PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Mesin pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma
Disusun oleh: VINSENSIUS TIARA PUTRA NIM. 125214005
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Disusun oleh: Vinsensius Tiara Putra NIM: 125214005
Telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi:
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
A. Prasetyadi, S.Si., M.Si.
Stefan Mardikus, S.T., M.T.
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Vinsensius Tiara Putra NIM: 125214005 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 25 Juli 2016
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji
: RB. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Si.
.........................
Sekertaris Penguji
: D. Doddy Purwadianto, S.T., M.T.
.........................
Anggota I
: A. Prasetyadi, S.Si., M.Si.
.........................
Anggota II
: Stefan Mardikus, S.T., M.T.
.........................
Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
Yogyakarta, 25 Juli 2016 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Sudi Mungkasi, Ph.D.
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
VINSENSIUS TIARA PUTRA NIM. 125214005
Fin tube heat exchanger (FTHE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan kalor. Performa FTHE perlu ditingkatkan karena kecilnya harga perpindahan kalor pada air side. Kecilnya harga perpindahan kalor disebabkan oleh adanya udara yang terjebak di dalam FTHE karena terjadinya wake di belakang setiap tube. Wake dapat dikurangi dengan menggunakan vortex generator. Vortex generator juga berfungsi sebagai perluasan permukaan perpindahan kalor sekaligus memicu terbentuknya longitudinal vortices yang berguna meningkatkan pencampuran udara di dalam FTHE. Pada penelitian ini digunakan metode simulasi 3D untuk mengetahui pengaruh penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada plain FTHE. Simulasi dilakukan menggunakan variasi bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800 dan 900. Vortex generator memiliki tebal sama dengan tebal fin, attack angle 15° dan diposisikan sejajar dengan tube. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan harga perpindahan kalor tertinggi sebesar 75% didapatkan dengan menggunakan RWPs. Nilai pressure drop terendah sebesar 48% didapatkan pada penggunaan DWPs. Performa CWPs dan TWPs berada di antara RWPs dan DWPs. Performa TWPs dapat dikatakan lebih baik daripada CWPs karena memiliki nilai pressure drop yang lebih rendah, yaitu 74% - 77% pada TWPs dan 93% - 99% pada CWPs. Kata kunci: vortex generator, wake, longitudinal vortices dan simulasi 3D.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT INVESTIGATION OF VORTEX GENERATORS FLUID FLOW ON HEAT TRASNFER PERFORMANCE USING 3D SIMULATION
VINSENSIUS TIARA PUTRA SN. 125214005
Fin tube heat exchanger (FTHE) is a device that can be used to transfer heat. Performance of the plain FTHE need to be increased because of the low heat transfer coefficient on the air side. Low heat transfer coefficient is caused by trapped air inside the FTHE. Air could be trapped inside the FTHE because wakes are formed in every downstream of the tube. Wakes could be decreased by using vortex generators. Vortex generators also used to enlarge the heat transfer surface area and form longitudinal vortices that can increase the air mixing inside the FTHE. In this research, 3D simulation method was performed to investigate the effect of applying RWPs, DWPs, CWPs and TWPs vortex generators in plain FTHE. Variation of the Reynolds number of 500, 600, 700, 800 and 900 was used in the simulation. The vortex generators angle of attack is 15°, the thicknes is as same as the fin thicknes and it is located beside every tube. The result of this research shows that RWPs give the highest heat transfer coefficient, about 75% better then plain FTHE. The lower pressure drop about 48% above plain FTHE was achieved by using DWPs. The performance of CWPs and TWPs took place between RWPs and DWPs. TWPs performance was better than CWPs because of the lower increase of the pressure drop, which is 74% 77% for TWPs and 93% - 99% for CWPs. Keywords: vortex generators, wake, longitudinal vortices and 3D simulation.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi ini adalah karya ilmiah yang belum pernah diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi manapun. Beberapa karya ilmiah yang digunakan sebagai referensi pendukung penulisan Skripsi ini telah dituliskan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Vinsensius Tiara Putra
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
: Vinsensius Tiara Putra
NIM
: 125214005
Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya namun memberikan royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Vinsensius Tiara Putra
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
To my family and my friends
For The Glory of The LORD
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan perkenananNya yang dianugrahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang merupakan tahap akhir dari proses memperoleh gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin Univesitas Sanata Dharma. Keberhasilan penulis dalam menjalani studi tidak lepas dari orang – orang yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dengan segenap hati secara moral maupun material. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terimakasih kepada: 1. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ir. PK. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin. 3. A. Prasetyadi, M.Si. selaku dosen pembimbing utama sekaligus dosen pembimbing akademik dari penulis, yang telah membimbing penulis sejak pertama masuk kuliah di Universitas Sanata Dharma. 4. Stefan Mardikus, M.T., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan segenap hati. 5. Papa Iman, mama Iin dan nonik Nasya selaku keluarga terkasih dari penulis yang telah memberikan dukungan yang sangat luar biasa kepada penulis. 6. Teman – teman mahasiswa S1, kursus EEC dan teman – teman gereja yang telah memberi dukungan semangat, sharing pengalaman hidup dan menjadi saluran berkat dari Tuhan kepada penulis. Penulis menyadari dalam Skripsi ini terdapat kekurangan dan keterbatasan. Penulis berharap Skripsi ini dapat menjadi karya tulis yang bermanfaat sekaligus menjadi berkat bagi pembaca.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
ABSTRAK .......................................................................................................
iv
ABSTRACT .......................................................................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
viii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...................................................
xx
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1
Latar Belakang..........................................................................
1
1.2
Tujuan Penelitian ......................................................................
4
1.3
Rumusan Masalah ....................................................................
5
1.4
Batasan Masalah .......................................................................
5
1.5
Manfaat Penelitian ....................................................................
5
1.6
Originalitas Penelitian ..............................................................
6
BAB II DASAR TEORI .................................................................................
7
2.1
Heat Exchanger ........................................................................
7
2.2
Vortex Generator ......................................................................
8
2.3
Klasifikasi Aliran......................................................................
12
2.3.1 Aliran Viscous dan Inviscid ..........................................
13
2.4
Fully Developed Flow ..............................................................
14
2.5
Aliran Laminar dan Turbulen ...................................................
17
2.6
Aliran Internal dan Eksternal....................................................
17
2.7
Performa Heat Exchanger ........................................................
19
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.8
2.7.1 Bilangan Reynolds ........................................................
19
2.7.2 Fanning Friction Factor dan Pressure Drop ................
20
2.7.3 Koefisien Perpindahan Kalor........................................
21
2.7.4 Bilangan Nusselt ...........................................................
21
2.7.5 Colburn Factor .............................................................
22
Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor ..........
23
2.8.1 Kesetimbangan Massa ..................................................
24
2.8.2 Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen Fluida ............................................................................
26
2.8.3 Persamaan Momentum Tiga Dimensi ..........................
29
2.8.4 Persamaan Energi Tiga Dimensi ..................................
32
Metode Solusi Pressure Based .................................................
38
2.9.1 Pressure Based Segregated Algorithm .........................
39
2.9.2 Pressure Based Coupled Algorithm .............................
40
2.10 Metode Solusi Density Based ...................................................
41
2.11 Model Turbulen k-ε ..................................................................
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................
46
2.9
3.1
Diagram Alir Penelitian ............................................................
46
3.2
Diagram Alir Proses Simulasi ..................................................
47
3.3
Variabel Penelitian ...................................................................
48
3.4
Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator ........................
48
3.5
Computational Domain ............................................................
51
3.6
Penggenerasian Mesh ...............................................................
52
3.7
Karakteristik Fluida ..................................................................
54
3.8
Boundary Condition .................................................................
54
3.9
Solution Control .......................................................................
55
3.10 Convergence Criteria ...............................................................
56
BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI .........................................................
58
4.1
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt .........
58
4.2
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop .............
60
4.3
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Colburn Factor ...........
62
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4
4.5
Pengaruh Geometri Vortex Generator terhadap Friction Factor .......................................................................................
63
Kontur Kecepatan Aliran ..........................................................
65
4.5.1 Kontur Kecepatan pada Plain FTHE ............................
65
4.5.2 Kontur Kecepatan pada Penggunaan RWPs .................
67
4.5.3 Kontur Kecepatan pada Penggunaan DWPs.................
69
4.5.4 Kontur Kecepatan pada Penggunaan CWPs .................
71
4.5.5 Kontur Kecepatan pada Penggunaan TWPs .................
73
4.5.6 Perbandingan Kontur Kecepatan pada Variasi Vortex
4.6
Generator Menggunakan Bilangan Reynolds 900 .......
74
Kontur Distribusi Temperatur ..................................................
78
4.6.1 Kontur Distribusi Temperatur pada Plain FTHE .........
78
4.6.2 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan RWPs ............................................................................
79
4.6.3 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan DWPs ............................................................................
81
4.6.4 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan CWPs ............................................................................
83
4.6.5 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan TWPs ............................................................................
85
4.6.6 Perbandingan Kontur Distribusi Temperatur pada Variasi Vortex Generator Menggunakan Bilangan Reynolds 900 ................................................................
87
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
93
LAMPIRAN .....................................................................................................
96
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A
Tabel boundary condition yang digunakan pada simulasi. ......
97
Lampiran B.1 Data bilangan Nusselt dan Colburn factor dari hasil simulasi.
98
Lampiran B.2 Data pressure drop dan friction factor dari hasil simulasi. ......
99
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
(a) Individually fined tube; (b) flat fined tube ..........................
7
Gambar 2.2
Vortex generator jenis wing dan winglet. .................................
9
Gambar 2.3
Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang, 2012. .........................................................................................
Gambar 2.4
Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator. .....................
Gambar 2.5
10
Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator. .....................
Gambar 2.6
10
11
Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan (B) menggunakan vortex generator..........................................
11
Gambar 2.7
Bagan klasifikasi aliran secara umum ......................................
12
Gambar 2.8
Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds rendah .................................
Gambar 2.9
13
Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds tinggi ..................................
13
Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow ..............................
15
Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada fluida yang mengalir melalui sebuah silinder pejal ..................
18
Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida .........................................................
24
Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen fluida .........................................................................................
25
Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) ..............................................
28
Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap permukaan dari satu elemen fluida ...........................................
30
Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x ..............................................
30
Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi ...................................................
33
Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux ...............................................
35
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based segregated algorithm .....................................................
39
Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based coupled algorithm ..........................................................
41
Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode solusi density based ..................................................................
42
Gambar 3.1
Diagram alir penelitian .............................................................
46
Gambar 3.2
Diagram alir simulasi ...............................................................
47
Gambar 3.3
Skema FTHE isometric view ....................................................
48
Gambar 3.4
Skema FTHE top view ..............................................................
49
Gambar 3.5
Skema FTHE front view ...........................................................
49
Gambar 3.6
Skema plain FTHE ...................................................................
50
Gambar 3.7
Skema top view vortex generator .............................................
50
Gambar 3.8
Skema RWPs vortex generator ................................................
50
Gambar 3.9
Skema DWPs vortex generator ................................................
51
Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator ................................................
51
Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator ................................................
51
Gambar 3.12 Computational domain .............................................................
52
Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain.....................
53
Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat................................................
53
Gambar 3.15 Solusi yang telah converged pada kasus plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds 500 .......................... Gambar 4.1
Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap bilangan Nusselt dengan variasi bilangan Reynolds. ...............
Gambar 4.2
Gambar 4.5
60
Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap Colburn factor dengan variasi bilangan Reynolds. ..................
Gambar 4.4
58
Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap pressure drop dengan variasi bilangan Reynolds. ....................
Gambar 4.3
57
62
Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap friction factor dengan variasi bilangan Reynolds. ....................
64
Skala kontur kecepatan aliran pada Plain FTHE. .....................
66
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.6
Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 500.............................
66
Gambar 4.7
Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 600.............................
66
Gambar 4.8
Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 700.............................
66
Gambar 4.9
Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 800.............................
67
Gambar 4.10 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 900.............................
67
Gambar 4.11 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan RWPs...........
68
Gambar 4.12 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 500. ................
68
Gambar 4.13 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 600. ................
68
Gambar 4.14 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 700. ................
68
Gambar 4.15 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 800. ................
68
Gambar 4.16 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900. ................
69
Gambar 4.17 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan DWPs. .........
70
Gambar 4.18 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 500. ................
70
Gambar 4.19 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 600. ................
70
Gambar 4.20 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 700. ................
70
Gambar 4.21 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 800. ................
70
Gambar 4.22 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900. ................
71
Gambar 4.23 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan CWPs...........
71
Gambar 4.24 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 500. ................
72
Gambar 4.25 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 600. ................
72
Gambar 4.26 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 700. ................
72
Gambar 4.27 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 800. ................
72
Gambar 4.28 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900. ................
72
Gambar 4.29 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan TWPs. ..........
73
Gambar 4.30 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 500. ................
73
Gambar 4.31 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 600. ................
74
Gambar 4.32 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 700. ................
74
Gambar 4.33 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 800. ................
74
Gambar 4.34 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900. ................
74
Gambar 4.35 Skala kontur kecepatan aliran. ..................................................
75
Gambar 4.36 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 900.............................
75
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.37 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900. ................
76
Gambar 4.38 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900. ................
76
Gambar 4.39 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900. ................
76
Gambar 4.40 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900. ................
76
Gambar 4.41 Skala kontur temperatur pada plain FTHE. ..............................
78
Gambar 4.42 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 500. ..........
78
Gambar 4.43 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 600. ..........
79
Gambar 4.44 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 700. ..........
79
Gambar 4.45 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 800. ..........
79
Gambar 4.46 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 900. ..........
79
Gambar 4.47 Skala kontur temperatur pada penggunaan RWPs. ..................
80
Gambar 4.48 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 500.
80
Gambar 4.49 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 600.
80
Gambar 4.50 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 700.
81
Gambar 4.51 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 800.
81
Gambar 4.52 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 900.
81
Gambar 4.53 Skala kontur temperatur pada penggunaan DWPs. ..................
82
Gambar 4.54 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 500.
82
Gambar 4.55 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 600.
82
Gambar 4.56 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 700.
83
Gambar 4.57 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 800.
83
Gambar 4.58 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 900.
83
Gambar 4.59 Skala kontur temperatur pada penggunaan CWPs. ..................
84
Gambar 4.60 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 500.
84
Gambar 4.61 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 600.
84
Gambar 4.62 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 700.
84
Gambar 4.63 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 800.
84
Gambar 4.64 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 900.
85
Gambar 4.65 Skala kontur temperatur pada penggunaan TWPs....................
86
Gambar 4.66 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 500.
86
Gambar 4.67 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 600.
86
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.68 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 700.
86
Gambar 4.69 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 800.
87
Gambar 4.70 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 900.
87
Gambar 4.71 Skala kontur temperatur. ..........................................................
87
Gambar 4.72 Kontur temperatur plain FTHE pada Re 900. ..........................
88
Gambar 4.73 Kontur temperatur RWPs vortex generator pada Re 900. .......
88
Gambar 4.74 Kontur temperatur DWPs vortex generator pada Re 900. .......
88
Gambar 4.75 Kontur temperatur CWPs vortex generator pada Re 900. .......
88
Gambar 4.76 Kontur temperatur TWPs vortex generator pada Re 900. ........
88
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan Le pada aliran turbulen ...................
16
Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk .................................................
28
Tabel 3.1 Karakteristik fluida kerja ...............................................................
54
Tabel 3.2 Tipe yang digunakan pada setiap descretization ...........................
55
Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk setiap Residual ................................
