuk membentuk lembaga penyuluhan. Dengan demikian diharapkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam mendukung pembangunan pertanian di pedesaan dapat berjalan lancar dan memenuhi kebutuhan. Upaya Pemberdayaan Penyuluhan Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian dilaksanakan melalui pendekatan kelompok dan tatap muka secara langsung. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan efektifitas hubungan antara BPTP sebagai sumber teknologi dengan penyuluh sebagai penghubung dan fasilitator pengguna akhir. Dengan demikian diharapkan proses adopsi dan diffusi teknologi hasil litkaji BPTP NTB dapat berjalan lebih baik dan lancar di 9 (sembilan) kabupaten/kota se Nusa Tenggara Barat. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pemberdayaan penyuluhan adalah (a) Pertemuan Teknis Penelitian dan Penyuluhan Pertanian di 7 kabupaten/kota, (b) Pertemuan Teknis Penelitian dan Penyuluhan tingkat propinsi NTB, (c) Supervisi, monitoring dan evaluasi untuk mendapatkan feed back terhadap hasil litkaji BPTP NTB. Sebagai peserta kegiatan pertemuan teknis, baik di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat propinsi didominasi oleh unsur penyuluhan seperti penyuluh pertanian, KTNA, komisi penyuluhan, peneliti, pejabat struktural yang menangani penyuluhan. Peserta dimasing-masing lokasi 70 orang sehingga keseluruhan berjumlah 560 orang.Sedangkan pelaksanaan supervisi, monitoring dan evaluasi yang sesungguhnya merupakan kegiatan penyampaian teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian/BPTP – NTB dilaksanakan di 28 BPP se NTB sebagai representasi dari berbagai agroekosistem yang ada di NTB , dihadiri oleh penyuluh pada wilayah kerja BPP setempat. Dari tiga kegiatan besar dalam pemberdayaan penyuluhan pertanian yaitu pertemuan teknis peneletitian dan penyuluhan pertanian tingkat kabupaten/kota dan tingkat propinsi NTB serta supervisi, monitoring dan evaluasi penyuluhan dapat diidentifikasi beberapa hal sbb:
Volume I No. 5 2007
(1). Kendala dalam penyebaran hasil penelitian dan pengkajian di seluruh kabupaten/kota se NTB adalah : jaringan penyebaran yang bervariasi dan terputus atau tidak sampai ke lembaga penyuluhan yang ada; materi terbatas dan sering datang pada saat yang kurang tepat (khusus bahan bacaan). (2). Upaya pemberdayaan. Sebagai salah satu upaya dalam pemberdayaan penyuluhan, beberapa alternatif yang diajukan berdasarkan hasil evaluasi menggunakan questionair yang diajukan kepada para penyuluh dan petani di lapangan mewakili seluruh kabupaten/kota se NTB. Bagi kabupaten/kota yang sudah memiliki lembaga penyuluhan secara resmi seperti Kabupaten Bima,Dompu,Sumbawa,Lombok Barat dan Kota Mataram, berharap jaringan penyebaran hasil litkaji melalui lembaga penyuluhan yang ada, selanjutnya lembaga penyuluhan yang bersangkutan menyebarkan ke dinas terkait dan BPP, KCD serta Penyuluh. Para penyuluh menyebarkan kepada kelompok tani binaannya masingmasing seperti gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Usulan Arus Hasil Litkaji pada Kab/Kota yang Memiliki Lembaga penyuluhan Dinas
BPTPNTB
Lembaga Penyuluhan
BPP/ Penyuluh
Kelompok Tani
Dinas
Sedangkan kabupaten/kota yang belum mempunyai lembaga penyuluhan secara khusus, seperti Lombok Tengah, Lombok Timur, kabupaten Sumbawa Barat, berharap arus penyampaian hasil litkaji BPTP-NTB dapat dilakukan melalui dua cara, pertama melalui Dinas terkait, diteruskan ke KCD, dari KCD meneruskan pada BPP dan para penyuluh di BPP meneruskan pada kelompok taninya masingmasing seperti gambar 2, dan alternative kedua lebih sederhana yaitu dari BPTP langsung ke BPP, dan penyuluh yang ada di BPP meneruskannya ke kelompoktani seperti gambar 3 di bawah ini.
