1
INVENTARISASI MASAKAN TRADISIONAL SPESIFIK ACEH DALAM MENU KELUARGA DI KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR11 Dra. Zuraini Mahyiddin M.Pd22 ABSTRAK Masakan Tradisional merupakan salah satu kebudayaan daerah yang diolah berdasarkan resep secara turun temurun yang dikonsumsi oleh golongan etnik dan wilayah yang spesifik. Masakan tradisional khas Aceh ini sangat penting dilestarikan dan mempunyai cita rasa yang berbeda-beda, seperti rasa asam, asin, dan pedas yang ditimbulkan dari penggunaan bumbu dan rempah. Masakan Aceh terdiri dari 3 jenis, yaitu: nasi, lauk-pauk, sayuran, dan sambai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara menginventarisasikan jenis-jenis masakan khas Aceh yang disajikan dalam menu keluarga. Data penelitian diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi dimana data diambil secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara jenis masakan lauk-pauk, yang disajikan dalam menu keluarga di Kabupaten Aceh Besar dari jenis nasi, seperti: Bue leumak, Bue Minyeek, Bue Gurie, jenis ikan, seperti: eungkot asam keueng, eungket lado, kareng lado, keumamah teupelemak, bileh asam keueng, eungkot paya, payah bileh, jenis daging sapi, seperti: sie reboh, sie asam keueng, sie leumoe, jenis daging ayam, seperti: sie manok peuleumak, manok asam keueng, jenis daging bebek (itek), seperti: sie itek peulemak, sie itek masak mirah, dari telur ayam: boh manok peulemak, boh itek teudeudah, jenis dari udang, seperti: udeung masak mirah, udeung peuaweuh, udeung asam keueng, jenis cumi-cumi (Noh), seperti: noh masak mirah, noh teutumeh, jenis sayuran seperti: gulee plie U, gulee rampo, tumeh on rumpun, tumeh on bayam, peulemak boh labu, jenis sambai, seperti: sambai bungoeng peutek, sambai on peugaga, sambai udeueng, sambai U, sambai bungoneng kala. Pada beberapa kecamatan daerah pesisiran, terdapat beberapa perbedaan dalam teknik pengolahan bahan, bumbu, dan rempah. Selain itu juga budaya asing ikut berpengaruh dalam pengolahan makanan tradisional Aceh, seperti Bue Briami dan Masak Kari. Kata kunci : Masakan Tradisional Aceh
1 2
Disajikan pada forum komunikasi jurusan iKK/PKK seluruh Indonesia, tanggal 14 juli 2010 di Surabaya Staf Pengajar pada Prodi PKK Universitas Syiah Kuala
2
PENDAHULUAN Provinsi Aceh terletak paling barat dari kepulauan Indonesia dan memiliki 22 Kabupaten/Kota. Pada awalnya Aceh hanya memiliki 10 Kabupaten/Kota, sejak diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, maka berkembang menjadi 22 Kabupaten/Kota. Di Provinsi Aceh didiami oleh delapan kelompok etnis Aceh, yaitu etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulue dan Singkil. Mereka telah eksis semenjak Aceh masihlah sebuah kerajaan dan di antara kedelapan etnis ini, etnis Aceh yang paling dominan dan mendiami hampir seluruh daerah tingkat II di Provinsi Aceh. Umumnya tiap-tiap suku bangsa yang ada di Provinsi Aceh mempunyai bermacam-macam jenis masakan tradisional yang menjadi ciri khas masing-masing suku bangsa. Masakan tradisional disuatu daerah dengan keanekaragaman merupakan manifestasi identitas tersendiri yang melekat pada suku bangsa dan sekaligus memperkaya khazanah kebudayaan nasional. Masakan tradisonal merupakan salah satu kekayaan daerah di bidang budaya. Menurut Alamsyah (1991: 45) masakan tradisonal adalah “masakan khusus yang disajikan umumnya pada upacara adat atau hari lebaran, yang mempunyai jenis dan bentuk tersendiri berdasarkan daerah bersangkutan”. Disamping itu Zaidan (1991:21) mengatakan bahwa “bahan makanan dan minuman yang ada di suatu daerah tidak hanya menjadi sajian untuk memenuhi makanan pokok sehari-hari, tetapi juga merupakan pelengkap dari upacara-upacara adat, sesuai dengan adat istiadat dan pola budaya disuatu daerah“. Dari pendapat tersebut mengandung arti bahwa setiap masakan tradisional merupakan aset daerah dalam bidang budaya yang harus dilestarikan dan diinventarisasikan. Inventarisasi adalah pencatatan atau pengumpulan data tentang kegiatan, hasil yang dicapai, pendapat umum (Depdikbud, 1991: 385). Maka yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendataan jenis-jenis masakan tradisional Aceh yang disajikan dalam menu keluarga di kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Masakan tradisional khas Aceh mempunyai cita rasa yang berbeda-beda, seperti rasa asam, asin, dan pedas yang ditimbulkan dari penggunaan bumbu dan rempah yang digunakan dalam pengolahan masakan tradisional khas Aceh. Muhammad (1990) menyatakan masakan tidak terlepas dari sistem nilai budaya serta adat istiadat suatu daerah. Setiap daerah mempunyai tradisi makan serta jenis-jenis masakan khas dan berbeda dengan daerah lainnya.
