INVENTARISASI SUMBER DAYA ALAM PESISIR DAN LAUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT STUDI KASUS : KABUPATEN MALUKU TENGGARA Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh, LAPAN
ABSTRACT The Inventarisation of natural resources using the Remote sensing data is an activities to identifying an object on surface of the earth. The stressing of this research is to analyze the natural resources at coastal region and sea in Maluku Tenggara district. The coastal region is the interface area between land and sea, limited to the Land up to the a r e a when marine activities reached and to the sea when land activities influenced. Satellite data using is Landsat -7 ETM (Enchancement Thematic Mapper) in 2002. p a r t h / r a w 1 0 5 / 0 6 4 , 106/63,dan 1 0 6 / 0 6 4 . Inventarisation of object on the surface can be conducted by using classification methode manually on the RGB image of Landsat satellite data and to identifying a sea grass and coral reef using Lyzengga algorithm. Based on the Inventarisation and the processing data, obtained that: the area of Maluku Tengg ara district is 1257,49 Km 2 , the distribution of the natural resources for coral reef region and sea grass located at Tayando Tarn, Dullah Utara Island, Kei Kecil Barat Subdistrict. The whole a r e a of the coral reef a n d s e a grass are 144,13 Km 2 and 140,43 Km2 respectively, the area of sand (243,18 Km 2 ), and the mangrove is 17,785 Km 2 . Beside, the length of coastal region line is 3978,20 Km. ABSTRAK Inventarisasi s u m b e r daya alam menggunakan d a t a penginderaan satelit merupakan kegiatan p e n e n t u a n jenis obyek sumber daya alam di p e r m u k a a n Bumi. Obyek yang diinventarisasi adalah sumber daya alam p a d a wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Maluku Tenggara. Wilayah Pesisir adalah d a e r a h / z o n a pertemuan antara darat dan laut, dengan b a t a s ke arah darat sejauh daerah yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut d a n ke a r a h laut sebatas daerah yang masih dipengaruhi oleh prosesproses alami yang terjadi di darat. Sedangkan data satelit yang digunakan adalah data satelit Landsat-7 ETM (Enchancement Thematic Mapper) t a h u n 2002, parth/raw 105/064, 1 0 6 / 6 3 , d a n 106/064. Inventarisasi obyek p e r m u k a a n dilakukan dengan metode klasifikasi baik yang dilakukan dengan mendeliniasi obyek secara manual dari citra Landsat RGB, sedangkan untuk menginventarisasi lamun dan terumbu karang menggunakan algorithma Lyzengga. Berdasarkan hasil inventarisasi dan pemrosesan data, luas daratan Kabupaten Maluku Tenggara adalah 1257,49 Km 2 , distribusi spatial sumber daya alam u n t u k Terumbu karang d a n lamun paling banyak terdapat di Kecamatan Tayando Tarn, Pulau Dullah Utara, Kei Kecil Barat. Luas keseluruhan terumbu karang dan lamun adalah 144,13 Km 2 , 140,43 Km2 serta sumber daya alam pasir seluas 243,18 Km 2 , luas h u t a n mangrove 17,785 Km 2 . Sedangkan panjang garis pantai Kabupaten Maluku Tenggara adalah 982,46 Km.
114
1
PENDAHULUAN
Kabupaten k e p u l a u a n Maluku Tenggara adalah kabupaten yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2003 terdiri dari 10 Kecamatan, 112 desa dan 4 kelurahan. Dengan batasbatas wilayah : sebelah u t a r a berbatasan dengan Kabupaten Seram Timur; sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aru; sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tenggara Barat; d a n sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda. Sebagaimana yang diamanatkan pemerintah b a h w a percepatan pembangunan diarahkan pada wilayah Indonesia Timur, m a k a tak ketinggalan pula Kabupaten Maluku Tenggara saat ini giat-giatnya m e l a k s a n a k a n pembangunan di segala sektor pembangunan. Pembangunan yang dapat dipetik raanfaatnya dalam w a k t u relatif singkat adalah pembangunan dengan memanfaatk a n sumber daya alam yang tersedia di Kabupaten Maluku Tenggara. Sesuai dengan fakta fisik Kabupaten Maluku Tenggara, di m a n a wilayah laut lebih luas dari pada daratan, maka pembangunannya diarahkan pada pembangunan pada sektor pesisir d a n laut. Sumber daya alam pesisir d a n laut yang dimiliki wilayah tersebut terdiri dari sumber daya y a n g tidak dapat pulih (non renewable resources) a n t a r a lain berupa minyak, mineral, energi laut non konvensional/OTEC, d a n sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) antara lain b e r u p a berbagai jenis ikan (fishes) dan b u k a n ikan (non fishes) yang potensinya c u k u p besar. Dengan kondisi pesisir yang garis pantai relatif panjang, tentunya memiliki potensi budidaya air laut dan air payau yang c u k u p besar, yang sampai s a a t ini pemanfaatan lahan dan sumber daya u n t u k k e b u t u h a n kegiatan budidaya masih sangat terbatas. Keberadaan s u m b e r daya alam pesisir d a n laut yang demikian besar tersebut meiupakan peluang bagi sumber pertumbuhan ekonomi daerah d a n 115