27
Gambar 2. Usulan Informasi Hasil Litkaji Pada Kab/Kota yang Belum Memiliki Lembaga Penyuluhan KCD
Dinas BPTP
BPP
Dinas Dinas
Kelompok Tani
KCD
Gambar 3. Alternatif Usulan Arus Informasi Hasil Litkaji pada Kabupaten/Kota Belum Memiliki Lembaga Penyuluhan Khusus BPTPNTB
BPP
(3) Umpan Balik (feed back)
Hasil litkaji BPTP-NTB yang didiseminasikan baik melalui media cetak, media elektronik, peragaan langsung melalui kegiatan Gelar Teknologi atau visitor plot belum banyak dimanfaatkan sebagai materi penyuluhan. Sejak tahun 2003-2005 bahan cetakan yang diterima oleh penyuluh antara 1,0 – 3,6 kali dan dibaca antara 15 – 75,6% dan digunakan sebagai materi penyuluhan antara 17,466,60%.Sedangkan kegiatan Gelar Teknologi dilaksanakan 1 – 2 kali dalam tiga tahun di setiap kabupaten/kota dihadiri/ikut terlibat/disaksikan oleh 17 – 36,50% penyuluh dan oleh mereka yang menggunakannya sebagai materi penyuluhan antara 11,5 – 34,0%. Dari data di atas beberapa penyebabnya antara lain karena informasi belum sampai, atau sudah sampai tapi terlambat karena tidak sesuai kebutuhan di lapangan. Informasi ini menjadi bahan masukan yang sangat bermanfaat bagi BPTP dalam merencanakan dan melaksanakan pengkajian secara lebih matang, menggunakan metoda PRA dengan lebih sempurna serta memanfaatkan jaringan informasi sesuai dengan beberapa alternatif yang diajukan pada point 2, secara lebih efektif dan terencana sehingga materi yang didiseminasikan akan sampai pada pengguna tepat pada saat dibutuhkan. (4). Kebutuhan Teknologi Hasil identifikasi kebutuhan materi penyuluhan berdasarkan permasalahan di
Volume I No. 5 2007
masing-masing wilayah kerja BPP diperoleh data bahwa kebutuhan teknologi sebagian besar masih pada persoalan produksi yaitu teknologi Budidaya, sebagian lagi mengajukan teknologi kelembagaan seperti pengembangan kelembagaan keuangan, kelembagaan pemasaran hasil pertanian, kewirausahaan, pengembangan sosial capital, dinamika kelompoktani dan peran penyuluh dalam pengawalan dan pengembangan teknologi pertanian. Dampak Pemberdayaan Sebagai dampak kegiatan pemberdayaan setidaknya dapat dilihat dari dua hal yaitu peningkatan pengetahuan para penyuluh dan semakin meningkatnya hubungan fungsional antara peneliti dan penyuluh BPTP dengan penyuluh di lapangan. Melalui pemberdayaan penyuluhan pertanian dengan kegiatan pertemuan teknis penelitian dan penyuluhan pertanian serta penyampaian berbagai hasil litkaji BPTP dan Puslit/Balit lingkup Badan Litbang Pertanian pada 28 BPP se NTB, memberikan hasil yang cukup baik yaitu berupa tambahan pengetahuan bagi penyuluh dari score awal ratarata 53,04 menjadi 77,42 setelah kegiatan dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa awalnya pengetahuan para penyuluh
tentang taknologi hasil
litkaji BPTP/Badan Litbang Pertanian masih kurang dan mengalami peningkatan terutama dalam pemahamannya setelah kegiatan dilaksanakan. Melalui pelaksanaan pemberdayaan penyuluhan pertanian juga diharapkan terjalinnya hubungan fungsional antara peneliti dan penyuluh pertertanian BPTP dengan para penyuluh di tingkat kabupaten dan lapangan makin lebih baik. Sampainya hasil litkaji Badan Litbang/BPTP kepada para penyuluh tepat saat dibutuhkan dan dimanfaatkan sebagai materi penyuluhan diyakini akan terjalin komunikasi lebih lanjut anatara kedua belah fihak, pada saat yang sama akan terjadi umpan balik (feed back) sebagai bahan perbaikan perencanaan dan pelaksanaan pengkajian dan diseminasi hasilnya di masa yang akan datang..
28
POTENSI KERBAU SEBAGAI SUBSTITUSI DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Nurul Hilmiati Peneliti Pada Balai Penglkajian Teknologi Pertanian NTB
D
alam satu dasawarsa terakhir, terdapat kecenderungan bahwa permintaan terhadap daging untuk memenuhi kebutuhan
yang kondisi ekosistemnya relatif kering. Ternak kerbau juga memiliki kemampuan memanfaatkan pakan berkualitas rendah seperti rumput kering dengan kadar nutrisi rendah dan serat kasar tinggi. Selain itu kerbau juga memiliki kapasitas yang cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrim. Sebagai contoh, kerbau mampu bertahan hidup dengan baik meski terjadi perubahan temperature (heat load) dan perubahan vegetasi padang rumput. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, kerbau adalah salah satu ternak yang potensial untuk dikembangkan di daerah-daerah kering. Tatalaksana pemeliharaan
konsumsi masyarakat, termasuk di NTB, jauh melebihi kemampuan produksi dalam negeri. Peningkatan permintaan ini seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, dan perubahan gaya hidup. Untuk memenuhi permintaan daging tersebut, pemerintah telah menerapkan kebijakan impor daging dan ternak sapi hidup. Di lain fihak, ternak besar lain seperti kerbau memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di NTB sebagai komplemen atau pengganti sapi. NTB termasuk dalam wilayah yang memiliki populasi kerbau terbanyak di Indonesia. Hal ini ditunjang oleh beberapa keunggulan yang dimiliki oleh kerbau dibandingkan sapi. Keunggulan tersebut antara lain karakter bio-fisik kerbau yang mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan setempat yang umumnya kering. Selain keunggulan biofisik, kerbau juga memiliki peran sosial yang cukup penting dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya pada sebagian masyarakat NTB. Keunggulan Ternak Kerbau
Keunggulan bio-fisik
