INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 22 JAKARTA: PERAN SELF EFFICACY, LoC, RISK TAKING BEHAVIOR, EQ, DAN AQ Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : Teddy Djuliarki Kurniawan NIM : 107070002604
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1433H/2011
i
INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 22 JAKARTA: PERAN SELF EFFICACY, LoC, RISK TAKING BEHAVIOR, EQ, DAN AQ Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : TEDDY DJULIARKI KURNIAWAN NIM : 107070002604
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Miftahuddin, M.Si NIP. 19730317 200604 1001
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433H/2011
ii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 22 JAKARTA: PERAN SELF EFFICACY, LoC, RISK TAKING BEHAVIOR, EQ, DAN AQ” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 08 Desember 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/Pembimbing I/Ketua
Pembantu Dekan/Sekretaris
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2 001
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522 Anggota :
Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi NIDN. 031 505 4701
Yunita Faela Nisa, M.Psi. Psi NIP. 15036 8748
Miftahuddin, M.Si NIP. 19730317 200604 1001
iii
PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Teddy Djuliarki Kurniawan NIM : 107070002604 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 22 JAKARTA: PERAN SELF EFFICACY, LoC, RISK TAKING BEHAVIOR, EQ, DAN AQ adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undangundang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 08 Desember 2011 Yang Menyatakan
Teddy Djuliarki Kurniawan NIM 107070002604
iv
MOTTO
“ Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya”
“i am not a good guy but i’ll try to become a good guy and do good things, so.. i‘ll do MY BEST for YOU” (Teddy Dj”Arky” K)
v
PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan karena –Nya, untuk semua (orang tuaku, my brothers n my big family) serta masa depanku.
...there’s a will.. ,,there’s a wish.. .,there’s a way...
Dari semua kata sedih yang terucap atau tertulis.... Kata-kata yang paling menyedihkan adalah,“seandainya dulu.......” (Whittier & Muller, 1856)
vi
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) Desember 2011 (C) Teddy Djuliarki Kurniawan (D) Intensi Berwirausaha Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta: Peran self efficacy, locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient (E) xvii + 170 halaman (termasuk lampiran) (F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran self efficacy, locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 22 Jakarta. Intensi berwirausaha merupakan prediktor terbaik dalam menggambarkan kemunculan perilaku berwirausaha di masa depan. Dalam memunculkan intensi berwirausaha, siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor psikologis, demografis dan lingkungan. Faktor-faktor psikologis merupakan faktor internal seseorang yang mempengaruhi munculnya intensi berwirausaha. Diduga faktor psikologis seperti self efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient memiliki peran dalam mempengaruhi intensi berwirausaha siswa, dikarenakan faktor-faktor psikologis tersebut merupakan latar belakang dari munculnya intensi berwirausaha pada seseorang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta, dimana populasinya berjumlah 714 siswa dengan jumlah sampel yang diambil 184 siswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik probability sampling dengan stratified random sampling.
Disebut
probability
sampling
karena
menggunakan
sampel
berdasarkan tujuan yang akan digunakan. Artinya teknik ini memungkinkan peneliti memilih semua anggota sampel yang ada. Sedangkan untuk instrumen
vii
pengumpulan
data,
digunakan
skala intensi
berwirausaha,
yaitu
(The
Entrepreneurial Intention Questionary / EIQ), self efficacy scale (SES), multidimensional locus of control scales (MLCS), risk taking behavior (DOSPERT), emotional quotient, dan adversity quotient (ARP). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 16. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan LISREL 8.7
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0,441 hal ini berarti 44,1% variabel intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variasi dari ke enam variable, yaitu self efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient dengan indeks signifikansi sebesar 0,000 yang berarti P<0,05. Sehingga hipotesis mayor (H1) yang menyatakan ada pengaruh self efficacy, locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa diterima. Berdasarkan koefisien regresi dari masingmasing independen variabel, terdapat dua variabel yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha, sehingga hipotesis minor (H2) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari self efficacy terhadap intensi berwirausaha diterima dan hipotesis minor (H7) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari adversity quotient terhadap intensi berwirausaha diterima. Hal ini disebabkan self efficacy dan adversity quotient memiliki pengaruh secara signifikan. Sedangkan empat variabel lainnya tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha, sehingga hipotesis minor (H3,H4,H5,H6) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari masing-masing independen variabel terhadap intensi berwirausaha ditolak. Hal ini disebabkan keempat independen variabel tersebut tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
viii
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan informasi positif bagi mahasiswa dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini. Walaupun dalam hasil penelitian ini terdapat beberapa variabel yang menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa, namun masih terdapat dua variabel lainnya yang mempengaruhi intensi berwirausaha siswa. Intensi berwirausaha merupakan awal dari munculnya perilaku berwirausaha, untuk itulah pentingnya meningkatkan faktor-faktor psikologis lainnya yang belum ada dalam penelitian ini, seperti sikap, motivasi, value, pengalaman kerja, kemampuan kewirausahaan, dan faktor demografi, karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun menentukan kemunculan dari intensi berwirausaha. (G) Bahan Bacaan 35 (1975-2011) : 16 buku, 11 jurnal, 7 website, 1 modul.
ix
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahiim Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah Swt, hanya dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan serta kebaikan dan diraih segala macam kesuksesan. Dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah maupun yang akan diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Rasulullah Muhammad Saw, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, beserta keluarga, sahabat, tabi, tabi’in, dan seluruh umatnya yang setia. Tentunya dalam proses terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak luput dari arahan, bimbingan, semangat, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, pembimbing I, atas waktu luang, bimbingan, arahan, kesabaran, koreksi, saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi. 2. Miftahuddin, M.Si, pembimbing II, atas kesabaran, pengertian, perhatian, keramahan, bimbingannya, motivasi serta koreksi yang membuat semangat dan melihat secercah cahaya dalam menyelesaikan skripsi. 3. M. Avicenna, M.H, Psy. Dosen pembimbing akademik, atas dukungan dan keramahannya yang tidak pernah berhenti untuk selalu membuat penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Sofiandy Zakaria, Drs, M.Psi dan Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi. Penguji I dan II atas pengertian dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan arahan demi kesempurnaan skripsi. 5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. 6. Staf bagian Akademik, Umum, Keuangan dan perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu kelancaran secara administratif bagi peneliti. 7. Kepala sekolah SMKN 22 Jakata, Amron, Drs, M.M atas keramahan dan ijin penelitian yang telah diberikan serta Wakasek bidang kurikulum Renny R, Dra. yang telah membantu dalam memperlancar penelitian tersebut. Peneliti merasa sangat terbantu dengan kebaikan keluarga besar SMKN 22 Jakarta. 8. Mama dan Ayah yang sangat penulis cintai, atas kesabaran, kasih sayang, pengertian, doa yang tidak pernah berhenti, serta dukungan baik materi, moral
x
dan tenaga, walau kata-kata kalian jarang terdengar untuk menyemangati tapi peneliti yakin, dibalik itu doa kalian selalu terpanjatkan untuk kesuksesan peneliti. 9. Kakak dan adikku di rumah, 4T (Qiyai Tyas, Tahmi, dan Taufik) atas candaan yang membuat semangat untuk menyelesaikan skripsi. 10. Herlina Pratami (UNJ), Hasty Fajri dan ibu Tuti (STEKPI), terima kasih banyak atas bantuan kalian dalam proses mendapatkan data sehingga penulis merasa bersemangat dan mampu dalam menyelesaikan skripsi tepat waktu. Maaf juga telah merepotkan kalian. Summimasen. 11. DeeDee, pengalaman mengenalmu selalu ada. Banyak hal yang bisa dipelajari darimu. U’re the best spirit that i’ve ever had, Thank you so much. 12. Semua teman seperjuangan skripsi (pulengbeknilminayrenankahandimdll), semoga kebersamaan kita disaat melalui masa-masa skripsi dapat menuai kenangan indah yang tidak terlupakan. Tetap semangat dan bermanfaat. 13. Ka Adiyo, ka Savinaz, ka Sarah, dan kaka-kaka yang lainnya, yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan keberkahan pada ilmu kalian. 14. Imam, Adit, pipit n temennya mereka, terima kasih atas kehadirannya, semangat kalian dari belakang saat sidang merupakan semangat luar biasa. 15. Sahabat-sahabat LDK Syahid dan Komda Psikologi, semangat, kebaikan, kebersamaan, dan pengalaman bersama kalian merupakan kebaikan untuk semua yang tak mungkin terlupakan. Pengalaman ada guru yang terbaik dan kalian adalah pengalaman terbaik. We’re the best.. 16. Teman-teman TC dan CPA yang juga telah banyak memberikan pengalaman dan pembelajaran berorganisasi. Tetap semangat. 17. Ka Deas, ka Al, ka Hari, ka Dim, dan bang Jarwo, terima kasih atas waktu, ilmu, tenaga, bahkan pinjaman bukunya dan kesediaannya dalam mendukung kelancaran proses penyelesaian skripsi. 18. Sahabat-sahabat Kelas B ”The One” Fakultas Psikologi 2007 Reguler, atas kebersamaan, keceriaan, kebanggaan dan semangat yang indah dimasa-masa kuliah bersama. Kalian baik semua (jadi bingung mau nulis nama siapa). Tetap semangat kawan-kawan. I’m gonna miss u all.. Akhirnya penulis memohon kepada Rabb Pencipta Semesta Alam agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak di balas oleh Allah Swt dengan sebaik-baiknya balasan. Amin.
Jakarta, 08 Desember 2011
Teddy Djuliarki Kurniawan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii MOTTO ...................................................................................................................... v PERSEMBAHAN....................................................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................................. vii KATA PENGANTAR.................................................................................................. x DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii
BAB 1
PENDAHULUAN ................................................................................ 1-16 1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1 1.2. Rumusan dan Batasan Masalah.......................................................... 12 1.2.1. Rumusan Masalah ................................................................... 12 1.2.2. Batasan Masalah ...................................................................... 13 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 14 1.3.1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 14 1.3.2. Manfaat Penelitian................................................................... 14 1.3.2.1. Manfaat Teoritis ......................................................... 14 1.3.2.2. Manfaat Praktis .......................................................... 14 1.4. Sistematika Penulisan ........................................................................ 15
BAB 2
LANDASAN TEORI.......................................................................... 17-58 2.1. Intensi Berwirausaha.......................................................................... 17 2.1.1. Definisi Intensi ........................................................................ 17 2.1.2. Teori Mengenai Intensi ............................................................ 19 2.1.3. Komponen Intensi ................................................................... 20 2.1.4. Determinan Intensi .................................................................. 20 2.1.5. Definisi Kerwirausahaan ......................................................... 22 2.1.6. Karakteristik Kerwirausahaan ................................................. 24 2.1.7. Definisi Intensi Berwirausaha ................................................. 26
xii
2.1.8. Indikasi dari Intensi Berwirausaha .......................................... 27 2.1.9. Alat Ukur Intensi Berwirausaha .............................................. 27 2.2. Self Efficacy........................................................................................ 30 2.2.1. Definisi Self Efficacy ............................................................... 30 2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy.................... 31 2.2.3. Dimensi-dimensi Self Efficacy ................................................ 33 2.2.4. Alat Ukur Self Efficacy ............................................................ 34 2.3. Locus of Control................................................................................. 34 2.3.1. Definisi Locus of Control ........................................................ 35 2.3.2. Aspek-aspek Locus of Control................................................. 35 2.3.3. Dimensi Locus of Control........................................................ 36 2.3.4. Karakteristik Locus of Control ................................................ 37 2.3.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Locus of Control.............. 38 2.3.6. Alat Ukur Locus of Control ..................................................... 39 2.4. Adversity Quotient.............................................................................. 40 2.4.1. Definisi Adversity Quotient ..................................................... 40 2.4.2. Bentuk-bentuk Adversity Quotient .......................................... 41 2.4.3. Dimensi Adversity Quotient .................................................... 41 2.4.4. Jenis-jenis Karakteristik Manusia............................................ 42 2.4.5. Alat Ukur Adversity Quotient .................................................. 44 2.5. Emotional Quotient ............................................................................ 44 2.5.1. Definisi Emotional Quotient.................................................... 44 2.5.2. Indikator Emotional Quotient.................................................. 46 2.5.3. Alat Ukur Emotional Quotient................................................. 49 2.6. Risk Taking ......................................................................................... 50 2.6.1. Definisi Risk Taking................................................................. 50 2.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risk Taking ...................... 51 2.6.3. Karakteristik Situasi yang Mempengaruhi Risk Taking .......... 52 2.6.4. Dimensi Risk Taking ................................................................ 52 2.6.5. Alat Ukur Risk Taking.............................................................. 53 2.7. Kerangka Berpikir Penelitian............................................................. 54 2.8. Hipotesis Penelitian............................................................................ 57 BAB 3
METODE PENELITIAN ................................................................. 59-92 3.1. Populasi dan Sampel .......................................................................... 59 3.2. Variabel Penelitian ............................................................................ 60 3.3. Definisi Operasional Variabel ........................................................... 60 3.4. Instrumen Pengumpulkan Data ......................................................... 62 3.5. Prosedur Pengujian Alat Ukur............................................................ 68 3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur.................................... 68 3.5.2 Uji Hipotesis ............................................................................. 89
xiii
BAB 4
METODE PENELITIAN ................................................................ 93-108 4.1. Analisis Deskriptif.............................................................................. 93 4.2. Uji Hipotesis ................................................................................... 101 4.2.1 Pengujian Hipotesis mayor dan Minor.................................... 108 4.2.2 Analisis Proporsi Varian Pada Masing-Masing Independent Variabel............................................................... 104
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .................................... 109-122 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 109 5.1. Diskusi ..............................................................................................110 5.2. Saran..................................................................................................118 5.1. Saran metodologis.......................................................................118 5.2. Saran praktis............................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 123-125 LAMPIRAN ............................................................................................................ 126
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel skoring dan interpretasi alat ukur EIQ, SES, dan MLCS
Tabel 3.2
Blue print Multidimension Locus of Control (MLCS)
Tabel 3.3
Blue print Emotional Intelligence
Tabel 3.4
Blur Print skoring Emotional Intelligence
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item EIQ untuk Intensi Berwirausaha
Tabel 3.6
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Intensi Berwirausaha
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item untuk self efficacy
Table 3.8
Muatan Faktor Item untuk external locus of control
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item untuk internal locus of control
Table 3.10
Muatan Faktor Item untuk risk taking
Table 3.11
Muatan Faktor Item untuk emotional quotient
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item untuk adversity quotient control
Table 3.13
Muatan Faktor Item untuk adversity quotient origin & ownership
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item untuk adversity quotient reach
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item untuk adversity quotient endurance
Tabel 4.1
Distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3
Distribusi populasi penelitian berdasarkan program keahlian
Tabel 4.4
Distribusi sampel penelitian berdasarkan program keahlian
Tabel 4.5
Distribusi populasi penelitian berdasarkan tingkatan kelas
Tabel 4.6
Distribusi sampel penelitian berdasarkan tingkatan kelas
Tabel 4.7
Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis pekerjaan orang tua siswa
Tabel 4.8
Uji Beda Intensi Berwirausaha
Tabel 4.9
Tabel Anova
xv
Table 4.10
Model Summary
Tabel 4.11
Koefisien Regresi
Table 4.12
Proporsi varian oleh masing-Masing Independen Variabel
Skema 2.7.1
Skema Kerangka Berpikir Penelitian
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Ijin Penelitian ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 22 Negeri Jakarta
Lampiran 2
Blue Print Alat Ukur Penelitian
Lampiran 3
Output Confirmatory Factor Analisis (CFA) tiap-tiap skala penelitian
Lampiran 4
Analisis Faktor Konfirmatorik untuk masing-masing Variabel
Lampiran 5
Output SPSS Analisis Regresi Ganda
Lampiran 6
Output SPSS Uji Beda Faktor Demografi
xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini peneliti akan memaparkan beberapa hal, yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomi di Indonesia tahun 2010 mengalami kenaikan sekitar 5,5 persen (Darmawan, 2010). Badan Pusat Statistik Nasional mencatat bahwa perekonomian Indonesia pada Triwulan II tumbuh sebesar 6,5 persen (BPS, 2011). Hal tersebut berdampak baik bagi iklim perekonomian di Indonesia. Pemerintah berharap hal tersebut dapat membantu dalam mengurangi jumlah pengangguran, seperti dikatakan Menteri Perindustrian, M. S. Hidayat (2011) bahwa tingkat pengangguran terus akan mengalami penurunan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 6,80 persen atau sebanyak 8,12 juta orang. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi Februari 2010 sebesar 7,41 persen. Namun Ekonom International Center for Applied Finance and Economic (Inter Cafe) Imam Sugema mengatakan, tingkat pengangguran dan kemiskinan memang cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, penurunan tersebut masih menunjukkan tren yang sangat lambat (Satriani dan Wahyu, 2009). Dengan demikian, jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi saja belumlah menjadi suatu jalan keluar yang tepat dan efektif bagi 1
2
perbaikan
perekonomian
khususnya
dalam
permasalahan
pengurangan
pengangguran di Indonesia. Seperti yang telah diketahui bahwa perekonomian di dunia tidaklah selamanya stabil dan akan selalu terjadi fluktuasi setiap saatnya. Permasalahan pengangguran perlu dengan segera dicarikan solusi yang tepat tanpa harus bergantung dengan pertumbuhan perekonomian saja, karena jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif dalam sosial masyarakat, seperti ketentraman keluarga terganggu, peningkatan tindakan kriminal dan masalah tekanan jiwa dan keyakinan diri pada masyarakat (Yanuar, 2010). Tindakan bunuh diri yang diakibatkan depresi karena sudah lama menganggur merupakan salah satu contohnya, seperti yang diungkapkan oleh Kapolsek Kebayoran Baru AKBP Irsan, Selasa (2010). Tindakan bunuh diri dilakukan oleh seorang pria dengan inisial A.S (45 tahun) yang diduga karena tekanan ekonomi dan sudah lama tidak bekerja. Ia melompat dari lantai VI, di salah satu Mall di Jakarta Selatan. Penyebab lain lambatnya penurunan jumlah pengangguran dikarenakan rendahnya daya serap industri serta semakin sempitnya lapangan pekerjaan, ditambah lagi tingginya jumlah siswa yang lulus setiap tahunnya. Data dari Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa setiap tahunnya tidak kurang dari 1.450.498 siswa SMA/SMK yang lulus (Djumena, 2009), belum lagi ditambah jumlah mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi. Hal tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dengan daya serap tenaga kerja.
3
Berdasarkan data yang didapatkan, saat ini sebagian besar pengangguran terbuka didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 12,17%, kemudian lulusan Diploma dengan 11,59%, selanjutnya sebanyak 10% oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), diikuti Perguruan Tinggi sebanyak 9,95%, Sekolah Menengah Pertama 7,83%, dan Sekolah Dasar (SD) 3,37% (BPS, 2011). Sangat disayangkan jika para pelajar yang telah mendapatkan pendidikan yang cukup memadai namun pada akhirnya hanya menjadi pengangguran, terutama siswa lulusan SMK yang saat ini menjadi penyumbang terbesar ketiga pengangguran yang saat ini telah mencapai 8,12 juta orang pada Februari 2011 (BPS, 2011). Padahal SMK merupakan sekolah yang memiliki kurikulum serta program pendidikan yang terfokus pada pembekalan keterampilan guna mempersiapkan siswanya untuk siap turun dan bersaing di dunia kerja setelah lulus sekolah nantinya, karena pada dasarnya setiap siswa telah dibekali dengan berbagai macam keahlian, seperti SMKN 22 Jakarta yang memiliki 4 program keahlian atau jurusan, yaitu Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Penjualan, dan Teknik Komputer dan Jaringan. Terlebih sejak tahun 1994 pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional mulai menerapkan standarisasi kurikulum pada seluruh SMK, yaitu kewajiban mengajarkan mata pelajaran kewirausahaan pada siswanya (Depdiknas, 2011). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 yang terletak di Condet, Jakarta Timur juga menerapkan kebijakan tersebut dengan memberikan pengajaran mengenai kewirausahaan dari sejak kelas 1 sampai kelas 3 yang berjumlah sekitar 714 orang, dimana siswa tersebut berasal dari keadaan ekonomi yang cukup beragam. Dari pegawai negeri sipil, pegawai swasta,
4
wirausaha, hingga buruh. Dimana program ini diharapkan dapat menjadi tambahan skill bagi siswa setelah lulus nantinya. Di sekolah ini, siswa juga tidak hanya diajarkan secara teoritis saja, namun praktek langsung mengenai berwirausaha, seperti menjaga koperasi sekolah, toko foto copy, dan bahkan mini bank. Semua kegiatan tersebut diajarkan kepada mereka agar mereka dapat langsung merasakan bagaimana menjadi seorang wirausahwan. Hal tersebut sesuai dengan visi sekolah, yaitu menjadikan SMK Negeri 22 Jakarta berstandar Nasional untuk menghasilkan tamatan yang profesional, unggul dan mandiri (smkn22.ac.id). Dengan modal keterampilan dan pengetahuan yang didapatkan dari sekolah serta ditambah dengan pengetahuan kewirausahaan melalui pelajaran kewirausahaan yang telah masuk kedalam kurikulum sekolah seharusnya siswa SMK tidak hanya menjadi seorang pencari kerja, namun dapat menjadi seorang pembuka lapangan kerja atau seorang pengusaha. Dengan berwirausaha ia dapat mandiri dan bahkan membantu dalam membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Namun demikian keinginan atau intensi untuk berwirausaha yang muncul sejak dini merupakan tujuan utama dalam proses pembentukan wirausahawanwirausahawan baru. Oleh karena itu perlunya menumbuhkan semangat berwirausaha di antara para siswa agar mereka sejak dini menjadi paham dan memiliki semangat untuk berwirausaha. Semangat berwirausaha menurut usahawan Ciputra, dalam kuliah umum pelatihan kewirausahaan Ciputra Foundation di Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta tanggal 29 Oktober 2007, merupakan salah
5
satu instrumen efektif untuk menghapus kemiskinan dan ketertinggalan bangsa (dalam Setyorini, 2000). Hal ini telah terbukti pada negara maju, yaitu Amerika Serikat. Drucker (1996) menyatakan bahwa wirausaha merupakan penyumbang terbesar perekonomian di Amerika dan bukan perusahaan-perusahaan besar berteknologi tinggi, melainkan dunia wirausaha yang menciptakan ribuan lapangan kerja. McClelland (dalam Wijaya, 2008) juga menyatakan bahwa suatu negara akan maju jika terdapat enterpreneur sedikitnya sebanyak 2% dari jumlah penduduk. Data dari Global Enterpreneurship Monitor (GEM) pada tahun 2004 dan 2005 menunjukkan bahwa Singapura memiliki 7,2% entrepreneur dari jumlah penduduknya, China dan Jepang memiliki 10%, India 7% dan Amerika lebih dari itu, yaitu sebesar 11,5% (Smescoukm, 2010), bahkan Indonesia masih jauh tertinggal dengan Malaysia yang memiliki 3% pengusaha karena Indonesia hanya memiliki 0,18% pengusaha dari seluruh jumlah penduduknya. Dengan demikian dari penjelasan diatas, semakin menjelaskan pentingnya dalam meningkatkan jumlah pelaku wirausaha sebagai salah satu sarana yang efektif dan tepat dalam mengatasi permasalahan pengangguran. Bomer Pasaribu (CLDS, 2002), juga menyatakan bahwa salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran terdidik adalah menjadi seorang pengusaha. Mengingat jumlah pengangguran (pendidikan yang ditamatkan) yang jumlahnya tidak begitu sedikit, yaitu sekitar 6,80% lebih (BPS, 2011), maka sangat disayangkan jika potensi sumber daya manusia yang begitu besar tersebut tidak termaksimalkan dengan baik dan bijaksana.