56
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan
Kepanjangan
Pemakaian pertama pada halaman
FTHE
Fin Tube Heat Exchanger
1
CWPs
Combine Winglet Pairs
5
RWPs
Rectangular Winglet Pairs
5
TWPs
Trapezoid Winglet Pairs
5
DWPs
Delta Winglet Pairs
5
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lambang
Arti
Satuan
Pemakaian pertama pada halaman
A
Luas
m2
15
cp
Kalor spesifik
J · kg-1 · K-1
23
Dh
Hydraulic diameter
m
19
d
Diameter
m
16
E
Energi
J
33
f
Fanning friction factor
Dimensionless
20
g
Gravitasi
m · s-2
16
h
Koefisien perpindahan kalor
W · m-2 · K-1
21
j
Colburn factor
Dimensionless
22
k
Konduktifitas termal fluida
W · m-1 · K-1
21
L
Panjang atau jarak
m
13
Le
Length Enterance
m
15
Nu
Bilangan nusselt
Dimensionless
21
P
Tekanan
Pa
20
Pr
Bilangan Prandtl
Dimensionless
22
p
Tegangan normal
Pa
30
Q
Debit
m3 · s-1
15
q
Heat flux
W · m-2
21
Re
Bilangan Reynolds
Dimensionless
2
r
Jari – jari
m
15
St
Bilangan Stanton
Dimensionless
22
T
Temperatur
K
21
t
Waktu
s
24
U
Kecepatan fluida
m · s-1
13
u
Kecepatan pada arah x
m · s-1
13
V
Kecepatan
m · s-1
16
v
Kecepatan pada arah y
m · s-1
25
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lambang
Arti
Satuan
Pemakaian pertama pada halaman
w
Kecepatan pada arah z
m · s-1
25
x
Koordinat kartesian
m
15
y
Koordinat kartesian
m
24
z
Koordinat kartesian
m
24
δ
Tebal boundary layer
m
13
ε
Disipasi
J
45
ρ
Densitas
kg · m-3
16
µ
Viskositas dinamik
Pa · s
13
τ
Tegangan viscous
Pa
30
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi
termal atau entalpi antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Penggunaan heat exchanger bertujuan untuk memanaskan, mendinginkan atau mempertahankan temperatur. Beberapa contoh penggunaan heat exchanter adalah pemanas air, sistem pendingin alat elektronik, radiator kendaraan, sistem refrigerasi dan sistem air conditioner. Berdasarkan konstruksinya, heat exchanger dibagi menjadi tubular, plate-type, extended surface dan regenerators heat exchanger [Shah, 2003]. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan dari extended surface heat exchanger yaitu fin and tube heat exchanger (FTHE). Jenis tersebut dipilih karena memiliki performa perpindahan kalor yang tinggi. Hal itu dapat dicapai karena terdapat extended surface atau perluasan permukaan perpindahan kalor yang mampu meningkatkan koefisien perpindahan kalor sebesar dua sampai empat kali lipat [Shah, 2003]. Walaupun memiliki performa perpindahan kalor yang tinggi, dalam pengaplikasiannya masih terdapat beberapa masalah. Contoh masalah yang sering dihadapi adalah keterbatasan ruang atau material untuk melakukan perluasan permukaan perpindahan kalor. Contoh kasus yang lain adalah pada saat menggunakan dua fluida kerja dengan fase yang berbeda, koefisien perpindahan kalor FTHE pada air side, yaitu bagian yang mengalami kontak dengan udara dan biasanya memiliki peranan paling besar, lebih rendah daripada liquid side, yaitu bagian yang mengalami kontak dengan fluida cair. Masalah lain yang dihadapi adalah terbentuknya wake region di setiap bagian belakang tube. Wake region adalah daerah aliran fluida yang terjebak dan terisolasi dari aliran utama karena terjadinya fluid separation, sehingga fluida tidak dapat mengalir keluar dari daerah tersebut. Oleh karena itu wake region dapat
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
mengakibatkan FTHE memiliki performa perpindahan kalor yang rendah. Pada penelitian ini akan diteliti fenomena aliran dan perpindahan kalor pada bagian air side dari sebuah pendingin ruangan. Pendingin ruangan bekerja dengan menyerap kalor pada udara di ruangan tersebut. Untuk meningkatkan proses penyerapan kalor atau harga perpindahan kalor, cara yang terbaik adalah melakukan rekayasa fenomena aliran udara. Tujuan dari rekayasa aliran udara adalah meningkatkan pencampuran udara agar distribusi temperatur menjadi lebih merata. Rekayasa fenomena aliran dapat dilakukan dengan mengubah geometri FTHE. Pada dasarnya fenomena aliran pada FTHE bergantung pada bentuk geometri saluran yang dilewati oleh aliran tersebut [Shah, 2003]. Telah dilakukan penelitian oleh para peneliti sebelumnya dengan mengubah geometri FTHE menggunakan wavy fin, louvered fin, oval tube dan flat tube [He et al., 2012]. Walaupun telah didapatkan peningkatan perpindahan kalor dengan menggunakan beberapa cara tersebut, para peneliti beranggapan performa heat exchanger dapat ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, beberapa peneliti mulai meneliti metode baru untuk meningkatkan harga perpindahan kalor, yaitu dengan menggunakan vortex generator. Salah satu pengembangan terbaru yang dilakukan untuk meningkatkan performa FTHE adalah dengan menggunakan vortex generator. Vortex generator adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk longitudinal vortices atau pusaran – pusaran udara dengan arah parallel terhadap aliran utama [He et al., 2012]. Longitudinal vortices yang terbentuk berguna meningkatkan intensitas pencampuran aliran udara. Dengan intensitas pencampuran udara yang tinggi maka distribusi temperatur menjadi lebih merata. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan vortex generator. Penelitian numerik yang dilakukan oleh Biswas et al., 1994 menunjukkan, dengan menggunakan bilangan Reynolds 500 dan 1000 pada pengaplikasian winglet type longitudinal vortex generator yang ditempatkan di bagian downstream dapat meningkatkan perpindahan kalor pada bagian tersebut sampai dengan 250%. Eksperimen yang dilakukan oleh Gentry dan Jacobi, 1997 menunjukkan terjadi peningkatan perpindahan kalor sebesar 50% sampai dengan 60% dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
menggunakan delta-wing vortex generator pada Re rendah. Chen et al., 1998 menunjukkan delta winglet vortex generator dapat memberikan rasio besarnya heat transfer enhancement terhadap flow loss penalty pada penggunaan satu, dua, dan tiga pasang adalah 1,04; 1,01; dan 0,97. Torii et al., 2002 meneliti konfigurasi common flow up pada FTHE with winglet type vortex generator. Penelitian mereka menunjukkan, konfigurasi tersebut dapat meningkatkan perpindahan kalor serta menurunkan pressure loss pada susunan stagerred maupun in-line FTHE. Tiwari et al., 2002 menunjukkan dalam penelitiannya, dengan menggunakan multiple delta winglets dapat mengurangi ukuran heat exchanger. Tidak jauh berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh O’Brien et al., 2004 dengan menggunakan vortex generator, rata – rata perpindahan kalor dapat meningkat sampai dengan 38%. Dengan melakukan eksperimen dan simulasi 3D turbulence analysis, Leu et al., 2004 menunjukkan block shape vortex generator dapat meningkatkan performa heat exchanger dengan optimal pada span angle 45°. Hal tersebut juga dapat mereduksi ukuran fin sampai dengan 25% pada Re 500. Perhitungan numerik yang dilakukan oleh Hiravennavar et al., 2007 menunjukkan heat transfer enhancement dapat meningkat sampai dengan 33% dengan menggunakan satu buah winglet dan 67% saat menggunakan sepasang winglet. Tian et al., 2009 menunjukka delta winglet vortex generator dengan konfigurasi in-line dapat meningkatkan Colburn factor dan friction factor sebesar 13,1% dan 7,0% sedangkan pada konfigurasi staggered dapat meningkatkan sebesar 15,4% dan 10,5%. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Jordar dan Jacobi, 2004, 2007, 2008 menunjukkan pengaplikasian delta winglet vortex generator menggunakan berbagai konfigurasi dapat meningkatkan performa FTHE dengan siknifikan. Heat transfer enhancement dengan menggunakan delta winglet vortex generator dilakukan oleh Li et al., 2013 pada attack angle 30° menghasilkan heat transfer enhancement yang jauh lebih baik dan pressure drop yang lebih rendah pada Re yang rendah. Penelitian yang dilakukan Saha et al., 2014 menunjukkan secondary flow yang dihasilkan oleh vortex generator dapat meningkatkan percampuran fluida di daerah pusat heat exchanger. Mereka juga menunjukkan dengan performance analysis, didapatkan heat transfer enhancement yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
siknifikan dari penggunaan rectangular winglet pair vortex generator daripada menggunakan delta winglet pair vortex generator. Li et al., 2014 menunjukkan penggunaan radiantly arranged delta winglet vortex generator plain FTHE dengan konfigurasi lima tube memiliki performa yang sama dan pressuse drop yang lebih rendah daripada wavy-fin and tube heat exchanger dengan konfigurasi enam tube. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, masih terdapat beberapa variasi geometri yang belum banyak diteliti. Salah satunya adalah menggabungkan dua bentuk dasar vortex generator yaitu RWPs dan DWPs vortex generator menjadi CWPs vortex generator seperti yang telah diteliti oleh Mardikus dan Putra, 2015. Hasil penelitian mereka menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator dapat menghasilkan pressure drop yang lebih rendah daripada menggunakan RWPs vortex generator sekaligus memiliki heat transfer coefficient yang lebih tinggi daripada menggunakan DWPs vortex generator. Terdapat juga peneliti yang menggabungkan dua bentuk dasar vortex generator tersebut menjadi TWPs vortex generator yang memiliki karakteristik hampir sama dengan CWPs vortex generator. Beberapa peneliti yang telah meneliti TWPs vortex generator adalah Zhou et al., 2012, 2014 dan Lotfi et al., 2014. Karena masih sedikitnya penelitian mengenai CWPs dan TWPs vortex generator maka penelitian ini dilakukan investigasi karakteristik penggunaan CWPs dan TWPs vortex generator. Pada penelitian ini akan digunakan metode computational fluid dynamic untuk mendapatkan analisa pressure drop, bilangan Nusselt, Colburn factor, friction factor, kontur distribusi temperatur dan kontur aliran fluida.
1.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan RWPs,
DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada fin and tube heat exchanger sehingga dapat diketahui karakteristik masing – masing vortex generator. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui karakterisik penggunaan vortex generator pada fin and tube heat exchanger adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
a. Nilai bilangan Nusselt dan Colburn factor b. Nilai pressure drop c. Nilai friction factor d. Kontur kecepatan e. Kontur temperatur
1.3
Rumusan Masalah Performa perpindahan kalor FTHE pada bagian air-side memiliki nilai
yang lebih rendah daripada bagian liquid-side. Selain itu, terbentuknya wake region pada setiap bagian belakang dari tube membuat FTHE memiliki performa perpindahan kalor yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan rekayasa fenomena aliran menggunakan vortex generator untuk meningkatkan performa perpindahan kalor pada bagian air-side dari FTHE sekaligus mengurangi ukuran wake region.
1.4
Batasan Masalah Dari latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka pada penelitian
ini ditentukan batasan masalah sebagai berikut: a. Simulasi dilakukan pada aliran steady. b. Jennis aliran yang digunakan adalah aliran laminar. c. Analisa dilakukan pada satu baris geometri in-line FTHE. d. Digunakan vortex generator jenis RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs. e. Fluida yang digunakan adalah udara bebas. f. Model turbulen yang digunakan adalah k-ε.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai penggunaan vortex generator pada FTHE. Beberapa manfaat yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan dituliskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai literature pertimbangan pembuatan heat exchanger. b. Hasil penelitian dapat menunjukkan karakteristik masing – masing penggunaan vortex generator pada FTHE. c. Hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vortex generator.
1.6
Originalitas Penelitian Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Zhou et al., 2012 dan
Mardikus dan Putra, 2015, maka penelitian ini dilakukan berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan karakteristik CWPs dan TWPs vortex generator serta digunakan DWPs dan RWPs sebagai acuan awalnya. Pengambilan data dilakukan pada aliran laminar dengan bilangan Reynold 500, 600, 700, 800 dan 900. Vortex generator diaplikasikan sejajar dengan tube dengan attack angle 30° terhadap arah aliran udara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II DASAR TEORI
2.1
Heat Exchanger Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi
termal (entalpi) antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Pada dasarnya HE digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida dan melakukan proses evaporasi atau kondensasi dari satu aliran fluida atau lebih. Penggunaan yang lain adalah untuk menyimpan atau membuang kalor, sterilisasi, pasteurisasi, fraksinasi, destilasi, pembuatan konsentrat, kristalisasi dan melakukan kontrol pada suatu proses fluida. Proses perpindahan kalor pada kebanyakan HE terjadi secara indirect contact. Perpindahan panas terjadi melalui dinding pemisah dan idealnya tidak terjadi pencampuran fluida sedikitpun. Beberapa contoh HE yang sering digunakan adalah shell-and-tube eexchanger, radioator kendaraan, kondensor, evaporator, pemanas air dan cooling tower.
(a) (b) Gambar 2.1 (a) Individually fined tube; (b) flat fined tube [Shah, 2003].
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
Berdasarkan konstruksinya HE dibagi menjadi tubular, plate-type, extended surface dan regenerative. Dari keempat jenis tersebut, extended surface HE memiliki performa yang paling tinggi. Extended surface adalah penambahan permukaan perpindahan kalor (fins) sebanyak 5 sampai 12 kali permukaan utama tergantung pada designnya. Design extended surface HE yang paling sering digunakan adalah fin and tube heat exchanger. Berdasarkan jenis sirip yang digunakan, dapat dilihat pada Gambar 2.1, FTHE dibagi menjadi dua jenis, yaitu individually fined tube dan flat fined tube. Pembuatan individually fined tube biasanya lebih rumit daripada pembuatan flat fined tube, oleh karena itu sering kali pembuatan flat finned tube membutuhkan biaya produksi yang relative lebih rendah. Pada FTHE biasanya perpindahan kalor terjadi antara dua fluida melalui proses konduksi melalui tube dan fin. Pada dasarnya kerapatan fin bermacam – macam mulai dari 250 sampai dengan 800 fins per meter, ketebalannya mulai dari 0,08 sampai dengan 0,25 mm dan jarak aliran mulai dari 25 sampai dengan 250 mm. FTHE digunakan saat salah satu aliran fluida memiliki tekanan yang lebih tinggi atau pada salah satu fluida memiliki koefisien perpindahan kalor yang lebih tinggi. Oleh karena itu, FTHE banyak digunakan sebagai kondensor pada pembangkit listrik, air-cooled exchanger pada kegiatan industry, pendingin oli pada propulsive power plant dan kondensor dan evaporator pada air conditioning dan refrigeration system.
2.2
Vortex Generator Vortex generator adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk
vortices dengan arah parallel terhadap aliran utama. Vortices terbentuk karena adanya strong swirling dari secondary flow, yang diakibatkan oleh flow separation dan gesekan pada fluida. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi flow separation dan gesekan adalah adanya pengurangan tebal boundary layer, aliran yang tidak stabil dan peningkatan gradien temperature di sekitar permukaan perpindahan kalor [He et al, 2012]. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan beberapa jenis vortex generator yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Gambar 2.2 Vortex generator jenis wing dan winglet [He dan Zhang, 2012].
Pada penelitian ini vortex generator dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis wing dan jenis winglet. Jenis wing adalah vortex generator yang diposisikan tegak lurus dengan arah aliran, sedangkan jenis winglet adalah vortex generator yang diposisikan dengan sudut tertentu pada garis yang sejajar dengan arah aliran. Belum ada klasifikasi yang benar – benar jelas mengenai jenis – jenis vortex generator. Masih banyak penelitian dilakukan untuk semakin mendalami karakteristik masing – masing vortex generator. Biasanya pada penelitian – penelitian sebelumnya, vortex genenerator digolongkan berdasarkan nama, kemiripan bentuk geometri dan kemiripan karakteristik kerjanya. Pada bagian ini hanya dibahas mengenai vortex generator jenis winglet karena penelitian ini hanya dilakukan pada lingkup vortex generator jenis winglet. Penggunaan vortex generator dapat memicu terbentuknya vortex dan secondary flow. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan, vortex dan secondary flow terbentuk karena perbedaan tekanan antara fluida sebelum melewati delta winglet dan setelah fluida melewati delta winglet. Vortex dapat menngintervensi aliran fluida dan mengurangi tebal boundary layer. Gambar 2.4 menunjukkan vector kecepatan pada penampang tanpa dan dengan vortex generator. Terlihat jelas terjadi resirkulasi aliran yang luas di belakang tube yang berdampak pada menurunnya performa perpindahan kalor. Dengan menggunakan vortex generator, terdapat ruang seperti nozzle antara tube dan vortex generator. Kecepatan fluida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
meningkat pada daerah tersebut dan menunda terjadinya separasi aliran. Dengan begitu ukuran daerah wake dan drag yang terbentuk semakin berkurang. Dapat dikatakan, penggunaan vortex generator tidak hanya memicu terbentuknya longitudinal vortex tetapi juga memicu terbentuknya nozzle-like acceleration zone yang dapat mengurangi ukuran wake di belakang tube.
Gambar 2.3 Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang, 2012.
Gambar 2.4 Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
Gambar 2.5 menunjukkan distribusi temperatur yang simetri pada plain fin dan asimetri pada penggunaan vortex generator. Bentuk asimetri diakibatkan oleh terbentuknya swirling flow yang dapat merubah distribusi temperature pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
fluida. Terjadi peningkatan gradien temperatur pada penggunaan vortex generator dan menghasilkan temperatur outlet yang lebih tinggi daripada plain fin. Dapat dikatakan terjadi peningkatan perbedaan temperature antara inlet dan outlet. Dengan begitu nilai perpindahan kalor yang terjadi pada penggunaan vortex generator lebih tinggi daripada plain fin.