Ternak kerbau memiliki beberapa keunggulan bio-fisik dibandingkan sapi. Kerbau yang ada di NTB mampu bertahan hidup dengan baik di daratan yang kering sekalipun. Kerbaukerbau ini sewaktu-waktu berendam di kubangan atau sungai. Lebih dari 70% kerbau di NTB berkembang di wilayah Kabupaten Sumbawa
Volume I No. 5 2007
Selain keunggulan bio-fisik di atas, sistem pemeliharaan kerbau juga memungkinkan seorang petani untuk memelihara kerbau dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan sapi. Perbedaan ini terlihat jelas terutama di pulau Lombok dimana pemeliharaan sapi umumnya menggunakan sistem cut-and-carry (disabitkan) sementara pemeliharaan kerbau umunya digembalakam. Menurut pengakuan beberapa peternak kerbau yang dahulunya memelihara sapi, dengan system cut-and carry, seorang peternak maksimal hanya mampu memelihara dua sampai tiga ekor sapi. Selain itu waktu petani banyak tersedot untuk mencari dan menyabit rumput. Sedangkan untuk memelihara kerbau, seorang petani mampu menggembalakan sampai lima belas ekor kerbau dan petani tidak perlu bersusah payah mencari rumput. Sistem penggembalaan juga umumnya diterapkan oleh peternak kerbau di Pulau Sumbawa. Lebih dari 35% petani kerbau bahkan melepas ternaknya begitu saja di padang penggembalaan tanpa pengawasan. Kerbau hanya sesekali diawasi bila terdapat ternak yang sakit. Hanya 10% petani mengandangkan kerbau. Sementara sisanya menerapkan sistem campuran yaitu ditambatkan di padang penggembalaan dan dikandangkan pada waktu-waktu tertentu. Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Ternak Kerbau di NTB
Lahan yang tersedia di NTB masih sangat memungkinkan untuk pengembangan ternak kerbau. Lahan di NTB mampu mendukung sekitar 2,6 juta satuan ternak baik untuk ternak besar
29
dan kecil. Dari jumlah tersebut baru sekitar 30% yang dimanfaatkan. Sedangkan luas padang penggembalaan di NTB mencapai 200.000 hektar lebih yang 77% diantaranya berada di pulau Sumbawa. Hal ini mengindikasikan besarnya peluang untuk pengembangan ternak kerbau. Potensi Pasar Kondisi saat ini mengindikasikan bahwa kebutuhan norma gizi belum terpenuhi. Pemerintah menargetkan konsumsi daging nasional sebanyak 10,1 kg daging/kapita /tahun. Namun hingga saat ini konsumsi daging secara nasional rata-rata baru mencapai 1,7 kg/kapita/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah melakukan impor baik daging sapi maupun sapi hidup untuk mengurangi pengurasan populasi. Secara kauntitatif, ternak kerbau memiliki peluang untuk mensubstitusi sapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging secara nasional pada umumnya dan di NTB pada khususnya. Hala ini ditunjang dengan kenyataan di lapangan bahwa populasi kerbau secara nasional menunjukkan pertumbuhan populasi yang positif setiap tahun (r = 1,02%) sementara pertumbuhan ternak sapi secara nasional cenderung menurun. Potensi Sosial Budaya Pendukung Kondisi sosial budaya pada sebagian masyarakat mendukung pengembangan peternakan kerbau di NTB. Kerbau bagi beberapa kalangan di NTB merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pada upacara adat tertentu, kerbau merupakan ternaak penting yang harus selalu tersedia. Dengan kondisi sosial budaya yang seperti ini, harga ternak kerbau sering kali jauh lebih mahal dari pada sapi. Sebagai gambaran, pada masyarakat Lombok Utara dan Lombok Selatan, upacara perkawinan dengan pemotongan kerbau dianggap suatu prestise tersendiri. Harga seekor kerbau jantan dewasa mencapai Rp. 8 juta sementara harga seekor sapi jantan dewasa dengan ukuran yang sama masih berkisar Rp. 5 juta. Dengan kondisi sosial budaya masyarakat seperti tersebut di atas, kerbau memiliki peluang pasar tersendiri melebihi ternak sapi. Dari data dan fakta seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ternak kerbau memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan di NTB sebagai substiutsi/komplemen pemenuhan kebutuhan akan daging sapi. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor antara lain keunggulan bio-
Volume I No. 5 2007
fisik kerbau yang mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan yang kering seperti NTB, potensi sumber daya lahan yang masih memungkinkan untuk pengembangan kerbau, kondisi sosial masyarakat NTB yang sudah akrab dengan kerbau, serta peluang pasar yang cukup menjanjikan..
MANAJEMEN PEMBIAKAN KAMBING Mengurangi Tingkat Kematian Pada Anak Kambing Farida Sukmawati M dan Sasongko WR Peneliti Pada Balai Penglkajian Teknologi Pertanian NTB
Pendahuluan ambatan utama yang dihadapi oleh peternak kambing dalam memelihara adalah tingginya angka kematian pada anak kambing. Beberapa penyebab tingginya angka kematian, diantaranya adalah lahir prematur, terjepit saat dilahirkan, terserang diare (mencret) dan yang terbanyak
H
adalah mati karena tidak tahan terhadap lingkungan. Kematian yang disebabkan oleh keadaan lingkungan memang sulit diatasi, karena anak kambing mati mendadak. Ciri-cirinya adalah tiba-tiba lemas, sekujur badannya terlihat basah dan tidak mau menyusu induknya. Kondisi ini terjadi pada anak-anak kambing yang dilahirkan pada saat musim hujan. Kasus ini banyak dialami oleh sebagian besar peternak kambing terutama yang tinggal di daerah yang lembab. Pada saat musim hujan kandang dan sekitarnya menjadi basah dan lembab menyebabkan kematian anak kambing bisa mencapai 50%. Salah satu upaya penanganan yang bisa dilakukan adalah melalui pengaturan pembiakan atau perkawinan agar anak-anak kambing dilahirkan diluar musim hujan.
