1.1.
Latar belakang Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai, yang pada
urnumnya ditujukan sebagai tempat penampungan air yang dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti Pembangkt Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, pengendali banjir, sumber baku air minum, perikanan dan pariwisata. Diantara waduk penting yang ada di Indonesia, terdapat tiga waduk, yaitu Waduk Sapling, Cirata dan Ir. H. Djuanda yang merupakan waduk kaskade di Sungai Citarum. Pasokan air Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H Djuanda sebagian besar diperoleh dari DAS Citarum yang juga dimanfaatkan sebagai sumber tempat pembuangan limbah cair dari berbagai kegiatan pertanian, industri dan perkebunan disepanjang sungai. Waduk
Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air 8.300 ha) selesai dibangun tahun 1967, fungsi uatama sebagai PLTA, irigasi dan pengendali banjir, selanjutnya fungsi linnya sebagai pariwisata, perikanan dan perhubungan Waduk Sapling di bagian hulu (luas permukaan air 5.600 ha) selesai dibangun tahun 1985 dan berfungsi sebagai PLTA. Diantara kedua waduk tersebut diatas, Waduk Cirata selesai dibangun tahun 1988 yang fungsi utamanya sebagai PLTA, dan fungsi yang lain sebagai objek pariwisata, perikanan dan perhubungan. Waduk Cirata berada pada ketinggian 221 m dpl, mempunyai wilayah luas permukaan air 6.200 ha, kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume air 2.160 juta m3. Secara geografi Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H Djuanda terdapat pada wilayah industri, pertanian dan perkebunan yang dikelola secara intensif dengan input berbagai jenis bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. Kenyataan tersebut telah mengakibatkan kondisi ketiga waduk menjadi wilayah perairan umum yang rentan terhadap kontaminasi dan pencemaran bahan kimia temtama pestisida yang berasal dari berbagai kegiatan pertanian yang beida di bagian hulu yang terbawa oleh air hujan dan masuk aliran sungai kemudian terbawa ke dalam wad& Pembangunan waduk di suatu aliran sungai merubah dari ekosistem air mengalir menjadi ekosistem air tergenang . Perubahan tersebut berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan temasuk ikan. Sejak menjadi genangan yang relatif permanen maka Waduk Cirata mempunyai karakteristik ekosistem perairan m u m yang memiliki berbagai potensi dalam bidang sosial-ekonomi, tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana
perhubungan. Secara umum daya guna berbagai potensi tersebut sangat tergantung pada kualitas badan air waduk. Jika kualitas air menurun, terpolusi maka potensi-potensi tersebut akan hilang dengan sendirinya, termasuk untuk budidaya ikan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Berkenaan dengan ha1 tersebut maka mempertahankan kualitas air waduk pada kisaran kondisi yang mampu mendukung berbagai kegiatan sangat diperlukan. Ini berarti bahwa segala bentuk proses perubahan kearah penurunan kualitas badan air Waduk Cirata hams dihindan. Proses pemburukanlpenurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal sebagai pencemaran air. Waduk Cirata saat ini telah mengalami degradasi yang sangat serius. Luasan waduk semakin menyempit dan kedalaman air semakin berkurang, disertai meningkatnya pencemaran (Gmo, 1999). Menurut Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC, 2003), Waduk Cirata telah mengalami kerusakan yang cukup parah karena secara tidak langsung menerirna masukan limbah industri, dimana sepanjang DAS terdapat pabrik tekstil, kulit, bubur kertas, pelapisan logam, makanan, dan minuman. Pencemaran selain berefek pada budidaya KJA juga dirasakan pada PLN terutama pada turbin yang beberapa peralatannya mengalami korosif.
Menurut Kartamiharja et al. (1999), fenomena tersebut karena
pemanfaatan perairan waduk yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Waduk Cirata saat ini telah tercemar berat oleh nutrien, salah satunya disebabkan oleh buangan organik dari kegiatan budidaya ikan dengan KJA. Akibat pencemaran ini telah menjadikan Waduk Cirata sebuah badan air yang hipertrof, yang dalam pemanfaatan fungsinya dapat menimbulkan kontra produktif, seperti kematian massal ikan. 1.2.
