26
Lukmanul Hakim
Gagasan Utama
Islam, Pluralitas Agama, dan Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Lukmanul Hakim
Peneliti LaKIP Jakarta Gd. Menara Era Lt 15 Unit 01 Jl. Senen Raya No 135-137 Jakarta Pusat Email:
[email protected]
Abstract
Abstrak
Plurality is inevitable in Indonesia. Plurality of religions is an asset of Indonesia. Plurality covers various aspects of social and religious life for both are related and inseparable . The socio-religious life has had many variety and is not always associated with positive values based upon the reality in the society. Friction and conflicts also occasionally occur, both among religious followers, and also fellow believers which commonly ends with disagreements. In order to result in positive impacts upon plurality or diversity, a good conflict management is needed. In relation to the establishment of civil society in Indonesia, good conflict management will provide a wide range of sphere for each individual to develop their creativeness and ideas for a better social and religious life.
Di Indonesia, pluralitas merupakan hal yang tidak dapat disangkal. Pluralitas agama merupakan asset bangsa Indonesia. Pluralitas mencakup berbagai aspek dalam kehidupan sosial dan agama karena kedua berhubungan dan tidak dapat dipisahkan (integrated). Dalam realitasnya di masyarakat, kehidupan sosial keagamaan memiliki banyak ragam dan tidak selalu berkaitan dengan halhal yang positif. bahkan gesekan dan konflik juga kadangkala terjadi, baik antar pemeluk agama, dan juga sesama pemeluk agama yang berakhir dengan keributan. Karenanya agar pluralitas atau keragaman memberikan dampak positif, maka diperlukan manajemen konflik yang baik. Dalam kaitannya dengan pembentukan masyarakat madani di Indonesia, manajemen konflik yang baik akan memberikan ruang yang luas bagi tiap individu untuk mengembangakan kreativitas dan ide-ide mereka untuk kehidupan sosial dan keagamaan yang lebih baik.
Keywords: Islam, Plurality of Religion / Belief, Civil Society.
Kata kunci: Islam, Pluralitas Agama/ Kepercayaan, Masyarakat Madani. Pendahuluan Islam merupakan agama yang menghargai pluralitas masyarakat. Dalam Islam, pluralitas atau kemajemukan masyarakat adalah suatu sunnatullah yang tidak dapat dielakkan. Berkaitan dengan hal ini, menurut Islam, manusia secara beragam diciptakan untuk saling mengenal.(Qur’an al Hujurat 13). HARMONI
Januari - Maret 2012
Konsep saling mengenal ini berarti adalah menghargai identitas masing-masing kelompok atau golongan sebagai suatu yang harus diterima sebagai kenyataan dalam kehidupan. Dari ayat ini, terlihat jelas, bahwa pada dasarnya Islam memandang bahwa pluralitas masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Namun demikian dalam
Islam Pluralitas Agama,, dan Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia
27
kaitannya dengan pandangan Islam tentang hal ini, tidak berarti bahwa Islam memandang seluruh agama sama. Dalam Islam, pluralitas tidak berkaitan dengan kebenaran akan ajaran agama-agama. (Qur’an surat al Kafirun:6)
2003:179-184, 442). Ini menjadi penting, karena dalam pandangan dan keyakinan umat Islam, al-Qur’an dan Hadist adalah sumber kebenaran dalam pelaksanaan ajaran agama Islam untuk kehidupan kaum muslimin.
Dalam Islam pluralitas masyarakat dipandang sebagai suatu eksistensi sosial dan budaya yang harus dihargai dan dihormati. Dalam kaitannya dengan pembentukan masyarakat Madani atau masyarakat yang berperadaban dimana masing-masing masyarakat dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan bebas tanpa paksaan, Islam telah memberikan contoh yang konkrit dalam masa nabi sampai masa sesudahnya. (Lings, Martin, 1991:123-134, Harun, Salam, 2003:149-154)
Menurut pandangan Islam, Allah SWT menciptakan keragaman atau pluralitas berbangsa-bangsa dan bersukusuku untuk saling mengenal. Qur’an dalam surat Hujurat ayat 33 menyatakan:
Dalam kasus Islam di Indonesia yang memiliki berbagai kepercayaan sebelum Islam. Sejarah Islam di Indonesia juga telah memberikan gambaran, bagaimana Islam telah masuk ke Indonesia dengan damai dan tanpa paksaan dan dapat hidup berdampingan dengan agama dan kepercayaan lain yang ada di Indonesia, seperti Hindu dan Buddha. Hal itu karena peran kaum Sufi dan para pedagang yang sangat luwes dalam menyebarkan ajaran Islam (Shihab, Alwi, 2001:1, K.K. Beri, 1994: 339, Alfian, Teuku Ibrahim, 2005:1. Feith, 1959:156-159, J.G.E. Casparis, I.W.Mabbett, 1992:330-339, O.Wolters, 1976:199-230.)