nasional sekaligus sebagai w a h a n a u n t u k meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh k a r e n a itu sangatlah tepat apabila s a a t ini Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara d a n Pemerintah Pusat memberikan perhatian yang c u k u p besar terhadap sektor pesisir dan kelautan melalui konsep pengembangan kawasan kepulauan dengan mengedepankan prinsip-prinsip p e m b a n g u n a n yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya tersebut dibutuhkan berbagai upaya yang maksimal dari Dinas Perikanan d a n Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara beserta semua stakeholder yang terlibat di dalamnya terutama menyangkut penyiapan data potensi melalui kegiatan analisa sumber daya alam pesisir d a n laut. Hal ini merup a k a n langkah awal menuju pengelolaan d a n pemanfaatan potensi sumber daya alam secara lestari d a n berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Maksud dari pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah menginventarisasi SDA serta penyediaan data dan informasi sehingga dapat digunakan sebagai bagian dari dasar p e r e n c a n a a n pembangunan pesisir dan kelautan di Kabupaten Maluku Tenggara, yaitu dengan menganalisis dan menginventarisasi jenis d a n sebaran dari berbagai sumber daya alam pesisir dan laut yang terdapat di Kabupaten Maluku Tenggara. Sedangkan s a s a r a n dari pelaksan a a n kegiatan ini, adalah tersedianya informasi potensi berbagai sumber daya alam pesisir dan laut seperti mangrove, t e r u m b u karang, p a d a n g lamun, d a n Iain-lain yang a d a di Kabupaten Maluku Tenggara. 2
DATA DAN METODE
2 . 1 Penginderaan J a u h Penginderaan j a u h adalah teknik u n t u k memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena alam lainnya melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1990). Teknik tersebut dilakukan dengan cara mendeteksi gelombang elektromagnetik yang datang dari obyek tersebut, baik yang dipantulkan, diemisikan m a u p u n diharnbur balik. Menurut Sutanto (1994), a d a empat komponen penting dalam sistem penginderaan j a u h , adalah (1) sumber tenaga elektromagnetik, (2) atmosfer, (3) interaksi antara tenaga dan obyek, (4) sensor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2 - 1 .
Gambar 2 - 1 : Sistem penginderaan j a u h (Sutanto, 1994) Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh sinar matahari merupakan sumber tenaga yang diterima oleh sensor, energi gelombang elektromagnetik dari matahari tersebut mengenai obyek di permukaan Bumi, kemudian oleh obyek energi tersebut akan diserap, diteruskan, atau dipantulkan kembali dan energi hasil pantulan ini a k a n diterima oleh sensor. Sumber gelombang elektromagnetik lainnya adalah dari o b y e k / b e n d a itu sendiri, di m a n a setiap benda akan mengemisikan gelombang elektromagnetik sesuai dengan temperatur benda tersebut. Gelombang elektromagnetik r a d a r juga bisa digunakan dalam penginderaan jauh, di m a n a sistem r a d a r ini m e r u p a k a n sistem aktif k a r e n a gelombang radar h a r u s dipancarkan oleh s u a t u media secara aktif. Tenaga p a n a s yang dipancarkan dari obyek dapat direkam dengan sensor yang dipasang j a u h dari obyeknya. Penginderaan obyek tersebut menggunakan spektrum inframerah thermal (Paine, 1981 dalam Sutanto, 1994). Dengan menggunakan satelit maka akan memungkinkan u n t u k memonitor daerah yang sulit dijangkau dengan metode d a n w a h a n a yang lain. Satelit dengan orbit tertentu
dapat memonitor seluruh permukaan Bumi. Satelit-satelit yang digunakan dalam penginderaan j a u h terdiri dari satelit lingkungan, cuaca d a n sumber daya alam. Resolusi spectral dari suatu sensor, adalah banyaknya saluran yang dapat dimiliki oleh sensor. Semakin banyak saluran yang dimiliki m a k a resolusi spektralnya semakin tinggi. Resolusi spektral ini berkaitan langsung dengan k e m a m p u a n sensor u n t u k dapat mengidentifikasi obyek. Resolusi spasial suatu sensor inderaja adalah u k u r a n kemamp u a n sensor tersebut u n t u k dapat membedakan dua obyek yang berdekatan atau j a r a k minimun a n t a r d u a obyek yang masih dapat dibedakan. Resolusi temporal s u a t u sensor, adalah k e m a m p u a n sensor u n t u k mendeteksi daerah yang sama pada perolehan data berikutnya. Resolusi temporal berkaitan langsung dengan waktu pengulangan satelit melewati daerah yang sama. Landsat 7 m e r u p a k a n program lanjutan dari seri Landsat sebelumnya, yang diluncurkan ke orbit pada tanggal 15 April 1999. Landsat 7 mengelilingi Bumi pada ketinggian sekitar 705 km dengan s u d u t inklinasi 98 derajat dan waktu lintas khatulistiwa jam 10 pagi. Orbit satelit diprogram dengan siklus 16 hari sesuai Landsat Worldwide Reference System. Landsat 7 mempunyai 9 saluran terdiri dari 6 saluran dengan resolusi 30x30 meter, satu saluran pankromatik dengan resolusi spasial 15x15 meter dan d u a saluran thermal dengan resolusi spasial 60 x 60 meter. 2.2 Wilayah Pesisir dan Potensinya Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke a r a h darat meliputi bagian daratan, baik kering m a u p u n terendam air yang masih m e n d a p a t pengaruh sifatsifat laut, seperti angin laut, pasang surut yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke a r a h darat m e n c a k u p daerah yang masih terkena p e n g a r u h percikan air 116