Perurnusan Masalah Waduk Cirata adalah salah satu waduk hasil pembendungan Sungai Citarum
dengan, ekosistem awal yang merupakan ekosistem mengalir berubah menjadi perairan tergenang. Waduk Cirata menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi sebagian masyarakat di seputar waduk, yaitu berupa usaha pemeliharaan ikan pada keramba jaring apung (KJA), yang memberikan kontribusi cukup besar dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Dengan ekosistem yang tergenang, Waduk Cirata yang merupakan perairan yang dalam dan arusnya relatif tenang maka sering ditemukan adanya stratifikasi suhu yang tergantung pada kedalamannya
Apabila pada bagian permukaan terjadi penurunan suhu yang
mendadak, suhu air pun praktis turunsampai di kedalaman tertentu. Pada situasi demikian terjadi pembalikan massa air, yaitu bagian atas bergerak ke bawah dan bagian bawah naik
ke permukaan. Kondisi ini semakin dipercepat apabila disertai datangnya angin. Proses pembalikan massa air itulah yang sering disebut arus balik atau umbalan. Bahan bahan toksik yang membahayakan, seperti N H 3 dan H2S sebagai basil penguraian dari sisa-sisa pakan dan kotoran yang mengendap akan turut terangkat ke permukaan, membentuk umbalan air dan menyebabkan kematian ikan secara massal Kegiatan budidaya ikan di waduk memang cukup menguntungkan bagi penanam modal serta dapat menolong perekonomian masyarakat sekitar perairan yang tanah pertaniannya terendam pembangunan waduk, meskipun sedikit sekali dari mereka yang memiliki sendiri KJA. Dengan menjadi buruh pada para pemodal, berarti mereka memiliki mata pencarian dengan upah atau gaji tetap bulanan. Akan tetapi, selain memiliki beberapa nilai positif, keberadaan KJA yang bertambah tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung waduk (carrying capacity) dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih parah. Hal ini dikarenakan limbah organik dari pakan akibat ketidak efisienan pemberian pakan serta feses yang menumpuk di dasar perairan. Dengan kandungan N dan P yang tinggi dan tidak terkendali akan menyebabkan pertumbuhan populasi fitoplankton yang sangat pesat dan berlimpah. Sumberdaya fitoplankton ini apabila tidak dimanfaatkan akan menyebabkan kualitas air bagi kehidupan ikan budi daya menurun. Apabila suplai nutrisi ini terjadi secara kontinyu bisa terjadi blooming yang pada giliiannya akan merugikan semua organisme yang ada di dalam badan air tersebut, termasuk ikan yang berada di dalam KJA (Krismono, 1999). Pemanfaatan Waduk Cirata sebagai tempat budidaya ikan sistem KJA nampaknya hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi yang maksimum tanpa memeperhitungkan batasan ekologisnya, terlihat dari pertumbuhan KJA yang tidak terkendali. Selain itu, tata letak KJA tidak sesuai dengan pembagian zonasi yang sudah ditentukan untuk budidaya sehingga menghambat sirMasi air dan terjadi akumulasi limbab. Pemanfaatan sarana KJA sebagai hunian menambah pasokan limbah. Budidaya perikanan dengan sistem KJA hams didasarkan pada prinsip daya dukung perairan akibat dari beban limbah nutrient yang mas& ke perairan Akumulasi dari limbah yang terdiri atas berbagai macam faktor sangat berpengaruh terhadap kemampuan dari perairan dalam mendaur ulang limbah organik (self purifcation). Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kualitas air Waduk Cirata telah cukup banyak dilakukan (Garno, 1999; Feriningtyas, 2005; Octaviany, 2005, dan Prihadi, 2005) namun belum dikaitkan dengan keberadaan dan daya tampung waduk
terhadap budidaya KJA. Studi daya tampung Waduk Ir. H. Djuanda untuk budidaya ikan dalam KJA dilakukan oleh Kartamiharja et a1.,1999). Jumlah KJA yang melampaui kemampuan daya d&mg dan menyebabakan eutrofikasi menjadi isu utama dalam hubungannya dengan dampak lingkungan dari suatu kegiatan budidaya di KJA. Untuk ha1 tersebut maka penting untuk melakukan penelitian tentang tingkat kesuburan dan daya dukung &bat dari aktivitas budidaya perikanan dengan sistem KJA. 1.3.