Islam dan Pluralitas: Perspektif al Qur’an dan Sejarah Islam Dalam memandang pluralitas yang ada dalam masyarakat, Islam memberikan tuntunan untuk merujuk pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT dan hadist nabi atau tradisi nabi baik perkataan maupun perbuatan. (Mubarakfuri, Safiur Rahman, 1996:181-198). Hal ini sesuai dengan khutbah nabi pada waktu haji wada’ atau haji perpisahan. (Said Ramadan al Buthy,
“Wahai umat manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu laki-laki dan perempuan, berbangsa bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia disisi Tuhanmu adalah yang paling bertaqwa.” Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan bahwa konsep mengenal diri dan penciptaan adalah untuk menyadarkan manusia bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang satu yaitu nabi Adam dan Hawa. Jadi tidak dibenarkan untuk saling mencerca dan menghina karena kemuliaan dari mereka adalah karena urusan-urusan agama. Artinya karena ketakwaan mereka. Dengan demikian, secara hak-azasi manusia, Islam menetapkan kesamaan kedudukan seluruh umat manusia dalam konteks kemanusiaan. (Katsir, Ibnu, 2002:391). Berkaitan dengan ketakwaan atau urusan agama ini, Qur’an surat al Kafirun:6 menyatakan: “Untukmulah untukkulah agamaku.”
agamamu,
dan
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah dalam hal peribadatan atau penyembahan kepada Tuhan yang diyakini. Dalam hal ini, sebagai umat Islam, lakum dinukum berarti penekanan bahwa agama kamu adalah sesuai dengan yang kamu yakini, sehingga umat Islam dan agama lain tidak akan melakukan kerjasama dalam hal penyembahan kepada Tuhan, karena tanggung jawab Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. XI
No. 1
28
Lukmanul Hakim
amal perbuatan dalam hal keyakinan penyembahan akan ditanggung sendirisendiri sesuai keyakinan masing-masing. (Katsir, Ibnu, 2002, jilid 8:478). Dengan demikian, Islam menekankan pentingnya menghormati keyakinan atau agama orang lain. Namun demikian, untuk mewujudkan kebenaran ini, kaum muslimin dituntut untuk memberikan interpretasi yang tepat agar ajaran Islam dapat dilaksanakan dalam kaitannya dengan realitas sosial masyarakat muslim. Secara historis, penghargaan terhadap pluralitas agama dan keyakinan masyarakat pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang selanjutnya dilaksanakan oleh khalifahkhalifah sesudah Rasulullah SAW serta masyarakat Islam selanjutnya. Beberapa contoh konkrit dalam sejarah yang dapat dicermati misalnya adalah kasus nabi di Madinah, (Peters, FE, 1994:74-76, Aziz, Abdul, 2011: 214-337) sampai Islam di Spanyol. Kedatangan Islam di Spanyol misalnya merupakan titik balik (turning point) yang mengakhiri otoritarianisme penguasa sebelumnya. Dalam kurun waktu sekitar 7 abad, para penguasa muslim telah menciptakan masyarakat Spanyol yang pluralistik, yaitu masyarakat yang menghargai kebebasan individu untuk menentukan pilihan keyakinan atau agamanya. Hal ini misalnya tercermin dalam realitas sosial masyarakat di Spanyol yang pluralistik yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketiga agama ini dapat hidup saling berdampingan. Penguasa Islam memberikan kebebasan bagi masyarakat yang memiliki keyakinan berbeda seperti Kristen dan Yahudi untuk hidup dalam konstelasi masyarakat Islam. (Ibrahim Khalil, Samarani dkk, 2000, Durant, Will, 1950:291-312, Hassan Shiddique, Amir, 1987, Brockelmann, Carl, 1949:180-227, Ahmad, Jamil, 1993, National Commission for UNESCO, 1993). HARMONI
Januari - Maret 2012