laut atau pasang surut, d a n ke a r a h laut meliputi daerah p a p a r a n b e n u a (Beatly et.al, 1994 dalam Dahuri et. al., 1996). Sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau b a t a s terluar dari pada daerah p a p a r a n b e n u a (continental shelj), di m a n a ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, m a u p u n proses yang disebabkan oleh kegiatan m a n u s i a di darat seperti penggundulan h u t a n dan pencemaran (Bengen, 2002). Beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti estuaria muara sungai, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, d a n bukit pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas s u a t u wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang m e m b e n t u k tipetipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang b e r h u b u n g a n dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai d a n luas. Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai d a n ke arah laut terdapat p a p a r a n b e n u a yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berh u b u n g a n dengan tepi b e n u a p a t a h a n atau t u b r u k a n (collision edge), dataran pesisirnya sempit, c u r a m d a n berbukitbukit, sementara j a n g k a u a n paparan benuanya ke a r a h laut j u g a sempit. Berdasarkan p a d a b a t a s a n tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir m e r u p a k a n wilayah peralihan (interface) a n t a r a d a r a t a n d a n laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir m e r u p a k a n ekosistem k h a s y a n g kaya a k a n s u m b e r daya alam, baik s u m b e r daya alam dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, h u t a n mangrove, d a n sumber daya tak dapat pulih (nonrenewable resources) seperti minyak d a n gas Bumi, b a h a n t a m b a n g dan mineral lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi energi kelautan yang cukup potensial seperti gelombang, pasang surut, angin, d a n OTEC (Ocean Thermal 117
Energy Conversion), serta memiliki potensi jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti media transportasi, keindahan alam u n t u k kegiatan pariwisata, dan Iain-lain. Menurut Dirjen Pesisir d a n Pulaupulau Kecil (2001), a d a 3 batasan pendekatan u n t u k mendefinisikan wilayah pesisir, yaitu • Pendekatan ekologis: wilayah pesisir m e r u p a k a n kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang s u r u t dan intrusi air laut; d a n kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan seperti sedimentasi dan pencemaran. • Pendekatan administrasi: wilayah pesisir adalah wilayah yang secara administrasi pemerintahan mempunyai batas terluar sebelah h u l u dari kecamatan atau kabupaten atau kota yang mempunyai laut d a n ke a r a h l a u t sejauh 12 mil dari garis pantai u n t u k propinsi atau sepertiganya u n t u k kabupaten atau kota. • Pendekatan perencanaan: wilayah pesisir merupakan wilayah perencanaan pengelolaan s u m b e r daya yang difokuskan p a d a penanganan issue yang akan dikelola secara bertanggung jawab. Pada Gambar 2-2 memperlihatkan batas-batas fisik wilayah pesisir (Brahtz, 1972; dalam Supriharyono, 2000) yang terdiri dari wilayah yang meliputi lahan pesisir (Coast), pantai (Shore) dan perairan dangkal (Nearshore).
Gambar 2-2: Batas-batas pesisir
fisik
wilayah
Keunikan wilayah pesisir serta beragamnya s u m b e r daya yang ada,
mengisyaratkan pentingnya pengelolaan wilayah tersebut secara terpadu b u k a n secara sektoral. Menurut Dahuri (2000) ada lima alasan mengapa wilayah pesisir perlu dikelola secara terpadu: • Secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan a t a s dan laut lepas. Dengan demikian p e r u b a h a n yang terjadi p a d a s u a t u ekosistem, cepat atau lambat akan rnempengaruhi ekosistem yang lainnya, • Dalam s u a t u k a w a s a n pesisir biasanya terdapat lebih dari d u a macam sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan, • Dalam s u a t u k a w a s a n pesisir, pada u m u m n y a terdapat lebih dari satu kelompok m a s y a r a k a t (orang) yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan [preference) bekerja yang berbeda. Padahal sangat s u k a r u n t u k mengubah profesi seseorang yang sudah mentradisi m e n e k u n i s u a t u bidang pekerjaan, • Baik secara ekologis m a u p u n ekonomis, pemanfaatan s u a t u kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan t e r h a d a p perubahan internal m a u p u n eksternal yang menj u r u s k e p a d a kegagalan u s a h a , • Kawasan pesisir pada umumnya adalah merupakan sumber daya milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh s e m u a orang (open acces). Pada hal setiap pengguna sumber daya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan k e u n t u n g a n . Sumber daya alam secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam 2 bagian, yaitu sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Sumber daya alam hayati m e r u p a k a n s u m b e r daya alam yang b e r h u b u n g a n dengan t u m b u h - t u m b u h a n yang menutupi permukaan Bumi, sedangkan yang non hayati berhubungan dengan obyek mineral, air dan obyek hasil b u a t a n m a n u s i a .