Gambar 2.5 Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
Gambar 2.6 Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan (B) menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Gambar 2.6 menunjukkan distribusi temperature pada permukaan fin. Gradien temperatur di belakang tube pada penggunaan vortex generator lebih tinggi daripada plain fin. Pada lokasi yang sama, temperatur lokal dengan penggunaan vortex generator lebih rendah daripada plain fin. Temperatur rata – rata fin juga lebih rendah karena penggunaan vortex generator. Dapat disimpulkan, penggunaan vortex generator dapat meningkatkan besarnya perpindahan kalor dan koefisien perpindahan kalor yang berdampak pada meningkatnya performa perpindahan kalor.
2.3
Klasifikasi Aliran Dalam analisa aliran fluida, densitas merupakan poin yang terpenting
untuk diperhitungkan dan fluida diasumsikan sebagai partikel yang terus bergerak terhadap ruang dan waktu. Dengan begitu fluida dapat dikatakan sebagai continuum, yaitu asumsi bahwa terdapat jarak antar molekul yang sangat jauh jika dibandingkan dengan ukuran molekulnya tetapi tidak akan mempengaruhi sifat molekulnya secara signifikan [Atkins, 2013]. Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Aliran Fluida
Inviscid
Viscous
Turbulent
Laminar
Internal
External
Compressible
Incompressible
Gambar 2.7 Bagan klasifikasi aliran secara umum [White, 2003].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
2.3.1
Aliran Viscous dan Inviscid Pada dasarnya setiap fluida memiliki viskositas tertentu, tetapi utnuk
beberapa kasus, viskositas fluida dapat diabaikan. Aliran yang diperhitungkan dengan mengabaikan viskositasnya 0 adalah aliran non-viskos. Untuk aliran dengan viskositas yang diperhitungkan disebut aliran viskos. Viskositas sendiri adalah nilai besarnya resistensi fluida trhadap aliran [White, 2011]. Viskositas menentukan besarnya regangan yang terjadi pada fluida akibat tegangan geser yang diterima.
Gambar 2.8 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds rendah [White,2011].
Gambar 2.9 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds tinggi [White, 2011].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Dari Gambar 2.8 dan 2.9 berlaku: 5.0 12 Re x x 0.16 Re1x 7
laminar
10 3 Re x 10 6
turbulen
10 Re x
(2.1) 6
Untuk memperhitungkan pengaruh viskos fluida dapat digunakan analisa lapisan batas atau biasa disebut boundary layer analysis. Pada Gambar 2.8, aliran
U bergerak parallel menuju plate sepanjang L . Jika bilangan Reynolds sebesar UL v termasuk dalam bilangan Reynold rendah, maka daerah viskos menjadi
sangat luas sampai pada ujung belakang plate. Plate mengurangi laju aliran dengan siknifikan dan perubahan kecil pada parameter aliran menyebabkan perubahan yang besar pada distribusi tekanan yang diterima plate. Tidak terdapat teori sederhana untuk analisa aliran eksternal pada bilangan Reynolds 1 sampai 1000. Untuk mempelajari fenomena pergeseran lapisan aliran yang tebal dilakukan melalui eksperimen atau pemodelan numerik dari aliran fluida menggunakan computer. Pada aliran dengan bilangan Reynolds tinggi, lapisan viskos laminar maupun turbulen menjadi sangat tipis, lebih tipis dari yang digambarkan pada Gambar 2.9. Tebal lapisan batas sebagai daerah dengan kecepatan u parallel terhadap plate mencapai 99 persen dari seluruh kecepatan aliran fluida U .
2.4
Fully Developed Flow Pengaruh viskos pada aliran fluida akan semakin meningkat secara
perlahan – lahan sampai seluruh aliran menjadi aliran viskos atau bisa disebut fully developed flow. Pada awalnya aliran inviscid mengalir melalui entrance region. Pada entrance region terjadi peningkatan viscous boundary layer, berakibat menghambat aliran aksial u yang bergesekan dengan dinding dan berdampak pada meningkatnya kecepatan aliran pada bagian center-core aliran sesuai dengan syarat kontinuitas incompressible.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Q u dA const
(2.2)
Setelah melalui entrance region aliran menjadi fully developed flow. Dapat dilihat pada Gambar 2.4.1, pada daerah aliran tersebut kecepatan aksial berubah sampai pada x Le tidak berubah terhadap x dan u u r . Pada bagian x Le kecepatan menjadi konstan, tegangan geser pada dinding menjadi konstan
dan pressure drop menjadi linear terhadap x .
Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow [White, 2011].
Dimensional analysis menunjukkan bilangan Reynold adalah satu – satunya parameter yang mempengaruhi panjangnya Le . Jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Le f d ,V , ,
maka,
dengan
V
Q A
(2.3)
Le Vd g Re g d
(2.4)
Untuk aliran laminar, korelasi yang dapat diterima adalah
Le 0.06 Re d
laminar
(2.5)
Entrance length maksimal untuk aliran laminar pada Re d ,crit 2300 adalah Le 138d .
Pada aliran turbulen, boundary layer terbentuk dengan lebih cepat dan Le relatif lebih pendek, tergantung pada kekasaran permukaan dindingnya
Le 04.4 Re1d 6 d
turbulen
(2.6)
Beberapa perhitungan Le pada aliran turbulen adalah sebagai berikut
Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan Le pada aliran turbulen Re d
4000
104
105
106
107
108
Le d
18
20
30
44
65
95
Jika Le sampai dengan 44 kali diameter maka dapat menjadi terlalu panjang, tetapi pada pengaplikasiannya besarnya Le d dapat mencapai 1000 bahkan lebih. Untuk beberapa kasus, pengaruh entrance dapat diabaikan dan analisa yang lebih sederhana dapat diaplikasikan untuk fully developed flow. Hal tersebut dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
diaplikasikan pada aliran laminar maupun turbulen, termasuk dinding yang kasar dan penampang yang tidak circular.
2.5
Aliran Laminar dan Turbulen Bentuk aliran fluida dapat berubah sesuai dengan parameter yang
mempengaruhinya. Aliran yang halus dan teratur disebut aliran laminar, sedangkan saat aliran berfluktuasi disebut aliran turbulen. Kondisi aliran saat mulai berubah dari laminar ke turbulen atau sebaliknya disebut aliran transisi. Perubahan aliran terjadi dikarenakan beberapa faktor, misalnya kekasaran dinding atau fluktuasi pada bagian inlet. Aliran dengan bilangan Reynolds rendah adalah aliran yang halus dan laminar, dengan bagian tengah aliran bergerak lebih cepat dan lebih lambat pada bagian dinding. Aliran dengan bilangan Reynolds tinggi adalah aliran turbulen yang tidak steady dan acak, tetapi pada saat aliran turbulen telah membentuk pola tertentu maka dapat dikatakan steady dan dapat diprediksi. Parameter utama yang mempengaruhi bentuk aliran adalah bilangan Reynolds. Jika Re UL v , dengan U adalah kecepatan rata – rata aliran dan L adalah lebar aliran atau transverse thicness dari shear layer, maka range bilangan Reynolds dapat digolongkan sebagai berikut:
2.6
: laminar highly viscous “creeping” motion
0
< Re < 1
1
< Re < 100 : laminar, strong Re dependence
100 < Re < 103
: laminar, teori boundary layer dapat digunakan
103
< Re < 104
: tansisi menuju turbulen
104
< Re < 106
: turbulen, moderate Re dependence
106
< Re < ∞
: turbulen, slight Re dependence
Aliran Internal dan Eksternal Aliran laminar dan turbulen dapat terjadi pada aliran internal maupun
eksternal. Aliran internal adalah aliran yang dibatasi oleh dinding dan memiliki pengaruh viscous yang dapat terus meningkat sampai mempengaruhi seluruh aliran. Pada bagian 2.4 telah dibahas lebih lengkap mengenai aliran internal dan pada bagian 2.3 telah sedikit dibahas mengenai aliran eksternal. Aliran eksternal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
adalah aliran yang tidak terbatas oleh dinding apapun, ruang lingkupnya dapat terus bertambah tanpa batasan peningkatan tebal viscous layer. Walaupun teori boundary layer dapat membantu dalam melakukan perhitungan aliran eksternal, tetapi untuk beberapa kasus dengan geometri yang kompleks dibutuhkan data eksperimental dari gaya dan momentum yang disebabkan oleh aliran tersebut. Aliran eksternal sering ditemui pada bidang aerodinamika, hidrodinamika, transportasi, wind engineering dan ocean engineering.
Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada fluida yang mengalir melalui sebuah silinder pejal [White, 2011].
Pada Gambar 2.11, walaupun menggunakan bilangan Reynold tinggi masih terdapat ketidaksesuaian pada konsep viscous-inviscid yang telah dibahas. Prediksi aliran ideal dengan skema pada Gambar 2.11 (a), jika menggunakan bilangan Reynolds tinggi maka terdapat boundary layer yang tipis di sekitar silinder dan terdapat boundary layer yang sempit di bagian belakang. Setelah dilakukan eksperimen, didapatkan skema aliran yang sebenarnya yaitu sesuai dengan Gambar 2.11 (b), yang menunjukkan terbentuknya boundary layer tipis di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
bagian depan sampai dengan bagian samping silinder. Pressure drop terjadi selama aliran melewati permukaan silinder, tetapi di bagian belakang, boundary layer mengalami peningkatan tekanan yang berakibat terpecahnya aliran dan memicu terbentuknya wake. Aliran utama mengalami defleksi karena adanya wake, maka dari itu aliran eksternal berbeda dari prediksi menggunakan teori inviscid [White, 2011].
2.7
Performa Heat Exchanger Untuk melakukan analisa performa heat exchanger diperlukan beberapa
parameter yang merepresentasikan karakteristiknya. Analisa aliran fluida pada heat exchanger dilakukan menggunakan parameter bilangan Reynolds, pressure drop dan friction factor, sedangkan analisa perpindahan kalor dilakukan menggunakan parameter harga perpindahan kalor, bilangan Nusselt dan Colburn factor.
2.7.1
Bilangan Reynolds Bilangan Reynolds adalah bilangan tak berdimensi yang menjadi
parameter utama pada perhitungan karakteristik viscous seluruh fluida newtonian. Bilangan Reynolds menyatakan rasio gaya inersia terhada gaya viscous pada fluida yang dapat dituliskan:
Re
u m Dh
(2.7)
dengan adalah massa jenis fluida dalam kg/m3, u m adalah kecepatan rata – rata fluida dalam m/s, Dh adalah hydraulic diameter dalam meter dan adalah viskositas dinamis fluida dalam Pa·s. Pada bilangan Reynolds tinggi, gaya inersia relatif lebih besar dari gaya viscous, oleh karena itu, gaya viscous tidak dapat menahan fluktuasi yang terjadi secara cepat dan acak, yang disebabkan oleh besarnya gaya inersia, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
terbentuklah aliran turbulen. Pada bilangan Reynolds rendah, gaya viscous lebih besar daripada gaya inersia, dengan begitu gaya inersia tidak dapat memicu terjadinya fluktuasi karena tertahan oleh adanya gaya viscous yang lebih besar dan terbentuklah aliran laminar. Bilangan Reynolds pada saat aliran berubah menjadi turbulen disebut bilangan Reynolds kritis. Nilai bilangan Reynolds kritis berbeda – beda sesuai dengan geometrinya. Pada dasarnya nilai bilangan Reynolds kritis dapat berubah sesuai dengan tingkat turbulensi pada bagian free stream.
2.7.2
Fanning friction factor dan pressure drop Fanning friction factor adalah rasio tegangan geser pada dinding
terhadap energi kinetik aliran fluida per satuan volume. Fanning friction factor merepresentasikan gesekan pada permukaan dinding, bersangkutan dengan perpindahan kalor konveksi yang terjadi pada suatu permukaan. Friction factor berbanding terbalik dengan bilangan Reynolds pada fully developed flow [Shah, 2003]. Fanning friction factor dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
f
P Vm2 AT 2 Amin
(2.8)
Notasi P adalah pressure drop dalam satuan pascal, besarnya pressure drop yang terjadi dihitung berdasarkan selisih tekanan inlet dengan tekanan outlet atau dapat dituliskan: P Pinlet Poutlet
(2.9)
Notasi adalah densitas fluida dalam satuan kg/m3, Vm adalah kecepatan rata – rata pada bagian inlet dalam satuan m/s, AT adalah luas permukaan perpindahan kalor dalam satuan m2 dan Amin adalah luas penampang pada bagian inlet dalam satuan m2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
2.7.3
Koefisien perpindahan kalor Koefisien perpindahan kalor menyatakan besarnya kalor yang dapat
diterima fluida atau convective heat flux (q”) per satuan perbedaan temperatur antara temperatur wall dan temperature fluida (Tw – Tm). Besarnya koefisien perpindahan kalor dapat dituliskan sebagai berikut:
h
q (Tw Tm )
(2.10)
dengan q dalam satuan W m 2 dan Tw Tm dalam satuan kelvin. Fenomena perpindahan kalor dan aliran yang kompleks untuk suatu permukaan yang mengalami perpindahan kalor mengacu pada harga h, maka dari itu besarnya harga koefisien perpindahan kalor akan dipengaruhi oleh berbagai variabel atau kondisi kerjanya. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi harga h adalah fase fluida (single-phase, multiphase, kondensasi, evaporasi), bentuk aliran (laminar, transisi, turbulent), geometri aliran fluida, karakteristik fluida (jenis fluida yang digunakan), flow and thermal boundary condition, tipe konfeksi (free atau forced), heat transfer rate, perbedaan temperature wall pada luasan penampang aliran tertentu, viscous dissipation, dan parameter atau variable yang lain sesuai dengan jenis alirannya.
2.7.4
Bilangan Nusselt Bilangan Nusselt adalah rasio harga perpindahan kalor konveksi (h)
dengan harga konduksi termal suatu molekul pada hydraulic diameter tertentu (k/Dh). Persamaan bilangan Nusselt dapat dituliskan sebagai berikut:
Nu
h k Dh
(2.11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W m 2 K , k adalah konduktivitas termal fluida dalam W m K dan Dh adalah hydraulic diameter dalam meter. Pada aliran laminar, thermal boundary condition dan geometri aliran fluida sangat berpengaruh terhadap besarnya bilangan Nusselt, tetapi parameter tersebut hanya memberi pengaruh kecil pada aliran turbulen. Bilangan nusselt memiliki nilai yang konstan pada fully developed laminar flow. Pada fully developed turbulent flow, bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Dengan memperhitungkan thermal boundary condition, geometri aliran dan jenis aliran, besarnya bilangan Nusselt juga dapat dipengaruhi oleh fase fluida, sifat fisis fluida dan tipe konveksinya.
2.7.5
Colburn factor Colburn factor adalah modifikasi dari bilangan Stanton
yang
dipergunakan untuk memperhitungkan bilangan Prandtl pada fluida. Berbeda dengan bilangan Stanton yang bergantung pada besarnya bilangan Prandtl fluida, Colburn factor j bersifat lebih independen untuk fluida dengan 0,5 Pr 10 untuk aliran laminar dan turbulen. Hasil data j vs Re dari perhitungan heat exchanger yang menggunakan udara dapat digunakan untuk memperhitungkan heat exchanger yang menggunakan air pada beberapa kasus tertentu. Colburn factor dapat didefinisikan sebagai berikut: j St Pr 2 3
(2.12)
dengan St adalah bilangan Stanton tak berdimensi dan Pr adalah bilangan Prandtl tak berdimensi. Bilangan Stanton merepresentasikan koefisien perpindahan kalor dengan nilai yang tidak berdimensi. Bilangan Stanton didefinisikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
St
h V m c p
(2.13)
dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W m 2 K , adalah densitas fluida dalam satuan kg/m3, Vm adalah kecepatan rata – rata pada bagian inlet dalam satuan m/s dan c p adalah kalor spesifik dalam J kg K . Bilangan Stanton juga dapat dikatakan sebagai rasio perpindahan kalor konveksi terhadap perubahan entalpi pada fluida kerja. Bilangan Prandtl menyatakan rasio difusivitas momentum terhadap difusivitas termal fluida. Bilangan Prandtl dapat dituliskan sebagai berikut:
Pr
c p k
(2.14)
dengan adalah viskositas dinamis fluida dalam Pa s , c p adalah kalor spesifik dalam J kg K dan k adalah konduktivitas termal fluida dalam W m K .
