TUGAS AKHIR
INTEGRASI KONTROL SISTIM LAMPU PENERANGAN DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROL AT89C51 SEBAGAI ALTERNATIF MODIFIKASI DI PT.NIPPON SHOKUBAI INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Elektro
Disusun Oleh : Nama Nim Jurusan Peminatan
: Rudy Rochaedy : 0140311-087 : Teknik Elektro : Elektronika
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
INTEGRASI KONTROL SISTIM LAMPU PENERANGAN DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROL AT89C51 SEBAGAI ALTERNATIF MODIFIKASI DI PT.NIPPON SHOKUBAI INDONESIA
Nama Nim Jurusan Peminatan
: Rudy Rochaedy : 0140311-087 : Teknik Elektro : Elektronika
Disetujui dan disahkan oleh:
Koordinator Tugas Akhir
( Ir.Yudhi Gunardi,MT )
Pembimbing
( Drs.Jaja Kustija,MSc )
Ketua Jurusan Teknik Elektro
( Ir.Budi Yanto Husodo,MSc )
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Rudy Rochaedy
Nim
: 0140311-087
Jurusan
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknologi Industri
Judul
: Integrasi Kontrol Sistim Lampu Penerangan Dengan Menggunakan Mikrokontrol AT89C51 Sebagai Alternatif Modifikasi Di PT.NIPPON SHOKUBAI INDONESIA
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Cilegon, October 2008
(Rudy Rochaedy)
ABSTRAKSI
Sistem penerangan lampu di PT.Nippon Shokubai Indonesia merupakan salah satu sistem pendukung aktifitas produksi yang memberikan penerangan pada lokasi-lokasi disetiap unit produksinya. Namun demikian, pada kenyataanya masih terdapat kelemahan yang perlu untuk diperbaiki. Kelemahan ini misalnya kontrol sensor cahaya bersifat individu, total kejut pembebanan start dan stop cukup tinggi, kontrol yang bersifat tersebar dan masih ditemukannya kerusakan pada bagian kontrol akibat sistem yang kurang halus. Dengan mempelajari hal tersebut, maka target perancangan dan modifikasi adalah suatu sistem kontrol yang akan ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah sebagaimana yang disebutkan diatas. Dalam perancangan ini, sistim kontrol hanya memakai satu kontrol cahaya yang akan dipakai untuk mengontrol dan mengendalikan seluruh panel distribusi lampu penerangan yang tersebar disetiap unit produksi. Instruksi keluaran dari kontrol cahaya berupa sinyal kontak dan akan mengalami fungsi pelambatan (on delay) yang berfungsi untuk meredam kondisi transisi atau sinyal tak konsisten dari sensor sebelum dimasukan ke bagian kontrol utama lampu penerangan ini. Perancangan kontrol utama akan terdiri dari model Auto dan Manual, pada kondisi Auto seluruh panel distribusi lampu penerangan akan dikontrol melalui sebuah kontrol cahaya (LDR) untuk mengaktifkan ataupun mematikan panelpanel distribusi. Jika hari menjelang gelap, maka kontrol sensor cahaya (LDR) akan menginstruksikan kontrol utama untuk mengaktifkan panel distribusi lampu penerangan satu-persatu, begitu pula jika hari menjelang terang maka setiap panel akan dimatikan satu-persatu. Setiap kali pengaktifan ataupun mematikan setiap panel, akan diselingi dengan fungsi jeda waktu, hal ini untuk menghindari kondisi pembebanan serentak sehingga kontrol menjadi halus. Pada kondisi Manual, panel hanya diaktifkan melalui sebuah saklar untuk mengemudikan semua panel distribusi lampu penerangan itu. Kontrol utama alternatif modifikasi ini dengan menggunakan mikrokontroler keluarga MCS-51 (AT 89C51) yang pada umumnya banyak dijumpai dan mudah didapatkan. Dengan perancangan alternatif modifikasi kontrol sistim lampu penerangan ini, maka diharapkan kontrol cahaya lebih sederhana dan kompak karena hanya menggunakan satu sensor cahaya, rusaknya bagian kontrol terutama magnetik kontaktor dapat dihindari karena rangkaian lebih halus, pembebanan masing-masing panel dibuat menjadi tidak serempak untuk menghindari total kejut yang tinggi, perawatan lebih mudah, dan pemantauan status panel menjadi lebih mudah.
iv
ABSTRACT
Plant lighting system in PT.Nippon Shokubai Indonesia is a part of important system that support all of production activities, specially in night or condition around area become dark. But, the existing lighting control actually still found of some weakness and should be improved, such as : individual light sensor only to drive lighting panel distribution at each area, simultaneous total loads start and stop from all distribution panel enough high, still found parts of distribution panel and control become damage because of unsmoothly to respond relate condition of light, difficult to check status of lighting panels because each panels at different location. By consideration, the target of modification to solve system weakness as mention above. In this design, to make system become integrate and compact, we only use one light sensor circuit to drive all local distribution lighting panel in plant area. Control output from lighting sensor circuit is on delay contact signal. This function of on delay contact signal is a basic idea to solve from false signal before processing by main control to drive each panels. Main control of distribution lighting control is equipped by Auto mode and Manual mode. When Auto mode selection, all of distribution lighting panel will be drived to turn on or off by only use single lighting control (LDR). If the intensity of light quality become dark, lighting control circuit (LDR) will send the contact signal to drive main controller of distribution panel to turn on each panel one by one sequentially. And so, if intensity of light quality become bright all of distribution panel will be drived to turn off by main controller one by one. Mainly, on delay function of instruction to turn on or to turn off each distribution lighting panel from main controller are required to reduce of simultaneous total start and stop from distribution panel. In Manual mode operation, the system will be drived by operator with manual switch mounted in panel controller. Main controller of this design by using microcontroller from family MCS51 (AT89C51), practically this microcontroller is easy to find and also flexible to modify anytime. Finally, this design is alternative to modify existing system with some advantageous such as to simplify control by only one light sensor, solve to reduce the broken part by smoothly control, reduce total load start and stop from all distribution lighting panel smoothly, and easy to maintenance and monitoring of status each panel relate location.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya yang telah membimbing dan menyertai penulis selama proses penulisan laporan Tugas Akhir ini. Penyusunan laporan Tugas Akhir ini berdasarkan hasil pengamatan dari suatu sistem di PT.Nippon Shokubai Indonesia, yang kemudian membuahkan ide untuk menjadi bahan perancangan alat dengan judul ”Integrasi Kontrol Sistim Lampu Penerangan Dengan Menggunakan Mikrokontrol AT89C51 Sebagai Alternatif Modifikasi Di PT.Nippon Shokubai Indonesia”. Secara garis besarnya isi dari Tugas Akhir ini adalah mengulas mengenai bagaimana suatu alternatif aplikasi dapat menyederhanakan aplikasi sebelumnya dengan sasaran sistem pengontrolan yang dapat diaplikasikan di dalam kegiatan industri. Di dalam penulisan Tugas Akhir ini pula sekaligus diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai aplikasi elektronika di lingkup industri. Di dalam penulisan Tugas Akhir ini, tentunya penulis telah mendapat banyak pemikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin sekali mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Kedua orang tua, beserta keluarga penulis yang tidak hentihentinya mendoakan penulis serta memberikan dorongan moril.
2.
Bapak Maeno selaku Engineering Mantenance Manager di PT.Nippon Shokubai Indonesia.
3.
Bapak Ir.Budi Yanto Husodo,MSc, sebagai ketua jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana, Jakarta.
4.
Bapak Ir. Yudhi Gunardi, MT, sebagai koordinator tugas akhir/sekretaris jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana, Jakarta.
5.
Bapak Jaja Kustija, MSc, selaku Dosen pembimbing Tugas Akhir jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana, Jakarta.
vi
6.
Kawan-kawan teknik Elektro angkatan 2003 yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat hingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.
7.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan baik berupa penyusunan maupun dalam penulisan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan penulisan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Cilegon, October 2008
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................
iii
ABSTRAKSI .............................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI .............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii DAFTAR TABEL .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvi
BAB I
1
PENDAHULUAN .......................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 1.2 Pokok Permasalahan ............................................................... 4 1.3 Tujuan Pembahasan dan Ruang Lingkup ............................... 5 1.4 Pembatasan Masalah ............................................................... 5 1.5 Metodologi Pembahasan ......................................................... 6 1.6 Sistimatika Penulisan .............................................................. 6 BAB II TEORI PENUNJANG .................................................................. 8 2.1 Sensor Cahaya LDR (Light Dependent Resistor) .................. 8 2.2 Saklar Transistor .................................................................... 9 2.3 Suplai Daya (Power Supply) ................................................
12
2.3.1 Transformer .......................................................................
12
2.3.2 Penyearah (Rectifier) ........................................................... 13 2.3.3 Penyaring (Filter) …………………………………………. 14 2.3.4 Suplai Daya Teratur (Regulator) …………………………. 15 2.4 Rangkaian Terpadu (Integrated Circuit) ................................. 17 2.4.1 Rangkaian Terpadu (IC) Penguat Operasional .................... 17
viii
2.4.1.1 Rangkaian Pembanding .................................................... 17 2.4.1.2 Pemicu Schmitt (Schmitt Trigger) ..................................... 19 2.4.2 Rangkaian Terpadu (IC) Pewaktu 555 ................................. 20 2.5 Mikrokontroler ......................................................................... 22 2.5.1 Clock dan CPU Timing ....................................................... 24 2.5.1.1 Sistem Clock .................................................................... 24 2.5.1.2 Perhitungan dan Timing Diagram Machine Cycles .......... 25 2.5.1.3 Program Counter ………………………………………
27
2.5.2 Memori …………………………………………………… 27 2.5.2.1 Data Memory …………………………………………… 28 2.5.2.2 Program Memory ………………………………………
29
2.5.2.3 Organisasi Internal Data Memory ……………………… 29 2.5.2.4 SFR (Special Function Register) ………………………
31
2.5.3 Pin ........................................................................................ 34 2.5.3.1 Macam dan Fungsi Pin Mikrokontroler AT89C51 .......... 34 2.5.3.2 Struktur I/O Port .............................................................. 37 2.5.4 Interupsi .............................................................................. 38 2.5.5 Timer/Counter ....................................................................
40
2.5.5.1 Fasilitas Timer/Counter .................................................... 42 2.5.5.2 Register Pengatur Timer .................................................. 44 2.6 Reset ....................................................................................... 45 2.6.1 Power-On Reset ................................................................... 45 2.6.2 Manual Reset ........................................................................ 46 2.7 Dasar Pemrograman ................................................................ 47 2.7.1 Program Flow ....................................................................... 47 2.7.2 Addressing Modes ............................................................... 48 2.7.3 Instruksi ............................................................................... 50 2.8 Pemrograman Mikrokontrol AT89C51 ................................... 51 2.8.1 Penulisan dan Edit Program ................................................. 51 2.8.2 Penulisan Program ke Target Mikrokontroler ..................... 52 2.9 Magnetik Kontaktor ................................................................ 54
ix
BAB III PERANCANGAN ALAT ............................................................. 57 3.1 Metodologi Perancangan ......................................................... 57 3.2 Perancangan Rangkaian Utama .............................................. 57 3.2.1 Data-Data Penunjang Untuk Perancangan ........................... 58 3.2.2 Diagram Blok Rangkaian ..................................................... 59 3.2.3 Diagram Alur Perancangan Program .................................... 63 3.2.4 Modifikasi Pada Panel Distribusi ……………………….... 67 3.2.5 Perancangan Rangkaian Kontrol Utama …………………. 70 3.2.5.1 Rangkaian Sensor Cahaya dan Rangkaian Pelambatan … 70 3.2.5.2 Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel AT89C51 … 74 3.3 Perancangan Program Mikrokontrol AT89C51 ……………
77
3.4 Perancangan Struktur Mekanis …………………………….. 78 3.4.1 Data-Data Penunjang Struktur Mekanis …………………. 78 3.4.2 Perancangan Papan Rangkaian …………………………… 78 3.4.3 Perancangan Panel Rangkaian …………………………… 79 3.5 Perencanaan Lokasi Pemasangan Panel Kontrol Utama …… 81 BAB IV PENGUJIAN ALAT ..................................................................... 82 4.1 Metodologi Pengujian Alat ...................................................... 82 4.2 Metoda Kalibrasi Sensor Cahaya ............................................. 82 4.3 Analisa Data Pengujian ............................................................ 83 4.3.1 Data Pengujian Rangkaian Sensor Cahaya ........................... 84 4.3.1.1 Pengujian Sensor Dengan Simulasi Tahanan Pengganti …. 84 4.3.1.2 Pengujian Sensor Dengan Penutup Benda Hitam ……… 86 4.3.1.3 Pengujian Sensor Pada Kondisi Sebenarnya …………… 87 4.3.1.4 Pengujian Rangkaian Pelambatan (On-Delay) ………… 88 4.3.2 Data Pengujian Rangkaian Kontrol Distribusi Panel …….
88
4.3.2.1 Pengujian Dari Instruksi/Perintah “Main” (SW-1) …….
90
4.3.2.2 Pengujian Dari Instruksi/Perintah “Manual” (SW-3) ….
90
4.3.2.3 Pengujian Dari Instruksi/Perintah “Auto” ……………..
91
4.4 Prosedur Pengoprasian Integrasi Panel Kontrol Utama ……
92
x
BAB V PENUTUP ………………………………………………………. 94 5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 94 5.2 Pengembangan dan Saran-saran …………………………… 97 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 98 LAMPIRAN
..............................................................................................
xi
99
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerusakan Magnetik Kontaktor Akibat Kontrol Tidak Konsisten ............................................................................
2
Gambar 1.2 Sensor Cahaya Untuk Setiap Panel Lampu Penerangan ......... 3 Gambar 1.3 Panel Distribusi Lampu Penerangan di Setiap Lokasi ...........
3
Gambar 2.1 Sensor LDR (Sensor Cahaya) .................................................. 8 Gambar 2.2 Grafik Resistansi Terhadap Perubahan Pencahayaan (Lux) ..... 8 Gambar 2.3 (a) Lambang LDR (b). Penampang LDR ……….…………… 9 Gambar 2.4 Contoh Aplikasi LDR Dalam Rangkaian Pembagi Tegangan … 9 Gambar 2.5 Rangkaian Saklar Transistor ………………………………... 10 Gambar 2.6 Garis Beban …………………………………………………. 10 Gambar 2.7 Transformer dan Penyearahan ……………………………… 12 Gambar 2.8 Penyearah Gelombang Penuh dan Bentuk Gelombang Keluaran ................................................................................