6
Salah satu cara mengatasi pengangguran adalah dengan memperbanyak lapangan pekerjaan yang berarti perlu adanya peningkatkan jumlah pelaku wirausaha. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para pelajar merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman et al., 1997; Kourilsky dan Walstad, 1998). Menciptakan dan menjadikan seseorang wirausahawan bukanlah hal yang mudah, terlebih pada siswa SMK yang tergolong masih dalam usia remaja pertengahan (middle adolesence) dengan rentang usia 13 sampai 17 atau 18 tahun (Hurlock, 1980). Dimana pada usia ini remaja pertengahan memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah dapat memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, serta mempersiapkan diri untuk bekerja karena menjelang berakhirnya masa sekolah para remaja mulai mengkhawatirkan masa depan mereka (Hurlock, 1980). Pada masa ini juga remaja pertengahan berada dalam kondisi kebingungan dalam menentukan pilihan (Havigrust dan Garrison, 1991, Steinberg, 2002; Hurlock, 1980), karena pada masa ini merupakan tahap pencarian identitas bagi remaja (Erikson, 1968; dalam Papalia et. al,. 2008). Dengan kebingungannya dalam menentukan karier, seharusnya siswa SMK diuntungkan dengan mendapatkannya pengetahuan mengenai kewirausahaan yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam menentukan karier yang akan mereka pilih, terlebih didukung dengan iklim yang kondusif di negara ini untuk mendirikan usaha (Indarti dan Rostiani, 2008), diharapakan dapat menjadi peluang besar bagi siswa SMK untuk menjadi wirausahawan.
7
Dalam melakukan kegiatan berwirausaha terlebih dahulu harus ada keinginan dalam diri seseorang, karena dalam setiap perilaku atau perbuatan terlebih dahulu diawali oleh adanya keinginan. Keinginan ini oleh Fishbein dan Ajzen (1975) disebut dengan intensi, yaitu komponen dalam diri individu yang mangacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi diasumsikan dapat menangkap faktor-faktor yang memotivasi dan yang berdampak kuat pada tingkah laku. Sehingga intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo dan Wong, 2006; dalam Indarti & Rostiani, 2008). Intensi kewirausahaan juga dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukkan suatu usaha (Katz dan Gartner, 1988). Berdasarkan hasil penelitian lain oleh Krueger dan Carsrud (1993) bahwa intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan. Oleh karena itulah pentingnya mengetahui intensi dalam penelitian ini guna memprediksi perilaku yang akan muncul, seperti yang dijelaskan kembali oleh Fishbein dan Ajzen (1975) bahwa kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku dapat dijelaskan melalui konsep intensi. Dari penjelasan di atas maka dapat diasumsikan bahwa hal-hal yang mempengaruhi seseorang berwirausaha kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri individu. Begitu besar peran intensi berwirausaha khususnya dalam memprediksi suatu perilaku wirausaha. Tentu saja hal tersebut tidak terlepas juga dari faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya intensi berwirausaha. Baik itu faktor ekternal maupun faktor internal dari diri
8
setiap individu itu sendiri. Dalam penelitian ini faktor-faktor internal atau psikologis dalam individualah yang lebih difokuskan dalam mempengaruhi seseorang memiliki intensi kewirausahaan. Penelitian mengenai faktor-faktor psikologis yang berhubungan dengan intensi berwirausaha telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Indarti dan Kristiansen (2003), bahwa proses pembentukan Intensi berwirausaha melalui beberapa tahapan, yaitu need for achievement, self efficacy dan locus of control. Faktor psikologis seperti self efficacy (Wijaya, 2008; Ramayah & Harun, 2005; Zhao et al., 2005; Fitzsimmons & Douglas, 2006; Shook & Bratianu, 2008; Hmieleski & Corbett, 2006; Linan, 2008; Marco et al., 2006) juga diterangkan memiliki hubungan dengan Intensi berwirausaha. Setiap individu memiliki tingkat self efficacy atau penilaian terhadap kemampuannya sendiri dalam melakukan suatu hal yang berbeda-beda. Bandura (1986) dan Lent et al., (1994) dalam Boissin et al., (2009) mengungkapkan adanya hubungan antara self efficacy dan intensi berwirausaha dengan demikian persepsi diri dan kemampuan diri berperan dalam membangun intensi. Sehingga jika seseorang memiliki self efficacy yang tinggi maka orang tersebut memiliki tingkat intensi dalam melakukan sesuatu lebih tinggi dibandingkan lainnya dalam hal ini intensi berwirausahanya. Selanjutnya, hasil penelitian dari Indarti dan Kristiansen (2003) mengenai locus of control (Shaver dan Linda R Scott, 1991; Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004) juga memiliki hubungan yang siginifikan dengan Intensi berwirausaha. Locus of control sebagai keinginan yang tinggi untuk berhasil
9
dalam mencapai sesuatu membentuk kepercayaan diri dan pengendalian diri yang tinggi pada individu, maka dengan demikian apakah individu memiliki eksternal ataupun internal locus of control akan membuat individu berani mengambil keputusan serta resiko yang ada. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh siapapun, pasti akan mengandung resiko yang berbeda-beda. Resiko menurut British Medical Association (dalam Yates, 1994) diinterpretasikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak diharapkan atau yang tidak menyenangkan. Dalam penelitian fear of success dan risk taking pada wirausaha wanita Bali oleh Riyanti (2007), Yates (1994) menyatakan bahwa segala perilaku yang muncul ketika seseorang dihadapkan pada situasi resiko dapat dijelaskan dengan konsep perilaku pengambilan resiko atau risk taking behavior. Dalam literatur lainnya juga dijelaskan bahwa intensi berwirausaha dipengaruhi oleh risk taking (Stewart and Roth, 2001; Weber, Blais, & Betz, 2002; dalam Fini, unyears) Sehingga sikap individu yang mampu mentoleransi resiko (Zhao et al., 2005; Seagel et al., 2005) dan berani menghadapi rintangan dalam dunia usaha memiliki intensi untuk berwirausaha. Masih ada lagi faktor-faktor psikologis lainnya yang berhubungan dengan Intensi berwirausaha selain faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Goleman (2000) menyatakan untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses tidak semata memerlukan intelegensi (IQ) saja, namun dibutuhkan pula emotional quotient atau kecerdasan emosi.
10
Goleman (2000) menyatakan bahwa IQ saja tidak mampu menerangkan 75% keberhasilan-keberhasilan dalam pekerjaan, atau bahkan sampai 96%. Faktor yang paling menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja adalah faktor emotional quotient (Cooper dan Sawaf, 2000). Inti dari kewirausahaan menurut Drucker (1959, dalam Suryana, 2000) adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang. Zimmerer (1996:51) juga mengungkapkan bahwa kewirausahaan merupakan proses penerapan kreatifitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan mencari peluang yang dihadapi setiap orang dalam setiap hari. Chandra (2001, dalam Ifham, 2002) menyebutkan bahwa emosi dapat memicu kreatifitas dan inovasi. Tindakan inovatif memerlukan unsur baik kognitif maupun emosi. Bisa mempunyai wawasan kreatif merupakan unsur kognitif – tetapi untuk menyadari nilai-nilainya, menumbuhkannya, dan menerapkannya memerlukan kecakapan emosi seperti rasa percaya diri, inisiatif, ketekunan, dan kemampuan membujuk (Goleman, 1999). Sehingga seseorang yang benar-benar mengoptimalkan emotional quotient, akan lebih jeli dalam melihat peluang terlebih bagi seorang wirausaha. Selain emotional quotient, berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal manajemen dan kewirausahaan dengan judul penelitian hubungan adversity quotient dengan intensi berwirausaha, bahwa adversity quotient juga memiliki peranan dan juga hubungan yang penting dengan intensi berwirausaha (Wijaya, 2007).
11
Stoltz (2000) menyatakan bahwa seorang individu yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan diduga akan lebih mudah menjalani profesi sebagai seorang wirausahawan karena memiliki kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang. Hal tersebut juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2007), yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan intensi berwirausaha. Selain faktor-faktor psikologis di atas, masih terdapat banyak faktor lain yang juga begitu penting dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Dalam hal ini hasil penelitian dari Kristiansen (2003) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha. Faktor tersebut berupa faktor demografi diantara lain, yaitu latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua siswa, dan pengalaman kerja serta faktor eksternal lainnya. Salah satu faktor lainnya adalah pendidikan kewirausahaan, Hisrich dan Peters (1998) menyatakan bahwa pendidikan penting bagi wirausaha, tidak hanya gelar yang didapatkannya saja, namun pendidikan juga mempunyai peranan yang besar dalam membantu mengatasi masalah-masalah dalam bisnis seperti keputusan investasi dan sebagainya. Hasil penelitian menyebutkan bahwa 78,8% siswa SMK yang pada dasarnya telah mendapatkan pendidikan kewirausahaan memiliki intensi berwirausaha yang cukup tinggi dibandingkan dengan siswa SMA (Riyanti, 2007). Didukung dengan hasil penelitian oleh Kourilsky dan Walstad (1998, dalam Indarti dan Rostiani, 2008) bahwa pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk
12
menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang mendapat pendidikan kewirausahaan memiliki kemungkinan intensi berwirausaha yang lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, maka peneliti merasa penting untuk meneliti “Intensi Berwirausaha Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta: Peran Self Efficacy, Locus of Control, Risk Taking Behavior, Emotional Quotient, dan Adversity Quotient” sebagai judul penelitian. Namun pada penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada taraf intensi berwirausaha bukan pada perilaku wirausahanya.
1.2. Rumusan dan Batasan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Intensi berwirausaha merupakan hal yang penting dalam terwujudnya perilaku berwirausaha. Intensi berwirausaha pada siswa dapat muncul oleh banyak faktor. Namun karena keterbatasan waktu, dana serta tenaga yang dimilki peneliti, maka peneliti hanya merumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah ada pengaruh self efficacy terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
2.
Apakah ada pengaruh internal locus of control terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
13
3.
Apakah ada pengaruh external locus of control terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
4.
Apakah ada pengaruh risk taking behavior terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
5.
Apakah ada pengaruh emotional quotient terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
6.
Apakah ada pengaruh adversity quotient terhadap Intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta?
1.2.2. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam hal ini digunakan agar penelitian ini tidak membahas hal-hal yang diluar jangkauan peneliti, maka dibuat pembatasan masalah demi kemudahan penelitian kedepannya. Peneliti hanya membatasi penelitian pada variabel intensi bewirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta saja. Penelitian juga membatasi faktor-faktor lain yang berhubungan dengan intensi berwirausaha hanya pada faktor self efficacy, internal locus of control, eksternal locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient.
14
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar sumbangan variabel faktor self efficacy, internal locus of control, eksternal locus of control, risk taking, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta.
1.3.2.
Manfaat Penelitian
1.3.2.1. Manfaat Teoritis Harapan penulis manfaat dari penelitian ini agar dapat menambah serta mengembangkan khasanah keilmuan khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi dan umumnya dibidang yang menyangkut kewirausahaan di Indonesia. Serta mengubah khasanah keilmuan bagi siapa saja yang membaca secara umum sebagai pemikiran bagi penelitian selanjutnya.
1.3.2.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang berharga bagi setiap individu maupun institusi pendidikan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kewirausahaan
sehingga
para
lulusan
nantinya
jika
memiliki
peluang
berwirausaha tak akan ragu lagi untuk hidup mandiri dan menciptakan lapangan pekerjaan atau setidaknya keinginan untuk berwirausaha telah tertanam sejak dini hingga nantinya ketika terdapat peluang untuk berwirausaha maka keinginan
15
untuk berwirausaha dapat terwujudkan. Sehingga nantinya dapat menyerap banyak tenaga kerja baru yang berarti telah membantu pemerintah baik secara langsung maupun tidak dalam mengurangi jumlah pengangguran serta membangkitkan perekonomian bangsa kedepannya.
1.4. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American Psychology Association (APA) style. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut: BAB 1 : Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. BAB 2 : Landasan Teori Pada bab ini memuat tentang hal-hal mengenai teori-teori mengenai intensi berwirausaha; definisi intensi, teori mengenai intensi, komponen intensi,
determinan
intensi,
definisi
kewirausahaan,
karakteristik
kewirausahaan, definisi intensi berwirausaha, indikasi dari teori intensi berwirausaha;
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
intensi
berwirausaha, kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3 : Metode Penelitian Pada bab ini berisi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, dan prosedur pengujian alat ukur.
16
BAB 4 : Hasil Penelitian Merupakan presentasi dan analisis data yang berisi tentang analisa deskriptif, dan uji hipotesis. BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi dari penelitian dan juga menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Dalam bab dua ini, akan dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masingmasing variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang akan dibahas adalah mengenai teori-teori yang berkenaan dengan intensi yang dimulai dengan definisi intensi sendiri, perkembangan teori serta komponen intensi itu sendiri. Selanjutnya akan dibahas pula mengenai wirausaha, yang kemudian akan membentuk sebuah pengertian baru tentang intensi berwirausaha yang disimpulkan dari definisi intensi dan definisi wirausaha. Setelah itu peneliti akan membahas faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa. Peneliti juga memberikan pengertian tentang wirausaha yang merupakan objek dalam penelitian ini. Kerangka berpikir pun akan dibahas oleh peneliti karena kerangka berpikir ini merupakan alur pemikiran peneliti secara garis besar. Selanjutnya yang terakhir adalah hipotesis penelitian yang nantinya akan dibuktikan dalam penelitian ini.
2.1.
Intensi Berwirausaha
2.1.1. Definisi Intensi Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan definisi Intensi, sebagai berikut: “we have defined intention as a person’s location on a subjective probability dimention involving a relation between himself and some action. A behavioral
17
18
intention, therefore, refers to a person’s subjective probability that the will perform some behavior.” Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Fishbein dan Ajzen (1975) mengartikan intensi merupakan komponen dalam individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Pengertian tersebut menyatakan bahwa intensi merupakan faktor motifasional yang memiliki sebuah akibat pada perilaku; dengan mengindikasikan seberapa keras keinginan untuk mencoba; seberapa banyak berusaha dalam merencanakan yang semuanya bertujuan pada sebuah tingkah laku. Dalam sebuah penelitian, Bandura (1986; dalam Wijaya, 2007) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan keadaan tertentu di masa depan. Dari keseluruhan definisi-definisi diatas, itensi dapat diartikan sebagai seberapa besar keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan teori yang dijelaskan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang mengartikan intensi merupakan komponen dalam individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Hal tersebut dikarenakan teori ini telah banyak dipakai didalam setiap penelitian intensi dan peneliti lebih mudah menemukan sumbernya.
19
2.1.2. Teori Mengenai Intensi Teori intensi mengalami perkembangan, dimana pada awalnya hanya berisi mengenai Theory of Reasoned Action, kemudian teori tersebut berkembang menjadi Planned Behavior Theory. Berawal dari timbulnya kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat, yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul. Maka Fishbein dan Ajzen mengemukakan Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) dengan mencoba melihat anteseden perilaku volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri) (Ajzen, 1988). Berdasarkan Theory of Reasoned Action, suatu tingkah laku ditentukan oleh intensi berperilaku, dan intensi berperilaku ini dipengaruhi oleh dua faktor, yang satu bersifat personal yaitu sikap dan yang lain merefleksikan pengaruh sosial yang biasa disebut norma subjektif (Ajzen, 2005). Dari Theory of Reasoned Action tersebut, kemudian diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzen (1988). Modifikasi ini dinamakan teori perilaku terencana. Kerangka pemikiran teori ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah control volisional yang belum lengkap dalam teori terdahulu. Inti dari Theory of Planned Behavior tetap berada pada faktor intensi perilaku namun determinan intensi tidak hanya dua (sikap terhadap perilaku yang bersangkutan dan normanorma subjektif) melainkan tiga dengan diikutsertakannya aspek Perceived Behavioral Control (PBC). Dengan demikian intensi merupakan fungsi dari tiga determinan, yaitu bersifat personal, merefleksikan pengaruh sosial dan berhubungan dengan isu kontrol (Ajzen, 2005).
20
2.1.3. Komponen Intensi Di dalam pembentukan intensi Fishbein dan Ajzen (1975) mengemukakan bahwa terdapat empat elemen penting, yaitu: 1. Tingkah laku Mengukur sikap terhadap niat (intensi) menurut Fishbein dan Ajzen sama dengan mengukur perilaku itu sendiri. Karena menurut mereka, hubungan antara niat dan perilaku adalah paling dekat. Setiap perilaku bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat. 2. Situasi dimana tingkah laku dimunculkan Intensi untuk menampilkan sesuatu perilaku yang memungkinkan tampil pada situasi atau lokasi tertentu. 3. Waktu saat tingkah laku ditampilkan Intensi muncul pada waktu tertentu, pada periode khusus atau periode waktu tanpa batas (waktu yang akan datang). Sehingga untuk dapat meramalkan perilaku secara akurat, maka intensi berwirausaha dapat diuraikan melalui empat komponen intensi dimana intensi berwirausaha merupakan perilaku spesifik, dan berwirausaha adalah target objek dilakukannya perilaku. Sedangkan situasi dan waktu adalah saat dilakukannya perilaku. 4. Target objek; seperti berwirausaha.
2.1.4. Determinan Intensi Terbentuknya intensi dapat diterangkan dengan teori perilaku terencana yang mengasumsikan manusia selalu mempunyai tujuan dalam berperilaku (Fishbein & Ajzen, 1988). Secara umum, faktor anteseden intensi dapat diungkapkan melalui
21
Theory Planned of Behavior (TPB) yaitu keyakinan atau sikap berperilaku, norma subjektif dan kontrol perilaku. Teori ini menyebutkan bahwa intensi adalah fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu: a. Sikap, merupakan dasar bagi pembentukan intensi. Di dalam sikap terhadap perilaku terdapat dua aspek pokok, yaitu: keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya (Fishbein & Ajzen, 1988). b. Norma subjektif, yaitu keyakinan individu akan norma, orang sekitarnya dan motivasi individu untuk mengikuti norma tersebut. Di dalam norma subjektif terdapat dua aspek pokok, yaitu: keyakinan akan harapan, harapan norma referensi, merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu serta motivasi kesediaan individu untuk melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus berperilaku. c. Kontrol perilaku, yang merupakan dasar bagi pembentukkan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Kontrol perilaku yang dipersepsi merupakan persepsi terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempermudah atau mempersulit suatu
22
perilaku. Dalam beberapa penelitian kewirausahaan, kontrol perilaku dioperasionalkan dalam bentuk efikasi diri.
2.1.5. Definisi Kewirausahaan Kewirausahaan mulai dikenal secara populer pada awal abad ke-18. Pada tahun 1755, seorang Irlandia bernama Richard Cantillon yang berdiam di Perancis merupakan orang yang pertama yang menggunakan istilah “wirausaha” didalam bukunya Essai Sur la Nature du Commerce en Generale (terjemahan). Di dalam bukunya tersebut, ia menjelaskan bahwa wirausaha adalah seorang yang menanggung resiko. Pada awalnya, istilah wirausaha merupakan sebutan bagi para pedagang yang membeli barang kemudian menjualnya dengan harga yang tidak pasti. Namun istilah tersebut berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Schumpeter (1912) wirausaha tidak selalu berarti pedagang atau manajer, tetapi juga seorang unik yang memiliki keberanian dalam mengambil resiko dan memperkenalkan produk-produk inovatif serta teknologi baru ke dalam perekonomian. Sejalan dengan konsep kewirausahaan, Drucker (1994) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif
dan tindakan inovatif demi terciptanya
peluang. Secara luas definisi tersebut dikemukakan oleh Peter Hisrich (1995: 10) (dalam Suryana, 2007), yang mengatakan bahwa kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda untuk menghasilkan nilai dengan mencurahkan
23
waktu dan usaha, diikuti penggunaan uang, fisik, resiko, dan kemudian menghasilkan balas jasa berupa uang serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Banyak sekali definisi kewirausahaan karena wirausaha dapat dipandang dari berbagai sudut dan konteks, seperti dari sudut pandang ahli ekonomi, manajemen, pelaku bisnis, psikologi, dan pemodal (Suryana, 2007). Namun dalam hal ini, peneliti akan lebih mengacu pada pengertian atau definisi kewirausahaan dalam sudut pandang pelaku bisnis, karena dianggap lebih relevan dengan maksud dan tujuan penelitian ini. Menurut Scarborough dan Zimmerer (1993: 5), mengenai definisi wirausaha: “an entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on those opportunities”. Dalam definisi ini wirausaha adalah orang yang menciptakan suatu bisnis baru dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian dengan maksud untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengenali peluang dan mengkombinasikan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Dun Steinhoff dan John F. Burgess (1993: 35), pengusaha adalah orang yang mengorganisasikan, mengelola, dan berani menanggung risiko sebuah usaha atau perusahaan (a person who organizes, manages, and assumes the risk of a business or enterprise is an entrepriner).
24
Menurut Sri Edi Swasono (1978: 38), wirausaha adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha. Kewirausahaan juga didefinisikan sebagai nilai yang diperlukan untuk mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, dalam Suryana, 1997). Enterpreneurship atau kewirausahaan menurut Suryana (2007) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Dengan demikian, peneliti memilih teori yang dikemukakan oleh Scarborough dan Zimmerer (1993: 5) bahwa wirausaha adalah orang yang menciptakan suatu bisnis baru dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian dengan maksud untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengenali peluang dan mengkombinasikan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Definisi ini peneliti anggap lebih sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai wirausaha.
2.1.6. Karakteristik Kewirausahaan Dengan menggunakan gabungan pandangan dari Thomas dan McClelland (1961), Thomas F. Zimmerer (1996: 6-8) (dalam Suryana, 2001) memperluas karakteristik sikap dan perilaku wirausaha yang berhasil sebagai berikut: 1.
Commitment and Determination, yaitu memiliki komitmen dan tekad yang bulat untuk mencurahkan semua perhatian terhadap usaha. Sikap yang setengah hati mengakibatkan besarnya kemungkinan untuk gagal dalam berwirausaha.
25
2.
Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab dalam mengendalikan sumber daya yang digunakan
dan keberhasilan
berwirausaha, oleh karena itu wirausaha akan mawas diri secara internal. 3.
Opportunity obsession, yaitu berambisi untuk selalu mencari peluang. Keberhasilan wirausaha selalu diukur dengan keberhasilan untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan terjadi apabila terdapat peluang.
4.
Tolerance for risk, ambiguity, and uncertainty, yaitu tahan terhadap resiko dan ketidakpastian. Wirausaha harus belajar mengelola risiko dengan cara mentransfernya kepihak lain. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki toleransi terhadap pandangan yang berbeda dan ketidakpastian.
5.
Self confidence, yaitu percaya diri. Wirausaha cenderung optimis dan memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil.
6.
Creativity and flexibility, yaitu berdaya cipta dan luwes. Salah satu kunci penting adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan permintaan.
7.
Desire for immidiate feedback, yaitu selalu memerlukan umpan balik dengan segera. Wirausaha selalu ingin mengetahui hasil dari apa yang dikerjakannya. Oleh karena itu, dalam memperbaiki kinerjanya, wirausaha selalu memiliki kemampuan untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan belajar dari kegagalan.
8.
High level of energy, yaitu memiliki tingkat energi yang tinggi. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki daya juang yang lebih tinggi dibanding
26
kebanyakan orang, sehingga ia lebih suka kerja keras walaupun dalam waktu yang relatif lama. 9.
Motivation to excel, yaitu memiliki dorongan untuk selalu unggul. Wirausaha selalu ingin lebih unggul dan berhasil dalam mengerjakan apa yang dilakukannya dengan melebihi standar yang ada. Motivasi ini muncul dari dalam diri (internal) dan jarang dari faktor eksternal.