2.8
Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor Persamaan aliran fluida merepresentasikan pernyataan matematika dari
hukum kesetimbangan. Massa fluida adalah tetap, besarnya perubahan momentum sama dengan jumlah total gaya pada partikel fluida (hukum ke dua Newton) dan perubahan energi sama dengan jumlah total kalor yang ditambahkan dan kerja yang dilakukan oleh partikel fluida (hukum pertama termodinamika). Fluida akan dianggap sebagai satu kesatuan atau satu rangkaian. Pada analisa aliran fluida secara makroskopis (≥ 1 µm), struktur molekul fluida dapat diabaikan [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Karakteristik fluida secara makroskopis dapat ditentukan melalui kecepatan, tekanan, densitas dan temperature, dan turunan ruang dan waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Suatu elemen fluida dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Karena ukuran elemen fluida sangat kecil maka karakteristik fluida pada permukaannya dapat di perhitungkan dengan cukup akurat. Misalnya saja tekanan pada permukaan E dan W, yang jaraknya 1/2δx dari pusat elemen dapat dituliskan dengan p
2.8.1
p 1 p 1 x dan p x . x 2 x 2
Kesetimbangan Massa Langkah pertama dalam menderivasikan persamaan kesetimbangan
massa adalah menuliskan kesetimbangan massa fluida, yaitu meningkatnya massa elemen fluida sama dengan neto aliran massa ke elemen fluida. Besarnya peningkatan massa elemen fluida adalah
( xyz ) xyz t t
(2.15)
Selanjutnya perlu dituliskan laju aliran massa yang melewati permukaan elemen fluida yaitu produk dari komponen densitas, luasan dan kecepatan tegak lurus dengan permukaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Dari Gambar 2.13 dapat dituliskan aliran massa yang melalui satu elemen fluida adalah sebagai berikut:
u 1 u 1 x yz u x yz u x 2 x 2
v 1 v 1 v y xz v y xz y 2 y 2 w 1 w 1 w z xy w z xy z 2 z 2
Aliran yang masuk ke elemen fluida menghasilkan peningkatan massa dan diberi tanda positif sedangkan aliran yang meninggalkan elemen fluida diberi tanda negatif. Besarnya
peningkatan
jumlah
massa
di
dalam
elemen
(2.15)
diperhitungkan bersama dengan besarnya neto aliran massa yang masuk ke elemen fluida melalui permukaannya. Dengan menuliskan hasil kesetimbangan massa di sebelah kiri tanda sama dengan dan dibagi dengan volume elemen fluida
xyz maka didapatkan persamaan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
p u v w 0 t x y z
(2.16)
dalam notasi vektor yang lebih singkat dapat dituliskan:
divu 0 t
(2.17)
Persamaan (2.17) adalah untuk aliran unsteady, three-dimensional mass conservation or continuity equation di satu titik pada fluida compressible. Notasi t adalah perubahan densitas per satuan waktu (massa per satuan volume)
dan notasi divu mendeskripsikan neto aliran massa yang keluar dari elemen fluida. Untuk fluida incompressible nilai densitas besarnya konstan, maka persamaan (2.17) menjadi
div u 0
(2.18)
dalam bentuk yang lebih panjang dapat dituliskan u v w 0 x y z
2.8.2
(2.19)
Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen Fluida Hukum kekekalan momentum dan energi berhubungan dengan
perubahan karakteristik partikel fluida. Karakteristik suatu partikel fluida dinyatakan dengan fungsi posisi (x, y, z) dan waktu t dari partikel itu sendiri. Nilai karakteristik per satuan massa dinotasikan sebagai . Turunan terhadap waktu pada satu partikel fluida dituliskan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
D dx dy dz Dt t x t y t z t
(2.20)
Suatu partikel fluida akan mengikuti alirannya, maka dx / dt u , dy / dt v , dan
dz / dt w . Maka dari itu turunan sebenarnya dari adalah D u v w u . grad Dt t x y z t
(2.21)
D Dt mendefinisikan perubahan karakteristik per satuan massa. Tidak hanya
per satuan massa, perubahan karakteristik dapat dinyatakan per satuan volume. Besarnya perubahan karakteristik per satuan volume untuk suatu partikel fluida dapat dihitung dari produk D Dt dan densitas yang dapat dituliskan:
D u . grad Dt t
(2.22)
Pada persamaan kekekalan massa terdapat perhitungan massa per satuan volume yang memiliki kuantitas tertentu. Jumlah total besarnya perubahan densitas dalam persamaan kesetimbangan massa (2.17) untuk satu elemen fluida adalah
divu . Secara umum, karakteristik tertentu yang dapat berubah – t
ubah dapat dituliskan dengan
divu yang mendefinisikan besarnya t
perubahan per satuan volume ditambah neto aliran yang keluar dari elemen fluida per satuan volume. Dapat ditulis kembali untuk mengilustrasikan hubungannya dengan turunan substantif dari adalah D divu u grad divu t Dt t t
(2.23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Hasil dari perhitungan t divu sama dengan nol dikarenakan hukum kekekalan massa. Dapat dituliskan bahwa relasi (2.23) menyatakan
Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Untuk mebangun tiga komponen persamaan momentum dan energi, nilai input yang relevan untuk dan besarnya perubahan per satuan volume yang dituliskan pada persamaan (2.22) dan (2.23) adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk [Versteeg dan Malalasekera, 1995]
x-momentum
U
Du Dt
u divuu t
y-momentum
V
Dv Dt
v divvu t
z-momentum
W
Dw Dt
w divwu t
Energy
E
DE Dt
E divEu t
Seluruh bentuk konservatif dan non-konservatif dari besarnya perubahan yang terjadi dapat digunakan untuk menyatakan kesetimbangan kuantitas secara fisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
2.8.3
Persamaan Momentum Tiga Dimensi Hukum newton yang ke dua menyatakan besarnya perubahan momentum
dari satu partikel fluida sama dengan jumlah total gaya yang diterima partikel tersebut. Besarnya peningkatan momentum x, y, dan z per satuan volume dituliskan dengan
Du Dv Dw , dan . Gaya pada partikel fluida dapat Dt Dt Dt
dibedakan menjadi dua tipe:
1. Surface forces
a. Gaya tekan b. Gaya viscous
2. Body forces
a. Gaya gravitasi b. Gaya sentrifugal c. Gaya Coriolis d. Gaya elektromagnetik
Pada Gambar 2.15, tegangan yang dialami elemen fluida didefinisikan sebagai tekanan dan sembilan komponen tegangan viscous. Tekanan adalah tegangan normal yang dinotasikan dengan p dan tegangan viscous dinotasikan dengan τ . Notasi τ ij digunakan untuk mengindikasikan arah dari tegangan viscous. Akhiran i dan j pada τ ij mengindikasikan komponen tegangan tersebut bekerja dengan arah j dan tegak lurus dengan arah i .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap permukaan dari satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Dengan melihat Gambar 2.16, dapat diperhitungkan gaya pada komponen x berdasarkan tekanan p dan komponen tegangan τ xx , τ yx dan τ zx . Besarnya resultan gaya dari tegangan permukaan adalah produk dari perhitungan tegangan dan luasan tertentu. Gaya – gaya sejajar dan searah dengan sumbu koordinat mendapat tanda positif dan yang sebaliknya mendapat tanda negatif. Neto gaya pada arah x adalah jumlah total komponen yang bekerja pada elemen fluida dengan arah x .
Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Pada sepasang permukaan ( E ,W ) didapatkan
xx 1 p 1 p x 2 x xx x 2 x yz 1 p 1 p x xx xx x yz x 2 x 2 p xx xyz x x
(2.24a)
Neto gaya sejajar arah x pada sepasang permukaan ( N , S ) adalah
yx 1 yx 1 yx yx y xz yx y xz xyz y 2 y 2 y
(2.24b)
Neto gaya sejajar arah x pada permukaan T dan B dapat dituliskan
1 1 zx zx z xy zx zx z xy zx xyz z 2 z 2 z
(2.24c)
Total gaya per satuan volume pada fluida berdasarkan gaya – gaya permukaannya adalah sama besarnya dengan jumlah total persamaan (2.24a), (2.24b) dan (2.24c) dibagi
dengan
volume
xyz
yang
dapat
dituliskan
dengan
p xx yx zx . Dengan mengabaikan gaya bidang yang ada, maka x y z
pengaruh secara keseluruhan dapat ditambahkan dengan menentukan sumber momentum x S Mx per satuan volume per satuan waktu. Komponen x dari persamaan momentum adalah besarnya perubahan momentum x partikel fluida sama dengan total gaya arah x pada elemen berdasarkan gaya permukaan dan ditambah besarnya peningkatan momentum x berdasarkan sumbernya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Du p xx yx zx S Mx Dt x y z
(2.25a)
Untuk komponen y dari persamaan momentum dapat dituliskan
Dv xy p yy zy S My Dt x y z
(2.25b)
Untuk komponen z dari persamaan momentum adalah
Dw xz yz p zz S Mz Dt x y z
(2.25c)
Tanda disesuaikan dengan keadaan tekanan yang arahnya berkebalikan dari arah tegangan viscous normal. Hal tersebut dikarenakan tanda yang biasanya digunakan untuk tegangan tarik adalah tegangan normal positif, jadi tekanan yang didefinisikan sebagai tegangan normal tekan memiliki tanda negatif [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Pengaruh tegangan permukaan dihitung secara eksplisit. Nilai S Mx , S My dan S Mz pada persamaan (2.25a-c) dihitung berdasarkan gaya bidang saja. Sebagai
contoh,
gaya
bidang
berdasarkan
gravitasi
dapat
dimodelkan
menggunakan nilai S Mx 0 , S My 0 dan S Mz g .
2.8.4
Persamaan Energi Tiga Dimensi Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang
menyatakan besarnya perubahan energi dari partikel fluida sama dengan besarnya kalor yang ditambahkan ke partikel fluida ditambah dengan besarnya kerja yang dilakukan pada partikel fluida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Derivasi dari persamaan yang menyatakan besarnya peningkatan energi pada partikel fluida per satuan volume dapat dituliskan dengan
DE . Dt
2.8.4.1 Kerja yang Dilakukan oleh Gaya – Gaya Permukaan Besarnya kerja yang dilakukan pada partikel fluida di dalam elemen oleh gaya permukaan sama dengan produk dari komponen gaya dan kecepatan sesuai dengan arah gaya. Contoh kerja dilakukan oleh gaya – gaya pada persamaan (2.24a-c) yang semua bekerja pada arah x dapat dituliskan dengan:
xx u 1 pu 1 pu x 2 x xx u x 2 x
xx u 1 pu 1 pu x xx u x yz x 2 x 2
yx u 1 yx u 1 yx u y yx u y xz y 2 y 2 zx u 1 zx u 1 zx u z zx u z xy z 2 z 2
Neto besarnya kerja yang dilakukan oleh gaya – gaya permukaan pada arah x
u p xx u yx u zx dapat dituliskan dengan xyz . Kerja pada x y z partikel fluida juga bersal dari komponen tegangan permukaan arah y dan z
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
v zy v xy v p yy yang dapat dituliskan dengan y z x w xz w yz w p zz xyz . y z x
Pengulangan
xyz dan
dari
proses
sebelumnya dapat memberikan kerja tambahan pada partikel fluida berdasarkan kerja dari gaya – gaya permukaan. Total kerja yang dilakukan per satuan volume pada partikel fluida oleh semua gaya permukaan adalah jumlah total dari neto besarnya gaya – gaya permukaan pada arah x, y dan z dibagi dengan volume xyz . Tekanan dapat diperhitungkan bersama dengan persamaan tersebut dan dapat dituliskan dalam bentuk vektor yang lebih sederhana, yaitu
up vp wp div pu . x y z
Persamaan tersebut turut mempengaruhi total kerja pada partikel fluida oleh gaya – gaya permukaan, yang dituliskan dengan:
div pu u xx
x
v yy y
u yx
v zy z
y
u zx v xy z x
w xz w yz w zz x y z
2.8.4.2 Energi Flux Berdasarkan Konduksi Elemen Fluida Heat flux vektor q memiliki tiga komponen q x , q y dan q z . Neto besarnya perpindahan kalor pada partikel fluida berdasarkan aliran kalor pada arah x diperhitungkan berdasarkan perbedaan kalor yang masuk pada permukaan W dan kalor yang keluar melalui permukaan E :
q x 1 q 1 q x q x x x yz x xyz q x x 2 x 2 x
(2.26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Neto besarnya perpindahan kalor pada fluida berdasarkan aliran kalor arah y dan
z adalah
q y y
xyz dan
q z xyz . Total besarnya kalor yang z
masuk pada partikel fluida per satuan volume berdasarkan aliran fluida yang melewatinya adalah jumlah total dari neto besarnya perpindahan kalor pada arah x, y dan z dibagi dengan volume xyz . Bentuk persamaan dari pernyataan tersebut dapat dituliskan dengan:
q x q y q z div q x y z
(2.27)
Hukum Fourier pada konduksi yang menghubungkan heat flux dengan local temperature gradient q x k
T T T , q y k dan q z k dapat dituliskan z x y
dalam bentuk vektor menjadi:
q k grad T
(2.28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Dengan menggabungkan (2.27) dan (2.28) didapatkan bentuk akhir persamaan besarnya kalor yang masuk pada partikel fluida berdasarkan konduksi kalor: div q divk grad T
(2.29)
2.8.4.3 Persamaan Energi Kesetimbangan energi partikel fluida diperhitungkan dari besarnya perubahan energi partikel fluida yang digunakan untuk menjumlahkan neto besarnya kerja pada partikel fluida, neto besarnya kalor yang ditambahkan ke fluida (2.29) dan besarnya peningkatan energi berdasarkan sumbernya. Persamaan energi dapat dituliskan senbagai berikut:
u xx u yx u zx u xy u yy DE div pu Dt y z x y x
u zy z
u xz u yz u zz divk grad T S E x y z
Pada persamaan (2.30) terdapat E i dalam dan
(2.30)
1 2 u v 2 w 2 . Dengan i adalah energi 2
1 2 u v 2 w 2 adalah energi kinetik. Untuk mendapatkan persamaan 2
energi dalam i atau temperatur T , dapat diambil besarnya perubahan energi kinetik pada persamaan (2.30). Perhitungan energi kinetik pada persamaan energi didapatkan dari mengalikan persamaan momentum x (2.25a) dengan komponen kecepatan u , persamaan momentum y (2.25b) dengan komponen kecepatan v , persamaan momentum menjumlahkan hasilnya.
z
(2.25c) dengan komponen kecepatan
w
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
1 D u 2 v 2 w 2 2 Dt yx zx u . grad p u xx y z x xy yy zy w xz yz zz u . S M v y z y z x x
(2.31)
Dengan mengambil (2.31) dari (2.30) dan menuliskan variabel yang baru S i S E u.S M didapatkan persamaan energi internal:
Di u u u p div u divk grad T xx yx zx Dt x y z v v v w w w xy yy zy xz yz zz Si x y z x y z
(2.32)
Pada kasus kusus fluida incompressible nilai i cT , dengan c adalah kalor spesifik dan div u 0 . Maka persamaan (2.32) dapat dituliskan kembali menjadi:
Di u u u divk grad T xx yx zx Dt x y z v v v w w w xy yy zy xz yz zz Si x y z x y z
(2.33)
Untuk aliran compressible, persamaan (2.30) dapat dirombak kembali untuk memperhitungkan entalpi. Entalpi spesifik h dan total entalpi spesifik h0 dari fluida didefinisikan sebagai h i p dan h0 h
1 2 u v 2 w2 . 2
Dengan menyatukan dua definisi tersebut dan energi spesifik E , maka didapatkan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
h0 i p
1 2 u v 2 w2 E p 2
(2.34)
Dengan subtitusi (2.34) ke persamaan (2.30) dan dilakukan sedikit perubahan didapatkan persamaan entalpi total h0 p u xx u yx u zx divh0 u divk grad T t t x y z v xy v yy v zy x y z
(2.35)
w xz w yz w zz Sh x y z
Persamaan (2.32), (2.33) dan (2.35) adalah bentuk alternatif yang didapatkan dari persamaan energi (2.30).
2.9
Metode Solusi Pressure Based Solusi pressure based bekerja menggunakan prinsip umum algoritma
yang disebut metode proyeksi. Dengan menggunakan metode proyeksi, kontinuitas dari kecepatan didapatkan dari pemecahan persamaan tekanan atau persamaan koreksi tekanan. Persamaan tekanan diderivasikan dari persamaan kontinuitas dan momentum, maka dari itu, dengan kecepatan yang diperhitungkan kembali menggunakan persamaan tekanan, didapatkan perhitungan kontinuitas yang lebih presisi. Karena persamaan yang digunakan bukan persamaan linear dan saling dihubungkan satu dengan yang lain, maka proses perhitungannya membutuhkan iterasi sampai semua persamaan yang digunakan berada pada kondisi konvergen. Pada ANSYS Fluent terdapat dua solusi pressure based, yaitu segregated algorithm dan coupled algorithm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
2.9.1
Pressure Based Segregated Algorithm Dengan menggunakan metode pressure based segregated algorithm,
persamaan – persamaan yang digunakan diselesaikan satu persatu. Saat satu persamaan sedang diperhitungkan, persamaan tersebut dipisahkan dari persamaan yang lain sesuai dengan nama persamaan tersebut. Metode segregated algorithm adalah metode yang efisien dalam penggunaan memori, dikarenakan persamaan yang telah ditentukan hanya disimpan sebanyak satu kali pada satu waktu. Metode ini relatif lambat, dikarenakan penyelesaian setiap persamaan yang dilakukan secara terpisah. Langkah iterasi dengan menggunakan segregated algorithm dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.19 dan secara garis besar dapat dituliskan sebagai berikut: Update properties
Penyelesaian sekuensial Uvel
Vvel
Wvel
Menyelesaikan persamaan koreksi tekanan (kontinuitas)
Update tekanan, kecepatan dan fluktuasi massa
Menyelesaikan persaamaan energi, turbulen, dan skalar yang lain
No
Converged?