3
Demikian juga dengan Daerah Aceh, yang memiliki ciri khas tersendiri yang merupakan manifestasi identitas tersendiri yang melekat dari generasi ke generasi. Ditinjau secara historis masakan tradisional Aceh sedikit banyak terdapat persamaan dengan masakan India. Hal ini sebagaimana penjelasan Djayadiningrat (1988) bahwa: kedatangan para pedagang India sedikit banyak mempengaruhi di bidang makanan, ini tampak pada pola makanan orang Aceh yang meniru masakan dari India,misalnya martabak dan kari. Bagi masyarakat Aceh semua masakan tradisional tidak dapat dipisahkan dengan seleranya, karena sejak kecil masyarakat Aceh telah terbiasa makan makanan tradisional Aceh. Dalam upaya penyajian makanan tradisional suatu daerah tidak hanya untuk tujuan konsumsi, melainkan tradisi tersebut dapat mempertahankan dan melestarikan kekayaan budaya daerah. Masih dirasakan bahwa keberadaan dan status sebagian besar makanan tradisional kita (ethnic food) belum begitu menggembirakan perkembangannya. Dalam usaha mengantisipasi gejala tuntutan konsumen dan mengupayakan pola pangan yang bergizi cukup, seimbang dan aman bagi kesehatan, maka pengembangan makanan tradisional perlu diupayakan untuk ditingkatkan dan dimasyarakatkan secara meluas baik di tingkat nasional maupun internasional.Pangan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan etnik dan wilayah yang spesifik. Makanan tradisional diolah berdasarkan resep secara turun temurun. Bahan yang digunakan berasal dari daerah setempat dan makanan yang dihasilkan juga sesuai dengan selera masyarakat setempat. Kemajuan ilmu dan tekhnologi telah berdampak pada perubahan perilaku individu yang terkait erat dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Pengaruh global tampak menonjol di kotakota diiringi dengan mengalirnya arus budaya makanan barat (fast food) yang tampak sangat mampu menarik minat banyak konsumen. Akibat dari adanya kecenderungan ini, maka pasar pangan tradisional menghadapi saingan yang sangat berat. Upaya mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan cakupan konsumen melalui rekayasa sehingga makanan tradisional dapat diterima oleh masyarakat yang lebih luas. Upaya pengembangannya dapat berhasil baik bila makanan tradisional mampu memenuhi kebutuhan dan selera konsumen berbagai lapisan masyarakat mampu mengangkat citra sehingga makanan tradisional dapat sejajar dengan makanan lain seperti fast food. Apakah makanan memenuhi selera atau tidak tergantung pada pengaruh sosial budaya, tetapi juga dari sifat fisiknya suatu makanan diterima atau ditolak 4
tergantung kenikmatan yang diterima panca indera tergantung rasa, bau, penampilan, pandangan masyarakat terhadap pangan tersebut. Pangan mulai dibentuk pada masa anak diterapkan. Dalam pandangan umum yang telah diterima secara luas, interaksi antara anak dan orang tua terutama dalam pola asuh makanan merupakan media yang paling baik dalam mentransfer kesukaan terhadap makanan.Dalam upaya pengembangan makanan tradisional yang perlu mendapat perhatian adalah usaha mengangkat citra, sehingga makanan tradisional sejajar dengan makanan lain (fast food) juga penting rasa pangan tradisional bila ingin diterima oleh masyarakat secara umum, maka makanan tradisional harus memenuhi selera umum. Pada gastronomi internasional dikenal dua kubu tipe makanan yaitu : a. makanan kontinental atau makanan barat b. makanan oriental yang berasal dari daratan Asia dan sekitarnya
Di benua Asia (Oriental) ada dua kubu makanan yang berbeda yaitu : 1. Kubu Timur Tengah seperti Irak, Iran 2. India dan Arab. Kubu ini memakai banyak jenis bumbu dengan aroma tajam dan rasa yang pedas. 3. Kubu Asia Timur seperti Cina, Jepang dan sekiranya. Kubu ini tidak memakai banyak bumbu, aromanya lembut dan disantap dalam keadaan panas.