Oleh karena itulah, suatu keharusan bagi masyarakat Islam saat ini untuk belajar dengan serius dari sejarah Islam dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat Islam dengan umat selain Islam. Dengan pemahaman sejarah yang mendalam, diharapkan dapat melahirkan kearifan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang menghargai pluralitas dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan akidah Islam. Bahkan, konsep akidah Islam dapat terwujud dalam wajah Islam yang sesuai dengan pesan Qur’an yaitu Islam sebagai (rahmatan lil Alamin) Rahmat bagi semesta alam. Artinya kearifan yang mendalam akan mendorong terwujudnya masyarakat plural yang menghargai hak dan kewajiban masing-masing pemeluk agama. Pluralitas sendiri merupakan kata bahasa Inggris plurality yang berarti: State of being plural, sedangkan plural berarti form of word used with reference to more than one. (Hornby, AS, 1987:643). Dengan demikian pluralitas berarti keadaan suatu bentuk yang merujuk pada sesuatu yang lebih dari satu bentuk. Berkaitan dengan hal ini dalam konteks bangsa Indonesia yang plural, maka agenda yang harus dikembangkan oleh umat Islam Indonesia adalah menjadikan konsep pluralitas dalam pandangan Islam sebagai pendorong untuk menjalankan ajaran agama Islam dengan sungguh-sungguh sesuai dengan pesan inti al-Qur’an yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam. Artinya kaum muslimin dalam menjalankan seluruh aktivitas keagamaannya juga berusaha untuk memberikan kesejahteraan, kedamaian dan kebaikan, tidak hanya bagi kelompok umat Islam tetapi juga bagi kelompok-kelompok agama lain yang berbeda. Dengan demikian, realitas plural dalam masyarakat Indonesia selayaknya dipahami sebagai suatu wahana untuk merealisasikan ajaran agama Islam dalam
Islam Pluralitas Agama,, dan Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia
kehidupan sosial kemasyarakatan ketika berinteraksi dengan para pemeluk agama yang berbeda. Dengan kesadaran inilah, masyarakat Islam dapat memberikan kontribusi yang amat besar dalam pembentukan masyarakat Madani di Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, maka para pemuka agama dan cendekiawan Islam dituntut untuk dapat mengembangkan pesan-pesan agama dalam konteks kehidupan bermasyarakat yaitu agar agama Islam membumi dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu peran para pemuka agama dan cendekiawan amat penting untuk melakukan pencerahan kepada masyarakat, sehingga pesan-pesan yang di bawa agama menjadi fungsional serta ajaran keadilan, toleransi dan cinta kasih yang terkandung dalam agama menjadi implementatif dan integratif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pluralitas Agama: Fungsi Agama dan Peran para pemuka agama dalam pembentukan masyarakat Madani Dalam konteks pluralitas masyarakat di Indonesia, perlu disadari bahwa hal ini juga berkaitan erat dengan pluralitas agama dan keyakinan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, fungsi agama menjadi amat penting dan sentral dalam pembentukan masyarakat Madani yang terdiri dari pluralitas masyarakat beragama. Untuk memahami realitas ini, perlu kiranya disadari bahwa agama pada hakekatnya merupakan masalah iman dan keselamatan. Selain itu, adalah sumber semangat dan nilai perubahan dalam masyarakat. Dengan demikian agama adalah kerangka etis yang memberikan batasan moral untuk menggunakan kekuatan. Selanjutnya, agama memimpin orang
29