Kerangka Pemikiran Terdapat tiga masukan atau input utama yang akan menentukan kualitas air waduk,
yaitu eksternal, hidromorfologi waduk, dan internal. Berbagai variabel dalam ketiga input tersebut akan mengalami proses dan interaksi, yang akhimya akan menghasilkan output berupa status/ kualitas air di Waduk Cirata. Kualitas perairan waduk ini pada akhimya akan menentukan daya dukung Waduk Cirata untuk budidaya KJA. Kerangka peinikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan masukan internal dari dalam waduk dapat berasal dari budidaya KJA dan sisa metabolisme. Adapun masukan ekstemal yaitu masukan dari outlet Waduk Sapling, dan masukan dari kegiatan rumah tangga, pertanian, pariwisata, dan lain-lain yang terdapat di sekitar waduk. Tingginya masukan unsur hara ke dalam perairan waduk yang berasal
dari kegiatan-kegiatan di dalam maupun di luar waduk dapat menyebabkan terjadinya peledakan pertumbuhan fitoplankton yang didominasi oleh blue green algae seperti Microcystis yang mengeluarkan lendir. Pola hidrologi pada Waduk Cirata ditentukan oleh m u s h yaitu pada musim kemarau dan m u s h penghujan. Sifat hidrologi perairan yang tergantung pada musim kemarau dan penghujan serta pengelolaan muka air oleh pengelola harus dipertimbangkan dalam Mender kegiatan budidaya agar bisa diperhitungkan dampaknya terhadap kinerja budidaya atau sebaliknya dampak pembebanan hara dari kegiatan budidaya terhadap lingkungan perairan. Persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan ikan harus sesuai dengan baku mutu air yang telah ditentukan, sehingga ikan dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Perkembangan KJA di waduk Cirata terbilang sangat cepat. Menurut hasil analisa limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata berdasarkan kaedah Yap (2003) dalam Prihadi
(2005) adalah limbah pakan yang berada di dasar perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton
Wad& Cirata
T
Ekstemal
1
u Proses
I
Kualitas air inlet aliran dari W. Saguling * Rumah tangga * Petemakan * Pertanian * Perkehunan
Gambar 1.
Hidro morfologi wad&
1
Flushing rate 0 Permukaan air/volume * Inflow 0 Outflow * Luas
Bagan alir kerangka pemikirh penelitian
1 Intemal Budidaya KJA limbah rumah ~~%%a
1 Pakan: FCR, kandungan N & P, produksi
Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekeja untuk mensucikan dari limbah organik tersebut. Dengan meningkatnya pencemaran air, dan meningkatnya sedimentasi diperkirakan akan mempunyai dampak terhadap h g s i waduk. Dampak yang paling dirasakan oleh para petani sekitar waduk adalah kematian ikan yang mencapai ribuan ton yang sementara ini diduga dari proses up welling (ants balik) yang terjadi saat kotoran yang ada di dasar waduk naik karena terbawa oleh ants ke perrnukaan. Akibatnya, ikan yang berada di dalam KJA menjadi kekurangan oksigen, keracunan, akhimya mati. Dampak lain dari kegiatan budidaya KJA secara intensif dapat merubah tingkat trofik perairan waduk (eutrofikasi) akibat bertambahnya bahan organik atau hara yang masuk masuk ke perairan yang berasal dari partikel dan nutrien terlarut yang dihasilkan dari ekskresi hewan (ikan), hasil metabolisme ikan dan pakan yang tidak dimakan. Sisa pakan dan feses yang terbuang dalam badan air merupakan sumber potensi bahan organik N dan P.
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui Status Trofik perairan Waduk Cirata:
2. Menentukan limbah organik (P) sebagai indikator pencemaran organik dengan melihat daya dukung budidaya KJA. Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Ilmiah. Secara umum penelitian ini memberikan manfaat kepada ilmu lingkungan, dalam merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengelolaan Waduk Cirata yang bemawasan lingkungan;. 2. Manfaat Praktis. Manfaat yang dapat diberikan oleh penelitian ini kepada
pembangunan adalah memberikan landasan dalam pengelolaan Waduk Cirata bagi pengelola waduk pada masa kini dan masa masa yang akan datang.