Makanan dari kubu Timur Tengah ini yang masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para saudagar gujarat yang datang berdagang ke Indonesia dan berkembang seirama dengan perkembangan kerajaan Hindu da Islam di Indonesia. Masakan tradisional Aceh ini dipastikan berasal dari kubu diatas yang mempunyai rasa dan aroma tajam mendekati makanan India, Arab dan lain-lain. Pengaruh tersebut masuk ke Aceh dan mendominasi penduduk setempat dan pengaruh-pengaruh lain seperti di Barat dan selatan banyak mengarah ke Barus atau Minang dan lain lagi sehingga makanan tradisional Aceh sangat beragam antara kabupaten yang satu dengan kabupaten lainnya serta terdapat perbedaan dari bahan dan bumbu dasar serta teknik pengolahan dan penyajiannya. 5
Salah satu suku bangsa yang mempunyai masakan tradisional beragam bentuk dan jenis adalah Kabupaten Aceh Besar. Masakan tradisional khas Aceh mempunyai cita rasa yang beda, seperti rasa asam, rasa asin, dan rasa pedas. Warna, bentuk, dan cita rasa masakan ditimbulkan dari penggunaan bumbu dan rempah yang digunakan dalam pengolahan masakan tradisional khas Aceh. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta meluasnya informasi tentang berbagai jenis masakan modern, menyebabkan masakan khas Aceh mulai jarang disajikan baik dalam menu keluarga maupun pada upacara adat atau ritual keagamaan dalam masyarakat Aceh. Berdasarkan pengamatan penulis di lokasi penelitian di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, hal masakan tradisional Aceh terdiri dari empat kategori yaitu jenis nasi, seperti: Bue leumak, Bue Minyeek, Bue Gurie. masakan jenis lauk pauk meliputi: Sie reboh, sie teulheu, sie lemoe, sie asam keueng, si balue, sie manok asam keueng, engkot asam keuang, kuah eungkot payua dan keumamah teupelemak. Untuk jenis sayuran antara lain: gulee pliek U, gulee rampo, kuwah on murong dan gulee jrueek. Masakan jenis sambai antara lain: sambai bungong kala, sambai U dan sambai Udeung, sedangkan makanan penutup seperti: rujak mameh dan boh kayee. Dari empat kategori masakan tersebut di lingkungan masyarakat Ingin Jaya, Kabupaten Aceh besar sudah jarang diterapkan dan disajikan dalam menu keluarga. Saat ini penulis mengamati pola tingkah laku konsumsi sebagian besar keluarga sudah mulai bergeser yaitu mereka cenderung mulai mengkonsumsi produk-produk instan yang serba praktis. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam agar dapat menginventarisasi jenis masakan tradisional Aceh yang masih disajikan oleh masyarakat di Kecamatan Ingin Jaya. Hal ini sesuai dengan judul penelitian: “Inventarisasi Masakan Tradisional Khas Aceh dalam Menu Keluarga di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar”.