14
Gambar 2.9 (a).Rangkaian Filter Input Kapasitor Tanpa Beban (b). Siklus Filter Tegangan Keluaran (c). Rangkaian Persamaan ............ 15 Gambar 2.10 Blok Diagram Suplai Daya Tegangan Teratur ....................... 16 Gambar 2.11 Pengatur Tegangan Tetap Dengan IC Tiga Terminal ............. 17 Gambar 2.12 Bagan Skematik IC Penguat Operasional 741 ........................ 17 Gambar 2.13 (a).Dasar Rangkaian Pembanding (b).Karakteristik Transfer.. 18 Gambar 2.14 (a) Pemicu Schmitt Dengan Acuan Positif (b). Rangkaian Ekuivalen (c). Karakteristik Transfer ……………………… 19 Gambar 2.15 Blok IC Pewaktu 555 ……………………………………… 20 Gambar 2.16 Penunda Waktu Hidup .......................................................... 22 Gambar 2.17 (a).IC Mikrokontroler AT89C51 (b). Bagan Diagram Blok.... 23 Gambar 2.18 Rangkaian XTAL Dengan On-Chip Oscillator ...................... 24 Gambar 2.19 MCS-51 Dengan External Clock Signal ……………………. 25
xii
Gambar 2.20 Timing Diagram Instruksi 1-Cycle ………………………… 26 Gambar 2.21 Timing Diagram Instruksi 2-Cycle ......................................... 27 Gambar 2.22 Konfigurasi Internal dan External Data Memory ................... 28 Gambar 2.23 Konfigurasi Internal dan External Program Memory .............. 29 Gambar 2.24 Organisasi Internal Data Memory ........................................... 30 Gambar 2.25 Konfigurasi Pin Mikrokontroler AT89C51 ............................. 34 Gambar 2.26 Contoh Koneksi Kristal Untuk Clock ..................................... 35 Gambar 2.27 Bagan Kerja Prosesor Melayani Interupsi .............................. 39 Gambar 2.28 Konsep Dasar Timer/Counter Sebagai Sarana Input .............. 41 Gambar 2.29 Mode 0-Pencacah Biner 13 Bit ............................................... 42 Gambar 2.30 Mode 1-Pencacah Biner 16 Bit ................................................ 42 Gambar 2.31 Mode 2-Pencacah Biner 8 Bit Dengan Isi Ulang ..................... 43 Gambar 2.32 Mode 3-Gabungan Pencacah Biner 16 Bit dan 8 Bit .............. 43 Gambar 2.33 Denah Susunan Bit Dalam Register TMOD ........................... 44 Gambar 2.34 Denah Susunan Bit Dalam Register TCON ........................... 45 Gambar 2.35 Rangkaian Power-On Reset .................................................... 46 Gambar 2.36 Rangkaian Manual Reset ........................................................ 46 Gambar 2.37 DT-HIQ Programmer Untuk Pemrogram IC .......................... 52 Gambar 2.38 Hubungan Antara Alat Pemrogram IC Dengan Komputer ...... 53 Gambar 2.39 Tampilan Perangkat Lunak DT-HIQ Programmer ................. 54 Gambar 2.40 Bagian-bagian Magnetik Kontaktor ........................................ 55 Gambar 2.41 Lidah-lidah Kontak Magnetik Kontaktor ................................ 55 Gambar 2.42 Magnetik Kontaktor ................................................................ 56 Gambar 3.1 Blok Sistem Distribusi Lampu Penerangan Sebelum Modifikasi................................................................................... 59 Gambar 3.2 Blok Panel Distribusi Sesungguhnya ........................................ 60 Gambar 3.3 Blok Perancangan Kontrol Distribusi Lampu Penerangan ....... 61 Gambar 3.4 Diagram Alur Perancangan Program Kontrol Lampu Penerangan................................................................................. 64 Gambar 3.5 Rangkaian Panel Distribusi Lampu Penerangan ...................... 67 Gambar 3.6 Target Modifikasi Terminal Kabel di Panel Distribusi ............ 68
xiii
Gambar 3.7 Terminal Kabel Modifikasi ....................................................... 68 Gambar 3.8 Ilustrasi Bagian Dalam Modifikasi Panel Distribusi Lampu Penerangan ............................................................................... 69 Gambar 3.9 Rangkaian Sensor Cahaya ........................................................ 70 Gambar 3.10 Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup (On-Delay) ................. 72 Gambar 3.11 Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel ……………... 74 Gambar 3.12 Contoh Papan Rangkaian Kontrol Utama …………………. 79 Gambar 3.13 Papan Rangkaian Kontrol Utama Pada Sebuah Dot Board … 79 Gambar 3.14 Penampang Panel Bagian Dalam dan Luar ……………….. 80 Gambar 3.15 Tata Letak Rangkaian Kontrol Utama Dalam Panel Kontrol… 80 Gambar 3.16 Lokasi Perencanaan Pemasangan Panel Kontrol Utama …..
81
Gambar 4.1 Simulasi Pengujian Dengan Resistor Pengganti ……………. 85 Gambar 4.2 Simulasi Pengujian Dengan Menutup Sensor Oleh Plastik Hitam…………………………………………………………
xiv
86
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pembagian SFR ............................................................................ 32 Tabel 2.2 Fungsi Lain Dari Port 3 ................................................................ 38 Tabel 3.1 Daftar Komponen Rangkaian Sensor Cahaya .............................. 72 Tabel 3.2 Daftar Komponen Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup ............. 73 Tabel 3.3 Daftar Komponen Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel... 77 Tabel 4.1 Data Besarnya Resistansi LDR Terhadap Kondisi Pencahayaan.... 83 Tabel 4.2 Simulasi Pengujian Dari Setting Resistor Pengganti LDR .......... 84 Tabel 4.3 Simulasi Pengujian Sensor Ditutup Benda Hitam (Plastik Hitam) ............................................................................. 86 Tabel 4.4 Pengujian Langsung Rangkaian Sensor Cahaya Pada Kondisi Kualitas Pencahayaan Senja Hari ................................................ 87 Tabel 4.5 Pengujian Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup (On-Delay) ....... 88 Tabel 4.6 Data Arus Sesaat dan Waktu Stabil Pada Setiap Panel ................. 89 Tabel 4.7 Pengujian Perintah ”Main” Pada Posisi Standby .......................... 90 Tabel 4.8 Pengujian Perintah Manual .......................................................... 90 Tabel 4.9 Pengujian Perintah Auto Dari Instruksi Sensor Cahaya .....……. 91
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Listing Program Kontrol Distribusi Panel Lampu Penerangan................................................................................. 99 Lampiran 2 Spesifikasi LDR ....................................................................... 102 Lampiran 3 Spesifikasi DT-HIQ Programmer ............................................ 106 Lampiran 4 Spesifikasi dan Set Instruksi IC AT89C51 ............................... 109 Lampiran 5 Spesifikasi IC LM741 .............................................................. 117 Lampiran 6 Spesifikasi IC NE555 ............................................................... 122 Lampiran 7 Spesifikasi IC LM7805/7812 .................................................... 125 Lampiran 8 Rekaman Masalah dan Lembar Modifikasi Distribusi Panel Lampu Penerangan di PT.Nippon Shokubai Indonesia …….. . 129
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Suatu sistim untuk fasilitas penerangan di suatu industri pada umumnya terdiri dari beberapa area/tempat unit produksi. Tergantung dari besarnya area industri atau pabrik, semakin besar tempat unit produksi maka semakin banyak pula kebutuhan distribusi fasilitas penerangan dilokasi tersebut. Sistim penerangan ini dimaksudkan untuk menerangi lokasi-lokasi tertentu sehingga akan menunjang aktifitas dan produktifitas industri tersebut. Sistim kontrol yang umum adalah dengan menggunakan kontrol cahaya atau dikenal photocell yang akan mengendalikan panel distribusi lampu penerangan. Sistim kontrol yang lainnya dapat berupa kontrol pewaktu yang akan menentukan kapan untuk menyala dan kapan untuk padam di lokasi yang ditentukan. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan satu sensor cahaya (LDR) yang akan mengontrol secara integrasi panel-panel distribusi lampu penerangan. Distribusi sistim lampu penerangan di industri biasanya cukup besar untuk setiap panelnya, misalnya 20 kVA atau bahkan lebih besar tergantung dari besarnya area setiap lokasi. Dilihat dari besarnya pembebanan itu, maka diperlukan kontrol yang halus dan aman untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan. Pada tugas akhir ini penulis mengangkat sebuah judul ”Integrasi Kontrol Sistim Lampu Penerangan Dengan Menggunakan Mikrokontrol AT89C51 Sebagai Alternatif Modifikasi di PT.Nippon Shokubai Indonesia”, yang merupakan salah satu alternatip pengembangan dan penyederhanaan dari system kontrol distribusi lampu penerangan yang telah ada,dimana penulis bekerja saat ini. Sistim yang terpasang saat ini terdiri dari 8 lokasi sistem distribusi lampu penerangan, masing-masing lokasi dikontrol melalui distribusi panel dengan ratarata beban untuk sistim penerangan sebesar 20 kVA tiap panelnya. Setiap distribusi panel dilokasi tersebut dikemudikan oleh sensor cahaya (LDR) yang akan menghidupkan dan mematikan system penerangan di lokasi tersebut. Sensor
1
2
cahaya akan mengaktifkan sistim penerangan jika kondisi menjelang gelap, dan sebaliknya akan mematikan sistim penerangan jika kondisi menjelang terang. Dalam kenyataanya, sistim yang terpasang saat ini terdapat beberapa kelemahan, terutama dalam hal kontrolnya, yaitu: (1). Kontrol sensor cahaya, kadangkala memberikan sinyal tidak konsisten. Sinyal yang tidak konsisten ini memberi dampak terhadap sinyal kontak (on-off) untuk relay terlalu cepat bahkan berosilasi, akibatnya kontak utama relay panel distribusi terbakar dikarenakan kontak ini menghubungkan langsung terhadap beban yang besar. Selain dari pada itu, dalam kasus ini beban-beban yang terhubung langsung juga mengalami kerusakan misalnya lampu pijar dan lampu TL.
Gambar 1.1 Kerusakan Magnetik Kontaktor Akibat Kontrol Tidak Konsisten
Gambar 1.1 memperlihatkan gambaran dari masalah yang ditemukan dalam sistem kontrol distribusi lampu penerangan sebagai akibat dari pembebanan dan instruksi kontrol yang terlalu cepat dan tidak konsisten. (2).Aktifnya kontrol masing-masing panel distribusi bersifat serentak sehingga memberikan kejut pembebanan sesaat yang besar,hal ini dipandang kurang baik untuk suatu sistim distribusi terutama yang disuplai oleh generator secara langsung.
3
(3). Setiap panel distribusi yang terpasang disetiap lokasi masing-masing dikontrol oleh sebuah sensor cahaya, sehingga memerlukan perawatan dan persiapan suku cadang pengganti yang cukup banyak.
Gambar 1.2 Sensor Cahaya Untuk Setiap Panel Lampu Penerangan
(4). Karena masing-masing panel berada di lokasi yang berbeda, dan setiap panel dikontrol oleh masing-masing sensor cahaya maka diperlukan pengecekan langsung ke lokasi untuk meyakinkan bahwa sistim penerangan di setiap lokasi telah berfungsi sebagaimana fungsinya. Tentunya hal ini akan cukup menyita waktu jika area pabrik cukup luas dan panel tersebar disetiap lokasinya.
Gambar 1.3 Panel Distribusi Lampu Penerangan di Setiap Lokasi
4
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada tugas akhir ini kita mencoba mengembangkan salah satu alternatif perancangan kontrol yang mampu menggantikan sistem kontrol lampu penerangan yang ada sehingga menghasilkan alat yang bermanfaat dan aman. Manfaat lain dari perancangan alat ini adalah mempermudah pemantauan untuk sistem distribusi panel penerangan setiap lokasinya, kontrol menjadi lebih halus sehingga kerusakan dapat dihindari dan perawatan lebih mudah.
1.2 Pokok Permasalahan Di dalam suatu kegiatan industri atau lainnya, sistim kontrol yang memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan, menjadi tumpuan untuk menunjang produktivitas hingga faktor ekonomis dapat tercapai secara efisien. Dari tuntutan ini, kiranya perlu untuk mengkaji ulang atau mempelajari kembali dari sistim dan fasilitas yang ada untuk dapat ditingkatkan kehandalannya tanpa mengurangi fungsi yang ada. Kehandalan yang dimaksud adalah mengurangi gangguan-gangguan yang ada baik secara langsung dari sistimnya ataupun secara tidak langsung karena sistim lainnya yang mempengaruhi. Selain dari pada itu, faktor-faktor keamanan dan keselamatan pengoprasian dari setiap panel distribusi harus dapat dijamin. Dari hal tersebut diatas, dan merujuk terhadap masalah yang dijelaskan dalam Latar Belakang Masalah, kiranya perlu ditetapkan suatu pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Dalam kelistrikan harus dihindari suatu pembebanan hubung lepas (on-off) yang terlalu singkat secara terus menerus, karena akan merusak lidah-lidah kontak relai, beban lampu dan pada akhirnya menimbulkan panas hingga bisa terbakar.
2.
Pembebanan serentak harus dihindari antara beban yang satu dan lainnya, karena akan mengalami kejut beban sesaat yang cukup besar dan bisa menggangu sistim lainnya.
5
3.
Setiap distribusi panel yang ada di lokasi saat ini, masing-masing dikontrol oleh satu sensor cahaya sehingga diperlukan perawatan dan suku cadang pengganti yang cukup banyak.
4.
Setiap distribusi panel terletak dimasing-masing lokasi yang berbeda, sehingga diperlukan pengecekan langsung oleh operator untuk meyakinkan
bahwa sistim penerangan di lokasi bekerja
sebagaimana mestinya. Dari pokok permasalahan ini selanjutnya kita akan mempelajari alternativealternative perancangan ataupun modifikasi yang mampu mengurangi masalah yang ada, sehingga menghasilkan alat yang bermanfaat, murah dan aman dalam pengoprasiannya.
1.3 Tujuan Pembahasan dan Ruang Lingkup Tujuan perancangan modifikasi alat dan penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Menawarkan alternative kontrol yang bermanfaat dan menyederhanakan system kontrol lampu penerangan, sebagai kontrol yang terintegrasi untuk sistim kontrol cahaya pada suatu panel distribusi lampu penerangan di PT.Nippon Shokubai Indonesia. 2. Membuat
dan
merancang
kontrol
lampu
penerangan
dengan
mikrokontroler sehingga dapat mengoptimumkan dan menyederhanakan suatu sistim menjadi terintegrasi dan kompak.
1.4 Pembatasan Masalah Ruang lingkup pembahasan pada perancangan kontrol lampu penerangan ini hanya akan membahas besar peluang suatu perancangan sebagai alternative pengganti sistem kontrol lampu penerangan di PT.Nippon Shokubai Indonesia, dengan cara melakukan suatu modifikasi dengan metode kontrol terintegrasi melalui mikrokontroler.
6
1.5 Metodologi Pembahasan Metoda penulisan tugas akhir ini berdasarkan pada : 1. Studi Kepustakaan. Studi
kepustakaan
melalui
referensi-referensi
penunjang
yang
didapatkan dari buku-buku referensi, modul kuliah atau referensi lainnya melalui internet. 2. Hasil Eksperimen. Hasil eksperimen dilakukan untuk mendapatkan hasil pengukuran dan pengujian dari rangkaian atau alat yang dibuat dengan pengukuran langsung dan bekerjanya alat.
1.6 Sistematika Penulisan Tugas akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebanyak lima Bab, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan latar belakang pemilihan judul, pokok permasalahan, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan serta sistematika penulisan pada tugas akhir ini. BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini menjelaskan teori-teori yang mendukung aktivitas perancangan untuk seluruh rangkaian, perangkat lunak ataupun perangkat keras dari alat tersebut. Landasan teori meliputi sensor, transistor, power supply, IC Op-Amp dan Timer, mikrokontroller, pemrograman dan magnetik kontaktor. BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bagian ini akan menjelaskan urutan metodologi perancangan yang berupa perancangan perangkat keras dan perancangan perangkat lunaknya misalnya blok diagram, sistem perancangan, prinsip kerja rangkaian dan prinsip kerja keseluruhan.
7
BAB IV PENGUJIAN ALAT Pada bagian ini menjelaskan hal-hal urutan kerja proses data hasil percobaan dan analisa hasil pengukuran dan kalibrasi, yang meliputi metodologi pengujian alat, metoda kalibrasi dan prosedur pengoprasian alat.
BAB V PENUTUP Pada bagian ini berisi kesimpulan dari perancangan alat berupa pencapaian dari masalah dan saran-saran pengembangan kedepannya. Daftar Pustaka Lampiran
BAB II TEORI PENUNJANG
2.1 Sensor Cahaya LDR (Light Dependent Resistor) LDR adalah salah satu dari sekian banyak sensor elektronik yang berubah harga tahanannya berdasarkan cahaya. Besarnya tahanan dari suatu LDR akan turun jika terkena cahaya, dan sebaliknya akan naik jika kondisi pencahayaan menurun (gelap), hal ini disebabkan bahwa resistansi dari Cadmium Sulphide (Cds) film bervariasi dengan intensitas dari cahaya yang jatuh terhadap permukaannya.
Gambar 2.1 Sensor LDR (Sensor Cahaya)
Besarnya harga tahanan dari LDR tergantung dari spesifikasi dan type yang dibuat oleh pabrik. Beberapa type mempunyai harga tahanan dalam satuan Mega Ohm untuk kondisi gelap, dan akan jatuh hingga beberapa ratus Ohm pada intensitas cahaya sebesar kira-kira 1000 Lux. LDR ini tersedia dalam beberapa ukuran dan bentuk, yang paling banyak digunakan mempunyai penampang permukaan sekitar 10mm.
