INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK DENGAN LIPASE PADACAMPURAN MINYAK SAWIT MERAH DAN MINYAK KELAPA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU SPREADS KAYA β-KAROTEN
RENO FITRI HASRINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
48
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Interesterifikasi Enzimatik dengan Lipase pada Campuran Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk Menghasilkan Bahan Baku Spreads Kaya β-Karoten adalah karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan Komisi Pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2008 Reno Fitri Hasrini NIM F251040201
49
ABSTRACT RENO FITRI HASRINI. Lipase Catalyzed Interesterification of Red Palm Oil and Coconut Oil Blends to Produce β-Carotene Riched Raw Spreads. Dibimbing oleh SUGIYONO, PURWIYATNO HARIYADI dan NURI ANDARWULAN. Red palm oil have several characteristics which are very suitable for raw spreads, especially their carotenoid contents which have many advantages for health. Enzymatic interesterification (IE) with saturated and middle-long chain fatty acid (coconut oil) is the effective way to improve their physical properties. The objectives of this study were to study the effect of red palm oil on characteristics of raw spreads through enzymatic interesterification and obtain formulations of red palm oil and coconut oil blends which have the most similar characteristics to commercial raw spreads and have high β-carotene content. The study consisted of (1) Characterization of neutralized red palm oil (NRPO), red palm olein (Rpo), red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) and coconut oil (CNO), (2) Determination of red palm oil and coconut oil blends ratio for enzymatic interesterification under optimum condition (enzyme dosage 10% w/w; temperature 60 °C; agitation of 200 rpm; and four hour periods), (3) Physicochemical characterization of enzymatic interesterification product from selected raw materials (red palm oil and coconut oil blends). The results showed that water content, iod value, carotenoid contents, and fatty acid composition of NRPO, Rpo, Rps/Rpo and CNO were suitable for enzymatic interesterification except free fatty acid and peroxide value were still high. Enzymatic interesterification increased SMP and SFC profile. Enzymatic interesterification significantly changed physicohemical characteristics for NRPO and Rpo. Formulation of red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) and coconut oil blends with ratio of 75:25; 77,5:12,5 dan 82,5:17,5 w/w had suitable physical characteristics as raw materials for commercial spreads. Keywords:
red palm oil, coconut oil, interesterification, spreads
β-carotene,
lipase-catalyzed
50
RINGKASAN RENO FITRI HASRINI. Interesterifikasi Enzimatik dengan Lipase pada Campuran Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk Menghasilkan Bahan Baku Spreads Kaya β-Karoten. Dibimbing oleh SUGIYONO, PURWIYATNO HARIYADI dan NURI ANDARWULAN. Untuk memperbaiki sifat fisik produk spreads minyak sawit merah, diperlukan campuran dengan minyak kelapa yang mempunyai asam lemak jenuh dan berantai sedang melalui proses interesterifikasi enzimatik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi sawit merah dan minyak kelapa hasil interesterifikasi enzimatik yang memiliki karakter yang paling mendekati profil spreads komersial dan kandungan karoten yang tinggi. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah (1) Karakteristik kimia bahan baku (minyak sawit merah dan minyak kelapa) meliputi analisis kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, total karotenoid, dan komposisi asam lemak, (2) Penentuan rasio campuran bahan baku minyak sawit merah yaitu: neutralized red palm oil (NRPO); red palm olein (Rpo); dan red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) dan minyak kelapa(CNO) pada interesterifikasi enzimatik dengan kondisi reaksi optimal (dosis enzim 10% b/b, suhu 60 °C, kecepatan agitasi 200 rpm, dan waktu empat jam), (3) Karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih, meliputi kadar air, asam lemak bebas, slip melting point (SMP), total karotenoid, solid fat content (SFC), dan sifat kristalisasi lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kadar air, bilangan iod, total karotenoid, dan komposisi asam lemak bahan baku NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO sesuai untuk proses interesterifikasi enzimatik, kecuali karakter asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang masih agak tinggi. Interesterifikasi enzimatik cenderung menghasilkan produk dengan nilai SMP dan profil SFC lebih tinggi, perubahan total karotenoid yang tidak signifikan, serta ukuran kristal menjadi lebih besar. Interesterifikasi enzimatik mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan pada sifat fisik perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo, serta kedua bahan baku ini mempunyai total karotenoid cukup tinggi. Formulasi (Rps/Rpo)/CNO dengan rasio 75:25, 77,5:12,5 dan 82,5:17,5 b/b memiliki karakter fisik yang paling mendekati bahan baku margarin IE ritel dan industri, dengan nilai SMP sudah termasuk ke dalam kisaran SMP spreads komersial yaitu 32,63; 33,60 dan 34,86 °C. Setelah proses interesterifikasi enzimatik total karotenoid hanya turun 1,85; 2,97 dan 2,93% (363,16; 378,21 dan 392,81 ppm menjadi 356,43; 366,72 dan 381,32 ppm), dan profil SFC pada suhu 20, 30 dan 40 °C mirip dengan profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri.
51
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
52
INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK DENGAN LIPASE PADACAMPURAN MINYAK SAWIT MERAH DAN MINYAK KELAPA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU SPREADS KAYA β-KAROTEN
RENO FITRI HASRINI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
53
Judul Tesis Nama NIM Program Studi
: Interesterifikasi Enzimatik dengan Lipase pada Campuran Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk Menghasilkan Bahan Baku Spreads Kaya β-Karoten : Reno Fitri Hasrini : F251040201 : Ilmu Pangan
Disetujui, Komisi Pembimbing:
Dr.Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua
Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc Anggota
Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Si Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 20 Juni 2008
Tanggal Lulus :
54
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, saran dan arahan selama penelitian. 2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. selaku pembimbing dan juga selaku Direktur Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memberikan dukungan dana bagi pelaksanaan penelitian ini. 3. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, selaku pembimbing dan juga selaku Sekretaris Eksekutif Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) yang telah memberikan dukungan dana bagi pelaksanaan penelitian ini. Perhatian, bimbingan, saran serta arahan beliau sangat membantu penulis dalam menyelesaikan semua pekerjaan ini. 4. Staf Laboratorium SEAFAST Center IPB: Pak Karna, Mba Ari, Arif, Ria, dan Mansyah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian 5. Staf Laboratorium ITP IPB : Mba Yane atas arahan dan bantuannya selama penelitian 6. Rekan-rekan di SEAFAST Center IPB: Pak Soenar, Mba Fajri, Yuli, Anggi, Danang dan Rai atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya. 7. Keluarga di Bukittinggi: Mama Asniar, Papa H.M. Nur Said, kakak-kakak ipar Uni Elvi, Uni Eka, Da Efri, Uni Novita, Da Malin, Uni Mayenti, Da Meiyeldi dan Bang Rahmat yang senantiasa memberikan doa demi keberhasilan penulis. 8. Penghargaan dan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepadaIbunda Rita, Ayahanda Dr. Ir. Darman M. Arsyad M.S., dan adikku Harris Darmawan atas dorongan moril materiil, pengorbanan dan kesabarannya dalam menemani penulis menyelesaikan pendidikan. 9. Secara khusus dan terimakasih yang sedalam-dalamnya tak lupa penulis haturkan kepada suami tercinta Dedi Noviendri S.Si. M.Si. dan ananda tersayang Rafid Shidqi Noviendri, atas kasih sayang, motivasi, pengorbanan, kesabaran dan hiburannya dalam menemani penulis menyelesaikan pendidikan. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan pendidikan dan penelitian ini penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Bogor, Juni 2008 Reno Fitri Hasrini
55
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Agustus 1980 dari ayah Dr. Ir. Darman M. Arsyad M.S., dan ibu Yuhasrita. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes I Bogor pada tahun 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bogor tahun 1995 dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 2 Bogor pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hortikultura Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, melalui undangan seleksi masuk IPB (USMI), dan menyelesaikan studi pada tahun 2002. Selama studi S1 penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai Staf Divisi Kemahasiswaan dan Staf Divisi Administrasi dan Kesekretariatan. Setelah lulus S1 selama setahun penulis sempat bekerja sebagai peneliti di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB). Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB. Pada tahun 2006 penulis menikah dengan Dedi Noviendri S.Si, M.Si dan telah dikaruniai seorang putera bernama Rafid Shidqi Noviendri.
56
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................
1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Kelapa Sawit ..................................................................... Pengolahan Minyak Sawit Merah .................................................... Karotenoid ..................................................................................... Minyak Kelapa .............................................................................. Interesterifikasi Enzimatik ............................................................... Enzim Lipase ................................................................................. Spreads .......................................................................................... Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC) ..................
5 10 15 20 22 25 27 30
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... Bahan dan Alat ................................................................................ Metode Penelitian ........................................................................... Rancangan Percobaan .................................................................... Metode Analisis .............................................................................
34 34 34 40 41
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan Baku untuk Interesterifikasi Enzimatik.. Komposisi Asam Lemak ............................................................ Kadar Air, Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan Bilangan Iod ............................................................................. Total Karotenoid ....................................................................... Komposisi Mono dan Diasilgliserol ........................................... Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku pada Interesterifikasi Enzimatik .......................................................................................... Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari Bahan Baku Terpilih ................................................................ Kadar Air dan Asam Lemak Bebas ............................................. Komposisi Mono dan Diasilgliserol ........................................... Slip Melting Point (SMP) ........................................................... Total Karotenoid ....................................................................... Profil Solid Fat Content (SFC) .................................................. Sifat Kristalisasi Lemak ..............................................................
53 53 54 55 58 59 65
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
71
47 47 48 50 51 52
57
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
72
LAMPIRAN .............................................................................................
81
58
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi trigliserida dari minyak sawit ...........................................
6
2. Komposisi asam lemak dari minyak sawit, olein dan stearin sawit ....
6
3. Komponen minor dalam CPO ..............................................................
7
4. Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-fraksinya .......................
8
5. Spesifikasi standar PORAM untuk minyak kelapa sawit yang telah diproses ................................................................................................
9
6. Sifat kelapa sawit mentah dan yang telah dimurnikan, dipucatkan dan dideodorisasi (RBD) . .....................................................................
11
7. Komposisi karotenoid pada CPO .........................................................
17
8. Persentase kehilangan β-karoten di dalam kondisi tersimulasi.............
19
9. Spesifikasi produk minyak kelapa (CNO) . .........................................
22
10. Tipe-tipe komposisi spreads .............................................................. .
29
11. Perlakuan rasio campuran bahan baku (minyak sawit merah dan minyak kelapa) pada interesterifikasi enzimatik ..................................
38
12. Komposisi asam lemak (g asam lemak/100 g lemak terekstrak (%)) dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik ..................
47
13. Analisis kadar air (%), kadar asam lemak bebas (%), bilangan peroksida (mg oksigen/100 gram minyak) dan bilangan iod (mg/g) pada bahan baku interesterifikasi enzimatik ........................................
49
14. Nilai total karotenoid (ppm) pada CPO dan tiga macam bahan baku interesterifikasi enzimatik ....................................................................
51
15. Nilai slip melting point (SMP) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE) ......................................................................................
53
16. Analisis kadar air (%) dan kadar asam lemak bebas (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik .......................................................
54
17. Rata-rata hasil pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) dan kontrol ........
55
18. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) ...........................................................
58
19. Rata-rata SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik……
60
20. Rata-rata SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik…….
60
21. Data SFC bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (IE) yang memenuhi target margarin ritel dan industri ...............................
63
59
22. Rata-rata distribusi ukuran kristal lemak pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) ..........................................
69
60
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Struktur kimia beberapa karotenoid (Klaui dan Bauernfeind 1981).......
16
2. Prosedur proses degumming minyak sawit (Mas’ud 2007) ...................
35
3. Prosedur proses netralisasi minyak sawit (Mas’ud 2007) ......................
36
4. Prosedur proses fraksinasi (modifikasi Aini et al. 2005) .......................
37
5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al. 2001) .....
39
6. Komposisi asam lemak dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik ............................ .....................................................................
48
7. Hasil elusi M-DAG CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan...................................................... 52 8. Hasil elusi tujuh produk interesterifikasi enzimatik pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan (1)NC82, (2)NC81, (3)OC82, (4)OC81, (5)SOC72, (6)SOC71, (7)SOC81 ...........................................................
55
9. Nilai slip melting point pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik .......................................................................
56
10. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik .......................................................................
59
11. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik pada perlakuan (A) NC82, (B) NC81, (C) OC82, (D) OC81, (E) SOC72, (F) SOC71, (G) SOC81 ....................
61
12. Sampel di tabung pengukuran NMR pada suhu ruang ; (A) Campuran sebelum IE (B) Campuran setelah IE; Perlakuan (1) NC82, (2) NC81, (3) OC82, (4) OC81, (5) SOC72, (6) SOC71, (7) SOC81 ......................
62
13. Perbandingan profil solid fat content semua perlakuan dengan bahan baku margarin IE ritel dan industri (Pandiangan 2008) ..........................
64
14. Kristalisasi isotermal dari minyak sawit yang diamati dengan mikroskop polarisasi, kristal berbentuk (A) spherical (bola) , (B) jarum (Chen et al. 2002).....................................................................................
65
15. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan NC82 dan NC81 (perbesaran 400X) ......................................................................................................
66
16. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan OC82 dan OC81 (perbesaran 400X) ......................................................................................................
67
61
17. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan SOC72, SOC71 dan SOC81 (perbesaran 400X) ....................................................................................
68
18. Rata-rata ukuran kristal lemak campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE)................................................................
69
62
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Karakteristik kimia bahan baku untuk interesterifikasi enzimatik .........
82
2 Nilai slip melting point (SMP) pada penentuan rasio campuran bahan baku pada interesterifikasi enzimatik .....................................................
85
3. Data kadar air (%) dan asam lemak bebas (ALB) (%) dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih ..................................................................................
86
4. Nilai slip melting point (SMP) dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih ....................
87
5. Nilai total karotenoid dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih ................................
88
6. Nilai SFC (%) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih..........................................................
89
7. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter SMP......................................................... ................................................
91
8. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter total karotenoid ................................................................................................
94
9. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter solid fat content (SFC) ............................................ .........................................
96
63
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dede R.Adawiyah, M.Si
64
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pembangunan agroindustri. Perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2007 dengan luas 6,78 hektar, memproduksi CPO sebesar 17,37 juta ton. Devisa yang didapat dari ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannya pada tahun 2007 mencapai US$ 6,2 miliar (Apriyantono 2008). Saat ini industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh industri kilang CPO dan industri pemurnian minyak makan. Pemanfaatan minyak sawit menjadi produk turunan dengan nilai tambah yang tinggi merupakan upaya yang strategis. Nilai tambah yang dapat diperoleh dalam minyak sawit merah dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan karotennya yang berwarna merah antara 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). Dengan mempertimbangkan nilai nutrisi β-karoten yang potensial dalam minyak sawit, perlu diupayakan untuk dapat mempertahankan atau memanfaatkannya sebanyakbanyaknya. Minyak sawit ini juga mengandung tokoferol atau vitamin E yang sangat berperan sebagai antioksidan (Muchtadi 1996). Manfaat kesehatan dan nutrisi dari kandungan karoten dalam minyak sawit merah telah diteliti oleh banyak ahli. Salah satunya dapat menggulangi defisiensi vitamin A dan zat besi pada anak-anak (Lam et al. 2001; Manorama et al. 1996), pemberian suplementasi β-karoten dari minyak sawit merah pada ibu menyusui dapat memperbaiki status vitamin A pada bayi (Canfield et al. 1996), dapat meningkatkan pengaruh anti kanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang berkontribusi pada kekebalan tubuh melawan infeksi dan penyakit berbahaya pada tubuh manusia (Ashfaq et al. 2001), mempunyai potensi melawan kardiovaskular dan karsinogenesis kanker payudara (Arumughan et al. 1996), dan dapat mengurangi resiko artherosklerosis (Kritchevsky et al. 2001; Kooyenga et al. 1996).
65
Selain itu minyak sawit juga mempunyai beberapa sifat yang bermanfaat, seperti stabilitas terhadap oksidasi dan termal yang tinggi, serta plastisitas pada suhu ruang yaitu cenderung mengandung trigliserida bertitik leleh tinggi (dengan kandungan lemak padat relatif lebih rendah pada suhu 10 ºC) (Lida et al. 2002). Sifat fisik dan kandungan karotenoidnya inilah yang membuat minyak sawit merah sangat cocok dijadikan ingredient campuran formulasi dan meningkatkan nilai gizi pada produk spreads. Untuk membuat produk spreads minyak sawit harus dicampur dengan minyak lain karena karakteristik kandungan lemak padat (solid fat content) minyak sawit tidak menghasilkan produk yang cepat meleleh di mulut. Sifat kristalisasi minyak sawit yang lambat menghasilkan struktur yang agak rapuh. Pembentukan granula kristal yang rapuh dapat dieliminasi dengan menurunkan kandungan trigliserida simetris terutama palmitat-oleat-palmitat (POP) melalui transesterifikasi dengan minyak lain yang mengandung asam lemak berantai panjang jenuh. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki sifat leleh dan kristalisasi, minyak sawit dapat dicampur dan diinteresterifikasi enzimatik dengan minyak kelapa (CNO), yang mengandung asam lemak berantai sedang dan pendek (Lida et al. 2002). Interesterifikasi enzimatik telah dikenal sebagai cara yang efektif untuk memodifikasi sifat kimia dan fisik dari minyak dan lemak. Interesterifikasi dilakukan untuk mengubah susunan asam lemak. Kelebihan interesterifikasi enzimatik ini adalah tidak adanya produk samping merugikan seperti asam lemak trans, kondisi reaksi yang lunak serta kontrol reaksi yang lebih mudah untuk memproduksi produk dengan sifat fisik yang diinginkan. Enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lipozyme TL IM, yang merupakan lipase terimobilisasi dari Thermomyces lanuginosa. Lipozyme TL IM ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan enzim lainnya, yaitu mudah dipisahkan dari substrat, dapat digunakan berulang-ulang sehingga lebih ekonomis, lebih murah dari lipase komersial Lipozyme IM (lipase dari Rhizomucor miehei), sehingga menawarkan kesempatan pada industri untuk mengurangi biaya produksi dan memproduksi lemak plastis yang berbiaya rendah (Zhang et al. 2001).
66
Spreads (produk olesan) adalah produk berbentuk semi padat, plastis, mempunyai tekstur yang lembut dan viskositas yang cukup rendah sehingga dapat dengan mudah dioleskan ke suatu permukaan bahan makanan lain seperti roti dan mampu menyebar (spreadable) (Kristanti 1989). Untuk memperoleh sifat spreadable umumnya digunakan lemak nabati. Spreads merupakan produk yang menyerupai margarin (lemak minimal 80%) tetapi mengandung kurang dari 80% lemak (Chrysam 1996). Sedangkan spreads rendah lemak yang bukan merupakan margarin tetapi dibuat dengan cara yang sama dengan margarin, mengandung lemak lebih rendah (sekitar 40%) dan mengandung kadar air lebih tinggi (sekitar 60%). Karena kurang mengandung lemak, nilai energi spreads sangat rendah (Gaman dan Sherington 1992). Dalam penelitian ini dilakukan interesterifikasi enzimatik antara minyak sawit merah dengan minyak kelapa (CNO) untuk memproduksi bahan baku spreads kaya β-karoten. Kondisi reaksi disesuaikan agar tidak merusak kandungan β-karoten di dalam minyak sawit tetapi tetap optimum bagi enzim untuk keberhasilan reaksi. Minyak kelapa sawit yang dijadikan bahan baku utama interesterifikasi enzimatik digunakan dalam tiga bentuk yaitu neutralized red palm oil (NRPO), red palm olein (Rpo), red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo). Interesterifikasi enzimatik diharapkan dapat memperbaiki karakteristik fisik minyak sawit agar dapat dijadikan bahan dasar dalam pembuatan produk spreads kaya β-karoten. Spreads menjadi pilihan karena selain penggunaan spreads ini sangat luas, kandungan β-karoten dapat memperbaiki nilai gizi spreads, dapat langsung diserap ke dalam tubuh, tidak rusak oleh proses pemanasan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh seoptimal mungkin.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mempelajari pengaruh bahan baku sawit merah yang diinteresterifikasi enzimatik dengan CNO terhadap kadar air, kadar asam lemak bebas, slip melting point (SMP), total karotenoid, solid fat content (SFC), dan sifat kristalisasi lemak,
67
2. Untuk mendapatkan formulasi sawit merah dan minyak kelapa hasil interesterifikasi enzimatik dengan karakter yang paling mendekati profil bahan baku spreads komersial dengan kandungan β-karoten yang tinggi.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai tambah minyak sawit merah.
68
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit diperoleh dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan cara mengekstraksi buah tersebut. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang berasal dari inti (kernel) (Ketaren 2005). Perbedaan minyak sawit dengan minyak inti sawit adalah pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah pada minyak sawit yang berasal dari bagian mesokarpnya. Pada minyak inti sawit, karotenoid yang terdeteksi terdiri dari α-karoten, β-karoten, dan γ-karoten serta likopen dalam jumlah yang sedikit sekali. Perbedaan lainnya adalah dalam kandungan asam kaproat dan asam kaprilat yang tidak terdapat dalam minyak sawit (Muchtadi, 1992). Umumnya minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan adalah minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil), yang merupakan hasil ekstraksi dari bagian mesokarp buah sawit. Sedangkan minyak inti sawit diperoleh dengan cara mengekstrak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Minyak sawit yang berasal dari minyak sawit kasar terdiri dari minyak, sedikit air, dan serat halus. Minyak tersebut belum digunakan langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan karena perlu dilakukan proses pengolahan lanjutan (Ketaren 2005). Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi padat dan cair. Fraksi padat disusun oleh asam-asam lemak jenuh sedangkan fraksi cair disusun oleh asam-asam lemak tidak jenuh. Fraksi cair mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi padat, karena pada fraksi cair terdapat asam-asam lemak esensial. Selain itu minyak sawit cair lebih mudah difraksinasi dan diubah menjadi produk pangan dan non pangan (Muchtadi, 1992). Komponen utama minyak sawit adalah trigliserida (94%), selain itu juga mengandung asam-asam lemak (3-5%) dan komponen minor dalam jumlah sangat kecil (1%) (Wan 2000). Komponen terbesar merupakan trigliserida dan bagian terbesar material gliseridik ada di minyak sawit dengan sejumlah kecil monogliserida dan digliserida yang merupakan hasil proses ekstraksi. Komposisi trigliserida dapat dilihat pada Tabel 1. Rantai asam lemak dapat bervariasi jumlah
69
karbonnya, terlihat pada rantainya (panjang rantai) dan dalam struktur (ikatan ganda). Tabel 1. Komposisi trigliserida dari minyak sawit Jenuh 1 ikatan 2 ikatan ganda ganda [wt%]
MPP PMP PPP PPS PSP
0,29 0,22 6,91 1,21 0,12
[wt%]
MOP MPO POP POS PMO PPO PSO SOS SPO
0,83 0,15 20,02 3,50 0,22 7,16 0,68 0,15 0,63
3 ikatan ganda
[wt%]
MLP MOO PLP PLS PPL SPL POO SOO SPO OSO
0,26 MLO 0,43 PLO 6,36 POL 1,11 SLO 1,17 SOL 0,10 OSL 20,54 OOO 1,81 OPL 1,86 0,18 Lainnya 0,16 0,34 0,19 Total 9,15 33,68 34,01 M: asam miristat; P: asam palmitat; S: asam stearat; O: linoleat Sumber: Gee (2007)
4 ikatan ganda [wt%]
[wt%]
0,14 6,59 3,39 0,60 0,30 0,11 5,38 0,61
PLL OLO OOL OLL LOL
1,08 1,71 1,76 0,56 0,14
0,15 0,22 17,27 5,47 asam oleat; L: asam
Variasi struktur dan jumlah karbon dalam rantai asam lemak ini sangat menentukan sifat fisik dan kimiawi minyak sawit. Panjang rantai asam lemak berkisar antara 12 sampai 20 karbon (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak sawit, olein dan stearin sawit Minyak sawit [wt%] Stearin Sawit [wt%] Olein Sawit [wt%] Asam Lemak 0,10-0,40 (0,24) 0,20-0,40 (0,27) 0,10-0,30 (0,18) C12:0 laurat 1,00-1,40 (1,11) 0,90-1,20 (1,09) 1,10-1,70 (1,27) C14:0 miristat 40,90-47,50 (44,14) 36,80-43,20 (40,93) 49,80-68,10 (56,79) C16:0 palmitat 3,80-4,80 (4,44) 3,70-4,80 (4,18) 3,90-5,60 (4,93) C18:0 stearat 36,40-41,20 (39,04) 39,80-44,60 (41,51) 20,40-34,40 (29,00) C18:1 oleat 9,20-11,60 (10,57) 10,40-12,90 (11,64) 5,00-8,90 (7,23) C18:2 linoleat 0,05-0,60 (0,37) 1,10-0,60 (0,40) 0,00-0,50 (0,09) C18:3 linolenat 0,20-0,70 (0,38) 0,30-0,50 (0,37) 0,00-0,50 (0,24) C20:0 arakidat Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah Sumber: Gee (2007) Sebanyak 50% asam lemak minyak sawit adalah asam lemak jenuh dan 50% lainnya adalah tidak jenuh. Keseimbangan antara jenuh dan tidak jenuh menentukan bilangan iodin minyak dan memberikan stabilitas terhadap oksidasi
70
minyak dibandingkan minyak nabati lainnya. Penempatan berbeda dari asam lemak dapat mengikat molekul gliserol yang mengakibatkan banyaknya trigliserida yang berbeda (Basiron 1996). Komponen minor minyak sawit terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, fosfatida, sterol, triterpen, alkohol, fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon terpen, hidrokarbon alifatik, lilin dan impurities (Tabel 3). Walaupun jumlahnya kurang dari 1 persen, tetapi berperan penting dalam stabilitas dan kemurnian minyak, dan juga dapat meningkatkan nilai nutrisi minyak (Basiron 1996). Minyak sawit kasar (CPO) mengandung 500-700 ppm karoten. Saat ini karoten telah dibuat konsentrat dari minyak sawit, dimana konsentrat ini kaya pro-vitamin A yang selama ini rusak selama proses pengolahan. Tabel 3. Komponen minor dalam CPO Komponen Minor Karotenoid Skualen Hidrokarbon non-terpenoid Α-tokoferol + tokotrienol Sterol Alkohol triterpenik Metilsterol Dolikol + poliprenol Ubikuinon Fosfolipid Glikolipid Sumber: Gee (2007)
Total dalam CPO [mg/kg] 500-700 200-500 30-50 600-1000 362-627 40-80 40-80 81 10-80 5-130 1033-3780
Kandungan utama dalam konsentrat karoten adalah α dan β-karoten. Kedua jenis karoten ini dapat dibuat ke dalam berbagai konsentrasi, mulai dari 1 sampai 30% untuk aplikasi komersial seperti produk pangan, pewarna pangan, nutrasetikal, farmasetikal, aplikasi nutrisional dan kesehatan. Kandungan vitamin E dalam minyak kelapa sawit adalah sekitar 600-1000 ppm. Sekitar 70% dalam bentuk tokotrienol dan 30% dalam bentuk tokoferol. Hal ini yang menyebabkan minyak kelapa sawit mempunyai kestabilan alami terhadap oksidasi dan umur simpan yang lebih panjang sama baiknya dengan kemampuannya mengurangi kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan sifat anti-kanker. Minyak sawit juga mengandung 250-620 ppm sterol. Alfa sitosterol merupakan komponen terbesar yang mempunyai sifat hipokolesterolemik (Basiron dan Weng 2004).