METODE PENELITIAN Metode penelitian diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan menghitung persentase dari setiap jawaban yang diberikan responden dan data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
6
Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis-jenis masakan khas Aceh yang terdiri dari jenis nasi, lauk-pauk, sayuran dan sambal yang disajikan dalam menu keluarga di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu populasi yang kita ambil berdasarkan criteria yang kita tetapkan. Pada penelitian ini subjek yang diambil sebanyak 16 orang, yang terdiri dari 11 orang ibu-ibu rumah tangga yang berusia 30-60 tahun yang masih aktif pada kesebelas desa, yaitu: Lam Daya, Lam U, Paleuh Blang, Paleuh Pulo, Cot Gut, Cot Mutiwan, Lam Cot, Cot Muroeng, Lam Sinyeu, Lam Bada, dan Lam Jampok, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar dan pemuka adat yang memahami masakan tradisional Aceh sebanyak 5 orang, kemudian data dilanjutkan dengan random sampling (acak). Pemilihan secara random sampling yaitu melihat tingkat pengetahuan ibu-ibu rumah tangga, pemuka adat pada salah satu desa yang masih aktif dan penduduknya masih asli, sehingga akan mempermudah pengolahan data dilapangan. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang berupa pemecahan masalah yang sesuai data yang diolah pada saat ini. Data dikumpulkan dari hasil wawancara dengan ibu-ibu rumah tangga tentang jenis susunan hidangan menu khas Aceh. Sedangkan observasi dilakukan untuk mendukung data yang diperoleh melalui wawancara dengan realita yang terjadi di lapangan penelitian. Teknik pengolahan dan penafsiran data dilaksanakan dengan cara menganalisis semua data dan informasi yang telah terkumpul, kemudian didiskripsikan semua informasi yang diperoleh dari hasil wawancara. Data-data dalam penelitian
yang
diperoleh
dalam
catatan
dan
selanjutnya
dikelompokkan
menurut
permasalahannya sehingga pada akhirnya dianalisis dan ditafsirkan secara kualitatif dan kuantitatif. Data dianalisis sesuai dengan realita yang terjadi di lapangan dan tidak terlepas dengan teori-teori yang mendukung.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan dilapangan dengan judul “Inventarisasi Masakan Tradisional Khas Aceh dalam Menu Keluarga di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar”. Dalam bab ini diuraikan dan dibahas mengenai hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh dilapangan tentang jenis-jenis masakan khas Aceh yang terdiri dari jenis nasi, lauk-pauk, jenis sayuran dan jenis sambal dari susunan suatu menu atau hidangan pada ibu-ibu rumah tangga pada kesebelas desa di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan secara observasi dan wawancara bahwasanya masakan khas Aceh sangat digemari dan masakan Aceh jenis nasi, lauk-pauk, sayuran dan sambai di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar pada umumnya telah diterapkan dalam menu keluarga sehari-hari maupun pada saat acara-acara adat tertentu dan pengetahuan ini diperoleh secara turun-temurun maupun pengetahuan pribadi responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara jenis masakan lauk-pauk, yang disajikan dalam menu keluarga di Kabupaten Aceh Besar dari jenis nasi, seperti: Bue leumak, Bue Minyeek, Bue Gurie, jenis ikan, seperti: eungkot asam keueng, eungket lado, kareng lado, keumamah teupelemak, bileh asam keueng, eungkot paya, payah bileh, Sehubungan dengan itu Soejati (1998 : 72) “mengungkapkan bahwa daging sapi atau daging ayam dapat dimasak menjadi hidangan yang lezat dan menarik. jenis daging sapi, seperti: sie reboh, sie asam keueng, sie leumoe, jenis daging ayam, seperti: sie manok peuleumak, manok asam keueng, dan masakan kering seperti daging goreng tepung, ayam goreng kalasan. Dan juga masakan basah merupakan masakan yang berkuah, misalnya aneka macam soto, masakan daging peda dll. Jenis daging bebek (itek), seperti: sie itek peulemak, sie itek masak mirah, dari telur ayam: boh manok peulemak, boh itek teudeudah, jenis dari udang, seperti: udeung masak mirah, udeung peuaweuh, udeung asam keueng, jenis cumi-cumi (Noh), seperti: noh masak mirah, noh teutumeh,
8