Potensi sumber daya wilayah pesisir sangat beragam, Dahuri (2001) membagi potensi tersebut menjadi 2 bagian, yaitu • Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seperti bermacam jenis ikan, udang, rumput laut, mangrove, terumbu karang. • Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti bermacam jenis mineral, pertambangan dan energi (gas d a n minyak). Selain itu bentuk kekayaan alam yang indah, kondisi perairan dan keanekaragaman flora-fauna di wilayah pesisir dapat dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata. Misalnya memanfaatkan kawasan terumbu karang yang mempunyai berbagai macam jenis ikan karang dan ikan hias, memanfaatkan kawasan mangrove Indonesia yang merupakan tempat komunitas mangrove terluas di dunia. Sampai akhir t a h u n 2000, terdapat 241 daerah kabupaten atau kota yang memiliki wilayah pesisir (Sapta Putra, Pers.comm 2000). Dengan demikian Indonesia memiliki lokasi obyek wisata bahari yang c u k u p besar dibandingkan negara manapun. 2.3 Mangrove Hutan mangrove sering juga disebut sebagai hutan pantai, hutan bakau, hutan payau atau h u t a n p a s a n g surut yang m e r u p a k a n s u a t u ekosistem peralihan antara darat d a n laut. Terdapat di daerah tropik a t a u s u b tropik di sepanjang pantai yang terlindung dan di m u a r a sungai. Hutan mangrove merupakan ciri k h a s ekosistem daerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove merupakan kom u n i t a s t u m b u h a n pantai yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang m a m p u t u m b u h d a n berkembang pada d a e r a h pasang surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, s u b s t r a t d a n morfologi pantainya. Sebagai daerah peralihan antara darat dan laut, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan 118
yang berat, sehingga h a n y a jenis tertentu yang memiliki toleransi terhadap kondisi lingkungan seperti itulah yang dapat bertahan dan berkembang (Departemen Kehutanan, 1997). Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam s u a t u habitat mangrove. Hutan mangrove m e r u p a k a n komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang m a m p u t u m b u h d a n berkembang pada daerah p a s a n g s u r u t pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Keberadaan hutan mangrove dapat terjadi pada lingkungan di sepanjang m u a r a sungai atau lebih banyak dipengaruhi oleh faktor aliran sungai (fluvio-marine) dan lingkungan yang lebih didominasi faktor laut (marino-fluvial). U n t u k kondisi hutan mangrove yang lebih banyak dipengaruhi faktor laut, biasanya suplai air tawar berasal dari c u r a h hujan atau m a t a air (spring) dan struktur h u t a n n y a lebih didominasi oleh t a n a m a n mangrove. Secara ekologis h u t a n mangrove telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan m a n u s i a baik secara langsung m a u p u n tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi sumber daya ikan dan u d a n g berfungsi sebagai tempat mencari m a k a n , memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak. Bagi fungsi ekologi sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa baik sebagai habitat pokok m a u p u n sebagai habitat sementara. Bagi fungsi ekonomis d a p a t b e r m a n f a a t s e b a g a i sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Arang dari jenis Rhizophora spp mempunyai nilai p a n a s yang tinggi d a n a s a p nya sedikit. Mangrove j u g a mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari h e m p a s a n gelombang air laut. 119
Ekosistem h u t a n mangrove di Indonesia memiliki keaneka-ragaman jenis yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 spesies, yang terdiri dari 35 spesies t a n a m a n , 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasitik (Nontji, 1987). Beberapa jenis pohon yang banyak dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah Bakau (Rhizophora. spp.), Api-api (Auicennia spp.), Pedada (Sonneratia spp.), Tanjang (Bruguiera spp.), Nyirih (Xylocarpus spp.), Tenger (Ceriops spp.) dan Buta-buta (Exoecaria spp.). Hutan mangrove merupakan s u m b e r daya alam wilayah tropis yang memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial, ekonomi, d a n ekologi. Hutan mangrove m e r u p a k a n ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologi, fungsi ekonomi atau fungsi produksi. Fungsi fisik dari ekosistem mangrove, yaitu menjaga garis pantai tetap stabil, melindungi pantai d a n tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai, serta sebagai zat perangkap, zat pencemar d a n limbah. Selain itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daerah pesisir dari gempuran ombak (abrasi), gelombang tsunami, dan angin taufan. Ekosistem mangrove juga berperan besar dalam pemeliharaan kualitas perairan pesisir melalui a d a n y a jebakan sedimen yang terdapat di kolom air dan pengeluaran nutrien dalam keadaan seimbang (steady-state equilibrium). Fungsi biologi ekosistem mangrove adalah sebagai daerah pasca larva dan j u w a n a jenis-jenis ikan tertentu dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota. Hutan mangrove merupakan tempat pemijahan d a n a s u h a n (nursery ground) berbagai m a c a m biota, termasuk ikan d a n u d a n g yang hidup secara alami. Di sisi lain a d a peluang u p a y a peningkatan produksi melalui budidaya tambak udang, yang secara s e s a a t a k a n lebih cepat mendatangkan keuntungan. Tak dapat dipungkiri bahwa t u n t u t a n peningkatan