71
Sifat fisik minyak sawit penting untuk ditentukan seperti densitas, panas spesifik, viskositas, melting point, dan solid fat content (SFC). Dua metode yang yang paling sering digunakan adalah slip melting point (SMP) dan Wiley melting point (WMP). Metode SMP telah diadopsi Malaysia sebagai metode yang paling disukai untuk minyak sawit dan minyak dari inti sawit. Nilai SMP minyak sawit meningkat setelah proses pemurnian dimana kisaran melting point RBD (Refined Bleached Deodorized) minyak sawit adalah 34-39 °C. Kisaran suhu melting point untuk olein sawit relatif sempit, sedangkan pada stearin kisarannya lebih luas (Ong et al. 1995). Karakteristik RBD (Refined Bleached Deodorized) minyak sawit yang diteliti oleh Gee (2007) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-fraksinya Minyak Kelapa Olein Sawit Parameter Sawit 50,09-54,91(52,07) 55,57-61,87(56,75) Bilangan Iodin Slip Melting Point [°C] 33,00-39,00 (36,72) 1,45-1,45(1,45) Indeks Refraksi 0,88-0,89(0,88) Apparent Density [g/mL] Solid fat content [%] pada 46,1-60,8(53,7) 5 °C 33,4-50,8(39,1) 15 °C 21,6-31,3(26,1) 20 °C 12,1-20,7(16,3) 25 °C 6,1-14,3(10,5) 30 °C 3,5-11,7(7,9) 35 °C 0,0-8,3(4,6) 40 °C 45 °C 50 °C 55 °C Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah Sumber : Gee (2007)
19,20-23,60(21,45) 1,45-1,45(1,45) 0,89-0,89(0,89)
23,9-45,5(38,3) 23,9-45,5(38,3) 10,7-25,9(19,9) 0,0-9,0(5,7) 0,0-4,3(2,1)
Stearin Sawit 27,8445,13(37,74) 46,6053,80(51,44) 1,44-1,45(1,44) 0,88-0,88(0,88)
49,5-84,1(76,0) 37,2-79,0(68,9) 25,2-71,2(60,2) 15,8-63,5(50,6) 11,2-55,0(40,4) 7,2-46,6(34,3) 6,1-38,0(28,1) 1,0-32,2(22,4) 0,0-21,3(12,5) 0,0-9,1(0,6)
Nilai SFC pada minyak merupakan nilai pengukuran (dalam persen) jumlah minyak padat yang terkandung dalam minyak pada suhu tertentu. Alat untuk mengukur nilai SFC adalah Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Bentuk padat dalam minyak pada suhu tertentu adalah akibat proses kristalisasi yang terjadi pada minyak. Struktur molekul trigliserida yang berbeda dengan dengan sifat
72
kimiawi yang berbeda menjelaskan keadaaan fisik minyak pada suhu yang berbeda, memberikan sifat kristalisasi dan melting tertentu pada minyak (Basiron 1996). Profil SFC pada lemak menentukan aplikasinya pada akhir penggunaan (Ong et al. 1995). Tabel 5 menyajikan beberapa standar minyak sawit yang dikeluarkan oleh PORAM (Palm Oil Refiners Association of Malaysia). Tabel 5. Spesifikasi standar PORAM untuk minyak kelapa sawit yang telah diproses Titik Leleh Bilangan Produk Asam Lemak Kelembaban Iod Bebas [%] dan Kotoran [°C] [mg/g] [%] RBD Minyak 0,1 maks 0,1 maks 50-55 33-39 sawit Olein sawit 5 maks 0,25 maks 56 min 24 maks kasar RBD Olein 0,1 maks 0,1 maks 56 min 24 maks sawit Stearin sawit 5 maks 0,25 maks 48 maks 44 min kasar RBD Stearin 0,2 maks 0,15 maks 48 maks 44 min sawit Sumber: Gee (2007) Sekitar 80% minyak kelapa sawit digunakan untuk produk pangan dan 20% untuk produk non pangan (oleokimia). Menurut Basiron dan Weng (2004), produk tradisional untuk pangan adalah minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, produk bakery, konfeksioneri, reduced fat spreads, es krim, whip krim, mayones, salad dressings, formulasi bebas asam lemak trans, keju berbahan dasar sawit, bubuk santan, mikroenkapsulasi dan minyak sawit merah/olein. Olein sawit mempunyai beberapa manfaat antara lain, resisten terhadap kerusakan oksidatif, mempunyai vitamin E sebagai antioksidan alami, dan dapat dicampur minyak nabati lain agar sesuai di iklim yang lebih dingin. Sedangkan untuk aplikasi nonpangan walau hanya 20% tetapi mempunyai nilai tambah yang tinggi. Minyak kelapa sawit yang dapat digunakan langsung adalah sabun, poliol, poliuretan, pelapis poliakrilamid, tinta printer, termoplastik teknik, bahan bakar (pengganti diesel), pelumas bor (pengganti non-toksik untuk diesel),
sedangkan sebagai
oleokimia adalah asam lemak, ester lemak, alkohol lemak dan nitrogen lemak serta gliserol.
73
Sedangkan minyak sawit merah (red palm oil:RPO) yang tidak dihilangkan kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai (1) pewarna alami, (2) pangan fungsional, minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen, (3) substrat untuk nutrasetikal, minyak sawit merah kaya komponen minor seperti karoten, tokoferol, tokotrienol, skualan, sterol dan koenzim Q10, (4) pengganti lemak hewani, lemak minyak sawit lebih sedikit membawa cemaran mikroba dan lebih aman untuk dikonsumsi, dan juga menurunkan kandungan kolesterol dari produk daging, (5) Produk kosmetik, campuran alami antioksidan dalam minyak sawit merah merupakan bahan ideal sebagai ingredient aktif dalam produk perawatan tubuh. Karoten dan vitamin E alami dalam minyak sawit merah merupakan antioksidan yang kuat. Tokotrienol mempunyai pengaruh yang bermanfaat dalam melindungi kulit dari sinar ultraviolet yang mengakibatkan kerusakan kulit dan penuaan dini. Kandungan ini juga berperan sebagai stabiliser yang baik dalam formulasi kosmetik yang meningkatkan umur simpan produk dengan mengurangi penggunaan pengawet buatan Banyak juga aplikasi minyak kelapa sawit sebagai produk baru yang berbahan dasar oleokimia. Pada industri pangan digunakan monogliserida dalam emulsi produk pangan seperti margarin, spreads dan salad dressing, trigliserida berantai sedang dari palm kernel oil (PKO) untuk industri kosmetik, makanan kesehatan dan balita, pembungkus makanan, pelumas dan agrokimia. Kemudian surfaktan yang diturunkan dari oleokimia berbahan dasar minyak sawit yang dapat digunakan sebagai inert ingredient dalam formulasi pestisida, agen pendispersi, emulsifier, pelarut, carrier dan diluents (Basiron dan Weng 2004).
Pengolahan Minyak Sawit Merah Untuk mendapatkan minyak atau lemak bermutu tinggi yang sesuai dengan kegunaannya, maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut atau pemurnian yang spesifik terhadap minyak kasar (crude oil) sesuai dengan sifat-sifat alami dari komponen-komponen dalam minyak atau lemak tersebut dan hasil akhir yang dikehendaki harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (Allen 1997). Proses pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming),
74
netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching) dan deodorisasi. (Allen 1997). Istilah minyak RBD dimaksudkan untuk minyak yang telah dimurnikan dengan alkali (refining), dipucatkan (bleached), dan dideodorisasi (Johnson 2002). Hal ini dilakukan tergantung dari keadaan minyak kasar yang dihasilkan, konstituen yang tidak dikehendaki dalam minyak dan tujuan serta jenis minyak yang dikehendaki (Djatmiko dan Ketaren 1985). Penelitian ini bertujuan menghasilkan minyak sawit merah dengan kandungan karotenoid yang tinggi. Oleh karena itu proses bleaching dan deodorisasi tidak dilakukan karena komponen minor seperti karotenoid akan terserap oleh bleaching earth (tanah pemucat) dan rusak oleh suhu tinggi (260280 °C) dan tekanan vakum rendah pada proses deodorisasi (Ariana et al. 1996). Menurut Rossi et al. (2001) bleaching earth dapat menyerap sekitar 20-50% karotenoid dari degummed oil. Selanjutnya sifat CPO dan RBD sawit dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Sifat kelapa sawit mentah dan yang telah dimurnikan, dipucatkan dan dideodorisasi (RBD) Minyak Kelapa Sawit Sifat Mentah RBD Trigliserida (%) >99 Fosfatida (%) 0.006-0.013 0.012 Bahan tidak tersabunkan (%) Sterol nabati 0.036-0.062 0.011-0.016 Tokoferol 0.06-0.10 0.04-0.06 Hidrokarbon (skualan) 0.02-0.05 Asam lemak bebas (%) 2.0-5.0 <0.10 Metal Besi (ppm) 5-10 0.12 Tembaga (ppm) 0.05 0.05 Sumber: Johnson (2002) Kotoran atau bahan asing dalam minyak terdiri dari : 1) Komponen-komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak dan terdispersi dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari jaringan-jaringan, serat, abu, mineral seperti Fe, Cu, dan Ca, getah, lendir dan air. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis seperti penyaringan, pengendapan, dan pemusingan.
75
2) Komponen-komponen yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak atau lemak. Kotoran ini terdiri dari fosfatida, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisis disusul dengan proses pengendapan, pemusingan, atau penyaringan dengan menggunakan adsorben. 3) Komponen-komponen yang dapat larut dalam minyak atau lemak. Kotoran ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, turunan dari mono- dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil, dan zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehid, resin serta zat lainnya yang belum dapat diidentifikasi (Djatmiko dan Ketaren 1985). Degumming Pemisahan gum (degumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Allen 1997). Degumming dilakukan untuk produk minyak makan. Tujuan perlakuan degumming pada minyak dan lemak adalah menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama Fe dan Cu dan untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya serta mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi dengan menggunakan kaustik soda (Djatmiko dan Ketaren 1985). Proses degumming cukup penting karena sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda yang digunakan pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak, dan netralisasi minyak yang masih mengandung lendir akan mengurangi jumlah trigliserida yang dihasilkan karena terjadi penambahan partikel emulsi dalam minyak (Djatmiko dan Ketaren 1985). Proses degumming dilakukan pada suhu sekitar 80 °C selama 30 menit. Selama proses berlangsung dilakukan penambahan asam mineral pekat seperti H3PO4 atau NaCl, kemudian didiamkan dan kotoran dipisahkan dengan menyaring minyak dengan pompa vakum (Mas’ud 2007).
76
Netralisasi Netralisasi atau deasidifikasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan asam lemak bebas dalam minyak atau lemak dengan penambahan alkali atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Sabun yang terbentuk ini dapat juga menyerap kotoran-kotoran lain yang terdapat dalam minyak atau lemak, misalnya menyerap sedikit zat warna minyak, sehingga minyak yang dihasilkan lebih jernih dari ”crude oil’-nya (Djatmiko dan Ketaren 1985). Netralisasi merupakan proses paling penting dalam pemurnian minyak makan. Proses netralisasi yang tidak benar akan menimbulkan masalah pada tahap pemucatan dan deodorisasi, dan pada tahap hidrogenasi atau interesterifikasi (Johnson 2002). Netralisasi dicapai dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan soda kaustik (NaOH) untuk membentuk sabun (soap stock). Saponifikasi merupakan reaksi antara gliserida asam lemak bebas dan NaOH juga untuk membentuk soap stock (Johnson 2002). Reaksinya sebagai berikut : RCOOH Asam lemak bebas
+ NaOH alkali
RCOONa + H2O sabun
air
Netralisasi harus dilakukan dengan benar atau beberapa trigliserida akan tersaponifikasi sehingga akan meningkatkan refining loss. Minyak yang rendah bilangan asamnya disebut minyak netral. Menghilangkan soap stock juga harus dilakukan hati-hati untuk mencegah kehilangan yang tinggi dari minyak netral atau meningkatkan refining loss (Johnson 2002). Variabel-variabel yang menentukan penurunan kandungan asam lemak bebas dengan kehilangan yang dapat diterima dari minyak yang telah dinetralisasi (Allen 1997) adalah: 1. Tipe alkali yang digunakan seperti NaOH, Na2CO3, sodium silikat, dan NH4OH. 2. Kekuatan larutan alkali 3. Kelebihan (excess) larutan alkali diatas kuantitas stoikiometri dibutuhkan untuk menetralisasi asam lemak bebas dan asam fosfat (dihitung dari persamaan kimia)
77
4. Suhu dimana reaksi berlangsung 5. Tipe dan derajat agitasi selama dan sesudah penambahan alkali 6. Waktu antara penambahan alkali dan pemisahan soapstock (sabun) Soda kaustik (NaOH) merupakan alkali yang paling sering digunakan untuk netralisasi. Selain dapat membersihkan minyak NaOH juga dapat mempengaruhi sedikit dekolorisasi. Untuk mereduksi saponification losses, kadang Na2CO3 digunakan bersama NaOH. Sodium karbonat (Na2CO3) merupakan alkali yang lebih ringan, menghasilkan sedikit saponifikasi yang tidak diinginkan tetapi juga lebih sedikit mengakibatkan dekolorisasi (Allen 1997). Pemilihan jumlah dan kekuatan soda kaustik untuk netralisasi sangat penting karena akan menentukan dasar kandungan asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya untuk mengukur kekuatan larutan soda kaustik untuk netralisasi berdasarkan berat spesifiknya yang disebut derajat Baumé yang berkisar dari 10 sampai 30 °Bé. Minyak yang berkualitas bagus biasanya dinetralisasi dengan kaustik 12, 14, atau 16 °Bé (Hodgson 1996). Proses netralisasi untuk minyak sawit merah terdiri dari pengadukan kontinyu degummed red palm oil (DRPO) dengan larutan (kaustik) NaOH yang konsentrasinya telah ditentukan, sampai terbentuk emulsi dengan koagulasi dari sabun pada suhu 60 °C dan dilakukan pemisahan fase air (soap stock) dan fase minyak (NPO) dengan sentrifugasi (Mas’ud 2007). Fraksinasi Setelah kedua proses di atas dilakukan, maka dilakukan fraksinasi. Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) dari minyak. Fraksinasi adalah proses pemisahan berbagai trigliserida menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan kelarutan trigliserida, yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan (Timms 1997). Menurut Krishnamurthy dan Kellens (1996), secara umum terdapat empat cara proses fraksinasi minyak sawit yaitu: 1. Fraksinasi pelarut, kristalisasi dilakukan dalam larutan pelarut, untuk mengurangi viskositas. Pelarut yang sering digunakan adalah aseton atau
78
heksan. Proses ini dikarakterisasi dengan waktu kristalisasi yang singkat dan penyaringan yang mudah. 2. Fraksinasi deterjen, dikembangkan untuk memperbaiki pemisahan fase kristalisasi dari sisa cairan dengan menambahkan larutan deterjen pada minyak yang terkristalisasi. 3. Proses fraksinasi kering, teknik ini adalah teknik pemisahan paling mudah dan murah serta tidak memerlukan posttreatment pada produk akhir. 4. Winterisasi, proses ini mirip dengan proses fraksinasi kering dan digunakan untuk membuang sejumlah kecil padatan dari minyak yang secara normal menyebabkan cloudiness pada minyak bila disimpan pada suhu refrigerasi. Prinsip dari proses fraksinasi ini adalah pendinginan secara bertahap. Fraksi stearin atau fraksi minyak jenuh yang mempunyai titik cair lebih tinggi akan membentuk kristal terlebih dahulu. Sedangkan fraksi olein atau fraksi minyak yang tidak jenuh dengan titik cair yang lebih rendah masih dalam bentuk cair (Timms 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dan pemisahan stearin dengan olein adalah suhu awal dari minyak, suhu akhir fraksinasi, kecepatan pendinginan, kecepatan agitasi dan metode preparasi. Variabel ini mempengaruhi ukuran dan bentuk kristal, kecepatan filtrasi, perolehan olein dan stearin, kandungan lemak padat, titik leleh, profil asam lemak dari lelehan dan fraksi kristalin (Kellens dan Hendrix 2000).
Karotenoid Karotenoid adalah suatu zat warna kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik, alifatik-alisiklik, atau aromatik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C-1 dan C-6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C-1 dan C-5, serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonyugasi (Klaui dan Bauernfeind 1981). Sedangkan menurut Winarno (1997) dan Sylvester (2005), karotenoid merupakan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%) terutama pada bagian permukaan atas daun,
79
dekat dengan dinding sel. Karotenoid tersebar luas dan secara alami terdapat dalam jumlah besar di alam, menyebabkan warna kuning dan merah selain pada tanaman juga pada ganggang, mikrorganisme dan hewan. Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh terbentuk dari 40 atom C atau 8 unit isoprena dan memiliki 2 buah gugus cincin. Perbedaan struktur antara berbagai karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A (Klaui dan Bauernfeind 1981). Struktur kimia beberapa karoten dapat dilihat pada Gambar 1.
α-karoten
β-karoten
γ-karoten Gambar 1. Struktur kimia beberapa karotenoid (Klaui dan Bauernfeind 1981) Menurut Winarno (1997), karoten merupakan campuran dari beberapa senyawa yaitu α, β, dan γ-karoten. Karoten merupakan molekul yang simetrik, artinya separuh bagian kiri merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya.
80
Walaupun karoten adalah molekul yang simetrik, namun tidak semua karoten benar-benar simetrik, misalnya α dan γ-karoten mempunyai terminal yang tidak sama. Berdasarkan fungsinya karotenoid dapat dibagi atas dua golongan yaitu yang bersifat nutrisi aktif seperti β-karoten dan non nutrisi aktif seperti fukosantin, neosantin dan violasantin. Berdasarkan unsur-unsur penyusunannya karotenoid dibagi menjadi dua golongan utama yaitu 1) golongan karoten yang tersusun dari unsur-unsur atom C dan H, seperti α-karoten, β-karoten, dan γ-karoten, serta likopen, 2) golongan oksikaroten atau xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur C, H, dan OH seperti lutein, violasantin, neosantin, zeasantin, kriptosantin, kapsantin, dan torulahordin (Klaui dan Bauernfeind 1981). CPO merupakan sumber yang kaya dari karoten alami yaitu sekitar 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). Kadar karotenoid tersebut bervariasi menurut tingkat kematangan dan genotip dari buah. Secara umum minyak yang berasal dari buah sawit yang berwarna merah lebih banyak mengandung karotenoid daripada buah yang berwarna oranye (Winarno 1999). Komposisi karotenoid pada CPO dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi karotenoid pada CPO Karoten Phytoene Phytofluene Cis-β-karoten Β-karoten Α-karoten Cis-α-karoten ζ-karoten γ-karoten δ-karoten Neurosporene Β-Zeakaroten Likopen Sumber : Gee (2007)
Komposisi [%] 1,27 0,06 0,68 56,02 35,16 2,49 0,69 0,33 0,83 0,29 0,23 1,30
Karotenoid berkristalisasi dalam berbagai bentuk, warna kristal bervariasi dari merah sampai ungu hampir hitam. Ukuran kristal mempengaruhi warna dari karotenoid spesifik. Titik leleh hampir tinggi dan cenderung meningkat dengan
81
meningkatnya berat molekul dan gugus fungsional. Titik leleh β-apo-8’-karotenal, β-karoten, dan canthaxanthin adalah 136 °-140 °C, 176 °-182 °C dan 208 °-210 °C, berturut-turut (Klaui dan Bauernfeind 1981). Struktur ikatan ganda terkonjugasi dalam molekul membuat material kristalin karotenoid menjadi sangat sensitif pada dekomposisi oksidatif jika terekspos udara. Kristal harus disimpan dalam kontainer dan di seal di dalam vakum atau gas inert pada suhu rendah. Jika termikronisasi dan terlarut dalam minyak nabati, stabilitasnya cukup memadai untuk penggunaan praktis dalam pewarna lemak berbasis pangan. Mengurangi derajat tidak jenuh minyak dengan hidrogenisasi meningkatkan keefektifan dalam stabilisasi karoten. Penggunaan antioksidan yang sudah food grade semakin memperbaiki stabilitas. Stabilitas karoten dapat ditingkatkan sampai 20 kali lipat jika ditambahkan antioksidan pada carrier minyak nabati (Klaui dan Bauernfeind 1981). Karotenoid yang berbentuk cair lebih cepat mengalami kerusakan akibat penyinaran dibandingkan dengan berbentuk padat. Karotenoid yang mengalami perlakuan panas disertai kehadiran oksigen akan mempercepat jalannya reaksi oksidasi. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Chichester dan McFeeters 1970). Meyer (1982) telah menjelaskan bahwa karotenoid memiliki beberapa sifat fisika dan kimia yaitu: 1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air 2. Larut dalam kloroform, benzen, karbon disulfida, dan petroleum eter 3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin 4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaaan tanpa udara 5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi, dan cahaya 6. Mempunyai ciri khas absorpsi cahaya, ini tergantung pada pelarut yang digunakan. Selama proses pengolahan pangan, bentuk trans karotenoid yang terdapat dalam bahan pangan dapat mengalami isomerisasi menjadi bentuk cis karotenoid yang menyebabkan turunnya aktivitas provitamin A karena aktivitas prtovitamin A dari cis karotenoid lebih rendah dari bentuk trans karotenoid (de Ritter dan Purcell 1981). Manorama et al. (1999) telah melakukan penelitian terhadap β-
82
karoten yang dimurnikan, 10 miligram β-karoten dilarutkan dalam 7 ml kloroform grade HPLC. Sampel tersebut disimpan dalam berbagai kemasan, kondisi dan waktu yang berbeda. Persentase kehilangan β-karoten pada berbagai kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase kehilangan β-karoten di dalam kondisi tersimulasi 15 1 3 6 Hari Bulan Bulan Bulan SUHU 18,3 28,3 29,5 50 Freezer 25,9 38,9 55,7 64,8 Refrigerator 44,8 64,1 83,2 100 Ambient CAHAYA DAN SUHU Botol Transparan (refrigerator) 33,5 66 82,6 100 Botol transparan (ambient) 60,5 83,8 93,5 100 Botol gelap (refrigerator) 15,6 24,4 36,7 39,5 Botol gelap (ambient) 24,7 38,8 58,4 89,2 ANTIOKSIDAN [Refrigerator] Tokoferol 30,2 82 100 BHT 31,2 72,2 100 Asam Askorbat 20,3 55,6 100 [Ambient] Tokoferol 26,8 55 84,1 100 BHT 27,7 34,1 49,4 84,6 Asam Askorbat 9,4 38,9 73,8 100 INKUBATOR 48 72 216 430 Jam Jam Jam Jam 23,3 36,8 42,8 100 Inkubator (37 °C) Sumber: Manorama et al. (1999)
9 Bulan 62,8 66,9 100 100 100 53,3 92,2
100 100 100
Minyak sawit merah jika dijadikan minyak goreng, ternyata mengalami kerusakan yang lebih kecil pada parameter suhu yang sama dibanding minyak goreng sawit biasa karena adanya aktivitas antioksidan dari karotenoid. Kandungan karotenoid pada produk yang digoreng dengan minyak sawit merah nilainya berkisar antara 0,700-7,198 Retino Equivalent (RE) vitamin A, sangat kecil dibanding kebutuhan vitamin A per hari per orang yaitu sebesar 350-600 RE vitamin A. Produk yang digoreng dengan minyak sawit merah mempunyai umur simpan yang lebih lama oleh adanya karotenoid dalam minyak yang terserap ke dalam bahan makanan (Nurdini 1997).