Gambar 2.2 Grafik Resistansi Terhadap Perubahan Pencahayaan (Lux)
8
9
Gambar 2.3 (a) Lambang LDR ; (b) Penampang LDR
Dalam suatu aplikasi untuk sebuah rangkaian, LDR pada umumnya dipasang pada sebuah rangkaian yang membentuk suatu rangkaian pembagi tegangan. Rangkaian pembagai tegangan ini dapat dilihat dalam contoh aplikasi rangkaian seperti Gambar 2.4 dibawah ini:
Gambar 2.4 Contoh Aplikasi LDR Dalam Rangkaian Pembagi Tegangan
2.2 Saklar Transistor Bias basis berguna di dalam rangkaian-rangkaian digital karena rangkaian tersebut dirancang untuk beroperasi di daerah jenuh dan cutoff, oleh sebab itu saklar transistor hanya memiliki tegangan keluaran rendah ataupun tegangan keluaran tinggi. Dengan kata lain, tidak ada titik beban yang digunakan di antara titik jenuh dan cutoff. Untuk alasan ini, variasi titik beban tidak menjadi masalah, karena transistor tetap dalam kondisi jenuh atau cutoff ketika penguatan arus berubah.
10
Gambar 2.5 Rangkaian Saklar Transistor
Berikut ini adalah sebuah contoh penggunaan rangkaian berbias basis untuk saklar transistor yang beroprasi di antara daerah jenuh dan cutoff. Gambar 2.5 menunjukkan contoh dari rangkaian saklar transistor. Jika tegangan vi kurang dari tegangan yang dibutuhkan untuk membuat junction base-emitter forward bias, sehingga arus IB = 0 maka transistor beroprasi pada daerah cutoff dan IC = 0. Selama IC = 0, tegangan jatuh yang melalui Rc adalah 0 sehingga V0 = Vcc. Jika tegangan vi dinaikkan sehingga VBE menjadi forward bias maka transistor akan aktive, hanya saja kita masih belum mengetahui apakah transistor beroprasi di daerah aktive atau beroprasi di daerah jenuh.
Gambar 2.6 Garis Beban
Beberapa persamaan yang berhubungan dengan fungsi rangkaian saklar transistor adalah :
11
, besarnya VCE = V0 Dalam gambar garis beban yang di perlihatkan dalam Gambar 2.6, jika halnya arus basis dinaikkan maka transistor akan beroprasi pada titik-titik operasi yang ditunjukkan oleh garis terputus-putus. Dalam batas tertentu ketika arus basis (IB3) mengalami arus terbesar sebagaimana halnya arus kolektor IC, maka hal ini disebut arus saturasi dan ketika transistor beroperasi pada titik ini disebut dengan bias saturasi. Ketika saturasi, base-collector adalah forward bias dan hubungan antara arus basis dan arus kolektor adalah tidak linier, untuk itu arus kolektor pada saat saturasi adalah ;
Dalam kondisi saturasi, tegangan collector-emitter VCE lebih kecil daripada tegangan base-emitter VBE. Rangkaian saklar transistor hanya memiliki dua tegangan keluaran sebesar 0V atau + Vcc, inilah yang menjadi dasar dari rangkaian digital. Rangkaian tersebut hanya memiliki dua tingkat keluaran yaitu tingkat keluaran rendah atau tinggi. Nilai pasti dari kedua tegangan keluaran tidaklah penting, tapi yang paling penting adalah kita dapat membedakan tegangan tersebut rendah atau tinggi. Rangkaian digital sering dinamakan rangkaian saklar, karena titik beban berubah di antara dua titik pada garis beban. Pada kebanyakan rancangan, dua titik tersebut adalah daerah jenuh dan cutoff. Nama lain yang sering digunakan untuk rangkaian saklar transistor adalah rangkaian dua keadaan, yang mengacu pada keluaran rendah dan tinggi.
12
2.3 Suplai Daya (Power Supply) Sebagian besar piranti elektronika membutuhkan tegangan DC untuk dapat berfungsi. Sumber daya yang paling mudah didapat adalah dengan menurunkan tegangan AC dan kemudian dirubah menjadi tegangan DC. Rangkaian yang dapat mengubah tegangan AC ini menjadi suatu tegangan DC disebut suplai daya DC. Suplai daya DC umumnya mempunyai empat komponen utama, yaitu Transformer, Rectifier, Filter dan Regulator. Sayangnya, keluaran tegangan suplai daya ini masih ada suatu tegangan riak (ripple) yang menumpangi tegangan DC keluarannya, sehingga rangkaian penyearah tersebut tidak mengeluarkan DC yang murni.
2.3.1 Transformer Tegangan pada jaringan terlalu tinggi bagi sebagian besar rangkaian yang digunakan dalam peralatan elektronik, Oleh karena itu, biasanya sebuah transformer digunakan pada bagian suplai daya (power supply) dihampir semua perangkat elektronik. Transformer terdiri dari lilitan primer (N1) dan lilitan sekunder (N2). Gambar 2.7 menunjukkan sebuah transformer, di sini kita lihat perbandingan lilitan adalah N 1 / N 2 , tegangan sekunder turun ketika N 1 lebih besar daripada N 2.
Gambar 2.7 Transformer dan Penyearahan
Arti dari phasing dots yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 di ujung sebelah atas lilitan, jika phasing dot berada pada bagian atas lilitan, maka phase dari tegangan sekunder sama dengan phase tegangan primer, artinya ketika putaran tegangan setengah positif muncul melalui tegangan primer, maka putaran setengah positif muncul melalui sekunder.
13
Beberapa persamaan pada transformer adalah sebagai berikut: V 2 = V 1 / (N 1 / N 2 ) atau dapat ditulis sbb: V 2 = V 1 (N 2 / N 1 ) dimana ; V1 = Tegangan Primer V2 = Tegangan Sekunder N1 = Lilitan Primer N2 = Lilitan Sekunder
2.3.2 Penyearah (Rectifier) Penyearah (Rectifier) berfungsi untuk merubah bentuk gelombang AC menjadi bentuk gelombang DC, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan dioda. Ada beberapa tipe rangkaian penyearahan yaitu penyearah gelombang setengah (half wave rectifier) dan penyearah gelombang penuh (full wave rectifier).Gambar 2.8 menunjukkan sebuah rangkaian penyearah gelombang penuh dengan menggunakan pusat tap dibumikan (grounded center tap) pada lilitan sekunder. Penyearah gelombang penuh sama dengan dua kali penyearahan setengah gelombang, sebab pusat tap masing-masing penyearah mempunyai sebuah tegangan masukan yang sama dengan setengah tegangan sekunder. Dioda D 1 menghantar ke putaran setengah positif, dan dioda D 2 menghantar ke putaran setengah negatif. Sebagai hasilnya, arus pada tahanan beban penyearah mengalir selama
setengah
putaran
bersama-sama,
menghasilkan dua kali gelombang bolak balik.
penyearah
gelombang
penuh
14
Gambar 2.8 Penyearah Gelombang Penuh dan Bentuk Gelombang Keluaran
2.3.3 Penyaring (Filter) Keluaran dari rangkaian penyearah bagaimanapun juga tidak konstan dan masih banyak tegangan riak (ripple) yang perlu diperhalus atau disaring (filter). Jika kita menghubungkan sebuah penyearah gelombang penuh atau penyearah gelombang setengah dengan sebuah penyaring (filter) komponen kapasitor, maka riak (ripple) puncak ke puncak akan dikurangi. Gambar 2.9 (a) menunjukkan rangkaian untuk sebuah sumber AC, dioda dan sebuah kapasitor. Pada awalnya kapasitor tidak bertenaga, selama seperempat putaran pertama dari Gambar 2.9 (b) dioda dalam kondisi bias maju (forward bias) maka kapasitor terisi muatan dan tegangannya sama dengan tegangan sesaat dari tegangan sumber. Pengisian muatan berlanjut sampai akhirnya input mencapai nilai maksimum, pada saat itu tegangan kapasitor sama dengan tegangan maksimum Vp.
15
Gambar 2.9 (a) Rangkaian Filter Input Kapasitor Tanpa Beban. (b) Siklus Filter Tegangan Keluaran. (c) Rangkaian Persamaan
Setelah tegangan masukkan mencapai puncak, kemudian mulai menurun lagi sehingga tegangan masukkan kurang dari tegangan maksimum Vp. Ketika tegangan masukkan lebih kecil dari dari 0.7 V maka dioda akan mati dan berlaku seperti saklar terbuka Gambar 2.9 (c). Selama sisa siklus berikutnya, kapasitor tetap bermuatan penuh dan hal ini mengapa tegangan output pada Gambar 2.9 (b) konstan dan sama dengan tegangan Vp.
2.3.4 Suplai Daya Teratur (Regulator) Suplai daya tak teratur memiliki dua sifat, yaitu tegangan DC turun dan tegangan riak AC (ripple) naik bersama naiknya arus beban. Kedua kekurangan ini dapat diperkecil dengan menambahkan suatu bagian pengatur tegangan ke suplai daya yang tak teratur itu. Blok diagram suplai daya tegangan teratur dapat dilihat dalam Gambar 2.10. Suplai daya teratur seperti dalam Gambar 2.10 beroprasi dengan menggunakan pengontrol tegangan terhadap sumber arus untuk menghasilkan tegangan yang stabil pada terminal keluarannya. Blok rangkaian kontrol harus selalu memonitor dan merasakan perubahan tegangan keluaran kemudian
16
mengatur sumber arus masukan untuk kembali mendapatkan tegangan keluaran yang tetap stabil.
Gambar 2.10 Blok Diagram Suplai Daya Tegangan Teratur
Kesetabilan suplai daya teratur membutuhkan komponen-komponen kompensasi yang pada umumnya merupakan kompensasi suhu, riak frequensi dan kompensasi lainnya. Kebanyakan suplai daya teratur ini telah dilengkapi oleh komponen kompensasi didalamnya dan akan tetap stabil tanpa komponen luar, akan tetapi beberapa suplai daya teratur masih membutuhkan beberapa kompensasi luar misalnya kapasitor yang dihubungkan dari terminal keluarannya terhadap pentanahan (ground) untuk menjaga kesetabilannya. Suplai daya teratur pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu suplai daya teratur tegangan tetap dan suplai daya teratur tegangan bisa diubah. Suplai daya teratur yang memberikan tegangan tetap dapat dilihat dalam Gambar 2.11 yang merupakan IC pengatur tegangan tiga terminal. Vin merupakan tegangan masukan yang tak teratur dan diumpankan ke salah satu terminal masukan dari IC pengatur tegangan, terminal lainnya dihubungkan terhadap pentanahan (ground), dan salah satu terminal lainnya merupakan terminal keluaran tegangan Vo. Tegangan keluaran adalah tegangan yang telah teratur dan tetap. Besarnya tegangan keluaran tergantung dari jenis IC pengatur yang dipakai, misalnya LM7805 artinya IC pengatur tegangan tetap sebesar 5 Volt.
17
Gambar 2.11 Pengatur Tegangan Tetap Dengan IC Tiga Terminal
2.4 Rangkaian Terpadu ( Integrated Circuit ) 2.4.1 Rangkaian Terpadu ( IC ) Penguat Operasional Op-Amp atau Penguat Operasional digunakan secara luas dalam rangkaianrangkaian penguat untuk memperkuat sinyal isyarat DC atau sinyal isyarat AC bahkan gabungan di antara keduanya. Dalam aplikasinya penguat operasional ini dapat dipakai sebagai penguat tegangan tak-membalik, penguat tegangan membalik, penguat menjumlah, integrator, diferensiator dan masih banyak lagi aplikasi lainnya dari penguat operasional ini. Gambar 2.12 adalah bagan rangkaian untuk penguat operasional dari IC type 741.
Gambar 2.12 Bagan Skematik IC Penguat Operasional 741
2.4.1.1 Rangkaian Pembanding Sebuah rangkaian pembanding berfungsi untuk membandingkan tegangan isyarat pada satu masukan dengan suatu tegangan acuan pada masukan lainnya.
18
Dalam hal ini, kita sering ingin membandingkan tegangan yang satu dengan yang lain untuk melihat yang mana yang lebih besar. Sebuah pembanding adalah rangkaian dengan dua tegangan masuk (tak membalik dan membalik) dan satu tegangan keluaran. Bila tegangan tak membalik lebih besar dari pada tegangan membalik, pembanding menghasilkan tegangan keluar yang tinggi. Bila masukan tak membalik lebih kecil dari pada masukan membalik, keluaran rendah. Cara yang paling sederhana untuk membuat sebuah pembanding adalah dengan memasang sebuah op-amp tanpa tahanan-tahanan umpan balik seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13.
Gambar 2.13 (a) Dasar Rangkaian Pembanding. (b) Karakteristik Transfer
Bila masukkan membalik dihubungkan dengan tanah, tegangan masuk yang amat kecil sudah cukup untuk membuat op-amp menjadi jenuh. Bila tegangan masuk positif maka akan mengakibatkan kejenuhan positif, dan jika tegangan masukkan negatif maka akan mengakibatkan kejenuhan negatif. Karena tegangan masuk yang dibutuhkan untuk menghasilkan kejenuhan amat kecil, maka transisi pada Gambar 2.13 (b) tampak seperti vertikal. Titik perpindahan (titik ambang) dari sebuah pembanding adalah harga tegangan masuk pada saat keluaran beralih keadaan. Pada Gambar 2.13 (a) titik perpindahan berharga nol, karena pada saat harga tegangan masuk inilah keluarannya berubah keadaan. Bila Vin lebih besar dari pada titik perpindahan, maka keluarannya tinggi, dan bila Vin lebih kecil dari pada titik perpindahannya maka keluarannya rendah. Rangkaian ini pula sering disebut sebagai detektor melintas nol (zero crossing detector).
19
2.4.1.2 Pemicu Schmitt (Schmitt Trigger) Bila masukan pembanding mengandung derau, keluarannya menjadi tak teratur pada saat Vin mendekati titik perpindahan. Kita dapat menghindari pemicuan derau ini dengan menggunakan suatu rangkaian pemicu schmitt, yaitu pembanding dengan umpan balik positif. Gambar 2.14 memperlihatkan sebuah rangkaian dasar pemicu Schmitt op-amp.
Gambar 2.14 (a) Pemicu Schmitt Dengan Acuan Positif. (b) Rangkaian Ekivalen. (c) Karakteristik Transfer
Karena adanya pembagi tegangan kita memperoleh umpan balik tegangan positif. Bila tegangan keluar mengalami kejenuhan posistif tegangan positif diumpankan kembali ke masukan tak membalik, masukan positif ini menjaga keluaran pada keadaan tinggi. Sebaliknya, bila tegangan masuk mengalami kejenuhan negatif, tegangan negatif diumpankan kembali ke masukkan tak membalik, menjaga keluaran pada keadaan rendah. Pada kedua kasus ini, umpan balik positif memperkuat keadaan keluaran yang ada. Pada gambar 2.14, sebuah tahanan tambahan R3 dipasang diantara masukan tak membalik dan +Vcc. Tahanan ini menentukan titik pusat dari simpal histeresis :
20
Vcen = ( R2 /( R2 + R3 )) Vcc Umpan balik positif menyebabkan titik perpindahan ke kedua sisi dari tegangan pusat. Bagian dari umpan balik adalah : B = R2 ll R3 /( R1 + ( R2 ll R3 )) Bila keluarannya mengalami kejenuhan positif, tegangan acuan tak membalik untuk titik perpindahan atas UTP adalah : UTP = Vcen + B Vjen Bila keluarannya mengalami kejenuhan negatif, tegangan tak membalik untuk titik perpindahan bawah LTP adalah : LTP = Vcen – B Vjen
2.4.2 Rangkaian Terpadu ( IC ) Pewaktu 555 Pemakaian
piranti-piranti
semacam
osilator,
pembangkit
pulsa,
multivibrator dan lainnya memerlukan sebuah rangkaian yang mampu menghasilkan selang-selang penentuan waktu. Pewaktu rangkaian terpadu yang paling populer adalah IC555 yang menggabungkan sebuah osilator relaksasi, dua pembanding, flip-flop RS, dan sebuah transistor pembuang. Rangkaian terpadu IC ini dapat dilihat dalam blok Gambar 2.15 adalah bagan blok pewaktu 555 yang disederhanakan dan merupakan suatu pewaktu IC 8 penyemat (pin).