10. Orientation to the future, yaitu berorientasi pada masa depan. Untuk tumbuh dan berkembang, wirausaha selalu berpandangan jauh ke masa depan yang lebih baik. 11. Willingness to learn from failure, yaitu selalu belajar dari kegagalan. Wirausaha yang berhasil tidak pernah takut akan kegagalan. Ia selalu memfokuskan kemampuannya pada keberhasilan. 12. Leadership ability, yaitu kemampuan dalam kepemimpinan. Wirausaha yang berhasl memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh tanpa kekuatan serta harus memiliki taktik mediator dan negosiator daripada diktator.
2.1.7. Definisi Intensi Berwirausaha Intensi kewirausahaan menurut Katz dan Gartner (1988) dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Dalam hasil penelitian oleh Wijaya (2007) bahwa salah satu faktor wirausaha adalah adanya keinginan dan keinginan ini oleh Fishbein dan Ajzen (1975) disebut sebagai intensi yaitu komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu.
27
Berdasarkan hal diatas, maka peneliti mengambil kesimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah seberapa kuat keinginan atau niat seseorang dalam mencoba dan berusaha merencanakan untuk mencapai tujuan dalam pembentukan suatu usaha atau melakukan kegiatan wirausaha.
2.1.8. Indikasi dari Intensi Berwirausaha Indikasi intensi berwirausaha diambil dari Jean-Pierre Boissin et. al. (2009) dari Feisbein dan Ajzen (1988) adalah: a.
Seberapa keras seseorang mencoba berwirausaha.
b.
Seberapa banyak seseorang merencanakan untuk berwirausaha.
2.1.9. Alat Ukur Intensi Berwirausaha Model intensi berwirausaha merupakan hal yang cukup perlu untuk menganalisa intensi seseorang menjadi wirausahawan, oleh karena itu dibutuhkan alat ukur yang baik untuk mengukur intensi. Di dalam jurnal penelitian yang berjudul Student and entrepreneurship; a comparative study of France and USA, alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensi berwirausaha menggunakan adalah Entrepreneurial Intention Quesionnaire (EIQ) yang telah dikembangkan berdasarkan teori dan studi empirik. EIQ juga telah diuji ulang oleh peneliti lainnya, seperti Kolveired (1996), Kolvereid dan Isaksen (in press), Chen et al. (1998), Kickul dan Zaper (2000), Krueger et al. (2000) atau Veciana et al. (2005) yang secara hati-hati merevisi guna mengatasi diskrepansi yang mungkin muncul antara instrumen yang berbeda. Alat ukur ini memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi dengan nilai alpha cronbach 0.947.
28
Di dalam jurnal penelitian Gender effects on entrepreneurial intentions: a TPB multigroup analysis at factor and indicator level alat ukur untuk intensi berwirausaha menggunakan alat ukur yang dikembangkan sendiri berdasarkan teori perilaku berencana (perceived behavior control) milik Ajzen (1991) (Leroy et al., 2009). Alat ukur tersebut terdiri dari lima item dengan model skala Likert dengan rentang poin 1 ”sangat tidak setuju” sampai poin 5 “sangat setuju”. Sedangkan dalam jurnal penelitian conceptualizing academic-entrepreneurial intentions: An emperical test oleh Prodan dan Drnovsek (2010) alat ukur yang digunakan berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang setiap itemnya diambil serta dikombinasikan dari beberapa hasil peneliti lain. Penelitian ini terdiri dari enam buah item serta menggunakan skala Likert dengan rentang lima poin, dimana untuk setiap item memiliki pilihan jawaban pernyataan yang berbeda-beda. Item yang pertama diambil dari Chen et al., (1998) dengan skala “tidak tertarik sama sekali” sampai “sangat tertarik”. Item yang kedua juga diadaptasi dari item miliki Chen et al., (1998) dimana memilki pernyataan skala “tidak menentukan sama sekali” sampai “sangat menentukan”, untuk item yang ketiga memiliki pernyataan skala “sangat tidak setuju” sampai dengan “sangat setuju” yang diadaptasi dari Kassicieh et al., (1997), sedangkan item keempat dan kelima menggunakan rentangan skala yang menggunakan nilai, yaitu nilai 0% sampai 100% (Krueger et al., 2000), dan item yang keenam responden diminta untuk menuliskan aktifitas yang berhubungan dengan untuk memulai suatu bisnis sebanyak 14 aktifitas dimana item ini diadaptasi dari Gatewood et al., (1995).
29
Dalam penelitian sebelumnya, kuesioner dengan item tunggal juga telah digunakan pada penelitian terdahulu. Krueger et al. (2000), Peterman dan Kennedy (2003), Veciana et al. (2005) atau Kolvereid dan Isaksen (in press) pernah menggunakan alat ukur intensi berwirausaha dengan item tunggal. Namun, Nunnally (1978; dalam Linan dan Chen, 2006) menyebutkan bahwa alat ukur dengan banyak item lebih baik dibanding dengan item tunggal. Dari berbagai jenis alat ukur dan pendapat yang dikemukakan oleh beberpa
ahli,
maka
peneliti
menentukan
untuk
menggunakan
item
Entrepreneurial Intention Quesionnaire (EIQ) dengan jumlah item enam buah dan model pengisiannya menggunakan model skala likert dengan rentangan 7, dengan skala 1 menunjukkan “sangat tidak setuju” sampai dengan skala 7 yang menunjukkan “sangat setuju”. Peneliti menggunakan alat ukur ini karena peneliti menganggap alat ukur ini sudah cukup banyak digunakan oleh para peneliti sebelumnya serta mudah untuk diaplikasikan dilapangan, memiliki nilai alpha cronbach lebih tinggi dibanding alat ukur yang telah peneliti jelaskan sebelumnya serta lebih sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan. Namun demikian, karena alat ukur tersebut berasal dari tempat dengan budaya yang berbeda serta karakteristik sampel yang berbeda pula, maka perlu dilakukan adaptasi agar sesuai dengan kondisi dan karakteristik sampel yang akan peneliti gunakan.
30
2.2. Self Efficacy 2.2.1 Definisi Self Efficacy Self efficacy didefinisikan menurut Bandura (1977) adalah “as a person’s belief about their ability to organize and execute course of action necessary to achieve a goal” yang memiliki arti bahwa efikasi diri sebagai keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk mengatur dan menjalankan berbagai kegiatan yang sesuai guna mencapai sebuah tujuan. Dalam buku psikologi sosial diketahui bahwa efikasi diri, yakni ekspektasi tentang kemampuan kita untuk melakukan tugas tertentu (Bandura, 1986). Durkin menyatakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan individu dimana seseorang bisa melatih kontrol selama kejadian yang mempengaruhi kehidupannya (Bandura, 1986). Sedangkan Bandura (1977) dalam Baron and Byrne (1991) mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Menurut Bandura (1997), efikasi diri adalah penilaian tentang kemampuan seseorang untuk melaksanakan sebuah tugas dalam hal yang spesifik. Efikasi diri yakni sebuah rasa optimis mengenai kompetensi dan efektifitas dalam dirinya (Bandura et. al., 1999; Maddux and Gosselin, 2003). Self efficacy juga diartikan sebagai “Belief refer to the spesific expectations that we hold about our abilities to accomplish spesific task” (Bandura, 2006). Efikasi diri diartikan sebagai keyakinan terhadap harapan
31
spesifik yang kami pegang mengenai kemampuan kita untuk menyelesaikan tugas yang jelas. Bandura dan Wood (dalam Ghufron dan Rini, 2010) menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Bandura (1997) juga mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa efikasi diri adalah keyakinan didalam diri individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan dan menyelesaikan suatu tugas sehingga tercapai hasil yang diinginkan. Orang yang memiliki keyakinan tinggi terhadap kemampuannya akan memandang tugas sulit sebagai suatu tantangan yang harus dikuasai, bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Kesimpulan ini lebih mengarah ke teori dari Bandura dikarenakan teori tersebutlah yang lebih sesuai dan banyak digunakan oleh peneliti mengenai self efficacy.
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy Bandura
(2000:
212-213)
menyatakan
bahwa
ada
empat
mengembangkan suatu pemahaman yang kuat mengenai efikasi diri :
cara
untuk
32
1. Mastery experiences, hal ini menjelaskan bahwa kesuksesan dapat membangun kepercayaan terhadap kemanjuran seseorang, sedangkan kegagalan akan meruntuhkan kepercayaan terhadap kemanjurannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika seseorang meraih kesuksesan dengan cara yang mudah maka dia akan mudah terpukul karena kegagalan. Mengembangkan rasa tabah terhadap kemampuan diri memerlukan pengalaman dalam mengatasi berbagai hambatan melalui usaha yang tekun. 2. Social modeling atau vicarious learning, seseorang melihat orang lain seperti dirinya bisa meraih kesuksesan melalui usaha yang berkesinambungan, maka dia akan mempercayai bahwa dirinya juga memiliki kapasitas untuk meraih kesuksesan seperti orang tersebut. Sebaliknya, bila yang diamati adalah kegagalan orang lain, hal ini dapat menanamkan keraguan terhadap kemampuannya untuk menguasai aktivitas yang sama. Model yang kompeten dapat pula membangun efikasi dengan menyampaikan pengetahuan dan keahlian untuk mengatur tuntutan lingkungan. 3. Bujukan sosial atau persuasi, seseorang dibujuk bahwa ia memiliki semua potensi dan kemampuan untuk meraih kesuksesan maka ia akan mengerahkan usaha yang lebih banyak ketika menghadapi suatu masalah. Para ahli persuasi sosial yang efektif melakukan lebih banyak hal ketimbang sekadar menyuntikkan keyakinan kepada seseorang tentang kemampuannya. 4. Psychological dan physical states, dimana seseorang membaca tekanan, kecemasan, dan depresi diri mereka sebagai tanda ketidakmampuan personal di dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan kekuatan dan stamina. Mereka
33
menafsirkan kejenuhan dan penderitaan sebagai indikator kemanjuran fisik yang lemah.
2.2.3. Dimensi-dimensi Self Efficacy Menurut Bandura (1997), efikasi diri pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut. 1. Dimensi tingkat (level) Derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. 2. Dimensi kekuatan (strength) Tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya.
Pengharapan
yang
lemah
mudah
digoyahkan
oleh
pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. 3. Dimensi Generalisasi (generality) Luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
34
Berdasarkan dari teori-teori di atas, maka penulis memilih salah satu teori yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori dari Bandura (1997: 55), menggambarkan self efficacy sebagai kepercayaan atau keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan menentukan tindakan untuk menghasilkan sesuatu dari apa yang ingin dicapai.
2.2.4. Alat Ukur Self Efficacy Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur self efficacy dalam penelitian ini menggunakan alat ukur milik Kolvereid (1996) dengan item berjumlah enam. Alat ukur ini telah sering digunakan oleh peneliti sebelumnya, seperti Chen et al., 1998; DeNoble et al., 1999; Zhao et al., 2005. Dalam jurnal Testing The Entrepreneurial Intention Model On a Two-Country Sample (Linan dan Chen, 2006) diketahui bahwa alat ukur self efficacy yang dikembangkan oleh kolvereid (1996) yang berjumlah enam item memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan alat ukur Klovereid dan Issaksen (in press) yang menggunakan 18 item dimana item-item tersebut dibagi menjadi empat faktor. Hal tersebut dapat dilihat dengan nilai alpha cronbach sebesar 0.898 yang berarti alat ukur ini memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi dalam mengukur self efficacy seseorang. Dengan alasan tersebut, waktu, tenaga, dan dana yang terbatas, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur tersebut. Namun demikian, karena alat ukur berasal dari tempat dengan budaya yang berbeda serta karakteristik sampel yang berbeda pula, maka perlu dilakukan adaptasi agar sesuai dengan kondisi dan karakteristik sampel yang akan peneliti gunakan.
35
2.3.
Locus of Control
2.3.1. Definisi Locus of control Locus of control (Jung, 1978) adalah gambaran keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Locus of control juga diartikan oleh Julian B. Rotter (1966) sebagai peristiwa yang dialami seseorang sebagai suatu reward atau reinforcement, dapat dipersepsikan secara berbeda dan juga menimbulkan reaksi yang berbeda pada setiap individu. locus of control (Rotter, 1966) juga didefinisikan sebagai sesuatu ukuran harapan umum seseorang mengenai pengendalian (control) terhadap penguat (reinforcement). Locus of control merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu dan juga locus of control didefinisikan sebagai gambaran pada keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya (Rotter, 1996; dalam Ghufron dan Rini, 2010). Lindzey dan Aroson (1975) menyebutkan
tiga istilah utama yang
digunakan Rotter dalam teori belajar sosial, yaitu perilaku potensial, harapan, dan nilai penguat. Diketahui bahwa locus of control menurut Petri (1980) adalah konsep yang secara khusus berhubungan dengan harapan individu mengenai kemampuannya untuk mengendalikan penguat tersebut.
2.3.2. Aspek-aspek Locus of Control Locus of control memiliki empat konsep dasar menurut Rotter (1966). Konsep dasar atau aspek-aspek tersebut, yaitu:
36
1. Potensi perilaku, yaitu setiap kemungkinan yang secara relatif muncul pada situasi tertentu. Hal ini berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan seseorang. 2. Harapan merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian yang akan muncul dan dialami oleh seseorang. 3. Nilai unsur penguat adalah pilihan terhadap berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa. 4. Suasana psikologis adalah bentuk rangsangan baik secara internal maupun eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil yang sangat diharapkan.
2.3.3. Dimensi Locus of Control Rotters (1966) menyatakan bahwa seseorang menyakini bahwa penguat yang mereka dapatkan dikontrol oleh perilaku dirimereka sendiri, orang lain, atau tekanan dari luar seperti keberuntungan atau nasib. Sehingga locus of control dapat didiklasifikasikan menjadi dua dimensi, yaitu: 1. Internal control, merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan keyakinan akan kendali individu mengenai perilaku dan tindakan mereka yang menjadi
konsekuensi terhadap apa yang terjadi pada diri mereka
(Rotter, 1966). Orang-orang yang memiliki internal locus of control, faktor kemampuan dan usahanya lebih terlihat. Menurut Rotter (1966), orang yang mempunyai pusat kendali internal memandang hubungan antara perbuatannya
37
dengan penguat atau “reinforcement” yang didapatkannya sebagai hubungan sebab akibat. Dimana mereka akan menyalahkan diri sendiri bila gagal dan akan merasa bangga jika berhasil karena atas upaya sendiri (dalam Ghufron & Rini, 2010). 2. External control, menunjukkan ekspektansi bahwa kontrol berada di luar kendali mereka atau di luar diri seseorang (Rotter, 1966). Orang yang memiliki locus of control eksternal melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor keberuntungan dan nasib. Oleh karena itu, apabila mengalami kegagalan cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang dengan locus of control eksternal memiliki anggapan bahwa peristiwa atau hal-hal yang terjadi dalam dirinya, baik maupun buruk lebih disebabkan oleh faktorfaktor eksternal, seperti keberuntungan, nasib, lingkungan sekitar, dan orangorang sekitarnya.
2.3.4. Karakteristik Locus of Control Perbedaan karakteristik antara internal dan external locus of control menurut Crider (1983) dijelaskan sebagai berikut. 1. Internal control mempunyai ciri-ciri: a. Suka berkerja keras b. Memiliki inisiatif yang tinggi c. Selalu berusaha menemukan pemecahan masalah d. Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin
38
e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil 2. External control mempunyai ciri-ciri: a. Kurang memiliki inisiatif b. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan c. Kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol d. Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah Namun demikian pada setiap individu memiliki kedua-duanya; baik internal dan external locus of control, seperti yang dikatakan oleh Munandar dan Suhirman (1977) bahwa setiap orang memiliki faktor internal dan eksternal sekaligus. Hanya saja akan ada kecenderungan pada salah satunya.
2.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Locus of Control Locus of control seseorang dipengaruhi oleh pengalaman serta hubungan antara perilaku dan akibat yang dialaminya pada masa kecil (Coop & White, 1974). Monks et. al.) menyatakan bahwa perkembangan locus of control individu dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu lingkungan fisik dan sosial. Hal tersebut juga dijelasakan oleh Baron (1991) bahwa pengalaman individu serta perlakuan lingkungan terhadap dirinya di masa lalu dipengaruhi perkembangan locus of control yang dimilikinya.
39
Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control adalah: 1. Orang tua Solomon (Coop & White, 1974), Locus of control ke arah internal didukung oleh sikap orang tua yang konsisten, fleksibel dan mendorong anak untuk mandiri. Orang tua yang bersifat menghukum, memusuhi, mendominasi serta menolak terhadap anak akan mendorong ke arah eksternal. 2. Pemberian respon Monk menjelaskan bahwa pemberian respon yang tepat terhadap perilaku anak akan menimbulkan motif yang dipelajari yang disebut locus of control, selain itu perilaku orang tua yang hangat dan bertanggung jawab terhadap anak akan membantu anak mengembangkan locus of control kearah internal. 3. Lingkungan Rotter dan Battle menjelaskan, jika individu banyak menghadapi hambatan dalam lingkungannya serta kurang mendapat kesempatan maka ia akan beranggapan semua hasil yang telah dicapai berasal dari sesuatu diluar dirinya.
2.3.6 Alat ukur Locus of Control Alat ukur locus of control yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang telah dikembangkan oleh Levenson (1981). Alat ukur ini terdiri dari 24 item yang terdiri dari tiga jenis locus of control, yaitu internal, ekternal dan powerful others. Alat ukur ini sebelumnya masih dalam berbahasa Inggris yang kemudian peneliti adaptasi kedalam bahasa Indonesia yang kemudian
40
peneliti menentukan hanya menggunakan item internal dan external locus of control saja. Sehingga item yang peneliti gunakan hanya 16 item. Ada banyak jenis alat ukur locus of control yang sejauh ini peneliti ketahui, seperti alat ukur locus of control milik Rotter (1996), yaitu Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement yang berjumlah 13 item yang saling berpasangan. Cara pengerjaan alat ukur milik Rotter memungkinkan kita untuk memilih salah satu dari setiap pasang item. namun peneliti tidak menggunakan alat ukur locus of control milik Rotter dikarenakan peneliti belum mengetahui cara penilaiannya dan tidak adanya keterangan mengenai jenis setiap item tersebut. Dengan demikian peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur yang
dikembangkan
oleh
Levenson
(1981)
dengan
alasan
mudahnya
mengidentifikasi jenis item yang digunakan, model penilaian yang juga menggunakan skala likert, serta kemudahan peneliti dalam mendapatkannya.
2.4.
Adversity Quotient
2.4.1. Definisi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2000), teori kecerdasan menghadapi rintangan adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. Surekha (2001; dalam Wijaya, 2008) menyatakan bahwa adversity adalah kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan merupakan tantangan dan kesulitan.
41
Adversity merupakan hasil riset penting dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yaitu: psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan meliputi dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Stoltz (2000) mengungkapkan bahwa kecerdasan dalam menghadapi rintangan dapat menentukkan siapa yang akan berhasil melampaui harapanharapan atas kinerja dan potensi-potensi yang ada.
2.4.2. Bentuk-bentuk Adversity Quotient Stolz (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga bentuk kecerdasan, yaitu: 1. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan adalah suatu kerangka baru dalam memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. 2. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan mempunyai pengukur untuk mengetahui respon individu terhadap kesulitan. 3. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan merupakan serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan yang akan mengakibatkan perbaikan efektivitas pribadi dan profesional individu secara keseluruhan.
2.4.3. Dimensi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2000), kecerdasan dalam menghadapi rintangan individu memiliki empat dimensi, yaitu CO2RE (control, origin dan ownrship, reach, endurance).
42
a. Control (C) Dimensi ini ditunjukan untuk mengetahui seberapa banyak kendali yang dapat kita rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Hal yang terpenting dari dimensi ini adalah sejauh mana individu dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi tertentu dan sebagainya. b. Origin dan Ownership (O2) Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan dan sejauh mana seseorang menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sebagai penyebab dan asal usul kesulitan seperti penyesalan, pengalaman dan sebagainya. c. Reach (R) Dimensi ini mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu seperti hambatan akibat panik, hambatan akibat malas dan sebagainya. d. Endurance (E) Dimensi ketahanan yaitu mempertanyakan dua hal yang berkaitan dengan berapa lama penyebab kesulitan itu akan terus berlangsung dan tanggapan individu terhadap waktu dalam menyelesaikan masalah seperti waktu bukan masalah, kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan sebagainya.
2.4.4. Jenis-jenis Karakteristik Manusia Karakterisitk manusia menurut Stoltz (2000) yang akan memiliki respon yang berbeda terhadap kesulitan, yaitu:
43
1. Quitters: mereka yang berhenti yaitu individu yang memilih keluar menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Mereka menninggalkan dorongan untuk mendaki, dan kehilangan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Quitters dalam bekerja memperlihatkan sedikit ambisi. Motivasi rendah dan mutu dibawah standar. Mereka mengambil resiko sedikit mungkin dan biasanya tidak kreatif, kecuali pada saat harus menghindari tantangan yang besar. 2. Campers: mereka yang berkemah, yaitu orang-orang yang karena bosan menghindari pendakiannya sebelum sampai puncak dan mencari tempat yang datar dan rata serta nyaman sebagai tempat sembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka puas dengan apa yang mereka raih dan merasa dirinya sebagai individu yang berhasil. Campers masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedikit motivasi dan beberapa usaha yang lama kelamaan campers akan kehilangan keunggulannya, menjadi lamban dan lemah, serta kenirjanya terus merosot. 3. Climbers: para pendaki, yaitu pemikir yang selalu memikirkan kemungkinankemungkinan dan tidak pernah membiarkan usia, jenis kelamin, ras, cacat fisik dan mental atau hambatan lainnya menghambat pendakiannya. Tanpa menghiraukan ke belakang, rugi atau untung climbers akan terus mendaki. Climbers menyambut baik tantangan-tantangan dan mereka bisa memotivasi dirinya sendiri, serta selalu mencari cara-cara baru untuk berkembang dan berkontribusi.
44
2.4.5. Alat Ukur Adversity Quotient Dalam penelitian ini untuk mengukur adversity quotient seseorang, peneliti menggunakan alat ukur yang sudah baku milik Stoltz (1997). Alat ukur ini terdiri dari 60 item yang terbagi menjadi empat dimensi, dimana setiap dimensinya terdiri dari 15 item. Dari 15 item tersebut terdapat 5 item positif yang nantinya tidak akan diskoring saat dilakukan penghitungan. Alat ukur ini telah diterjemahkan oleh Hermaya (2000) dan diedit oleh Hardiwati (2000). Peneliti menggunakan alat ukur ini karena kemudahan dalam mendapatkannya serta yang paling penting adalah karena Stoltz (1997) adalah tokoh yang mengembangkan adveristy quotient.
2.5.
Emotional Quotient
2.5.1. Definisi Emotional Quotient Emosi menurut Goleman (1997) adalah perasaan dan pikiran yang khas, keadaan biologis dan psikologis dan kecenderungan untuk bertindak. Dalam oxford english dicionary emosi didefinisikan sebagai “...any agination or disturbance of mind, feeling, passion; any vehement or excited mental state” (dalam Hartati, 2006). Kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and is expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (Goleman, 1997).