83
Manfaat kesehatan dan nutrisi dari kandungan karoten dalam minyak sawit merah telah diteliti oleh banyak ahli. Salah satunya dapat menggulangi defisiensi vitamin A dan zat besi pada anak-anak (Lam et al. 2001; Manorama et al. 1996), pemberian suplementasi β-karoten dari minyak sawit merah pada ibu menyusui dapat memperbaiki status vitamin A pada bayi (Canfield et al. 1996), dapat meningkatkan pengaruh anti kanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang berkontribusi pada kekebalan tubuh melawan infeksi dan penyakit berbahaya pada tubuh manusia (Ashfaq et al. 2001), mempunyai potensi melawan kardiovaskular dan karsinogenesis kanker payudara (Arumughan et al. 1996), dan dapat mengurangi resiko artherosklerosis (Kritchevsky et al. 2001; Kooyenga et al. 1996).
Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan seperti untuk produk-produk permen, cookies, produkproduk roti, minyak goreng, campuran shortening, mentega, dan lain-lain. Kemudian untuk industri-industri non pangan seperti sabun, deterjen, minyak rambut, lipstik, produk-produk kosmetik lainnya, minyak pelumas, minyak gosok, dan lain-lain (Woodroof 1979). Minyak kelapa merupakan senyawa organik yang merupakan campuran ester dari gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut minyak atau lemak (Meyer 1982). Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida yang ketiga asam lemaknya jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4% trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh. Trigliserida terdiri dari 96% asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisikokimia minyak dapat ditentukan dari sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang menyusun minyak kelapa terdiri dari 86% asam lemak jenuh dan 20% asam lemak tidak jenuh. Hal ini menyebabkan minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif dibandingkan minyak lainnya oleh karena asam lemak jenuh yang terkandung di dalamnya lebih sedikit (Canapi et al. 1996).
84
Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yakni antara 45,4 sampai 46,4%, sehingga sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia dari asam laurat. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oil, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5 (Ketaren 2005). Sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya tergantung dari susunan asam lemaknya. Tidak seperti minyak lainnya, minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tajam yaitu pada 24,4-25,5 °C, karena kandungan asam lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya (Lawson 1995). Semakin besar derajat ketidakjenuhan asam lemak, maka semakin rendah titik leleh minyak yang bersangkutan (Swern 1979). Karena titik lelehnya yang tajam, minyak kelapa digunakan dalam konfesioneri dan pengisi kue. Titik leleh yang tajam di bawah suhu tubuh, berkontribusi pada efek ”cooling” dalam mulut (Lawson 1995) Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%) dan asam lemak bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat dalam minyak nabati disebut fitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu α sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol mempunyai dua isomer, yaitu α-tokoferol dan β-tokoferol. Sifat dari tokoferol antara lain tidak dapat disabunkan, dapat teroksidasi dan berfungsi sebagai antioksidan yang baik (Djatmiko et al. 1976). Menurut Eckey (1954), fungsi tokoferol sebagai antioksidan adalah dengan cara memperpanjang periode induksi atau periode jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbul bau tengik. Beberapa sifat fisik dan kimia minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 9.
85
Tabel 9. Spesifikasi produk minyak kelapa (CNO) Sifat fisikokimia CNO kasar Kelembaban dan kotoran (% maks) 1,0 Asam lemak bebas (sbg laurat) (% maks) 3,0 Warna (Lovibond R/Y) 12/75 Bilangan penyabunan Bahan tidak tersabunkan (% maks) 0,4 Bilangan Iod Bilangan peroksida, maks 2,0 Slip melting point ( °C) Indeks refraksi pada 40 °C Flavor/bau Sumber: Canapi et al. (1996)
CNO RBD 0,03 0,04 1/10 250-264 0,1 7-12 0,5 24-26 1,448-1,450 Bersih/tidak berbau
Zat warna (pigmen karotenoid) hampir tidak ada dalam minyak kelapa. Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein dan suhu sangat berpengaruh pada reaksi tersebut (Djatmiko et al. 1976).
Interesterifikasi Enzimatik Reaksi interesterifikasi adalah suatu cara untuk mengubah struktur dan komposisi minyak dan lemak melalui penukaran gugus radikal asil diantara trigliserida dan asam alkohol (alkoholisis), lemak (asidolisis), atau ester (transesterifikasi). Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan ganda. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah sifat dan profil asam lemak yang ada, tetapi mengubah profil lemak dan minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda dari trigliserida awalnya (Tombs 1995). Reaksi interesterifikasi melibatkan pergantian dan pendistribusian ulang gugus asil di dalam trigliserida. Proses pergantian asam lemak itu sendiri dapat melalui tiga tipe reaksi yaitu reaksi alkoholisis, asidolisis, dan transteresterifikasi. Reaksi alkoholisis merupakan reaksi antara lemak dan alkohol untuk menghasilkan ester. Pada asidolisis, perpindahan gugus asil antara asam dan ester,
86
adalah cara efektif menggabungkan asam lemak bebas baru dalam trigliserida (Willis dan Marangoni 2002). Reaksi pertukaran ester (transesterifikasi) merupakan reaksi utama dalam penelitian ini. Transesterifikasi merupakan pertukaran gugus asil antara dua ester (Willis dan Marangoni 2002), dapat terjadi pada trigliserida yang berbeda atau diantara trigliserida itu sendiri. Pertukaran ester dapat meningkatkan sifat fisik lemak (misalnya titik leleh) karena terjadi perubahan susunan gugus asil pada trigliserida tersebut. Reaksi ini banyak digunakan untuk produk lemak seperti margarin, mentega dan shortening. Interesterifikasi secara kimia memiliki kekurangan karena tidak memiliki selektivitas, atau dengan kata lain proses interesterifikasi dapat terjadi pada posisi mana saja dari kerangka trigliserida. Proses ini dapat mencegah atau mempersulit terbentuknya produk yang memiliki sifat fisikokimia yang diinginkan (Woolley dan Petersen 1994). Penggunaan enzim yang memiliki sifat spesifik seperti lipase sn-1,3 akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam memodifikasi lemak. Lipase sn- 1,3 memiliki banyak keuntungan teknologi antara lain (Graille, 1993): 1. Asam lemak pada posisi 2 tetap pada tempatnya, sehingga dapat diarahkan pada produksi lemak yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika asam lemak pada posisi 1 dan 3 diganti dengan asam lemak lainnya. 2. Pembentukan trigliserida yang memiliki titik leleh tinggi dapat dicegah atau dibatasi. 3. Reaksi enzimatik berlangsung dengan perlahan, sehingga lebih mudah mengendalikan reaksi. 4. Reaksi enzimatik lipase 1,3 berlangsung pada suhu yang relatif rendah antara 35-60 °C. Semakin tinggi suhu, kualitas reaksi akan semakin baik. 5. Menghemat energi, karena dalam kenyataannya bahan baku mentah dapat dijadikan sebagai substrat dalam reaksi esterifikasi. Siew et al. (2007) mempelajari perubahan sifat fisik campuran stearin sawit dan minyak kanola (hPS/CO) yang diinteresterifikasi enzimatik dengan lipase terimobilisasi
Thermomyces
lanuginosa
(Lipozyme
TL
IM).
Hasilnya
menunjukkan campuran setelah interesterifikasi enzimatik mempunyai SMP dan SFC lebih rendah daripada campuran hPS/CO sebelum reaksi. Hasil SMP campuran hPS/CO setelah interesterifikasi enzimatik dengan rasio 40:60, 50:50,
87
dan 60:40 dapat digunakan untuk aplikasi margarin batang (stick margarine) dan shortening. Dari analisis SFC, campuran hPS/CO terinteresterifikasi dengan rasio 40:60 mempunyai kurva SFC mirip dengan vanaspati sedangkan rasio 50:50 dan 60:40 mempunyai kurva SFC serupa dengan margarin, puff pastry margarine dan shortening. Zhang et al. (2006) membandingkan stabilitas penyimpanan hardstock margarin dari campuran stearin sawit dan minyak kelapa (70:30) yang dibuat dengan tiga cara yaitu dengan cara blending secara fisik, diinteresterifikasi secara kimiawi dan diinteresterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM. Setelah disimpan pada suhu 25 °C selama 12 minggu , ternyata margarin dari lemak hasil interesterifikasi enzimatik mempunyai bilangan peroksida hampir sama dengan dicampur secara fisik, dan kedua perlakuan tersebut mempunyai bilangan peroksida lebih rendah daripada margarin dari lemak hasil interesterifikasi secara kimiawi. Amri dan Xu (2005) mencampur stearin sawit, kernel sawit dan minyak ikan (POS/PKO/FO) dalam berbagai rasio komposisi dan diinteresterifikasi enzimatik dengan lipase Lipozyme TL IM (Thermomyces lanuginosa) menggunakan packed bed reactor. Walaupun interesterifikasi enzimatik meningkatkan SFC produk pada 5 sampai 35 °C, pada suhu 35 °C SFC produk lebih rendah daripada substrat. Ini adalah karakterisitik yang bagus karena dapat menurunkan SFC pada suhu tubuh. Campuran POS/PKO/FO (0,55/0,15/0,30, w/w/w%) diprediksikan mempunyai profil SFC mirip dengan margarin meja komersial. Zainal dan Yusoff (1999) juga melakukan interesterifikasi enzimatik pada stearin sawit dan olein kernel sawit. Pada suhu 60 °C interesterifikasi dengan lipase dari Rhizomucor miehei dapat seelesai dalam 5 jam. Hasil menunjukkan bahwa interesterifikasi efektif dalam memproduksi lemak padat dengan kurang dari 0,5% kandungan trans dan SMP turun dari 40 °C sebelum interesterifikasi menjadi 29,9 °C setelah interesterifikasi. Alpaslan dan Karaali (1997) melakukan reaksi interesterifikasi enzimatik dengan katalis enzim terimobilisasi Lypozym IM60 pada campuran minyak zaitun
88
dan minyak sawit dihidrogenasi sebagian. Hasilnya, produk dengan rasio 30:70 memiliki sifat sangat mirip dengan Turkish package margarine.
Enzim Lipase Lipase didefinisikan sebagai gliserol ester hidrolase (EC 3.1.1.3) karena mengakatalisis hidrolisis ikatan karboksil ester dalam asilgliserol. Tergantung derajat hidrolisis, asam lemak bebas, monoasilgliserol, diasilgliserol, dan gliserol diproduksi. Manfaat utama dari lipase dalam interesterifikasi enzimatik dibandingkan interesterifikasi kimia adalah kespesifikannya. Spesifisitas asam lemak dari lipase yang telah dieksploitasi untuk memproduksi lemak terstruktur untuk makanan kesehatan dan untuk memperkaya lemak dengan asam lemak tertentu untuk memperbaiki nilai nutrisi minyak dan lemak. Adapun tipe-tipe spesifisitas lipase adalah substrat, posisional, asam lemak, stereo/struktur dan kombinasinya (Rønne et al. 2005). Menurut Macrae (1983), lipase akan mengkatalisis hidrolisis substrat yang terdapat dalam bentuk misel, agregat kecil atau partikel emulsi. Cara kerjanya berbeda-beda, tergantung dari jenis mikroorganisme dan sumber penghasilnya. Spesifisitas kerja lipase tergantung pada posisi atau lokasi ester, asam lemak dan asilgliserol parsial. Enzim mempunyai beberapa kelemahan yaitu: ketidakstabilan enzim, tingginya biaya isolasi dan pemurnian serta mahalnya biaya penggunaan enzim karena enzim yang telah dipakai di dalam larutan tidak dapat atau sulit dipisahkan dan dipergunakan lagi sehingga dikembangkannya teknik imobilisasi enzim. Selama enzim belum mengalami kerusakan struktur, enzim masih dapat dipakai secara berulang-ulang (Suhartono 1989). Oleh karena itu imobilisasi lipase menjadi sangat populer karena manfaatnya dibandingkan sistem enzim bebas adalah reusabilitas, penghentian yang cepat dari reaksi, biaya yang lebih rendah, pembentukan produk yang terkontrol, dan kemudahan enzim untuk dipisahkan dari reaktan dan produk. Sebagai tambahan, imobilisasi lipase yang berbeda dapat mempengaruhi selektivitasnya dan sifat fisikokimianya. Imobilisasi juga menyediakan kemungkinan mendapatkan lipase murni dari ekstrak yang kotor dan imobilisasi secara simultan, dengan inaktivasi
89
minimal dari lipase. Metode untuk imobilisasi untuk enzim termasuk bentuk kimiawi, seperti ikatan kovalen, dan bentuk fisik, seperti adsorpsi dan pemerangkapan dalam matriks gel atau mikrokapsul (Willis dan Marangoni 2002). Lipozyme TL IM merupakan enzim komersial terimobilisasi yang berasal dari lipase mikrobial Thermomyces lanuginosa yang mempunyai kespesifitasan posisional molekul trigliserida yaitu pada posisi primer (sn-1 dan atau sn-3). Lipozyme TL IM ini terimobilisasi dalam bentuk metode penjebakan, yaitu enzim dijebak di dalam matriks silika gel atau di”bungkus” di dalam membran semipermeabel dengan erat sehingga enzim menjadi tidak bebas dan menjalankan fungsi katalitiknya di dalam kisi-kisi polimer tersebut. Disini enzim diperangkap secara fisik dan tidak diikat secara kimiawi, sehingga kemungkinan penurunan aktivitasnya pun lebih kecil dibandingkan dengan metode pengikatan kimiawi. Sarana penempatan enzim dapat berbentuk gel, suatu bentuk serabut kapiler atau suatu mikrokapsul (Suhartono 1989). Aktivitas lipase dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, kadar air, suhu, komposisi substrat, konsentrasi produk, dan kandungan lipase. pH optimum untuk lipase biasanya di antara 7 dan 9. Suhu optimum untuk kebanyakan lipase imobil berkisar di antara 30-62 °C. Kadar air optimal untuk interesterifikasi oleh lipase berkisar di antara 0,04% sampai 11% (w/v), walaupun kebanyakan reaksi membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi yang efektif (Willis dan Marangoni 2002). Huei et al. (2003) membandingkan lima tipe lipase berbeda yaitu Amano FAP 15 (Amano Enzyme Inc.), Lipozyme TL IM (Novozymes A/S), PLC, PLG dan QLC (Meito Sangyo Co., LTD). Produk interesterifikasi enzimatik dianalisis profil trgliseridanya, dan dibandingkan
keefektifan lipase dalam mereduksi
kandungan PPP (palmitat-palmitat-palmitat). Di antara semua lipase, Amano FAP 15 memperlihatkan reaksi yang tidak signifikan terhadap reaktan. Keempat lipase dapat meningkatkan total PLO (palmitat-linoleat-oleat) dan POO (palmitat-oleatoleat) dari kisaran rendah yaitu 1,58-2,81% sampai berkisar 8,85-39,57% dimana PPP menurun dari kisaran 27,05-40,82% sampai berkisar 4,41-40,69%. Proses seleksi mengindikasikan bahwa PLG dan TL IM lebih efektif daripada PLC dan
90
QLC. Konsentrasi enzim optimum untuk semua lipase adalah 10% dan suhu optimum untuk reaksi adalah 55 °C. Zhang et al. (2001) mencoba menguji kestabilan enzim murah Lipozyme TL IM untuk produksi lemak margarin skala besar (300 kg) dalam sistem bebas pelarut. Mereka menemukan bahwa Lipozyme TL IM mempunyai aktivitas serupa dengan Lipozyme RM IM untuk interesterifikasi antara stearin sawit dan minyak kelapa. Lipozyme TL IM stabil dalam reaktor skala 300 kg paling sedikit pada sembilan batches. Ming et al. (1998) mempelajari sifat beberapa enzim untuk memperbaiki sifat fisik atau karakter leleh dari hasil interesterifikasi enzimatik campuran stearin sawit-olein kernel sawit (40:60). Enzim yang digunakan adalah lipase spesifik sn-1,3 seperti Aspergillus niger, Alcaligenes sp. dan lipase non spesifik seperti Pseudomonas sp., dan Candida rugosa, serta lipase terimobilisasi komersial dari Rhizomucor miehei (Lipozyme IM60) juga digunakan . Hasil menunjukkan transesterifikasi mampu memproduksi campuran lemak dengan titik leleh lebih rendah dengan mengubah posisi asam lemak dalam trigliserida dengan kisaran titik leleh tinggi menjadi bentuk komponen bertitik leleh sedang atau rendah. Persentase asam lemak bebas paling tinggi dilepaskan oleh reaksi campuran yang dikatalisasi oleh lipase Pseudomonas (2,90%) dan R.miehei (2,54%). Penurunan SMP
(12,0 °C) paling besar juga dimiliki campuran
dikalatalisasi Pseudomonas, dan SFC meleleh sempurna pada suhu 35 °C.
Spreads Spreads adalah produk berbentuk semi padat, plastis, mempunyai tekstur yang lembut dan viskositas yang cukup rendah sehingga dapat dengan mudah dioleskan ke suatu permukaan bahan makanan lain seperti roti dan mampu menyebar (spreadable) (Kristanti 1989). Untuk memperoleh sifat spreadable umumnya digunakan lemak nabati. Spreads merupakan produk yang menyerupai margarin tetapi mengandung kurang dari 80% lemak (Chrysam 1996). Sedangkan produk olesan (spreads) rendah lemak bukan merupakan margarin tetapi dibuat dengan cara yang sama dengan margarin, mengandung lemak lebih rendah (sekitar 40%) dan
91
mengandung kadar air lebih tinggi (sekitar 60%), karena kurang mengandung lemak, nilai energinya sangat rendah (Gaman dan Sherington 1992). Margarin dan table spreads adalah emulsi air dalam minyak. Fase mengandung air terdiri dari air, garam, dan pengawet. Table spreads adalah sistem koloidal multifase yang terdiri dari fase mengandung air terdispersi sebagai droplet (berukuran 1-20 μm) dalam fase minyak kontinyu dan jaringan kristal lemak (Rousseau et al. 2003). Sebagian besar spreads merupakan tipe lemak kontinyu dengan droplet fase mengandung air berukuran 2-4 μm (margarin) sampai 4-80 μm (untuk spreads rendah lemak) (Moran 1994). Kristal-kristal lemak membentuk jaringan tiga dimensi yang memberikan struktur semi padat pada produk dan menahan bagian cair lemak. Struktur yang terintegritas ini terbentuk terutama karena adanya ikatan kimia (ikatan primer) yang sangat kuat antara kristal-kristal lemak yang berdekatan dan ikatan sekunder Van der Waals yang lemah di antara kristal-kristal yang berkelompok. Ikatan primer bersifat irreversible, dimana ikatan tidak dapat dibangun kembali apabila ikatan ini putus akibat adanya kerja mekanik pada unit crystallizer, sedangkan ikatan sekunder bersifat reversible (deMan 1999). Produk-produk olesan meja (table spreads) yang telah diperkenalkan di Amerika sejak 1950 adalah sebagai berikut: margarine stick spreadable (1952), whipped margarine (1957), margarin minyak jagung (asam lemak tidak jenuh tinggi) (1958), margarin lunak (1962), margarin cair (1963), margarine diet (40% lemak) (1964), produk olesan/spreads (60% lemak) (1975), whipped spreads (1978), butter blends (1981), improved 40% fat spreads (mengandung bahan pembuat gel) (1986), lower fat spreads (20% lemak)(1989), dan non-fat spread (1993) (Chrysam 1996). Menurut Aini et al. (2001), margarin sendiri juga mempunyai banyak tipe, yang diformulasi untuk memenuhi keinginan konsumen. Tipe yang paling populer adalah margarin meja, bakery margarine, dan puff pastry margarine. Baru-baru ini dikembangkan margarin rendah kalori atau reduced fat spreads (RFS), yang mengandung kadar lemak lebih rendah daripada margarin. RFS mengandung 41 sampai 60% lemak dan digunakan untuk dioleskan pada roti. Minyak sawit dan minyak kernel sawit merupakan komponen yang sangat cocok untuk margarin
92
yang berbagai tipe di atas. Sedangkan menurut Bumbalough (1992), tipe-tipe margarin dan spreads yang diklasifikasikan berdasarkan bentuk fisiknya adalah produk padat, brick margarine, stick margarine, soft products, whipped product, dan liquid margarine. Menurut Moran (1994), banyak tipe spreads yang sekarang tersedia secara komersial, yaitu mulai yang terdiri dari campuran lemak hewani dan lemak nabati, produk dengan kandungan lemak bervariasi lebih dari 80% sampai kurang dari 5%, spreads dari fase air kontinyu alami, hingga produk mengandung protein susu dan agen penstabil emulsi hidrokoloid dalam tingkat yang nyata. Kategori utama spreads dengan tipe-tipe ingredientnya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Tipe-tipe komposisi spreads Tipe Spread Lemak Protein Ditambah emulsifier (%) (%)
atau garam pengemulsi
Mentega >80 0,3 Margarin >80 0,2 60-75 0,3 Reduced fat Rendah lemak 38-40 0,2-6,5 Sangat rendah 20-25 0-8,3 lemak Air kontinyu 5-12 12-20 Keterangan : = merupakan pilihan
Penstabil Pengawet Pewarna, flavour, vitamin
+ + + +
= =
+ +
+ + + + +
+
=
=
+
Fungsi lemak spreads adalah meningkatkan palatabilitas produk roti dan kue seperti
meminyaki (lubrication) roti ketika dimakan, sebagai sumber energi,
memberikan flavour pangan, mengandung vitamin, sumber asam lemak esensial, berkontribusi pada rasa atau coolness ketika dimakan, dan membentuk struktur produk (Moran 1994). Karakteristik produk spreads menurut Chrysam (1996) dilihat dari spreadibilitas, oiliness, dan sifat lelehnya : 1. Spreadibilitas adalah salah satu sifat paling penting pada spreads, mungkin kedua setelah flavor. 2. Pengeluaran minyak (oiliness) pada margarin terjadi jika matriks kristal lemak berubah ukuran atau karakter untuk memerangkap semua minyak cair. Ini
93
masalah yang serius untuk produk batangan, minyak dapat bocor keluar dari kemasan. 3. Margarin meja berkualitas tinggi meleleh dengan cepat dengan sensasi dingin pada langit-langit mulut. Komponen flavor dan garam pada fase mengandung air dengan cepat diterima oleh indra perasa, dan tidak meninggalkan rasa berminyak atau berlilin. Faktor yang mempengaruhi kualitas ini adalah sifat meleleh dari lemak, kekuatan emulsi, dan kondisi penyimpanan produk akhir. Agar margarin dapat meleleh dengan bersih tanpa terasa bergetah atau berlilin, harus dapat meleleh semuanya pada suhu tubuh dan mengandung kurang dari 3,5% lemak padat pada 33,3 °C (92 °F). Stabilitas table spreads tergantung dari dua mekanisme, yaitu stabilisasi pengikatan dimana partikel koloidal diserap secara interfasial yang dapat menstabilkan droplet terdispersi, dan jaringan kristal lemak yang secara fisik “mengunci” droplet air tetap ditempatnya, sehingga mencegah droplet untuk berpindah, berflokulasi, coalescing, dan kadang-kadang berkrim (Rousseau et al. 2003). Spreads harus bersifat plastis sehingga mempunyai kemampuan untuk dioles dan membentuk krim. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik leleh sendiri-sendiri, hal ini berarti pada suhu tertentu sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal padat (Gaman dan Sherrington 1992). Rasio antara fase dan karakter kristalin dari fase padat menentukan konsistensi dan kekuatan produk. Kandungan padat dan kristalinitas tergantung komposisi campuran lemak dan kondisi proses (Gunstone et al. 1994).
Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC) Slip melting point (SMP) adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa kapiler yang berada dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Titik cair lemak merupakan karakteristik nyata yang berkaitan dengan metode penentuan dari eksperimen, dan bukan merupakan karakteristik fisik dasar seperti oada senyawa murni (Timms 1994). Tiap asam lemak murni mempunyai titik
94
leleh spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran esensial dari berbagai asam lemak sebagai trigliserida (seperti stearat, oleat dan linolenat), sehingga tidak memiliki titik cair yang tajam (sharp)(Lawson 1995). Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang penting dalam menentukan titik cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain adalah: 1.
Rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Semakin panjang rantai maka titik cairnya semakin tinggi.
2.
Posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair.
3.
Proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Semakin tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin rendah.
4.
Teknik pengolahan, seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi Pada reduced fat spreads (RFS), minyak atau lemak sangat besar
pengaruhnya walaupun jumlahnya sangat sedikit dalam emulsi. Hal ini dapat mempengaruhi sifat sensori dan penerimaan konsumen dengan menambah kelezatan, tekstur dan nilai nutrisi. Tekstur seperti konsistensi, plastisitas, dan struktur, merupakan karakteristik penting dari RFS dan ditentukan oleh sifat fisik minyak
dan lemak yang digunakan. Pengukuran fisik yang digunakan yaitu
kandungan lemak padat. Solid fat content (SFC) menggambarkan jumlah kristal lemak dalam campuran, berperan pada banyak karakteristik produk seperti penampilan umum, memudahkan kemasan, sifat organoleptik, memudahkan penyebaran (spreading), dan pengeluaran minyak. SFC antara 4 dan 10 °C menentukan kemudahan penyebaran pada produk pada suhu refrigerator. SFC tidak lebih dari 32% pada suhu 10 °C penting untuk spreadibilitas yang bagus pada suhu refrigerator. SFC pada suhu 20 dan 22 °C menentukan stabilitas produk dan tahan terhadap pengeluaran minyak pada suhu kamar. SFC antara 35 dan 37 °C menentukan kekentalan dan sifat pelepasan flavor RFS dalam mulut (Lida dan Ali 1998). SFC dari minyak sawit merupakan konstituen utama dalam margarin, shortening dan spreads, dimana stearin digunakan sebagai hardstock (Berger dan Idris 2005). Pada industri komersial, parameter solid fat content untuk bahan baku minyak dan produk akhir margarin ditetapkan pada lima tingkat suhu, yaitu 20-40
95
°C dengan interval suhu 5°C. Parameter tersebut ditetapkan oleh bagian research and development perusahaan pusat untuk digunakan oleh perusahaan cabang di berbagai negara, sehingga beberapa parameter menjadi kurang siginifikan ditetapkan di Indonesia. Misalnya SFC pada suhu 20 dan 25 °C merupakan parameter yang ditetapkan untuk kestabilan produk selama distribusi di negara subtropis, sehingga nilainya akan menjadi kurang signifikan untuk diterapkan di Indonesia. Nilai SFC pada suhu 30 °C ditujukan untuk kestabilan produk selama transportas/distribusi di negara tropis dan berperan sebagai aplikasi bakery, sedangkan SFC pada suhu 35 °C ditujukan untuk penerimaan konsumen dari segi organoleptik (oral melting) atau palatability (Setiawan 2007). Konsistensi dan stabilitas emulsi margarin dan table spreads lainnya tergantung pada kristalisasi. Patahan beku dari minyak margarin yang diamati melalui mikroskop elektron memperlihatkan kristalin alami dari droplet air sebagai fase kontinyu dari matriks lemak yang terlihat seperti jaringan struktur yang terkoneksi, terdiri dari kristal tunggal dan seperti lembaran agregat-agregat kristal. Dua faktor yang paling menentukan pengaruh minyak margarin pada sifat tekstur produk akhir adalah jumlah lemak padat dan kondisi dimana margarin diproduksi (Chrysam 1996). Penentuan jumlah padatan lemak merupakan salah satu prosedur analisis yang paling penting dalam industri minyak, lemak dan produk turunannya (Setiawan 2007). Stabilitas struktur margarin dipengaruhi oleh sifat kisi-kisi kristal dan oleh jumlah lemak padat yang ada. Banyak senyawa organik atau campuran seperti lemak dapat memadat menjadi lebih dari satu pola kristalin (polimorfisme). Bentuk kristal primer dari trigliserida adalah α, β’ dan β, merupakan tiga macam pengaturan potongan dan silangan rantai asam lemak (Chrysam 1996). Bentuk α, β’ dan β merupakan hasil interaksi komponen asam lemak dari campuran trigliserida dan dari kecepatan perubahan fase dari bentuk cair ke padat. Bentuk α adalah yang paling kurang stabil dan titik leleh kristalnya paling rendah, terbentuk jika kondisi pendinginan yang cepat sewaktu proses pembuatan. Struktur β’ relatif lebih stabil, terdiri dari jaringan yang halus, karena karena luas permukaannya yang besar, maka mampu me-imobilisasi sejumlah besar minyak cair dan droplet fase mengandung air. Sedangkan bentuk β merupakan bentuk kristal yang paling
96
stabil dan titik leleh kristalnya paling tinggi, biasanya disertai dengan tesktur kasar dan berpasir terdiri dari banyak kristal (Bumbalough 2000). Bentuk kristal β’ paling dikehendaki dalam pembuatan shortening, margarin maupun produk-produk bakery karena bentuk kristal yang tidak terlalu padat ini dapat membantu pemasukan gelembung-gelembung udara berukuran kecil sehingga menghasilkan produk-produk bersifat lebih plastis dan berkrim (creamy) (Orthoefer 1997). Ukuran kristal lemak biasanya 1-10 μm. Bentuk α merupakan transparan yang mudah pecah sekitar 5 μm. Bentuk β’ berupa jarum tipis kira-kira 1 μm panjangnya. Kristal β lebih besar, berukuran 25-50 μm. Bentuk peralihan dikatakan berukuran 3-5 μm (Lawson 1995).
97
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2007 sampai Maret 2008, di Laboratorium Southeast Asian Food & Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah minyak sawit kasar (CPO) merah, minyak kelapa (coconut oil) merk BARCO dan Lipozyme TL IM (Lipase Thermomyces lanuginosa imobil) yang merupakan produk Novo Nordisk Bioindustrial Ltd, Denmark. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah heksan p.a., aseton teknis, alkohol 90%, NaOH, asam asetat glasial, kloroform, petroleum eter, dietil eter, Rhodamine 6G, 2’, 7’-dichlorofluorescein, KI, CCl4, indikator larutan pati, larutan Wijs, HCl, fenolftalein, akuades, standar internal (asam margarat), metanol, NaCl 0,88%, NaOH metanolik 0,5 N, BF3-metanol, NaCl, dan Na2SO4 anhidrat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, oilbath, hot plate, pompa vakum, termometer, cawan, oven, gelas piala, pipa kapiler, tabung reaksi, pipet tetes, kertas saring, corong kaca, buret, labu takar, erlenmeyer, plat Kromatografi
Lapis
Tipis,
bejana
pengembang,
refrigerator,
sentrifuge,
spektrofotometer, mikroskop polarisasi, Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan Gas Chromatography (GC).
Metode Penelitian Karakteristik Kimia Bahan Baku (Minyak Minyak Kelapa) untuk Interesterifikasi Enzimatik
Sawit
Merah
dan
Pertama dilakukan proses pemurnian CPO yang terdiri dari degumming, netralisasi dan fraksinasi pada CPO. Proses netralisasi dan fraksinasi menghasilkan tiga macam bahan baku interesterifikasi enzimatik yaitu neutralized red palm oil (NRPO), red palm olein (Rpo), dan red palm stearin/red palm olein
98
50:50 b/b (Rps/Rpo). Lalu dilakukan analisis kimia pada NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan coconut oil (CNO). Analisis kimia yang dilakukan adalah kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, total karotenoid, komposisi mono dan diasilgliserol (M-DAG) dan komposisi asam lemak. Proses Degumming Degumming dilakukan dengan menambahkan 1,5 ml asam fosfat (H3PO4) 85% pada 1 liter CPO. Pemanasan dilakukan dengan hot plate hingga suhu 80 °C sambil diaduk. Setelah mencapai suhu 80 °C, dipertahankan selama 15 menit, selanjutnya minyak disaring untuk memisahkan gum yang terbentuk. Proses penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan kertas saring dalam keadaan panas. Proses degumming dapat dilihat pada Gambar 2.
1 liter CPO
1,5 ml H3PO4 85%
Pemanasan (T = 80 ºC, 15’)
Penyaringan
DRPO Gambar 2. Prosedur proses degumming minyak sawit (Mas’ud 2007) Proses Netralisasi Proses netralisasi dilakukan pada minyak sawit yang telah di-degumming (degummed red palm oil/DRPO). Pemanasan dilakukan pada 1 liter DRPO sampai suhu 59 °C, lalu ditambahkan NaOH 16 °Bé yang jumlahnya telah ditentukan berdasarkan kadar asam lemak bebas CPO. Suhu tersebut tetap dipertahankan selama 25 menit sambil terus diaduk. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan
99
sentrifugasi pada 2500 rpm selama 20 menit dan didapat neutralized red palm oil (NRPO) sebagai bahan baku I. Tahapan netralisasi dapat dilihat pada Gambar 3.
1 liter DRPO
Pemanasan (T = 59 ºC, 25’)
Sentrifugasi V= 2500 rpm , 25’
Penambahan NaOH 16 ° Bé
Sabun
NRPO Gambar 3. Prosedur proses netralisasi minyak sawit (Mas’ud 2007) Proses Fraksinasi Proses fraksinasi dalam penelitian ini menggunakan metode Aini et al. (2001) yang dimodifikasi, dimana metode Aini et al. (2001) adalah minyak dipanaskan pada suhu 70 °C untuk menghancurkan kristal-kristal yang ada. Minyak diagitasi dengan kecepatan 12 rpm untuk menjaga tetap homogen dan untuk mencegah pengendapan. Kristal terbentuk pada saat sampel didinginkan. Proses fraksinasi dihentikan ketika suhu mencapai 21 °C. Dua fraksi didapat yaitu stearin (padat) dan olein (cair). Kedua fraksi dipisahkan dengan penyaringan vakum. Modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah NRPO dipanaskan pada suhu 60 °C untuk meminimalisasi kerusakan karoten, lalu proses fraksinasi dihentikan pada suhu ruang lab (± 25°C). NRPO dipindahkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml dan diendapkan/didiamkan semalam. Pemisahan fraksi padat merah (red palm stearin) dan fraksi cair merah (red palm olein) dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Red palm olein (Rpo)
100
merupakan bahan baku II dalam proses interesterifikasi enzimatik. Kemudian red palm stearin dan red palm olein yang sudah dipisah dicampur kembali dengan rasio 50:50 %b/b (Rps/Rpo) dan menjadi bahan baku III. Proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 4. NRPO
Pemanasan (T= 60 °C, 30’)
Pemindahan ke tabung sentrifus 50 ml
Penyimpanan di tempat gelap semalam, T ruang
Pemisahan fraksi padat dan cair Sentrifugasi (V=2500 rpm, 25’)
Fraksi padat merah (red palm stearin)
Fraksi cair merah (red palm olein)
Gambar 4. Prosedur proses fraksinasi (modifikasi Aini et al. 2005) Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa) pada Interesterifikasi Enzimatik Pada tahap ini dilakukan proses interesterifikasi enzimatik dari tiga macam bahan baku sawit (NRPO, Rpo dan Rps/Rpo) dengan CNO. Masing-masing bahan baku dicampur dengan dengan enam rasio. Rasio pencampuran antara tiga bahan baku dengan CNO dapat dilihat pada Tabel 11. Kemudian ditentukan rasio yang mempunyai slip melting point (SMP) paling mendekati kisaran SMP spreads dan margarin komersial. Pengukuran SMP merupakan karakter awal untuk menyeleksi rasio terbaik.
101
Tabel 11. Perlakuan rasio campuran bahan baku (minyak sawit merah dan minyak kelapa) pada interesterifikasi enzimatik Ratio tiga jenis bahan baku sawit dengan CNO
Kode
NRPO/CNO b/b 60:40 NC64 70:30 NC73 75:25 NC72 77,5:12,5 NC71 80:20 NC82 82,5:17,5 NC81 Rpo/CNO b/b 60:40 OC64 70:30 OC73 75:25 OC72 77,5:12,5 OC71 80:20 OC82 82,5:17,5 OC81 (Rps/Rpo)/CNO b/b 60:40 SOC64 70:30 SOC73 75:25 SOC72 77,5:12,5 SOC71 80:20 SOC82 82,5:17,5 SOC81 NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil Prosedur interesterifikasi enzimatik dilakukan dengan modifikasi metode Zhang et al. (2001), dimana Zhang et al. (2001) melakukan dengan reaktor dan pengadukan dengan stirrer impeller. Kondisi yang digunakan adalah suhu 60 °C, stirring 700 rpm, dosis enzim 10% b/b dan waktu reaksi 6 jam. Sedangkan dalam penelitian ini modifikasi yang dilakukan adalah alat yang digunakan adalah rotary shaker bath, kecepatan agitasi 200 rpm dan waktu reaksi yang digunakan 4 jam. Prosedur lengkapnya yaitu NRPO, Rpo dan Rps/Rpo ditambahkan CNO masing-masing dengan rasio sesuai perlakuan sebanyak 10 g. Lalu sampel perlakuan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25 ml. Kemudian sampel diagitasi dengan rotary shaker bath pada kecepatan 200 rpm dan suhu 60 °C. Setelah mencapai suhu 60 °C dan sampel minyak telah meleleh sempurna, dilakukan pengambilan sampel pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum
102
interesterifikasi enzimatik, baru kemudian dimasukkan enzim Lipozyme TL IM sebanyak 10% b/b dan di-shaker kembali selama 4 jam. Semua perlakuan dibuat dua ulangan. Pada tahap ini juga dibuat kontrol (bahan yang sama dengan kondisi yang sama namun tanpa enzim). Hasil interesterifikasi tersebut diangkat dan Lipozyme TL IM disaring. Pada sampel minyak hasil interesterifikasi yang telah disaring, dilakukan pengambilan sampel pengukuran SMP campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Kemudian sampel minyak disimpan ke dalam botol kaca gelap, dihembus gas N2, di-seal dengan parafilm dan disimpan dalam refrigerator. Tahapan kerja interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Gambar 5. NRPO
Rpo
Rps/Rpo
Penambahan CNO sesuai perlakuan
Pemasukkan ke dalam erlenmeyer
Shaker sampai suhu mencapai 60 °C (V=200 rpm)
Pengambilan sampel SMP bahan baku, ditambah enzim 10% b/b
Shaker selama 4 jam (V=200 rpm, T=60 °C)
Penyaringan enzim dan pengambilan sampel SMP produk
Hasil interesterifikasi enzimatik disimpan Gambar 5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al. 2001)
103
Selanjutnya dilakukan pengukuran slip melting point (SMP) produk interesterifikasi enzimatik. Jika nilai SMP produk berada dalam kisaran SMP spreads komersial, maka produk tersebut akan dianalisis lebih lanjut pada penelitian utama. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari Bahan Baku Terpilih Karakter yang dianalisis adalah kadar air dan asam lemak bebas, komposisi mono dan diasilgliserol (M-DAG), slip melting point (SMP), total karotenoid, solid fat content (SFC), serta sifat kristalisasi lemak.
Rancangan Percobaan Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 1 faktor. Respon pengamatan yang diolah yaitu slip melting point (SMP) bahan baku, produk dan kontrol, total karotenoid bahan baku dan produk, dan solid fat content (SFC) pada bahan baku dan produk pada 6 suhu pengamatan. Setiap perlakuan mempunyai 4 ulangan. Model matematis dari rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut : Yij = μ
+ τi + εij
Keterangan: Yijk = Respon pengamatan μ
= Pengaruh rataan umum (nilai tengah umum)
τi
= Pengaruh perlakuan
εij
= Pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians (Anova) pada RAL. Selanjutnya data hasil Anova yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT). Semua kegiatan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SAS. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
104
Metode Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Sejumlah ± 5,0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 °C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: c-(a-b) KA =
x 100% c
Keterangan : a = Berat cawan dan sampel (g) b = Berat cawan dan sampel akhir (g) c = Berat sampel awal (g) Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40 1993) Sampel sebanyak 7,05 ± 0,05 g dilarutkan dalam 75 ml alkohol 95% netral, dipanaskan selama 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator PP 1%. Setelah itu dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,25 N hingga warna merah muda tetap. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus: MxVxT Kadar ALB = 10 m Keterangan : M = Bobot molekul asam lemak (256 untuk minyak sawit dan 205 untuk CNO) V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = Normalitas NaOH m = Bobot contoh (gram)
Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 1993) Sampel sebanyak 5 ± 0,05 g dilarutkan dalam 30 ml campuran larutan dari asam asetat glasial dan kloroform (2:3). Lalu dilakukan penambahan larutan KI jenuh sebanyak 0,5 ml sambil dikocok dan 30 ml akuades. Selanjutnya titrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N dengan indikator pati
105
sehingga warna kebiruan berubah menjadi jernih. Blanko dibuat dengan cara yang sama. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus: Miligram oksigen per 100 gram =
(V1 – V0) x N x 8x 1000 m
Keterangan : V1 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (ml) V0 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (ml) N = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat yang digunakan m = Bobot minyak (g) 8 = Setengah dari berat atom oksigen
Bilangan Iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993) Sampel minyak sebanyak 0,5 g dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 20 ml larutan CCl4 dan 25 ml larutan Wijs, kemudian dicampur merata dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 25 °C. Selajutnya ditambahkan 20 ml larutan KI 15% dan 100 ml akuades, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambahkan indikator pati dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod yang diserap per 100 gram dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus:
Bilangan Iod =
12,69 x T (V3 – V4) m
Keterangan: T
= Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
V3
=Volume larutan natio 0,1 N blanko (ml)
V4
=Volume larutan natio 0,1 N sampel (ml)
12,69 = Berat atom iod m
= Berat sampel (g)
106
Komposisi M-DAG (modifikasi Gunstone et al. 1994) Analisis komposisi M-DAG dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC). Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan dalam 0,1 ml kloroform. Sebanyak 1 μm larutan diaplikasikan pada lempeng TLC dalam bentuk spot bulat dengan jarak antar spot adalah 2 cm. Lempeng TLC dielusi menggunakan campuran pelarut petroleum eter : dietil eter : asam asetat glasial yang telah dijenuhkan sebelumnya. Setelah elusi dilakukan selama ± 1,5 jam, lempeng dikeluarkan dari bejana pengembang dan dibiarkan beberapa menit sampai uap yang masih tertinggal hilang. Identifikasi yang dilakukan adalah pewarnaan dengan larutan fluoresens seperti Rhodamine 6G atau 2’, 7’-dichlorofluorescein yang disemprotkan pada lempeng kemudian spot yang terbentuk dilihat di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 256 nm. Spot yang telah terbentuk diberi tanda kemudian diplotkan ke dalam kertas pemetaan (kalkir).
Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993) Pipa kapiler yang berdiameter 1 mm dan panjang 10 cm dicelupkan ke dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan setinggi ± 1 cm, lalu bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tisu. Pipa kapiler disimpan di dalam refrigerator (suhu 4-10 °C) selama 16 jam (semalaman). Kemudian dipasangkan pada termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. Termometer dicelupkan ke dalam gelas piala diatas hot plate berisi air dengan suhu 8-10 °C dibawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1 °C per menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler akan mencair ditandai dengan meluncur naiknya sampel. Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada diatas batas 1 cm dicatat.
Total Karotenoid (PORIM p2.6 1995) Sampel dilelehkan dan dihomogenisasi. Kemudian sampel sebanyak 0,1 g dilarutkan dengan heksan p.a. ke dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan
107
spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung dengan menggunakan rumus: 25 x 383 x absorbansi Total karotenoid (ppm) = Berat sampel (g) x 100 Sifat Kristalisasi Lemak (Narine dan Marangoni 1999) Sifat kristalisasi lemak campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik diamati dengan mikroskop polarisasi cahaya (Olympus BH-2). Sampel dipreparasi dengan dilelehkan pada suhu 80 °C dan diteteskan pada gelas objek lalu ditutup dengan cover glass yang sebelumnya juga telah dipanaskan pada suhu 80 °C. Lalu sampel disimpan di refrigerator bersuhu 4 °C selama ± 1 jam. Hal ini dilakukan agar sampel telah mengalami kristalisasi yang baik saat diamati. Kemudian rata-rata ukuran kristal lemak diukur dengan cara menjumlahkan diameter semua kristal lemak dalam satu bidang pandang lalu dibagi jumlah kristal. Satu perlakuan diamati dengan 10 kali bidang pandang. Fotomikrograf diambil pada perbesaran 400 kali.
Solid Fat Content (SFC) (Anonymous 1999) Pengukuran SFC dilakukan menggunakan alat nuclear magnetic resonance (NMR) Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan solid (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan tempering untuk pengukuran SFC margarin, sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Food Industry: Minispec Application Note 8). Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ± 2,5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80 °C agar meleleh sempurna untuk meyakinkan
homogenitasnya.