Gambar 2.15 Blok IC Pewaktu 555
Sebuah masukan ambang (threshold) penyemat 6 dan sebuah masukan kendali (control voltage) penyemat 5, pada banyak pemakaian masukan kendali
21
ini tidak digunakan sehingga tegangan kendalinya sama dengan +2Vcc/3. Kapan saja tegangan ambang melewati tegangan kendali, keluarannya menjadi tinggi dari rangkaian pembanding yang selanjutnya akan mengeset flip-flop. Kolektor dari transistor pembuang (discharge) dihubungkan ke penyemat 7. Bila penyemat ini dihubungkan dengan kapasitor pewaktu yang dipasang di luar, keluaran yang tinggi dari flip-flop akan menjenuhkan transistor dan mengosongkan kapasitor. Bila keluaran ini rendah, transistor akan terbuka dan kapasitor diisi kembali. Sinyal komplementer yang keluar dari flip-flop merupakan penyemat 3, yaitu keluaran (output). Bila penyemat 4 (reset) ditanahkan dari rangkaian bagian luar, maka akan mencegahnya agar tidak bekerja. Pada kebanyakan pemakaian, reset luar ini tidak digunakan dan penyemat ini langsung dihubungkan dengan jalur catu daya. Rangkaian pembanding lainnya dari penyemat 2 disebut pemicu (trigger), dan lainnya dihubungkan dengan suatu pembagi tegangan sehingga masukan tak membalik ini mempunyai tegangan tetap +Vcc/3. Bila tegangan masuk pemicu sedikit lebih rendah dari +Vcc/3 keluaran op-amp menjadi tinggi dan mereset flip-flop. Penyemat 1 merupakan pentanahan (ground) sedangkan penyemat 8 adalah penyemat untuk catu daya, adapun pewaktu 555 akan bekerja dengan catu daya antara 4,5 Volt sampai dengan 16 Volt.
Pewaktu 555 Penundaan Waktu Daya Hidup IC Pewaktu 555 dapat diaplikasikan untuk suatu kebutuhan penundaan waktu daya hidup (on-delay). Ada dua jenis penentuan waktu yang mungkin akan diperlukan selama pemakaian rangkaian daya hidup ini, yaitu keluaran dari pewaktu tidak menuju tinggi sampai suatu selang waktu berlalu setelah pemakaian daya pada t=0, dan keluaran menuju tinggi untuk selang waktu sesudah daya diberikan. Jika kita ingin menggunakan daya ke suatu bagian sebuah sistem dan menunggu selama selang waktu tertentu sebelum memulai suatu bagian lain dari suatu sistem, maka hal ini dapat dilakukan melalui sebuah rangkaian dalam Gambar 2.16.
22
Gambar 2.16 Penunda Waktu Hidup
Bila saklar daya dipindahkan ke hidup pada t=0, tegangan kapasitor awal menjadi nol. Karena itu, baik penyemat 2 (pemicu) maupun penyemat 6 (ambang) berada di atas masing-masing ambangnya dan keluarannya tetap rendah dalam tingkat operasi D. Bersama terisinya kapasitor C, ambangnya turun di bawah VUT sedangkan picunya masih tetap di atas VLT, mendorong IC555 memasuki tingkat memori C. Akhirnya, baik pemicu maupun ambang turun tepat di bawah VLT, dimana 555 memasuki tingkat A dan mendorong keluarannya tinggi pada waktu T. Oleh karena itu suatu keluaran dari pasak 3 (output) dari IC555 telah ditunda selama selang waktu T sesudah penutupan saklar pada t=0. Penundaan waktu didapatkan dari T=1.1RAC.
2.5 Mikrokontroler Mikrokontroler, jika diterjemahkan secara harfiah berarti pengendali yang berukuran mikro. Sekilas mikrokontroler hampir sama dengan mikroprosesor, namun mikrokontroler memiliki banyak komponen yang terintegrasi didalamnya, misalnya timer/counter. Sedangkan pada mikroprosesor, komponen tersebut tidak terintegrasi. Mikroprosesor umumnya kita jumpai pada komputer dimana tugas dari mikroprosesor adalah untuk memproses berbagai macam data input maupun output dari berbagai sumber. Mikrokontroler lebih sesuai untuk tugas-tugas yang lebih spesifik. Karena prosesor merupakan rangkaian digital, maka data yang diumpan padanya juga harus dalam bentuk digital. Setelah diolah, data atau
23
informasi hasil olahannya dikeluarkan dalam bentuk digital juga. Gambar 2.17 (a) memperlihatkan skema luar IC AT89C51 disertai label untuk setiap pin.
Gambar 2.17 (a). IC Mikrokontroler AT89C51. (b). Bagan Diagram Blok
Untuk memanfaatkan prosesor, dibutuhkan komponen digital lain yaitu sistem memory dan sistem Input/Output. Prosesor yang sudah dilengkapi dengan memory, Input/Output dan interkoneksinya biasa disebut sistem mikroprosesor. Pada sistem mikroprosesor ini, IC prosesor berperan sebagai pengendali utama. IC ini diprogram dengan instruksi yang dipahaminya. Setiap prosesor memiliki instruction set khusus, yaitu daftar instruksi yang dapat dieksekusi olehnya. Gambar 2.17 (b) memperlihatkan diagram umum sebuah sistem mikroprosesor yang hanya dilengkapi dengan memory. Baik data maupun instruksi disimpan pada memory, prosesor mengambil dan mengeksekusi instruksi satu per satu sesuai urutan letaknya pada memory. Secara umum, pekerjaan yang dilakukan oleh prosesor adalah transfer dan proses. Prosesor mengambil data dari komponen digital lain, memprosesnya, kemudian menyerahkan hasil proses ke komponen lain. Karena data disimpan pada alamat-alamat tertentu, maka operasi transfer data sangat berkaitan erat dengan operasi alamat. Sedangkan operasi proses berkaitan dengan operasi aritmetika dan logika. Operasi aritmetika adalah add, substract, multiply dan divide, sedangkan operasi logika adalah shift, rotate, complement, clear dan set. Kemampuan prosesor untuk mengendalikan sistem
24
dan mengolah data sangat ditentukan oleh program yang disiapkan untuknya, program ini disimpan di dalam memory dan diambil satu per satu secara berurutan oleh prosesor. Meskipun prosesor hanya memahami bahasa biner, dengan interpretasi data yang tepat, seorang programmer dapat memerintahkan prosesor untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang rumit.
2.5.1 Clock dan CPU Timing Peran clock bagi mikrokontroler MCS-51 ibarat jantung bagi manusia. Manusia tanpa detak jantung tidak akan hidup. Mikrokontroler tanpa detak clock juga tidak akan berfungsi. Pulsa clock mengambil peran penting dalam menentukan kecepatan dan sinkronisasi kerja Central Processing Unit (CPU) mikrokontroler.
2.5.1.1 Sistem Clock IC mikrokontroler MCS-51 memiliki dua pin (XTAL1 dan XTAL2) yang merupakan input dan output dari on-chip inverting amplifier satu tahap. Kakikaki ini dapat dihubungkan dengan rangkaian pembangkit pulsa clock. Dengan memanfaatkan
on-chip
oscillator,
rangkaian
pembangkit
pulsa
hanya
membutuhkan dua kapasitor dan sebuah quartz crystal atau sebuah ceramic resonator.
Gambar 2.18 Rangkaian XTAL Dengan On-Chip Oscillator
25
Jika menggunakan quartz crystal, nilai kapasitor yang umum digunakan adalah 30 pF. Sedangkan jika menggunakan ceramic resonator, nilai kapasitor yang umum digunakan adalah 47 pF. Frekuensi Quartz Crystal atau Ceramic Resonator (kedua istilah ini disebut osilator) yang dapat digunakan berkisar antara 0 Hz hingga 24 MHz, bahkan ada beberapa varian MCS-51 yang mampu menggunakan osilator 40 MHz. Namun frequensi yang sering digunakan terutama jika menggunakan komunikasi Universal Asynchronous Receiver Transmitter (UART) adalah 11,0592 MHz. Selain dengan on-chip oscillator, IC mikrokontroler MCS-51 juga dapat menggunakan external clock generator. Sumber clock luar ini dihubungkan dengan XTAL1 sedangkan XTAL2 tidak dihubungkan kemanapun juga. Pin XTAL2 merupakan inverted output dari XTAL1. Rangkaian ini dapat dilihat dalam gambar 2.19.
Gambar 2.19 MCS-51 Dengan External Clock Signal
2.5.1.2 Perhitungan dan Timing Diagram Machine Cycles Machine Cycle atau siklus mesin merupakan satuan waktu terkecil dalam menjalankan satu instruksi MCS-51. Satu machine cycle terdiri atas enam state atau tahap. Masing-masing tahap terdiri dari 2 phase atau fase. Jadi, satu machine cycle terdiri dari 12 periode osilator (6 state x 2 phase) atau 12 pulsa clock. Jika frequensi crystal yang digunakan adalah 12 MHz, maka crystal tersebut akan mengeluarkan 12.000.000 pulsa per detik. Hal ini berarti dalam satu detik akan
26
ada 1.000.000 (12.000.000/12) machine cycle. Atau dengan kata lain, satu machine cycle akan memakan waktu satu mikro detik. Jika frekuensi crystal yang digunakan lebih tinggi, maka akan ada lebih banyak machine cycle dalam satu detik sehingga lebih banyak instruksi/opcode yang dapat dijalankan. Timing diagram dapat dilihat dalam Gambar 2.20 dan Gambar 2.21.
Gambar 2.20 Timing Diagram Instruksi 1-Cycle
Dari Gambar 2.20 dapat diambil kesimpulan bahwa instruksi yang memiliki durasi 1 cycle akan dilaksanakan dalam waktu 1 cycle tanpa memperdulikan jumlah byte. Pembacaan opcode dimulai pada state 1. Jika panjang instruksi 1 byte, maka pembacaan
opcode pada state 4 akan diabaikan. Jika panjang
instruksi 2 byte, maka pembacaan byte kedua terjadi pada state 4.
27
Gambar 2.21 Timing Diagram Instruksi 2 Cycle
Dari Gambar 2.21 dapat diambil kesimpulan bahwa instruksi yang memiliki durasi 2 cycle akan dilaksanakan dalam waktu 2 cycle tanpa memperdulikan jumlah byte. Pembacaan opcode dimulai pada state 1 cycle 1. Jika panjang instruksi 1 byte, maka tiga kali pembacaan opcode berikutnya akan diabaikan. Jika panjang instruksi 2 byte, maka pembacaan opcode pada cycle kedua akan diabaikan.
2.5.1.3 Program Counter Program Counter (PC) merupakan register 16 bit yang menyimpan alamat instruksi yang akan dijalankan selanjutnya. Pada saat reset atau power up, PC selalu bernilai 0000h dan nilai tersebut akan bertambah setiap sebuah instruksi diproses. Penambahan ini bergantung pada jumlah byte dari instruksi. Jika sebuah instruksi selebar 2 byte diproses, maka nilai PC akan bertambah 2 byte.
2.5.2 Memori Memori pada intinya berfungsi untuk mengingat atau menyimpan suatu informasi. Memori penting bagi sistim MCS-51 karena semua program dan data
28
tersimpan dalam memori. Makin besar kapasitas memori yang dimiliki, sistem dapat mengakomodasi program yang lebih komplek dan data yang lebih banyak. Pada dasarnya dalam dunia mikrokontroler ada dua tipe memori. Kedua memori tersebut adalah data memory dan program memory. Pembagian dua memori ini bertujuan agar proses kerja mikrokontroler bekerja lebih cepat.
2.5.2.1 Data Memory Data memory seperti namanya berfungsi untuk menyimpan data. Berdasarkan lokasinya, data memori dibagi menjadi dua: internal data memory yang terdapat dalam IC MCS-51 dan external data memory yang berada di luar IC MCS-51. Kapasitas internal data memory yang dimiliki MCS-51 sebesar 128 bytes ditambah dengan SFR sehingga jumlahnya mencapai 256 bytes. Jika diperlukan, external data memory berupa IC RAM atau ROM dapat ditambahkan dan digunakan untuk menyimpan variable yang ditentukan oleh user. Penambahan ini dapat dilakukan hingga kapasitas total external data memory mencapai 64 KB.
Gambar 2.22 Konfigurasi Internal dan External Data Memory
29
2.5.2.2 Program Memory Program memory berfungsi untuk menyimpan kode program user yang akan dijalankan. User dapat menggunakan internal program memory yang tertanam dalam IC MCS-51 dan external program memory. Kapasitas internal program memory bervariasi antara satu tipe IC MCS-51 dengan tipe yang lainnya. Internal program memory selain berisi instruksi user juga memiliki beberapa alamat khusus yang ditujukan untuk reset address (alamat yang dituju pada saat pertama kali mikrokontroler bekerja) dan interrupt vektor address. Jika diperlukan, user dapat menambahkan IC RAM atau ROM tambahan sebagai external program memory. Penambahan ini juga dapat dilakukan hingga kapasitas total program memory mencapai 64 KB.
Gambar 2.23 Konfigurasi Internal dan External Program Memory
2.5.2.3 Organisasi Internal Data Memory Intarnal data memory meliputi Register Bank, Bit addressable RAM, General Purpose RAM (Scratch Pad Area), dan Special Function Registers (SFR). Bagan pembagian internal data memory terdapat pada Gambar 2.24.
30
Gambar 2.24 Organisasi Internal Data Memory
a.
Kelompok Register Bank. Berupa 32 byte atau 32 register yang terletak antara 00h sampai 1Fh. Bagian ini dipecah menjadi 4 register bank yang masing-masing terdiri dari 8 register yang diberi nama R0 sampai R7. Masing-masing register dapat dialamatkan dengan nama ataupun dengan alamat RAM-nya. Bit RS0 dan RS1 pada register PSW di SFR menentukan bank mana yang sedang digunakan. Misalnya jika RS0 dan RS1 bernilai 00, maka R2 menempati lokasi 02H pada register bank pertama, tetapi jika RS0 dan RS1 bernilai 10, maka R2 menempati lokasi 12H pada register bank ketiga.
b.
Daerah pengalamatan bit (bit addressable) yang terdiri dari 16 byte atau 16 register dengan alamat antara 20h sampai 2Fh. Setiap bit pada areal ini dapat diakses secara terpisah tanpa mengganggu bit lainnya. Pengalamatan byte dapat mengunakan alamat register antara 20h sampai 2Fh, sedangkan pengalamatan bit dapat dilakukan dengan menuliskan titik setelah alamat registernya, misal 20H.7 untuk bit MSB pada register 20H. Bit addressable RAM memiliki fungsi yang sama dengan General Purpose RAM. User juga dapat menggunakan ruang ini untuk menyimpan variable atau alamat inisialisasi Stack Pointer.
31
c.
Daerah register penggunaan umum (Scratch Pad Area) yang terletak di bagian atas RAM internal, yaitu alamat 30h sampai 7FH. Biasanya Stack diletakkan di area ini. General Purpose RAM atau sering disebut juga sebagai Scratch Pad Area adalah ruang data memory yang bebas digunakan user sebagai tempat penyimpanan variabel atau sebagai alamat inisialisasi stack pointer. General purpose RAM hanya dapat diakses per bit.