45
Dalam kamus American Psychology Asociation (APA) menjelaskan bahwa EQ adalah Emotional intelligence a type of intelligence that involves the ability to process emotional information and use it in reasoning and other cognitive activities, proposed by U.S. psychologist Salovey (1958) and Mayer (1953). Bahwa kecerdasan emosi adalah sebuah tipe kecerdasan yang meliputi kemampuan memproses informasi emosi dan menggunakannya dalam penalaran dan aktifitas kognitif lainnya. Masih dalam kamus American Psychology Asociation (APA): “According to Mayer and Salovey’ 1997 model, it comprises four abilities; to perceive and appraised emotions accurately; to access and evoke emotions when they facilitate cognition; to comprehend emotional language and make use of emotional information; and to regulate one’s own and others’ emotions to promote growth and well-being”. Salovey dan Mayer (1990) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau perasaan emosi sendiri dan orang lain, memilih antara emosi-emosi yang muncul dan menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pikiran dan tindakan seseorang. Kamus APA juga menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan mengenai arti dari emotional quotient dengan emotional intelligence dikarenakan kedua-duanya memiliki arti yang sama. Epstein yang dikutip oleh Achir (1988) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menguasai situasi yang penuh tantangan yang biasanya dapat menimbulkan ketegangan dan kecemasan.
46
Kecerdasan emosi atau emotional quotient merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Patton (1998) memberi definisi mengenai kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif, dan meraih keberhasilan. Dari pengertian-pengertian mengenai teori kecerdasan emosi di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan mengenai kecerdasan emosi menurut teori Goleman (1999) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Teori ini lebih populer dan mudah didapatkan sumbernya sehingga peneliti menggunakannya.
2.5.2. Indikator Emotional Quotient Goleman (1997) mengemukakan bahwa ada lima indikator untuk meningkatkan kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi sosial, empati dan keterampilan. 1. Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk menyadari emosi yang sedang dialaminya; dapat mengenal emosi itu, memahami kualitas, intensitas dan durasi emosi yang sedang berlangsung serta tahu penyebab terjadinya. Orang yang mampu mengatur emosinya secara cermat adalah orang yang dapat mengendalikan hidupnya karena ia sadar akan perasaan dirinya dan juga sadar
47
akan pikiran serta hal-hal yang dilakukannya. Atwater (1983) menyatakan bahwa jika individu sadar bahwa emosi hanyalah merupakan momentary experience dapat menjadikannya lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan selaras dalam mengungkapkan emosi karena ia sadar bahwa emosinya tidak akan terpaku pada satu keadaan melainkan akan berubah-ubah. Kesadaran diri merupakan prinsip utama dalam penyesuaian diri yang efektif. 2. Pengendalian diri adalah kemampuan mengendalikan emosi diri, mengolah emosi agar dapat terungkap dengan tepat. Orang yang mampu mengendalikan emosi tidak akan terus menerus bergumul dengan perasaan negatif sebab ia mampu keluar dari perasaan dan kegagalan itu. Pengendalian diri bertujuan untuk memperoleh keseimbangan dan keselarasandalam mengungkapkan emosi bukan suppresion atau lepas kontrol. Setiap emosi adalah baik, mempunyai nilai dan makna. Jika tidak dikendalikan atau berkelanjutan akan menjadi patologis, dan jika terlalu ditekan akan menimbulkan perilaku yang explosive dan akan memperparah masalah yang ada (Atawter, 1983). Ekspresi verbal yang asertif atau sehat menurut Atwater penting dalam pengendalian emosi. 3. Motivasi diri yaitu kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha menemukan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Ciri orang yang memiliki kemampuan memotivasi diri adalah ia memiliki kepercayaan diri yang positif, optimis dalam menghadapi keadaan sulit, terampil dan fleksibel dalam menemukan alternatif pemecahan masalah. Goleman (1997) menyatakan bahwa orang yang
48
memiliki keterampilan memotivasi diri cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam segala hal yang dikerjakannya. 4. Empati adalah kemampuan membaca emosi orang lain, kemampuan merasakan perasaan
orang
lain.
Orang
yang
memiliki
empati
lebih
mampu
mengungkapkan sinyal-sinyal sosial tersembunyi. Emosi lebih sering diungkapkan dengan pesan non-verbal daripada verbal. Suatu komunikasi yang baik tidak hanya terletak pada apa yang dikatakan namun juga ditentukan oleh bagaimana orang itu mengatakannya. 5. Keterampilan sosial yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, membaca reaksi perasaan orang lain, memimpin, mengorganisasi dan menangani perselishan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia (Goleman, 1997). Ada empat komponen keterampilan sosial yang dikutip Goleman dari Hatch dan Gardner (1990); a). Mengorgansasi kelompok yaitu keterampilan memprakarsai dan mengkoordinasi dalam upaya mempengaruhi orang lain.; b. Merunding solusi yaitu keterampilan mencegah dan menyelesaikan konflikkonflik yang muncul.; c. Menjalin hubungan pribadi yaitu keterampilan bergaul dengan semua orang, pandai membaca dan merespon dengan tepat perasaan orang lain.; d. Menganalisis sosial yaitu keterampilan mendeteksi perasaan, motif dan keprihatinan orang lain. Selanjutnya
Bar-On
(1997)
menambahkan
indikator-indikator
untuk
meningkatkan kecerdasan emosi yang telah dikemukakan oleh Goleman, yaitu: 1. Perilaku asertif yaitu kemampuan individu untuk mengungkapkan perasaan, keyakinan dan pikiran untuk mempertahankan hak dengan cara yang tidak
49
melanggar hak orang lain. Perilaku ini mencakup tiga komponen dasar: a. Kemampuan mengungkapkan perasaan (menerima dan mengungkapkan marah, kehangatan dan perasaan kasih sayang) secara tepat; b. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pikiran secara terbuka (mampu memberikan pandangan, ketidaksetujuan, mempunyai pendirian walaupun secara emosional sulit dilakukan dan bahkan harus mengorbankan sesuatu); c. Kemampuan mempertahankan hak pribadi (tidak mengijinkan orang lain mengganggu dan merugikan kita. Mampu mengeluarkan perasaan secara langsung tanpa harus menjadi agresif atau kasar). 2. Toleransi terhadap stress yaitu kemampuan untuk bertahan dalam situasi sulit dan penuh masalah. Kemampuan ini didasari oleh: a. Kemampuan memilih tindakan dalam mengatasi stress; b. Optimis terhadap pengalaman baru dan perubahan; c. Perasaan bahwa dapat mengendalikan atau mempengaruhi; dan d. Kemampuan untuk rileks, sabar dan tenang dalam menghadapi kesulitan. 3. Pengendalian impuls yaitu kemampuan menahan atau menunda impuls, dorongan atau godaan untuk bertindak. 4. Optimisme yaitu kemampuan untuk melihat sisi terang dalam kehidupan dan mempertahankan sikap positif walaupun harus menghadapi kesulitan. Optimisme merupakan suatu ukuran pengharapan dalam kehidupan individu.
2.5.3 Alat Ukur Emotional Quotient Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur emotional quotient yang telah dikembangkan oleh Jeanne Segal (1997). Alat ukur ini terdiri dari 11 item,
50
dimana cara pengisiannya menggunakan skala likert dengan rentangan skala lima, yaitu dari skala 1 “tidak pernah” sampai skala 5 yang berarti “selalu”. Alat ukur ini telah diterjemahkan oleh Nilandari (2000). Dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti baik dari segi dana, waktu dan tenaga yang peneliti miliki untuk mencari alat ukur emotional quotient, maka peneliti menentukkan untuk menggunakan alat ukur yang telah dikembangkan oleh Segal (1997) ini.
2.6. Risk Taking Behavior 2.6.1. Definisi Risk Taking Behavior British Medical Association (dalam Yates, 1994) menginterpretasikan resiko sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak diharapkan atau yang tidak menyenangkan. Riyanti (2007) menambahkan bahwa segala perilaku muncul ketika seseorang dihadapkan pada situasi resiko dapat dijelaskan dengan konsep perilaku pengambilan resiko atau risk taking behavior. Yates (1994) menjelaskan risk taking behavior adalah bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi beresiko, dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian. Masih dalam jurnal penelitian yang sama, Fischhoff (dalam Yates, 1994) menjelaskan bahwa dalam mempelajari risk taking behavior seharusnya mempertimbangkan bahwa pengambilan resiko mungkin sebagai hasil proses pengambilan keputusan yang meliputi beberapa aktifitas seperti adanya identifikasi kemungkinan perilaku dan konsekuensi yang akan terjadi, penilaian akan menarik atau tidaknya konsekuensi yang akan terjadi, penilaian akan
51
menarik atau tidaknya konsekuensi tersebut serta kombinasi dari segala penilaian dan pilihan atas kombinasi itu. Pembelajaran dan istilah risk-taking behavior mencakup dua hal, yaitu bahwa risk taking behavior muncul setelah adanya pertimbangan masak (deliberative risk-taking) dan anggapan bahwa risk taking behavior muncul setelah adanya pertimbangan yang matang atau dengan kata lain sebagai aksi secara sadar yang muncul setelah adanya identifikasi dan karakterisasi atas kemungkinan yang tidak diinginkan atau potensi kerugian yang ada dalam situasi beresiko (Yates, 1994; dalam Riyanti, 2007). Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai perilaku pengambilan resiko di atas, maka dapat peneliti mengambil kesimpulan mengenai risk taking behavior menurut Yates (1994) adalah bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi beresiko, dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian.
2.6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Risk Taking Behavior Menurut Yates (1994; dalam Riyanti, 2007) ada empat faktor yang mempengaruhi risk taking behavior, yaitu: a. Tingkat potensi kerugian b. Konsekuensi yang tidak dikenal atau asing c. Tingkat resiko yang tidak dapat diramalkan
52
d. Adanya sifat dasar individu yang muncul tanpa sengaja ketika individu tersebut berhadapan dengan resiko serta persepsi individu atas situasi beresiko.
2.6.3. Karakteristik situasi yang mempengaruhi Risk Taking Behavior Risk taking behavior juga dipengaruhi oleh karakteristik situasi (Yates, 1994; dalam Riyanti, 2007). Ada empat kategori atas situasi yang mengandung resiko. Kategori-kategori tersebut, yaitu: 1. Melibatkan kegiatan fisik, 2. Permainan dan lotere 3. Pilihan kehidupan sehari-hari 4. Situasi bisnis Masing-masing situasi berbeda kandungan risk taking behavior dan penilain terhadap resikonya.
2.6.4. Dimensi Risk Taking Behavior Dimensi risk taking behavior menurut Yates (1994; dalam Riyanti, 2007) antara lain: a. Proses pengambilan keputusan atau decision making, yaitu keberanian bertindak dalam situasi beresiko. Dalam proses pengambilan keputusan, resiko merupakan pilihan umum atau biasa dari perilaku beresiko. b. Mampu menanggung kemungkinan kerugian yang akan diambil dalam situasi beresiko. Keberanian bertindak dalam situasi beresiko ini dijelaskan sebagai
53
kesediaan untuk mengambil tindakan dengan cepat dan baik tanpa melanggar peraturan.
2.6.5 Alat ukur Risk Taking Behavior Alat ukur terakhir yang peneliti gunakan adalah alat ukur risk taking behavior. Alat ukur ini bernama DOSPERT (Domain-Spesific Risk Taking) yang dikembangkan oleh Weber (2003) yang kemudian diperbaharui oleh Weber, Blais, dan Bets (2002) didalam Journal of Behavior Decision Making. Alat ukur ini terdiri dari 40 item, dimana cara pengisiannya menggunakan skala likert dengan rentangan skala 7, yaitu dari skala 1 yang berarti “sangat tidak mungkin” sampai skala 7 “sangat mungkin”. Alat ukur ini aslinya masih dalam bahasa asing, yaitu Inggris. Kemudian peneliti adaptasi dengan menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia disertai dengan penyesuaian kalimat sesuai dengan kaidah dan kekahasan bahasa Indonesia. Peneliti memilih tidak menggunakan alat ukur lainnya dikarenakan peneliti telah mencari keberbagai sumber dan tempat, namun peneliti belum juga dapat menemukannya. Hal tersebut juga dikarenakan adanya kendala dan terbatasnya kemampuan peneliti dalam hal waktu, tenaga, serta dana hingga peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur ini dikarenakan pula alat ukur ini mudah didapatkan dari internet. Namun demikian, karena alat ukur berasal dari tempat dengan budaya yang berbeda serta karakteristik sampel yang berbeda pula, maka perlu dilakukan adaptasi agar sesuai dengan kondisi dan karakteristik sampel yang akan peneliti gunakan.
54
2.7. Kerangka Berpikir Penelitian Perilaku berwirausaha sebelumnya diawali oleh adanya keinginan atau disebut intensi. Hal ini sangat sesuai dengan karakteristik sampel dalam penelitian ini, yaitu siswa SMKN 22 Jakarta. Dimana siswa SMK pada masa ini masih tergolong dalam usia remaja pertengahan (middle adolesence) dengan rentang usia 13 sampai 17 atau 18 tahun (Hurlock, 1980). Dimana pada usia ini remaja pertengahan memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah dapat memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, serta mempersiapkan diri untuk bekerja karena menjelang berakhirnya masa sekolah para remaja mulai mengkhawatirkan masa depan mereka (Hurlock, 1980). Pada masa ini juga remaja pertengahan berada dalam kondisi kebingungan dalam menentukan pilihan (Havigrust dan Garrison, 1991, Steinberg, 2002; Hurlock, 1980), karena pada masa ini merupakan tahap pencarian identitas bagi remaja (Erikson, 1968; dalam Papalia et. al,. 2008). Dengan kebingungannya dalam menentukan karier, siswa SMK diuntungkan dengan mendapatkannya pengetahuan mengenai kewirausahaan yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam menentukan karier yang akan mereka pilih, terlebih mereka diajarkan mengenai kewirausahaan dari sejak kelas 1 sampai kelas 3. Dukungan iklim yang kondusif di negara ini untuk mendirikan usaha (Indarti dan Rostiani, 2008), merupakan peluang besar bagi siswa SMK untuk menjadi wirausahawan. Namun demikian, perilaku seseorang untuk berwirausaha tidak muncul dengan sendirinya. Peneliti menganggap bahwa banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha. Terlebih juga sudah banyak penelitian yang
55
menggambarkan serta menjelaskan bahwa intensi berwirausaha sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Namum, dalam penelitian ini faktor internal atau lebih tepatnya faktor psikologis yang lebih dimunculkan. Dengan demikian berdasarkan teori yang ada diketahui bahwa faktorfaktor seperti self efficacy, internal dan external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient menjadi beberapa faktor dari banyaknya faktor yang ada dalam memprediksi intensi dan perilaku wirausaha. Self efficacy, yaitu keyakinan individu akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Jadi, ketika siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi maka intensinya dalam berwirausaha kemungkinan akan tinggi pula, karena ia akan merasa mampu menjalankannya. Namun apabila self efficacy yang dimiliki rendah, secara otomatis menandakan bahwa ada ketidakyakinan apakah mampu berwirausaha atau tidak dan membuat intensi berwirausahanya menjadi rendah. Selanjutnya dijelaskan mengenai locus of control, yaitu keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Konsep locus of control ada dua, yaitu internal dan ekternal. siswa yang mempunyai internal locus of control mempunyai keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, kegagalan-kegagalan, keberhasilan-keberhasilannya karena pengaruh dirinya sendiri. Sedangkan siswa yang mempunyai pusat kendali eksternal mempunyai anggapan bahwa faktorfaktor yang ada di luar dirinya akan mempengaruhi tingkah lakunya seperti kesempatan, nasib, dan keberuntungan. Sehingga apabila siswa memiliki internal locus of control lebih tinggi maka dapat diketahui bahwa siswa terseebut akan
56
memiliki intensi untuk berwirausaha yang tinggi pula, namun sebaliknya jika external locus of control yag lebih dominan maka dapat diketahui bahwa intensi berwirausahanya akan rendah. Faktor psikologis lainnya yang peneliti gunakan adalah faktor risk taking behavior. Berwirausaha merupakan salah jenis pekerjaan yang membutuhkan kepekaan dalam menghitung atau mengkalkulasikan resiko yang akan ditanggung. Dalam hal ini siswa SMKN 22 Jakarta harus belajar bagaimana menghadapi dan berperilaku dalam situasi beresiko, dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian. Hal tersebut merupakan kunci awal dalam dunia usaha, karena hasil yang akan dicapai akan proporsional terhadap resiko yang akan diambil. Hal tersebut secara langsung juga akan mempengaruhi intensi siswa dalam berwirausaha. Jika memiliki risk taking behavior yang tinggi maka kemungkinan besar siswa tersebut akan memiliki intensi yang tinggi pula untuk berwirausaha, begitupun sebaliknya intensi dan perilakunya akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya risk taking behavior yang dimilikinya. Dalam penelitian ini faktor kecerdasan juga digunakan. Faktor kecerdasan tersebut adalah faktor emotional quotient dan adversity quotient. Emotional quotient yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif, dan meraih keberhasilan. Terlebih jika diimbangi dengan kemampuan adversity quotient. Kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan sangat penting dipahami oleh siswa karena dengan
57
kemampuan tersebut diharapkan siswa menjadi seseorang yang tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan terlebih jika ia menjadi seorang wirausaha. Dengan demikian, dari semua variable yang telah digambarkan melalui kombinasi antara beberapa faktor internal atau psikologis dari beberapa kumpulan teori dan penelitian serta faktor eksternal lainnya, peneliti menyimpulkan kerangka berpikir seperti di bawah ini: Skema 2.7.1. Kerangka Berpikir Penelitian Self Efficacy Internal Locus of Control External Locus of Control Risk Taking Behavior
Intensi Berwirausaha
Emotional Quotient Adversity Quotient
Semua variabel diatas diasumsikan dapat mempengaruhi psikologis seseorang mulai dari self efficacy, locus of control internal, locus of control eksternal, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha.
2.8. Hipotesis Penelitian Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis nihil, yaitu “Tidak ada pengaruh yang signifikan self
58
efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta”. Sedangkan hipotesis mayor dan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu: 2.8.1. Hipotesis Mayor H1
: Ada pengaruh yang signifikan self efficacy, internal locus of control,
external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta.
2.8.2. Hipotesis Minor H2 : Ada pengaruh self efficacy terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H3 : Ada pengaruh internal locus of control terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H4 : Ada pengaruh external locus of control terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H5 : Ada pengaruh risk taking behavior terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H6 :Ada pengaruh emotional quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H7 :Ada pengaruh adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Dalam bab tiga ini peneliti akan memaparkan tentang populasi dan sampel, variabelvariabel penelitian serta definisi operasionalnya. Selanjutnya akan dibahas juga mengenai teknik serta instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta prosedur pengujian alat ukur yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.
3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Sampel penelitian ini mencakup seluruh siswa SMKN 22 Jakarta baik itu laki-laki maupun perempuan dari kelas 1 hingga kelas 3 dengan jumlah 184 orang. Alasan peneliti mengambil populasi pada siswa SMKN 22 Jakarta dikarenakan disekolah ini telah mengembangkan pendidikan kewirausahaan; mulai dari pendidikan secara teoritis maupun praktek dan juga sesuai dengan latarbelakang yang peneliti paparkan, yaitu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal lainnya yang membuat peneliti menentukan SMKN 22 Jakarta sebagai tempat penelitian dikarenakan juga letak tempat yang mudah dijangkau, serta keterbatasan waktu dan dana yang peneliti miliki. Adapun prosedur penetapan sampel yang akan peneliti gunakan bersifat probability sampling dengan stratified random sampling. Artinya
59
60
pengambilan sampel setiap sub kelompok (strata) yang spesifik akan mewakili jumlah yang cukup mewakili dari populasi.
3.2 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1.
Intensi Berwirausaha
2.
Self-efficacy
3.
Internal locus of control
4.
External locus of control
5.
Risk taking behavior
6.
Emotional quotient
7.
Adversity quotient Variabel terikat atau dependent variabel (outcome variable) dalam penelitian
ini adalah intensi berwirausaha sedangkan variabel lainnya merupakan variabel bebas atau independent variable (predictor variable).
3.3 Definisi Operasional Variabel Setelah menentukan variabel mana yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas, maka selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari variabel-variabel tadi yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini.
61
Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah sebagai berikut: 1.
Intensi berwirausaha Skor yang diperoleh dari skala intensi berwirausaha mengenai seberapa kuat keinginan atau niat seseorang dalam mencoba dan berusaha merencanakan untuk mencapai tujuan dalam membuat atau menciptakan suatu usaha atau berwirausaha di masa mendatang.
2.
Self efficacy Self efficacy yang dimaksud yaitu jumlah skor dari skala self efficacy yang diperoleh dari keseluruhan item-item dari skala self efficacy mengenai penilaian keyakinan tentang kemampuan seseorang untuk mangatur dan menjalankan berbagai kegiatan yang sesuai guna mencapai sebuah tujuan. Melalui indikator, yaitu: magnitued (tingkat kesulitan), generally (luas bidang tingkah laku), strength (tingkat kekuatan).
3.
Internal locus of control Skor yang diperoleh dari skala internal locus of control dengan indikator bagaimana keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya dari internal dirinya yang berarti karena kemampuannya sendiri dalam melakukan sesuatu
4.
External locus of control Skor yang diperoleh dari skala internal locus of control dengan indikator bagaimana keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya dari luar dirinya yang berarti karena takdir atau bantuan orang lain dan hal lainnya.
62
5.
Risk taking behavior Skor yang diperoleh dari skala risk taking dengan mengetahui bagaimana seseorang
berperilaku
dalam
mengambil
keputusan
dan
keberanian
menanggung resiko dalam situasi beresiko, dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian. 6.
Emotional quotient Skor dari skala mengenai suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and is expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
7.
Adversity quotient Skor yang didapat dari skala mengenai sejauh mana individu dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi tertentu menjadi sebuah peluang.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk kuesioner dengan menggunakan skala likert yang memiliki rentangan yang berbedabeda sesuai dengan skala baku yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian lain sebelumnya dan juga kebutuhan serta adapatasi yang peneliti lakukan. Instrumen
63
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari enam alat ukur. Adapun keenam alat ukur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Alat ukur Intensi Berwirausaha Alat ukur intensi berwirausaha merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur intensi berwirausaha siswa. Peneliti menggunankan alat ukur Intensi berwirausaha yang diadaptasi dari The Entrepreneurial Intention Quesionary (EIQ) berdasarkan dari literatur dan teori planned behavior dari Ajzen (1991, 2001, dan 2002) terhadap entrepreneurship (dalam Linan dan Chen, 2006) yang sebelumnya telah diuji oleh banyak peneliti, seperti Kolvereid (1996), Kolvereid dan Isaksen (in press), Chen et al. (1998), Kickul and Zaper (2000), Krueger et al. (2000) atau Veciana et al. (2005). Peneliti mengadaptasi dan kemudian menggunakan alat ukur ini karena telah tersedianya item-item sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan juga alat ukur ini telah banyak digunakan dalam penelitian lain mengenai entrepreneurship. Skala intensi berwirausaha ini terdiri dari enam item yang memiliki rentangan skala dari “sangat tidak setuju sekali” (skala 1) sampai dengan “sangat setuju sekali” (skala 7) yang kemudian peneliti ubah menjadi skala 6 dengan maksud menghilangkan pernyataan ragu-ragu dalam pilihannya.
2. Alat ukur Self Efficacy Instrumen atau alat ukur berikutnya yang akan digunakan untuk mengukur self efficacy dalam berwirausaha adalah self efficacy scale (SES) yang telah di uji dan
64
dikembangkan oleh Chen et al. (1998), DeNoble et al. (1999), dan Zhao et al., (2005). Alat ukur terdiri dari enam item setelah dilakukan pengujian dan pengembangan sebelumnya. Lima dari enam item tersebut mengukur self efficacy secara umum dan item yang ke enam adalah controllability statement. Dalam pengisiannya alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan rentangan 7 poin, yaitu dari “sangat tidak setuju sekali” (skala 1) sampai dengan “sangat setuju sekali” (skala 7). Tabel 3.1 Skoring dan interpretasi alat ukur EIQ, SES dan MLCS.