Kemudian
sampel
yang
telah
meleleh
dipertahankan pada suhu 60 °C selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0 °C selama 60 menit. Sebelum analisis SFC, sampel dipertahankan
108
dulu pada masing-masing suhu pengukuran yaitu 10, 20, 25, 30, 35, 40 °C selama 30-35 menit. Analisis Komposisi Asam Lemak (AOCS Official Method Ce 1-62 1993) Semua sampel kecuali CNO diekstraksi lemaknya terlebih dahulu dengan menggunakan metode Folsch. Sampel ditimbang ± 0,5 g dalam erlenmeyer 100 ml. Kemudian ditambahkan larutan standar internal asam margarat (1,0 mg asam margarat dalam 1,0 ml heksan) sebanyak 8 sampai 10 mg. Ditambahkan kloroform dan metanol (2:1) sebanyak 20 ml, kemudian distirrer minimal 1 jam. Sampel disaring dengan kertas Whatman lalu ditambahkan NaCl 0,88% sebanyak 4 ml ke dalam filtrat lalu di vorteks. Setelah terbentuk 2 fase dimana fase atas adalah fase air dan protein, sedangkan fase bawah merupakan lemaknya, fase atas dibuang dengan pipet. Fase bawah disaring lagi dengan natrium tiosulfat untuk menyerap air yang masih tersisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup ulir. Kemudian sampel dihembus atau dipekatkan dengan gas N2 untuk menguapkan pelarutnya. Setelah sampel diekstrak, dilakukan preparasi metil ester asam lemak menggunakan metode BF3-metanol. Pada prinsipnya trigliserida disabunkan untuk membebaskan asam-asam lemak, yang kemudian diesterifikasi dengan metanol menggunakan bantuan katalisator BF3 (boron trifluoroda). Untuk kuantifikasi digunakan standar internal asam margarat (C17). Sampel hasil ekstraksi dalam tabung reaksi bertutup ulir, ditambahkan ± 1,5 ml NaOH 0,5 N dalam metanol, dihembus dengan gas N2, selanjutnya dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 °C selama 5 menit untuk melarutkan lemak agar tercampur lebih merata dalam larutan, kemudian didinginkan dengan air mengalir. Ditambahkan 2 ml BF3-metanol 14% b/v dan dihembus dengan gas N2, dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 °C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada suhu 30-40 °C. Ditambahkan 1 ml heksan, dihembus gas N2 lalu divorteks selama 30 detik. Selajutnya ditambahkan 15 ml NaCl jenuh guna menyempurnakan pencampuran metil ester dalam metanol dan heksan, divorteks kemudian dibiarkan sehingga terpisah menjadi dua fase. Lapisan atas (asam lemak
109
dalam heksan) diambil dengan pipet kemudian dimasukkan dalam tabung vial berisi Na2SO4 anhidrat. Metil ester siap diinjeksi pada Gas Chromatography (GC). Identifikasi Asam Lemak (AL) menggunakan alat kromatografi (GC-9AM) dengan kolom kapiler DB.23P/N 122-2332 (30 m, diameter dalam 0,25 mm). Temperatur terprogram (120 °C selama 6 menit dengan kenaikan 30 °C/menit sampai 230 °C), Flame Ionization Detector (FID) dengan gas pembawa Helium 1 mmHg. Perhitungan Response Factor (RF) dengan menggunakan standar eksternal yang disuntik yaitu Standar FAME (Fatty Acid Metil Ester), dengan menggunakan rumus:
RF =
Area C17 x mg Al Area AL x mg C17
mg AL/100 g bahan =
Area AL x mg C17 x RF Area C17 x g sampel
110
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa) untuk Interesterifikasi Enzimatik Komposisi Asam Lemak Minyak sawit merah yang telah dimurnikan yaitu neutralized red palm oil (NRPO), red palm olein (Rpo), dan red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) serta CNO dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan dalam interesterifikasi enzimatik ini. Karakter yang dianalisis adalah komposisi asam lemak, kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid. Komposisi asam lemak bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komposisi asam lemak (g asam lemak/100 g lemak terekstrak (%)) dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik Asam Lemak NRPO Rpo Rps/Rpo CNO Asam Lemak Jenuh C8:0 oktanoat 9,50 ± 0,16 C10:0 kaprat 5,81 ± 0,16 C12:0 laurat 0,21 ± 0,01 0,23 ± 0,02 2,85 ± 0,26 42,02 ± 0,96 C14:0 miristat 0,83 ± 0,08 0,80 ± 0,05 1,88 ± 0,09 16,38 ± 0,17 C16:0 palmitat 36,34 ± 1,11 34,33 ± 0,66 37,98 ± 1,05 9,80 ± 0,38 C18:0 stearat 3,76 ± 0,24 3,75 ± 0,13 4,18 ± 0,17 3,27 ± 0,32 C20:0 arakidat 0,39 ± 0,01 0,40 ± 0,02 0,42 ± 0,04 0,12 ± 0,01 Asam Lemak Tidak Jenuh C18:1 oleat 35,00 ± 0,96 36,96 ± 0,53 35,97 ± 0,64 8,03 ± 0,65 C18:2 linoleat 12,66 ± 0,05 13,50 ± 0,13 12,96 ± 0,24 2,74 ± 0,22 C18:3 linolenat 0,48 ± 0,03 0,52 ± 0,02 0,50 ± 0,03 NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil Minyak dan lemak merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Pemisahan asam lemak dilakukan berdasarkan berat molekul dan ketidakjenuhannya (Meyer 1982). Gambar 6 memperlihatkan bahwa jenis asam lemak NRPO, Rpo, dan Rps/Rpo hampir sama, hanya pada NRPO didominasi oleh asam palmitat sebesar 36,34%, Rpo mengandung asam oleat sebesar 36,96%, serta Rps/Rpo mengandung asam palmitat sebesar 37,98%. Komposisi asam lemak minyak sawit juga dianalisis
111
oleh Gee (2007) yaitu NPO disusun oleh asam palmitat sebesar 44,14% lalu diikuti oleh asam oleat sebesar 39,04%. Sedangkan olein disusun oleh asam oleat sebesar 41,51% diikuti oleh asam palmitat sebesar 40,93%. Perbedaan persentase asam lemak disebabkan oleh perbedaan dalam proses pemurnian dan fraksinasi minyak.
g AL/100 g lemak terekstrak (%)
100 C20:0 C18:3 C18:2 C18:1 C18:0 C16:0 C14:0 C12:0 C10:0 C8:0
80 60 40 20 0 NRPO
Rpo
Rps/Rpo
CNO
Bahan Baku
Gambar 6. Komposisi asam lemak dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik Jenis asam lemak terbesar yang dikandung oleh CNO adalah asam laurat sebesar 42,02% yang diikuti oleh asam miristat sebesar 16,38%. Hal ini mendekati hasil analisis Min (1992) bahwa CNO mempunyai asam lemak terbesar adalah asam laurat (45,88%) dan miristat (18,9%).
Kadar Air, Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan Bilangan Iod Hasil analisis kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan iod pada CPO dan empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 13. Kadar air paling tinggi dimiliki oleh CPO (0,043%), disusul oleh NRPO (0,035%), lalu Rps/Rpo (0,016%), Rpo (0,015%) dan yang paling kecil adalah CNO sebesar 0,002%. Menurut Willis dan Marangoni (2002), kadar air optimal untuk interesterifikasi oleh lipase berkisar di antara 0,04% sampai 11% (w/v), walaupun
112
kebanyakan reaksi membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi yang efektif. Oleh karena itu kadar air bahan baku masih termasuk ke dalam kisaran kadar air yang baik untuk interesterifikasi enzimatik. Dengan adanya asam lemak bebas (ALB) maka diperkirakan terjadi hidrolisis. Air dapat menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Oleh karena itu semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula kadar asam lemak bebasnya. Proses hidrolisis ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, panas dan enzim lipolitik (lipase) dan berupa logam katalis seperti Cu dan Fe (Ketaren 2005). Hal ini sesuai dengan data kadar asam lemak bebas pada Tabel 13 yaitu kandungan ALB terbesar dimiliki oleh CPO (3,88%) diikuti Rps/Rpo (0,79%), NRPO (0,64%), Rpo (0,51%) dan CNO (0,13%). Adanya diasilgliserol (DAG) pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Gambar 51) menunjukkan telah terjadi hidrolisis pada bahan baku yang menghasilkan DAG dan ALB. Menurut Hartley (1977), asam lemak bebas sudah terdapat di dalam minyak sejak bahan tersebut mulai dipanen dan jumlahnya terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Sulit untuk menurunkan kadar air dalam penelitian ini karena dengan pengovenan diduga kandungan karoten akan rusak. Tabel 13. Analisis kadar air (%), kadar asam lemak bebas (%), bilangan peroksida (mg oksigen/100 gram minyak) dan bilangan iod (mg/g) pada bahan baku interesterifikasi enzimatik Sampel Kadar Air (%) ALB (%) Bil. Peroksida Bilangan Iod CPO 0,043 ± 0,0025 3,88 ± 0,073 2,14 ± 0,025 50,61 ± 2,098 NRPO 0,035 ± 0,0030 0,64 ± 0,038 2,32 ± 0,066 51,24 ± 0,382 Rpo 0,015 ± 0,0012 0,51 ± 0,022 4,16 ± 0,042 52,49 ± 0,165 Rps/Rpo 0,016 ± 0,0010 0,79 ± 0,026 4,22 ± 0,021 49,51 ± 0,333 CNO 0,002 ± 0,0001 0,13 ± 0,010 0,73 ± 0,024 10,36 ± 0,287 *CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil *Data ± Standar Deviasi. Bilangan peroksida mengambarkan minyak telah mengalami oksidasi akibat kontak dengan oksigen. Oksidasi mengakibatkan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam
113
lemak bebas. Kenaikan bilangan peroksida hanya indikator bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik (Ketaren 2005). Rpo dan Rps/Rpo mempunyai bilangan peroksida paling tinggi yaitu 4,16 dan 4,22 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena dari Tabel 12. bahan baku Rpo dan Rps/Rpo mempunyai asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu asam oleat (C18:1) sebesar 36,96% dan 35,97% serta telah mengalami proses pemurnian yang cukup panjang dengan beberapa kali pemanasan. Menurut Ketaren (2005) konstituen yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkapnya. Menurut Ketaren (2005) salah satu faktor yang mempercepat oksidasi adalah suhu tinggi, sinar (UV dan biru) serta ionisasi radiasi (α, β,γ dan x). CNO mempunyai bilangan peroksida sangat rendah yaitu 0,73 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena lebih dari 90% asam lemak dalam minyak kelapa adalah jenuh (Tabel 12). Karakter jenuh ini memberikan resistensi yang kuat terhadap ketengikan oksidatif (Canapi et al. 1996). Bilangan iod menggambarkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh dalam minyak (Ketaren 2005). Hal ini menjelaskan data bilangan iod pada Tabel 13 bahwa Rpo mempunyai bilangan iod paling tinggi (52,49 mg/g), diikuti oleh NRPO (51,24 mg/g), CPO (50,61mg/g), Rps/Rpo (49,52 mg/g) serta CNO yang terendah sebesar 10,36 mg/g. Tabel 12 menunjukkan Rpo memang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu ± 50,98%, diikuti NRPO, Rps/Rpo dan CNO. CNO memang mempunyai bilangan iod yang rendah yaitu sekitar 7-12, karena kandungan asam lemak tidak jenuh minyak kelapa hanya berkisar antara 6,5-11,8% (Anderson 1996).
Total Karotenoid Nilai total karotenoid pada CPO disyaratkan harus di atas 500 ppm karena akan terjadi penurunan selama proses pengolahan. Tabel 14 menunjukkan bahwa total karotenoid terbesar dimiliki oleh CPO yaitu sebesar 512,74 ppm. Menurut Gee (2007), CPO merupakan sumber alami terbesar dari karotenoid. Rata-rata sawit memiliki karotenoid berkisar antara 500-700 ppm, bervariasi menurut tingkat kematangan dan genotip dari buah (Winarno 1999).
114
Tabel 14. Nilai total karotenoid (ppm) pada CPO dan tiga macam bahan baku interesterifikasi enzimatik Sampel Total Karotenoid (ppm) CPO 512,74 NRPO 511,31 Rpo 529,74 Rps/Rpo 463,43 CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin Pada NRPO terjadi sedikit penurunan menjadi 511,31 ppm. Hal ini disebabkan oleh proses pemanasan selama proses netralisasi. Lalu Rpo mempunyai kandungan karoten yang cukup besar yaitu 529,74 ppm. Hal ini karena selama proses fraksinasi, diasilgliserol, skualan, karotenoid dan tokoferol dan tokotrienol lebih banyak terdistribusi pada olein, sedangkan monoasilgliserol, sterol dan fosfolipid lebih banyak terdistribusi dalam stearin sawit (Gee 2007). Hal ini juga menjelaskan Rps/Rpo mempunyai total karotenoid terendah yaitu 463,43 ppm.
Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG) Analisis komposisi M-DAG dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC) dilakukan pada CPO dan empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik (Gambar 7). Ternyata pada CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO selain trigliserida juga terdapat diasilgliserol (DAG). Besarnya spot DAG pada semua sampel kurang lebih hampir sama. DAG memiliki dua gugus rantai asam lemak dan sebuah gugus hidroksil (O’Brien 1998). Adanya DAG selain TAG diduga tidak terhindarkan sehubungan dengan data kadar air dan asam lemak bebas. Telah terjadi hidrolisis pada bahan baku sehingga menghasilkan diasilgliserol. Hal serupa juga terjadi pada Long et al. (2003) yang melakukan transesterifikasi enzimatik antara flaxseed oil dengan stearin dan olein sawit. Campuran bahan baku yang digunakan yaitu stearin sawit/flaxseed oil dan olein sawit/flaxseed oil mempunyai kandungan DAG mencapai 2,4 dan 5,2 %.
115
TAG
DAG
(a)
CPO
NRPO
Rpo
(b)
Rps/Rpo
CNO
Gambar 7. Hasil elusi M-DAG CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan
Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa) pada Interesterifikasi Enzimatik Nilai SMP pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 15. Nilai SMP interesterifikasi enzimatik ini menggunakan CPO yang total karotenoidnya belum memenuhi syarat yaitu masih dibawah 500 ppm. Tetapi nilai SMP dapat digunakan untuk acuan awal atau menyeleksi SMP yang sesuai dengan SMP spreads komersial. Dari semua perlakuan, nilai SMP paling tinggi dimiliki oleh perlakuan NC81 yaitu sebesar 34,19 °C, lalu diikuti perlakuan NC82, OC81, OC82, NC71, SOC81 dan seterusnya dengan SMP 33,75; 33,59; 32,89; 32,29; 31,88 °C dan seterusnya. Produk dari NRPO mempunyai SMP paling tinggi diikuti produk dari Rpo dan Rps/Rpo. Kemudian nilai SMP semakin tinggi dengan semakin besarnya persentase minyak sawit. Hal ini karena SMP sawit lebih tinggi daripada CNO dimana SMP NRPO 38,65 °C, Rpo 24,65 °C, serta Rps/Rpo 46,77 °C. Sedangkan SMP CNO 24,35 °C. Sawit mempunyai komposisi yang lebih dominan pada semua perlakuan, sehingga SMP campuran lebih mengikuti SMP sawit.
116
Tabel 15. Nilai slip melting point (SMP) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE) SMP Setelah IE Rasio tiga jenis bahan baku sawit dengan CNO Kode (°C) NRPO/CNO b/b 60:40 NC64 28,41 70:30 NC73 29,04 75:25 NC72 31,50 77,5:12,5 NC71 32,29 80:20 NC82 33,75 82,5:17,5 NC81 34,19 Rpo/CNO b/b 60:40 OC64 25,94 70:30 OC73 28,29 75:25 OC72 31,05 77,5:12,5 OC71 31,66 80:20 OC82 32,89 82,5:17,5 OC81 33,59 (Rps/Rpo)/CNO b/b 60:40 SOC64 29,44 70:30 SOC73 30,35 75:25 SOC72 30,58 77,5:12,5 SOC71 31,13 80:20 SOC82 31,29 82,5:17,5 SOC81 31,88 Menurut Lida dan Ali (1998) semua produk komersial reduced fat spreads (RFS) mempunyai SMP di bawah suhu tubuh yaitu sekitar 36-37 °C, untuk tub RFS mempunyai SMP 26-32 °C. Menurut Berger dan Idris (2005), SMP soft tub margarin mencapai 34-34,4 °C dan SMP soft margarin 31,7 °C. Mengacu literatur di atas maka pada tahap ini dipilih perlakuan dengan SMP di atas 30 °C yaitu perlakuan NC82 (SMP 33,75 °C), NC81 (SMP 34,19 °C), OC82 (SMP 32,89 °C), OC81 (SMP 33,59°C), SOC71 (SMP 31,13 °C), SOC72 (SMP 31,13°C), dan SOC81 (SMP 31,88°C) untuk dianalisis lebih lanjut.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari Bahan Baku Terpilih Kadar Air dan Asam Lemak Bebas Terjadi peningkatan kadar air dan ALB pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik dibandingkan bahan bakunya (Tabel 16). Kadar air
117
terendah dimiliki oleh OC82 dan OC81 (0,043 dan 0,045%), disusul oleh NC82 dan NC81 (0,045 dan 0,045%) serta kadar air paling tinggi dimiliki oleh SOC72, SOC71 dan SOC81 (0,053; 0,0057 dan 0,058%). Begitu juga dengan kadar ALB, perlakuan dengan ALB terendah adalah OC82 dan OC81 (4,54 dan 4,76%), disusul oleh NC82 dan NC81 (5,22 dan 5,40%) serta ALB paling tinggi dimiliki oleh SOC72, SOC71 dan SOC81 (5,56; 5,57 dan 5,60%). Kadar ALB meningkat karena peningkatan kadar air yang dibawa oleh enzim. Menurut Zhang et al. (2001), Lipozyme TL IM mengandung lebih banyak air (± 6%) dibandingkan enzim lainnya (Lipozyme IM ± 3,65%). Untuk lipase spesifik sn-1,3 yang mengakatalisis interesterifikasi enzimatik, ALB terbentuk dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003). Peningkatan kadar ALB setelah transesterifikasi enzimatik juga diamati oleh Long et al. (2003) dimana kadar ALB bahan baku stearin sawit/flaxseed oil dan olein sawit/flaxseed oil sebesar 11,3 dan 10,0 μmol/mL meningkat menjadi 93,8 dan 75,0 μmol/mL setelah transesterifikasi enzimatik. Tabel 16. Analisis kadar air (%) dan kadar asam lemak bebas (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik Perlakuan (%b/b) Kode Kadar Air (%) ALB (%) NRPO/CNO 80:20 ie NC82 0,045 ± 0,0025 5,22 ± 0,037 82,5:17,5 ie NC81 0,045 ± 0,0010 5,40 ± 0,021 Rpo/CNO 80:20 ie OC82 0,043 ± 0,0026 4,54 ± 0,167 82,5:17,5 ie OC81 0,045 ± 0,0024 4,76 ± 0,033 (Rps/Rpo)/ (CNO) 75:25 ie SOC72 0,053 ± 0,0035 5,56 ± 0,190 77,5:12,5 ie SOC71 0,057 ± 0,0036 5,57 ± 0,139 82,5:17,5 ie SOC81 0,058 ± 0,0020 5,60 ± 0,045 *Data ± Standar Deviasi, ie : interesterifikasi enzimatik Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG) Hasil elusi campuran setelah interesterifikasi enzimatik secara keseluruhan diplotkan pada kertas pemetaan (Gambar 8). Gambar spot menunjukkan adanya monoasilgliserol (MAG), diasilgliserol (DAG), asam lemak bebas (ALB), dan triasilgliserol (TAG) pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Hasil KLT berhubungan dengan Tabel 16 yang menjelaskan adanya kadar air dan ALB pada
118
produk interesterifikasi enzimatik. Komponen MAG, DAG dan ALB terbentuk dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003). TAG ALB DAG
1 (a)
2
3
4 5 6
7
MAG
(b)
Gambar 8. Hasil elusi tujuh produk interesterifikasi enzimatik pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan (1)NC82, (2)NC81, (3)OC82, (4)OC81, (5)SOC72, (6)SOC71, (7)SOC81 Slip Melting Point (SMP) Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa kode perlakuan NC82, NC81, OC81, dan SOC72 tidak berbeda nyata satu sama lain. Nilai SMP pada kode perlakuan OC82, NC81 dan SOC72 juga tidak berbeda nyata. Slip melting point (SMP) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik serta kontrol diperlihatkan pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata hasil pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) dan kontrol Perlakuan SMP (°C) Kode (%b/b) Sebelum IE Setelah IE Kontrol NRPO/CNO 80:20 NC82 29,55 ± 0,65 d 32,13 ± 1,36 c 30,24 ± 0,51 c 82,5:17,5 NC81 30,61 ± 0,79 c 33,06 ± 0,52 bc 29,88 ± 1,43 c Rpo/CNO 80:20 OC82 20,80 ± 1,06 e 30,80 ± 0,47 d 21,31 ± 1,37 e 82,5:17,5 OC81 21,50 ± 0,71 e 32,25 ± 0,73 c 22,80 ± 0,69 d (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 31,15 ± 0,23 c 32,63 ± 0,15 bc 31,05 ± 0,81 c 77,5:12,5 SOC71 33,34 ± 0,78 b 33,60 ± 0,94 b 33,04 ± 0,45 b 82,5:17,5 SOC81 36,19 ± 0,28 a 34,86 ± 0,74 a 36,19 ± 0,24 a Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
119
Campuran setelah interesterifikasi enzimatik memiliki SMP lebih tinggi dibandingkan campuran sebelum interesterifikasi enzimatik hampir pada semua perlakuan, kecuali pada perlakuan SOC81. Sedangkan kontrol mempunyai SMP hampir sama dengan SMP campuran sebelum interesterifikasi enzimatik. Nilai SMP Tabel 17 berbeda dengan nilai SMP pada Tabel 15 karena telah dilakukan penggantian bahan baku (CPO) dengan total karotenoid yang lebih tinggi (>500 ppm). Dengan CPO baru tetapi rasio yang sama didapatkan nilai SMP hasil interesterifikasi enzimatik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan CPO lama. Hal ini diduga karena terjadi sedikit variasi pada karakteristik komposisi asam lemak CPO. Bahan baku yang berbeda pada interesterifikasi enzimatik menunjukkan kecenderungan peningkatan SMP yang berbeda pula (Gambar 9). NRPO dengan perlakuan NC82 dan NC81 mengalami peningkatan SMP sebesar 2,58 °C dan 2,45 °C. Sedangkan Rpo dengan perlakuan OC82 dan OC81 meningkat 10 °C dan 10,75 °C. Peningkatan SMP paling rendah terjadi pada Rps/Rpo. Semakin besar persentase Rps/Rpo, terjadi penurunan SMP campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Pada perlakuan SOC72 dan SOC71 terjadi kenaikan SMP sebesar 1,48 °C dan 0,26 °C. Sedangkan pada perlakuan SOC81 terjadi penurunan SMP sebesar 1,33 °C. 40 Sebelum IE
35
Setelah IE
Kontrol
SMP ( (ºC)
30 25 20 15 10 5 0 80:20
82,5:17,5
NRPO/CNO
80:20
82,5:17,5
Rpo/CNO
75:25
77,5:12,5
82,5:17,5
(Rps/Rpo)/CNO
Gambar 9. Nilai slip melting point pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE)
120
Perbedaan
nilai SMP
campuran
setelah
interesterifikasi
enzimatik
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya air, asam lemak bebas (ALB), serta adanya komponen monodiasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG) selain trigliserida. Berdasarkan nilai kadar air dan ALB bahan baku pada Tabel 13, Rpo memiliki KA dan ALB terendah, diikuti NRPO, serta nilai tertinggi dimiliki Rps/Rpo. Selain itu dari Gambar 8 dapat dilihat adanya MAG, DAG dan ALB pada produk hasil interesterifikasi enzimatik. Menurut Long et al. (2003), penurunan SMP pada campuran stearin sawit kemungkinan berhubungan dengan hidrolisis trisaturated TAG tripalmitin yang dikenal sebagai gliserida bertitik leleh tinggi. Hal ini sesuai dengan kadar air dan ALB bahan baku III yang tinggi yang mengindikasikan terjadinya hidrolisis. Serta semakin tinggi kandungan DAG maka semakin rendah nilai SMP (Zhang et al. 2001), karena DAG dapat memperlemah ikatan intermolekuler diantara kristalkristal (Long et al. 2005). Selain itu berdasarkan data komposisi asam lemak pada bahan baku (Tabel 12), CNO dan Rps/Rpo sama-sama mempunyai asam lemak jenuh yang tinggi, sehingga interesterifikasi enzimatik dengan kedua bahan tersebut tidak menghasilkan perubahan SMP yang signifikan. Peningkatan SMP pada campuran red palm olein sawit dapat berhubungan dengan peningkatan jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin (PPP), 1,3-dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoylstearoyl gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama transesterifikasi. Konsentrasi terkombinasi dari polyunsaturates menurun, ketika full saturates dan monounsaturates meningkat, meningkatkan SMP produk (Yassin et al. 2001). Perbedaan SMP ini juga terjadi pada hasil penelitian Long et al. (2003) yang melakukan transesterifikasi enzimatik antara stearin dan olein sawit dengan flaxseed oil dengan rasio 90:10 dan dikatalisasi dengan lipase Lipozyme IM. SMP stearin sawit/flaxseed oil menurun 4,6 °C dari 48,3 °C menjadi 40,7 °C. Sedangkan SMP produk transesterifikasi olein sawit/flaxseed oil meningkat 5,8 °C dari 14,1 °C menjadi 19,9 °C. Peningkatan SMP pada olein sawit hasil interesterifikasi enzimatik juga terjadi pada penelitian Yassin et al. (2001) serta Osman dan Aini (1999). Lipase
121
terimobilisasi PS-C ‘Amano’ II digunakan untuk menginteresterifikasi olein sawit dengan asam stearat dalan n-heksan, hasilnya terjadi peningkatan SMP produk. (Yassin et al. 2001). Sedangkan pada campuran olein sawit dan tallow setelah interesterifikasi enzimatik terjadi peningkatan SMP dan SFC (Osman dan Aini 1999). Interesterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM dilaporkan juga menurunkan SMP campuran hard palm stearin dengan minyak kanola. SMP campuran dengan rasio 20:80 (b/b) turun dari 51,9 °C menjadi 9,4 °C, rasio 30:70 (b/b) turun dari 55,3 °C menjadi 27,2 °C, rasio 40:60 (b/b) turun dari 57,3 °C menjadi 36,0 °C, rasio 50:50 (b/b) turun dari 58,7 °C menjadi 42,3 °C, rasio 60:40 (b/b) turun dari 59,7 °C menjadi 46,6 °C dan rasio 70:30 (b/b) turun dari 60,9 °C menjadi 51,7 °C (Siew et al. 2007). Total Karotenoid Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses interesterifikasi enzimatik cenderung terjadi penurunan total karotenoid pada semua perlakuan tetapi penurunan yang berkisar hanya 1,01-3,64 % tidak berbeda nyata (Tabel 18). Analisis ragam dan uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diuji berpengaruh nyata terhadap total karotenoid. Tabel 18. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) Total Karotenoid (ppm) Penurunan Perlakuan Kode karotenoid Sebelum IE Setelah IE (%) NRPO/CNO 80:20 NC82 410,53 ± 3,16d 395,93 ± 1,66d 3,56 82,5:17,5 NC81 454,33 ± 2,87b 449,79 ± 3,16ª 1,01 Rpo/CNO 80:20 OC82 439,49 ± 3,91c 425,37 ± 2,26c 3,21 82,5:17,5 OC81 460,79 ± 3,94ª 444,51 ± 5,26b 3,64 (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 363,13 ± 3,35g 356,43 ± 2,39g 1,85 77,5:12,5 SOC71 378,21 ± 3,03f 366,72 ± 4,06f 2,97 82,5:17,5 SOC81 392,81 ± 2,86e 381,32 ± 3,72e 2,93 Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
122
500 Sebelum IE
450
Setelah IE
Total Karotenoid (ppm)
400 350 300 250 200 150 100 50 0 80:20
82,5:17,5
NRPO/CNO
Gambar 10.