untuk melakukan hal yang benar dan baik untuk kehidupan masyarakat. Karena alasan ini yang dapat dikatakan agama adalah kekuatan pendorong untuk menciptakan masyarakat Madani dan mewujudkan nilai-nilai baik untuk kehidupan masyarakat seperti keadilan, kesejahteraan dll. (Alfred, Benedictus, (ed):2005) Secara teologis, agama menjanjikan keselamatan bagi penganutnya di alam akhirat, agama juga berfungsi sebagai sumber nilai-nilai universal yang baik dalam kehidupan ini. Sebagai nilai yang baik, maka agama menjadi kerangka etika untuk membangun moralitas kekuasaan dan masyarakat sipil karena agama diyakini sebagai pesan Tuhan. Sebagai pesan Tuhan, agama adalah kekuatan pendorong untuk mengubah kondisi sosial dalam masyarakat dengan yang lebih baik. Agama, mengubah, moralitas, kekuasaan dan masyarakat sipil adalah urusan manusia dan kemanusiaan. Agama cenderung untuk masalah manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dan masyarakat sipil adalah hubungan manusia dengan manusia lain (Hidayat, Komaruddin, 1998:9). Sehubungan dengan ini, karena itu, para pelaku agama yang diharapkan menjadi pemicu perubahan kearah yang lebih baik dengan menghadirkan kebajikan baik dalam hidup mereka dan mendorong orang untuk mempraktekkan kebajikan-kebajikan, baik yang didasarkan pada ajaran agama. Karena pembentukan masyarakat sipil memiliki banyak hubungannya dengan kekuatan dan masyarakat, para pelaku agama harus mampu mendorong mereka yang berkuasa untuk memiliki etika, dan sebuah counciousness moral berdasarkan semangat religius. Sebagai sumber nilai, agama menjadi aspirasi untuk melakukan keadilan, membuat masyarakat sipil dan pemerintahan yang bersih. (Kramkowski, John, 2005).
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. XI
No. 1
30
Lukmanul Hakim
Seperti iman, agama adalah sumber nilai yang dipraktekkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Nilai agama atau ajaran agama diyakini nilai yang Tuhan ingin orang-orang untuk berlatih. Agama adalah sumber utama kebajikan bagi penganutnya. Dari zaman kuno, religiusitas menjadi elemen penting dari kehidupan sosial. Hal ini didasarkan pada ajaran agama yang penganutnya mencoba untuk menyebarkan nilai-nilai sosial dalam kehidupan. (Durkheim, Emile, 1915). Selanjutnya, agama juga berperan untuk mendorong orang untuk mewujudkan keadilan dengan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan umat manusia. Dengan demikian, agama juga berfungsi sebagai kekuatan pendorong bagi pembentukan masyarakat sipil. Agama kemudian memimpin pembangunan agar budaya dan sosial yang ideal masyarakat. Sebagai, penawaran iman agama dengan melakukan kebajikan baik dengan keselarasan kondisi psikologis baik dalam dan luar dari penganut. Ini adalah roh yang mengilhami pikiran orang untuk melakukan segala sesuatu dengan ketulusan demi Tuhan dan kemanusiaan. (Sponville, Andre comte, 2003:195-210). Dalam konteks Asia termasuk Indonesia, secara historis, nilai-nilai agama menjadi faktor perubahan sosial di banyak masyarakat. Di Asia Tenggara Misalnya, agama adalah salah satu faktor penting dalam perubahan sosial dan politik. (Tarling, Nicholas (ed), 1999:201-256). Ajaran Agama misalnya dapat diubah menjadi idiom politik modern seperti definisi keadilan yang berhubungan dengan posisi moderasi dan toleransi. Moderasi adalah solusi dari kesalahpahaman yang sering terjadi di kalangan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Agama kemudian mendorong masyarakat majemuk untuk mengubah kondisi ke masa depan lebih bagus, karena mendorong orang untuk HARMONI
Januari - Maret 2012