Skala asli
Interpretasi skor
Skala adaptasi
1
Sangat tidak setuju
1
Interpretasi skor setelah adaptasi Sangat tidak setuju
2
Tidak setuju
2
Tidak setuju
3
Agak tidak setuju
3
Agak tidak setuju
4
Antara setuju dan tidak setuju / Ragu-ragu
4
Agak setuju
5
Agak setuju
5
Setuju
6
Setuju
6
Sangat setuju
7
Sangat setuju
-
-
Alat ukur self efficacy scale (SES) menggunakan bahasa Inggris dan kemudian peneliti adaptasi kedalam bahasa Indonesia. Dalam bentuk aslinya skala ini menggunakan skala likert dengan rentang sampai 7 poin. Namun peneliti mengubah rentangan skala menjadi 6 dengan pertimbangan agar tidak ada kecenderungan jawaban pada skala ditengah-tengah atau ragu-ragu.
65
3. Alat ukur Internal and External Locus of Control Selanjutnya untuk mengukur locus of control, alat ukur yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang di kembangkan oleh Levenson (1981),yaitu multidimentional locus of control scales (MLCS). Alat ukur ini terdiri dari 3 jenis item yang kesemuanya berjumlah 24 item. 3 jenis item ini akan membedakan antara internal locus of control, powerful others, dan exsternal. Namun peneliti hanya mengambil dua dimensi yang ada, yaitu internal dan exsternal sesuai dengan teori locus of control yang peneliti gunakan. Dalam bentuk aslinya, skala ini menggunakan bahasa Inggris yang kemudian peneliti adapatasi kedalam bahasa Indonesia. Dimana peneliti juga menyesuaikan alat ukur ini dengan keinginan berwirausaha. Pengukuran alat ukur ini menggunakan skala likert dengan rentangan 6, skala 1 untuk “sangat setuju” sampai dengan “sangat tidak setuju” untuk skala 6. Namun terdapat keunikan dalam perhitungannya, dimana setiap item akan mendapatkan nilai atau skor +3 untuk pilihan “sangat setuju” sampai dengan skor -3 untuk “sangat tidak setuju”. Skor tertinggi dari ketiga jenis item yang ada dalam alat ukur akan menunjukkan jenis locus of control mana yang lebih dominan pada individu. Berikut dijelaskan dalam tabel 3.2 mengenai blue print multidimention locus of control scale (MLCS).
66
Tabel 3.2 Blue Print Multidimension Locus of Control Scale (MLCS) No
Aspek
Item
Jumlah
1
Internal
1, 3, 4, 7, 12, 13, 14, 15.
8
3
Eksternal
2, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 16.
8
-
Jumlah
16
Berikut ini keterangan mengenai skor untuk setiap pilihan jawaban: a.
Sangat setuju (+3)
d.
Tidak setuju
(-1)
b.
Agak setuju
(+2)
e.
Agak tidak setuju
(-2)
c.
Setuju
(+1)
f.
Sangat tidak setuju (-3)
4. Alat ukur Risk Taking Behavior Instrumen lainnya yang akan digunakan ialah alat ukur untuk mengukur risk taking behavior. Peneliti menggunakan alat ukur DOSPERT (Domain-Specific Risk Taking) milik Weber (2003) dimana sebelumnya telah diperbaharui oleh Weber, Blais, dan Bets (2002). Alat ukur ini terdiri dari 40 item yang menggunakan skala likert dengan rentangan 5, dari sangat “tidak mungkin” (skala 1) sampai dengan “sangat mungkin” (skala 5). Alat ukur ini juga peneliti adapatasi kedalam bahasa Indonesia dari bahasa Inggris yang kemudian peneliti juga merubah redaksi agar berhubungan dengan kewirausahaan sehingga akan memudahkan dalam penelitian nantinya.
67
5. Alat ukur Emotional Quotient Dalam mengukur emotional quotient, peneliti menggunakan instrumen atau alat ukur milik Seagal (1997) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Nilandari (2000). Alat ukur ini terdiri dari 11 item, dimana pengisiannya menggunakan skala likert dengan rentang 5. Skala 1 untuk “tidak pernah” sampai skala 5 yang berarti “selalu”. Alat ukur ini tidak peneliti rubah redaksinya dan tetap dalam skala baku yang ada. Tabel 3.3 Blue Print Emotional Quotient No.
Alat Ukur
Favorable
Unfavorable
Junlah
1.
Emotional Intelligence
1, 3, 5, 7, 9, 11.
2, 4, 6, 8, 10.
11
Tabel 3.4 Blue Print Skoring Emotional Quotient
Skala
Skala
Interpretasi skor Unfavorable
1
Interpretasi skor Favorable Selalu
5
Tidak pernah
2
Sering
4
Jarang
3
Kadang-kadang
3
Kadang-kadang
4
Jarang
2
Sering
5
Tidak pernah
1
Selalu
68
6. Alat ukur Adversity Quotient Alat ukur yang terakhir yang akan digunakan adalah alat ukur untuk mengetahui adversity quotient pada individu. Peneliti menggunakan alat ukur yang telah dikembangkan sendiri oleh Stoltz (1997) yang bernama Adversity Response Profile (ARP). Alat ukur ini terdiri dari 30 peristiwa dimana pada setiap peristiwa terdapat 2 item dan setiap item tersebut mengandung dimensi dari adversity quotient, yaitu control, origin and ownership, reach, dan endurance (CO2RE). Dimana untuk menjawabnya, individu dapat memilih rentangan skala antara 1 sampai 5 untuk setiap pernyataan. Dalam alat ukur ini, peneliti juga tidak mengubah redaksinya sehingga alat ukur ini masih tetap baku sesuai aslinya. Setelah menentukan alat ukur yang akan peneliti pakai dan mengadaptasinya, dalam hal ini peneliti langsung menggunakannya ke enam alat ukur untuk field test atau turun, yaitu 1) intensi berwirausaha (The Entrepreneurial Intention Quesionary / EIQ), 2) self-efficacy scale (SES), 3) multidimensional locus of control scales (MLCS), 4) risk taking behavior (DOSPERT), 5) emotional quotient, dan 6) adversity quotient (ARP) untuk melakukan pengambilan data sesungguhnya.
3.5
Prosedur Pengujian Alat Ukur
3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Selanjutnya semua alat ukur di atas akan dilakukan uji validitas konstruk keenam alat ukur yang dipakai, yaitu 1) intensi berwirausaha (The Entrepreneurial Intention
69
Quesionary / EIQ), 2) self efficacy scale (SES), 3) multidimentiontal locus of control scales (MLCS), 4) risk taking behavior (DOSPERT), 5) emotional quotient, dan 6) adversity quotient (ARP). Oleh karena itu, ntuk menguji validitas konstruk setiap item maka peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan Comfimatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan Lisrel 8.3. Namun agar pembaca lebih memahami apa yang dipaparkan pada subbab ini, maka penulis akan menjelasan tentang kriteria dalam menentukan item-item variabel yang valid dan yang tidak valid. Adapun logika dari CFA (Umar, 2010) adalah : 1.
Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2.
Diteorikan setiap item hanya mengukur satu hal saja dan semua item dalam satu subtes hanya mengukur satu faktor atau subtes. Artinya seluruh subtes hanya mengukur satu faktor saja (faktor level dua).
3.
Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma ( NHPXGLDQGLEDQGLQJNDQGHQJDQPDWULNVGDULGDWD empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan - S = 0.
70
4.
Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor saja.
5.
Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.
6.
Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negative, maka item tersebut harus di drop, sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable). Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan
software LISREL 8.30 (Joreskog dan Sorbom, 1999).
3.5.1.1 Validitas Konstruk Intensi Berwirusaha Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur intensi berwirausaha. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu faktor adalah tidak fit, dengan Chi Square=34.45, df=9, P-value=0.00007, RMSEA=0.124. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi Square=7.20, df=6, Pvalue=0.30258, RMSEA=0.033.
71
Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0.05 (tidak siginifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu intensi berwirausaha. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkolerasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberpa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Tujuannya adalah untuk menghasilkan informasi perihal apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut ini: Tabel 3.5 Muatan faktor item EIQ untuk intensi berwirausaha NO
KOEFISIEN
1
0.75
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.07
11.43
V
0.70
0.07
10.26
V
3
0.77
0.07
11.34
V
4
0.78
0.06
12.21
V
5
0.84
0.06
13.14
V
6
0.71
0.07
10.69
V
ERROR
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur intensi berwirausaha, seluruhnya merupakan item yang baik karena koefisien muatan faktor antara satu item dengan item lainnya memiliki nilai yang hampir sama tingginya dan
72
nilai t lebih besar dari 1,96 (absolute) yaitu item nomor 1,2,3,4,5,6. Kesemua item bermuatan positif. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkolerasi disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 3.6 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item intensi berwirausaha 1 1
1
2
V
3
2
3
5
6
1 V
1
4 5
4
1 V
1
6
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang saling berkolerasi dangan item lainnya
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan perihal item yang baik dan item yang buruk. Dalam alat ukur ini diketahui bahwa kesemua item bagus, dimana item tersebut adalah item nomor 4 dan 6. Item tersebut tidak berkorelasi sama sekali. Walaupun item 1, 2, 3, dan item 5 berkolerasi dengan item lainnya, dalam hal ini peneliti menganggap kedua item tersebut masih dapat diikutsertakan dalam analisis regresi ketika dilakukan uji hipotesis penelitian untuk mencari skor faktor. Skor faktor inilah yang akan digunakan dalam analisis regresi ketika dilakukan uji hipotesis penelitian. Skor faktor tersebut merupakan “True Score” dari variabel intensi berwirausaha yang dengan demikian memiliki reliabilitas sempurna, sehingga hasil analisis regresi dapat lebih akurat dan terpercaya.
73
3.5.1.2 Validitas Konstruk Self Efficacy Pada alat ukur Self Efficacy, peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur Self Efficacy. Hasil yang diperoleh dari variabel Self Efficacy, model satu faktor (unidimensional) adalah tidak fit, dengan Chi-Square = 30,15 df = 99 P value= 0,00041 RMSEA= 0,113. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 10.43, df = 7, P value= 0.16565, dan RMSEA= 0,052. Dari model fit tersebut diketahui bahwa nilai Chi Square menghasilkan P>0,05 ( tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu self efficacy. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Namun demikian mengingat semua item adalah signifikan (t>1,96) dan semua bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel self efficacy. Dalam hal ini peneliti tidak mendrop atau mengeliminasi item karena keseluruhan item memiliki nilai t lebih besar dari 1,96, maka dapat diartikan bahwa item tersebut signifikan dan dapat digunakan dalam mendapatkan true skor untuk variabel self efficacy.
74
Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini: Tabel 3.7 Muatan faktor item untuk self efficacy NO
KOEFISIEN
1
0.49
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.08
6.32
V
0.76
0.07
10.66
V
3
0.73
0.07
10.09
V
4
0.31
0.08
3.71
V
5
0.64
0.07
8.66
V
6
0.54
0.08
7.11
V
ERROR
Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi hanya ada tiga item, yaitu 4, 5 dan 6. Item-item tersebut bersifat multidimensional serta memiliki kesamaan makna terutama pada item 4. Sehingga responden cenderung mempersepsikan setiap item sama. Namun demikian item yang lainnya, yaitu 2 dan 3 dapat dikatakan sangat ideal karena tidak adanya kesalahan pengukuran dan juga tidak berkorelasi sama sekali dengan item lainnya.
3.5.1.3 Validitas Konstruk External Locus of Control Dalam menguji validitas konstruk external locus of control digunakan cara yang sama dengan cara menguji validitas konstruk dari dua variabel sebelumnya. Dalam hal ini, model satu faktor adalah tidak fit dengan Chi-Square=58,04, df=20, PValue=0,00001, RMSEA=0,102. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa modelnya tidak fit dengan data (hasilnya signifikan) karena P-value menunjukkan
75
hasil lebih kecil dari 0,05. Selanjutnya dilakukan modifikasi terhadap model, sehingga menghasilkan model satu faktor yang fit dengan Chi-Square=27.19, df=18, P-Value=0,07542, RMSEA=0,053. Dari hasil model fit di atas, ditemukan hanya terdapat tiga kesalahan item yang berkorelasi dengan item lainnya, yaitu item 4, 6, dan 7. Sedangkan item lainnya dapat dikatakan paling baik adalah item nomor 1, 2, 3, 5, dan 8 dikarenakan itemitem tersebut tidak sama sekali berkolerasi dengan item lainnya. Berdasarkan tabel muatan faktor 3.8, diketahui bahwa kesemua item memiliki t-value lebih besar dari 1,96 (absolute) yang berarti bahwa kesemua item dari konstruk external locus of control dapat digunakan dan dapat diikutsertakan dalam mengestimasi skor faktor variabel external locus of control. Walaupun item 4, 6, dan 7 saling berkolerasi namun masih dalam hal ini masih dalam batas kewajaran. Tabel 3.8 Muatan faktor item untuk External Locus of Control NO
KOEFISIEN
1
0.56
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.08
7.45
V
0,56
0.08
7.34
V
3
0.77
0.07
10.89
V
4
0.27
0.08
3.39
V
5
0.76
0.07
10.63
V
6
0.33
0.08
4.11
V
7
0.50
0.08
6.42
V
8
0.29
0.08
3.56
V
ERROR
76
3.5.1.4 Validitas Konstruk Internal Locus of Control Dalam hal ini peneliti menguji validitas konstruk internal locus of control yang terdiri dari 8 item apakah bersifat unidimensional atau tidak. Dari hasil CFA yang telah dilakukan, maka model satu faktor adalah tidak fit dengan Chi-Square=101,64, df=20, P-Value=0,00000, RMSEA=0,145. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa modelnya tidak fit dengan data (hasilnya signifikan) karena P-value menunjukkan hasil lebih kecil dari 0,05 (P<0.05). Selanjutnya dilakukan modifikasi terhadap model, sehingga menghasilkan model satu faktor yang fit dengan ChiSquare=20.77, df=18, P-Value=0,29133, RMSEA=0,029. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor internal locus of control. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masingmasing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Dari 8 item yang mengukur faktor internal locus of control, didapatkan bahwa kesemua item dapat dikatakan baik karena koefisien muatan faktor antara satu item dengan item lainnya memiliki nilai yang hampir sama tingginya dan nilai t lebih besar dari 1,96 (absolute). Dengan demikian kesemua item-item tersebut dapat
77
diikutsertakan dalam menghitung skor faktor dari variabel faktor internal locus of control. Adapun adanya butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dengan item lainnya adalah item 2 terhadap item 1dan item 5 terhadap item 3. Sedangkan untuk dapat mengetahui nilai t untuk semua koefisien muatan faktor dapat dilihat dalam tabel 3.9 sebagai berikut: Tabel 3.9 Muatan faktor item untuk internal locus of control NO
KOEFISIEN
1
0.45
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.07
6.06
V
0.26
0.08
3.30
V
3
0.17
0.08
2.18
V
4
0.27
0.08
3.45
V
5
0.26
0.08
3.34
V
6
0.90
0.06
14.40
V
7
0.69
0.07
10.09
V
8
0.82
0.06
12.66
V
ERROR
3.5.1.5 Validitas Konstruk Risk Taking Behavior Selanjutnya peneliti melakukan uji terhadap 40 item dari variabel risk taking behavior untuk mengukur sifat unidimensionalnya. Ternyata didapatkan model satu faktor (unidimensional) fit, dengan nilai Chi Square = 682,26, df=740, P-value=0.93629, RMSEA=0,000. Namun, setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing, ada empat item yang harus dieliminasi karena memiliki nilai yang sangat rendah (Umar, 2011). Item tersebut adalah item 1, 3, 7, dan 28 sehingga tinggal tersisa 36 item.
78
Tabel 3.10 Muatan faktor item untuk Risk Taking Behavior NO
KOEFISIEN
2 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
0.30 0.16 0.34 0.46 0.20 0.45 0.64 0.38 0.41 0.36 0.44 0.54 0.36 0.33 0.38 0.48 0.66 0.71 0.59 0.32 0.46 0.43 0.29 0.32 -0.09 0.45 0.54 0.35 0.60 0.53 0.74 0.62 0.52 0.55 0.63 0.69
STANDAR ERROR 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
NILAI T
SIGNIFIKAN
2.64 1.41 2.98 4.17 1.77 4.00 5.93 3.41 3.63 3.22 3.94 4.88 3.17 2.94 3.42 4.28 6.08 6.61 5.38 2.82 4.13 3.82 2.60 2.86 -0.76 4.05 4.90 3.06 5.46 4.82 6.94 5.67 4.75 5.02 5.82 6.40
V X V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V
Setelah item tersebut dikeluarkan, peneliti melakukan uji validitas kembali dan tetap didapatkan model satu faktor (unidimensional) fit, dengan nilai Chi Square =511.26, df=594, P-value=0.99387, RMSEA=0,000, karena itu, peneliti tidak perlu
79
lagi untuk mengujinya. Dengan demikian model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu risk taking behavior. Diketahui juga berdasarkan uji validitas tersebut bahwa dari kesemua item tidak ada item yang berkolerasi dengan item lainnya, namun terdapat tiga item yang memiliki nilai lebih rendah dari koefisien t (<1.96) yang berarti ketiga item, yaitu item 4, 8, dan 29 didrop dan tidak dapat diikutsertakan dalam mengestimasi skor faktor. Yang berarti hanya 33 item yang dapat diikutsertakan dalam mengestimasikan score factor. Didapatkan juga hasil bahwa item-item tersebut tidak berkolerasi dengan item-item lainnya.
3.5.1.6 Validitas Konstruk Emotional Quotient Selanjutnya peneliti juga menguji apakah 11 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur faktor emotional quotient. Dari hasil CFA yang dilakukan, model satu faktor adalah tidak fit, dengan Chi-Square= 112,12, df=44, P-Value=0.00000, RMSEA=0.092. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square= 51.05, df=40, PValue=0.11311, RMSEA=0.039. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor
80
emotional quotient. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masingmasing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 berikut ini: Tabel 3.11 Muatan faktor item untuk emotional intelligence NO
KOEFISIEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0.42 0.41 0.22 0.51 0.57 0.33 0.74 0.45 0.50 0.32 0.57
STANDAR ERROR 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08
NILAI T
SIGNIFIKAN
5.25 5.04 2.60 6.44 7.41 4.00 9.96 5.69 6.39 3.89 7.36
V V V V V V V V V V V
Dari 11 item yang mengukur faktor emotional quotient, kesemua item merupakan item yang baik karena koefisien muatan faktor antara satu item dengan item lainnya memiliki nilai yang hampir sama tingginya dan nilai t lebih besar dari 1,96 (absolute). Sehingga kesemua item tersebut dapat diikutsertakan dalam penghitungan skor faktor dari variabel faktor emotional quotient.
81
Adapun dapat diketahui mengenai item baik dan item yang buruk. Dimana item 8, 9, 10, dan item 11 masih berkolerasi dengan item lainnya. Walau demikian item tersebut masih dikatakan baik karena berkolerasi tidak lebih dari 3. Sedangkan item lainnya dapat dikatakan bagus karena tidak berkolerasi sama sekali.
3.5.1.7 Validitas Konstruk Adversity Quotient Control Dalam hal ini, peneliti menguji validitas konstruk adversity quotient secara terpisah, berdasarkan masing-masing dimensi. Hal ini dilakukan karena hasil perhitungan adversity quotient secara utuh dengan CFA menghasilkan nilai Chi-Square yang sangat tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi banyak korelasi antar item. setelah peneliti melakukan diskusi dan bimbingan dengan asisten dosen, maka peneliti melakukan pemisahan perdimensi. Adapun dimensi dari adversity quotient, yaitu control, origin and ownership, reach, dan endurance. Uji validitas pertama, peneliti menguji validitas konstruk adversity quotient control. Peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur faktor adversity quotient control bersifat unidimensional, namun karena didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi-Square=133.37, df=44, P-value=0.00000, dan RMSEA=0,124. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square= 43.53, df=30, Pvalue=0.05256, dan RMSEA=0,050.
82
Dari hasil tersebut diperoleh bahwa nilai Chi-Square menghasilkan p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor adversity quotient control. Hanya saja pada model ini, kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut: Tabel 3.12 Muatan faktor item untuk adversity quotient control NO
KOEFISIEN
1
0.43
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.06
6.69
V
0.29
0.06
4.58
V
3
0.25
0.06
3.83
V
4
0.36
0.06
5.58
V
5
0.53
0.07
8.14
V
6
0.47
0.06
7.27
V
7
0.36
0.06
5.63
V
8
0.58
0.07
8.67
V
9
0.79
0.06
12.36
V
10
1.16
0.05
23.32
V
ERROR
Keterangan: V= signifikan (t-values > 1,96); X = Tidak signifikan
83
Dilihat dari muatan faktor pada 10 item di atas, didapatkan bahwa semua item signifikan karena t value bermuatan positif atau lebih besar dari 1,96 (t>1,96) yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor adversity quotient control. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun butir-butir kesalahan pengukurannya terlihat bahwa kesalahan pengukuran terjadi pada beberapa item yang saling berkolerasi dengan item lainnya. Dalam hal ini adalah item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan item 9. Sedangkan item yang paling ideal adalah item nomor 10 karena item tersebut merupakan item unidimensional, yaitu hanya mengukur satu faktor saja yaitu faktor adversity quotient control.
3.5.1.8 Validitas Konstruk Adversity Quotient Origin and Ownership (O2) Dalam hal ini, selanjutnya peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur faktor adversity quotient origin dan ownership bersifat unidimensional, namun didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi Square = 94,29, df=27, P-value=0.00000 RMSEA=0,117. Dikarenakan terdapat banyak item yang memiliki nilai sangat kecil dan item tersebut dapat mengganggu korelasi antar item lainnya. Berdasarkan kriteria 1 dan 2, maka peneliti memilih item yang memiliki nilai t yang paling kecil, yaitu item 9 untuk didrop. Item tersebut memiliki t-value yang sangat rendah dari 1,96 (absolute). Setelah item 9 dikeluarkan kemudian dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
84
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. maka diperoleh model fit dengan Chi-Square= 33.31, df=22, Pvalue=0.05766, dan RMSEA=0,053. Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor adversity intelligence origin dan ownership. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Dilihat dari muatan faktor pada 9 item di atas, terdapat 3 item yang tidak signifikan karena t value bermuatan positif atau lebih kecil dari 1,96 (t<1,96) yang berarti item-item tersebut tidak dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor adversity intelligence origin dan ownership. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya item 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 yang dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor, sedangkan item 1, 5, dan 7
tidak
diikutsertakan. Ada pun butir-butir yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dalam hal ini adalah item 3, 4, 6, 7, 8, dan 10 sedangkan item yang bagus adalah item nomor 1, 2, dan 5. Dimana item tersebut tidak berkorelasi sama sekali, seperti dalam tabel 3.13 sebagai berikut:
85
Tabel 3.13 Muatan faktor item untuk adversity intelligence origin dan ownership (O2)
NO
KOEFISIEN
1
0.13
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.07
1.80
X
0.76
0.16
4.86
V
3
0.91
0.17
5.36
V
4
0.19
0.09
2.25
V
5
0.04
0.07
0.63
X
6
0.44
0.10
4.33
V
7
0.11
0.07
1.54
X
8
0.23
0.08
2.89
V
10
0.32
0.09
3.58
V
ERROR
3.5.1.9 Validitas Konstruk Adversity Intelligence Reach Dalam hal ini peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur faktor adversity intelligence reach bersifat unidimensional, namun karena didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi Square = 114.14, df=35, P-value=0.00000 RMSEA=0.1111. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi Square = 39.84, df=29, P-value=0.08653 RMSEA=0,045. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor adversity intelligence reach. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan
86
bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masingmasing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.14 Muatan faktor item untuk adversity intelligence reach NO
KOEFISIEN
1
0.50
2
STANDAR
NILAI T
SIGNIFIKAN
0.07
6.72
V
0.29
0.08
3.71
V
3
0.51
0.08
6.25
V
4
0.35
0.08
4.59
V
5
0.35
0.08
4.32
V
6
0.66
0.08
8.34
V
7
0.37
0.08
4.43
V
8
0.61
0.08
7.98
V
9
0.22
0.09
2.35
V
10
0.51
0.07
6.84
V
ERROR
Dilihat dari muatan faktor pada 10 item di dalam tabel 3.14 di atas, didapatkan bahwa kesemua item signifikan karena t value bermuatan positif atau lebih besar dari 1,96 (t>1,96) yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor adversity intelligence reach. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesemua item dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Walaupun masih terdapat item yang saling berkolerasi dengan item lainnya.