2.5.2.4 SFR (Special Function Register) Di dalam setiap operasi mikrokontroler harus selalu menyertakan register sebagai salah satu operand atau tempat data yang akan dilibatkan dalam operasi tersebut. Sesuai namanya Special Function Registers (SFR) merupakan sejumlah register khusus yang mencakup alamat port, Accumulator, register B, timer, dan sejumlah register kontrol. Register adalah memori kecil berukuran 1 atau 2 byte, 8-bit atau 16-bit. Register akan menampung data sebelum diolah, register juga akan menampung data hasil olahan sementara sebelum dikembalikan atau dikirim ke BUS internal atau eksternal. Selain itu, register juga digunakan untuk mengendalikan operasi I/O device, seperti parallel I/O, serial communication, Timer dan Interrupt. Register-register yang ada di mikrokontroler adalah sebagai berikut: a. Register Acc, disebut juga sebagai akumulator (SFR alamat E0h) yaitu tempat akumulasi proses olah data. b. Register B, disebut juga Base Register (SFR alamat F0h). Register ini jarang dipakai karena hanya dipakai untuk operasi perkalian dan pembagian saja. c. Register R0 s/d R7 (tidak terletak dalam SFR). Merupakan register serbaguna yang boleh dipakai untuk apa saja. Khusus untuk register R0 dan R1 dapat digunakan juga untuk operasi pengalamatan tak langsung (indirect addressing). d. Register DPTR, merupakan satu-satunya register 16-bit yang ada pada mikrokontroler keluarga MCS-51. Register ini mempunyai fungsi serbaguna seperti halnya register R0 s/d R7, dan dapat juga untuk
32
menyimpan alamat memory eksternal bagi mode pengalamatan tak langsung. Register ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu register DPL dan register DPH. Register DPL adalah byte bawah dari DPTR yaitu bit ke-0 s/d bit ke-7, sedangkan register DPH adalah byte atas dari DPTR yaitu bit ke-8 s/d bit ke-15.
Tabel 2.1 Pembagian SFR
e. PSW (Program Status Word) atau flag register, SFR alamat D0H, merupakan register yang berisi data-data kondisi mikrokontroler setelah suatu operasi selesai dijalankan. Register ini memiliki bit ke-3 dan bit ke-4 digunakan untuk pemilihan register bank. f. Register Port, terdiri dari 4 (empat) yaitu P0, P1, P2, dan P3. Register port berisi data-data yang akan dikirim keluar dan data-data yang telah dibaca dari luar. Setiap bit pada register port terkait langsung dengan
33
kondisi pin tertentu, misalnya jika bit pada P1.5 diberi nilai biner “1”, maka pin yang terkait dengannya, yaitu pin nomor 6 akan berkondisi HIGH atau tegangan 5 volt. Jika pin 6 ini disambungkan ke sebuah LED, maka LED akan menyala. Sebaliknya, jika pin 6 tersebut disambungkan ke sebuah sensor dan sensor tersebut dalam kondisi HIGH, maka P1.5 akan bernilai “1”. Pada kasus LED, pin P1.5. berfungsi sebagai pin output, sedangkan pada kasus sensor, pin tersebut berfungsi sebagai input bagi prosesor. g. SP (Stack Pointer), SFR alamat 81h, berisi alamat stack atau tumpukan tertinggi dalam RAM internal. Register ini berguna untuk menyimpan data yang terkait dengan instruksi PUSH (memasukkan data ke stack) dan POP (mengeluarkan data dari stack) atau alamat-alamat kode program yang diselamatkan pada saat terjadi pemanggilan subprogram atau rutin interupsi. h. Pasangan Register Timer. Register yang terkait dengan penggunaan timer adalah register TH0, TL0, TH1, TL1, TMOD dan TCON. Pasangan register TH dan TL digunakan sebagai container atau jam pasir yang menampung pulsa dengan kapasitas maksimum 65535 pulsa. Pulsa yang masuk ke dalam kontainer ini bergantung pada mode penggunaan Timer. Jika I/O device ini digunakan sebagai Timer, maka pulsa yang masuk berasal dari rangkaian klok internal dengan perioda 12 kali perioda kristal yang digunakan. Jika prosesor menggunakan kristal 12 MHz, maka perioda pulsa untuk timer 1 s. Sedangkan jika I/O device ini digunakan sebagai Counter, maka pulsa yang masuk berasal dari pin T1 atau T0 pada Port 3. Frekuensi pulsa yang masuk melalui T1 maupun T0 tidak boleh melampaui 1/24 frekuensi kristal. i. Register-register kontrol. Yaitu register-register yang digunakan untuk mengendalikan kerja I/O device internal. Register tersebut antara lain register IP (Interrupt Priority) dan IE (Interupt Enable) untuk operasi interupsi, register TMOD (Timer Mode) danTCON (Timer Control) untuk operasi Timer atau Counter, register SCON untuk operasi
34
komunikasi serial dan register PCON (Power Control) untuk pengendalian penggunaan daya listrik prosesor.
2.5.3 Pin Pin adalah kaki fisik dari sebuah IC MCS-51. Masing-masing pin memiliki fungsi dan karakteristik tersendiri yang harus diperhatikan sebelum dipakai dalam sebuah aplikasi.
2.5.3.1 Macam dan Fungsi Pin Mikrokontroler AT89C51 MCS-51 memiliki beberapa pin, ada yang berfungsi sebagai jalur input/output (I/O), ada yang berfungsi sebagai jalur kontrol, dan ada juga yang berfungsi sebagai address bus atau data bus. Susunan pin atau kaki–kaki mikrokontroler AT89C51 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.25 Konfigurasi Pin Mikrokontroler AT89C51
PORT 0, adalah salah satu port yang berfungsi sebagai general purpose I/O dengan lebar 8 bit. Port 0 terdiri dari P0.0, P0.1 hingga P0.7. Selain sebagai jalur I/O, port 0 juga berfungsi sebagai multiplexed address/data bus.
35
PORT 1, adalah salah satu port yang berfungsi sebagai general purpose I/O dengan lebar 8 bit. Port 1 terdiri dari P1.0, P1.1 hingga P1.7. Port 1 tidak memiliki fungsi lain. PORT 2, adalah salah satu port yang berfungsi sebagai general purpose I/O dengan lebar 8 bit. Port 2 terdiri dari P2.0, P2.1 hingga P2.7. Selain sebagai jalur I/O, port 2 juga berfungsi sebagai high byte address bus. PORT 3, adalah salah satu port yang berfungsi sebagai general purpose I/O dengan lebar 8 bit. Port 3 terdiri dari P3.0, P3.1 hingga P3.7. Fungsi lain dari Port 3 adalah jalur penerimaan, jalur pengiriman, external interrupt 0, external interrupt 1, timer/counter 0 external input, timer/counter 1 external input, external data memory write strobe, external data memory read strobe. XTAL1, adalah kaki masukan ke rangkaian oscillator internal. Sebuah oscillator kristal atau sumber oscillator luar dapat digunakan. XTAL2, adalah kaki keluaran dari rangkaian oscillator internal. Pin ini dipakai bila menggunakan oscillator kristal.
Gambar 2.26 Contoh Koneksi Kristal Untuk Clock.
Gambar 2.26 memperlihatkan contoh koneksi pin XTAL2 dan XTAL1 untuk menghasilkan klok internal. Kristal yang digunakan berkisar antara 1 MHz sampai 24 MHz. Penggunaan klok pada sistem mikroprosesor mutlak diperlukan untuk sinkronisasi aktivitas seluruh komponen digital yang terlibat di dalamnya,
36
makin cepat getaran klok, makin cepat pula proses yang dilakukan sistem tersebut. Karena sebuah siklus mesin (machine cycle) pada 8051 membutuhkan 12 klok, maka jika kita menggunakan kristal 12 MHz, 1 siklus mesin memakan waktu 1 s. RST, Reset input.. Memberikan sinyal HIGH pada pin ini paling tidak selama 2 siklus mesin (sekitar 2 s untuk prosesor yang menggunakan kristal 12 MHz) akan me-reset mikrokontroler. Semua pin I/O akan high ketika reset diberi kondisi high ALE / PROG, Sinyal HIGH diberikan oleh pin ini atau ALE (Addres Latch Enable) ketika prosesor mengakses kode program (fetch cycle) dari memory eksternal. Pin ini disediakan karena 8 dari 16 pin Address dipakai bergantian dengan 8 pin Data. Pin ini disambungkan dengan sebuah Latch atau Buffer yang menahan sinyal address. Pada operasi normal ALE dikelurkan secara konstan pada 1/6 frekuensi oscillator dan dapat dipakai untuk timing atau clocking eksternal. Sedangkan PROG atau kondisi LOW yang diberikan terhadap pin ini diterapkan pada saat pengisian kode program ke dalam ROM internal. PSEN, Program Strobe Enable merupakan sinyal pengontrol yang membolehkan program memori eksternal masuk ke dalam bus selama proses pemberian / pengambilan instruksi (fetching). Pin ini biasanya dihubungkan dengan OE (output enable) pada Chip ROM eksternal. EA / VPP, Pin EA ini harus dihubungkan ke ground jika kode program diletakkan pada memory eksternal. Sebaliknya harus disambunkan ke Vcc jika kode program diletakkan pada ROM internal. AT89C51 memiliki memory internal, yaitu 128 byte RAM dan 4kbytes ROM, sehingga untuk menyimpan program yang ukurannya tidak melebihi 4kbyte tidak diperlukan lagi ROM eksternal. Dari 32pin saluran I/O yang tersedia, 24 di antaranya digunakan untuk I/O paralel dan 8bit sisanya berfungsi ganda, yaitu sebagai I/O paralel sekaligus untuk sinyal
37
kontrol yaitu pin P3.0 sampai P3.7. Sinyal control tersebut adalah WR, RD, T0, T1, INT0, INT1 dan 2-bit saluran Input/Output serial yaitu RXD dan TXD. POWER, Cara menghubungkan MCS-51 dengan catu daya cukup mudah. Pin Vcc dihubungkan dengan tegangan +5V. Pin Vss dihubungkan dengan ground.
2.5.3.2 Struktur I/O Port Masing-masing Port 0, Port 1, Port 2, dan Port 3 memiliki rangkaian internal tersendiri yang berbeda satu sama lain. Namun semua port memiliki latch yang diwakili oleh flip-flop tipe D. Clock flip-flop ini akan memasukkan nilai dari internal bus ke dalam port latch saat ada sinyal dari CPU untuk menuliskan data latch. Port 0 Port 0 terdapat pada pin 32 s/d pin 39. Port 0 adalah port paralel 8-bit dua arah yang belum dilengkapi dengan rangkaian pull-up internal, yaitu rangkaian untuk mempertahankan harga tegangan pada saat kondisi HIGH maupun LOW. Output dari port 0 dapat mensuplai arus ke 8 buah pin TTL. Meskipun demikian, karena pin pada port 0 tidak dilengkapi dengan internal pull-up, biasanya pin-pin pada port ini digunakan sebagai pin input. Port 1 Port 1 terdapat pada pin 1 s/d pin 8. Port 1 adalah port paralel 8-bit dua arah yang telah dilengkapi dengan internal pull-up. Setiap pin pada port 1 dapat mensuplai arus ke 4 buah pin TTL. Seluruh pin dapat digunakan sebagai input maupun output. Port 2 Port 2 terdapat pada pin 21 s/d pin 28. Port 2 adalah paralel port dua arah yang dilengkapi dengan rangkaian pull-up. Output dari port 2 dapat mensuplai arus ke 4 buah pin TTL. Selain sebagai paralel port. Port 2 juga dapat digunakan sebagai pin address. Untuk fungsi ini port 2 mengunakan internal pull-up yang kuat.
38
Port 3 Port 3 terletak pada pin 10 s/d 17. Port 3 adalah port paralel dua arah yang dilengkapi dengan rangkaian pull-up. Output dari port 3 dapat mensuplai arus ke 4 pin TTL. Selain itu port 3 juga memiliki fungsi lain yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 Fungsi Lain Dari Port 3
2.5.4 Interupsi Interupsi bila diterjemahkan secara harfiah berarti menyela. Pada hakekatnya interupsi pada mikrokontroler memang akan menyela program yang sedang diproses. Interupsi ini berguna jika terdapat suatu rutin yang dijalankan hanya pada waktu tertentu yang bersifat asinkron terhadap program utama. Program utama tidak pernah mengetahui kapan rutin interupsi akan dijalankan. MCS-51 mempunyai 5 buah sumber interupsi. Dua buah interupsi eksternal, dua buah interupsi timer dan sebuah interupsi port serial. Berikut ini kelima sumber interrupt tersebut : . External Interrupt 0 . Timer/Counter 0 . External Interrupt 1 . Timer/Counter 1 . Serial Port (Transmit/Receive) Saat kaki RESET pada IC mikroprosesor/mikrokontroler menerima sinyal reset (pada MCS-51 sinyal tersebut berupa sinyal ‘1’ sesaat, pada prosesor lain
39
umumnya merupakan sinyal ‘0’ sesaat), Program Counter diisi dengan sebuah nilai. Nilai tersebut dinamakan sebagai vektor reset (reset vector), merupakan nomor awal memori-program yang menampung program yang harus dijalankan. Pembahasan di atas memberi gambaran bahwa proses reset merupakan peristiwa perangkat keras (sinyal reset diumpankan ke kaki Reset) yang dipakai untuk mengatur kerja dari perangkat lunak, yakni menentukan aliran program prosesor (mengisi Program Counter dengan vektor reset). Program yang dijalankan dengan cara reset, merupakan program utama bagi prosesor. Peristiwa perangkat keras yang dipakai untuk mengatur kerja dari perangkat lunak, tidak hanya terjadi pada proses reset, tapi terjadi pula dalam proses interupsi. Dalam proses interupsi, terjadinya sesuatu pada perangkat keras tertentu dicatat dalam flip-flop khusus, flip-flop tersebut sering disebut sebagai ‘petanda’ (flag), catatan dalam petanda tersebut diatur sedemikian rupa sehingga bisa merupakan sinyal permintaan interupsi pada prosesor. Jika permintaan interupsi ini dilayani prosesor, Program Counter akan diisi dengan sebuah nilai. Nilai tersebut dinamakan sebagai vektor interupsi (interrupt vector), yang merupakan nomor awal memori-program yang menampung program yang dipakai untuk melayani permintaan interupsi tersebut. Program yang dijalankan dengan cara interupsi, dinamakan sebagai program layanan interupsi (ISR Interrupt Service Routine). Saat prosesor menjalankan ISR, pekerjaan yang sedang dikerjakan pada program utama sementara ditinggalkan, selesai menjalankan ISR prosesor kembali menjalankan program utama, seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.27.
Gambar 2.27 Bagan Kerja Prosesor Melayani Interupsi Sebuah prosesor bisa mempunyai beberapa perangkat keras yang merupakan sumber sinyal permintaan interupsi, masing-masing sumber interupsi
40
dilayani dengan ISR berlainan, dengan demikian prosesor mempunyai beberapa vektor interupsi untuk memilih ISR mana yang dipakai melayani permintaan interupsi dari berbagai sumber. Kadang kala sebuah vektor interupsi dipakai oleh lebih dari satu sumber interupsi yang sejenis, dalam hal semacam ini ISR bersangkutan harus menentukan sendiri sumber interupsi mana yang harus dilayani saat itu. Jika pada saat yang sama terjadi lebih dari satu permintaan interupsi, prosesor akan melayani permintaan interupsi tersebut menurut perioritas yang sudah ditentukan, selesai melayani permintaan interupsi perioritas yang lebih tinggi, prosesor melayani permintaan interupsi berikutnya, baru setelah itu kembali mengerjakan program utama. Saat prosesor sedang mengerjakan ISR, bisa jadi terjadi permintaan interupsi lain, jika permintaan interupsi yang datang belakangan ini mempunyai perioritas lebih tinggi, ISR yang sedang dikerjakan ditinggal dulu, prosesor melayani permintaan yang perioritas lebih tinggi, selesai melayani interupsi perioritas tinggi prosesor meneruskan ISR semula, baru setelah itu kembali mengerjakan program utama. Hal ini dikatakan sebagai interupsi bertingkat (nested interrupt), tapi tidak semua prosesor mempunyai kemampuan melayani interupsi secara ini.
2.5.5 Timer/Counter MCS-51 menyediakan dua buah Timer/Counter yang dapat digunakan sebagai timer ataupun sebagai counter. Masing-masing Timer/Counter memiliki empat mode dan dapat dikombinasikan. Pada dasarnya timer dan counter merupakan sistem yang sama-sama menambahkan diri hingga overflow. Timer memanfaatkan frekuensi osilator untuk bertambah tiap machine cycle. Counter memanfaatkan sumber dari luar. Counter akan bertambah jika terdapat transisi dari nilai 1 ke nilai 0 pada pin T0 (P3.4) atau T1 (P3.5). Transisi counter sama halnya dengan falling edge trigger pada external interrupt dimana nilai 1 harus valid selama 1 machine cycle lalu disusul nilai 0 yang valid selama 1 machine cycle. Timer dapat digunakan untuk menghitung suatu perioda waktu antara kejadian, sebagai jarak waktu antara kejadian. Counter digunakan untuk menghitung jumlah munculnya suatu kejadian.