Yes
Stop
Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based segregated algorithm [ANSYS, Inc., 2013].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
1. Melakukan update sifat sifat fluida, misalnya densitas, viskositas dan kalor spesifik, termasuk viskositas turbulen atau difusifitasnya berdasarkan solusi yang didapatkan pada saat itu. 2. Menyelesaikan
persamaan
momentum
secara
satu
persatu
menggunakan nilai yang didapatkan dari update terbaru tekanan dan fluktuasi massa. 3. Menyelesaikan persamaan koreksi tekanan menggunakan nilai kecepatan dan fluktuasi masa yang terbaru. 4. Mengkoreksi tekanan, kecepatan dan fluktuasi massa menggunakan koreksi tekanan yang didapatkan dari langkah 3. 5. Menyelesaikan persamaan dari besaran skalar tambahan, jika ada, misalnya
kuantitas
turbulen,
energi
dan
intensitas
radiasi,
menggunakan harga saat itu dari variabel solusi. 6. Melakukan update pada sumber yang diperhitungkan terhadap perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi karena adanya fase yang berbeda. Contohnya melakukan penyesuaian dari kondisi awal yang telah ditentukan terhadap perubahan yang terjadi akibat perhitungan yang dilakukan. 7. Melihat
kembali
kondisi
konvergen
dari
persamaan
yang
diperhitungkan.
2.9.2
Pressure Based Coupled Algorithm Pressure based coupled algorithm menyelesaikan beberapa persamaan
sekaligus, yang didalamnya terdapat persamaan momentum dan pressure based kontinuitas. Pada coupled algorithm, langkah 2 dan langkah 3 yang terdapat pada segregated algorithm digantikan dengan satu langkah penyelesaian dari persamaan – persamaan yang disatukan. Persamaan yang lainnya diselesaikan secara terpisah sama seperti pada metode segregated algorithm. Besarnya solusi konvergen dapat meningkat jika dibandingkan dengan segregated algorithm. Peningkatan tersebut dikarenakan persamaan momentum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
dan kontinuitas yang diselesaikan secara bersamaan. Penggunaan memori pada metode coupled algorithm dapat mencapai 1,5 – 2 kali lipat daripada menggunakan metode segregated algorithm. Besarnya penggunaan memori dikarenakan semua persamaan momentum dan pressure based kontinuitas harus disimpan pada memori secara bersamaan saat melakukan perhitungan kecepatan dan tekanan. Pada Gambar 2.20 dapat dilihat diagram alir metode pressure based coupled algorithm.
Update properties
Penyelesaian simultan: sistem persamaan momentum dan pressure based kontinuitas Update fluktuasi massa
Menyelesaikan persaamaan energi, turbulen, dan skalar yang lain
No
Converged?
Yes
Stop
Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based coupled algorithm [ANSYS, Inc., 2013].
2.10
Metode Solusi Density Based Solusi density based menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum,
dan energi secara simultan. Persamaan untuk memperhitungkan skalar yang lain akan diselesaikan kemudian dan dilakukan secara satu persatu. Karena persamaan – persamaan tersebut bukanlah persamaan linear, maka perlu dilakukan beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
iterasi sebelum solusi konvergen didapatkan. Pada Gambar 2.21 ditunjukkan diagram alir dari iterasi yang dilakukan dan langkah – langkahnya dituliskan sebagai berikut: 1. Melakukan update sifat – sifat fluida berdasarkan hasil perhitungan yang
terakhir
dilakukan.
Pada
perhitungan
yang
pertama,
karakteristik fluida yang digunakan adalah karakteristik saat dilakukan inisialisasi. 2. Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan energi simultaneously. 3. Saat dibutuhkan, untuk menyelesaikan persamaan skalar yang lain seperti misalnya turbulensi dan radiasi, digunakan nilai terbaru dari variabel – variabel yang lain. 4. Saat perhitungan antar fase dilakukan secara bersamaan, dilakukan update karakteristik awal pada persamaan continuous phase yang sesuai dengan perhitungan diskret dari perubahan karakteristik fase fluida. 5. Melihat kembali kriteria konvergen dari persamaan yang digunakan.
Update properties
Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan energi
Menyelesaikan persamaan turbulensi dan skalar yang lain
No
Converged?
Yes
Stop
Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode solusi density based [ANSYS, Inc., 2013]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Langkah – langkah tersebut dilakukan berulang kali sampai hasil perhitungan telah sesuai dengan kriteria konvergen yang ditentukan. Pada metode solusi density based, coupled system dari persamaan – persamaan yang digunakan dapat diselesaikan menggunakan formulasi couple implicit atau couple explicit. Pada formulasi couple implicit, nilai yang belum diketahui dari setiap sel diperhitungkan berdasarkan relasi seluruh sel yang diketahui maupun yang tidak diketahui nilainya. Walaupun nilai yang tidak diketahui muncul lebih dari satu kali, tetapi dengan penyelesaian secara simultan, maka sedikit demi sedikit setiap sel dapat diketahui nilainya. Jika menggunakan formulasi couple explicit, maka setiap sel yang belum diketahui nilainya diperhitungkan hanya dengan nilai yang sudah diketahui. Maka dari itu, setiap sel yang belum diketahui nilainya hanya muncul pada satu persamaan, dan persamaan – persamaan untuk menghitung nilai pada setiap sel tersebut diselesaikan secara satu per satu pada setiap waktunya. Pada metode density based, persamaan yang tidak linear dijadikan persamaan linear agar dapat menghasilkan sebuah sistem dari persamaan – persamaan yang digunakan untuk memperhitungkan variabel terikat di setiap sel. Resultan dari system linear selanjutnya diselesaikan perhitungannya agar dapat menghasilkan update terbaru dari solusi perhitungan fenomena aliran. Cara kerja metode implicit pada solusi density based adalah melinierkan setiap persamaan yang disatukan dari persamaan – persamaan yang digunakan dengan memperhitungkan semua variabel terikat dalam setiap rangkaian perhitungannya. Hasilnya adalah sistem persamaan linear sebanyak N persamaan. Oleh karena pada setiap sel memiliki persamaan – persamaan sebanyak N, maka sistem persamaan ini dapat disebut juga sistem persamaan block. Solusi persamaan implicit linear digunakan sebagai penghubung pada metode algebraic multigrid untuk mendapatkan resultan sistem block dari persamaan – persamaan yang digunakan untuk semua variabel terikat di setiap sel sebanyak N. Sebagai contoh, melinierkan persamaan kontinuitas, momentum x, y, z dan energi yang digabungkan dapat menghasilkan sistem persamaan p, u, v, w dan T yang belum diketahui nilainya. Solusi simultan dari system persamaan tersebut dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
menghasilkan update tekanan, kecepatan u, v, w dan temperature yang tadinya belum diketahui. Solusi couple implicit menyelesaikan semua perhitungan variabel p, u, v, w dan T pada semua sel pada waktu yang bersamaan. Pilihan perhitungan secara couple explicit pada solusi density based berarti semua persamaan gabungan dilinearkan secara explicit. Metode ini menghasilkan persamaan sebanyak N pada setiap sel dan semua variabel terikat melakukan update secara bersamaan. Sistem persamaan ini bekerja secara explicit pada setiap variabel terikat yang belum diketahui. Contohnya, persamaan momentum pada arah x ditulis sebagai update dari kecepatan pada arah x, yaitu fungsi dari variabel yang telah diketahui nilainya. Oleh karena itu, solusi persamaan linear tidak dibutuhkan, update dilakukan menggunakan solusi multistage dan terdapat pilihan lain yang dapat dilakukan dengan menggunakan full approximation storage multigrid scheme untuk mempercepat solusi multi-stage. Dapat
dikatakan solusi
density based
yang dilakukan secara
explicit
menyelesaikan perhitungan semua variabel p, u, v, w dan T sebanyak satu sel pada setiap waktunya.
2.11
Model Turbulen k-ε Dengan menggunakan model turbulen k-ε maka dapat ditentukan jarak
turbulen dan rentang waktunya dengan menyelesaikan dua persamaan transport secara terpisah. Model turbulen k-ε dirumuskan berdasarkan persamaan turbulensi energi kinetik k dan besarnya disipasi ε. Persamaan k diturunkan dari persamaan eksak, sedangkan persamaan ε didapatkan dari analisa fisis dan sifat matematisnya. Pada derivasi model k-ε, seluruh aliran diasumsikan sebagai aliran turbulen dan pengaruh viskositas molekul diabaikan. Energi kinetik turbulen k dan besarnya disipasi ε didapatkan dari dua persamaan berikut:
k kui t k Gk Gb YM S k t xi x j k x j
(2.36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
dan
u i t t xi x j x j C1
Pada persamaan tersebut,
k
Gk C3 Gb C 2
Gk
(2.37) 2
k
S
merepresentasikan energi kinetik turbulen
berdasarkan gradien kecepatan rata – ratanya dan Gb merepresentasikan energi kinetik turbulen berdasarkan gaya apungnya. Notasi YM merepresentasikan kontribusi dari dilatasi yang berfluktuasi pada turbulensi compressible terhadap keseluruhan rentang disipasi. Notasi C1 , C2 dan C3 adalah konstanta. Notasi
k dan adalah bilangan Prandtl turbulen untuk k dan ε. Notasi S k dan S adalah variabel yang ditentukan oleh pengguna. Viskositas turbulen t diperhitungkan dengan menggabungkan k dan ε menjadi saru persamaan sebagai berikut:
t C
k2
(2.38)
dengan C adalah sebuah konstanta. Untuk konstanta pada persamaan (2.36) sampai dengan (2.38), yaitu C1 , C2 , C , k dan memiliki nilai secara berturut – turut 1,44; 1,92; 0,09; 1,0
dan 1,3. Semua nilai tersebut didapatkan berdasarkan eksperimen aliran turbulen, termasuk eksperimen perhitungan pergeseran aliran pada boundary layers, mixing layers dan jets dengan menguraikan isotropic grid turbulence. Konstanta – konstanta tersebut dapat bekerja dengan cukup baik pada wall-bounded dan free share flow. Jika dibutuhkan, konstanta – konstanta tersebut dapat diubah dan disesuaikan dengan perhitungan yang dilakukan.
L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Diagram Alir Penelitian Langkah – langkah dari penelitian yang dilakukan dituliskan pada
Gambar 3.1 berikut ini: START
Studi pustaka dan perencanaan kasus simulasi
Konsultasi kasus simulasi kepada pembimbing
Disetujui
No
No
Yes
Yes
Melakukan pemodelan menggunakan Solid Works dan simulasi menggunakan ANSYS Fluent Pengambilan data hasil simulasi sekaligus mengolahnya menjadi grafik, visualisasi kontur kecepatan dan kontur temperatur
Analisa dan pembahasan Kesimpulan
END
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
3.2
Diagram Alir Proses Simulasi Simulasi dilakukan dengan langkah – langkah berikut ini:
START
Data geometri, sifat material dan boundary condition dari kasus yang disimuasikan
Pemodelan menggunakan Solid Works dan ANSYS Design Modeler Penggenerasian mesh dan pendefinisian boundary condition menggunakan ANSYS Meshing Menentukan model solver, persamaan energi dan kondisi viscous turbulent k-ε pada ANSYS Fluent Melakukan input data sifat material dan penentuan boundary condition
Melakukan solution initialization Iterasi
No Kriteria konvergen (Tabel 3.3)
No
Yes END Yes
Gambar 3.2 Diagram alir simulasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
3.3
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini dipilih variabel bebas dan variabel terikat sesuai
dengan referensi penelitian - penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel bebas: 1. Bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800, 900 2. Temperatur fluida kerja udara 310,6 K 3. Temperatur dinding heat exchanger 291,77 K 4. Penggunaan jenis - jenis vortex generator pada FTHE Variabel terikat: 1. Nilai bilangan Nusselt dan Nilai Colburn factor 2. Nilai pressure drop 3. Nilai friction factor 4. Kontur kecepatan 5. Kontur temperatur 3.4
Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator Dalam simulasi ini dibutuhkan pembuatan geometri dari kasus yang
diteliti. Geometri tersebut digunakan dalam perhitungan menggunakan program simulasi ANSYS Fluent. Berikut disajikan skema FTHE dan vortex generator yang diteliti:
Gambar 3.3 Skema FTHE isometric view.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Gambar 3.4 Skema FTHE top view.
Gambar 3.5 Skema FTHE front view. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggunakan beberapa jenis vortex generator dengan plain FTHE sebagai patokan awalnya. Vortex generator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rectangular winglet pairs vortex generator (RWPs) 2. Delta winglet pairs vortex generator (DWPs) 3. Combine winglet pairs vortex generator (CWPs) 4. Trapezoid winglet pairs vortex generator (TWPs)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Gambar 3.6 Skema plain FTHE.
Gambar 3.7 Skema top view vortex generator.
Gambar 3.8 Skema RWPs vortex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Gambar 3.9 Skema DWPs vortex generator.
Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator.
Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator.
Pada penelitian ini setiap vortex generator diaplikasikan pada setiap sisi tube. Posisi penempatan vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan skema untuk masing – masing vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.8 sampai dengan Gambar 3.11.
3.5
Computational Domain Computational domain pada peneltian ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian awal adalah upstream extanded region. Bagian ini berfungsi menjadikan fluida kerja memiliki aliran fully developed. Bagian selanjutnya adalah bagian fluida kerja yang melewati heat exchanger. Pada bagian akhir terdapat downstream extanded region yang fungsinya sama seperti bagian awal. Berikut adalah computational domain pada penelitian ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Gambar 3.12 Computational domain.
3.6
Penggenerasian Mesh Pada penelitian ini penggenerasian mesh dilakukan menggunakan
ANSYS Meshing. Penggenerasian mesh dilakukan menggunakan jenis maped face meshing agar meshing yang terbntuk lebih terstruktur. Ukuran mesh pada bagian bagian fluida yang melewati tube dibuat lebih kecil daripada extanded region. Ukuran mesh yang lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan akurasi perhitungan pada bagian tersebut. Perbedaan meshing tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.13 dan Gambar 3.14. Pada Gambar 3.14 dilakukan visualisasi dengan jarak yang lebih dekat untuk memperjelas bentuk meshing. Pada gambar tersebut terlihat jelas bagian extanded region, bagian kiri bawah, memiliki ukuran yang lebih besar daripada bagian fluida yang melewati tube, bagian tengah. Pada bagian di sekitar tube, bagian kanan atas, dilakukan perlakuan kusus dengan memberi inflasi pada meshing yang digenerasikan. Inflasi bertujuan semakin mengecilkan bagian tepi meshing aliran fluida pada daerah pertemuan tube dengan fin yang diharapkan dapat meningkatkan akurasi perhitungan yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain.
Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
3.7
Karakteristik Fluida Pada penelitian ini fluida yang digunakan adalah fluida udara. Fluida
udara yang digunakan memiliki karakteristik sebagai mana dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1 Karakteristik fluida kerja Karakteristik Fluida
3.8
Nilai
Satuan
Massa jenis
1,1363
kg m 3
Kalor spesifik
1006,8
j kg K
Konduktifitas termal fluida
0,0269
W mK
Temperatur
310,6
K
Boundary Condition Penelitian dilakukan pada kondisi steady. Pada penelitian diambil ruang
diantara sepasang sirip pada fin tube heat exchanger di bagian evaporator air conditioner. Pada ruang tersebut dilewatkan fluida kerja berupa udara bebas dengan karakteristik seperti pada Tabel 3.1 dan divariasikan berdasarkan besarnya bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds yang digunakan adalah 500, 600, 700, 800 dan 900. Dinding heat exchanger pada bagian fin dan vortex generator menggunakan material aluminium dengan tebal 0,032mm, massa jenis 2719 kg m 3 , kalor spesifik 871 j kg K dan konduktifitas termal 202,4 W m K .