87
Adapun kesalahan pengukuran pada item yang saling berkorelasi diketahui adalah item 3, 5, 6, 8, dan 10, dimana item-item tersebut saling berkolerasi satu sama lainnya. Sedangkan item yang bagus dalam adalah item nomor 1, 2, dan 4, dimana item tersebut tidak berkorelasi sama sekali.
3.5.1.10 Validitas Konstruk Adversity Intelligence Endurance Dalam hal ini konstruk yang terakhir peneliti uji adalah adversity intelligence endurance. Peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur faktor adversity intelligence endurance bersifat unidimensional, namun karena didapatkan model satu faktor
(unidimensional)
tidak
fit,
dengan
Chi-Square=77.04,
df=35,
P-
value=0.00005, RMSEA=0,081. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan ChiSquare=40.68, df=31, P-value=0.11450, RMSEA=0,041. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor adversity intelligence endurance. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing.
88
Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.15 Muatan faktor item untuk adversity intelligence endurance NO
KOEFISIEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.69 0.38 0.50 0.63 0.59 0.58 0.55 0.63 0.67 0.60
STANDAR ERROR 0.07 0.08 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
NILAI T
SIGNIFIKAN
9.76 4.74 6.86 8.79 8.30 7.95 7.60 8.82 9.69 8.51
V V V V V V V V V V
Dilihat dari muatan faktor pada 10 item di atas, didapatkan bahwa kesemua item memiliki value bermuatan positif atau lebih besar dari 1,96 (t>1,96) yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor adversity intelligence endurance. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesemua item dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor. Adapun didapatkan item-item yang saling berkolerasi, yaitu item 1, 2, 4, 6, dan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa item tersebut adalah item yang buruk. Sedangkan item yang bagus dalam adalah item nomor 3, 5, dan 7, dimana item tersebut tidak berkorelasi sama sekali.
89
3.5.2 Uji Hipotesis Pengujian hipotesis untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, apakah terdapat pengaruh yang signifikan self-efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta, digunakan teknik analisi regresi berganda. Teknik analisis berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variable bebas (IV), yaitu self-efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap variable intensi berwirausaha (DV). Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variable terikat (Dependent; respon; Y) dengan lebih dari satu variable bebas (Independent; predictor; X). Persamaan regresi penelitian adalah:
Y’= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e
Keterangan: Y’= nilai prediksi Y (intensi beriwrausaha) a = konstan (intercept) b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X X1= Self efficacy X2= Internal locus of control
90
X3= External locus of control X4= Risk taking behavior X5= Emotional quotient X6= Adversity quotient e = Residu Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memilki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut: 1.
R² (koefisien determinasi berganda) Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi
berganda antara intensi self-efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient. Besarnya intensi berwirausaha yang disebabkan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R². R² menunjukkan variasi atau perubahan variable terikat (Y) disebabkan variabel bebas (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variable bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari intense yang dijelaskan oleh selfefficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient.
91
Untuk mendapatkan nilai R², digunakan rumusan sebagai berikut:
ܴଶ = 2.
ܵܵ݃݁ݎ ܵܵݕ
Uji F Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan
atau tidak, maka digunakanlah uji F untuk membuktikan hal tersebut menggunakan rumus:
=ܨ
ܴ ଶ Τ݇ (1 െ ܴ ଶ )Τ(ܰ െ ݇ െ 1)
Dimana k adalah jumlah independen variable dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel.
3.
Uji t Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat apakah
pengaruh yang diberikan variabel bebas (X) signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel bebas (X) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variabel terikat (Y),
92
oleh karenanya sebelum didapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai standart error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar mean square dibagi SSx. Stelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t akan dilakukan sebanyak 7 kali sesuai dengan hipotesis nihil yang hendak diujikan. Uji t dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: =ݐ
ܾ ݏ
Dimana b adalah koefisien regresi dan sb adalah standart error dari b. hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini, akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian, yaitu analisis deskriptif, uji validitas konstruk dan yang terakhir pengujian hipotesis penelitian.
4.1 Analisis Deskriptif Pada sub bab yang pertama, akan dideskripsikan tentang populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti memiliki data berupa nama siswa, jumlah, dan jurusan serta ijin untuk menyebarkan alat ukur ke setiap kelasnya. Oleh karena itu peneliti menentukan sampel dengan cara probability sampling, dengan stratified random sampling. Artinya teknik ini memungkinkan peneliti memilih semua anggota sampel yang ada dengan mengambil sampel setiap sub kelompok (strata) yang spesifik akan mewakili jumlah yang cukup mewakili dari populasi. Tabel 4.1 Distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
N
Persentase
Laki-laki
210
29.4%
Perempuan
504
70.6%
Total
714
100%
Dengan demikian peneliti dapat melakukan pemilihan sampel lebih baik mencakup jenis kelamin, kelas, jurusan atau keahlian serta jenis pekerjaan orang
93
94
tua siswa yang mewakili populasi SMKN 22 Jakarta. Adapun jumlah populasi di SMKN 22 Jakarta dapat dilihat pada tabel 4.1. Populasi siswa SMKN 22 Jakarta berjumlah 714 orang yang terdiri dari 504 (70.6%) perempuan dan 210 (29.4%) laki-laki. Data tersebut memperlihatkan bahwa populasi dalam penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Dari distribusi populasi tersebut kemudian dibandingkan dengan distribusi sampel yang diperoleh, berikut dibawah ini: Tabel 4.2 Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
n
Persentase
Laki-laki
41
22.3%
Perempuan
143
77.7%
Total
184
100%
Responden dalam penelitian ini sebanyak 184 (25%) orang yang terdiri dari perempuan sebanyak 143 (77.7%) orang dan laki-laki 41 (22.3%) orang. Jika dibandingkan dengan distribusi populasi yang ada di halaman sebelumnya, maka dapat dikatakan sampel yang digunakan cukup mewakili populasi siswa SMKN 22 Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perbedaan yang mencolok antara distribusi populasi dan disitribusi sampel. Selanjutnya dalam sub bab ini juga dipaparkan mengenai distribusi populasi penelitian berdasarkan program keahlian atau jurusan . Populasi siswa SMKN 22 Jakarta berdasarkan program keahlian atau jurusan berjumlah 714 orang yang terdiri dari 233 (32.7%) orang jurusan akutansi, 226 (31.7%) orang jurusan administrasi perkantoran, 148 orang atau 14.9% orang
95
jurusan pemasaran dan sisanya jurusan teknik komputer jaringan sekitar 107 (20.7%) orang. Dari data tersebut terlihat bahwa populasi penelitian ini lebih banyak pada program akuntansi dan administrasi perkantoran. Hal tersebut dikarenakan jurusan tersebut masing-masing memiliki dua kelas disetiap tingkatannya sedangkan jurusan lainnya hanya memiliki satu kelas, kecuali di kelas dua jurusan pemasaran yang memiliki dua kelas. Berikut tabel distribusi populasi berdasarkan program keahlian: Tabel 4.3 Distribusi populasi penelitian berdasarkan program keahlian Jurusan
N
Persentase
Akuntansi
233
32.7%
Administrasi Perkantoran
226
31.7%
Pemasaran
148
20.7%
Teknik Komputer Jaringan
107
14.9%
Total
714
100%
Selanjutnya distribusi populasi tersebut dibandingkan dengan distribusi sampel penelitian yang diperoleh sebagai berikut: Tabel 4.4 Distribusi sampel penelitian berdasarkan program keahlian Jurusan
n
Persentase
Akuntansi
62
33.7%
Administrasi Perkantoran
59
32.1%
Pemasaran
33
17.9%
Teknik Komputer Jaringan
30
16.3%
Total
184
100%
96
Responden dalam penelitian ini yang termasuk kedalam program keahlian akuntansi sebanyak 62 (33.7%) siswa, administrasi perkantoran 59 (32.1%) siswa, pemasaran 33 (17.9%) siswa, dan 30 siswa atau sekitar 16.3% masuk kedalam program keahlian teknik komputer jaringan. Dari data tersebut dapat dibandingkan bahwa sampel yang peneliti gunakan cukup mewakili populasi siswa SMKN 22 Jakarta. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya perbedaan yang mencolok antara distribusi populasi penelitian program keahlian dengan distribusi sampel. Selanjutnya akan dipaparkan pula mengenai distirbusi populasi penelitian berdasarkan tingkatan kelas sebagai berikut: Tabel 4.5 Distribusi populasi penelitian berdasarkan tingkatan kelas Tingkatan kelas
N
Persentase
1
236
33.1%
2
227
31.8%
3
251
35.1%
Total
714
100%
Populasi SMKN 22 Jakarta berdasarkan tingkatan kelas seluruhnya berjumlah 714 siswa yang terdiri dari 236 (33.1%) siswa kelas 1, 227 (31.8%) siswa kelas 2, dan siswa kelas 3 sebanyak 251 atau 35.1%. Data tersebut menunjukkan bahwa populasi penelitian tersebar merata pada setiap kelasnya. Distribusi populasi tersebut kemudian dibandingkan dengan distribusi sampel penelitian yang diperoleh. Dimana sampel dalam penelitian ini adalah kelas 1 sebanyak 56 (30.4%) siswa, 55 (29.9%) siswa kelas 2 dan sisanya sebanyak 73 (39.7%) siswa adalah kelas 3.
97
Hal tersebut juga menandakan bahwa distribusi sampel penelitian tersebar hampir merata pada setiap kelasnya. Jika dibandingkan dengan distribusi populasi, maka distribusi sampel ini tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang diambil berdasarkan kelas cukup mewakili populasi siswa SMKN 22 Jakarta. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel distribusi sampel berdasarkan tingkatan kelas dalam tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi sampel penelitian berdasarkan tingkatan kelas Tingkatan kelas
n
Persentase
1
56
30.4%
2
55
29.9%
3
73
39.7%
Total
184
100%
Selanjutnya dipaparkan pula mengenai distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis pekerjaan orang tua siswa sebagai berikut: Tabel 4.7 Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis pekerjaan orang tua siswa Jenis pekerjaan orang tua
n
Persentase
Wirausahawan/i
70
38%
Pegawai swasta
47
25.6%
PNS
14
7.6%
Lain-lainnya
53
28.8%
Total
184
100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jenis pekerjaan orang tua siswa yang menjadi responden dalam penelitian ini peneliti kalsifikasikan menjadi empat macam, yaitu wirausahawan/i sebanyak 70 (38%) orang, pegawai swasta
98
47 (25.6%) orang, pegawai negeri sipil 14 (7.6%) orang, dan lain-lannya (seperti; buruh, pekerja serabutan, tukang ojek, dll) sebanyak 53 (28.8%) orang. Hal tersebut menandakan bahwa sampel dalam penelitian ini memiliki jenis pekerjaan orang tua yang berbeda-beda yang berarti memenuhi syarat penelitian. Selanjutnya
dipaparkan
mengenai
uji
beda
intensi
berwirausaha
berdasarkan jenis kelamin, program keahlian, tingkatan kelas, dan jenis pekerjaan orang tua pada tabel 4.8 di bawah ini: Tabel 4.8 Uji Beda Intensi berwirausaha
Klasifikasi uji beda Intensi Berwirausaha Jenis kelamin Program keahlian
Tingkatan kelas
Jenis pekerjaan orang tua siswa
Laki-laki Perempuan Akuntansi Administrasi perkantoran Pemasaran Teknik Komputer Jaringan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Wirausaha Pegawai swasta PNS Lain-lainnya (buruh, tukang bangunan, tukang ojek,dll.)
Mean
N
Sig
51.9742 49.4340 47.0068
41 143 62
0.095 0.095 0.000*
55.2126
33
0.000*
51.0267
59
0.000*
48.4525
30
0.000*
46.8288 53.0566 50.1298 47.5563 53.8718 55.4314
56 55 73 70 47 14
0.002* 0.002* 0.002* 0.000* 0.000* 0.000*
48.3594
53
0.000*
*Signifikan pada taraf 5% (p<0,05)
Berdasarkan uji beda intensi berwirausah pada klasifikasi jenis kelamin, program keahlian (jurusan), tingkatan kelas, dan jenis pekerjaan orang tua siswa di atas, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
99
1. Jenis Kelamin Berdasarkan uji beda yang telah dilakukan didapatkan bahwa siswa laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaannya terhadap intensi berwirausaha. Hal tersebut diketahui melalui mean yang didapatkan untuk jenis kelamin laki-laki sebesar 51.9742 sedangkan siswa berjenis kelamin perempuan meannya adalah 49.4340, dimana perbedaan tersebut tidak begitu jauh. Taraf signifikan yang didapatkan sebesar 0.095 yang artinya nilai probabilitas siginifikan pada taraf 5% lebih besar (0.095>0.05). sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak secara siginfikan mempengaruhi intensi berwirausaha. 2. Program keahlian (jurusan) Dilihat dari program keahlian atau jurusan yang ada, didapatkan kesimpulan bahwa program keahlian (jurusan) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Mean yang didapatkan untuk program keahlian akuntansi sebesar 47.0068, teknik komputer sebesar 48.4525, pemasaran sebesar 51.0167, dan administrasi perkantoran nilai meannya sebesar 55.2126. Taraf signifikan ysng didapatkan sebesar 0.000 (0.000<0.05). Dalam hal ini dengan melihat nilai meannya adalah program keahlian administrasi perkantoran yang memiliki intensi paling tinggi kemudian dilanjutkan dengan jurusan pemasaran, teknik komputer, dan akuntansi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara program keahlian (jurusan) terhadap intensi berwirausaha. 3. Tingkatan kelas Selanjutnya adalah tingkatan kelas. Didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan intensi berwirausaha antara siswa kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dengan taraf
100
signifikansi sebesar 0.002. Nilai mean yang dihasilkan untuk kelas 1 sebesar 46.8288, kelas 2 sebesar 53.0566 dan kelas 3 sebesar 50.1298 yang berarti kelas 2 memiliki intensi lebih tinggi kemudian kelas 3 dan yang terakhir kelas 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang berada di kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 secara siginifikan memiliki perbedaan dalam intensi berwirausaha. 4. Jenis pekerjaan orang tua siswa Dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa, maka didapatkan kesimpulan bahwa siswa yang memiliki orang tua dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda memiliki perbedaan pula terhadap intensi berwirausaha. Hal tersebut dilihat dari taraf signifikansinya sebesar 0.000 yang artinya nilai probabilitas signifikan pada taraf 5% (0.000 < 0.05). Mean yang didapatkan untuk jenis pekerjaan orang tua siswa adalah berwirausaha sebesar 47.5563, pegawai swasta sebesar 53.8718, PNS sebesar 55.4314 dan pekerjaan lainnya sebesar 48.3594. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara latar belakang jenis pekerjaan orang tua siswa.
4.2 Uji Hipotesis Penelitian Sebelum menjelaskan tentang uji hipotesis pada bab empat ini, peneliti akan memaparkan kembali hipotesis penelitian baik hipotesis mayor maupun hipotesis minor dengan tujuan agar pembaca mudah dalam memahami uji hipotesisnya. Adapun hipotesis mayor dan minor yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis mayor H1: Ada pengaruh yang signifikan self efficacy, internal locus of control, exsternal locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity
101
quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta.
2. Hipotesis Minor H2 : Ada pengaruh self efficacy terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H3 : Ada pengaruh internal locus of control terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H4 : Ada pengaruh external locus of control terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H5 : Ada pengaruh risk taking behavior terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H6 : Ada pengaruh emotional quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. H7 : Ada pengaruh adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta.
4.2.1 Pengujian Hipotesis Mayor dan Minor Seperti pada hipotesis mayor diatas bahwa ada pengaruh signifikan faktor-faktor psikologis terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Untuk mendapatkan hasil tersebut peneliti menggunakan metode regresi berganda. Dengan dependen variabelnya adalah intensi berwirausaha, dan independen variabelnya adalah self efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional
102
quotient, dan adversity quotient. Dimana dalam penghitungannya dibantu dengan software SPSS 16. Seperti yang telah disebutkan pada bab 3, dalam regresi hal yang dilihat yaitu, pertama apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kedua melihat besar R square untuk mengetahui berapa persen varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Adapun langkah pertama dengan melihat uji F pada tabel 4.9 dimana diketahui bahwa nilai signifikansinya lebih kecil (p < 0.05). Maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signirfikan seluruh independen variabel terhadap dependen variabel, yaitu intensi berwirausaha ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari faktor-faktor psikologis seperti self efficacy, internal locus of control, exsternal locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient. Tabel 4.9 ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
7026.644
6
1171.107
23.260
0.000a
Residual
8911.810
177
50.349
Total
15938.454
183
a. Predictors: (Constant), ENDURANCE, EKSTERNAL, INTERNAL, REACH, RISKTAKINGBEHAV, CONTROL, EFFICACY, EMOTIONAL, AQO2NOT9. b. Dependent Variable: INTENSI BERWIRAUSAHA
Selanjutnya adalah melihat tabel R square pada tabel 4.10, Pada tabel model summary terlihat bahwa R Square hanya mencapai 0,441. Hasil tersebut didapat setelah peneliti menggunakan metode analisis regresi berganda dengan
103
menggunakan nilai true score. True-score diperoleh dari masing-masing variabeldengan menggunakan seluruh IV, diperoleh nilai R square (R2) = 0.441. Hal ini berarti 44,1% dari bervariasinya intensi berwirausaha siswa ditentukan oleh bervariasinya enam variabel yang diteliti. Sedangkan 55,9% ditentukan oleh sebab-sebab atau faktor lainnya. Tabel. 4.10 Model Summary
Model 1
Adjusted R
Std. Error of the
R
R Square
Square
Estimate
0.664a
0.441
0.422
7.09572
Langkah terakhir adalah dengan melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Dengan melihat nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan. Artinya independen variabel tersebut memiliki dampak yang dignifikan terhadap intensi berwirausaha. Adapun penyajiannya disampaikan pada tabel berikut: Tabel 4.11 Koefisien regresi
Model
Unstandardized Coefficients b Std. Error
t
Sig.
(Constant)
0.658
6.184
0.106
0.915
Self efficacy External Locus of control Internal locus of control Risk taking behavior Emotional quotient Adversity quotient
0.678 -0.077 0.066 0.076 0.125 0.119
0.064 0.062 0.061 0.060 0.067 0.058
10.668 -1.238 1.087 1.257 1.866 2.063
0.000 0.217 0.278 0.211 0.064 0.041
a.
Dependent Variable: intensi_berwirausaha
104
Dari fungsi persamaan diatas, diketahui independen variabel (IV) apa saja yang signifikan terhadap dependen variabel (DV) dengan melihat sig < 0.05. Dari hasil diatas diketahui IV yang signifikan ialah self efficacy dan adversity quotient. Sedangkan sisanya tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada intensi berwirausaha sebagai berikut: Intensi berwirausaha = 0.658 + 0,678 self efficacy* + (-0.077) external locus of control + 0.066 internal locus of control + 0.076 risk taking behavior + 0,125 emotional quotient + 0.119 adversity quotient * . Selanjutnya adalah peneliti menguji penambahan proporsi varians dari tiap independen variabel jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam analisi regresi. Hal ini bertujuan untuk melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis selengkapnya dibahas pada sub bab berikut.
4.2.2. Analisis proporsi varians pada masing-masing independen variabel Peneliti menganalisis juga besarnya proporsi varian dari DV yang merupakan sumbangan/pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varian setiap IV baru dimasukkan dalam persamaan. Dalam rangka mendapatkan informasi tentang berapa besar proporsi varian terhadap intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh masing-masing independen variabel, maka peneliti melakukan lagi enam kali analisis regresi.
105
Dimulai dengan hanya satu IV yaitu variabel self efficacy. R2 yang dihasilkan menunjukkan proporsi varian dari DV yang menggambarkan pengaruh self efficacy sebagai IV. Kemudian analisis regresi dengan dua IV yaitu self efficacy dan eksternal locus of control. Selisih diantara R2 regresi dua IV dengan R2 regresi satu IV di atas adaah merupakan proporsi varian yang dihasilkan oleh pengaruh IV yang baru ditambahkan yaitu external locus of control. Selanjutnya dilakukan analisis regresi dengan tiga IV yaitu dengan menambahkan lagi satu IV yaitu internal locus of control dan R2 yang dihasilkan dibandingkan dengan R2 sebelumnya yaitu dengan R2 sebelumnya yaitu dia IV. Selisihnya (R2 change) merupakan proporsi varian dari DV (intensi berwirausaha) yang mengambarkan pengaruh dari IV yang baru ditambahkan yaitu internal locus of control. Setelah itu, dilakukan analisa regresi dengan empat IV yaitu risk taking behavior yang merupakan IV tambahan. Selanjutnya R2 yang dihasilkan dibandingkan dengan R2 hasil dari regresi dengan tiga IV. Hasil dari selisih tersebut merupakan proporsi varian dari DV yang terkait dengan pengaruh IV yang ditambahkan yaitu risk taking behavior. Kemudian dilakukan analisis regresi dengan lima IV yaitu dengan menambahkan lagi satu IV yaitu emotional quotient. Sama dengan prosedur sebelumnya, R2 hasil dari regresi ini dibandingkan dengan R2 dari empat IV
106
dimana selisihnya merupakan proporsi varian dari variabel intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh emotional quotient. Tahap akhir dalam rangka mendapatkan informasi tentang berapa besar proporsi varian dari intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh masing-masing independen variabel adalah membandingkan R2 yang dihasilkan dari regresi lima IV dengan R2 yang dihasilkan dari enam IV. Selisih yang didapat merupakan proporsi varian yang menggambarkan IV ke enam, yang dalam hal ini IV ke enam adalah faktor adversity quotient. Bertambahnya R square change tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini: Tabel 4.12 Proporsi Varian Oleh Masing-Masing Independen Variabel IV
R2
R2 change
Fhitung
DF
Ftable
Signifikan
X1
0.390
0.390
116.531
1,182
3.893
Signifikan
X12
0.393
0.003
0.804
1,181
3.893
Tidak signifikan
X123
0.400
0.007
2.044
1,180
3.894
Tidak signifikan
X1234
0.415
0.015
4.732
1,179
3.894
Signifikan
X12345
0.427
0.012
3.760
1,178
3.894
Tidak Signifkan
X123456
0.441
0.013
4.257
1,177
3.894
Signifikan
TOTAL
0.441
Keterangan : X1 = Self efficacy X2 = External locus of control X3 = Internal locus of control
107
X4 = Risk taking behavior X5 = Emotional quotient X6 = Adversity quotient
Dari table 4.12 diatas didapatkan informasi sebagai berikut : 1.
Variabel self efficacy (efikasi diri) dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 Change sebesar 0,390 variabel self efficacy memberi sumbangan sebesar 39% bagi bervariasinya intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0.678 F = 116.531 dan df = 1,182, maka variabel self efficacy signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa dengan arah hubungan positif.
2.