41
Seperti layaknya pencacah biner, bilamana sinyal denyut (clock) yang diumpankan sudah melebihi kapasitas pencacah, maka pada bagian akhir untaian pencacah akan timbul sinyal limpahan, sinyal ini merupakan suatu hal yang penting sekali dalam pemakaian pencacah. Terjadinya limpahan pencacah ini dicatat dalam sebuah flip-flop tersendiri. Di samping itu, sinyal denyut yang diumpankan ke pencacah harus pula bisa dikendalikan dengan mudah. Hal-hal yang dibicarakan di atas diringkas dalam Gambar 2.28. MCS-51 mempunyai dua buah register timer/ counter 16 bit, yaitu Timer 0 dan Timer 1. Keduanya dapat dikonfigurasikan untuk beroperasi sebagai timer atau counter, seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
Gambar 2.28 Konsep dasar Timer/Counter Sebagai Sarana Input
Sinyal denyut yang diumpankan ke pencacah bisa dibedakan menjadi 2 macam, yang pertama adalah sinyal denyut dengan frekuensi tetap yang sudah diketahui besarnya dan yang kedua adalah sinyal denyut dengan frekuensi tidak tetap. Jika sebuah pencacah bekerja dengan frekuensi tetap yang sudah diketahui besarnya, dikatakan pencacah tersebut bekerja sebagai timer, karena kedudukan pencacah tersebut setara dengan waktu yang bisa ditentukan dengan pasti. Jika sebuah pencacah bekerja dengan frekuensi yang tidak tetap, dikatakan pencacah tersebut bekerja sebagai counter, kedudukan pencacah tersebut hanyalah menyatakan banyaknya pulsa yang sudah diterima pencacah. Untaian pencacah biner yang dipakai, bisa merupakan pencacah biner menaik (count up binary counter) atau pencacah biner menurun (count down binary counter).
42
2.5.5.1 Fasilitas Timer/Counter TL0, TH0, TL1 dan TH1 merupakan SFR (Special Function Register) yang dipakai untuk membentuk pencacah biner perangkat Timer 0 dan Timer 1. Kapasitas keempat register tersebut masing-masing 8 bit, bisa disusun menjadi 4 macam Mode pencacah biner seperti terlihat dalam Gambar 2.29 sampai Gambar 2.32. Pada Mode 0, Mode 1 dan Mode 2 Timer 0 dan Timer 1 masing-masing bekerja sendiri, artinya bisa dibuat Timer 0 bekerja pada Mode 1 dan Timer 1 bekerja pada Mode 2, atau kombinasi mode lainnya sesuai dengan keperluan. Pada Mode 3 TL0, TH0, TL1 dan TH1 dipakai bersama-sama untuk menyusun sistem timer yang tidak bisa di-kombinasi lain. Susunan TL0, TH0, TL1 dan TH1 pada masing-masing mode adalah sebagai berikut: Mode 0 – Pencacah Biner 13 bit
Gambar 2.29 Mode 0 - Pencacah Biner 13 Bit
Pencacah biner dibentuk dengan TLx (maksudnya bisa TL0 atau TL1) sebagai pencacah biner 5 bit (meskipun kapasitas sesungguhnya 8 bit), limpahan dari pencacah biner 5 bit ini dihubungkan ke THx (maksudnya bisa TH0 atau TH1) membentuk sebuah untaian pencacah biner 13 bit, limpahan dari pencacah 13 bit ini ditampung di flip-flop TFx (maksudnya bisa TF0 atau TF1) yang berada di dalam register TCON. Mode ini meneruskan sarana Timer yang ada pada mikrokontroler MCS-48 (mikrokontroler pendahulu MCS-51), dengan maksud rancangan alat yang dibuat dengan MCS-48 bisa dengan mudah diadaptasikan ke MCS-51. Mode ini tidak banyak dipakai lagi. Mode 1 – Pencacah Biner 16 bit
Gambar 2.30 Mode 1 - Pencacah Biner 16 Bit
43
Mode ini sama dengan Mode 0, hanya saja register TLx dipakai sepenuhnya sebagai pencacah biner 8 bit, sehingga kapasitas pencacah biner yang terbentuk adalah 16 bit. Seiring dengan sinyal denyut, kedudukan pencacah biner 16 bit ini akan bergerak dari $0000 (biner 0000 0000 0000 0000), $0001, $0002 … sampai $FFFF (biner 1111 1111 1111 1111), kemudian melimpah kembali menjadi $0000. Mode 2 – Pencacah Biner 8 bit dengan Isi Ulang
Gambar 2.31 Mode 2 - Pencacah Biner 8 Bit Dengan Isi Ulang
TLx dipakai sebagai pencacah biner 8 bit, sedangkan THx dipakai untuk menyimpan nilai yang diisikan ulang ke TLx, setiap kali kedudukan TLx melimpah (berubah dari $FF menjadi $00). Dengan cara ini bisa didapatkan sinyal limpahan yang frekuensinya ditentukan oleh nilai yang disimpan dalam TH0. Mode 3 – Gabungan Pencacah Biner 16 bit dan 8 Bit
Gambar 2.32 Mode 3 – Gabungan Pencacah Biner 16 Bit dan 8 Bit
Pada Mode 3 TL0, TH0, TL1 dan TH1 dipakai untuk membentuk 3 untaian pencacah, yang pertama adalah untaian pencacah biner 16 bit tanpa fasiltas pemantau sinyal limpahan yang dibentuk dengan TL1 dan TH1. Yang kedua adalah TL0 yang dipakai sebagai pencacah biner 8 bit dengan TF0 sebagai sarana
44
pemantau limpahan. Pencacah biner ketiga adalah TH0 yang dipakai sebagai pencacah biner 8 bit dengan TF1 sebagai sarana pemantau limpahan.
2.5.5.2 Register Pengatur Timer Register TMOD dan register TCON merupakan register pembantu untuk mengatur kerja Timer 0 dan Timer 1, kedua register ini dipakai bersama oleh Timer 0 dan Timer 1.
Gambar 2.33 Denah Susunan Bit Dalam Register TMOD
Register TMOD dibagi menjadi 2 bagian secara simetris, bit 0 sampai 3 register TMOD (TMOD bit 0 .. TMOD bit 3) dipakai untuk mengatur Timer 0, bit 4 sampai 7 register TMODE (TMOD bit 4 .. TMOD bit 7) dipakai untuk mengatur Timer 1, pemakaiannya sebagai berikut : 1. Bit M0/M1 dipakai untuk menentukan Mode Timer seperti yang terlihat dalam Tabel di Gambar 2.33. 2. Bit C/T* dipakai untuk mengatur sumber sinyal denyut yang diumpankan ke pencacah biner. Jika C/T*=0 sinyal denyut diperoleh dari osilator kristal yang frekuensinya sudah dibagi 12, sedangkan jika C/T*=1 maka sinyal denyut diperoleh dari kaki T0 (untuk Timer 0) atau kaki T1 (untuk Timer 1). 3. Bit GATE merupakan bit pengatur saluran sinyal denyut. Bila bit GATE=0 saluran sinyal denyut hanya diatur oleh bit TRx (maksudnya adalah TR0 atau TR1 pada register TCON). Bila bit GATE=1 kaki INT0 (untuk Timer 0) atau kaki INT1 (untuk Timer 1) dipakai juga untuk mengatur saluran sinyal denyut. Register TCON dibagi menjadi 2 bagian, 4 bit pertama (bit 0 .. bit 3, bagian yang diarsir dalam Gambar 2.34 dipakai untuk keperluan mengatur kaki INT0
45
dan INT1. Sisa 4 bit dari register TCON (bit 4..bit 7) dibagi menjadi 2 bagian secara simetris yang dipakai untuk mengatur Timer0/Timer 1, sebagai berikut:
Gambar 2.34 Denah Susunan Bit Dalam Register TCON
1. Bit TFx (maksudnya adalah TF0 atau TF1) merupakan bit penampung limpahan (lihat Gambar 2.29 sampai Gambar 2.32), TFx akan menjadi ‘1’ setiap kali pencacah biner yang terhubung padanya melimpah (kedudukan pencacah berubah dari $FFFF kembali menjadi $0000). Bit TFx di-nol-kan dengan istruksi CLR TF0 atau CLR TF1. Jika sarana interupsi dari Timer 0/Timer 1 dipakai, TRx di-nol-kan saat MCS-51 menjalankan rutin layanan interupsi (ISR – Interupt Service Routine). 2. Bit TRx (maksudnya adalah TR0 atau TR1) merupakan bit pengatur saluran sinyal denyut, bila bit ini =0 sinyal denyut tidak disalurkan ke pencacah biner sehingga pencacah berhenti mencacah. Bila bit GATE pada register TMOD =1, maka saluran sinyal denyut ini diatur bersama oleh TRx dan sinyal pada kaki INT0/INT1.
2.6 Reset Proses reset merupakan proses untuk mengembalikan sistem ke kondisi semula. Reset tidak mempengaruhi internal program memory. Reset terjadi jika pin RST bernilai high selama minimal 2 machine cycle lalu kembali bernilai low.
2.6.1 Power-On Reset Power-on reset merupakan proses reset yang berlangsung secara otomatis pada saat sistem pertama kali diberi daya. Proses ini mempengaruhi semua
46
register dan internal data memory. Untuk mendapatkan proses ini, maka pin RST harus diberi tambahan rangkaian seperti pada Gambar 2.35.
Gambar 2.35 Rangkaian Power-On Reset
2.6.2 Manual Reset Jika diinginkan, pin RST juga dapat diberi rangkaian manual reset. Beberapa rangkaian yang umum digunakan terdapat dalam Gambar 2.36. Pemberian rangkaian ini membuat sistem dapat direset oleh user setiap saat dengan menekan tombol reset.
Gambar 2.36 Rangkaian Manual Reset
Penambahan resistor 100 ohm pada Gambar 2.36 (a) bertujuan untuk membatasi arus dari Vcc yang masuk ke pin RST pada saat tombol reset ditekan. Sedangkan penambahan dioda pada Gambar 2.36 (b) bertujuan untuk mempercepat proses pembuangan arus pada saat terjadi reset tidak sempurna.
47
2.7 Dasar Pemrograman 2.7.1 Program Flow Secara default, MCS-51 akan selalu memulai dari alamat 0000h dan kemudian Program Counter (PC) akan bertambah sesuai dengan instruksi yang diproses. Program-program sederhana umumnya hanya memiliki satu alur dimana program akan dimulai dari alamat terendah ke alamat berikutnya yang lebih besar secara berurutan, hingga program diakhiri pada suatu alamat tertentu. Direct Jump Direct Jump merupakan proses dimana program akan melompat ke alamat tertentu. Alamat ini dapat berlokasi sebelum ataupun sesudah alamat saat ini. Direct Jump ini umumnya digunakan untuk melompati daerah Interrupt vektor address atau melompat ke awal rutin loop. Conditional Branching Conditional Branching merupakan proses dimana sebuah program memiliki dua pilihan alur, dimana alur yang dilewati tergantung dari persaratan yang diperiksa. Jika persyaratan terpenuhi, program akan melompat ke suatu alamat tertentu. Jika persyaratan tidak terpenuhi, program akan berlanjut ke baris berikutnya atau melompat ke suatu alamat lain. Direct Call Direct Call adalah proses memanggil sebuah subrutin pada alamat tertentu. Pada saat MCS-51 mengeksekusi Direct Call, PC akan disimpan ke dalam stack dan program melompat ke subrutin yang dipanggil untuk memproses subrutin tersebut. Return From Subroutine Return from Subroutine merupakan pasangan dari Direct Call. Proses ini merupakan proses dimana program akan keluar dari subrutin untuk melanjutkan proses selanjutnya yang tertunda oleh adanya Direct Call. Instruksi untuk proses ini adalah RET. Saat MCS-51 mengeksekusi RET, PC akan diambil dari stack dan program kembali ke baris setelah baris yang mengeksekusi Direct Call.
48
Interrupt Adanya interrupt akan membuat program utama terhenti sebentar untuk menjalankan Interrupt Service Routine. Pada dasarnya proses mengeksekusi interrupt sama dengan melakukan Direct Call ke Interrupt vector address dan return from subroutine pada akhir interrupt service routine. Perbedaanya adalah pada penggunaan RETI dan bukan RET.
2.7.2 Addressing Modes Addressing adalah proses mengakses sebuah lokasi memori, baik untuk pembacaan ataupun penulisan. Cara untuk mengakses lokasi memori dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain; direct, indirect, dan immediate. Register Addressing Register addressing adalah proses mengakses memori dengan label antara R0 hingga R7. Contoh : MOV A, R1 Jika register bank yang digunakan adalah register bank 0, maka nilai pada alamat 01h (R1) akan diisikan ke Accumulator. Direct Addressing Sesuai dengan namanya, Direct Addressing adalah mengakses sebuah lokasi memori secara langsung dengan menggunakan alamatnya. Contoh : MOV A, 47h Isi dari alamat 47h akan langsung dipindah ke Accumulator. Indirect Addressing Indirect Addressing adalah proses mengakses alamat secara tak langsung. Contoh : MOV A, @R0 Misalkan R0 berisi 35h dan alamat 35h berisi 60h. Pada saat instruksi tersebut diproses, CPU akan memeriksa isi R0. Karena R0 berisi 35h, maka CPU akan mengambil isi dari alamat 35h tersebut kemudian diisikan ke accumulator. Di akhir proses Accumulator akan menyimpan nilai 60h.
49
Immediate Addressing Immediate Addressing adalah proses mengisi suatu alamat memori dengan suatu nilai tertentu. Contoh : MOV A, #30h Nilai 30h akan langsung diisikan ke dalam Accumulator. Relative Addressing Relative Addressing digunakan pada instruksi untuk melompat ke alamat tertentu. Pada relative addressing, sebuah relative address atau offset selebar 8 bit akan dijumlahkan dengan program counter sehingga menjadi alamat yang dituju. Karena relative address hanya selebar 8 bit, maka relative addressing hanya dapat dipakai untuk melompat dalam jangkauan 128 byte ke belakang hingga 127 byte ke depan (-128 s/d +127). Absolute Addressing Absolute Addressing adalah melompat atau memanggil alamat yang dituju dengan menyatakan lokasi alamatnya secara langsung. Absolute Addressing hanya digunakan dalam AJMP dan ACALL. Kapasitas internal program memory sebesar 64KB dibagi menjadi 32 pages dengan kapasitas masing-masing page sebesar 2KB. Alamat yang dituju langsung dinyatakan dalam 16 bit dimana 5 bit teratas menunjukkan 2KB page dan 11 bit terbawah menunjukkan alamat dalam 2KB page tersebut. Saat absolute addressing digunakan, bagian yang berubah hanyalah 11 bit terbawah, sedangkan 5 bit teratas tetap. Long Addressing Long addressing adalah melompat atau memanggil alamat yang dituju dengan menyatakan lokasi alamatnya secara langsung. Long addressing hanya digunakan dalam LJMP dan LCALL. Alamat yang dituju dinyatakan dalam 16 bit yang dapat dipakai semuanya sehingga dapat melompat sejauh mungkin dalam jangkauan 64 KB. Indexed Addressing Indexed addressing adalah proses mengakses suatu alamat dengan menggunakan indeks dan register basis ( berupa DPTR atau PC ). Instruksi yang menggunakan Indexed addressing adalah; MOVC A,@A+
dan
50
JMP @A+DPTR. Indexed addressing ini umumnya digunakan untuk mengakses look-up table. Dengan menetapkan nilai register basis terlebih dahulu, user hanya perlu mengubah nilai accumulator untuk mendapatkan nilai-nilai dalam table.