30
Melalui manajemen pemeliharaan yang baik dapat diusahakan agar anak-anak kambing yang dilahirkan dapat hidup sehat. Dari data-data pengamatan yang dilaksanakan pada pengkajian BPTP di desa Sukaraja dan Sambelia, bahwa anak kambing yang dilahirkan pada bulan Januari hingga April memiliki resiko kematian yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut diusahakan agar perkawinan ternak kambing dapat diatur sehingga tidak terjadi kelahiran anak kambing pada bulan-bulan tersebut. Dewasa kelamin pada kambing yaitu umur 6 – 8 bulan, dan sudah bisa dikawinkan pada umur 10 – 12 bulan. Tetapi pada umumnya seringkali kambing umur 6 – 8 bulan sudah bunting. Pada induk kambing muda seperti ini juga beresiko pada kematian anaknya.
kerabatnya misalkan anak dengan bapaknya, anak dengan induknya atau antara dua bersaudara. Sebab hal ini juga dapat mengakibatkan anak yang dilahirkan kurang sehat, cacat, tubuhnya kecil dan lemah sehingga resiko kematian tinggi. Mengatur perkawinan Untuk mengurangi resiko kematian pada anak kambing yang lahir pada musim hujan, maka usahakan agar tidak terjadi kawin pada bulan September - Nopember, atau bulan 9 sampai bulan 11 (pada gambar di bawah). Caranya dengan memisahkan pejantannya dari kelompok betina, pejantan dikandangkan tersendiri. Hal ini untuk menghindari terjadinya perkawinan dengan induk-induk kambing. Dengan malakukan pengaturan pembiakan atau perkawinan, diharapkan anak kambing dapat lahir dengan sehat pada waktu yang tepat, mengurangi resiko kematian sehingga dapat memberikan hasil yang optimal, meningkatkan produktivitas kambing.
Reproduksi Kambing Tanda – tanda birahi kambing betina dapat diketahui yaitu pada : ¾ Alat kelaminnya membengkak dan berwarna kemerahan, serta agak basah. ¾ Gelisah dan ekor sering digerak-gerakan. ¾ Saling menaiki kawannya. Tanda-tanda tersebut bisa dijadikan pedoman untuk mengatur perkawinannya. Bila perkawinan tidak diinginkan maka diusahakan agar pada saat itu tidak didekatkan pada pejantan sehingga tidak terjadi perkawinan. Sebaliknya bila diinginkan untuk kawin maka bisa didekatkan dengan pejantan. Waktu yang paling baik untuk mengawinkan adalah 12-18 jam setelah adanya tanda-tanda Kawin birahi pertama. Siklus birahi atau selang waktu 1 2 birahi adalah sekitar 19 hari. Bila saat 8 9 10 birahi tidak terjadi perkawinan maka tidak terjadi kebuntingan dan 19 hari kemudian akan kembali birahi. Lama waktu kebuntingan pada kambing adalah kurang lebih 150 hari atau berkisar 5 bulan. Sehingga rata-rata selang waktu beranak pada kambing yang dipelihara secara tradisional adalah 10 – 12 bulan, namun dapat diperpendek hingga 7 – 8 bulan. Sehingga dalam waktu 2 tahun dapat beranak 3 kali. Selain itu hindarkan perkawinan antara induk dan pejantan yang masih dekat hubungan
Volume I No. 5 2007
Mengatur Perkawinan Kambing
Beranak
3 11
4 12
5
Beranak
Kawin
6
7
Tahun
1 9
2 10
3 11
Kawin
4 12
5
Beranak
6
7
Tahun
Bulan
31
8
BPTP NTB GELAR SEMINAR NASIONAL “Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Dalam Mewujudkan Agribisnis Industrial Pedesaan”
M
asih rendahnya pemanfaatan Inovasi Teknologi Pertanian dan dukungan dalam mewujudkan agribisnis dipedesaan, merupakan tantangan tersendiri bagi Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian melalui BPTP diseluruh Indonesia, mengkaji dan menyebarkan hasil-hasil penelitian yang memiliki daya saing dan berkualitas, hal ini ditegaskan Kepala Pusat Penelitian dan Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian Dr. Bambang Prastowo pada acara pembukaan
seminar Nasional “Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Dalam Mewujudkan Agribisnis Industrial Pedesaan” yang diselenggarakan oleh BPTP NTB. Seminar tersebut berlangsung selama 2 hari 22-23 Juli 2007, di Hotel Lombok Raya Mataram. Melalui Seminar Nasional ini nantinya mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta memantapkan tanaman pangan dalam pemberdayaan masyarakat pertanian di Indonesia pada umumnya dan di NTB khususnya. Ditegaskan pula, komitmen Badan Litbang untuk mempercepat Diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengkajian, sejak tahun 2005 telah dilaksanakan program rintisan dan akselerasi pemasyarakatan Inovasi teknologi pertanian yang dikenal “PRIMA TANI” pada 23 lokasi yang tersebar di 14 propinsi termasuk provinsi NTB, tahun 2007 berkembang menjadi 201 lokasi yang meliputi 200 kabupaten kota di 33 propinsi di seluruh Indonesia. Prima Tani adalah program Departemen Pertanian yang strategis, pada tataran nasional Prima Tani sebagai Instrumen Revatilisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), sedangkan pada tatanan Daerah, Prima Tani merupakan salah satu bentuk dukungan Departemen Pertanian dalam mendorong agribisnis di pedesaan. Sementara itu, Sekretaris daerah Provinsi NTB (Ir. H. Nanang Samudera, MSc) dalam sambutannya mengatakan, bahwa optimis sektor pertanian di Nusa Tenggara Barat akan semakin berkembang sejalan
Volume I No. 5 2007