Pada bagian tube menggunakan tembaga dengan massa jenis 8974 kg m 3 , kalor spesifik 381 j kg K dan konduktivitas termal 387,6 W m K . Dinding heat exchanger dianggap memiliki distribusi suhu yang merata, yaitu 291,77 K. Untuk lebih jelasnya, disediakan tabel boundary condition pada Lampiran A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
3.9
Solution Control Pada dasarnya ANSYS Fluent menggunakan metode control volume
untuk mengubah general scalar trnsport equation menjadi sebuah persamaan tersendiri atau discrete yang dapat diselesaikan secara numerik.
Tabel 3.2 Tipe yang digunakan pada setiap descretization Discretization
Type
Pressure-Velocity Coupling
SIMPLE
Pressure
Standard
Momentum
Second Order Upwind
Turbulent Kinetic Energy
First Order Upwind
Turbulent Dissipation Rate
First Order Upwind
Energy
Second Order Upwind
Pada Pressure-Velocity Coupling dipilih tipe SIMPLE algorithm karena pada algoritma tersebut digunakan relasi antara kecepatan dan koreksi tekanan pada persamaan kesetimbangan massa untuk mendapatkan fenomena tekanan yang terjadi pada kasus yang diteliti. Pressure discretization dipilih tipe standard karena pada kasus yang diteliti memiliki perbedaan tekanan antar sel yang relatif rendah. Turbulent Kinetic Energy dan Turbulent Dissipation Rate digunakan tipe First Order Upwind karena persamaan ordo satu dapat memenuhi kebutuhan perhitungan yang dilakukan pada kedua bagian tersebut. Untuk Momentum dan Energy dipilih tipe Second Order Upwind karena dibutuhkan hasil data yang lebih akurat dari perhitungan momentum dan energi yang berupa hasil data fenomena kecepatan aliran dan distribusi temperatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
3.10
Convergence Criteria Setiap persamaan yang dijalankan dalam simulasi memiliki residual yang
terus berubah dan semakin menurun nilanya. Dapat dikatakan semakin kecil residual yang didapatkan maka menghasilnkan perhitungan yang lebih akurat. Tetapi pada pengaplikasiannya, angka residual akan terus ada dan terus mengalami fluktuasi. Oleh karena itu perlu diputuskan nilai yang tepat untuk menyelesaikan perhitungan dengan menentukan convergence criteria pada setiap residual dari persamaan – persamaan yang dijalankan. Pada simulasi ini, convergence criteria yang digunakan pada setiap residual adalah sebesar 1e-3, kecuali untuk energi, digunakan convergence criteria sebesar 1e-6. Nilai – nilai tersebut adalah nilai yang tepat karena dapat menghasilkan data yang valid. Untuk mempermudah pembacaan convergen criteria telah dibuat Tabel 3.3 yang berisi data convergen criteria pada setiap residual yang dihasilkan.
Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk setiap Residual Residual dari continuity x-velocity y-velocity z-velocity energy k epsilon
Convergence Criteria 1e-3 1e-3 1e-3 1e-3 1e-6 1e-3 1e-3
Setelah convergence criteria ditentukan, maka proses perhitungan dapat mulai dilakukan. Proses perhitungan berjalan dengan menggunakan iterasi sampai didapatkan residual yang sesuai dengan convergence criteria. Pada Gambar 3.15 ditunjukkan proses perhitungan yang telah selesai dilakukan karena tercapainya convergence criteria pada setiap residual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Gambar 3.15 Solusi yang telah converged pada kasus plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds 500
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI
Pada bagian ini dibahas analisa hasil simulasi heat exchanger dengan variasi vortex generator dan bilangan Reynolds. Variasi penggunaan vortex generator pada heat exchanger yang disimulasikan adalah plain FTHE, RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator. Simulasikan dilakukan menggunakan fluida kerja udara bebas pada bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800 dan 900. Analisa hasil simulasi mengacu pada grafik bilangan nusselt, pressure drop, colburn factor, friction factor, kontur kecepatan aliran dan kontur distribusi temperatur fluida kerja.
4.1
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt
Plain FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
30
Nu
25 20 15 10 0
0
500
600
700
800
900
Re Gambar 4.1 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap bilangan Nusselt dengan variasi bilangan Reynolds.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Bilangan
Nusselt
digunakan
untuk
merepresentasikan
performa
perpindahan kalor. Gambar 4.1 menunjukkan bilangan Nusselt meningkat dengan meningkatnya bilangan Reynolds [Lotfi et al, 2003, He et al, 2012]. Peningkatan koefisien perpindahan kalor yang diakibatkan oleh adanya kenaikan bilangan Reynolds disebabkan oleh rata – rata perbedaan temperatur yang semakin tinggi antara fluida kerja dan heat exchanger. Dengan demikian, didapatkan tingkat forced confection yang semakin tinggi sehingga terjadi peningkatan performa perpindahan kalor [Shah, 2003]. Pada Gambar 4.1 ditunjukkan penggunaan vortex generator dapat meningkatkan performa perpindahan kalor. Vortex generator dapat memicu terbentuknya longitudinal vortices yang berguna meningkatkan pencampuran aliran sekaligus mengurangi ukuran wake yang berdampak pada peningkatan performa perpindahan kalor [He dan Zhang, 2012]. Hasil simulasi pada Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan performa perpindahan kalor seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds dan penggunaan vortex generator. Peningkatan performa perpindahan kalor pada plain FTHE menggunakan bilangan Reynolds 600, 700, 800, dan 900 terhadap bilangan Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 5,51%, 10,73%, 15,44% dan 19,94%. Nilai rata – rata peningkatan perpindahan kalor dari seluruh kasus penggunaan vortex generator pada bilangan reynolds 600, 700, 800 dan 900 terhadap bilangan Reynolds 500 berturut – turut adalah 10,20%, 19,56%, 28,39% dan 36,89%. Urutan rata – rata persentase peningkatan performa perpindahan kalor pada bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah RWPs, TWPs, CWPs dan DWPs yaitu 63,88%, 59,68%, 58,82% dan 41,54%. Penggunaan RWPs menghasilkan performa yang paling tinggi karena memiliki permukaan perpindahan kalor yang paling luas sekaligus menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat dibandingkan dengan penggunaan DWPs, CWPs, dan TWPs [Zhou dan Ye, 2012]. Semakin luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida kerja maka semakin tinggi performa perpindahan kalor yang didapatkan [Shah, 2003]. Longitudinal vortices yang terbentuk mempengaruhi perpindahan kalor pada fluida kerja. Semakin kuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
longitudinal vortices yang terbentuk maka pencampuran fluida kerja menjadi semakin merata. Pencampuran fluida kerja yang lebih merata dapat meningkatkan pemerataan distribusi temperatur dan berdampak pada meningkatnya performa perpindahan kalor [Zhou dan Ye, 2012].
4.2
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop
Pressure Drop (Pa)
140
Plain FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
112 84 56 28 0
0
500
600
700
800
900
Re Gambar 4.2 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap pressure drop dengan variasi bilangan Reynolds.
Gambar 4.2 menunjukkan meningkatnya pressure drop pada setiap kasus simulasi terhadap peningkatan bilangan Reynolds. Peningkatan performa perpindahan kalor biasanya memiliki efek peningkatan pressure drop [He et al., 2012]. Peningkatan pressure drop terjadi karena penggunaan vortex generator dapat menghasilkan longitudinal vortices sehingga fluida kerja bergerak lebih lama di dalam heat echanger daripada tanpa vortex generator [Saha et al., 2014]. Penggunaan vortex generator yang tepat dapat menurunkan besarnya peningkatan pressure drop pada beberapa kasus tertentu [He et al., 2012, Saha et
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
al., 2014, Torii et al., 2002]. Penurunan tersebut disebabkan terjadinya penundaan separasi aliran di sekitar tube oleh longitudinal vortices yang dapat membawa fluida dengan momentum yang tinggi ke bagian wake di belakang tube [Torii et al., 2002]. Peningkatan pressure drop pada plain FTHE menggunakan bilangan Reynolds 600, 700, 800 dan 900 dibandingkan dengan menggunakan bilangan Reyolds 500 secara berturut – turut adalah 40,09%, 80,47%, 125,35% dan 175,57%. Rata – rata peningkatan pressure drop dengan menggunakan vortex generator pada variasi bilangan Reynolds 600, 700, 800 dan 900 dibandingkan dengan bilangan Reynolds 500 berturut – turut adalah 36,26%, 77, 68%, 124,05% dan 175,68%. Pada bilangan Reynolds 900, penggunaan vortex generator memiliki rata – rata peningkatan pressure drop yang lebih tinggi dibandingkan dengan plain FTHE. Tingginya nilai tersebut diakibatkan oleh penggunaan RWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat dan berdampak pada peningkatan pressure drop yang paling tinggi [Zhou dan Ye, 2012, Saha et al., 2014]. Penggunaan vortex generator berdampak pada peningkatan pressure drop [Saha et al., 2014]. Besarnya rata – rata peningkatan pressure drop dari bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 pada penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator dibandingkan dengan plain FTHE secara berturut – turut adalah 148,34%, 49,14%, 97,17% dan 74,13%. Besarnya peningkatan pressure drop dipengaruhi longitudinal vortices yang dihasilkan oleh vortex generator. Semakin luas permukaan vortex generator maka semakin besar longitudinal vortices yang terbentuk [Zhou dan Ye, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
4.3
Pengaruh Vortex Generator Terhadap Colburn Factor
Plain FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
0,042 0,035
j
0,028 0,021 0,014 0,000
0
500
600
700
800
900
Re Gambar 4.3 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap Colburn factor dengan variasi bilangan Reynolds. Gambar 4.3 menunjukkan nilai Colburn factor yang semakin rendah seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Colburn factor adalah hasil modifikasi dari bilangan Stanton yang dapat merepresentasikan performa perpindahan kalor dengan memperhitungkan rasio besarnya perpindahan kalor konveksi terhadap besarnya perubahan entalpi pada fluida kerja. Salah satu variabel yang tidak dapat dilepaskan pada perhitungan perubahan entalpi fluida kerja adalah konduktifitas termal fluida. Konduktifitas termal fluida menyatakan besarnya energi yang mampu diserap atau dilepaskan oleh fluida per satuan waktu, luas dan temperatur. Semakin lama fluida bersentuhan dengan permukaan yang memiliki temperatur berbeda, maka perubahan entalpi pada fluida menjadi semakin besar. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan Reynolds maka semakin cepat fluida bergerak meninggalkan heat exchanger sehingga berakibat pada semakin rendahnya perubahan entalpi fluida kerja [Shah, 2003].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Penurunan Colburn factor terjadi pada plain FTHE maupun pada penggunaan vortex generator. Besarnya penurunan nilai Colburn factor pada plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds 500 secara berturut turut adalah 12,07%, 20,91%, 27,85% dan 33,37%. Penggunaan vortex generator memiliki penurunan nilai Colburn factor yang lebih rendah daripada plain FTHE. Rata – rata penurunan nilai Colburn factor menggunakan vortex generator pada variasi bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 8,17%, 14,60%, 19,76% dan 23,95%. Fenomena ini dapat terjadi karena longitudinal vortices yang digenerasikan oleh vortex generator mampu meningkatkan pemerataan distribusi temperatur pada fluida kerja dan berdampak pada semakin rendahnya penurunan Colburn factor [Lotfi et al., 2014]. Gambar 4.3 menunjukkan nilai Colburn factor meningkat dengan digunakannya vortex generator. Rata – rata peningkatan nilai Colburn factor pada variasi bilangan Reynolds dari penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator dibandingkan dengan Plain FTHE secara berturut – turut adalah 63,88%, 41,54%, 58,82% dan 59,68%. Nilai rata – rata peningkatan Colburn factor besarnya sama dengan nilai peningkatan performa perpindahan kalor pada sub bab 4.1. Kesamaan tersebut didapatkan karena Colburn factor adalah hasil modifikasi dari bilangan Stanton yang dapat digunakan untuk merepresentasikan performa perpindahan kalor [Shah, 2003].
4.4
Pengaruh geometri vortex generator terhadap friction factor Friction factor digunakan untuk merepresentasikan besarnya gesekan
yang terjadi pada permukaan heat exchanger [Shah, 2003]. Dapat dilihat pada Gambar 4.4, penurunan nilai friction factor terjadi seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds [Lotfi et al, 2014]. Dalam perhitungan friction factor, nilai kuadrat dari kecepatan aliran fluida digunakan sebagai pembanding dari besarnya gaya geser yang terjadi pada permukaan heat exchanger. Nilai besarnya gaya geser yang terjadi direpresentasikan menggunakan pressure drop, sehingga mengakibatkan nilai friction factor yang semakin menurun seiring dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
meningkatkan bilangan Reynolds [Shah, 2003]. Besarnya penurunan nilai friction factor pada plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 2,71%, 7,92%, 11,97% dan 14,95%. Rata – rata penurunan harga friction factor dengan menggunakan vortex generator pada variasi bilang Reynolds terhadap bilangan Reynolds 500 secara berturut adalah 5,38%, 9,35%, 12,48% dan 14,91%.
Plain FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
0,36 0,30
f
0,24 0,18 0,12 0,00
0
500
600
700
800
900
Re Gambar 4.4 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap friction factor dengan variasi bilangan Reynolds.
Nilai friction factor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan kalor dan bentuk aliran fluida kerja [Shah, 2003]. Penggunaan vortex generator dapat menambah luas permukaan perpindahan kalor sekaligus mengubah bentuk aliran fluida kerja yang mampu meningkatkan nilai friction factor. Besarnya rata – rata peningkatan nilai friction factor pada penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator dibandingkan dengan plain FTHE secara berturut – turut adalah 122,14%, 40,81%, 81,14% dan 60,51%. Nilai friction factor terbesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
didapatkan dengan menggunakan RWPs vortex generator. Penggunaan RWPs vortex generator menghasilkan nilai friction factor yang paling tinggi karena memiliki permukaan perpindahan kalor yang paling luas sekaligus menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat [He dan Zhang, 2012].
4.5
Kontur kecepatan aliran Penelitian ini menggunakan kontur dari vektor kecepatan aliran fluida
untuk menginvestigasi fenomena aliran fluida yang terbentuk serta korelasinya dengan performa perpindahan kalor.
4.5.1
Kontur kecepatan pada Plain FTHE Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.10 menunjukkan vektor kecepatan
aliran pada plain FTHE dari bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 dengan skala vektor kecepatan ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pada setiap kasus terdapat vektor kecepatan yang nilainya sangat rendah di bagian belakang setiap tube. Vektor kecepatan aliran fluida yang membentuk vortices di daerah belakang setiap tube biasa disebut wake region. Wake region mengindikasikan adanya aliran fluida yang terjebak di daerah tersebut. Terbentuknya wake region disebabkan oleh flow separation yang terjadi saat aliran fluida bergerak melewati tube. Aliran fluida yang berada pada daerah itu hampir seluruhnya terisolasi dari daerah aliran utama fluida [He et al., 2012]. Wake region yang terbentuk pada setiap variasi bilangan Reynolds memiliki ukuran yang berbeda – beda. Dapat dilihat dari Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.10 terjadi penyempitan ukuran wake region dengan semakin besarnya bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds yang semakin besar memiliki kecepatan aliran fluida yang semakin tinggi. Dengan kecepatan aliran fluida yang semakin tinggi, maka kecepatan aliran fluida saat mengalami flow separation juga semakin tinggi. Hal itu menyebabkan wake region menerima vektor kecepatan yang lebih tinggi dan dapat mengurangi ukuran wake region [Li et al., 2014]. Berkurangnya wake region dapat meningkatkan performa perpindahan kalor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
karena sedikitnya aliran fluida yang terjebak pada wake region sehingga terjadi pencampuran aliran yang lebig merata pada seluruh bagian plain FTHE.
Gambar 4.5 Skala kontur kecepatan aliran pada Plain FTHE.
Gambar 4.6 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 500.
Gambar 4.7 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 600.
Gambar 4.8 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 700.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Gambar 4.9 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 800.
Gambar 4.20 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 900.
4.5.2
Kontur kecepatan pada penggunaan RWPs Penggunaan
RWPs
vortex
generator
mengakibatkan
performa
perpindahan kalor yang tinggi. Performa perpindahan kalor yang tinggi didapatkan karena penggunaan RWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang kuat dan berdampak pada distribusi aliran yang semakin merata [He dan Zhang, 2012]. Dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai dengan 4.17, penyempitan ukuran wake region terjadi dengan semakin besarnya bilangan Reynolds. Salah satu parameter yang mempengaruhi nilai bilangan Reynolds adalah kecepatan aliran fluida. Kecepatan aliran fluida yang semakin tinggi memiliki nilai momentum yang semakin besar sehingga dapat membentuk longitudinal vortices yang semakin kuat. Dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai dengan Gambar 4.16, semakin besar bilangan Reynolds yang digunakan maka semakin tinggi kecepatan aliran fluida yang mengarah ke wake region dan mengakibatkan penyempitan ukuran wake region sehingga dapat dikatakan semakin besar bilangan Reynolds maka semakin kecil ukuran wake region yang terbentuk [He at al., 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Gambar 4.31 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan RWPs.