memecahkan masalah kehidupan adil, terutama dalam hubungan sosial untuk life. (Malik, Dedy Jamaluddin & Idy Subandy, 1998: 220). Dalam hal ini, setiap agama mengajarkan kebajikan dan bagaimana memiliki kehidupan yang lebih baik dalam hubungan dengan Allah SWT Pencipta manusia. Hal ini berhubungan dengan pelaksanaan melakukan pengabdian kepada Allah SWT, melakukan keadilan sosial dalam masyarakat, hidup harmonis dengan orang lain. (Gwilym Berckerlegge, 1998). Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat dan sosial sangat penting. Agama mengakomodasi kepentingan duniawi dan pesan Tuhan untuk rakyat. Jika agama dapat melakukan fungsinya sebagai entitas sempurna, maka dapat diterima sepenuhnya oleh rakyat. Agama dapat memberikan dampak positif jika unsur-unsur ajaran agama dapat mendukung kehidupan masyarakat. Memang, ini sebenarnya menggambarkan bahwa agama adalah dasar untuk pengembangan peradaban yang dimulai dari pembentukan society. 8 Penjelasan comprehensif tentang agamaagama, sejarah mereka, ajaran, fungsi dan peran dalam kehidupan masyarakat. (Eliade, Mircea, (ed), 1987). Dalam pandangan Majid, penganut agama perlu mengembangkan pandangan dunia yang inklusif agama untuk ambil bagian dalam mewujudkan agenda kegiatan besar dan luas yang manfaatnya untuk semua kelompok masyarakat, tidak hanya terbatas pada satu kelompok. Karena alasan ini bahwa aktor agama sebagai pemicu perubahan ditantang untuk memperjuangkan yang universal kepentingan seperti membuat keadilan dan kemanusiaan untuk rakyat tanpa afiliasi agama, ras, etika dan kelompok. (Dikutip dari Ali, Fachry, dalam pengantar Nurcholish, Madjid, 1998:XLV-XLVI).
Islam Pluralitas Agama,, dan Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia
Secara teologis, konsep ini memiliki hubungan erat antara nilai-nilai iman dan masyarakat yang demokratis yang diwujudkan dalam masyarakat sipil. Ini adalah tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan kemanusiaan atau kepentingan umum. (Madjid, Nurcholish,1999:118-119). Kata kunci untuk hubunganhubungan para pelaku agama dalam membangun masyarakat Madani adalah dialog. Sebuah dialog harus terbuka dan tulus serta terus-menerus. Dialog, tentu membutuhkan ketulusan, simpati dan apresiasi dari para peserta dialog, bukan untuk memalukan penganut agama lain. (Reat, N. Ross, , 1983:472, Küng, Hans, Islam, 2007:485-503).
Penutup Islam merupakan sumber nilainilai mencakup semua aspek kehidupan manusia. Agama Islam berfungsi sebagai inspirasi moral dan etika kekuasaan harus mampu mewujudkan keadilan membangun konstalasi politik bersih
31
dan pemerintahan yang bersih. Dalam kaitannya dengan pluralitas masyarakat di Indonesia dan pembentukan masyarakat Madani, maka para pemuka agama Islam, cendekiwaan dan para ulamanya dituntut untuk dapat bekerja sama dengan pemuka-pemuka agama lain dalam mewujudkan tatanan masyarakat Madani. Untuk mewujudkan hal ini, langkah pertama yang harus dilakukan secara intensif adalah dialog antar seluruh elemen bangsa yang berbeda agama dan latar belakang sosial dan budaya dengan keterbukaan dalam merumuskan langkah-langkah untuk membentuk masyarakat Madani untuk kemajuan bangsa. Pembentukan masyarakat Madani atau sipil menjadi penting karena merupakan masyarakat yang demokratis dan yang menghargai kepentingan umum. Hal ini didasarkan bahwa agama Islam amat menghargai konsep pluralitas dan dialog untuk kebaikan bersama dalam kehidupan dengan menempatkan konsep keadilan, nilai-nilai universal, persaudaraan, nilainilai moral dan etika ke dalam tindakan kehidupan nyata.