Dalam Etri (1997 : 14) “mengungkapkan bahwa sayuran merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan diberbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang masih tidak suka mengkonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin dan mineral yang begitu lengkap serta bervariasi, dengan beranekaragamannya jenis saryran maka memungkinkan kita mengkonsumsi setiap hari tanpa merasa jenuh dan bosan. Berbagai metode pengolahan dan penyajian dapat pula diterapkan agar sayuran dalam menu senantiasa bervariasi.jenis sayuran seperti: gulee plie U, gulee rampo, tumeh on rumpun, tumeh on bayam, peulemak boh labu, jenis sambai, seperti: sambai bungoeng peutek, sambai on peugaga, sambai udeueng, sambai U, sambai bungoneng kala. Pada beberapa kecamatan daerah pesisiran, terdapat beberapa perbedaan dalam teknik pengolahan bahan, bumbu, dan rempah. Selain itu juga budaya asing ikut berpengaruh dalam pengolahan makanan tradisional Aceh. Menurut Soejoeti (1998 : 116) “mengungkapkan bahwa kuliner sangat mendambakan warna dari bahan makanan yang diolahnya. Jadi dengan banyaknya jenis sayuran dengan berbagai macam bentuk, warna dan rasa sangat menguntungkan karena dapat menciptakan aneka masakan sayuran yang sangat menarik dan lezat”. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara tentang penyajian khas Aceh di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat bahwasanya penyajian secara turun-temurun pada seluruhnya responden telah menyajikan masakan khas Aceh, khusunya pada jenis lauk pauk. Hal ini juga didukung sumber pengetahuan responden tentang penyajian susunan masakan khas Aceh, jenis lauk pauk diperoleh secara turun temurun dari pemuka adat atau orang tua. Mmenurut Suhardjo (1989 : 58), “konsumsi pangan sehari-hari juga dipengaruhi oleh berbagi factor lain yaitu : Cara penyimpanan pangan, beban pekerjaan, waktu yang tersedia untuk menyiapkan dan penyediaan pangan, cara penyiapan pangan baik jumlah dan ragamnya, kebiasaan makan tradisional : seperti pola pembagian makanan kepada anggota-anggota keluarga”. Dari hasil observasi dan wawancara tentang penyajian masakan khas Aceh, diperoleh seluruhnya menyajikan masakan khas Aceh dengan jenis lauk pauk. Kebiasaan-kebiasaan penyajian masakan tradisional khas Aceh sangat memberi pengaruh nyata terhadap kelestarian adat istiadat di desa tersebut. Melalui uji observasi dan hasil wawancara penyajian masakan khas 9
Aceh, jenis sayuran dan jenis sambal hanya sebagian kecil yang adanya suatu penyajian di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Dalam hal ini juga didukung dari acara-acara adat, serta pemuka adat setempat. Hasil data sayuran di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar adalah sebagian besar responden menyajikan masakan jenis sayuran. Dari hasil observasi dan wawancara tentang penyajian masakan khas Aceh, jenis sambal pada umumnya secara turun temurun (dari pemuka adat dan orang tua) seperti sambai bungoeng peutek, sambai on peugaga, sambai bungoeng kala dan sambai kareng peuasam. Siahaan (1992:90) menyatakan bahwa: metode atau teknik pengolahan makanan merupakan hal yang sangat penting dikuasai oleh seseorang yang ingin mengolah dan meyajikan makanan secara efektif. Hasil observasi, wawancara pada responden di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, jenis nasi, lauk pauk, sayuran dan sambal seluruhnya responden telah menyajikan menu masakan khas Aceh pada rumah tangga maupun pada acara-acara adat setempat. Kebiasaan penyajian masakan tradisional khas Aceh sangat memberi pengaruh nyata terhadap kelestarian adat istiadat dan pada umumnya diperoleh secara turun temurun, hanya sebagian kecil saja melalui pengetahuan responden. Moertjipto (1984: 65) menyebutkan yang dimaksud dengan penyajian adalah konsepkonsep tentang cara menghidangkan makanan, hal ini dipengaruhi oleh adanya lapisan sosial masyarakat tiap-tiap daerah. Lapisan sosial masyarakat adalah tingkat kehidupan manusia dalam arti ekonomi, status atau kedudukan. Selanjutnya Kartasapoetra dan Marsetyo (2003 : 1), “menyakan pendapatnya tentang manfaat zat-zat yang terkandung dalam makanan yaitu untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan dan untuk memperoleh energy guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari. Hasil pengamatan menunjukkan seluruhnya responden mengetahui sumber mengenai jenis-jenis masakan khas tradisional Khas Aceh secara turun temurun dari orang tua atau pemuda adat setempat, hal ini juga berkali-kali dengan pengetahuan pribadi dan penerapan sajian masakan tradisional khas Aceh pada acara-acara setempat.