80:20
82,5:17,5
Rpo/CNO
75:25
77,5:12,5
82,5:17,5
(Rps/Rpo)/CNO
Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik
Sawit merupakan sumber yang kaya dari karoten alami yaitu sekitar 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). CNO diasumsikan tidak mengandung karoten, oleh karena itu semakin besar persentase minyak sawit merah, semakin besar pula kandungan total karotenoid pada campuran sebelum dan sesudah interesterifikasi
enzimatik.
Penurunan
total
karotenoid
pada
produk
interesterifikasi relatif rendah karena interesterifikasi enzimatik dilakukan pada suhu 60 °C. Menurut
Worker (1957), pemanasan pada suhu 60 °C belum
menimbulkan kerusakan terhadap karotenoid. Campuran setelah interesterifikasi enzimatik dalam penelitian ini memiliki kandungan karotenoid (β-karoten) yang cukup tinggi. Produk ini sangat cocok untuk dijadikan bahan baku dan meningkatkan nilai gizi pada produk spreads menjadi spreads kaya β-karoten.
Profil Solid Fat Content (SFC) Tabel 19 dan 20 menunjukkan nilai SFC campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada semua perlakuan. Interesterifikasi enzimatik cenderung meningkatkan SFC pada perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo dan cenderung terjadi penurunan SFC pada perlakuan dari bahan baku Rps/Rpo.
123
Tabel 19. Rata-rata SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik (IE) Perlakuan NRPO/CNO (%b/b) 80:20 82,5:17,5 Rpo/CNO(%b/b) 80:20 82,5:17,5 (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 77,5:12,5 82,5:17,5
Kode
Suhu (°C) 10
20
25
30
35
40
NC82 NC81
38,42 ± 1,38c 42,43 ± 0,65b
16,12 ± 1,82c 18,14 ± 0,20bc
12,49 ± 1,07c 13,15 ± 0,47c
8,46 ± 0,81c 8,30 ± 0,27c
7,71 ± 0,30c 5,94 ± 0,30c
5,32 ± 0,19b 4,61 ± 0,17b
OC82 OC81
38,30 ± 0,69c 36,96 ± 0,65c
9,07 ± 0,54d 10,32 ± 1,02d
4,33 ± 0,22e 6,77 ± 0,48d
3,56 ± 0,27e 4,37 ± 0,34d
2,98 ± 0,17d 3,52 ± 0,33d
3,49 ± 0,17c 3,85 ± 0,06bc
SOC72 SOC71 SOC81
45,78 ± 1,28a 46,47 ± 1,39a 46,90 ± 0,65a
23,52 ± 1,46b 23,46 ± 2,10b 41,37 ± 3,43a
20,13 ± 0,60b 20,46 ± 0,49b 22,62 ± 1,19a
14,11 ± 0,88b 14,18 ± 0,42b 16,14 ± 0,34a
11,23 ± 0,14b 11,28 ± 0,55b 12,59 ± 0,53a
8,12 ± 0,73a 8,29 ± 0,30a 9,63 ± 0,74a
35
40
Tabel 20. Rata-rata SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE) Perlakuan
Kode
Suhu (°C) 10
20
25
30
NRPO/CNO (%b/b) 31,64 ± 0,62c 19,76 ± 0,41cd 14,62 ± 0,80c 9,24 ± 0,54c 6,08 ± 0,43b 80:20 NC82 c c c c 31,45 ± 1,56 21,00 ± 0,38 15,03 ± 0,12 9,48 ± 0,58 6,14 ± 0,48b 82,5:17,5 NC81 Ro/CNO(%b/b) 25,66 ± 1,85d 15,67 ± 1,05e 11,33 ± 0,83d 6,40 ± 0,41d 5,06 ± 0,36c 80:20 OC82 25,56 ± 0,49d 16,74 ± 1,07de 12,10 ± 0,44cd 6,99 ± 0,62d 5,05 ± 0,35bc 82,5:17,5 OC81 Rps/Rpo)/(CNO) SOC72 41,17 ± 2,09a 26,94 ± 1,22b 18,53 ± 1,33b 11,31 ± 0,86b 7,25 ± 0,54b 75:25 b b a b SOC71 38,25 ± 2,71 28,53 ± 0,67 20,37 ± 0,65 11,40 ± 0,53 8,41 ± 0,21a 77,5:12,5 SOC81 40,28 ± 0,45ab 36,63 ± 8,76a 21,40± 0,36ab 13,69 ± 1,36a 9,45 ± 0,66a 82,5:17,5 Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
5,00 ± 0,34bc 3,40 ± 0,26bc 4,73 ± 0,26c 3,86 ± 0,34bc 5,58 ± 0,45bc 6,07 ± 0,45ab 6,52 ± 0,23a
Kemudian campuran sebelum dan setelah IE pada setiap perlakuan dibandingkan dengan bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (BB.marg. IE) yang memenuhi target ritel dan industri. Bahan baku margarin ini berasal dari hasil interesterifikasi enzimatik palm oil:palm stearin:coconut oil dengan perbandingan 55:30:15 untuk target ritel dan perbandingan 45:40:15 untuk target industri (Pandiangan 2008) (Tabel 21). Tabel 21. Data SFC bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (IE) yang memenuhi target margarin ritel dan industri SFC (%) Bahan Baku Margarin IE Suhu (ºC) Ritel Industri 10 57,7 60,16 20 30,0 32,53 30 12,3 13,98 40 2,1 3,16 Sumber: Pandiangan (2008) Kurva SFC campuran sebelum IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC82 cenderung lebih curam dibandingkan campuran setelah IE. Cenderung terjadi penurunan SFC pada suhu 10 °C, peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30 °C, dan tidak terjadi perubahan SFC yang siginifikan pada suhu 40 °C pada campuran setelah IE (Gambar 11). Peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30 °C lebih signifikan pada perlakuan OC82 dan OC81 daripada NC82 dan NC81. Fenomena ini juga terjadi pada penelitian Long et al. (2003), yang menyatakan bahwa SFC olein sawit/flaxseed oil (PO/FS) yang ditransesterifikasi dengan rasio 90:10 meningkat pada semua suhu pengamatan (10, 20, 30, 40, dan 50 °C) dibandingkan sampel PO/FS yang tidak ditransesterifikasi. Peningkatan SFC berhubungan erat dengan peningkatan SMP (Tabel 17). Menurut Long et al. (2003) peningkatan SFC berhubungan dengan peningkatan jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin (PPP), 1,3dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoyl-stearoyl gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama transesterifikasi enzimatik.
82
70 60
BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
30
Setelah IE
50
BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008)
40
BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
30 20
10
10
0
0
0
10
20 30 Suhu (°C)
40
Sebelum IE
60
20
0
50
(A)
10
(B)
20 30 Suhu (°C)
40
50
70
70
Sebelum IE
Sebelum IE
60
Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
50 40
SFC (%)
SFC (%)
40
SFC (%)
Setelah IE
50
SFC (%)
70
Sebelum IE
30
60
Setelah IE
50
BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008)
40
BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
30
20
20
10
10 0
0 0
10
20 30 Suhu (°C)
40
50
(C)
0
10
20 30 Suhu (°C)
40
50
(D)
Gambar 11. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) NC82, (B) NC81, (C) OC82 dan (D) OC81 yang dibandingkan dengan profil solid fat content bahan baku margarin (BB.marg.) IE ritel dan industri Gambar 11 menunjukkan rata-rata pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 sebelum IE, terjadi penurunan SFC yang tajam pada suhu 10-20 °C. Hal ini menunjukkan adanya interaksi eutektik pada suhu tersebut. Interaksi eutektik adalah interaksi antar komponen yang mengakibatkan campuran mempunyai titik leleh lebih rendah daripada tiap-tiap komponennya. Interaksi eutektik terjadi karena perbedaan ukuran molekuler trigliserida, bentuk atau polimorfisme kristal diantara dua tipe lemak (Norrizah et al. 2004; Lida et al. 2002). Karakteristik fisik dari campuran lemak tidak menunjukkan kombinasi linear dari komponennya,
83
yang
mengindikasikan
adanya
beberapa
interaksi
diantara
komponen-
komponennya (Dieffenbacher 1988). Interaksi eutektik paling sering terjadi pada suhu 10-20 ºC karena pada suhu ini trigliserida dengan asam lemak berantai pendek dan sedang, mulai mengkristal sendiri-sendiri dalam campuran (Lida et al. 2002). Campuran setelah IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 mempunyai SFC lebih tinggi pada suhu diatas 10 °C jika dibandingkan dengan campuran sebelum IE, hal ini karena interaksi eutektik yang terjadi diantara minyak sawit merah dan CNO dalam campuran minyak sawit merah dan CNO, yang membuat campuran lebih lunak, tereliminasi setelah interesterifikasi enzimatik (Lida et al. 2002). Hal serupa juga dialami Norrizah et al. (2004), terjadi interaksi eutektik pada campuran stearin sawit dan olein kernel sawit pada suhu 5-20 ºC. Setelah interesterifikasi, interaksi eutektik hanya dapat teramati pada suhu 5 ºC. Begitu pula pada Lida et al. (2002) yang melakukan interesterifikasi pada campuran palm oil/palm kernel olein. Interaksi eutektik terjadi pada campuran sebelum interesterifikasi pada suhu 5-20 ºC. Sedangkan campuran yang telah diinteresterifikasi mempunyai nilai SFC lebih tinggi pada suhu di atas 10 ºC dibandingkan campuran awalnya. Profil SFC perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 pada suhu 10, 20, dan 30 ºC masih dibawah profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri. Sedangkan pada suhu 40 ºC, profil SFC keempat perlakuan diatas kurang lebih hampir menyamai profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri. Perbedaan profil SFC perlakuan dengan bahan baku margarin IE ritel dan industri diduga karena perbedaan formulasi dan kondisi reaksi interesterifikasi enzimatik yang mempengaruhi sifat kristalisasi dan kepadatan lemak pada suhu-suhu pengamatan tersebut. Berdasarkan nilai SFC, bahan baku spreads dari perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 setelah IE mempunyai sifat lebih lunak dan lebih mudah mencair pada suhu ruang maupun suhu tubuh dibandingkan dengan bahan baku margarin IE ritel dan industri. SFC antara 4 dan 10 °C menentukan kemudahan penyebaran pada produk pada suhu refrigerator. SFC yang rendah pada suhu 10 °C
84
menunjukkan bahwa bahan baku spreads dari perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 lebih spreadable pada suhu refrigerator dibandingkan bahan baku margarin IE ritel dan industri. 70 60
Sebelum IE
Setelah IE
60
BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
40
Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
50 SFC (%)
50 SFC (%)
70
Sebelum IE
30
40 30
20
20
10
10
0
0 0
10
20 30 Suhu (°C)
40
50
0
(A)
10
(B)
20 30 Suhu (°C)
40
50
70 Sebelum IE
60
Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008)
SFC (%)
50 40 30 20 10 0 0
10
20 30 Suhu (°C)
40
50
(C) Gambar 12. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) SOC72, (B) SOC71, dan (C) SOC81 yang dibandingkan dengan profil solid fat content bahan baku margarin (BB.marg.) IE ritel dan industri. Cenderung terjadi penurunan SFC pada suhu 10, 30 dan 40 °C dan peningkatan SFC pada suhu 20 °C dari perlakuan SOC72 dan SOC71 setelah IE. Sedangkan pada perlakuan SOC81 setelah IE cenderung terjadi penurunan SFC pada semua suhu pengamatan (Gambar 12). Kecenderungan penurunan SFC campuran setelah interesterifikasi enzimatik pada perlakuan SOC72, SOC71 dan khususnya SOC81 berhubungan dengan penurunan SMP yang diakibatkan adanya
85
air, ALB dan DAG pada bahan baku ketiga perlakuan tersebut yaitu Rps/Rpo. Rps/Rpo mempunyai KA dan ALB paling besar (Tabel 13) sehingga dampaknya terjadi hidrolisis yang mengakibatkan pembentukan ALB dan DAG pada produk (Gambar 8). SFC menurun jika kandungan DAG dan ALB meningkat (Zhang et al. 2001). Kemungkinan beberapa molekul DAG diadsorb ke dalam struktur molekul trigliserida yang dapat memperlemah ikatan intermolekuler diantara kristal-kristal, sehingga mengakibatkan penurunan SFC (Long et al. 2005). Sama seperti SMP, berdasarkan data komposisi asam lemak pada bahan baku (Tabel 12), CNO dan Rps/Rpo sama-sama mempunyai asam lemak jenuh yang tinggi, sehingga interesterifikasi enzimatik dengan kedua bahan tersebut tidak menghasilkan perubahan profil SFC yang signifikan. Interaksi eutektik juga terjadi pada SOC72 dan SOC71 sebelum IE dan IE relatif mereduksi interaksi tersebut. Namun pada perlakuan SOC81, faktor-faktor air, ALB, DAG, dan asam lemak jenuh yang sama-sama tinggi lebih dominan sehingga IE tidak terlihat mereduksi interaksi eutektik. Zhang et al. (2004) melaporkan SFC campuran stearin sawit dan CNO yang diinteresterifikasi enzimatik pada rasio 70/30 sedikit meningkat pada suhu 10 dan 20 °C dan menurun secara signifikan pada suhu 30, 35 dan 40 °C setelah interesterifikasi. Zhang et al. (2001) juga menemukan penurunan SFC campuran stearin sawit dan minyak kelapa (75:25, w/w) pada suhu 35-40 °C yang diinteresterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM. Profil SFC campuran setelah IE dari perlakuan SOC72 dan SOC71 sudah cukup mendekati profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri, terutama pada suhu 20, 30 dan 40 ºC. Sedangkan profil SFC dari perlakuan SOC81 setelah IE pada suhu 20, 30 dan 40 ºC di atas profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri. Berdasarkan nilai SFC, perlakuan SOC72 dan SOC71 setelah IE mempunyai sifat fisik hampir menyamai bahan baku margarin IE ritel dan industri. Sedangkan perlakuan SOC81 setelah IE mempunyai tekstur lebih padat dibandingkan bahan baku margarin IE ritel dan industri. SFC yang rendah pada suhu 10 °C menunjukkan bahwa bahan baku spreads dari perlakuan SOC72, SOC71 dan SOC81 lebih spreadable pada suhu refrigerator dibandingkan bahan baku margarin IE ritel dan industri.
86
Sifat Kristalisasi Lemak Sifat kristalisasi lemak diamati dengan mikroskop polarisasi. Hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan adanya bagian terang dan gelap. Bagian yang terang berwarna kuning dan biru menggambarkan kristal lemak campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dalam bentuk padat yang dapat dilalui oleh sinar dari mikroskop. Warna kuning dan biru mengindikasikan sinar dapat didefraksikan oleh sampel yang memiliki sifat kristalin. Sedangkan bagian gelap di sekeliling kristal lemak padat merupakan bagian dari minyak cair yang tidak dapat meneruskan (membiaskan) sinar sehingga menghasilkan warna gelap. Trigliserida adalah molekul anisometrik tinggi (ber-birefringence tinggi) yang menunjukkan bahwa suatu material mempunyai struktur kristalin (Walstra 2003). Chen et al. (2002) mengamati kinetika kristalisasi isotermal pada refined palm oil, kristal berbentuk spherical (bola) (Gambar 13 a) awalnya terbentuk pada fraksi pertama pada suhu 10 °C sampai 20 °C. Diameter kristal bola ini menurun ketika suhu meningkat. Pada suhu di atas 20 °C, kristal berbentuk jarum (Gambar 13 b) terbentuk dari fraksi kedua dan terus tumbuh dari permukaan kristal bola sampai semua permukaan kristal bola tertutup semua.
(A) Gambar 13.
(B)
Kristalisasi isotermal dari minyak sawit yang diamati dengan mikroskop polarisasi, kristal berbentuk (A) spherical (bola) , (B) jarum (Chen et al. 2002)
Gambar 14 memperlihatkan perlakuan NC82 dan NC81 sebelum interesterifikasi enzimatik mempunyai kristal lemak berbentuk jarum (NC82) dan bola/spherical (NC81) dengan kluster-kluster (agregat kristal) yang membentuk jaringan. Perlakuan NC82 dan NC81 setelah interesterifikasi enzimatik
87
mempunyai kristal berbentuk spherical tunggal, cenderung tidak membentuk kluster, serta cenderung menyebar.
Gambar 14.
NC82b
NC82p
NC81b
NC81p
Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan NC82 dan NC81 (perbesaran 400X)
Kebanyakan
kristal
trigliserida
tumbuh
sebagai
spherulites,
yang
mengimplikasikan nukleasi tiga dimensi pada titik tengah tumbuh keluar secara radial (lingkaran). Jika kristal tunggal berbentuk seperti jarum, maka spherulitesnya mempunyai bagian tengah yang padat dan jarum panjang melingkar di sekelilingnya (Hollander et al. 2002). Gambar 15 memperlihatkan bahwa kristal pada campuran perlakuan OC82 dan OC81 sebelum interesterifikasi enzimatik berbentuk spherical tunggal, tidak membentuk kluster dan menyebar jarang-jarang. Pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik, kedua perlakuan menunjukkan struktur yang hampir sama dengan sebelum interesterifikasi enzimatik yaitu kristal berbentuk spherical.
88
OC82b
OC82p
OC81b
OC81p
Gambar 15. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan OC82 dan OC81 (perbesaran 400X) Kristal perlakuan SOC72, SOC71, dan SOC81 sebelum interesterifikasi enzimatik menunjukkan bentuk jarum dalam kluster-kluster. Pada Gambar 16 dapat terlihat semakin besar persentase bahan baku III, maka semakin padat kluster-kluster kristal jarum dan semakin terlihat jaringan yang bercabang dan rantai yang panjang. Perlakuan SOC72, SOC71, dan SOC81 setelah interesterifikasi enzimatik menunjukkan perbedaan dalam susunan dan bentuk kristal. Kristal masih berbentuk jarum hanya saja berukuran lebih besar dan cenderung tunggal tidak membentuk kluster dan jaringan bercabang, kristal-kristal tersebar merata dengan jarak dan ukuran yang hampir sama.
89
Gambar 16.
SOC72b
SOC72p
SOC71b
SOC71p
SOC81b
SOC81p
Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p) interesterifikasi enzimatik perlakuan SOC72, SOC71 dan SOC81 (perbesaran 400X)
Interesterifikasi enzimatik cenderung mengubah morfologi kristal. Walau berasal dari bahan baku yang mempunyai struktur kristal yang berbeda, interesterifikasi enzimatik menghasilkan struktur kristal yang cenderung seragam pada semua perlakuan. Struktur kristal produk interesterifikasi enzimatik cenderung tunggal, tersebar merata serta tidak membentuk kluster, hanya pada perlakuan OC81 yang sedikit terbentuk kluster.
90
Rata-Rata Ukuran Kristal Lemak Hasil pengukuran rata-rata ukuran kristal lemak pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini. Terjadi kecenderungan peningkatan rata-rata ukuran kristal pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Umumnya semakin besar persentase sawit maka semakin besar rata-rata ukuran kristal pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (Gambar 17).
Rata-rata ukuran kristal lemak (µm)
Tabel 22. Rata-rata ukuran kristal lemak pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) Rata-rata ukuran kristal lemak (μm) Perlakuan Kode Sebelum IE Setelah IE NRPO/CNO 80:20 NC82 40,99 ± 1,75 44,99 ± 2,17 82,5:17,5 NC81 48,58 ± 4,26 57,43 ± 4,03 Rpo/CNO 80:20 OC82 41,92 ± 1,38 49,45 ± 2,20 82,5:17,5 OC81 52,23 ± 2,06 53,04 ± 5,16 (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 23,69 ± 1,60 57,20 ± 1,45 77,5:12,5 SOC71 58,00 ± 2,34 65,12 ± 2,57 82,5:17,5 SOC81 63,42 ± 1,82 94,45 ± 3,52 100 Sebelum IE
90
Setelah IE
80 70 60 50 40 30 20 10 0 80:20
82,5:17,5
NRPO/CNO
80:20
82,5:17,5
Rpo/CNO
75:25
77,5:12,5
82,5:17,5
(Rps/Rpo)/CNO
Gambar 17. Rata-rata ukuran kristal lemak campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE)
91
Rata-rata ukuran kristal terbesar setelah IE dimiliki oleh perlakuan SOC81 (94,45 μm), diikuti SOC71 (65,12 μm), NC81 (57,43 μm), SOC72 (57,20 μm), OC81 (53,04 μm), OC82 (49,45 μm) dan NC82 (49,45 μm). Rata-rata ukuran dihitung dari jumlah diameter kristal dibagi jumlah kristal, sehingga semakin banyak kristal maka rata-rata ukuran kristal semakin kecil. Kebanyakan spreads merupakan tipe lemak kontinyu dengan fase droplet mengandung air dalam kisaran 2-4 μm (margarin) dan 4-80 μm (untuk spreads rendah kalori) (Moran 1994). Berdasarkan literatur diatas, semua perlakuan kecuali perlakuan SOC81 dapat digunakan sebagai bahan baku spreads.