Daftar Pustaka Aziz, Abdul, Chiefdom Madinah, Salah Paham Negara Islam, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2011. Ali, Fachry, dalam pengantar Nurcholish, Madjid, Dialog Keterbukaan, Artikulasi Diskursus Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer, Jakarta, Paramadina, 1998. AS Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974. Benedictus Alfred, (ed) Sejarah, Teologi Dan Etika Agama-Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Brokelmann, Carl, History of the Islamic Peoples (London: Routledge&Kegan Paul Limited, 1949. Durkheim, Emile, The Elementary Forms of the Religious Life (1915), diterjemahkan dari bahasa Prancis oleh Joseph Ward Swain, George Allen & Unwin, London, 1915.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. XI
No. 1
32
Lukmanul Hakim
Eliade, Mircea (Ed.in kepala), The Encyclopedia of Religion, Macmillan Publishing Company, London dan New York, 1987. F. E. Peters A Reader on classical Islam, 1994 by Princeton University Press Published by Princeton University Press, 41 William Street, Princeton, New Jersey Feith, Herbert, Indonesia in Governments and Politics of Southeast Asia edited by George Mc Turnan Kahin ( Ithaca: Cornell University Press, 1959). Gwilym Berckerlegge, Dunia Pustaka Agama, Universitas Terbuka, 1998. Harun, Abdussalam, Tahzib Sirah Ibnu Hisyam, penterjemah Abu Ihsan al Atsari al Madani, Jakarta, Darul Haq, 2003. Hidayat, Komaruddin, Tragedi Raja Midas moralitas Agama Dan Krisis Modernitas, Paramadina, Jakarta: 1998. Ibnu Katsir, Tafsir al Qur’an al ‘Adzim,Jjilid 7, Dar al Hadist, Cairo, 2002. Ibrahim Khalil, Samarani dkk, 2000, Tarikhul Arab wa hadlaratuhum fil Andalus, Dar al Kutub al Wataniyyah, Banghazi, Libya. KH. Jamil Ahmad, Hundred great Great Muslims, terjemahan Tim Pustaka Firdaus, Jakarta 1993) K.K. Beri, History and Culture of Southeast Asia: Ancient and Medieval ( New Delhi: Sterling publishers Private limited, 1994). Kramkowski, John dkk (eds) Agama dalam Kehidupan Publik, Vol. Aku Agama, Moralitas, dan komunikasi Antara Rakyat, Dewan Penelitian di Nilai dan Filsafat, 2005. Küng, Hans, Islam, Masa Depan Masa Lalu, Kini, dan, Diterjemahkan oleh John Bowden, Buku Oneworld, Diterbitkan oleh Publikasi Oneworld 2007, Diterjemahkan oleh John Bowden dari Jerman, Der Islam: Geschichte, Gegenwart, Zukunft, 2007. Madjid, Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Paramadina, Jakarta, 1999. Malik, Dedy Jamaluddin & Idy Subandy, Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan Aksi Politik, Zaman Wacana Mulia, Bandung, 1998. Martin Lings, Muhammad : His Life based on the Earliest Sources, The Islamic Text society, Cambridge University Press, 1996. DR. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, Alih Bahasa oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc, Jakarta: Rabbani Press, 1999. Reat, N. Ross, the Outsiders, Jurnal American Academy of Religion, Vol. 51, No 3 (September, 1983), hlm 459-476 Diterbitkan oleh: Oxford University Press URL Stabil: http://www.jstor.org/stable/1463101. Safi’ur Rahman Al-Mubarakpuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum, Biography of The Noble Prophet, Islamic University, Al Madina Al Munawara, 1996 Shihab, Alwi, Al-Tasawwuf al-Islamī wa Âtsaruhu fī al-Tasawwuf al Indonesī al Mu’āsir, PhD thesis, Islam, terjemahan Indonesia Muhammad Nursamad (Bandung: Mizan , 2001).
HARMONI
Januari - Maret 2012
Islam Pluralitas Agama,, dan Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia
33
Siddique, Amir Hassan, Studies in Islamic History, terjemahan HMJ Irawan, Bandung al Maarif, 1987. Sponville, Andre comte, Sebuah risalah singkat tentang Kebajikan Besar: Menggunakan of Philosophy dalam Kehidupan sehari-hari, Translated dari bahasa Perancis oleh Catherine Temerson, Vintage, London, 2003, pp.195-210. Tarling, Nicholas (ed), Sejarah Asia Tenggara, Vol.4 Cambridge Uni Press, 1999. Teuku Ibrahim Alfian, Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005 ). Will Durant, The Story of Civilization: The Age of Faith (New York: Simon and Schuster, 1950).
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. XI
No. 1