10
KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian adalah jenis menu masakan nasi, lauk pauk yang disajikan di Lam Daya, Lam U, Paleuh Blang, Paleuh Pulo, Cot Gut, Cot Mutiwan, Lam Cot, Cot Muroeng, Lam Sinyeu, Lam Bada, dan Lam Jampok, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar antara lain, jenis ikan yaitu: eungkot asam keueng, tumeh eungkot, keumamah, eungkot paya, eungkot sure teupelemak, sabe peuasam keueng, bileh asam keueng, payeh bileh, sabe peuasam, eungkot sure tapeulemak dan engkot lado. Jenis daging yaitu: sie reboh, sie balue, sie teom, sie asam keueng dan sie teulheu., engkoet asam keueng, tumeh eungkot, keumamah tapeulemak, eungkot paya, bileh asam keueng, payeh bileh, sabe peuasam keueng, kareng teupheub, eungkot lado dan engkot kuwah lapek. Yang berasal dari ayam yaitu: sie manok peulemak dan manok masak mirah, telur boh itek peulemak, boh manok peulemak, boh maonk teudedah dan boh itek teudeudah. Udang yaitu: udeung masak mirah, udeung asam keueng, tumeh udeung, udeung peulemak dan payeh udeung dan yang berasal dari cumi-cumi moh teutumeh dan noh masak mirah. Jenis menu masakan sayuran dan sambai, antara lain: Sayuran yaitu: gulee pliek U, Peulemak boh labu, Gulee jruek, peulemak on rumpun, tumeh on rumpun, tumeh on bayam, boh reutek teuthep, boh plik teutheb. Sambai yaitu: sambai bungoeng putek, sambai on peugaga, sambai bungoeng kala, sambai kareng peuasam dan peulemak boh jantung pisang. Melalui penelitian ini terdapat pula saran-saran berkenaan inventarisasi masakan tradisional Aceh, antara lain: 1) Kultur budaya dan khazanah masakan Aceh, jenis lauk pauk, jenis sayuran dan jenis sambai, seharusnya menjadi salah satu asset sebagai peningkatan pariwisata dalam melestarikan masakan khas Aceh, 2) Sebagai bahan masukan bagi ibu-ibu rumah tangga, pemuka adat, dan penggerak PKK di sebelas desa, khususnya dalam penyajian masakan khas Aceh sehari-hari maupun pada acara-acara adat tertentu, dan 3)Menambah literature kepustakaan kuliner Aceh yang bermanfaat sebagai bahan bacaan dan bahan telaah dalam melestarikan khazanah budaya Aceh.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A.B. 2000. Mutu Pangan, Pengukuran Dan Pengendaliannya. Kerjasama Pusat Studi Pangan Dan Gizi (CPNS)-IPB dengan Dikti Depdikbud. Hasan, I. 1994. Prospek Penganan Tradisional Aceh Dalam Dimensi Ekonomi. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan BULOG, Jakarta. Hugronye, S. 1985. Aceh Di Mata Kolonialis. Yayasan Soko Guru, Jakarta. Khomsan, A, Hardiansyah, U. Sumarwan dan F. Anwar. 1998. Potensi Pengembangan Makanan Tradisional Dalam Mendukung ACMI. Kerjasama Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Dengan Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lemlit-IPB, Bogor. Muhammad, ZZ. 1990. Masakan Aceh Jilid I. Direktorat Jendral Taman Budaya, Daerah Istimewa Aceh. Nurani, Dyah. 2005. Potret Citra Pangan Tradisional dan permasalahannya. Prosidding, semarang. Rohendi R. Tjtjep. 2005. Makanan Tradisional: Upaya peningkatan Dalam Perspektif Kebudayaan. Prosiding; Semarang. Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusbangtepa/Food Technology Development Centre, IPB, Bogor. Suhardjo. 1993. Masalah Pengembangan Pangan Tradisional Dalam Rangka Penganekaragaman Penyediaan Pangan Indonesia. Prosiding Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam Rangka Penganekaragaman Pangan, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan BULOG, Jakarta. Winarno, F.G. 2000. Kumpulan Makanan Tradisional II. PKMT Perguruan Tinggi Pendidikan Nasional, Jakarta.
12