92
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Bahan baku interesterifikasi enzimatik yaitu NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO mempunyai karakteristik telah sesuai untuk proses interesterifikasi enzimatik, kecuali nilai asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang masih agak tinggi. 2. Interesterifikasi enzimatik cenderung menghasilkan produk dengan nilai SMP dan profil SFC lebih tinggi, perubahan total karotenoid yang tidak signifikan, serta ukuran kristal menjadi lebih besar, 3. Interesterifikasi enzimatik mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan pada sifat fisik perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo, serta kedua bahan baku ini mempunyai total karotenoid cukup tinggi. 4. Perlakuan dengan karakter fisik paling mendekati bahan baku margarin IE ritel dan industri adalah (Rps/Rpo)/CNO dengan rasio 75:25, 77,5:12,5 dan 82,5:17,5 b/b, dengan nilai SMP sudah termasuk ke dalam kisaran SMP spreads komersial yaitu 32,63; 33,60 dan 34,86 °C. Setelah proses interesterifikasi enzimatik total karotenoid hanya turun 1,85; 2,97 dan 2,93% (363,16; 378,21 dan 392,81 ppm menjadi 356,43; 366,72 dan 381,32 ppm), dan profil SFC pada suhu 20, 30 dan 40 °C mirip dengan profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri.
Saran 1. Disarankan dilakukan pengamatan profil trigliserida dengan HPLC dan komposisi MDAG dengan GC untuk diketahui dengan pasti profil trigliserida dan jumlah MDAG secara kuantitatif. 2. Karena kadar asam lemak bebas agak tinggi maka perlu dilakukan deasidifikasi kembali pada produk interesterifikasi enzimatik.
Ucapan Terimakasih Terima kasih kepada Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNASRISTEK) Industri Hilir Kelapa Sawit yang telah mendanai penelitian ini.
93
DAFTAR PUSTAKA Aini IN, Hasmadi M, Mamot S, Radzuan J. 2005. Palm oil and sunflower oil:effect of blend composition ans stirrer types during fractionation on the yield and physicochemical properties of the oleins. J. of Food Lipids (12):48-61. Aini IN, Razali I, Lida HMDN, Miskandar MS, Radzuan J. 2001. Blending of palm products with other commercial oil and fats for food applications. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Allen DA. 1997. Refining. Di dalam: Gunstone FD, Padley FB, editor. Lipid Technologies and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. hlm.199221. Alpaslan M, Karaali A. 1997. The interesterification-induced changes in olive and palm oil blends. Food.Chem (61)3. Amri NI, Xu X. 2005. Physicochemical properties of enzymatically interesterfied palm oil and fish oil blend. Di dalam: Proceedings of Nutraceutical, Nutrition and Functional Food Conference. PIPOC 2005 International OAlm Oil Congress Technological Breakthroughs and Commercialization The Way Forward; Malaysia, 25-29 September 2005. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Anderson D. 1996. Primer on oil processing. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Anonymous. 1999. Bruker Minispec PC 100 Typical Applications Food Industry. Bangkok: Bruker South East Asia. [AOAC]. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Virginia, USA. Apriyantono A. 2008. Keynote Speech Menteri Pertanian. Departemen Pertanian. Disampaikan pada Seminar Tahunan Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (MAKSI) Penelitian dan Pengembangan Untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional. Bogor, 31 Januari 2008.
94
Ariana DP, Guritno P, Herawan T. 1996. Modification of crystallizer for red palm oil production. Di dalam: 1996 PORIM International Palm Oil Congress Competitiveness for the 21st Century. Proceedings Nutrition Conference; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia. Arumughan C, Kurup PA, Manoj Kumar V. 1996. Effect of red palm oil and rbd palm olein on the serum lipid and lipoprotein in humans. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia. Ashfaq MK, Zuberi HS, Waqar MA. 2001. Vitamin-E and β-carotene affect anti cancer immunity:in vitro and in vivo studies. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Basiron Y, Weng CK. 2004. The oil palm and its sustainability. Journal of Oil Palm Research Vol.16(1):1-10. Basiron Y. 1996. Palm Oil. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 2, Edible Oil and Fat Products: Oil and Oilseeds. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Berger KG dan Idris NA. 2005. Formulation of zero-trans acid shortenings and margarines and other food fats with products of the oil palm. JAOCS Vol.82 (11):775-782. Bumbalough J. 2000. Margarine types and preparation technology. Di dalam: O’Brien RD, Farr WE, Wan PJ, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. AOCS Press. Champaign, Illinois. Bumbalough J. 1992. Margarin. Di dalam: Hui YH, editor. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Wiley and Sons, Inc. New York. Canapi EC, Agustin YTV, Moro EA, Pedrossa, Jr.E, Bendan ML. 1996. Coconut oil. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 2, Edible Oil and Fat Products: Oil and Oilseeds. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore
95
Canfield LM, Liu Y, deKaminsky R, Castillo C, Zavala G, Garner C, Pagoaga E. 1996. Supplementation of mothers with red palm oil increases infant vitamin a status. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia Chen CW, Lai OM, Ghazali HM, Chong CL. 2002. Isothermal crystallization kinetics of refined palm oil. JAOCS. Vol.79 (4):403-410. Chrysam MM. 1996. Margarine and spreads. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 3, Edible Oil and Fat Products: Products and Application Technology. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. deMan JM. 1999. Relationship among chemical, physical, and textural properties of fats. Di dalam: Widlak N, editor. Physical Properties of Fats, Oils, and Emulsifiers. AOCS Press. Champaign, Illinois. de Ritter E, Purcell AE. 1981. Carotenoid analytical methods. Di dalam: Bauernfeind JC, editor. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursor. London: Academic Press. Dieffenbacher A. 1988. The Optimal Use of Oil and Fats in Foods. Nestec Ltd. Technical Assistance, Vevey, Switzerland. Djatmiko B, Ketaren S. 1985. Pemurnian Minyak. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Bogor: Fateta-IPB. Djatmiko B, Goutara, dan Irawadi. 1976. Pengolahan Kelapa I. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta. IPB. Bogor. Eckey, EW. 1954. Vegetable Fats and Oils. Reinhold Publishing Corp. New York. Gaman PM, Sherington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan: Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Dardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gee, PT. 2007. Analytical characterisitics of crude and refined palm oil and fractions. Eur.J.Lipid. Sci. Technol (109):373-379. Graille J. 1993. Lipid Technology: Possible Aplication of Acyltransferases in Oleotechnology. Elsevier Science Publisher Ltd.London. Gunstone FD, Harwood JL, Fred BP. 1994. The Lipid Handbook. London: Chapman and Hall Electronic Publishing Division.
96
Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. Longman, London. Hodgson AS. 1996. Refining and bleaching. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Hollander FFA, Kaminski D, Duret D, van Enckevort WJP, Meekes H, Bennema P. 2002. Growth and morphology of thin fat crystals. Food Research International (35):909-918. Huei KW, Lin SW, Yoo CK. 2003. Structural modification of palm stearin by enzymatic interesterfikasi-the selection of lipases. Di dalam: Palm Oil: The Power-House for The Global Oils & Fats Economy. Proceedings of the PIPOC 2003 International Palm Oil Congress; Malaysia, 24- 28 August 2003. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Johnson LA. 2002. Recovery, refining, converting, and stabilizing edible fats and oils. Di dalam: Akoh CC, Min DB, editor. Food Lipids, Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Second edition, revised, and expanded. New York, Basel. Marcel Dekker, Inc.hlm 223-273. Kellens M, Hendrix M. 2000. Fractionation. Di dalam: O’Brien RD, Farr WE, Wan PJ, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. Illinois: AOCS Press.hlm. 195-206. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Klaui H, Bauernfeind JC. 1981. Carotenoid as Food Colour. Di dalam: Bauernfeind JC, editor. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursor. London: Academic Press. Krishnamurthy R, Kellens M. 1996. Fractionation and Winterization. Di dalam: Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. A WileyInterscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Kritchevsky D, Tepper SA, Czarnecki SK, Sundram K. 2001. Red palm oil in experimental atherosclerosis. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 2022 August 2001.Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.
97
Kristanti I. 1989. Mempelajari pendayagunaan RBD stearin sebagai sumber lemak dalam pembuatan chocolate spread [skripsi]. Bogor. Fakultas tekonlogi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kooyenga DK, Geller, Watkins TR, Gapor A, Diakoumakis E. Bierenbaum ML. 1996. Antioxidant effects of tocotrienols in patients with hyperlipidemia and carotid stenosis-2 year experience. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia. Lam NT, Yet HT, Hai LT, Huong PT, Ha NT, Huan TT . 2001. Effects of red palm oil supplementation on vitamin a and iron status of rural underfive children in vietnam. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall. New York. Lida HMDN, Sundram K, Siew WL, Aminah A, Mamot S. 2002. TAG composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel olein before and after chemical interesterification. JAOCS 79(11):11371144. Lida HMDN, Ali ARM. 1998. Physicochemical characteristics of palm-based oil blends for the production of reduced fat spreads. JAOCS 75(11):1625-1631. Long K, Jamari MA, Ishak A, Danial AM, Yeok LJ, Latif RA, Ahmadilfitri. 2005. Dry fractionation of low diglyceride RBD olein: effect on yield, nucleation time, iodine value and solid fat content. Di dalam: PIPOC 2005 International Palm Oil Congress Technological Breakthroughs and Commercialization-The Way Forward. Proceedings of Chemistry and Technology Conference; Malaysia, 25-29 September 2005. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Long K, Zubir I, Hussin AB, Idris N, Ghazali HM, Lai OM. 2003. Effect of enzymatic transesterification with flaxseed oil on the high-melting glycerides of palm stearin an palm olein. JAOCS 80(2):133-137. Macrae. 1983. Extracellular Microbial Lipases. Di dalam: Fogarty WM, editor. Microbial Enzymes and Technology. Applied Science Publ., London.
98
Manorama R, Sreedhar PRS, Radhika N. 1999. Purification of palm carotene extracts from red palm oil and evaluation of their stability and vitamin a potency. Di dalam: Emerging Technologies and Opportunities in The Next Millenium. Proceedings of the 1999 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 1-6 Februari 1999. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia. Manorama R, Sarita M, Kavita R, Rukmini C. 1996. Red palm oil for combating vitamin a defiency. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia Mas`ud, F. 2007. Kendali proses deasidifikasi untuk meminimalkan kerusakan karotenoid dalam pemurnian minyak sawit (Elaeis guineensis, Jacq). [tesis]. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Meyer LH. 1982. Food Chemistry. Reinhold Publ.Co. Min TT. 1992. Aspek teknologi pengolahan minyak goreng di PT BARCO Jakarta [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ming LO, Ghazali HM, Let CC. 1998. Effect of enzymatic transesterification on the fluidity of palm stearin-palm kernel olein mixtures. Food Chem 63(2):155-159. Moran DPJ. 1994. Fats in Spreadable Products. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK, editor. Fats in Food Products. Blackie Academic & Professional. London, Glasgow, New York, Tokyo, Melbourne, Madras. Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis guineensis, Jacq) dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan provitamin A [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Narine SS, Marangoni AG. 1999. Fractal nature of fat crystal networks. Phys. Rev. Vol.59. Norrizah AR, Chong CL, Cheow CS, Zaliha O. 2004. Effects of chemical interesterification on physicochemical properties of palm stearin and palm kernel olein blends. Food Chem 86:229-235 Nurdini MD. 1997. Mempelajari perubahan fisikokimia minyak sawit merah untuk penggorengan kerupuk udang dan analisis mutu produk goreng yang dihasilkan [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
99
Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemist’s Society, 4th edn. 1993. AOCS Press, Champaign. Methods Ca 5a-40, Cd 853, Cd 1-25, Cc 3-25 dan Ce 1-62. Ong ASH, Choo YM, Ooi CK. 1995. Development in Palm Oil. Di dalam: Hamilton RJ, editor. Developments in Oil and Fats. London: Blackie Academic & Professional.hlm. 153-185. Orthoefer FT. 1997. Applications of Emulsifiers in Baked Food. Di dalam: Hasenhuetti GL, Hartel RW, editor. Food Emulsifier and Their Applications. Chapman and Hall. New York. Osman A, Aini NI. 1999. Physical and chemical properties of shortenings from palm oil:tallow and palm olein:tallow blends with and without interesterification. J.Palm Oil Research (11)1-10. Otero C, Hernandez AL, Garcia HS, Martin EH, Hill, Jr. CG. 2006. Continuous enzymatic transesterification of sesame oil and fully hydrogenated fat:effects of reaction conditions on product characteristics. Biotechnology and Bioengineering Vol.94(5):877-887. Pandiangan P. 2008. Studi proses interesterifikasi enzimatik (EIE) campuran minyak sawit dan minyak kelapa utnuk produksi bahan baku margarin bebas asam lemak trans [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor PORIM 1995. PORIM Test Methods. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia; Ministry of Primary Industries. Rønne TH, Pedersen LS, Xu X. 2005. Triglyceride selectivity of immobilized Thermomyces lanuginose lipase in interesterification. JAOCS. Vol. 2 (10): 737-745. Rossi M, Gianazza M, Alamprese C, Stanga F. 2001. The effect of bleaching and physical refining on color and minor components of palm oil. JAOCS. Vol.78 (10) 1051-1055. Rousseau D, Zilnik L, Khan R, Hodge S. 2003. Dispersed phase destabilization in table spreads. JAOCS 80(10):957-961. Setiawan A. 2002. Pengaruh mutu raw material minyak terhadap mutu dan formulasi produk cake margarin di pabrik SCC&C dan PT Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siew WL, Cheah KY, Tang WL. 2007. Physical properties of lipase-catalysed interesterification of palm stearin with canola oil blends. Eur.J.Lipid Sci.Technol (109):97-106.
100
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Antar Univesitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Sylvester PW. 2005. Palm Minor Components and Health with Special Emphasis on Palm Vitamin E and Carotenoids. Proceeding The 4th Global Oils and fats Business Forum USA. San Diego.8-9 September 2005. Timms RE. 1997. Fractionation. Gunstone FD, Padley FB, editor. Lipid Technologies and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. hlm.199221. Timms RE. 1994. Physical chemistry of fats. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK, editor. Fats in Food Products. Blackie Academis and Professional, Glasgow. Tombs MP. 1995. Enzymes in the processing of fats and oils. Di dalam: Tucker GA, Woods LFJ, editor. Enzymes in Foods Processing. Blackie Academic &Professional. London.Glasgow, Weinheim, NewYork, Tokyo, Melbourne, Madras. Unnithan UR, Foo SP. 2001. Red Palm Oil: Current Advancements in Our Knowledge. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Walstra P. 2003. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker,Inc. Now York, Basel. Wan PJ. 2000. Properties of Fat and Oils. Di dalam: O’Brien RD, Farr WE, Wan PJ, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. Illinois: AOCS Press.hlm. 20-47. Willis WM, Marangoni AG. 2002. Enzymatic interesterification. Di dalam: Akoh CC, Min DB, editor. Food Lipids Chemistry, Nutrition, and Biotechnology, Second Edition, Revise and Expand. New York, Basel. Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Woodroof, JG. 1979. Coconuts : Production, Processing, and Products. Second Edition. AVI Publ., Co., Inc., Westport, Connecticut. Woolley P, Petersen SB. 1994. Lipases. Cambridge University Press. Great Britain.
101
Yassin AAA, Ibrahim MN, Ibrahim IO, Yusoff MSA. 2001. Enzymatic interesterfication of palm olein using immobilized lipase. Di dalam: CuttingEdge Technologies For Sustained Competitiveness Chemistry and Technology Conference. Proceedings of the 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board. Zainal Z, Yusoff MSA. 1999. Enzymatic interetserification of palm stearin and palm kernel olein, production of structured lipid containing oleic and palmitic acid in organic solvent free system. J.Am. Oil Chem. Soc., Vol. 76,1003-1008. Zhang H, Jacobsen Cm Pedersen LS, Christensen MW, Adler-Nissen J. 2006. Storage stability of margarines produced from enzymatically interesterified fats compared to those prepared by conventional methods-chemical properties. Eur. J. Lipid. Sci. Technol (108) 227-238. Zhang H, Smith P. Nissen JA. 2004. Effects of degree of enzymatic interesterification on the physical properties of margarine fats:solid fat content, crystallization behaviour, crystal morphology, and crystal network. J.Agric.Food.Chem (52):4423-4431. Zhang H, Xu X, Nilsson J, Mu H, Adler-Nissen J, Høy CE. 2001. Production of margarine fats by enzymatic interesterification with silica-granulated Thermomyces lanuginosa lipase in a large-scale study. JAOCS Vol.78(1):5764.
102
LAMPIRAN
103
Lampiran 1 Karakteristik kimia bahan baku untuk interesterifikasi enzimatik A. Data komposisi asam lemak pada NRPO (g AL/100 g lemak terekstrak) Lemak terekstrak = 90,35% Lemak terekstrak = 90,70% Asam Rerata =90,53% Lemak U1-1 U1-2 U2-1 U2-2 C12:0 0,21 0,20 0,22 0,23 0,21 ± 0,01 C14:0 0,78 0,78 0,94 0,80 0,83 ± 0,08 C16:0 36,15 36,95 37,39 34,87 36,34 ± 1,11 C18:0 3,99 3,94 3,50 3,62 3,76 ± 0,24 C18:1 35,22 34,23 34,29 36,27 35,00 ± 0,96 C18:2 12,71 12,69 12,59 12,66 12,66 ± 0,05 C18:3 0,50 0,49 0,48 0,44 0,48 ± 0,03 C20:0 0,40 0,38 0,38 0,39 0,39 ± 0,01 Total 89,97 89,64 89,79 89,28 89,67 B. Data komposisi asam lemak pada red palm olein (g AL/100 g lemak terekstrak) Lemak terekstrak = 90,69% Lemak terekstrak = 90,64% Asam Rerata =90,66% Lemak U1-1 U1-2 U2-1 U2-2 C12:0 0,21 0,21 0,24 0,25 0,23 ± 0,02 C14:0 0,77 0,75 0,85 0,82 0,80 ± 0,05 C16:0 33,72 33,82 35,08 34,70 34,33 ± 0,66 C18:0 3,82 3,90 3,62 3,68 3,75 ± 0,13 C18:1 37,47 37,34 36,40 36,61 36,96 ± 0,53 C18:2 13,65 13,56 13,38 13,39 13,50 ± 0,13 C18:3 0,52 0,55 0,50 0,52 0,52 ± 0,02 C20:0 0,43 0,42 0,38 0,39 0,40 ± 0,02 Total 90,59 90,55 90,44 90,37 90,49 C. Data komposisi asam lemak pada red palm stearin/red palm olein 50:50 (g AL/100 g lemak terekstrak) Lemak terekstrak = 96,84% Lemak terekstrak = 96,71% Asam Rerata =96,77% Lemak U1-1 U1-2 U2-1 U2-2 C12:0 3,00 3,14 2,61 2,65 2,85 ± 0,26 C14:0 1,89 2,00 1,82 1,80 1,88 ± 0,09 C16:0 36,86 37,35 38,62 39,11 37,98 ±1,05 C18:0 4,40 4,13 4,00 4,20 4,18 ± 0,17 C18:1 36,45 35,38 35,47 36,58 35,97 ± 0,64 C18:2 13,24 12,80 12,72 13,10 12,96 ± 0,24 C18:3 0,52 0,46 0,50 0,50 0,50 ± 0,03 C20:0 0,38 0,40 0,45 0,47 0,42 ± 0,04 Total 90,59 96,75 95,68 95,57 96,20
104
D. Data komposisi asam lemak pada CNO (g AL/100 g lemak terekstrak) Asam Lemak terekstrak = 98,06% Lemak terekstrak = 98,85% Rerata = 98,46% Lemak U1-1 U1-2 U2-1 U2-2 C8:0 9,42 9,66 9,61 9,32 9,50 ± 0,16 C10:0 5,71 5,92 5,97 5,64 5,81 ±0,16 C12:0 41,37 42,82 42,87 41,03 42,02 ±0,96 C14:0 16,33 16,19 16,59 16,43 16,38 ±0,17 C16:0 10,01 9,46 9,50 10,22 9,80 ±0,38 C18:0 3,38 3,11 2,94 3,67 3,27 ±0,32 C18:1 8,32 7,72 7,30 8,77 8,03 ± 0,65 C18:2 2,86 2,66 2,48 2,97 2,74 ± 0,22 C20:0 0,13 0,12 0,11 0,13 0,12 ± 0,01 Total 97,55 97,63 97,35 98,19 97,68 E. Data kadar air (%) U1 CPO 0,045 NRPO 0,032 Rpo 0,014 Rps/Rpo 0,016 CNO 0,002
U2 0,043 0,038 0,016 0,015 0,002
F. Data kadar asam lemak bebas (ALB) U1 U2 CPO 3,84 3,97 NRPO 0,63 0,69 Rpo 0,52 0,48 Rps/Rpo 0,76 0,80 CNO 0,13 0,14
U3 0,040 0,035 0,016 0,017 0,001 U4 3,80 0,6 0,53 0,78 0,12
rerata 3,88 ± 0,073 0,64 ± 0,038 0,51 ± 0,022 0,79 ± 0,026 0,13 ± 0,010
G. Data bilangan peroksida (mg oksigen/100 gram minyak) U1 U2 U3 U4 CPO 2,11 2,17 2,15 2,14 NRPO 2,24 2,30 2,40 2,32 Rpo 4,20 4,15 4,17 4,10 Rps/Rpo 4,20 4,23 4,24 4,20 CNO 0,76 0,71 0,71 0,74
Rerata 2,14 ± 0,025 2,32 ± 0,066 4,16 ± 0,042 4,22 ± 0,021 0,73 ± 0,024
H. Data bilangan iod (mg/g) U1 CPO 53,10 NRPO 51,12 Rpo 52,31 Rps/Rpo 49,31 CNO 10,77
Rerata 50,61 ± 2,098 51,24 ± 0,382 52,49 ± 0,165 49,51 ± 0,333 10,36 ± 0,287
U2 51,23 50,96 52,56 49,15 10,33
U3 3,90 0,65 0,5 0,82 0,12
Rerata 0,043 ± 0,0025 0,035 ± 0,0030 0,015 ± 0,0012 0,016 ± 0,0010 0,002 ± 0,0001
U3 48,11 51,06 52,68 49,73 10,13
U4 50,00 51,8 52,4 49,85 10,2
105
I. Nilai total karotenoid (ppm) bahan baku Absorbansi Sampel U1 U2 U3 CPO 0,530 0,537 0,537 NRPO 0,532 0,533 0,534 Rpo 0,554 0,557 0,554 Rps/Rpo 0,390 0,390 0,397 CNO 0,480 0,484 0,489
U4 0,538 0,537 0,548 0,389 0,483
U1 507,48 509,39 530,46 373,43 459,60
Total Karotenoid (ppm) U2 U3 U4 514,18 514,18 515,13 510,35 511,31 514,18 533,33 530,46 524,71 373,43 380,13 372,47 463,43 468,22 462,47
Rerata 512,74 511,31 529,74 374,86 463,43
106