Gambar 4.42 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 500.
Gambar 4.53 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 600.
Gambar 4.64 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 700.
Gambar 4.75 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Gambar 4.86 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900.
4.5.3
Kontur kecepatan pada penggunaan DWPs Penggunaan
DWPs
vortex
generator
menunjukkan
peningkatan
perpindahan kalor dengan nilai pressure drop yang paling rendah. Penggunaan DWPs vortex generator membentuk saluran yang semakin menyempit antara DWPs vortex generator dan tube. Penyempitan saluran ini meningkatkan kecepatan aliran sehingga dapat menunda separasi aliran saat fluida mengalir melewati tube, mengurangi hambatan yang terbentuk saat fluida mengalir melewati tube dan mengurangi ukuran wake region yang mengakibatkan rendahnya performa perpindahan kalor [Torii et al., 2002]. Dapat dilihat pada Gambar 4.18 sampai dengan Gambar 4.22, semakin besar bilangan Reynolds dapat menghasilkan aliran dengan kecepatan yang semakin tinggi. Kecepatan yang semakin tinggi mengakibatkan semakin besarnya longitudinal vortices yang dihasilkan oleh DWPs vortex generator [He dan Zhang, 2012]. Gambar 4.18 sampai dengan Gambar 4.22 menunjukkan distribusi aliran yang semakin merata. Distribusi aliran yang semakin merata dapat meningkatkan performa perpindahan kalor [He at al., 2012]. Penggunaan DWPs vortex generator menghasilkan pressure drop yang relatif rendah. Pressure drop yang relatif rendah didapatkan karena DWPs vortex generator memberikan flow resistance yang kecil pada daerah aliran utama fluida kerja. Dapat dilihat pada Gambar 4.18 sampai Gambar 4.22, aliran utama memiliki vektor aliran yang relatif lebih seragam sehingga menghasilkan pressure drop yang relatif rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Gambar 4.97 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan DWPs.
Gambar 4.108 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 500.
Gambar 4.19 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 600.
Gambar 4.110 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 700.
Gambar 4.121 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Gambar 4.132 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900.
4.5.4
Kontur kecepatan pada penggunaan CWPs Vortex generator jenis CWPs merupakan hasil penggabungan dari RWPs
dan DWPs vortex generator. Tube pertama, ketiga dan kelima menggunakan jenis DWPs vortex generator sedangkan tube kedua, keempat dan keenam menggunakan RWPs vortex genrator [Mardikus dan Putra, 2015]. Dapat dilihat pada Gambar 4.24 sampai dengan Gambar 4.18, bagian tube yang menggunakan DWPs vortex generator memiliki karakteristik aliran yang mampu menghasilkan longitudinal vortices yang semakin besar seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds tanpa memberi dampak pressure drop yang tinggi [Hiravenavar et al., 2007]. Bagian tube yang menggunakan RWPs vortex generator menghasilkan karakteristik aliran yang mampu menghasilkan longitudinal vortices lebih kuat dari pada DWPs vortex generator [He at al., 2012]. Dengan menggunakan CWPs vortex generator maka didapatkan distribusi aliran yang lebih merata sekaligus pressure drop yang relatif rendah.
Gambar 4.143 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan CWPs.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Gambar 4.154 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 500.
Gambar 4.165 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 600.
Gambar 4.176 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 700.
Gambar 4.187 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 800.
Gambar 4.198 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
4.5.5
Kontur kecepatan pada penggunaan TWPs Geometri TWPs vortex generator merupakan hasil dari penggabungan
RWPs dan DWPs vortex generator. TWPs vortex generator memiliki karakteristik flow resistant yang lebih rendah daripada RWPs vortex generator sekaligus menghasilkan performa perpindahan kalor yang lebih tinggi daripada DWPs vortex generator [Zhou dan Ye, 2012]. Longitudinal vortices yang dihasilkan dari penggunaan TWPs vortex generator memiliki kekuatan hampir sama dengan penggunaan RWPs vortex generator. Dapat dilihat pada Gambar 4.30 sampai dengan Gambar 4.34 semakin besar bilangan Reynolds yang digunakan maka semakin besar longitudinal vortices yang dihasilkan oleh TWPs vortex generator. Longitudinal vortices yang semakin besar memicu terjadinya penyempitan ukuran wake region di bagian belakang tube. Penyempitan wake region terjadi karena wake region menerima aliran dengan nilai momentum yang lebih tinggi. Nilai momentum yang tinggi didapatkan dari longitudinal vortices yang bergerak menuju wake region sehingga terjadi peningkatan kecepatan aliran pada wake region. Longitudinal vortices yang bergerak menuju wake region berguna mengubah arah aliran fluida kerja pada wake region. Peningkatan kecepatan serta perubahan arah aliran pada wake region dapat meningkatkan pencampuran aliran fluida sehinga terjadi peningkatan performa perpindahan kalor [He et al., 2012].
Gambar 4.2920 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan TWPs.
Gambar 4.210 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 500.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Gambar 4.221 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 600.
Gambar 4.232 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 700.
Gambar 4.243 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 800.
Gambar 4.254 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900.
4.5.6
Perbandingan Kontur Kecepatan pada Variasi Vortex Generator menggunakan Bilangan Reynolds 900 Gambar 4.36 sampai dengan Gambar 4.40 menunjukkan kontur
kecepatan aliran fluida kerja pada plain FTHE dan pada variasi vortex generator menggunakan bilangan Reynolds 900. Dapat dilihat pada Gambar 4.36, terjadi peningkatan kecepatan aliran fluida saat fluida kerja bergesekan dengan dinding
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
tube. Setelah mengalami peningkatan kecepatan, aliran fluida mengalami flow separation dan mengakibatkan terbentuknya wake region di bagian belakang dari setiap tube [Jang et al, 2013]. Wake region memiliki kecepatan aliran fluida yang rendah sehingga berdampak pada rendahnya performa perpindahan kalor. Untuk meningkatkan performa perpindahan kalor diperlukan peningkatan kecepatan aliran fluida kerja pada wake region. Untuk meningkatkan kecepatan aliran fluida kerja pada wake region dapat digunakan vortex generator yang diposisikan di sisi setiap tube. Dapat dilihat pada Gambar 4.37 sampai dengan 4.41, penyempitan wake region terjadi dengan digunakannya vortex generator [He et al, 2012]. Penyempitan wake region terjadi akibat vortex genrator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang dapat mengarahkan aliran fluida kerja dari wake region menuju ke daerah aliran utama dan dari daerah aliran utama menuju ke wake region [He et al, 2012]. Dengan mengalirnya fluida kerja dari wake region ke daerah aliran utama dan sebaliknya dapat meningkatkan performa perpindaan kalor [Leu et al, 2004].
Gambar 4.265 Skala kontur kecepatan aliran.
Gambar 4.276 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Gambar 4.287 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900.
Gambar 4.298 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900.
Gambar 4.3930 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900.
Gambar 4.310 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900.
Gambar 4.37 menunjukkan kontur aliran pada penggunaan RWPs vortex generator. Dibandingkan dengan kontur aliran yang lainnya, penggunaan RWPs vortexgenerator memiliki kecepatan aliran fluida yang paling tinggi di sekitar wake
region.
Kecepatan
yang
paling
tinggi
tersebut
mengindikasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
terbentuknya longitudinal vortices yang paling kuat jika dibandingkan dengan variasi vortex generator yang lainnya. Dengan dihasilkannya longitudinal vortices yang paling kuat maka penggunaan RWPs vortex generator menghasilkan performa perpindahan kalor yang paling tinggi dibandingkan dengan variasi penggunaan vortex generator yang lain [Zhou dan Feng, 2014] Gambar 4.38 menunjukkan penggunaan DWPs vortex generator dapat meningkatkan pencampuran aliran fluida dengan flow resistance yang relatif rendah. Peningkatan pencampuran aliran fluida tidak hanya terjadi di daerah belakang dari setiap tube tapi juga daerah downstream dari setiap vortex generator. Pencampuran aliran fluida yang lebih merata pada wake region dan pada bagian downstream dari vortex generator dapat meningkatkan performa perpindahan kalor [He et al., 2012]. Gambar 4.39 menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator menghasilkan karakteristik aliran fluida yang menyerupai penggunaan DWPs dan RWPs vortex generator. Pada tube pertama, ketiga dan kelima didapatkan karakteristik pencampuran yang lebih merata pada bagian downstream dari vortex generator. Pada tube ke dua, keempat dan keenam terjadi peningkatan kecepatan aliran di sekitar wake region. Karakteristik aliran tersebut menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator dapat memberikan performa perpindahan kalor yang tinggi sekaligus tidak terjadi pressure drop yang telalu tinggi [Mardikus dan Putra, 2015]. Pada Gambar 4.40 dapat dilihat penggunaan TWPs vortex generator menghasilkan pencampuran fluida kerja yang lebih merata pada daerah downstream dari setiap vortex generator sekaligus dapat meningkatkan kecepatan aliran fluida pada daerah sekitar wake region. Peningkatan kecepatan terjadi akibat terbentuknya longitudinal vortices yang kuat. Longitudinal vortices yang kuat dapat meningkatkan performa perpindahan kalor [He et al, 2012]. Jika dibandingkan dengan variasi vortex generator yang lain, penggunaan TWPs vortex generator menghasilkan distribusi aliran yang lebih merata daripada RWPs dan CWPs vortex generator sekaligus menghasilkan longitudinal vortices yang lebih kuat daripada penggunaan DWPs voertex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
4.6
Kontur Distribusi Temperatur Kontur distribusi temperatur menjadi salah satu variabel terikat yang
digunakan untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalor. Bagian ini membahas efek bilangan Reynolds dan pengaruh perubahan geometri FTHE terhadap distribusi temperatur menggunakan vortex generator.
4.6.1
Kontur distribusi temperatur pada plain FTHE Gambar 4.42 sampai dengan Gambar 4.46 menunjukkan kontur distribusi
temperatur pada plain FTHE menggunakan bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900. Dapat dilihat pada Gambar 4.42 sampai dengan Gambar 4.46, peningkatan gradien temperatur terjadi seiring dengan meningkatnya bilangan Reynods. Salah satu parameter yang menentukan besarnya bilangan Reynolds adalah kecepatan aliran fluida. Kecepatan aliran fluida yang tinggi mampu menggerakan aliran fluida ke wake region dengan kecepatan yang tinggi saat terjadi fluid separation. Jika aliran fluida pada wake region bergerak dengan kecepatan tinggi, maka dapat terjadi penyempitan wake region. Penyempitan wake region dapat meningkatkan pencampuran aliran fluida kerja sehingga terjadi peningkatan gradien temperatur [Li et al., 2014].
Gambar 4.321 Skala kontur temperatur.
Gambar 4.332 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 500.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Gambar 4.343 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 600.
Gambar 4.354 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 700.
Gambar 4.365 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 800.
Gambar 4.376 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 900.
4.6.2
Kontur distribusi temperatur pada penggunaan RWPs Meningkatnya bilangan Reynolds pada penggunaan RWPs vortex
generator dapat meningkatkan performa perpindahan kalor. Peningkatkan performa ditunjukkan pada Gambar 4.48 sampai dengan Gambar 4.52 yang menunjukkan terjadinya peningkatan gradien temperatur dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Performa perpindahan kalor yang tinggi ditunjukkan dengan fluida kerja yang telah memiliki temperatur yang sama dengan temperatur FTHE saat mengalir melalui tube keenam pada setiap variasi bilangan Reynolds. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
terjadi karena tingginya flow resistance yang diakibatkan oleh penggunaan RWPs vortex generator [Zhou dan Ye, 2012]. Penggunaan RWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat. Dengan penggunaan bilangan Reynolds yang semakin tinggi, maka longitudinal vortices yang terbentuk menjadi semakin kuat. Semakin kuat longitudinal vortices yang terbentuk, maka semakin tinggi pencampuran aliran fluida. Longitudinal vortices memiliki vektor kecepatan yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran utama, sehingga dapat menggerakan fluida di daerah aliran utama menuju ke daerah wake dan dari daerah wake ke daerah aliran utama [He et al., 2012]. Dengan longitudinal vortices yang semakin kuat, maka semakin tinggi gradien temperatur yang didapatkan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 4.48 sampai dengan Gambar 4.52 terjadi perpindahan kalor yang semakin merata pada wake region dari tube pertama sampai dengan tube ketiga.
Gambar 4.387 Skala kontur temperatur pada penggunaan RWPs.
Gambar 4.398 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 500.
Gambar 4.4940 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 600.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Gambar 4.410 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 700.
Gambar 4.421 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 800.
Gambar 4.432 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 900.
4.6.3
Kontur distribusi temperatur pada penggunaan DWPs Gambar 4.54 sampai dengan Gambar 4.58 menunjukkan kontur distribusi
temperatur pada penggunaan DWPs vortex generator menggunakan variasi bilangan Reynolds. Pada Gambar 4.54 sampai dengan Gambar 4.58 terlihat gradien temperatur yang semakin merata dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Hal itu mengindikasikan bahwa penggunaan DWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vorices yang semakin kuat seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds [He et al., 2012]. Peningkatan gradien temperatur sangat jelas terlihat pada wake region dari tube pertama sampai dengan ketiga seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Hal itu dapat terjadi akibat peningkatan kecepatan aliran fluida yang disebabkan oeh penyempitan penampang aliran fluida saat fluida mengalir diantara tube dan DWPs vortex generator. Peningkatan kecepatan tersebut dapat menunda separasi aliran sehingga ukuran wake di daerah belakang tube
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
berkurang [Torii et al., 2002]. Selain mengurangi ukuran wake region, penggunaan DWPs vortex generator mampu mengarahkan aliran fluida dari aliran utama menuju ke arah dinding tube seingga terjadi peningkatan perpindahan kalor pada daerah sekitar tube [Li et al., 2014]. Penggunaan DWPs menghasilkan gradien temperatur yang lebih merata saat menggunakan bilangan Reynolds 900. Walaupun memiliki gradien temperatur yang lebih merata, aliran fluida dapat meninggalkan FTHE dengan temperatur yang sama dengan temperatur FTHE. Gradien temperatur yang lebih merata diakibatkan oleh flow resistance yang relatif kecil dari penggunaan DWPs vortex generator. Flow resistance yang relatif kecil dibuktikan dengan nilai pressure drop yang didapatkan dari penggunaan DWPs vortex generator.
Gambar 4.443 Skala kontur temperatur pada penggunaan DWPs.
Gambar 4.454 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 500.
Gambar 4.465 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 600.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Gambar 4.476 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 700.
Gambar 4.487 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 800.
Gambar 4.498 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 900.
4.6.4
Kontur distribusi temperatur pada penggunaan CWPs Distribusi temperatur pada variasi bilangan Reynolds menggunakan
CWPs vortex generator ditunjukkan oleh Gambar 4.60 sampai dengan Gambar 4.64. Melihat penggunaan CWPs vortex generator pada tube pertama dan kedua, CWPs vortex generator dapat mengarahkan aliran fluida menuju ke wake region sehingga terbentuk gradien temperatur yang tinggi pada wake region. Pada bilangan Reynolds 900, wake region dari tube kedua memiliki gradien temperatur yang lebih tinggi dan memiliki ukuran wake region yang lebih kecil daripada tube pertama. Hal itu menunjukkan penggabungan dari RWPs dan DWPs vortex generator menjadi CWPs vortex generator mampu memberikan performa perpindahan kalor yang paling kuat pada bagian yang menggunakan RWPs sekaligus memberikan performa perpindahan kalor yang tinggi dengan pressure
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
drop yang relatif rendah dari penggunaan DWPs vortex generator [Saha et al., 2014, Zhou dan Ye, 2012].
Gambar 4.5950 Skala kontur temperatur pada penggunaan CWPs.
Gambar 4.510 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 500.
Gambar 4.521 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 600.
Gambar 4.532 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 700.
Gambar 4.543 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Gambar 4.554 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 900.