ekonomi melalui u s a h a produksi budidaya tambak u d a n g yang tidak berwawasan lingkungan, akan membawa konsekuensi mendorong laju p e n u r u n a n luas h u t a n mangrove yang berfungsi menjaga kestabilan lingkungan. Fungsi ekonomi ekosistem mangrove sangat banyak baik j u m l a h m a u p u n kualitasnya. Menurut Saenger, 1963 dalam Dahuri, 1996, ada 70 macam kegunaan t u m b u h a n mangrove bagi kepentingan manusia, baik produk langsung, seperti bahan bakar, b a h a n b a n g u n a n , alat perangkap ikan, p u p u k pertanian, bahan baku kertas, m a k a n a n , obat-obatan, minuman d a n tekstil. Disamping itu produk tidak langsung, seperti tempattempat rekreasi dan bahan makanan dan produk yang dihasilkan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengamatan penyebaran h u t a n mangrove pada citra Landsat 7-ETM dengan menggunakan kombinasi kanal komposit menjadi RGB 4 5 3 , rnaka h u t a n mangrove dapat diidentifikasi dengan kenampakan berwarna merah tua. 2.4 Terumbu Karang Terumbu karang {coral reefs) merupakan k u m p u l a n organisme yang hidup di dasar laut daerah tropis d a n dibangun oleh biota laut penghasil kapur, k h u s u s n y a jenis-jenis k a r a n g d a n alge penghasil kapur (CaCCh). (Saptarini et. al, 1995; Dawes 1981 dalam Supriharyono, 2000). Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem t e r u m b u karang dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu t e r u m b u k a r a n g tepi {fringing reef), t e r u m b u k a r a n g penghalang (barrier reef\ d a n terumbu karang cincin (atolls). Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumb u h a n maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan s u h u yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi. Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat
menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada m a s a larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang merupakan sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan d a n pariwisata. P e r t u m b u h a n karang dan penyebaran terumbu karang tergantung pada kondisi lingkunganya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali b e r a b a h karena adanya gangguan baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia. Faktor-faktor kimia d a n fisik yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan d a n atau laju pert u m b u h a n k a r a n g a n t a r a lain cahaya matahari, s u h u , salinitas dan sedimen. Sedangkan faktor biologis biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyono, 2000). Pengamatan terumbu karang menggunakan citra Landsat 7-ETM dibatasi pada k e m a m p u a n penetrasi data kanal 1 d a n kanal 2 terhadap kolom air. Pengamatan terumbu karang mengg u n a k a n data inderaja Landsat 7-ETM ini hanya dilakukan sampai batas kedalaman yang dapat dideteksi oleh sensor satelit. Untuk mendapatkan informasi terumbu karang dari data Landsat 7-ETM. Dilakukan Pengolahan yang dimaksudkan u n t u k mendapatkan informasi obyek dasar perairan, k a r e n a informasi yang didapat dari citra awal masih tercampur dengan informasi lain, seperti kedalaman air, kekeruhan, d a n pergerakan permukaan air. Pengolahan ini meliputi penghilangan efek kolom air, ekstraksi informasi obyek dasar laut dengan menggunakan metode yang didasari oleh "Model Pengurangan Eksponensial" (Exponential Attenuation Model) oleh Lyzengga (19781.
120
dengan Li adalah radiasi pada panjang gelombangi, Li" adalah radiasi yang diukur pada laut dalam, Lib adalah radiasi dasar perairan (0 m), panjang gelombang i, Z adalah kedalaman perairan (m), Ki adalah koefisien attenuasi dari air pada panjang gelombang i Persamaan ini telah d i t u r u n k a n dan diperoleh p e r s a m a a n sebagai berikut (Lyzengga-1978) Y = \n(TMl) + k, I kj • ln(TM2) (2-2) Koefisien ki d a n kj dapat diperoleh dengan cara : a) Mengukur secara in-situ dengan mengaplikasikan model pengurangan eksponensial (Siregar, 1992), b) Menghitung slope k,/kj (Lyzengga, 1981) di mana ki/kj = a + V « 2 + l (Engel, 1988 dan Siregar, 1992, 1995) Selanjutnya dilakukan enhancement terhadap citra hasil transformasi u n t u k menonjolkan obyek t e r u m b u karang sehingga lebih m e m u d a h k a n dalam proses selanjutnya (klasifikasi). 2121 . 5 Lamun Padang l a m u n (seagrass beds) merupakan laut dari yang jernihkan terletak berbiji angiospermae. adanya Wilayah tertentu, daerah mencapai lamun, menstabilkan makanan habitat dangkal. t ekstensif ubeberapa ptunggal antara ini m di perakaran adi air; sblangsung auterdapat daerah dasar nm salah hLamun produktivitas gaaKeunikan snnlain us jenis aub(monokotil) (Supriharyono, rslaut matahari utsatu laut. pesisir antara rdtperangkap termasuk kebanyakan aahewan tsampai n dasar tumbuhan lainnya Fungsi ekosistem sistem primer; batas atau masih air; dari kedalaman dan tumbuhan sedimen, terendah perairan rhizoma substrat padang hewan; sumber adalah 2000). lamun dapat kelas menyang