dengan perkembangan teknologi pertanian. Lebih lanjut dikatakan bahwa NTB tetap memprioritaskan pembangunan sektor pertanian karena mengingat sebagian besar masyarakat NTB menggantungkan hidupnya dari sektor ini. Selanjutnya diharapkan agar seminar ini dapat menghasilkan Rumusan teknologi dan kebijakan pembangunan pertanian yang dapat diterapkan dalam masyarakat terutama di NTB. Selaku penyelenggara Kepala BPTP NTB (Dr. H. Dwi Praptomo Sujatmiko,MS) menjelaskan bahwa tujuan seminar ini adalah untuk menghimpun teknologi dari berbagai lembaga penelitian untuk mendukung terwujudnya Agribisnis Industrial di Pedesaan dan juga sebagai wahana diseminasi hasilhasil penelitian dan pengkajian kepada pengguna. Seminar Nasional tersebut diikuti + 150 orang dari seluruh BPTP se Indonesia termasuk juga dari kalangan Praktisi Pertanian, Mahasiswa, Dosen Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian lainnya. Pembicara yang tampil dalam seminar tersebut adalah : 1) Ir. Fadel Muhammad (Gubernur Gorontalo/Ketua Dewan Jagung Nasional) dengan Makalah “ Mewujudkan Revitalisasi Pertanian Melalui Pembangunan 9 Pilar Agropolitan Menuju Pertanian Modern, dan makalah kedua tentang Agribisnis Pedesaan disampaikan oleh Staf Ahli Mentri Bidang Teknologi Pertanian Dr. Ir. Iskandar Andi Mulung selaku ketua masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) . Sementara pada acara jumpa Pers, Gubernur Gorontalo Ir. Fadel Muhammad selaku Ketua Dewan Jagung Nasional menjelaskan, bahwa pengalaman di Gorontalo dalam meningkatkan produksi jagung hingga mencapai 600 persen dalam 4 (empat) tahun terakhir adalah dengan membenahi kelembagaan hingga ketingkat kecamatan dan Desa. Setiap desa ditempatkan 1 orang PPL, dan bagi mereka diberikan insentif yang menggembirakan.. Jadi mereka berlomba lomba untuk menaikan produksinya, karena insentif yang diberikan sesuai dengan hasil yang dicapai dalam hal ini produksi jagung. Diharapkan kedepan kata Fadel Muhammad, Indonesia secara nasional terutama Propinsi NTB tetap mempertahankan pertanian, perikanan dan peternakan sebagai ujung tombak untuk mengembangkan bangsa ini. Sehingga kita optimis pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 15 persen per tahun, Insya Allah kedepan pertumbuhan ekonomi ini dapat kita wujudkan. (Ibnu Trianto).
32
D
alam rangka menunjang Program P2BN, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi kerja sama
dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat, melakukan pengujian beberapa Varietas Unggul Baru padi sawah di Desa Jenggik Utara Kecamatan Montong Gading Lombok Timur dilahan milik masyarakat tani seluas + 5,3 hektar. Uji coba varietas unggul padi sawah ini merupakan salah satu kegiatan P4MI. Varietas Unggul Baru yang diuji sebanyak 10 Varietas terdiri dari: Cibogo.Cigeulis, Ciherang,Ciliwung, Cilosari,Kalimas, Mekongga,Situ Bagendit,Tukad Unda, Cimelati dan galur yang siap lepas. 10 Varietas Unggul Baru tersebut, masingmasing memiliki keunggulan dengan produktivitas ratarata diatas 7 ton/ha. Sementara peneliti Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi Ir. Agus Koswara pada acara tersebut
mengatakan,percobaan beberapa varietas ini ditujukan untuk mendapatkan varietas yang cocok dan mampu beradaptasi di Jenggik Utara serta dapat berproduksi tinggi. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) diterapkan dalam uji coba ini. Sinergisme dari komponen teknologi diharapkan dapat maksimal sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimal. Penanggung jawab P4MI pusat (Dr. E. Eko Ananto) dalam sambutannya mengatakan, bahwa kegiatan P4MI selain berupa teknologi dibidang pertanian yang di laksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, juga terdapat beberapa kegiatan fisik berupa pembangunan jalan usahatani, perbaikan saluran irigasi, pembangunan pasar desa, dan pembangunan DAM air seperti yang ada di Jenggik Utara ini. Lebih lanjut beliau mengharapkan agar fasilitas yang dibangun
Volume I No. 5 2007
dapat dimanfaatkan secara optimal dan dipelihara bersama agar dapat membantu dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Selanjutnya Kepala BPTP (Dr. H. Dwi Proptomo) mengatakan bahwa peranan BPTP NTB dalam P4MI adalah mendukung dari segi teknologi. Diharapkan agar teknologi yang sudah didapat ini ditularkan kepada petani lain, dan kepada petugas/PPL diharapkan agar menyebarkan teknologi ini kelokasi lain. Bupati Lombok Timur (H. Ali Bin Dahlan) menyambut positif kegiatan ini dan berharap teknologi semacam ini dapat dikembangkan di wilayah Lombok Timur, sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Ibnu Trianto).
Dari Kunjungan Kepala Badan Litbang Pertanian DEPTAN RI
B
”KEGIATAN P4MI MAMPU MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI”
erangkat dari sebuah harapan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan petani, Badan Litbang Pertanian telah meluncurkan Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) dimulai tahun 2003 yang mencakup sekitar 1000 desa di Lima Kabupaten yakni Blora dan Temanggung di Jawa Tengah, Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat, Ende di Nusa Tenggara Timur dan Donggala di Sulawesi Tengah. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengembangkan inovasi produksi pertanian dan pemasaran. P4MI dirancang dengan menggunakan pendekatan partisipatif dan bootom-up planning dengan mengikutsertakan para petani/kelompok tani dan stakeholder daerah dalam mengidentifikasi masalah dan upaya pemecahannya, merumuskan dan melaksanakan rencana kegiatan serta memelihara hasil kegiatan untuk meningkatkan pendapatannya secara berkesinambungan. Kata kunci dari kegiatan ini adalah: (i) Petani miskin, merupakan masalah yang ingin diselesaikan, (ii) Peningkatan pendapatan, merupakan target yang harus dicapai, dan (iii) inovasi pertanian, merupakan cara untuk mencapai target yaitu peningkatan pendapatan petani miskin, karena tidak ada pembangunan pertanian tanpa inovasi.