4.6.5
Kontur distribusi temperatur pada penggunaan TWPs Vortex generator jenis TWPs merupakan hasil dari penggabungan
geometri RWPs dan DWPs vortex generator. Pada Gambar 4.66 sampai dengan Gambar 4.70 ditunjukkan gradien temperatur penggunaan TWPs vortex generator pada bilangan Reynolds 500 sampai dengan bilangan Reynolda 900. Gambar 4.66 sampai dengan Gambar 4.70 menunjukkan gradien temperatur meningkat dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Pada bilangan Reynolds 500 dan 600, temperatur fluida kerja telah menjadi sama dengan temperatur FTHE saat melewati tube kelima, sedangkan pada bilangan Reynolds 700 sampai dengan 900, temperatur fluida kerja menjadi sama dengan temperatur FTHE saat melewati tube ke enam. Temperatur fluida kerja dapat menjadi sama dengan temperatur FTHE sebelum melewati bagian outlet dikarenakan TWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang cukup kuat dengan flow resistance yang relatif rendah sehingga dapat meningkatkan kualitas pencampuran fluida kerja [Zhou dan Ye, 2012]. Dengan longitudinal vortices yang cukup kuat dan flow resistance yang relatif rendah, maka terjadi perpindahan aliran dari wake region menuju ke daerah aliran utama dan dari aliran utama ke wake region. Oleh karena itu, penggunaan TWPs vortex generator memiliki gradien temperatur yang tinggi sekaligus memiliki distribusi temperatur yang lebih merata sampai dengan tube keempat atau kelima. Pada penggunaan TWPs vortex generator, peningkatan gradien temperatur terjadi seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Peningkatan gradien temperatur terjadi akibat wake region mengalami penyempitan ukuran saat bilangan Reynolds ditingkatkan. Penyempitan tersebut terjadi akibat fluida kerja mengalir dengan kecepatan yang semakin tinggi saat bilangan ditingkatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
Dengan meningkatnya kecepaan aliran fluida, maka fluida kerja mengalami penundaan separasi aliran yang lebih lama [He dan Zhang, 2012]. Fluida kerja yang mengalir dengan kecepatan tinggi memiliki nilai momentum yang besar. Semakin besar nilai momentum yang dimiliki oleh fluida kerja, maka semakin kuat longitudinal vortices yang dihasilkan oleh TWPs vortex generator [He et al.,2012].
Gambar 4.565 Skala kontur temperatur pada penggunaan TWPs.
Gambar 4.576 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 500.
Gambar 4.587 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 600.
Gambar 4.598 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 700.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Gambar 4.69 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 800.
Gambar 4.600 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 900.
4.6.6
Perbandingan Kontur Distribusi Temperatur pada Variasi Vortex Generator menggunakan Bilangan Reynolds 900 Gambar 4.72 sampai dengan Gambar 4.76 secara berturut – turut
menunjukkan kontur distribusi temperatur dari plain FTHE, RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator menggunakan bilangan Reynolds 900. Secara umum, Gambar 4.72 sampai dengan Gambar 4.76 menunjukkan penggunaan FTHE dapat menurunkan temperatur fluida kerja. Penurunan temperatur pada Gambar 4.72 sampai dengan Gambar 4.76 memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang siknifikan terjadi antara Gambar 4.72 dan Gambar 4.73 sampai dengan Gambar 4.76. Gambar 4.72 menunjukkan wake region di bagian belakang setiap tube mengalami perpindahan kalor yang rendah sehingga fluida kerja belum memiliki temperatur yang sama dengan temperatur FTHE saat fluida kerja meningalkan FTHE [Li et al, 2014]. Berbeda dengan Gambar 4.73 sampai dengan Gambar 4.76, penggunaan vortex generator menghasilkan temperature fluida kerja yang sama dengan temperatur FTHE saat saat fluida kerja meninggalkan FTHE.
Gambar 4.611 Skala kontur temperatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Gambar 4.622 Kontur temperatur plain FTHE pada Re 900.
Gambar 4.633 Kontur temperatur RWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.644 Kontur temperatur DWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.655 Kontur temperatur CWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.666 Kontur temperatur TWPs vortex generator pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Gambar 3.73 sampai dengan Gambar 3.76 menunjukkan perbedaan geometri vortex generator menghasilkan distribusi temperatur fluida kerja yang berbeda. Kontur temperatur pada Gambar 4.73 menunjukkan penggunaan RWPs vortex genetor dapat meningkatkan distribusi temperatur di wake region. Selain itu, penggunaan RWPs vortex generator memiliki karakteristik dapat merubah temperatur fluida kerja secara drastis saat fluida kerja melewati vortex generator. Perubahan temperatur secara drastis ditunjukkan dengan perbedaan temperatur pada bagian depan dan belakang dari tube pertama sampai dengan keempat. Dengan karakteristik distribusi temperatur yang didapatkan dari penggunaan RWPs vortex generator, fluida kerja dapat memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur FTHE saat fluida kerja melewati tube kelima dan memiliki temperatur yang sama dengan FTHE saat mengalir di bagian upstream dari tube keenam. Penurunan temperature fluida kerja secara drastis terjadi akibat longitudinal vortices yang paling kuat dihasilkan oleh RWPs vortex generator [He et al, 2012]. Gambar 4.74 menunjukkan penggunaan DWPs vortex generator memiliki gradien temperature yang merata sampai dengan tube keenam. Jika dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator, penggunaan DWPs vortex generator menghasilkan longitudinal vortices yang lebih lemah. Longitudinal vortices yang lebih lemah menghasilkan perubahan temperature fluida kerja yang lebih merata sampai dengan tube keenam. Walaupun perubahan temperature terjadi secara perlahan, aliran fluida kerja dapat meninggalkan FTHE dengan temperatur yang sama dengan temperatur FTHE [Li et al., 2014]. Penggunaan CWPs vortex generator dengan bilangan Reynolds 900 ditunjukkan pada Gambar 4.75. Gambar 4.75 menunjukkan gradien temperatur yang rendah pada pada daerah tube pertama, ketiga dan kelima sekaligus memiliki gradien temperatur yang tinggi pada daerah tube kedua, keempat dan keenam. Gradien temperatur yang rendah didapatkan pada saat fluida kerja mengalir melalui daerah tube ketiga dan gradien temperatur yang paling tinggi didapatkan pada saat fluida kerja mengalir melalui daerah tube kedua. Perbedaan karakteristik distribusi temperatur tersebut terjadi akibat CWPs vortex generator memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
karakteristik distribusi aliran seperti pada penggunaan RWPs vortex generator sekaligus pada penggunaan DWPs vortex generator [Saha et al., 2014, Zhou dan Ye, 2012]. Kontur
distribusi
temperatur
pada
Gambar
4.76
menunjukkan
penggunaan TWPs vortex generator menghasilkan gradien temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan DWPs vortex generator tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator. Jika dibandingkan dengan penggunaan DWPs vortex generator, penggunaan TWPs vortex generator mampu menghasilkan distribusi temperatur yang lebih merata dan dapat membuat fluida kerja memiliki temperatur yang sama dengan temperatur FTHE saat fluida kerja mengalir melalui tube keenam. Jika dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator, penggunaan TWPs vortex generator menghasilkan temperatur fluida yang belum sama dengan temperatur FTHE saat fluida kerja mengalir melalui bagian upstream dari tube kelima, sedangkan pada penggunaan RWPs vortex generator fluida kerja telah memiliki temperatur yang sama dengan temperature FTHE pada saat mengalir melalui daerah tersebut. Penggunaan TWPs vortex genrator memiliki karakteristik distribusi temperatur yang lebih tinggi daripada DWPs vortex generator tetapi lebih rendah daripada penggunaan RWPs vortex generator [Zhou dan Ye, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN
Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi perpindahan kalor dan aliran fluida pada plain FTHE menggunakan variasi vortex generator. Dari simulasi yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai beikut: 1. Pada penelitian ini performa perpindahan kalor direpresentasikan menggunakan bilangan Nusselt dan Colburn factor. Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan performa perpindahan kalor yang berbeda – beda. Performa perpindahan kalor yang paling tinggi didapatkan dari penggunaan RWPs vortex generator kemudian diikuti dengan TWPs, CWPs dan yang paling rendah adalah DWPs vortex generator. Peningkatan performa perpindahan kalor pada variasi vortex generator dari yang tertinggi hinga yang paling rendah secara berturut – turut adalah 63,88%, 59,68%, 58,82% dan 41,54%. 2. Peningkatan preasure drop yang paling rendah didapatkan dengan menggunakan DWPs vortex generator yang kemudian diikuti dengan penggunaan TWPs, CWPs dan yang tertinggi RWPs vortex generator. Penggunaan DWPs vortex generator dapat mengurangi wake region dan meningkatkan pencampuran fluida dengan flow resistance yang paling rendah jika dibandingkan dengan penggunaan variasi vortex generator yang lain. Besarnya peningkatan pressure drop dari nilai yang terkecil sampai yang terbesar pada variasi vortex generator adalah 49,14%, 74,13%, 97,17% dan 148,34%. 3. Pada penelitian ini digunakan friction factor sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran fluida kerja pada FTHE. Nilai peningkatan friction factor yang terbesar didapatkan saat menggunakan RWPs vorex generator, lalu diikuti dengan CWPs, TWPs dan yang paling rendah DWPs vortex generator. Nilai peningkatan friction factor dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah pada
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
variasi vortex generator secara berturut – turut adalah 122,14%, 81,14%, 60,51% dan 40,81%. Mengacu pada nilai peningkatan yang didapatkan dari variasi vortex generator maka dapat disimpulkan penggunaan RWPs vortex generator menghasilkan flow resistance yang paling tinggi sedangkan penggunaan DWPs vortex generator menghasilkan flow resistance yang paling rendah. 4. Kontur kecepatan aliran fluida kerja digunakan sebagai salah satu parameter untuk menginvestigasi karakteristik penggunaan variasi vortex generator. Kontur kecepatan aliran fluida kerja yang didapatkan dari hasil simulasi menunjukkan RWPs vortex generator menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat, diikuti dengan penggunaan CWPs, TWPs dan yang paling lemah adalah DWPs vortex generator. 5. Pada penelitian ini digunakan kontur distribusi temperatur untuk menginvestigasi karakteristik perpindahaan kalor pada aliran fluida kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan performa perpindahan kalor yang paling tinggi didapatkan dari penggunaan RWPs vortex generator, kemudian diikuti dengan CWPs, TWPs dan yang paling rendah adalah DWPs vortex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA ANSYS Inc., 2013, “ANSYS Fluent Theory Guide”, United States of America, ANSYS Inc. Biswas G., Mitra N. K., Fiebig M., 1994, “Heat Transfr Enhancement in Fin-Tube Heat Exchanger by Winglet Type Vortex Generators”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Pergamon Press Ltd. Chen Y., Fiebig M., Mitra N. K., 1998, “Heat Transfer Enhancement of a Finned Oval Tube with Punched Longitudinal Vortex Generators in-Line”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Science Ltd. Gentry M. C., Jacobi A. M., 1997, “Heat Transfer Enhancement by Delta-Wing Vortex Generators on a Flat Plate: Vortex Interactions with the Boundary Layer”, Experimental Thermal and Fluid Science, Elsevier Science Inc. He Y. L., Chu P., Tao W. Q., Zhang Y. W., Xie T., 2012 “Analysis of Heat Transfer and Pressure Drop fot Fin-and-Tube Heat Exchanger with Rectangular
Winglet-Type
Vortex
Generators”,
Applied
Thermal
Engineering, Elsevier Ltd. He Y. L., Zhang Y., 2012, “Advances and Outlooks of Heat Transfer Enhancement by Longitudinal Vortex Generators”, Advances in Heat Transfer, Elsevier Inc. Hiravennavar S. R., Tulapurkara E. G., Biswas G., 2007, “A Note the Flow and Heat Transfer Enhancement in a Channel with Built-in Winglet Pair”, International Journal of Heat and Fluid Flow, Elsevier Inc. Leu J. S., Wu Y. H., Jang J. Y., 2004, “Heat Transfer and Fluid Flow Analysis in Plate-Fin and Tube Heat Exchangers with a Pair Block Shape Vortex Generators”, International Jurnal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd. Li H. Y., Chen C. L., Chao M. S., Liang G. F., 2013, “Enhancing Heat Transfer in a Plate-Fin Heat Sink Using Delta Winglet VortexGenerators”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Li M. J., Zhou W. J., Zhang J. F., Fan J. F., He Y. L., Tao W. Q., 2014, “Heat Transfer and Pressure Performance of a Plain Fin with Radiantly Arrange Winglets Around Each Tube in Fin-and-Tube Heat Transfer Surface”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd. Lotfi B., Zeng M., Sundén B., Wang Q., 2014, “3D Numerical Investigation of Flow and Heat TransferCharacteristics in Smooth Wavy Fin-andElliptical Tube Heat Exchangers Using New Type Vortex Generators”, Energy, Elsevier Ltd. Mardikus S., Putra V. T., 2015, “Analysis of Heat Transfer for Fin and Circular Tube Heat Exchanger Using Combined Vortex Generators”, The 14th International Conference on Quality in Research, Lombok, Indonesia O’Brien J. E., Sohal M. S., Wallstedt P. C., 2004, “Local Heat Transfer and Pressure Drop for Finned Heat Exchangers Using Oval Tubes and Vortex Generators”, Journal of Heat Transfer, ASME. Saha P., Biswas G., Sarkar S., 2014, “Comparison of Winglet Type Vortex Generators Periodically Deployed in a Plate-Fin Heat Exchanger – A Synergy Based Analysis”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd. Shah, R. K., 2003, “Fundamentals of Heat Exchanger Design”, New Jersey, John Wiley & Sons Inc. Tian L., He Y., Tao Y., Tao W., 2009, “A Comparative Study on the Air-Side Performance of Wavy Fin-and-Tube Heat Exchanger with Punched Delta Winglets in Staggered and in-Line Arrangements”, International Journal of Thermal Science, Elsevier Masson SAS. Tiwari S., Maurya D., Biswas G., Eswaran V., 2002, “Heat Transfer Enhancement in Cross-Flow Heat Exchangers Using Oval Tubes and Multiple Delta Winglets”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Science Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Torii K., Kwak K. M., Nishino K., 2002, “Heat Transfer Enhancement Accompanying Pressure-Loss Reduction with Winglet Type Vortex Generators for Fin-Tube Heat Exchangers”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Science Ltd. Versteeg H. K., Malalasekera W., 1995, “An Introduction to Computational Fluid Dynamics The Finite Volume Method ”, England, Longman Group Ltd. White F. M., 2011, “Fluid Mechanics”, New York, United States of America, McGraw-Hill. Zhou G., Feng Z., 2014, “Experimental Investigations of Heat Transfer Enhancement by Plain and Curved Winglet Type Vortex Generators with Punched Holes”, International Journal of Thermal Sciences, Elsevier Masson SAS. Zhou G., Ye Q., 2012, “Experimental Investigation of Thermal and Flow Characteristic of Curved Trapezoidal Winglet Type VortexGenerators”, Applied Thermal Engineering, Elsevier Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Lampiran A Tabel boundary condition yang digunakan pada simulasi.
Geometri FTHE
Tair (K)
Twall (K)
Massa Jenis (kg/m3)
Kalor Spesifik (J/kg·K)
Konduktifitas Termal
udara
fin
tube
udara
fin
tube
udara
fin
tube
1,1363
2719
8974
1006,8
871
381
0,0269
202,4
387,6
Disimulasikan pada bilangan Reynolds
Plain FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
310,6 291,77
500
600
700
800
900
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Lampiran B.1 Data bilangan Nusselt dan Colburn factor dari hasil simulasi.
Bilangan Nusselt
Bilangan Reynolds
Plain FTHE
Colburn Factor
RWPs DWPs CWPs TWPs
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
500
11,34
17,19
14,98
16,62
17,00
0,0254 0,0384 0,0335 0,0372 0,0380
600
11,97
18,97
16,48
18,43
18,62
0,0223 0,0354 0,0307 0,0343 0,0347
700
12,56
20,64
17,85
20,07
20,11
0,0200 0,0330 0,0285 0,0321 0,0321
800
13,09
22,23
19,14
21,57
21,55
0,0183 0,0311 0,0267 0,0301 0,0301
900
13,60
23,85
20,35
23,01
22,89
0,0169 0,0296 0,0253 0,0286 0,0284
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Lampiran B.2 Data pressure drop dan friction factor dari hasil simulasi.
Bilangan Reynolds
Friction Factor
Pressure Drop (Pa) Plain FTHE
RWPs DWPs CWPs TWPs
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
500
17,72
43,69
26,91
35,25
31,44
0,1296 0,2858 0,1859 0,2362 0,2120
600
24,82
59,99
36,53
48,12
42,60
0,1261 0,2726 0,1752 0,2245 0,1994
700
31,98
79,09
47,39
62,68
55,27
0,1193 0,2640 0,1670 0,2149 0,1901
800
39,93
100,35
59,59
79,00
69,49
0,1141 0,2565 0,1607 0,2149 0,1830
900
48,83
124,43
72,85
77,29
85,30
0,1102 0,2513 0,1552 0,2017 0,1775