Lampiran 2 Nilai slip melting point (SMP) pada tahapan penentuan rasio campuran bahan baku pada interesterifikasi enzimatik Nilai SMP (°C) Kode Sampel Sebelum interesterifikasi enzimatik Setelah interesterifikasi enzimatik Kontrol U1 U2 U3 U4 Rerata U1 U2 U3 U4 Rerata U1 U2 U3 U4 NC64 22,75 23,45 22,70 23,25 23,04 27,50 27,50 29,50 29,15 28,41 23,80 23,15 22,10 23,25 NC73 24,35 25,50 22,45 24,25 24,14 29,40 28,85 28,40 29,50 29,04 24,35 25,75 24,10 24,25 NC72 25,00 26,90 26,05 25,00 25,74 31,65 31,50 31,50 31,35 31,50 25,40 24,60 25,55 26,55 NC71 24,10 24,80 25,45 24,00 24,59 33,00 32,15 31,75 32,25 32,29 24,80 26,00 24,90 24,85 NC82 25,85 25,55 26,85 26,35 26,15 33,65 33,80 33,75 33,80 33,75 25,75 25,15 26,15 25,80 NC81 25,75 26,00 25,90 26,25 25,98 34,25 34,25 34,15 34,10 34,19 25,90 26,65 27,00 27,50 OC64 20,45 21,30 20,55 20,60 20,73 25,85 26,20 25,90 25,80 25,94 21,25 21,00 21,25 22,05 OC73 18,55 20,15 20,85 19,50 19,76 27,75 29,40 28,00 28,00 28,29 21,00 20,55 20,25 20,45 OC72 19,85 19,45 19,75 20,50 19,89 31,70 31,25 30,50 30,75 31,05 20,45 19,50 19,60 19,35 OC71 20,45 19,55 20,20 21,50 20,43 31,70 31,75 31,10 32,10 31,66 19,90 18,05 20,65 21,15 OC82 22,50 21,95 21,85 21,70 22,00 32,40 32,60 33,55 33,00 32,89 20,70 21,10 21,50 21,45 OC81 22,60 22,10 22,00 23,05 22,44 33,75 33,70 33,35 33,55 33,59 22,55 21,90 21,95 22,25 SOC64 29,45 29,55 29,50 29,05 29,39 29,50 29,45 29,75 29,50 29,55 29,55 28,95 29,25 30,00 SOC73 29,00 28,70 30,60 29,55 29,46 30,00 31,10 32,15 31,80 31,26 31,20 28,70 30,35 31,15 SOC72 29,15 28,00 29,90 29,35 29,10 33,05 32,50 32,60 33,15 34,25 31,20 31,50 31,85 29,95 SOC71 28,20 29,25 29,20 28,90 28,89 33,15 34,50 35,00 34,35 34,25 31,20 31,50 31,85 29,95 SOC82 31,95 31,60 31,20 31,45 31,55 34,20 34,20 34,90 34,75 34,51 32,75 31,55 29,95 30,90 SOC81 32,50 32,70 31,15 30,70 31,76 36,20 35,80 35,75 36,15 35,98 32,75 31,60 30,50 32,65 U: Ulangan
Rerata 23,08 24,61 25,53 25,14 25,71 26,76 21,39 20,56 19,73 19,94 21,19 22,16 29,44 30,35 30,58 31,13 31,29 31,88
107
Lampiran 3 Data kadar air (%) dan asam lemak bebas (ALB) (%) dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih A. Data kadar air (%) U1 NC82 IE 0,048 NC81 IE 0,044 OC82 IE 0,044 OC81 IE 0,045 SOC72 IE 0,053 SOC71 IE 0,054 SOC81 IE 0,056
U2 0,043 0,046 0,045 0,048 0,050 0,061 0,060
B.Data kadar asam lemak bebas (ALB) U1 U2 U3 NC82 IE 5,18 5,24 5,20 NC81 IE 5,37 5,42 5,39 OC82 IE 4,78 4,40 4,52 OC81 IE 4,80 4,72 4,77 SOC72 IE 5,83 5,46 5,56 SOC71 IE 5,44 5,70 5,46 SOC81 IE 5,53 5,60 5,62 U: ulangan IE: interesterifikasi enzimatik
U3 0,045 0,045 0,040 0,043 0,057 0,056 0,058 U4 5,26 5,40 4,46 4,76 5,40 5,68 5,63
Rerata 0,045 ± 0,0025 0,045 ± 0,0010 0,043 ± 0,0026 0,045 ± 0,0024 0,053 ± 0,0035 0,057 ± 0,0036 0,058 ± 0,0020 rerata 5,22 ± 0,037 5,40 ± 0,021 4,54 ± 0,167 4,76 ± 0,033 5,56 ± 0,190 5,57 ± 0,139 5,60 ± 0,045
108
Lampiran 4 Nilai slip melting point (SMP) dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih Kode Nilai SMP (°C) Sampel Sebelum interesterifikasi enzimatik Setelah interesterifikasi enzimatik Kontrol U1 U2 U3 U4 Rerata U1 U2 U3 U4 Rerata U1 U2 U3 U4 Rerata NC82 29,20 30,50 29,05 29,45 29,55 32,75 33,75 31,00 31,00 32,13 29,65 30,90 30,20 30,20 30,24 NC81 29,95 30,50 30,25 31,75 30,61 32,50 33,50 33,50 32,75 33,06 28,30 29,50 29,95 31,75 29,88 OC82 21,50 19,25 20,95 21,50 20,80 30,50 30,50 30,70 31,50 30,80 22,50 20,25 20,00 22,50 21,31 OC81 22,50 21,50 21,00 21,00 21,50 32,20 31,50 33,25 32,05 32,25 22,20 22,20 23,50 23,30 22,80 SOC72 31,20 30,95 31,45 31,00 31,15 32,45 32,55 32,75 32,75 32,63 30,00 31,00 31,25 31,95 31,05 SOC71 34,10 33,50 33,50 32,25 33,34 32,85 33,50 33,10 34,95 33,60 33,50 33,60 34,40 34,25 33,94 SOC81 36,00 36,50 36,25 36,00 36,19 35,50 34,35 34,10 35,50 34,86 36,50 36,00 36,25 36,00 36,19 U: Ulangan
109
Lampiran 5 Nilai total karotenoid dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih A. Nilai total karotenoid campuran sebelum interesterifikasi enzimatik Kode Absorbansi Sampel U1 U2 U3 U4 U1 NC82 0,424 0,429 0,431 0,431 405,98 NC81 0,472 0,472 0,476 0,478 451,94 OC82 0,462 0,463 0,456 0,455 442,37 OC81 0,476 0,481 0,482 0,486 455,77 SOC72 0,374 0,381 0,381 0,381 358,11 SOC71 0,391 0,394 0,397 0,398 374,38 SOC81 0,407 0,409 0,411 0,414 389,70 U= Ulangan
Total Karotenoid (ppm) U2 U3 U4 410,77 412,68 412,68 451,94 455,77 457,69 443,32 436,62 435,66 460,56 461,52 465,35 364,81 364,81 364,81 377,26 380,13 381,09 391,62 393,53 396,41
Rerata 410,53 454,33 439,49 460,80 363,13 378,21 392,81
B. Nilai total karotenoid campuran setelah interesterifikasi enzimatik Kode Absorbansi Sampel U1 U2 U3 U4 U1 NC82 0,412 0,413 0,413 0,416 394,49 NC81 0,465 0,47 0,472 0,472 445,24 OC82 0,446 0,444 0,446 0,441 427,05 OC81 0,460 0,469 0,463 0,463 440,45 SOC72 0,371 0,371 0,371 0,376 355,23 SOC71 0,386 0,387 0,381 0,379 369,60 SOC81 0,395 0,395 0,400 0,403 378,21 U: Ulangan
Total Karotenoid (ppm) U2 U3 U4 395,45 395,45 398,32 450,03 451,94 451,94 425,13 427,05 422,26 449,07 443,32 443,32 355,23 355,23 360,02 370,55 364,81 362,89 378,21 383,00 385,87
Rerata 395,93 449,79 425,37 444,04 356,43 366,96 381,32
110
Lampiran 6 Nilai SFC (%) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih A. Nilai SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik Kode Suhu (°C) Sampel 10 20 25 30 35 U1 36,88 18,16 13,59 9,17 7,44 U2 39,32 17,11 13,21 9,10 7,51 NC82 U3 39,81 14,93 11,68 8,06 6,97 U4 37,65 14,27 11,47 7,50 6,93 Rerata 38,42 16,12 12,49 8,46 7,21 43,03 18,41 13,71 8,57 6,22 U1 U2 41,88 18,17 13,30 8,39 6,16 NC81 U3 42,94 18,05 12,99 8,29 5,81 U4 41,85 17,94 12,6 7,94 5,58 Rerata 42,43 18,14 13,15 8,30 5,94 39,18 9,69 4,30 3,49 3,06 U1 U2 38,04 9,31 4,07 3,24 2,83 OC82 U3 38,45 8,48 4,6 3,87 3,18 U4 37,54 8,80 4,36 3,65 2,83 Rerata 38,30 9,07 4,33 3,56 2,98 U1 37,65 11,51 7,32 4,22 3,70 U2 36,33 10,81 6,95 4,04 3,86 OC81 U3 37,37 9,53 6,22 4,83 3,11 U4 36,50 9,41 6,57 4,39 3,41 Rerata 36,96 10,32 6,27 12,10 6,99 U1 45,23 24,87 20,76 13,31 11,32 U2 44,36 24,69 20,53 13,41 11,31 SOC72 U3 47,33 22,48 19,62 15,04 11,28 U4 46,21 22,05 19,62 14,69 11,02 Rerata 45,78 23,52 20,13 14,11 11,31 U1 47,94 25,50 20,94 13,78 11,62 U2 47,14 25,03 20,81 13,87 11,85 SOC71 U3 46,09 21,74 20,03 14,51 10,95 U4 44,72 21,55 20,05 14,57 10,69 Rerata 46,47 23,46 20,46 20,37 11,40 U1 37,65 45,50 23,62 15,72 13,13 U2 36,33 42,88 23,67 16,01 12,74 SOC81 U3 37,37 38,40 21,67 16,47 12,63 U4 36,50 38,70 21,52 16,34 11,87 Rerata 36,96 10,32 36,63 21,40 13,69
40 5,61 5,26 5,22 5,20 5,32 4,72 4,65 4,69 4,36 4,61 3,62 3,62 3,25 3,47 3,49 3,91 3,77 3,88 3,82 5,05 8,66 8,82 7,59 7,40 7,25 8,64 8,42 7,95 8,15 8,41 10,20 10,31 8,85 9,15 9,45
111
B. Nilai SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik Kode Suhu (°C) Sampel 10 20 25 30 U1 32,56 20,36 15,44 9,88 U2 31,44 19,58 15,12 9,46 NC82 U3 31,23 19,63 13,73 8,94 U4 31,33 19,45 14,17 8,68 32,91 21,55 15,21 9,14 U1 U2 32,68 20,71 14,95 8,85 NC81 U3 30,1 20,9 14,99 9,85 U4 30,09 20,83 14,95 10,08 Rerata 31,45 21,00 15,03 9,48 27,33 16,9 12,14 6,9 U1 U2 27,19 16,17 11,92 6,56 OC82 U3 24,14 14,65 10,79 6,01 U4 23,97 14,97 10,46 6,11 Rerata 25,66 15,67 11,33 6,40 U1 25,36 17,8 12,52 6,53 U2 24,99 17,51 12,44 6,66 OC81 U3 26,12 15,85 11,79 6,86 U4 25,78 15,78 11,66 7,89 Rerata 25,56 16,74 6,77 4,37 U1 43,22 28,08 19,76 10,65 U2 42,7 27,9 19,59 10,49 SOC72 U3 39,55 25,79 17,45 11,98 U4 39,2 25,99 17,31 12,11 Rerata 41,17 26,94 18,53 11,81 U1 35,88 29,25 21,3 11,72 U2 35,94 28,94 20,09 11,98 SOC71 U3 40,84 28,01 20,3 10,88 U4 40,34 27,9 19,79 11,02 Rerata 38,25 28,53 23,12 14,18 25,36 39,69 21,3 12,42 U1 U2 24,99 39,1 20,96 12,62 SOC81 U3 26,12 33,58 21,55 15,03 U4 25,78 34,15 21,79 14,7 Rerata 25,56 41,37 22,62 16,14
35 6,33 6,55 5,8 5,64 5,48 6,13 6,39 6,57 6,14 5,38 5,37 4,72 4,78 5,06 5,55 5,01 4,84 4,8 3,52 7,56 7,75 6,53 7,15 11,23 8,49 8,67 8,27 8,21 11,28 8,86 8,9 10,13 9,9 12,59
40 4,99 5,13 5,34 4,53 3,78 3,31 3,3 3,21 3,40 4,86 4,86 4,33 4,85 4,73 4,06 4,19 3,74 3,44 3,85 5,81 5,84 5,75 4,9 8,12 6,52 6,37 5,78 5,6 8,29 4,06 4,19 3,74 3,44 9,63
112
Lampiran 7 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter SMP SMP (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
7
Values NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source Model Error Corrected Total
Source perlakuan Source perlakuan
DF
Squares
6 21 27
805.9460714 10.2106250 816.1566964
Sum of Mean Square
F Value
134.3243452 0.4862202
276.26
Pr > F <.0001
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.987489
2.402838
0.697295
29.01964
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
805.9460714
134.3243452
276.26
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
805.9460714
134.3243452
276.26
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 1.025
3 1.076
4 1.109
0.05 21 0.48622
5 1.132
6 1.149
7 1.162
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
36.1875
4
SOC81
B
33.3375
4
SOC71
C C C
31.1500
4
SOC72
30.6125
4
NC81
D
29.5500
4
NC82
E E E
21.5000
4
OC81
20.8000
4
OC82
113
Lanjutan SMP (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
38.96303571
6.49383929
10.48
<.0001
13.01375000
0.61970238
DF
Squares
Model
6
Error
21
Corrected Total
27
51.97678571
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.749624
2.402914
0.787212
32.76071
Source
DF
perlakuan
6
Source
DF
perlakuan
6
Type I SS 38.96303571 Type III SS 38.96303571
Mean Square
F Value
6.49383929
10.48
Mean Square
F Value
6.49383929
10.48
Pr > F <.0001 Pr > F <.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.619702 Number of Means Critical Range
2 1.158
3 1.215
4 1.252
5 1.278
6 1.297
7 1.312
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
34.8625
4
SOC81
B B B B B
33.6000
4
SOC71
C C C C C C C
D
33.0625
4
NC81
32.6250
4
SOC72
32.2500
4
OC81
32.1250
4
NC82
30.8000
4
OC82
114
Lanjutan SMP (kontrol) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Model
6
Error
21
16.8050000
Corrected Total
27
733.8185714
Source perlakuan Source perlakuan
Sum of Mean Square
Squares 717.0135714
119.5022619
F Value 149.33
Pr > F <.0001
0.8002381
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.977099
3.048647
0.894560
29.34286
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
717.0135714
119.5022619
149.33
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
717.0135714
119.5022619
149.33
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.800238 Number of Means Critical Range
2 1.315
3 1.381
4 1.423
5 1.452
6 1.474
7 1.490
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
36.1875
4
SOC81
B
33.9375
4
SOC71
C C C C C
31.0500
4
SOC72
30.2375
4
NC82
29.8750
4
NC81
D
22.8000
4
OC81
E
21.3125
4
OC82
115
Lampiran 8 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter total karotenoid Total Karotenoid (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
6
35182.30887
5863.71815
528.79
<.0001
Error
21
232.86879
11.08899
Corrected Total
27
35415.17766
Source
DF
Model
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.993425
0.803988
3.330013
414.1871
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
35182.30887
5863.71815
528.79
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
35182.30887
5863.71815
528.79
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 11.08899 Number of Means Critical Range
2 4.897
3 5.141
4 5.297
5 5.406
6 5.486
7 5.548
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
460.797
4
OC81
B
454.334
4
NC81
C
439.493
4
OC82
D
410.528
4
NC82
E
392.814
4
SOC81
F
378.213
4
SOC71
G
363.132
4
SOC72
116
Lanjutan Total Karotenoid (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
33443.45485
5573.90914
603.66
<.0001
193.90452
9.23355
Source
DF
Model
6
Error
21
Corrected Total
27
33637.35937
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.994235
0.754325
3.038675
402.8339
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
33443.45485
5573.90914
603.66
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
33443.45485
5573.90914
603.66
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 9.233549 Number of Means Critical Range
2 4.468
3 4.691
4 4.833
5 4.933
6 5.006
7 5.063
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
449.786
4
NC81
B
444.041
4
OC81
C
425.369
4
OC82
D
395.926
4
NC82
E
381.324
4
SOC81
F
366.962
4
SOC71
G
356.429
4
SOC72
117
Lampiran 9 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter solid fat content (SFC) SFC suhu 10 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
440.6037214
73.4339536
71.29
<.0001
21
21.6317750
1.0300845
27
462.2354964
Source
DF
Model
6
Error Corrected Total
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.953202
2.406210
1.014931
42.17964
Source
DF
perlakuan
6
Source
DF 6
perlakuan
Type I SS
Mean Square
F Value
73.4339536
71.29
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
440.6037214
73.4339536
71.29
<.0001
440.6037214
Pr > F <.0001
suhu 10(b) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 1.030085 Number of Means Critical Range
2 1.492
3 1.567
4 1.614
5 1.648
6 1.672
7 1.691
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A
46.8975
4
SOC81
46.4725
4
SOC71
45.7825
4
SOC72
B
42.4250
4
NC81
C C C C C
38.4150
4
NC82
38.3025
4
OC82
36.9625
4
OC81
118
Lanjutan SFC suhu 10 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Model
6
Error
21
55.183200
Corrected Total
27
1092.955943
Source perlakuan Source perlakuan
Squares 1037.772743
Sum of Mean Square
F Value
172.962124
65.82
Pr > F <.0001
2.627771
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.949510
4.849266
1.621040
33.42857
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
1037.772743
172.962124
65.82
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
1037.772743
172.962124
65.82
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 2.627771 Number of Means Critical Range
2 2.384
3 2.503
4 2.578
5 2.631
6 2.671
7 2.701
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A
41.168
4
SOC72
40.278
4
SOC81
38.250
4
SOC71
C C C
31.640
4
NC82
31.445
4
NC81
D D D
25.658
4
OC82
25.563
4
OC81
B B B
119
Lanjutan SFC suhu 20 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
2134.130643
355.688440
26.25
<.0001
Error
21
284.547025
13.549858
Corrected Total
27
2418.677668
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.882354
18.87803
3.681013
19.49893
Source
DF
perlakuan
6
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
2134.130643
355.688440
26.25
<.0001
perlakuan
Type I SS 2134.130643
Mean Square
F Value
355.688440
26.25
Pr > F <.0001
suhu 20 (b) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 13.54986 Number of Means Critical Range
2 5.413
3 5.683
4 5.855
5 5.975
6 6.065
7 6.133
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
36.370
4
SOC81
B B B B B
23.523
4
SOC72
23.455
4
SOC71
18.143
4
NC81
16.118
4
NC82
10.315
4
OC81
8.570
4
OC82
C C C
D D D
120
Lanjutan SFC suhu 20 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
1161.160250
193.526708
34.22
<.0001
Error
21
118.771450
5.655783
Source
Corrected Total
Source
27
1279.931700
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.907205
10.24419
2.378189
23.21500
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan
6
1161.160250
193.526708
34.22
<.0001
Source
DF
perlakuan
6
Type III SS 1161.160250
Mean Square
F Value
193.526708
34.22
Pr > F <.0001
suhu 20 (e) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 5.655783 Number of Means Critical Range
2 3.497
3 3.671
4 3.783
5 3.860
6 3.918
7 3.962
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
34.380
4
SOC81
B B B
28.525
4
SOC71
26.940
4
SOC72
C C C
20.998
4
NC81
19.755
4
NC82
E E E
16.735
4
OC81
15.173
4
OC82
D D D
121
Lanjutan SFC suhu 25 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
1218.922071
203.153679
230.21
<.0001
18.531600
0.882457
Source
DF
Model
6
Error
21
Corrected Total
27
1237.453671
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.985024
6.595861
0.939392
14.24214
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
1218.922071
203.153679
230.21
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
1218.922071
203.153679
230.21
<.0001
suhu 25 (b) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.882457 Number of Means Critical Range
2 1.381
3 1.450
4 1.494
5 1.525
6 1.548
7 1.565
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
22.6200
4
SOC81
B B B
20.4575
4
SOC71
20.1325
4
SOC72
C C C
13.1500
4
NC81
12.4875
4
NC82
D
6.2650
4
OC81
E
4.5825
4
OC82
122
Lanjutan SFC suhu 25 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
528.3420429
88.0570071
17.99
<.0001
Error
21
102.7770250
4.8941440
Corrected Total
27
631.1190679
Source
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.837151
13.42310
2.212271
16.48107
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
528.3420429
88.0570071
17.99
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
528.3420429
88.0570071
17.99
<.0001
suhu 25 (e) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 4.894144 Number of Means Critical Range
2 3.253
3 3.415
4 3.519
5 3.591
6 3.645
7 3.686
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A
23.120
4
SOC71
21.400
4
SOC81
18.528
4
SOC72
C C C C C
15.025
4
NC81
14.615
4
NC82
12.103
4
OC81
10.578
4
OC82
B B B
D D D
123
Lanjutan SFC suhu 30 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
689.4242152
114.9040359
261.12
<.0001
Error
21
9.2410257
0.4400488
Corrected Total
27
698.6652410
Source
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.986773
6.892812
0.663362
9.623964
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
689.4242152
114.9040359
261.12
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
689.4242152
114.9040359
261.12
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.440049 Number of Means Critical Range
2 0.975
3 1.024
4 1.055
5 1.077
6 1.093
7 1.105
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
16.1353
4
SOC81
B B B
14.1825
4
SOC71
14.1125
4
SOC72
C C C
8.4575
4
NC82
8.2975
4
NC81
D
3.6200
4
OC81
E
2.5625
4
OC82
124
Lanjutan SFC suhu 30 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
175.9305929
29.3217655
32.50
<.0001
Error
21
18.9439500
0.9020929
Corrected Total
27
194.8745429
Source
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.902789
9.670545
0.949786
9.821429
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
175.9305929
29.3217655
32.50
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
175.9305929
29.3217655
32.50
<.0001
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.902093 Number of Means Critical Range
2 1.397
3 1.466
4 1.511
5 1.542
6 1.565
7 1.582
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
13.6925
4
SOC81
B B B
11.8075
4
SOC72
11.4000
4
SOC71
C C C
9.4800
4
NC81
9.2400
4
NC82
D D D
7.2350
4
OC81
5.8950
4
OC82
125
Lanjutan SFC suhu 35 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value 142.14
Model
6
431.0699929
71.8449988
Error
21
10.6142750
0.5054417
Corrected Total
27
441.6842679
Source perlakuan Source perlakuan
Pr > F <.0001
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.975969
9.433884
0.710944
7.536071
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
431.0699929
71.8449988
142.14
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
431.0699929
71.8449988
142.14
<.0001
suhu 35 (b) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.505442 Number of Means Critical Range
2 1.045
3 1.098
4 1.131
5 1.154
6 1.171
7 1.184
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
12.5925
4
SOC81
B B B
11.2775
4
SOC71
11.2325
4
SOC72
C C C
6.7125
4
NC82
5.9425
4
NC81
D D D
3.0200
4
OC81
1.9750
4
OC82
126
Lanjutan SFC suhu 35 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
86.2017000
14.3669500
16.22
<.0001
Error
21
18.6027000
0.8858429
Corrected Total
27
104.8044000
Source
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.822501
14.66032
0.941192
6.420000
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
86.20170000
14.36695000
16.22
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
86.20170000
14.36695000
16.22
<.0001
suhu 35(e) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.885843 Number of Means Critical Range
2 1.384
3 1.453
4 1.497
5 1.528
6 1.551
7 1.568
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A
9.4475
4
SOC81
8.4100
4
SOC71
B B B B B B B
6.4975
4
SOC72
5.8925
4
NC81
5.5800
4
NC82
5.0500
4
OC81
4.0625
4
OC82
C C C
127
Lanjutan SFC suhu 40 °C (bahan baku) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
178.3612714
29.7268786
31.96
<.0001
Error
21
19.5296250
0.9299821
Corrected Total
27
197.8908964
Source
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.901311
16.96210
0.964356
5.685357
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
178.3612714
29.7268786
31.96
<.0001
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
178.3612714
29.7268786
31.96
<.0001
suhu 40 (b) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 0.929982 Number of Means Critical Range
2 1.418
3 1.489
4 1.534
5 1.565
6 1.589
7 1.607
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A
9.1275
4
SOC81
8.2900
4
SOC71
8.1175
4
SOC72
B B B B B
4.3225
4
NC82
4.1050
4
NC81
3.3450
4
OC81
2.4900
4
OC82
C C C
128
Lanjutan SFC suhu 40 °C (produk) The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
Values
7
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81
Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
Sum of Mean Square
F Value
Pr > F
30.47314286
5.07885714
3.82
0.0099
27.94692500
1.33080595
DF
Squares
Model
6
Error
21
Corrected Total
27
58.42006786
Source perlakuan Source perlakuan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.521621
25.72756
1.153606
4.483929
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
30.47314286
5.07885714
3.82
0.0099
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
6
30.47314286
5.07885714
3.82
0.0099
suhu 40 (e) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 21 Error Mean Square 1.330806 Number of Means Critical Range
2 1.696
3 1.781
4 1.835
5 1.873
6 1.901
7 1.922
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A
6.5150
4
SOC81
5.5675
4
SOC71
C C C C C C C C C
4.3250
4
SOC72
3.9000
4
NC81
3.8575
4
OC81
3.7475
4
NC82
3.4750
4
OC82
B B B B B B B B B
129