33
Pada tanggal 13 Desember 2007, Kepala Badan Litbang Pertanian Prof.Dr.Ahmad Suryana mengadakan kunjungan kerja ke lokasi P4MI, yang didampingi oleh Penanggung Jawab P4MI Pusat Dr. Ir. Eko Ananto, Kepala BPTP NTB Dr. Ir. Dwi Praptomo, MS dan Bappeda Lombok Timur. Beberapa lokasi P4MI yang menjadi obyek kunjungan diantaranya : 1. Lokasi pembangunan bendungan mini di Jenggik Utara kecamatan Montong Gading. Bendungan mini merupakan kegiatan investasi desa yang dilakukan secara partisipatif, seluas 0,82 ha, dengan daya tampung air + 7000 m3. Bendungan ini dapat mengairi sawah seluas 420 ha itu, + 80% dari total dana yang digunakan merupakan kontribusi atau swadaya masyarakat setempat. Dengan adanya bendungan ini, dapat meningkatkan produksi padi dari 4 t/ha menjadi 5 - 6 t/ha serta indeks pertanaman dari 200% menjadi 300% (padi-padipalawija/sayuran/tembakau). 2. Lokasi penerapan inovasi teknologi budidaya pisang yang dikembangkan oleh BPTP NTB di Desa Labuhan Pandan Kec. Sambelia. Kegiatan dimulai sejak tahun 2003 dengan memanfaatkan lahan alang-alang seluas 2 ha yang hanya memberikan pendapatan Rp. 500.000,/ha/tahun menjadi kebun pisang yang berdampak positif bagi pendapatan petani. Teknologi yang diintroduksi berupa pengaturan jarak tanam, tumpangsari dengan cabe dan kacang panjang, penggunaan pupuk organik, penggunaan bebrapa klon pisang, serta pengkerodongan buah pisang. Penerapan teknologi tersebut dapat berdampak pada peningkatan produktivitas pisang raja sebesar 25 51%, pisang susu 39 - 50%, dan pisang ketip 31 33 %. Penanaman pisang ini berdampak pada peningkatan pendapatan petani kooperator sebesar Rp. 16.435.000/ha/ tahun lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani non kooperator hanya sebesar Rp. 5.267.000/ha/tahun. Dampak dari kegiatan ini adalah adopsi teknologi pada areal penanaman baru 300 ha, dimana kontribusi Pemda seluas 40 ha dan swadaya petani sebesar 260 ha. Dalam perkembangannya telah bermunculan industri pengolahan keripik pisang skala rumah tangga dan usaha pembibitan pisang dari bonggol. 3. Lokasi Budidaya ayam arab dan penetasan telur dengan menggunakan mesin tetas dari kardus, di desa Peneda Gandor Labuhan Haji.
Volume I No. 5 2007
Kegiatan ini merupakan pengembangan teknologi lokal (Indigenous Technology) yang berdasarkan kearifan lokal (local wisdom) dalam mengembangkan inovasi pertanian yang diperlukan bagi petani miskin dengan melibatkan peneliti dari Perguruan Tinggi, teknisi lapangan, penyuluh, dan LSM dibawah koordinasi BPTP NTB. Teknologi yang diterapkan berupa seleksi bibit, perkawinan sistem rotasi pejantan ayam arab, penetasan telur dengan menggunakan kardus, manajemen pemeliharaan ayam, pengendalian penyakit, manajemen usaha dan pemanfaatan kotoran sebagai kompos dilahan pertanian. Dampaknya, bermunculan usaha ternak mandiri, usaha pembibitan ayam arab dan penyerapan tenaga kerja wanita sebagai penetas telur ayam arab. Kepala Badan Litbang Pertanian DEPTAN, menyatakan bahwa secara keseluruhan kegiatan yang dirancang oleh P4MI sudah sesuai dengan tujuan yaitu dapat meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya dapat mengentaskan petani dari belenggu kemiskinan. Beliau sangat berbahagia atas perkembangan yang telah dicapai oleh kegiatan P4MI dan berharap kepada Pemda khususnya Lombok Timur, agar kegiatan tersebut terus dilanjutkan walaupun kegiatan P4MI akan berakhir. (Ulyatu Fitrotin).
B
erbagai penghargaan dari presiden RI diserah-terimakan pada HUT RI ke-62 di Istana Negara. Salah satu diantaranya adalah penghargaan pengabdian selama 20 tahun sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertanian yang dianugrahkan kepada bapak Ir. Achmad Muzani. Beliau sehariharinya bertugas sebagai Penyuluh di BPTP NTB dengan bidang keahlian Peternakan. Kepada beliau redaksi mengucapkan “Selamat atas penghargaan ini” Semoga penghargaan ini menjadi pendorong untuk meningkatkan ethos kerja.
Congratulation !!