Variabel external locus of control dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 change sebesar 0,003 yang artinya variabel eksternal locus of control memberi sumbangan sebesar 0,3% bagi bervariasinya intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -0,077 dengan F = 0.804, dan df = 1,181, maka external locus of control tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa dengan arah hubungan negatif.
3.
Variabel faktor internal locus of control dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,007 yang berarti bahwa variabel faktor locus of control hanya menyumbang 0,7% terhadap intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0.066 dengan F = 2.044 dan df = 1,180. Maka variabel faktor internal locus of control tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa dengan arah hubungan negatif.
4.
Variabel risk taking behavior dengan intensi berwirausaha diperoleh R2
108
sebesar 0,015 yang berarti bahwa variabel risk taking behavior memiliki kontribusi sebesar 1,5% dalam mempengaruhi intensi berwirausaha dengan koefisien regresi sebesar 0,076 dengan F = 4.732, dan df = 1,179, maka variabel risk taking behavior signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa dengan arah hubungan positif. 5.
Variabel emotional intelligence memberikan sedikit sumbangan, dengan R2 sebesar 0,012 yang berarti bahwa variabel emotional quotient memiliki kontribusi sebesar 1,2% dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Sumbangan ini tidak signifikan dengan F = 3.760 dan df = 1,178. Koefisien regresinya sebesar 0,125 yang artinya variabel emotional quotient tidak signifikan mempengaruhi intensi berwiruasaha dengan arah hubungan positif.
6.
Variabel faktor adversity quotient dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,013 yang berarti bahwa variabel variabel faktor adversity quotient memiliki
kontribusi
sebesar
1,3%
dalam
mempengaruhi
intensi
berwirausaha dan memiliki koefisien regresi sebesar 0.1199 dengan F = 4,257dan df = 1,177, maka variabel faktor adversity quotient signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa dengan arah hubungan positif. Selanjutnya untuk bahasan mengenai kesimpulan penelitian dapat dilihat pada bab lima.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini terdiri dari sub bab kesimpulan, diskusi dan saran. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian yang telah dikemukakan di dalam BAB 4, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh yang signifikan self efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta”. Hal ini berarti bahwa hipotesis mayor yang menyatakan bahwa ada pengaruh self efficacy, internal locus of control, external locus of control, risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta diterima. Selanjutnya, dari tujuh variabel yang diuji terdapat dua variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Dengan demikian terdapat dua hipotesis minor yang diterima, yaitu yang menyatakan bahwa ada pengaruh variabel self efficacy terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta (H2) dan hipotesis minor yang menyatakan bahwa ada pengaruh variabel adversity quotient terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta (H7). Walaupum 109
110
variabel external locus of control, internal locus of control, risk taking behavior, dan emotional quotient dalam penelitian ini juga memberikan sumbangan terhadap intensi berwirausaha, namun sumbangan tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh ditolak. Setelah dilakukan analisis data didapatkan hasil bahwa IV tersebut yakni self efficacy dan adversity quotient memberikan sumbangan terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Self efficacy memberikan sumbangan sebesar 39%. Disini dapat terlihat bahwa self efficacy memberikan sumbangan yang sangat besar pengaruhnya dan berbeda jauh dengan variabel lain, yaitu adversity quotient yang hanya memberikan sumbangan kecil sebesar 1,3%, namun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha.
5.2 DISKUSI Pada sub bab ini, dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti akan memaparkan diskusi mengenai ke enam independen variabel, yaitu ; 1) self efficacy, 2) internal locus of control, 3) external locus of control, 4) risk taking behavior, 5) emotional quotient, 6) adversity quotient, terhadap dependen variabel, yaitu intensi berwirausaha. Sebagai inti dari keseluruhan isi sub bab diskusi, dijelaskan juga mengenai beberapa penelitian terdahulu dan literatur yang memperlihatkan adanya pengaruh faktor-faktor psikologis terhadap intensi berwirausaha. Hasil penelitian yang
111
dilakukan peneliti menunjukkan bahwa terdapat dua faktor psikologis yang berperan secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha dan variabel lainnya tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Terdapat beberapa penyebab sehingga hasil penelitian ini terdapat hasil yang signifikan dan tidak signifikan dari faktor-faktor psikologis sehingga berbeda dengan penelitian terdahulu maupun literatur yang ada. Dari hasil penelitian dapat dipahami bahwa variabel self efficacy mempengaruhi intensi berwirausaha dan memiliki kolerasi yang positif. Hal tersebut berdasarkan dengan kosefisien regresi dari self efficacy yang bernilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self efficacy pada diri siswa maka akan semakin tinggi pula intensi berwirausaha. Variabel self efficacy dalam hal ini memberikan sumbangan varians yang cukup tinggi, yaitu sebesar 39% terhadap intensi berwirausaha. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shook & Bratianu, 2008; Linan, 2008; Marco et al., 2006; Hmielski & Corbet, 2006; Fitzsimmons & Douglas, 2006; Zhao et al., 2005; Ramayah & Harun, 2005; Kristiansen & Indarti, 2003 (dalam Wijaya, 2008). Teori dari Albert Bandura (1977; dalam Wijaya 2008) mengenai self efficacy juga memperkuat bahwa self efficacy memang memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada setiap kegiatan atau hal. Artinya jika seseorang memiliki self efficacy yang tinggi maka akan cenderung lebih percaya diri atau yakin dengan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu hal dan meraih sesuatu sehingga hal tersebut akan mendorong seseorang dalam hal ini memiliki intensi berwirausaha yang lebih
112
tinggi. Hal tersebut senada dengan pendapat Betz dan Hacket (1986; dalam Indarti dan Rostiani, 2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat self efficacy seseorang pada kewirausahaan di masa masa awal seseorang dalam berkarir, semakin kuat intensi kewriausahaan yang dimilikinya. Sedangkan seseorang dengan self efficacy yang rendah cenderung akan memilki intensi berwirausaha yang rendah. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa variabel self efficacy memiliki pengaruh yang sangat besar, hal tersebut dikarenakan adanya pelatihan keterampilan dalam berwirausaha yang diberikan dan menjadi dasar terbentuknya self efficacy pada siswa SMK Negeri 22 Jakarta. Namun bukan jaminan bahwa siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan selalu memiliki intensi berwirausaha yang tinggi pula, karena masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi intensi berwirausaha. Variabel selanjutnya dalam penelitian ini yang signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha adalah adversity quotient. Berdasarkan hasil analisis data yang peneliti lakukan, diperoleh nilai sumbangan dari seluruh dimensi yang ada pada adversity quotient sebesar 1,3%. Artinya adversity quotient dalam penelitian ini secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wijaya (2007) yang menyebutkan bahwa adversity quotient secara signifikan memberikan kontribusi sebesar 11% dengan arah pengaruh yang positif. Artinya semakin tinggi adversity quotient siswa, maka semakin tinggi intensi berwirausaha siswa dan sebaliknya semakin rendah adversity quotient siswa maka cenderung intensi berwirausaha siswa juga rendah. Stoltz (2000) juga mengungkapkan individu yang memiliki kecerdasan dalam menghadapi rintangan
113
tinggi akan memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam menikmati manfaatmanfaat kecerdasan dalam menghadapi rintangan yang tinggi. Individu yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan akan memiliki kemampuan untuk menangkap peluang usaha (wirausaha), sehingga adversity quotient dalam diri individu memiliki hubungan dengan intensi berwirausaha (dalam Wijaya, 2007). Namun bukan jaminan bahwa siswa yang memiliki adversity quotient yang tinggi akan selalu memiliki intensi berwirausaha yang tinggi pula, karena masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi intensi berwirausaha (Kristiansen, 2003). Dari hasil analisis data variabel lainnya, yaitu external dan internal locus of control. Dimana dalam penelitian ini, ternyata locus of control internal maupun eksternal tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Berdasarkan analisis data diperoleh sumbangan locus of control terhadap intensi berwirausaha hanya sebesar 1%. External locus of control sebesar 0.3% dan internal locus of control sebesar 0.7% sehingga hasil tersebut tidaklah signifikan dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa locus of control menunjukkan hasil yang signifkan terhadap intensi berwirausaha (Evans & Leighton, 1989; Cromie & Johns, 1983, dalam Fini et al., no years). Indarti & Kristiansen (2003) juga mengemukakan bahwa salah satu faktor psikologis yang dapat membentuk intensi berwirausaha, yaitu locus of control. Artinya jika individu memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki locus of control yang tinggi sehingga berpotensi dalam wirausaha (Kristiansen, 2001). Crider (1983; dalam
114
Ghufron & Rini, 2010) menjelaskan bahwa orang yang memiliki internal locus of control akan memiliki ciri-ciri suka bekerja keras, inisiatif, terus berusaha, serta memilki keyakinan untuk berhasil lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik seorang wirausahawan yang dijelaskan oleh Zimmerer (1996: 6-8). Namun demikian peneliti beranggapan bahwa hasil mengenai tidak adanya pengaruh yang signifikan external dan internal locus of control terhadap intensi berwirausaha bisa diakibatkan oleh beberapa hal, baik itu lokasi atau tempat penelitian, sampel, jumlah sampel yang digunakan atau bahkan kesiapan alat ukur. Penelitian yang digunakan oleh Indarti & Kristiansen (2003), dalam penelitian mereka digunakan sampel yang berasal dari bukan pelajar SMK serta jumlah sampel yang digunakanpun jauh berbeda dengan yang peneliti gunakan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan hasil yang didapatkan. Sedangkan sampel yang peneliti gunakan adalah siswa SMK dimana pada masa ini remaja mengalami masa krisis identitas (Hurlock, 1980) serta banyaknya mengalami tuntutan-tuntutan terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas akademisnya (Widanarti, 2002). Sehingga menimbulkan kebimbangan pada remaja yang mengakibatkan
kondisi psikologis, dalam hal ini proses
pembentukan locus of control yang kurang baik, karena perkembangan pusat kendali individu dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti lingkungan fisik dan sosial (Monks et al., 2001; dalam Ghufron & Rini, 2010). Namun demikian dari hasil data yang didapatkan dapat dilihat dari arah pengaruhnya, terdapat kesesuaian diantara keduanya. Dimana external locus of control memiliki arah yang negatif, yang artinya semakin rendah external locus of control, maka
115
semakin tingggi intensi berwirausaha, begitupun sebaliknya. Sedangkan internal locus of control memiliki arah yang positif. Variabel lainnya dalam penelitian ini, hasil yang peneliti dapatkan bahwa variabel risk taking behavior memiliki sumbangan terhadap intensi berwirausaha sebesar 1,5%. Variabel ini signifikan memberikan sumbangan terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Artinya jika semakin tinggi risk taking behavior yang dimiliki oleh siswa maka akan cenderung semakin tinggi pula intensi berwirausahanya. Sedangkan siswa yang memiliki risk taking behavior yang rendah maka kecenderungannya juga akan rendah terhadap intensi berwirausaha. Namun, dari data nilai koefisiennya variabel risk taking tidak signifikan dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah banyak dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yang menyebutkan bahwa ada pengaruh yang positif dan siginifikan antara risk taking behavior terhadap intensi berwirausaha (Stewart & Roth, 2001; Weber, Balis, & Betz, 2002; Riyanti, 2007; dalam Fini, unyears). Artinya bahwa siswa yang memiliki risk taking behavior yang tinggi akan memiliki intensi berwirausaha yang tinggi pula ataupun sebaliknya. Dimana berwirausaha merupakan suatu kegiatan yang dapat dikatakan memiliki resiko yang cukup tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Zimmerer (1996: 6-8) dimana salah satu krakteristik kewirausahaan adalah tolerance for risk, ambiguity, and uncertainty, yaitu tahan terhadap resiko dan ketidakpastian. Wirausaha harus belajar mengelola risiko dengan cara mentransfernya kepihak lain. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki toleransi terhadap pandangan yang berbeda dan
116
ketidakpastian. Dengan demikian risk taking behavior dalam diri seseorang yang ingin menjadi seorang wirausahawan sangat diperlukan. Namun demikian, peneliti beranggapan bahwa hasil mengenai tidak adanya pengaruh yang signifikan risk taking behavior terhadap intensi berwirausaha bisa diakibatkan oleh banyak faktor, seperti lingkungan fisik, sosial, karakteristik sampel, dan faktor lainnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (2007) diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara risk taking behavior terhadap intensi berwirausaha. Namun hal tersebut sangat bisa terjadi karena sampel yang digunakan berbeda dengan sampel penelitian ini. Dimana sampel dalam penelitian Riyanti (2007) hanya sampel wanita saja dan berumur 31 sampai 50 tahun yang berarti sampel yang digunakan sudah dalam usia yang matang baik secara fisik, psikis ataupun pengalaman. Berbeda dengan sampel yang peneliti gunakan, yaitu siswa SMK yang masih berusai 16 sampai 17 tahun. Artinya sampel yang peneliti gunakan masih dalam fase remaja pertengahan menuju ke remaja akhir. Dimana pada masa ini remaja dalam keadaan yang tidak stabil dan dalam tahap proses pembentukan serta pencarian jati diri (Hurlock, 1998). Pada masa ini pula siswa masih memiliki sedikit pengalaman kerja bahkan ada yang belum sama sekali. Padahal pengalaman tersebut sangat penting dalam proses penyadaran dan melatih kemampuan risk taking behavior siswa. Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa faktor budaya turut mempengaruhi risk taking behavior dalam diri seseorang (Riyanti, 2007). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa risk taking behavior dapat berubah ketika seseorang pindah kedaerah lain, dimana daerah
117
tersebut tidak terlalu menekankan risk taking behavior dalam kesehariannya. Sehingga hasil penelitian ini yang menunjukan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha bisa saja terjadi karena faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari hasil analisa data lainnya, diketahui bahwa emotional quotient memberikan sumbangan varians sebesar 1,2% terhadap intensi berwirausaha dan memiliki koefisien regresi bermuatan positif. Artinya bahwa emotional quotient dapat memberikan pengaruh yang positif sebesar 1,2% terhadap intensi berwirausaha yang berarti jika seseorang memiliki emotional quotient yang tinggi maka ada kecenderungan seseorang akan memiliki intensi yang tinggi pula. Namun variabel ini tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta. Yang berarti hasil ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ifham (2002) yang menunjukkan bahwa emotional quotient memiliki pengaruh dan hubungan yang positif terhadap intensi berwirausaha. Padahal Cooper dan Sawaf (2000) menyebutkan bahwa faktor yang paling menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja adalah faktor kecerdasan emosi (emotional quotient). Sehingga apabila seseorang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tentunya akan memiliki berbagai kemampuan yang akan berpengaruh terhadap pembentukan kewirausahaan
seseorang
(Goleman,
1999).
Namun
demikian
peneliti
beranggapan bahwa hasil mengenai tidak adanya pengaruh yang signifikan emotional quotient terhadap intensi berwirausaha bisa diakibatkan oleh banyak faktor lainnya. Goleman (1999) menyatakan bahwa tidak ada metode evaluasi
118
yang sempurna dan dalam hal pengukuran kecakapan emosi sangat mungkin terjadi penyimpangan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya faking good yang dilakukan, kebohongan, dan bahkan faktor lain yang menyebabkan pengukuran emotional quotient tidak sesuai dengan semestinya. Menurut Kristiansen (Riyanti dan Rostini, 2008) faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Dengan demikian hal tersebut bisa berpengaruh pada hasil pengukuran, sehingga mengakibatkan tidak adanya pengaruh yang signifikan variabel emotional quotient terhadap intensi berwirausaha.
5.3
SARAN
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada dalam penelitian yang telah dilakukan. Namun peneliti berharap hal tersebut dapat menjadi bahan pembelajaran yang sangat berharga serta bahan evaluasi baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti lain di masa yang mendatang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis. 5.3.1 Saran metodologis 1.
Variasi dari keenam independen variabel yang ada hanya menyumbang pengaruh 44.1% sedangkan sisanya sebanyak 55.9% dipengaruhi oleh variabel lain. Oleh sebab itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti dan menganalisis pengaruh variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi intensi berwirausaha, seperti faktor kreatifitas dan inovasi sebagai pembentuk intensi berwirausaha yang disebutkan oleh Zimmerer
119
(1996: 51), sikap terhadap berwirausaha, persepsi, motivasi berwirausaha, need for power, faktor value (nilai-nilai), situasi, serta faktor demografi. 2.
Berwirausaha merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh siapapun dan sangat baik bagi perkembangan perkenomian. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar peneliti lainnya dapat menggunakan sampel dari berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai latar belakang, seperti pelajar (SD, SMP, SMA), ibu rumah tangga, ataupun masyarakat umum lainnya. Sehingga diharapkan mendapat hasil yang bervariasi dan dapat dijadikan pembanding untuk perkembangan penelitian kewirausahaan dimasa depan. 3. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan kendala dalam menyebarkan alat ukur. Sehingga peneliti menyarankan untuk peneliti lainnya agar memperhatikan sampel yang akan diteliti, baik dari segi jarak, situasi, dan yang terlebih penting adalah karakteristik sampel. Sebagai contoh ketika peneliti akan melakukan penggumpulan data, ternyata karakteristik sampel yang akan peneliti gunakan adalah masyarakat dengan tingkat kelas ekonomi menengah keatas dan dalam hal tersebut mereka belum terbiasa dengan mengisi kuesioner. sehingga menimbulkan sikap apatis sampel terhadap penelitian yang dilakukan. Hal tersebut dapat menjadi kendala dalam proses pengambilan data dan kevalidan hasil yang diperoleh nantinya. Dengan demikian semua hal tersebut peneliti anggap penting demi kemudahan peneliti lainnya dalam memperoleh data.
4.
Peneliti dalam hal ini juga tidak melakukan pengujian terhadap interaksi antar variabel yang ada, sehingga peneliti tidak dapat menyimpulkan
120
pengaruh variabel-variabel tersebut jika diinteraksikan satu sama lain. Sebaiknya, bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan tujuan melihat interaksi antara variabel satu dengan yang lain, hingga dapat diperoleh kesimpulan yang lebih akurat dan lengkap tentang variabel yang diteliti. 5.
Peneliti menyarankan untuk tetap menggunakan teknik probability sampling sehingga sampel representatif dan didapatkan data yang lebih akurat mengenai sampel yang akan diteliti.
6.
Dalam mengadaptasi alat ukur baku, peneliti menyarankan agar proses pengadaptasian alat ukur dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dimana salah satunya adalah dengan penggunaan second translater, agar diperoleh alat ukur yang sesuai dengan kondisi serta karakteristik yang akan digunakan. Misalnya, alat ukur yang digunakan di Inggris akan diadaptasi di Indonesia maka alat ukur tersebut harus diadaptasi sesuai dengan budaya, bahasa, dan karakteristik masyarakat Indonesia.
5.3.2 Saran Praktis Mengingat sumbangan faktor psikologis dalam penelitian ini sangat besar mempengaruhi intensi berwirausaha pada siswa, walau terdapat faktor lainnya yang tidak mempengaruhi intensi berwirausaha maka peneliti menyarankan halhal berikut : 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi positif bagi siswa dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini, yaitu SMKN 22
121
Jakarta khususnya dan instansi pendidikan lainnya baik di Universitas, maupun SMA, SMP, bahkan SD agar dapat memasukkan serta melakukan inovasi kreatif pada program pengajaran kewirausahaan dalam kurikulum pendidikan mereka. Seperti mengajak siswa didik untuk berlomba dalam menciptakan suatu kreasi baru yang dapat dimanfaatkan baik bagi dirinya maupun lainnya. Sehingga membuat kewirausahaan menjadi suatu hal yang menarik dan menantang. Dengan demikian peneliti menganggap hal tersebut penting guna memunculkan intensi berwirausaha pada anak didik sejak dini. 2.
Hasil penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan intensi berwirausaha pada siswa. Intensi berwirausaha dapat dikaji melalui faktorfaktor
kebutuhan-kebutuhan
psikologis
dari
hasil
penelitian
yang
didapatkan, yaitu self efficacy dan adversity quotient. Dimana variabel tersebut lebih berperan dalam memunculkan intensi berwirausaha. Dari hasil yang
telah
didapatkan
tersebut,
menandakan
pentingnya
untuk
meningkatkan self efficacy dan adversity quotient dengan berbagai macam cara. Baik melalui pelatihan pengembangan diri atau pelatihan motivasi diri kepada siswa dan pemberian skill kewirausahaan. Dimana hal tersebut dapat meningkatkan self efficacy seseorang. Sehingga diharapkan variabel tersebut dapat membantu dalam meningkatkan intensi berwirausaha pada siswa. 3.
Para pendidik di instansi pendidikan juga dapat membuat suatu program seminar dan kegiatan-kegiatan yang lebih baik, seperti perlombaan dalam bidang kewirausahaan yang dapat menggali kemampuan serta kepercayaan diri siswa bahwa berwirausaha merupakan hal yang sangat menyenangkan
122
dan menantang. Sehingga diharapkan para siswa semakin tertarik dan memiliki intensi untuk berwirausaha. 4.
Dalam saran ini pula, peneliti menyarankan agar para pendidik saat proses pengajaran
mengenai
kewirausahaan
dapat
menambahkan
softskill
mengenai risk taking behavior, emotional quotient, dan adversity intelligence, karena hal tersebut sangat dibutuhkan dalam berwirausaha. 5.
Pengembangan kemampuan para pendidik mengenai hal-hal yang bersifat psikologis,
seperti
motifasi
mengenai
berwirausaha
juga
perlu
dikembangkan agar dapat menjadi daya tarik sendiri serta contoh konkret bagi siswa. 6.
Saran lainnya adalah bagi peneliti selanjutnya untuk tidak hanya berfokus pada intensi berwirausaha saja, namun meneliti tentang pengaruh fakorfaktor psikologis terhadap perilaku berwirausaha pada wirausahawan. Sehingga dapat menambah khasanah keilmuan dalam meningkatkan intensi berwirausaha.
123
DAFTAR PUSTAKA Ajzen, Icek. (1988). Attitudes, personality, and behavior. Buckingham. Open University Press. Ajzen, Icek. (2005). Attitudes, personality, and behavior 2th edition. Buckingham. Open University Press. Bandura, Albert. (1977). Self efficacy; toward a unifiying theory of behavioral change, psychological review, Vol.84, No.2, Baron & Byrne. (1991). Psikologi sosial (terjemah) jilid 1, edisi 10. Jakarta: Erlangga. Boissin, Jean-Pierre. et. al. (2009). Student and entrepreneurship ; a comparative study of france and the United states. Journal of small business and entrepreneurship, vol.22, Kanada: Questia Media Amerika,Inc. Durkin, Kevin. (1995). Developmental social psychology; from infacy to old age. USA: Blackwell. Engler, Barbara. (2009). Personality theories: an introduction. ed.8, Boston. New York: Houghton Mifflin Harcart publishing company. Fini, Riccardo. et.al. (2009). The Foundation of Entrepreneurial Intention. Journal The Departemen of Management of the University of Bologna. Gary., (2002). American Psychology Association (APA). Washington: VandenBos Ghufron, Muhammad & Risnawati, Rini. (2010). Teori-teori psikologi. Yogyakarta: Ar-ruz media. Goleman, Daniel. (2005). Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi (terjemah). Jakarta: Gramedia. Hartati, Netty. (2006). Mengembangkan kecerdasan emosi. Journal tazkiya of psychology, Vol.6, No.1, Jakarta: Fakultas psikologi UIN Syahid. Hurlock, Elizabeth B. (2007). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi 5). Jakarta: Erlangga. Icek, Ajzen. (1991). Attitudes, personality and behavior. Buckingham. Open University Press.