organisme yang menempel dan sebagainya (Supriharyono, 2000). Produktivitas primer komunitas lamun mencapai 1 kg C / m 2 / t h . Namun demikian, dari jumlah tersebut hanya 3 % yang dimanfaatkan oleh herbivora, 37 % tenggelam ke perairan d a n dimanfaatkan oleh b e n t h o s d a n 12 % mengapung di p e r m u k a a n d a n hilang dari ekosistem. Produktivitas tersebut selain dari tumb u h a n lamun j u g a berasal dari algae dan organisme phytoplankton yang menempel di d a u n lamun d a n sejumlah invertebrata lainnya, seperti Echinodermata (teripangHoloturia), d a n bintang laut (Archaster, Linckia); serta Crustacea (udang dan kepiting) (Kirman d a n Reid, 1979, Supriharyono, 2000). Di Indonesia, padang lamun sering dijumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et. al., 1997, Wibowo et. al, 1996) sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. S t r u k t u r komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling mendukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. 2 . 6 Jumlah Pulau Penghitungan jumlah pulau dengan m e n g g u n a k a n satelit, m e r u p a k a n s u a t u metode penghitungan dari j a r a k j a u h yang meliputi pengumpulan data dan proses analisis data. Sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakkan muka Bumi, sensor pada w a h a n a pesawat atau satelit d a n proses pembentukan data m e r u p a k a n bagian dari proses pengumpulan data. Sedangkan proses analisis d a t a meliputi pengujian d a t a dengan menggunakan alat interpretasi, menganalisis data digital mengumpulkan data rujukan sebagai p e m b a n t u dalam penganalisisannya (Retraubun, A. S. W., 2002). Radiasi elektromagnetik merupakan s u a t u b e n t u k perjalanan dalam ruang h a m p a , yang m e n u n j u k k a n sifat-sifat partikel dan gelombang. Sumber energi yang dipakai dalam sistem penginderaan
j a u h adalah matahari dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Dalam Penginderaan J a u h , gelombang yang sering digunakan berada dalam beberapa spektrum elektromagnetik, yaitu spektrum tampak (0,4-0,7 (am), infra merah pantulan, infra merah thermal dan gelombang mikro (Lillesand d a n Kiefer, 1993). Spektrum yang digunakan m e r u p a k a n spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan Bumi. Suatu obyek dapat m e m a n t u l k a n cahaya matahari atau m e m a n c a r k a n energinya sendiri sesuai dengan atom d a n molekulnya. Energi radian yang dipancarkan suatu benda mengikuti kaidah Hukum Plank. Dengan demikian radiasi dari suatu benda dapat dijadikan ciri u n t u k identifikasi obyek tersebut. Demikian pula dengan pengidentifikasian s u a t u pulau dapat dilihat dari radiasi yang dipancarkan oleh pulau itu sendiri. Penggunaan metode ini dapat dengan cepat diperoleh informasi mengenai jumlah pulau di s e l u r u h Kabupaten Maluku Tenggara. Penggunaan hasil liputan citra satelit yang memiliki resolusi tinggi dengan ukuran pixel dapat mencapai 5 m x 5 m dengan m u d a h ditentukan dengan cepat informasi mengenai ukuran pulau dan sekaligus dengan total jumlah pulau. Dengan mengkombinasikan antara berbagai macam tipe liputan citra satelit, dapat diperoleh sangat beragam informasi, baik informasi fisik, sosial m a u p u n ekosistem pesisir dalam waktu yang sangat cepat. 2.7 Garis Pantai Garis pantai m e r u p a k a n salah satu batas yang menggambarkan bentuk geometris dari pulau, d a p a t berupa garis-garis yang tidak beraturan yang memisahkan a n t a r a d a r a t a n d a n lautan (Rais, Y., 2002). Sedangkan m e n u r u t Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 t a h u n 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, menyebutkan bahwa garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan
daratan pantai yang dipakai untuk menetapkan titik terluar di pantai wilayah laut. Terdapat beberapa definisi tentang garis pantai, diantaranya adalah • m e n u r u t IHO, coastline is the line reached by mean high water springs or mean higher high water tide, and care is necessary in order to locate it accurately in places where the tidal range is great. • menurut peta, garis pantai didefinisikan sebagai garis batas antara air tinggi rata-rata d a n daratan, kecuali u n t u k daerah rawa rawa dan bakau, di mana dipakai garis pantai yang nyata yaitu tepi luar dari t e t u m b u h a n . Garis pantai tersebut selalu beru b a h - u b a h baik bentuk m a u p u n panjangnya. Perubahan garis pantai dapat diakibatkan oleh kekuatan alam m a u p u n buatan manusia. Kekuatan tersebut dapat berupa pelapukan, pengikisan dan pengendapan (kekuatan luar), serta kekuatan dari dalam yang berupa kekuatan tektonik d a n vulkanik. Proses pengikisan dan pengendapan di laut menyebabkan endapan material, lama kelamaan membentuk gundukang u n d u k a n tanah yang dinamakan tanggul pantai. Tanggul mempunyai permukaan cembung dan m e n g a n d u n g air tawar, sehingga m e r u p a k a n tempat pemukiman dan konsentrasi p e n d u d u k . Sebelum terbentuk tanggul di pantai, pada awalnya terjadi akresi, yaitu peristiwa tanah timbul di wilayah pantai yang berupa gosong atau delta. Dari hasil pengendapan tersebut, semakin lama semakin besar menyambung ke darat dan membentuk tanggul pantai. Demikian pula berlaku pada sungai yang membentuk tanggul sungai. Di samping pengendapan, erosi dan pengikisan pantai atau lebih dikenal dengan istilah abrasi pantai, banyak berperan dalam m e r u b a h b e n t u k garis pantai. Faktor u t a m a yang menentukan abrasi ini terutama disebabkan oleh arah gelombang yang dominan serta arah 122