2.7.3 Instruksi MCS-51 memiliki instruksi dengan jumlah yang cukup banyak. Instruksiinstruksi tersebut dapat dimasukkan ke dalam beberapa golongan. Daftar kelompok instruksi ini terdiri dari ; Arithmetic Instruction Arithmetic instruction mencakup instruksi-instruksi yang melakukan proses aritmetik, antara lain: penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Umumnya instruksi ini menggunakan accumulator sebagai salah satu operandnya. Logical Instruction Logical instruction mencakup instruksi-instruksi yang melakukan proses logika terhadap register 8 bit. Instruksi-instruksi tersebut antara lain ; logika AND, logika OR, logika XOR, pergeseran, komplemen, dan pertukaran. Umumnya instruksi ini menggunakan accumulator atau alamat sebagai salah satu operand-nya. Boolean Instruction Boolean instruction mencakup instruksi-instruksi yang hanya melibatkan 1 bit saja. Instruksi ini menggunakan carry flag atau register 1 bit lainnya sebagai operand. Branch Instruction Branch instruction mencakup instruksi-instruksi yang melakukan proses perpindahan alamat. Instruksi-instruksi tersebut antara lain : pemanggilan rutin (call) dan lompat (jump).
51
Data Transfer Instruction Data transfer instruction mencakup instruksi-instruksi yang melakukan proses pemindahan atau pertukaran data yang melibatkan register 8 bit atau 16 bit. Instruksi-instruksi tersebut antara lain : MOV, PUSH, POP, dan XCH.
2.8 Pemprograman Mikrokontrol AT89C51 Pemprograman mikrokontrol untuk AT89C51 pada dasarnya terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu: a). Penulisan dan Edit program dengan menggunakan perangkat lunak program editor. b). Penulisan program ke IC target dengan menggunakan perangkat lunak IC Programmer. Dalam pemrograman ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kedua kegiatan ini.
2.8.1 Penulisan dan Edit Program Penulisan dan edit bahasa program, sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan program-program editor lainnya. Salah satu program ini, contohnya memakai program M-IDE-51 Studio Release 0.2.5.8. Dalam penulisan program ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1). Menginstall program M-IDE-51 kedalam komputer kerja. 2). Jalankan program M-IDE-51, melalui pilihan menu yang tampil kemudian pilih menu New untuk mendapatkan tampilan layar kosong. 3). Ketik program-program perintah ( instruction set assembler ) yang telah kita rencanakan sebelumnya. 4). Setelah rencana program ditulis dalam text editor, kemudian kita harus membuat file ini dengan ektensi file.asm 5). Untuk membuat file.asm, maka file yang telah ditulis harus di save. Save dapat dipilih melalui Save As, kemudian kita simpan dalam suatu folder, setelah itu kita harus memberi nama file dengan ektensi asm ( misalnya, panel2.asm ). 6). Setelah mendapatkan file.asm, selanjutnya kita harus membuat file.hex. File.hex adalah file yang akan dimasukkan ke dalam IC melalui IC Programmer. Untuk membuat file.hex ini, setelah file.asm didapat
52
kemudian kita pilih menu Build. Dengan mengaktifkan menu ini, jika tidak ada kesalahan maka secara langsung kita akan mendapatkan file.hex dan file.lst. File.lst adalah file yang menjelaskan kepada kita mengenai list program yang telah kita buat beserta pengalamatannya. Jika ada kesalahan penulisan, maka program akan memberi tahukan kesalahan (errors), dan file tidak akan dibuat menjadi file.hex. Dari pesan kesalahan yang muncul, selanjutnya kita dapat memperbaiki kembali program yang kita buat ini.
2.8.2 Penulisan Program ke Target Mikrokontroler Program yang telah dibuat kedalam file.hex, adalah program yang akan dituliskan kedalam IC Mikrokontroler. Program yang akan dibebankan ke IC ini, pada umumnya memerlukan media pemprograman IC beserta program perangkat lunaknya. Media IC Programmer saat ini telah banyak sekali ragam produknya, bahkan sebenarnya media program ini dapat dibuat sendiri. Pada perancangan ini, penulis menggunakan IC Programmer DT-HIQ dari Innovative Electronics. DTHIQ Programmer adalah pemrogram mikrokontroler keluarga MCS-51. Programmer ini dapat dilihat dalam Gambar 2.37.
Gambar 2.37 DT-HIQ Programmer Untuk Pemrogram IC
Dalam langkah perancangan untuk penulisan program ke IC, kita melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
53
1). Siapkan file.hex yang telah dibuat, file ini adalah file yang akan dibebankan ke IC. 2). Hubungkan programmer DT-HIQ ke komputer, yaitu dengan menghubungkan kabel serial ke konektor DB-9 dari programmer dan hubungkan ke COM port pada komputer kita. Langkah ini dapat dilihat dalam Gambar 2.38.
Gambar 2.38 Hubungan Antara Alat Pemrogram IC Dengan Komputer
3). Masukkan IC target ke dalam soket ZIF pada IC Programmer. Tanda pin IC harus diperhatikan dan jangan terbalik pemasangannya. 4). Hubungkan catu daya dan nyalakan DT-HIQ Programmer. 5). Jalankan program perangkat lunak DT-HIQ Programmer, perangkat lunak ini akan mendeteksi secara langsung COM port yang terhubung dengan DT-HIQ Programmer. 6). Ambil kode dengan perintah ”Load File” dalam menu ”File” kemudian buka file intel-hex yang telah disiapkan. 7). Deteksi IC target dengan perintah ”MCS-51 Device Detect” dalam menu ”Option”. 8). Programlah IC target dengan perintah ”Auto”. Untuk melakukan perintah Auto dapat dilakukan melalui menu “Instruction” dan kemudian pilih Auto.
54
Gambar 2.39 Tampilan Perangkat Lunak DT HIQ Programmer
9). Proses pemrograman akan ditampilkan pada status bar. Saat pemrograman sudah selesai, tulisan ”Verify Complete” akan ditampilkan pada status bar. Dengan melakukan langkah penulisan program ke IC ini, berarti kita telah menyimpan program ke dalam IC. Selanjutnya IC dapat digunakan.
2.9 Magnetik Kontaktor Dalam sistem kontrol, magnetik kontaktor dapat disebut sebagai fungsi dari aktuator karena akan melakukan instruksi dari perintah kontrol. Magnetik kontaktor beroperasi secara elektromekanikal dan tidak dikendalikan secara manual, dalam hal ini berarti kontaktor dioprasikan dari perintah luar (remote), misalnya melalui sebuah pengontrol untuk instruksi. Magnetik kontaktor berfungsi untuk memutus dan menghubung suatu beban rangkaian dan biasanya diaplikasikan untuk dapat beroprasi dengan beban-beban
yang cukup besar,
misalnya beban kelistrikan suatu alat pemanas, lampu penerangan, motor-motor listrik dan lainnya.
55
Gambar 2.40 Bagian-bagian Magnetik Kontaktor
Bagian-bagian dari sebuah magnetik kontaktor terdiri dari elektromagnet (E-Frame), armature, lilitan (coil), pegas dan beberapa set lidah kontak yang terdiri dari lidah kontak tetap dan lidah kontak bergerak. Secara sederhana prinsip kerja dari magnetik kontaktor yaitu ketika kumparan (coil) dialiri arus listrik maka E-Frame menjadi elektromagnet dan akan menarik armature. Pada saat armature tertarik maka secara langsung lidah kontak akan saling terhubung antara lidah kontak tetap dan lidah kontak bergerak dari armature tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan Gambar 2.40. Sebaliknya, ketika arus yang mengalir di dalam kumparan (coil) diputus maka kemagnetan dalam E-Frame akan hilang sehingga armature akan lepas dan terangkat oleh gaya pegas yang melawannya, sehingga kontakan-kontakannya akan lepas.
Gambar 2.41 Lidah-Lidah Kontak Magnetik Kontaktor
56
Gambar 2.42 Magnetik Kontaktor
Pada suatu magnetik kontaktor, yang menentukan kelayakan pakai pada magnetik kontaktor adalah titik kontak antara lidah-lidah kontaknya. Titik kontak ini dipengaruhi oleh seberapa sering titik ini terhubung dan lepas dari bebannya, besarnya beban kelistrikan yang dipakai dan kecepatan kontak antara titik kontak tersebut. Ketika titik kontak ini terhubung atau terlepas (on-off) maka pada saat itu pada titik kontak ini akan menimbulkan percik api. Besar kecilnya percik api inilah yang akan mempengaruhi lamanya pakai suatu magnetik kontaktor. Kondisi ini dapat terlihat dalam Gambar 2.41 diatas. Konstruksi utuh dari suatu magnetik kontaktor dapat dilihat dalam Gambar 2.42. Besarnya kapasitas dari magnetik kontaktor ini tergantung dari spesifikasi dan type yang dibuat oleh pabrik masing-masing.
BAB III PERANCANGAN ALAT
3.1 Metodologi Perancangan Dalam pembahasan mengenai pokok permasalahan yang tertuang dalam Bab terdahulu, telah dijelaskan bahwa kita akan melakukan suatu alternatif modifikasi kontrol panel untuk sistem panel distribusi lampu penerangan. Dengan mempelajari masalah-masalah yang ada sebagai upaya pendekatan modifikasi, dan untuk mempermudah perancangan ini, kita membagi pokok permasalahan ke dalam sub-permasalahan, yaitu: 1). Bagaimana kita merancang dan merencanakan rangkaian utama, termasuk dalam hal ini ketersediaan komponen-komponen dan spesifikasi pendukung lainnya. 2). Bagaimana memprogram dan setting sehingga alat bisa berfungsi dengan benar. 3). Bagaimana mengkonstruksi alat dalam perangkat kerasnya. 4). Bagaimana mencoba alat yang disesuaikan dengan lingkup aplikasi sebenarnya. 5). Bagaimana pengembangan selanjutnya untuk penyempurnaan aplikasi ini.
3.2 Perancangan Rangkaian Utama Perancangan rangkaian dan rencana modifikasi akan terdiri dari rangkaian dan komponen utama sebagai berikut: 1). Rangkaian pengontrol utama distribusi panel ini terdiri dari rangkaian mikrokontroler
keluarga
MCS-51,
yaitu
AT89C51.
Keluarga
mikrokontroler ini sangat banyak dipakai dan mudah didapatkan dipasaran, selain itu harganya murah.
57
58
2). Rangkaian pengontrol sensor cahaya yang terdiri dari sensor cahaya LDR,
pengemudi Transistor dan rangkaian On Delay (pelambatan
waktu kontak). 3). Pemprogram IC dan program perangkat lunak untuk mikrokontrol MCS51. 4). Rangkaian pencatu daya dan pencatu daya ter-regulasi 5 Vdc dan 12 Vdc. 5). Komponen rangkaian kelistrikan dalam panel distribusi lampu penerangan, misalnya magnetic kontaktor dan sistim pengkabelan panel distribusi. 6). Panel sebagai wadah utama dari alat kontrol. Dalam pemasangannya, panel ini harus merujuk terhadap spesifikasi yang berlaku untuk standar pemasangan aplikasi industri. Dalam perancangan ini, penulis memakai panel standar oleh karena perancangan ini masih berupa prototipe alternatif.
3.2.1
Data-data Penunjang Untuk Perancangan Supaya perancangan dan rencana alternatif modifikasi ini dapat dilakukan
dengan mudah, maka diperlukan data-data pendukung sebagai bahan referensi dan panduan lainnya yang bersesuaian. Data-data ini dapat berupa : 1).
Catatan
atau
temuan-temuan
peristiwa
yang
berisikan
atau
menggambarkan kelemahan dari sistem yang akan dimodifikasi. Misalnya catatan-catatan dari gangguan yang terjadi pada sisitem yang ada sekarang. 2). Catatan atau temuan-temuan yang berisikan data-data untuk nilai setting atau
parameter-parameter
yang
diperlukan
dalam
perancangan,
misalnya kebutuhan waktu yang sesuai untuk setiap panel setelah start dan kondisi pencahayaan yang diperlukan untuk bekerjanya sensor cahaya . 3). Gambar rangkaian dari sistem yang akan dimodifikasi dan target bagian mana yang akan dimodifikasi.
59
4). Data sheet dan spesifikasi mikrokontroler yang akan dipakai, yaitu AT89C51. 5). Data sheet dan spesifikasi komponen-komponen utama seperti transistor,IC dan komponen aktif serta komponen pendukung lainnya. 6). Spesifikasi panel yang dibutuhkan sesuai dengan lokasi dimana panel tersebut akan dipasang.
3.2.2
Diagram Blok Rangkaian Untuk mempermudah dalam hal perancangan dan modifikasi, kita buat
diagram blok untuk memperlihatkan kondisi sebelum perancangan dan rencana perancangan sebagaimana dalam Gambar 3.1 dan Gambar 3.3. a. Diagram Blok Sistem Terpasang (Sebelum Modifikasi).
Gambar 3.1 Blok Sistim Distribusi Lampu Penerangan Sebelum Modifikasi
60
Gambar 3.1 adalah diagram blok sebelum perancangan atau modifikasi pada sistem yang ada. Diagram blok ini memberi gambaran kepada kita mengenai sistem distribusi lampu penerangan yang ada pada saat ini, yaitu sebelum adanya rencana alternatip perancangan ini. Diagram blok ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam Gambar 3.1 diagram blok terlihat bahwa Panel Distribusi Lampu Penerangan terdiri dari 8 buah distribusi panel yang terletak di 8 lokasi (area). Sistim Panel Distribusi ini sangat sederhana, dan masing-masing distribusi panel ini dikontrol langsung oleh sensor cahaya pada kondisi kontrol Auto, atau dapat pula dilakukan secara manual yang dilakukan melalui saklar pemilih di panel tersebut. Magnetik kontaktor utama, menghubungkan langsung pembebanan listrik ke setiap bebannya setelah mendapat sinyal instruksi dari sensor cahaya (On atau Off), hal ini dapat dilihat juga dalam Gambar 3.2 dan Gambar 3.5 yang memperlihatkan rangkaian dan bagian dalam dari panel sesungguhnya. Sedangkan Gambar 3.2 memperlihatkan salah satu contoh dari panel-panel yang akan dikontrol dalam perancangan ini.
Gambar 3.2 Blok Panel Distribusi Sesungguhnya
61
b. Diagram Blok Perancangan Kontrol Distribusi Lampu Penerangan. Gambar 3.3 adalah gambar blok dari alternatif perancangan yang kita siapkan. Perancangan ini dimaksudkan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan latar belakang masalah dan pokok permasalahan dalam Bab terdahulu, salah satunya adalah membuat suatu system kontrol yang terdistribusi yang akan menyederhanakan dari sistem yang terpasang saat ini.
Gambar 3.3 Blok Perancangan Kontrol Distribusi Lampu Penerangan
62
Dalam diagram blok tersebut terlihat bahwa kita akan memodifikasi suatu kontrol yang akan menyederhanakan sistim kontrol sensor cahaya dari sistim yang ada menjadi kontrol yang terdistribusi, sedangkan masing-masing panel yang akan dikontrol tidak mengalami perubahan yang besar. Diagram blok ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Blok Power Suplai terdiri dari dua jenis suplai, yaitu; a). Pencatu daya 12 Vdc yang disetabilkan untuk dapat mensuplai rangkaian sensor cahaya dan rangkaian pengemudi relai b). Pencatu daya 5 Vdc yang disetabilkan untuk mensuplai rangkaian mikrokontrol AT89C51. 2). Blok rangkaian mikrokontrol AT89C51 merupakan blok utama pengontrolan yang di dalamnya telah ditulis instruksi-instruksi dalam bahasa program. 3). Blok saklar ”Main” (SW-1), adalah saklar utama untuk mengemudikan blok
mikrokontrol.