34
SEKILAS TENTANG :
SKIM PELAYANAN PEMBIAYAAN PERTANIAN Kukuh Wahyu W
Penyuluh Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Latar Belakang
K
esulitan Petani dan pengusaha agribisnis untuk “AKSES” kepada sumber pembiayaan karena “Kekurangan Agunan” sebagai persyaratan memperoleh fasilitas kredit/pembiayaan dari Bank. Permasalahan rendahnya penyaluran pembiayaan untuk sektor pertanian antara lain disebabkan adanya prinsip
prudential banking (5 C: Character, Capital, Capacity to repay, Condition dan Collateral) Pengertian Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) merupakan Skim Kredit/ Pembiayaan yang dikembangkan oleh Deptan dengan Bank Pelaksana SP-3 khusus untuk pembiayaan Petani /Peternak yang mempunyai kendala dalam mencukupi ketentuan “agunan”
Fitur SP-3 Pola • EXECUTING (Bank sebagai Pemutus Kredit) Penggunaan • Kredit Investasi & Kredit Modal Kerja • Pembiayaan Investasi & Pembiayaan Modal Kerja Suku bunga • Minimal 2 % Lebih rendah dari suku bunga komersial yang berlaku di Bank Pelaksana • Bersifat Floating Lain-lain • Jual Beli (Murabahah, Salam, Ijarah) setara 17%/Tahun • Bagi hasil (Mudharabah, Musyarakah) • Bebas Biaya Provisi • Bebas Administrasi Plafon kredit/pembiayaan • Mikro : sampai dengan Rp. 50 Juta • Kecil I : diatas Rp. 50 Juta s/d Rp. 250 Juta • Kecil II : diatas Rp. 250 Juta s/d Rp. 500 Juta
Landasan Operasional SP-3
Jangka waktu
1. Peraturan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian tentang Pengelolaan Dana untuk Pengembangan SP-3 2. Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan tentang Pengelolaan Dana Untuk Pengembangan Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3). 3. Perjanjian Kerjasama antara Departemen Pertanian dengan Bank Pelaksana SP-3
Disesuaikan dengan siklus komoditi pertanian yang diusahakan (Minimal 1 tahun, sesuai jasa penjaminan yang diberikan pemerintah)
Prinsip Dasar SP-3 Dana pemerintah ditempatkan di Bank Pelaksana sebagai dana pembayaran penjaminan melalui pencadangan resiko (risk sharing) kredit petani/kelompok tani. Dalam waktu maksimal 2 (dua) tahun, Bank Pelaksana wajib menyalurkan kredit/pembiayaan sebanyak minimal 5 (lima) kali (gearing ratio) dari dana Deptan yang ditempatkan di bank pelaksana. Kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah dana yang dihimpun oleh Bank Pelaksana dari pihak ketiga.
Sasaran Nasabah : Petani , Individu, Kel. Tani /Gab. Kel. Tani/ Badan Usaha Skala Mikro & Kecil Hulu
Budidaya
(Kios Pupuk,RMU,dll) (on-Farm)
PROSEDUR/TATA CARA PENGAJUAN SP-3 Nasabah
Proposal/RDKK
Bank Pelaksana
Lengkap Membantu menyusun proposal Pembiayaan
Dinas Lingkup Pertanian
Volume I No. 5 2007
Hilir
(Processing, Pemasaran,dll)
Evaluasi Keputusan Kredit/Pembiayaan (Executing) oleh Bank
35
Tupoksi Deptan Dan Pemerintah Daerah Dalam Sp-3
• Membantu Bank Pelaksana untuk identifikasi usaha yang layak sektor pertanian
• Membantu, mendampingi dalam penyusunan proposal/RDKK • Memberikan pemahaman kepada pegawai “Bank Pelaksana” tentang bisnis usaha pertanian • Melaksanakan Pengawalan dan Monev pelaksanaan SP-3 Persyaratan Calon Debitur Perorangan
1. Usia pemohon minimal 21 tahun dan atau telah menikah; 2. Menyerahkan identitas diri; 3. Telah menjalankan usaha pertanian minimal 2 tahun 4. Mempunyai usaha yang layak; 5. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah; 6. Menyerahkan sisa kekurangan agunan sesuai dengan ketentuan Bank; 7. Memenuhi persyaratan teknis perbankan lainnya. Persyaratan Calon Debitur Perkelompok 1. Kelompok terdiri dari maksimum 20 orang; 2. Mempunyai pengurus minimal, Ketua, Sekretaris dan Bendahara; 3. Menyerahkan Identitas diri anggota dan pengurus; 4. Anggota mempunyai usaha yang layak; 5. Menyusun RDKK; 6. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah; 7. Menyerahkan sisa kekurangan agunan sesuai dengan ketentuan Bank; 8. Memenuhi persyaratan teknisperbankan lainnya. (Sumber : Panduan Umum SP3, Pusat Pembiayaan Pertanian Deptan 2006).
OLAHAN DODOL NANAS panen raya nanas, harga jual nanas segar S aat relatif murah. Untuk mengatasi hal tersebut,
mengolahnya menjadi dodol nanas merupakan salah satu upaya peningkatan nilai tambah. Proses pembuatan dodol nanas sebagai berikut :
• Alat yang Diperlukan
Kompor dengan bahan bakar minyak tanah atau kompor tanah dengan bahan bakar kayu, wajan,
Volume I No. 5 2007
sendok kayu, baskom, pisau, parut, plastik, dan sarana penunjang lainnya.
• Bahan
Buah nanas 1 kg, gula pasir ½ kg, tepung beras 1 ons, tepung ketan 1 ons, air matang 1 gelas, mentega secukupnya. Untuk produksi yang lebih banyak penghitungan bahan dikalikan dengan kelipatannya. Misalnya buah nanas sebanyak 5 kg maka gula pasir yang dibutuhkan ½ kg dikalikan 5, sehingga kebutuhan gula pasir 2 ½ kg.