arus pasang surut. Pada tempat-tempat tertentu bila tidak ada upaya pencegahan, abrasi pantai ini dapat mengikis bentuk pantai mencapai puluhan meter per tahun. Berdasarkan contoh-contoh di atas dapatlah diprediksi kemungkinan-kemungkinan perubahan garis pantai yang a k a n terjadi dengan memperhatikan besarnya sedimentasi, arah a r u s , p a s u t dan arah gelombang p a d a s u a t u wilayah pantai. 2.8 Metode Algoritma u m u m dari serangkaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam identifikasi spasial potensi sumber daya alam (dari pengumpulan data sampai dengan hasil akhir) u n t u k Kabupaten Maluku Tenggara dapat diuraikan seperti pada Gambar 2-3, Pada Gambar 2-3 dapat dilihat bahwa proses p e m b u a t a n s u m b e r daya alam spasial dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu
proses terseout cu atas aengan menggunakan channel 5, 4 dan 2 dapat dilihat pada G a m b a r 3 - 1 (Lampiran 1). Proses Klasifikasi, yang diikuti dengan proses analisis, identifikasi (identifikasi mangrove d a n terumbu karang) d a n validasi serta mencocokan hasilnya dengan data survey, sehingga proses dila kukan berulang-ulang. Bila tidak sesuai m a k a proses klasifikasi diulang kembali atau dikoreksi d a n bila sesuai m a k a proses dilanjutkan ke perhitungan luas dan pencetakan. 123
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Maluku Tenggara mer u p a k a n salah satu kabupaten dari Provinsi Maluku terdiri dari 117 pulau yang terbagi dalam 10 Kecamatan (kecamatan Kei Kecil, Tayando Tarn, P. Kur, Pulau Dullah Utara, Pulau Dullah Selatan, Kei Kecil Timur, Kei Kecil Barat, Kei Besar, Kei besar Utara Timur, Kei Besar Selatan), 112 d e s a d a n 4 kelurahan. Peta dasar Kabupaten Maluku Tenggara dapat dilihat pada Gambar 3-1 (Lampiran 1). Untuk mengetahui s u m b e r daya alam h u t a n dari masing-masing kecamatan, dilakukan dengan cara mengoverlay batas administrasi dengan citra RGB 542 Landsat-7 seperti p a d a Gambar 3-2 (Lampiran 2) Hasil overlay menunjukkan bahwa h u t a n di Kabupaten Maluku Tenggara terdapat di tujuh (7) Kecamatan, yaitu Kecamatan P. Kur, Pulau Dullah Utara, Pulau Dullah Selatan, Kei Kecil Timur, Kei Kecil Barat, Kei Besar, Kei besar Utara Timur. Sedangkan luas Kabupaten Maluku Tenggara adalah 1257,49 Km 2 . Berdasarkan hasil pengolahan citra dengan menggunakan Metode Lyzengga dan hasil survey di daerah tertentu, maka diperoleh informasi bahwa terurnbu karang d a n Lamun paling banyak terdapat di kecamatan Tayando Tarn, Pulau Dullah Utara, Kei Kecil Barat. Sedangkan Luas terumbu karang, lamun dan pasir di kecamatan Maluku Tenggara berturutturut adalah 144,13 Km*, 140,43 Km 2 , 243,18 Km 2 seperti pada Gambar 3-3 (Lampiran 2). Hasil pengamatan gray level hutan mangrove di tiga daerah Teluk Un, Desa Evu, Desa Raat dapat dilihat pada Tabel 3-1 (Lampiran 1). Tabel 3-1 mununjukkan bahwa nilai gray level h u t a n mangrove sangat bervariasi, sehingga identifikasi h u t a n mangrove berdasarkan gray level dari tiap-tiap nilai band sangat tidak memungkinkan dilakukan. Untuk itu, identifikasi penyebaran hutan mangrove di lokasi tertentu dapat diperoleh dengan cara mensuperposisikan pada citra Landsat 7-ETM dari kanal 4, 5 dan 3. Sehingga diperoleh citra komposit RGB 453. Pada
243,18 Km2 seperti p a d a Gambar 3-3 (Lampiran 2). Hasil pengamatan gray level h u t a n mangrove di tiga d a e r a h Teluk Un, Desa Evu, Desa Raat dapat dilihat pada Tabel 3-1 (Lampiran 1). Tabel 3-1 m u n u n j u k k a n bahwa nilai gray level h u t a n mangrove sangat bervariasi, sehingga identifikasi h u t a n mangrove berdasarkan gray level dari tiap-tiap nilai band sangat tidak memungkinkan dilakukan. Untuk itu, identifikasi penyebaran hutan mangrove di lokasi tertentu dapat diperoleh dengan cara mensuperposisikan pada citra Landsat 7-ETM dari kanal 4, 5 d a n 3. Sehingga diperoleh citra komposit RGB 4 5 3 . Pada citra komposit tersebut h u t a n mangrove dapat diidentifikasi dengan k e n a m p a k a n berwarna m e r a h tua. Hasil identifikasi h u t a n mangrove yang d i t u r u n k a n dari citra Landsat-7 dapat dilihat pada Gambar 3-4 (Lampiran 3). Berdasarkan Gambar 3-4 ditunj u k k a n bahwa h u t a n mangrove di kabupaten Maluku Tenggara hanya terdapat di Pulau Nuhumora dan sedikit di Pulau Kaidulah dengan Luas keseluruhan hutan mangrove adalah 17,785 Km 2 . Informasi p e n u t u p lahan sumber daya alam pesisir Kabupaten Maluku Tenggara, diturunkan dari citra RGB satelit Landsat dengan m e n g g u n a k a n kanal 5, 4, 2 dengan proses klasifikasi. Hasil proses tersebut dapat dilhat p a d a Gambar 3-5 (Lampiran 3). Gambar 3-5 m e n u n j u k k a n bahwa sumber daya alam pesisir Kabupaten Maluku Tenggara, terdiri dari hutan darat (paling banyak terdapat hampir di pesisir Pulau Nuhuyut), semak belukar (paling banyak terdapat di pesisir Nuhuroa), pemukiman, p e r k e b u n a n dengan luas berturut-turut 361, 568 Km2, 199,62 Km2, 27,90 Km2, 21,84 Km2, sedangkan panjang garis pantai Kabupaten Maluku Tenggara, adalah 982,46 Km.