124
Ifham, Ahmad & Avin, Helmi. (2002). Hubungan kecerdasan emosi dengan kewirausahaan pada mahasiswa. Jurnal psikologi. Yogyakarta: Fakultas psikologi UGM. Indarti, Nurul & Rostiani, Rokhima. (2008). Intensi kewirausahaan mahasiswa: studi perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomikan dan Bisnis Indonesia, Vol 23, No.4, Yogjakarta: Universitas Gajah Mada. Lahey, Benjamin. (2009). Psychology an introduction (international edition) edisi 10. New York: Mc-Graw Hill. Linan, Francisco & Chen, Yi-Wen. (2006). Document de Treball: Testing the entrepreneurial intention model on a two-country sample. Universitat Autonoma de Barcelona. Martin, Fishbein & Ajzen, Icek. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior. Philippines. Addison-Wesley. Myers. (2009). Exploring social psychology; international edition. edisi 5. New York: McGraw Hill. Prodan, Igor & Drnovsek, Mateja. (2010). Conceptualizing academicentrepreneurial intention (an empirical test). Journal technovation. Slovenia: Faculty of economics, University of Ljubtjana. Riyanti, Benedicta. (2007).: Fear of succes and risk taking pada wirausaha wanita Bali. Jurnal penelitian psikologi. Jakarta: Fakultas psikologi Universitas Atma Jaya. Seagal, Jean. (2000). Melejitkan kepekaan emosional (terjemahan). Bandung: Kaifa. Setyorini, Dewi. (2008). Perilaku kewirausahaan pedagang usaha kecil di kotamadya Semarang (studi komparasi multi etnis). Jurnal psikodimensia. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Stoltz, Paul G. (2000). Adversity quotient (terjemah): mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: Gramedia. Suryana, (2000). Kewirausahaan: Pedoman praktis kita dan proses menuju sukses. Jakarta: Salemba empat. Wijaya, Tony. (2007). Hubungan adversity intelligence dengan intensi berwirausaha (studi empiris pada siswa SMKN 7 Yogyakarta). Jurnal manajemen dan kewirausahaan . Yogyakarta: Fakultas psikologi UGM.
125
Wijaya, Tony. (2008). Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Yanuar. (2004). Modul 2: Pengantar ekonomi makro. Jakarta.: Fakultas manajemen Universitas Mercu Buana.
Website: www.bps.go.id.ip_agustus_2011_bps Diunduh pada Mei 2010 www.antaranews.com.2010//darmawan_2010 D iunduh pada Juni 2011 www.depdiknas.go.id.2011//info_pendidikan Diunduh pada Oktober 2011 www.google.com//appendixalatukurpsikologi. Diunduh pada September 2011 www.kompas.com.2011//pengangguran_turun//oleh//Djumena//2010.Diunduh pada September 2011 www.smkn22.ac.id Diunduh pada Oktober 2011 www.smescoukm.go.id.2010//info_juli_2010//indonesia_butuh_4juta wirausahawan Diunduh pada November 2011
Komunikasi Interpersonal : Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta, pada November 2011. Guru bidang akademik SMK Negeri 22 Jakarta, pada November 2011. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 22 Jakarta, pada November 2011.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam mengisi alat ukur ini.
PENDAHULUAN Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi / Siang / Sore
............................................. (Nama dan Tanda Tangan)
Kepada responden yang terhormat, Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini sedang melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi. Saya mengharapkan kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Bentuk kerja sama yang saya harapkan adalah kesedian anda untuk mengisi beberapa pernyataan. Adapun informasi atau data yang saudara berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian dan akan saya jamin kerahasiannya. Sebelum dan sesudahnya, saya mengucapkan terima kasih banyak atas kesediaan anda untuk meluangkan waktu mengisi alat ukur dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan. Hormat saya, Teddy Djuliarki Kurniawan
PETUNJUK PENGISIAN Alat ukur ini terdiri dari butir-butir pernyataan, anda diminta untuk membaca dan memahami baik-baik setiap pernyataan. Kemudian anda dapat mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri anda dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu dari beberapa pilihan yang tersedia, pada kolom di bagian kanan dari masing-masing pernyataan. Keterangan pengisian alat ukur 1 sampai 3: SS = bila anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut. S = bila anda Setuju dengan pernyataan tersebut. AS = bila anda Agak Setuju dengan pernyataan tersebut. ATS = bila anda Agak Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut. TS = bila anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut. STS = bila anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut. CONTOH PENGISIAN Jika pernyataan di bawah ini menurut anda SESUAI dengan diri saudara, maka beri tanda silang (X) pada kolom S.
DATA RESPONDEN Nama Lengkap / Inisial
:.........................................................
Jurusan / Semester
:......................................... / .............
Jenis Kelamin
:.........................................................
Usia
:...............................................Tahun
Jumlah saudara
: Anak ke..........dari........bersaudara.
Jenis Pekerjaan Orang tua
:.........................................................
Wirausahawan/i
Pegawai swasta
Pegawai negeri
No.
Pernyataan
1.
Saya siap melakukan sesuatu untuk menjadi pengusaha.
STS
TS
ATS
AS
S
SS
X
Mohon diingat bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan sejauh itu merupakan penilaian mengenai diri anda sendiri. Semua jawaban akan peneliti jaga kerahasiaannya. Mohon anda meneliti kembali dalam mengisi alat ukur ini sehingga tidak ada pernyataan yang terlewati. Lainnya...............
ALAT UKUR PSIKOLOGI 1
1.
Apakah
anda
pernah
secara
entrepreneur/pengusaha? ( 2.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ya /
serius
ALAT UKUR PSIKOLOGI 3
memikirkan
untuk
menjadi
No.
Pernyataan
1.
Apakah bisa atau tidak saya menjadi seorang pengusaha tergantung dari kemampuan saya. Sampai sejauh ini kehidupan saya di kendalikan oleh kejadian-kejadian kebetulan. Apakah saya akan mengalami kegagalan saat berwirausaha tergantung dari seberapa baik kemampuan saya menjalankannya. Ketika saya membuat rencana untuk berwirausaha, saya hampir yakin dapat membuat usaha. Dari sekian banyak hal yang saya inginkan, tidak ada kesempatan untuk melindungi keinginan pribadi dari kejadian buruk. Ketika saya dapat berwirausaha, itu biasanya terjadi karena saya beruntung. Berapa banyak teman yang saya miliki bergantung seberapa baik saya. Saya sering menemui bahwa apa yang akan terjadi akan terjadi. Apakah saya akan atau tidak mengalami kegagalan dalam berwirausaha lebih dikarenakan keberuntungan. Tidak bijaksana bagi saya untuk merencanakan untuk berwirausaha jauh kedepan karena banyak hal yang ternyata adalah baik atau buruk/sial. Bisa atau tidaknya saya menjadi seorang wirausahawan/i bergantung pada apakah saya cukup beruntung berada ditempat yang tepat dan waktu yang tepat. Saya yakin bisa mempertahankan keinginan saya untuk berwirausaha. Kehidupan saya ditentukan oleh tindakan saya sendiri. Ketika saya mendapatkan apa yang saya ingin, itu biasanya karena saya bekerja keras untuk mendapatkannya. Kehidupan saya ditentukan oleh tindakan saya sendiri. Hal ini sangat berhubungan dengan takdir apakah saya bisa atau tidak menjadi wirausahawan.
seorang
Tidak )
Indikasikan tingkat kesetujuan anda dengan pernyataan dari 1 (sangat tidak setuju)
2.
sampai 6 (sangat setuju) berikut dibawah ini:
3.
Pernyataan Saya siap melakukan sesuatu untuk menjadi pengusaha. Tujuan profesional saya adalah menjadi seorang pengusaha. Saya akan terus berusaha untuk memulai dan menjalankan usaha sendiri. Saya memutuskan untuk menciptakan sebuah usaha dikemudian hari. Saya telah sangat serius memikirkan untuk memulai sebuah usaha. Saya telah memiliki keinginan untuk memulai sebuah usaha suatu hari nanti.
STS
TS
ATS
AS
S
SS 4.
5.
6. 7. 8. 9.
10. ALAT UKUR PSIKOLOGI 2 No.
Pernyataan
1.
Memulai sebuah usaha dan menjaganya tetap berjalan akan mudah bagi saya. Saya telah siap untuk memulai sebuah usaha. Saya dapat mengendalikan proses menciptakan sebuah usaha baru. Saya tahu pentingnya hal-hal kecil untuk memulai sebuah usaha. Saya tahu bagaimana mengembangkan proyek entrepreneurial. Jika saya sudah mencoba memulai sebuah usaha, saya akan memiliki kemungkinan untuk sukses.
2. 3. 4. 5. 6.
STS
TS
ATS
AS
S
SS 11.
12. 13. 14.
15. 16.
STS
TS
ATS
AS
S
SS
ALAT UKUR PSIKOLOGI 4 Keterangan:
23.
dalam bisnis baru yang beresiko. Mengambil kelas diving udara di akhir pekan.
STM = bila anda menjawab Sangat Tidak Mungkin pada pernyataan.
24.
Mengendarai sepeda motor tanpa helm.
TM
= bila anda menjawab Tidak Mungkin pada pernyataan.
25.
M
= bila anda menjawab Mungkin pada pernyataan.
26.
SM
= bila anda menjawab Sangat Mungkin pada pernyataan. 27.
Mengadu peruntungan pendapatan mingguan di kasino atau tempat perjudian. Memilih sebuah karir berwirausaha sangat menyenangkan dan juga bergengsi. Mendownload sendiri software dari internet.
28.
Melaporkan tetangga atau teman karena aktifitas eligal.
29. 30.
Membicarakan pikiran anda mengenai isu yang tidak populer dalam pertemuan kantor. Mandi matahari tanpa krim pelindung matahari.
31.
Tali bungee-jumping jembatan terputus.
No.
Pernyataan
1.
Anda memiliki keinginan yang berbeda dari temantemanmmu. Mendirikan usaha tanpa pengalaman dan pengetahuan.
2. 3. 4.
Mempertaruhkan uang yang dimiliki untuk mendirikan usaha. Mendirikan suatu usaha tanpa bantuan orang lain.
STM
TM
M
SM
32.
Menerbangkan pesawat terbang kecil.
33.
6.
Menginvestasikan 10 persen dari pendapatan tahunan anda untuk membangun wirausaha yang baru anda geluti. Mabuk di tempat umum.
Berjalan sendirian di malam hari di daerah yang tidak aman. Memakan makanan berkolesterol tinggi.
7.
Tidak setuju dengan figur penguasa dalam berita utama
35.
8.
Mempertaruhkan pendapatan harian untuk berwirausaha yang memiliki resiko tinggi. Menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah menikah. Menggunakan atau mengakui pekerjaan orang lain sebagai hasil kerja anda. Pergi berlibur ke tiga negara di dunia.
5.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Menentang teman yang memiliki pendapat berbeda dalam sebuah topik berita. Menjalani usaha yang diluar kemampuan anda.
15.
Menginvestasikan 5 persen dari pendapatan anda pada jenis usaha yang belum jelas keberhasilannya. Mendekati bos anda untuk kenaikan gaji.
16.
Pergi rafting whitewater ke sumber mata air yang tinggi.
17.
19.
Mempertaruhkan pendapatan harian untuk pengeluaran kegiatan olahraga (seperti: baseball, sepak bola, atau football). Menginvestasikan 5 persen dari pendapatan tahunan anda di pialang saham yang baru dan konservatif. Berwirausaha tanpa ada pengetahuan sebelumnya.
20.
Membuka rahasia teman ke orang lain.
21.
Berwirausaha tanpa mengenali medan sebelumnya.
22.
Menginvestasikan 10 persen dari pendapatan tahunan
18.
34.
36.
Berkendara setelah memakan obat yang membuat anda mengantuk. Pindah ke kota yang jauh dari sanak-saudara.
37.
Memulai karir baru di pertengahan usia tiga puluhan.
38.
Meninggalkan anak-anak anda yang masih kecil sendirian di rumah saat mengantarkan pesanan. Tidak mengembalikan sebuah dompet yang anda temukan berisi 200 dolar Mengurangi nilai pajak yang seharusnya.
39. 40.
mungkin
ALAT UKUR PSIKOLOGI 5 Keterangan: TP = bila anda menjawab Tidak Pernah pada pernyataan JR
= bila anda menjawab Jarang pada pernyataan
KD = bila anda menjawab Kadang-kadang pada pernyataan SR
= bila anda menjawab Sering pada pernyataan
SLL = bila anda menjawab Selalu pada pernyataan No.
Pernyataan
1. 2.
Merasa tersisih atau terabaikan mengganggu saya. Setelah melakukan sesuatu yang membuat saya malu,
Pilihan TP
JR
KD
SR
SLL
saya dapat mengakuinya. Saya akan merasa marah apabila seorang tak dikenal bersikap kurang ramah kepada saya. Saya dapat menertawakan kelemahan-kelemahan saya. Saya mengutuki diri saya kalau melakukan kesalahan. Saya dapat mengakui ketidaksempurnaan saya tanpa merasa bersalah. Ketika seseorang marah kepada saya, maka rusaklah sisa hari saya.
3. 4. 5. 6. 7.
8.
9. 10.
11.
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya 1 2 3 4 5
ALAT UKUR PSIKOLOGI 6 1.
Ø
Yang menyebabkan rekan kerja saya tidak menerima ide saya merupakan sesuatu
Penyebab hubungan kami tampaknya semakin jauh: Akan selalu ada
yang : Tidak bisa saya kendalikan Ø
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Tidak akan pernah ada lagi
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Penyebab rekan kerja saya tidak menerima ide saya sepenuhnya berkaitan dengan: Saya
Berkaitan dengan
situasi ini saja
Rekan-rekan kerja anda tidak menerima ide-ide anda. Ø
Saya mengalami beragam perasaan setiap hari, termasuk kesedihan, kemarahan, dan ketakutan. Emosi saya yang membara menyebabkan saya merasa lepas kendali. Saya selalu pusing tujuh keliling saat harus membuat keputusan, atau sering menunda-nunda membuat keputusan. Emosi orang lain yang membara menyebabkan saya merasa lepas kendali.
5.
Seseorang yang anda hormati menelepon anda untuk minta nasihat. Ø
Orang lain atau faktor lain.
Yang menyebabkan orang tersebut menelepon saya untuk minta nasihat adalah sesuatu yang:
2.
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
Orang tidak tanggap terhadap presentasi saya di suatu rapat. Ø
situasi ini saja.
yang menyebabkan orang tidak tanggap terhadap presentasi saya adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
1 2 3 4 5
Ø
Berkaitan dengan
Penyebab orang tersebut menelepon saya untuk minta nasihat: Akan selalu ada
situasi ini saja Ø
1 2 3 4 5
Tidak akan pernah ada lagi
6.
Anda bertengkar hebat dengan pasangan hidup anda (orang lain yang penting) Ø
Yang menyebabkan saya mengumpulkan banyak uang adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya 1
Ø
Tanggung jawab saya
sepenuhnya
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
7. Anda diminta untuk pindah tempat kalau anda ingin tetap bekerja. Ø
Hubungan anda dengan orang-orang yang anda cintai tampaknya semakin jauh. Ø
1 2 3 4 5
Penyebab saya mengumpulkan banyak uang: Akan selalu ada
4.
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali
2 3 4 5 Berkaitan dengan
situasi ini saja Ø
Yang menyebabkan kami bertengkar hebat adalah sesuatu yang: Tidak bisa dikendalikan 1 2 3 4 5
Anda mendapatkan banyak uang dari sebuah investasi penting. Ø
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
Penyebab orang tidak tanggap terhadap presentasi saya: Akan selalu ada
3.
1 2 3 4 5 Berkaitan dengan
Yang menyebabkan hubungan kami tampaknya semakin jauh adalah sesuatu yang:
Yang menyebabkan saya diminta untuk pindah tempat adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya situasi ini saja
1 2 3 4 5 Berkaitan dengan
Ø
Ø penyebab saya mendapat umpan balik negatif itu:
Penyebab saya diminta untuk pindah tempat:
Akan selalu ada
Akan selalu ada 1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
Ø
Ø
Yang menyebabkan teman saya tidak menelepon adalah sesuatu yang: Tidak bisa saya kendalikan 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Tidak akan pernah ada lagi
Penyebab saya menerima kenaikan gaji adalah sesuatu yang: 1
2
3
4
5
Bisa saya kendalikan
sepenuhnya Ø
Orang lain atau faktor lain
Penyebab saya menerima kenaikan gaji sepenuhnya berkaitan dengan : Saya
9.
4 5
Tidak bisa saya kendalikan
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Penyebab teman saya tidak menelepon sepenuhnya berkaitan dengan: Saya
3
13. Anda menerima kenaikan gaji.
8. Seorang teman karib tidak menelepon pada hari ulang tahun anda. Ø
1 2
1
2
3
4 5
Orang lain atau faktor lain
Seorang sahabat karib anda sakit parah. Ø
Yang menyebabkan sahabat saya sakit parah adalah sesuatu yang: Tidak bisa saya kendalikan
Ø
1 2 3 4 5
14. Seseorang yang dekat dengan anda didiagnosis menderita kanker.
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Ø
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali
Yang menyebabkan dia mengidap kanker adalah sesuatu yang:
1 2 3 4 5
2
3
4
5
berkaitan
dengan situasi ini saja
Tanggung jawab saya Ø
sama sepenuhnya
1
Penyebab dia mengidap kanker: Akan selalu ada
1
2
3
4
5
Tidak akan pernah ada lagi
10. Anda diundang ke sebuah peristiwa penting. Ø
Alasan saya diundang adalah sesuatu yang: Tidak bisa saya kendalikan
Ø
1 2
3
4 5
15. Startegi investasi anda yang mutakhir mendatangkan kerugian. Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Ø
Alasan saya diundang sepenuhnya berkaitan dengan:
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
Saya
situasi ini saja
1
2
3
4 5
Orang lain atau faktor lain Ø
Berkaitan dengan
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
Yang menyebabkan anda ditolak untuk penugasan tersebut adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
1
2
3
4
5
Berkaitan
16. Anda ketinggalan pesawat. Ø
dengan situasi ini saja Ø
1 2 3 4 5
Penyebab strategi saya gagal: Akan selalu ada
11. Anda tidak mendapat penugasan penting. Ø
Yang menyebabkan startegi saya gagal adalah sesuatu yang:
Penyebab saya ditolak untuk penugasan tersebut: Akan selalu ada
1
2 3
4 5
Yang menyebabkan anda ketinggalan pesawat adalah sesuatu yang: Tidak bisa dikendalikan 1 2
Tidak akan pernah lagi
Ø
3 4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Penyebab saya ketinggalan pesawat sepenuhnya berkaitan dengan: Saya
1
2 3 4
5
Orang lain atau faktor lain
12. Anda mendapat umpan balik yang negatif dari seorang teman kerja dekat dengan anda. Ø
17. Anda terpilih untuk sebuah proyek penting. yang menyebabkan saya mendapat umpan balik negatif adalahh sesuatu yang: berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya situasi ini saja
Ø
Alasan saya dipilih untuk proyek ini adalah sesuatu yang:
Ø
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa:
1 2 3 4 5 Berkaitan dengan
Tidak bisa saya kendalikan
1 2
3
4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Bukan tanggung jawab saya sama sekali
1
2
3
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
4 5 Tanggung jawab saya Ø
3
4
5
Berkaitan
Penyebab kolesterol saya terlampau tinggi: Akan selalu ada
18. Proyek yang anda tangani gagal.
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
Yang menyebabkan proyek tersebut gagal adalah sesuatu yang: Tidak bisa saya kendalikan
Ø
2
dengan situasi ini saja
sepenuhnya
Ø
1
1 2
3
4 5 Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Ø
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali 1
2
3
23. Anda terpilih untuk memimpin sebuah proyek penting.
4
Yang menyebabkan saya terpilih adalah sesuatu yang: Tidak bisa saya kendalikan
5 Tanggung jawab saya
1
2
3
4
5
Bisa saya kendalikan
sepenuhnya
sepenuhnya Ø
Penyebab saya terpilih sepenuhnya berkaitan dengan: Saya
19. Majikan anda menawarkan untuk memotong gaji anda sebesar 30 persen kalau
1 2 3 4 5
Orang lain atau faktor lain
anda ingin tetap bekerja. Ø
Yang menyebabkan saya diminta menerima pemotongan gaji adalah sesuatu yang: Tidak bisa dikendalikan
Ø
1 2 3 4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Penyebab saya diminta menerima pemotongan gaji seneuhnya berkaitan dengan: Saya
1 2 3 4 5
24. Anda menelepon seorang teman berkali-kali dan meninggalkan pesan, tapi tidak satu pun yang dibalas. Ø
Yang menyebabkan teman saya tidak menjawab telepon saya adalah sesuatu yang:
Orang lain atau faktor lain
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
Yang menyebabkan saya mendapat hadiah tersebut adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
2
3
4
5 Bberkaitan
dengan situasi ini saja
20. Anda menerima hadiah tidak terduga pada hari ulang tahun anda. Ø
1
Ø
Penyebab teman saya tidak menjawab telepon saya: Akan selalau ada
1 2 3 4 5 Berkaitan dengan
1 2
3 4
5
Tidak akan pernah ada lagi
situasi ini saja Ø
Penyebab saya mendapat hadiah tersebut: Akan selalu ada
1 2 3 4 5
25. Pekerjaan anda dipuji di depan umum.
Tidak akan pernah ada lagi
Ø
Yang menyebabkan saya dipuji adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
21. Mobil anda mogok dalam perjalanan ke sebuah janji pertemuan. Ø
Yang menyebabkan mobil saya mogok adalah sesuatu yang: Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
1 2 3 4 5
Berkaitan
dengan situasi ini saja Ø
Penyebab saya dipuji: Akan selalu ada
1 2 3 4 5 Berkaitan dengan
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
situasi ini saja Ø
Penyebab mobil saya mogok: Akan selalu ada
1 2 3 4 5 Tidak akan pernah ada lagi
26. Saat pemeriksaan kesehatan, dokter anda memperingatkan kesehatan anda. Ø
Yang menyebabkan dokter saya memperingatkan saya adalah sesuatu yang: Tidak bisa dikendalikan
22. Dokter anda memberitahu bahwa kadar kolesterol anda terlampau tinggi. Ø
Yang menyebabkan kolesterol saya terlampau tinggi adlah sesuatu yang:
Ø
1 2 3 4 5
bisa saya kendalikan sepenuhnya
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali sepenuhnya
1 2 3 4 5
tanggung jawab saya
29. Anda tidak menerima promosi yang sangat anda harapkan. Ø
27. Seseorang yang anda hormati memuji anda. Ø
Yang menyebabkan saya mendapatkan pujian adalah sesuatu yang: Tidak bisa dikendalikan
Ø
1 2 3 4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Tidak bisa saya kendalikan Ø
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali
1 2 3 4 5
Yang menyebabkan saya tidak mendapat promosi adalah sesuatu yang: 1 2 3 4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Penyebab saya tidak mendapat promosi sepenuhnya berkaitan dengan: Saya
1 2 3 4 5
Orang lain atau faktor lain
Tanggung jawab saya
sepenuhnya
30. Anda dipilih oleh rekan-rekan kerja anda untuk memimpin sebuah komisi penting.
28. Hasil penilaian kinerja anda tidak menyenangkan. Ø Ø
Ø
Yang menyebabkan saya dipilih adalah sesuatu yang:
Yang menyebabkan saya menerima penilaian seperti itu adalah sesuatu yang:
Berkaitan dengan semua aspek kehidupan saya
Tidak bisa dikendalikan
dengan situasi ini saja
1 2 3
4 5
Bisa saya kendalikan sepenuhnya
Hasil dari peristiwa ini adalah sesuatu yang saya rasa: Bukan tanggung jawab saya sama sekali 1 2 3 4 5 Tanggung jawab saya sepenuhnya
Ø
1
2
3
Penyebab saya dipilih: Akan selalu ada
1 2 3
4 5
Tidak akan pernah ada lagi
4
5
Berkaitan