• Cara Pembuatan Dodol Nanas
1. Buah nanas dikupas, mata buah nanas dibuang, dipotong sesuai selera, selanjutnya diparut atau diblender 2. Selanjutnya bubur nanas yang didapat dicampur dengan tepung beras dan tepung ketan. 3. Nyalakan kompor, wajan diletakkan di atas kompor. Selanjutnya air matang dicampur dengan gula dimasukkan ke dalam wajan. Aduk terus hingga cairan mengental. Selanjutnya masukkan adonan bubur nanas yang telah dicampur dengan tepung. Aduk terus hingga adonan tercampur merata, kemudian masukkan garam dan essen. Pengadukan terus berlangsung hingga adonan mengental, masukkan mentega, proses pengadukan terus berlangsung. Bila adonan dipegang tangan tidak lengket maka adonan dodol nanas dapat diangkat. 4. Adonan didinginkan, dipotong-potong sesuai selera, selanjutnya dijemur. Setelah itu dikemas dimasukkan dalam mika atau kotak dan dodol siap dipasarkan.(Ulyatu Fitrotin)
KULIT BUAH KAKAO, LIMBAH YANG BERMANFAAT
H
asil penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PPKK) Jember menunjukkan bahwa limbah kakao (kulit dan plasenta) mengandung serat, protein, lemak serta sejumlah asam organik dan berpotensi menjadi bahan pakan ternak kambing. Penelitian ini juga mendukung program integrasi tanaman perkebunan dengan ternak yang secara luas sudah terbukti mampu meningkatkan kesehatan dan produktivitas tanaman serta meningkatkan pendapatan pekebun. Para pekebun yang berada di wilayah sentra produksi kakao seperti Sulawesi dapat memanfaatkan olahan limbah kakao sebagai bahan alternatif pakan ternak. Biasanya limbah kakao yang banyak pada puncak produksi kakao selama bulan Maret, April dan Mei tidak dimanfaatkan secara baik dan dibiarkan begitu saja menjadi onggokan sampah.
36
Proporsi untuk membuat olahan pakan yang terdiri atas limbah kakao dengan biji (basah) adalah 65% : 35%. Jika produktivitas biji kakao per tahun per hektar untuk varietas Landak mencapai 1000 – 1250 kg, maka limbah yang dihasilkan cukup untuk memelihara 4-5 ekor kambing dengan asumsi kebutuhan pakan kambing 2 kg/ekor/hari tanpa diberi makanan tambahan. Bila pekebun memelihara ternak kambing dengan memanfaatkan limbah kakao sebagai sumber pakannya, maka disamping dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik, juga merupakan investasi yang sangat berarti bagi para pekebun. Pemberian hasil olahan limbah kakao sebagai pakan kambing mampu mengurangi porsi pemberian rumput yang harus disediakan peternak, khususnya pada usaha pola intensif (dikandangkan). Hasil pengamatan usaha pola integrasi tanaman perkebunan dengan ternak di Propinsi Lampung menunjukkan, bahwa olahan limbah kakao yang diberikan peternak sebagai pakan kambing mencapai 2-3 kg/ekor/hari pada ternak dewasa. Ini cukup membantu peternak dalam mensuplai pakan kambing yang dinyatakan mampu menghemat tenaga kerja penyedia pakan hijauan mencapai 50%. Teknologi ini juga mendukung program integrasi yang secara luas sudah terbukti mampu meningkatkan kesehatan dan produktivitas tanaman serta meningkatkan pendapatan pekebun. Disamping itu pemanfaatan limbah menjadi bahan baku bagi proses produksi berikutnya merupakan upaya memperpanjang rantai nutrisi dan energi yang dalam konteks ekologi merupakan tindakan efisiensi yang sangat sustainable bermanfaat terkait dengan agriculture.
“LAYU FUSARIUM” Penyebab :
Fusarium oxysporum f.sp. cubense Gejala
• Daun menguning mulai
dari tepi daun yang paling tua kemudian layu, menggantung dan mongering
•
Volume I No. 5 2007
saluran pembuluh kehitaman
Bonggol
membusuk,
coklat
• Daun yang baru muncul berubah bentuk dan mengecil, buku-buku memendek
Pengendalian • Penggunaan bibit bebas penyakit • Penggunaan varietas tahan • Bertanam tumpang sari • Aplikasi agensia hayati • Rotasi dengan padi dan penggenangan untuk lahan beririgasi • Tandai tanaman yang sakit agar tidak tersentuh selama pemeliharaan • Eradikasi: Membakar tanaman terserang dengan sekam padi atau injeksi dengan herbisida/ minyak tanah 10 ml/tanaman • Bertanam untuk 1 – 3 x panen • Hindarkan perpindahan material tanaman dan alat-alat pertanian dari lahan/lokasi terinfeksi ke lahan/lokasi bebas penyakit
Gejala
• Daun muda tampak lebih tegak, pendek dan lebih sempit. • Tangkainya lebih pendek dari yang normal. • Daun menguning sepanjang tepi, lalu mengering. Daun menjadi rapuh dan mudah patah. • Tanaman terlambat pertumbuhannya.
Pencegahan dan Pengendalian • Tanam bibit yang sehat • Jagalah kebersihan kebun. • Bongkar rumpun yang sakit, lalu potong kecil-kecil agar tidak ada tunas yang hidup. (Sumber : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok)
Batang semu pecah, bila dibuka terdapat garis coklat sepanjang
37
ISSN :1829-6947
Menyediakan Benih Padi Berkualitas Dari berbagai Varietas Unggul Baru (Cigeulis, Cibogo, Mekongga, Situ Bagendit, dll). Kelas benih FS. UPBS BPTP-NTB mitra para produsen benih. Segera hubungi kami di :
SMS CENTER : 0818540033
Alamat : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jln. Raya peninjauan Narmada P.O. Box. 1710 mataram Telp : (0370) 671312; Fax (0370) 671620 E-mail :
[email protected]