menggunakan teknologi penginderaan j a u h satelit Landsat mempunyai akurasi yang c u k u p memadai dalam mengidentifikasi s u m b e r daya alam pesisr dan laut. Karena teknologi tersebut mempunyai cakupan yang cukup luas dan mempunyai periode tertentu, sehingga data dapat diperbaharui. Hasil yang diturunkan dari data Landsat-ETM t a h u n 2002 p a r t h / r a w 105/064, 1 0 6 / 6 3 , d a n 1 0 6 / 0 6 4 dan beberapa informasi/data seperti hasil survey, peta thematik lainnya, diperoleh informasi spasial sumber daya alam wilayah pesisir, antara lain Informasi spasial ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, Padang Lamun. Jumlah pulau, luas obyek, panjang garis pantai yang cukup akurat. Informasi tersebut dapat digunakan oleh para pengambil k e p u t u s a n dalam memperkuat perencanaan pembangunan wilayah pesisir guna m e n e n t u k a n a r a h pembangunan di m a s a yang akan datang. Berdasarkan analisis dan pemrosesan citra, maka luas Kabupaten Maluku Tenggara adalah 1257,49 Km 2 , dengan sumber daya alam laut u n t u k terumbu karang dan Lamun paling banyak terdapat di kecamatan Tayando Tarn, Pulau Dullah Utara, Kei Kecil Barat. Sedangkan Luas keseluruhan terumbu karang, lamun dan pasir di Kabupaten Maluku Tenggara berturut-turut adalah 144,13 Km2, 140,43 Km 2 , 243,18 Km 2 , dan hutan mangrove paling banyak terdapat di Kecamatan Kei Kecil, dengan luas kesel u r u h a n 17,785 Km 2 . Sumber daya alam pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara masih didominasi dengan h u t a n darat, semak belukar, pemukiman, perkebunan serta lainnya dengan luas masing-masing 361,568 Km 2 , 199,62 Km 2 , 27, 90 Km2, 21,84 Km 2 , d a n panjang garis pantai Kabupaten Aru adalah 982,46 Km. DAFTAR RUJUKAN
4
KESIMPULAN
Inventarisasi s u m b e r daya alam pesisir d a n laut di Maluku Tenggara
Arinu, I. N. A., 2002. Penentuan dan Penghitungan Garis Pantai. Lokakarya Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Garis Pantai dan Jumlah 124
Pulau di Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. CoremapLIPI d a n LAPAN. Asbar, 2002. Konsep BioRegion dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir (suatu tinjauan filosofty. IPB. Bogor. (makalah thesis). Bengen, D.G., 2 0 0 2 . Sinopsis Ekosistem dan Sumber day a Alam Pesisir dan Lout serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan IPB 2 0 0 2 . Clark, R. J., 1996. Coastal Zone Management Hand Book. CRC Lewis Publishers. Boca Raton, Florida.694 p. Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., dan Sitepu, M.J. 2 0 0 1 . Pengelolaaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. FT. Pradnya Paramita. J a k a r t a . Dephut, 1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. J a k a r t a Diposaptono, S., 2002. Garis Pantai. Lokakarya Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Garis Pantai dan Jumlah Pulau di Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. Coremap-LIPI d a n LAPAN. Direktorat J e n d e r a l Pesisir d a n PulauPulau Kecil. 2 0 0 1 . Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta. Hasyim, B., Winarso, G., Sulma, S., 2003. Pendataan Pulau dan garis Pantai Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Semiloka Penentuan Definisi d a n Pendataan Pulau di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.malukuprov.go.id, Pemprov. http://www.oseanologi-lipi.go.id, LI PI.
125
LAPAN, 2002. Pemetaan Terumbu Karang Menggunakan Data Inderaja dan SIG untuk Mendukung COREMAP. Lokakarya Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Garis Pantai d a n J u m l a h Pulau di Indonesia Berd a s a r k a n Data Penginderaan J a u h . Coremap-LIPI d a n LAPAN. Lawrence, D., 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu: Buku Pedoman Teori dan Praktek Untuk Peserta Pelatihan. Great Barrier Reef Marine Park Authority. Australia. Diterj e m a h k a n oleh Mac T. dan M. S. Anggraeni. Lillesand, Thomas M. dan Ralp W. Kiefer., 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citnt Gajah Mada University press. Yogyakarta. Lyzengga R.D, 1978. Shallow Water Bathymetry Using Combined Lidar and Passive Multispectral Scanner Data, Int. J o u r n a l Remote Sens. Vol. 6 No. 1. Lyzengga R.D., Shallow Water Bathymetry Using Combined Lidar and Passive Multispectral Scanner Data, Int. J o u r n a l Remote Sens. Vol. 6 No. 1, 1978. Nontji, A., 1987. Lout Nusantara. Penerbit Djambatan, J a k a r t a . Rais, Y., 2002. Jumlah Pulau-pulau di Indonesia. Lokakarya Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Garis Pantai d a n J u m l a h Pulau di Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan J a u h . Coremap-LIPI dan LAPAN. Sutanto, 1994. Penginderaan Jauh Terapan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Lampiran 1 Tabel 3 - 1 : PENGAMATAN NILAI GRAY LEVEL UNTUK MASING-MASING MANGROVE DI KABUPTEN MALUKU TENGGARA Lokasi
POSISI Bujur
1. 2. 3.
Teluk Un Desa Evu Desa Raat
132.7984 132.7050 132.5600
Lintang -5.5775 -5.803 -5.7307
Digital Number
JENIS Rhyzophora mucro Rhyzophora stylo Rhyzophora mucro
Bl
B2
B3
B4
B5? B7
150 80 83
147 56 64
158 48 46
140 88 155
28 39 70
20 22 31
Gambar 3-1: Overlay citra landsat-7 band 5,4,2 ETM tahun 2002 parth/raw 105/064, 106/63,dan 106/064 untuk wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
126
Lampiran 2
Gambar 3-2: Overlay citra Landsat channel 5,4,2 dengan b a t a s administrasi Kabupaten Maluku Tenggara
127
Lampiran 3
Gambar 3-4:Distribusi spatial h u t a n mangrove k a b u p a t e n Maluku Tenggara
Gambar 3-5: Informasi spatial s u m b e r daya alam pesisir k a b u p a t e n Maluku Tanggara
128