Saklar
ini
dimaksudkan
untuk
pemilihan
fungsi
kontrol ”Normal” atau ”Stand by” (menunggu). Saklar dalam posisi ”Normal” berarti kontrol akan berjalan sesuai perintah Auto atau Manual. Saklar dalam posisi Stand by (menunggu) berarti kontrol akan menunggu sehingga fungsi Auto atau Manual pada kondisi ini tidak akan berfungsi. Dalam posisi ini (posisi standby) dimaksudkan untuk mengisolasi kontrol supaya tidak berfungsi ketika kita sedang melaksanakan perawatan di panel-panel distribusi lampu penerangan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam aktifitas tersebut. 4). Blok saklar ”Auto dan Manual” (SW-2), adalah saklar pemilih untuk model kontrol Auto atau Manual. Jika saklar dalam posisi Auto berarti kontrol akan dikemudikan oleh sinyal luar, dalam hal ini adalah instruksi dari sensor cahaya. Jika saklar dalam posisi Manual berarti kontrol dikemudikan oleh tindakan operator selanjutnya. 5). Blok saklar ”Manual Start/Stop” (SW-3), adalah saklar pemilih setelah pemilihan posisi Manual. Pada posisi Manual Start, maka kontrol akan bekerja dan menginstruksikan Start untuk setiap panel distribusi secara bertahap satu per
63
satu. Pada posisi Manual Stop, maka kontrol akan bekerja dan menginstruksikan untuk setiap panel distribusi Stop secara bertahap satu per satu. 6). Blok Sensor Cahaya, adalah sensor yang akan memberikan sinyal terhadap mikrokontrol jika pemilihan saklar di posisi Auto. Target utama kontrol ini adalah On, jika kondisi menjelang gelap, untuk selanjutnya mikrokontrol akan menginstruksikan tiap-tiap panel distribusi Start satu per satu. Kontrol akan Off, jika
kondisi
menjelang
terang
dan
selanjutnya
mikrokontrol
akan
menginstruksikan tiap-tiap panel untuk Stop secara bertahap satu per satu. Dalam rangkaian sensor cahaya ini, ditambahkan pula blok rangkaian pelambatan (On Delay). Fungsi dari blok pelambatan ini adalah untuk meredam jika terjadi sinyal tak tentu dari rangkaian sensor cahaya. 7). Blok rangkaian Pengemudi Relai (RY) adalah blok keluaran dari instruksi-instruksi mikrokontrol, pengemudi relai adalah transistor sebagai saklar dari keluaran Port 0 mikrokontrol. Kaki-kaki kontakan dari masing-masing relai ini selanjutnya menjadi terminal keluaran untuk mengemudikan panel-panel di setiap lokasi tertentu. Panel-panel yang dikemudikan terdiri dari panel 1 sampai dengan panel 8, panel ini terletak tersebar di setiap lokasi untuk sistim lampu penerangan. 8). Blok Saklar Isolasi (ISW) adalah blok pelengkap dari perancangan ini, blok ini berfungsi untuk mengisolasi panel tertentu jika ada kegiatan perawatan di panel yang bersangkutan sehingga tidak menggangu untuk fungsi panel lainnya. 9).
Lampu-lampu
status
indikasi
adalah
suatu
pelengkap
untuk
mempermudah pemantauan dari kondisi kerja kontrol. Lampu status ini terdiri dari status masing-masing panel, status auto/manual, status sensor aktif, dan status kontrol stand by.
3.2.3
Diagram Alur Perancangan Program Diagram alur dimaksudkan untuk memberikan suatu gambaran perancangan
atau modifikasi yang lebih terinci sebagai pendekatan cara kerja keseluruhan dari rangkaian atau suatu program yang sedang dikerjakan. Diagram alur ini akan membantu kita dalam hal perancangan suatu aplikasi program yang sedang kita
64
rencanakan. Diagram alur sebagaimana dalam Gambar 3.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 3.4 Diagram Alur Perancangan Program Kontrol Lampu Penerangan
65
Mikrokontroler AT89C51 adalah mikrokontrol yang akan kita pakai sebagai kontrol utama untuk Integrasi Kontrol Sistem Lampu Penerangan. Port yang dipakai adalah Port 0 (P0) yang dihubungkan untuk keluaran dari kontrol menuju masing-masing panel, dan Port 1 (P1) yang umumnya merupakan masukan instruksi dari luar misalnya dari saklar atau kontakan suatu relai. Pada saat permulaan pengoprasian panel kontrol, kita harus memposisikan suatu pilihan operasi untuk panel kontrol yaitu posisi Normal atau Stand by. Pemilihan operasi ini dilakukan melalui saklar ”Main” (SW-1) untuk memilih Normal atau Stand by. Saklar ini dihubungkan terhadap port masukan (P1.0), yang kemudian secara program yang ditulis di dalam IC mikrokontrol akan menjalankan suatu rutin program ”Main”. Pada posisi saklar di posisi Normal, maka rutin program akan meneruskan rutin-rutin program lainnya. Sedangkan pada posisi Stand by, rutin ”Main” akan mengunci rutin-rutin program lainnya dengan status menunggu. Kondisi semua pin di port 0 atau instruksi keluaran untuk masing-masing panel akan dipaksa stop (off) pada status ini. Kondisi ini akan terus mengunci selama posisi saklar tidak dirubah ke posisi Normal. Pada saat kondisi ini (status stand by), juga akan ditunjukkan oleh status lampu Led yang berkedip/menyala yang menunjukkan status pada posisi Stand by. Selanjutnya, jika saklar ”Main” di posisi Normal, kita akan dihadapkan untuk memilih model kontrol yang akan dipakai, yaitu pemilihan model kontrol Auto atau Manual. Model kontrol ini dilakukan melalui saklar pemilih yang terpasang di panel kontrol (SW-2). Pada posisi Auto, selanjutnya akan dijalankan oleh rutin Auto di dalam program IC mikrokontroler. Instruksi masukkan dari rutin Auto adalah sinyal instruksi dari rangkaian Sensor Cahaya. Target dari sensor cahaya memberikan sinyal On ketika setting kualitas pencahayaan menjelang gelap. Jika sensor cahaya memberikan sinyal On, maka kondisi ini menjadi
masukkan
di
port1.1
(P1.1)
yang
diposisikan
untuk
sinyal
perintah ”Panel Start”. Program akan menjalankan suatu rutin program start untuk memberikan sinyal keluaran berturut-turut di port 0, mulai dari P0.0 hingga P0.7. Setiap port yang akan aktif diselingi dengan jeda waktu tertentu. Akhirnya, setelah instruksi pada port terakhir P0.7 maka kondisi akan mengunci, dan
66
seterusnya menunggu instruksi dari sinyal ”Panel Stop”. Perintah Panel Stop, didapat dari sinyal Sensor Cahaya pada kondisi Off. Target dari sensor cahaya memberikan sinyal Off ketika setting kualitas pencahayaan menjelang terang. Kontakan ini menjadi masukkan di port1.2 (P1.2) yang diposisikan untuk sinyal perintah Panel Stop. Program akan menjalankan rutin pada terakhir peristiwa dari rutin Panel Start, yaitu dengan memberikan perintah stop secara berurutan pada port 0, dimulai dari P0.0 hingga P0.7. Setiap port yang akan distop akan diselingi dengan jeda waktu tertentu. Pada akhir perintahnya, kondisi akan mengunci dan menunggu untuk status instruksi Panel Start berikutnya. Untuk posisi model kontrol Manual, berarti panel distribusi akan dijalankan oleh operator atau siapapun yang berinteraksi terhadap pengoprasian sistem. Kondisi ”Manual” ini hanya akan dijalankan oleh perintah saklar posisi ”Manual Start” dan posisi ”Manual Stop” (SW-3). Kontakan saklar Manual Start, sebagai fungsi sinyal masukkan di port1.1 (P1.1) yang selanjutnya akan memberikan perintah Start untuk masing-masing panel distribusi. Dan posisi Manual Stop, sebagai fungsi sinyal masukan di port1.2 (P1.2) yang selanjutnya melalui program akan memberi perintah setiap panel distribusi stop. Dalam diagram alur di atas, dijelaskan bahwa sensor cahaya dalam perancangan ini dengan memakai LDR dan penguat transistor sebagai saklar. Keluaran dari sensor cahaya dalam perancangan ini ditambahkan dengan suatu fungsi pelambatan (On Delay). Artinya, jika rangkaian sensor cahaya telah aktif (On = kondisi gelap), maka sinyal instruksi ini tidak langsung diteruskan akan tetapi diolah menjadi sinyal pelambatan sebelum diberikan ke port P1.1. Maksud dari sinyal pelambatan (On Delay) ini adalah untuk menghindari jika terjadi instruksi sinyal tak tentu dari rangkaian sensor cahaya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sinyal tak tentu adalah sinyal On dan Off yang terjadi terus menerus dalam selang waktu yang pendek. Rangkaian pelambatan akan meredam kondisi ini.
67
3.2.4
Modifikasi Pada Panel Distribusi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sistem yang terpasang saat ini
yaitu masing-masing panel distribusi lampu penerangan dikemudikan oleh sebuah sensor cahaya. Salah satu target alternatif modifikasi ini yaitu membuat suatu kontrol yang mampu mengintegrasikan fungsi dari panel-panel distribusi tersebut. Kontrol sensor cahaya yang akan dipakai hanya menggunakan sebuah sensor yang pada akhirnya akan mengemudikan semua panal-panel distribusi di setiap lokasi tersebut. Gambar 3.6 adalah gambaran modifikasi yang akan dilakukan di dalam panel untuk setiap panel distribusi lampu penerangan yang ada di setiap lokasi. Dengan merujuk pada Gambar 3.5 dan 3.6 dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 3.5 Rangkaian Panel Distribusi Lampu Penerangan
68
Gambar 3.5 adalah gambar rangkaian dari Panel Distribusi Lampu Penerangan sebelum dimodifikasi yang terpasang saat ini, terlihat bahwa kontak output dari Photo switch (Sensor Cahaya) dihubungkan terhadap terminal R01 dan terminal nomor 01 ( lihat Gambar 3.6 ). Melalui kedua terminal ini, panel distribusi lampu penerangan dikendalikan oleh kontrol cahaya yang secara langsung akan menghidupkan dan mematikan panel tersebut. Dengan mempelajari kondisi ini maka alternatif modifikasi kita hanya akan memutus kontakan dari sensor cahaya dan menggantikannya dengan fungsi kontakan dari sinyal keluaran Integrasi Kontrol Distribusi Panel yang kita rencanakan ini. Gambar selengkapnya dari target modifikasi panel dari setiap panel distribusi lampu penerangan dapat dilihat dalam gambar-gambar berikut ini.
Gambar 3.6 Target Modifikasi Terminal Kabel di Panel Distribusi
Gambar 3.7 Terminal Kabel Modifikasi
69
Dalam Gambar 3.7 adalah gambar modifikasi yang hanya menghilangkan kontakan dari sensor cahaya yang terpasang saat ini. Kontakan dari sensor cahaya pada terminal ini akan digantikan oleh kontakan dari sinyal keluaran Integrasi Kontrol Distribusi Panel hasil perancangan ini. Tanpa merubah fungsinya di lokal panel ini, kita akan tetap memakai saklar pemilih On/Off dan Auto. Fungsi dari saklar ini masih tetap berguna bahkan menambah fungsi yang fleksibel untuk modifikasi perancangan ini.
Gambar 3.8 Ilustrasi Bagian Dalam Modifikasi Panel Distribusi Lampu Penerangan Gambar 3.8 adalah gambar yang memperlihatkan bagian dalam dari suatu panel untuk target bagian terminal modifikasi pada panel distribusi sistim lampu penerangan ini.
70
3.2.5
Perancangan Rangkaian Kontrol Utama Perancangan alternatif modifikasi untuk integrasi kontrol distribusi lampu
penerangan, pada dasarnya meliputi perancangan untuk rangkaian kontrol sensor cahaya dan perancangan rangkaian utama untuk sistim kontrol distribusi. Masingmasing perancangan ini akan dijelaskan di bawah ini:
3.2.5.1 Rangkaian Sensor Cahaya dan Rangkaian Pelambatan Perancangan rangkaian sensor cahaya yang akan kita gunakan ini memakai LDR sebagai sensor utama. Dalam Gambar 3.9 LDR dirangkai dalam sebuah rangkaian yang membentuk rangkaian pembagi tegangan. LDR sebagaimana fungsi karaktristiknya bahwa besarnya tahanan akan berubah karena pengaruh pencahayaan, yaitu tahanan akan naik jika pencahayaan menurun, dan sebaliknya harga tahanan menurun jika pencahayaan semakin terang. Dari fungsi karakteristik inilah maka selanjutnya kita akan menentukan melalui rangkaian sensor cahaya ini untuk dapat mengontrol relai supaya bekerja pada kualitas cahaya tertentu.
Gambar 3.9 Rangkaian Sensor Cahaya
71
Target dari rangkaian sensor cahaya ini yaitu rangkaian harus dapat bekerja ( relay On) pada kualitas pencahayaan senja hari, dan kemudian rangkaian stop ( relay Off ) pada kualitas pencahayaan ketika fajar. Sebagai pendekatan untuk mengkondisikan seperti hal tersebut , maka kita akan menyetel ( setting ) dengan menggunakan variabel resistor trimpot SET. Cara kerja dari rangkaian sensor cahaya ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut; Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah kalibrasi untuk setting rangkaian ini. Kalibrasi dapat dilakukan misalnya dengan pendekatan media gelap yaitu dengan menutup sensor dengan kantong plastik hitam atau kalibrasi dilakukan pada kondisi pencahayaan sebenarnya (ketika senja hari). Melalui variabel resistor SET, maka setting dapat dilakukan sehingga relai RL1 dapat berfungsi. Ketika LDR tertutupi oleh media ini, maka besarnya tahanan LDR akan naik sehingga besarnya tegangan yang diumpankan ke pin 2 terhadap ground dari IC 741 dalam rangkaian pembagi tegangan ini akan turun. Besarnya tegangan di pin 2 dari IC 741 akan dibandingkan terhadap tegangan di pin 3. Jika tegangan di pin 2 lebih kecil dari tegangan di pin 3 maka besarnya keluaran di pin 6 akan tinggi, dan sebaliknya jika tegangan di pin 2 lebih tinggi dari pada pin 3, maka keluaran di pin 6 akan rendah. Tr1 (BC 109) adalah rangkaian yang dibuat sebagai saklar, oleh karena itu dalam kondisi pin 6 tinggi maka transisitor akan mengaktifkan relay, dan sebaliknya jika keluaran di pin 6 rendah maka relay tidak akan aktif. Jika relay RL1 bekerja, maka fungsi kontakan-kontakannya akan dipergunakan
untuk
mengemudikan
rangkaian
lainnya
yaitu
rangkaian
pelambatan ( delay ). Dalam kondisi lainnya, jika LDR terkena cahaya maka besarnya tahanan akan turun sehingga tegangan pada rangkaian pembagi tegangan di pin 2 akan naik. Pin 6 keluarannya akan rendah yang menyebabkan Tr 1 tidak konduktif dan relay RL1 tidak aktif. Kontakan-kontakan
dari
relai
RL
1
akan
dipergunakan
untuk
mengemudikan rangkaian pelambatan ( delay ). Detail penggunaan dari kontakan ini dapat dilihat dalam Gambar 3.10 rangkaian pelambatan yang disimbolkan dengan label S1a dan S1b.
72
Daftar komponen dari rangkaian sensor cahaya adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Daftar Komponen Rangkaian Sensor Cahaya Daftar Komponen Rangkaian Sensor Cahaya R1
10 kΩ
R4 270 kΩ
SET
R2
10 kΩ
R5 4.7 kΩ
LDR
R3
10 kΩ
R6 1 kΩ
1 MΩ
Tr 1
BC 109
D1
1N 4148
IC
741
RL1
12V DC
Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup (On Delay). Dalam perancangan ini, sinyal perintah dari rangkaian sensor cahaya tidak langsung dipergunakan untuk perintah kontrol ke panel distribusi lampu penerangan, akan tetapi mengalami suatu pelambatan perintah waktu hidup ( On Delay ). Fungsi ini dipergunakan untuk meredam keluaran perintah dari rangkaian sensor cahaya jika terjadi suatu perintah yang tidak konsisten, misalnya terjadi On dan Off dalam selang waktu yang pendek. Tanpa fungsi pelambatan, jika hal tersebut terjadi maka kontrol akan menjadi semakin rumit dan tidak halus. Rangkaian pelambatan waktu hidup ( On Delay ), pada dasarnya terdiri dari komponen IC 555. IC ini adalah IC yang banyak sekali dipergunakan terutama untuk aplikasi pewaktu karena sifatnya tangguh dan murah. Gambar rangkaian dari pelambatan waktu hidup ( On Delay ), dapat dilihat dalam Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup ( On Delay )
73
Saklar S1a dan saklar S1b adalah kontakan-kontakan yang berasal dari relay rangkaian sensor cahaya. Dalam kondisi normal ( sensor cahaya tidak aktif ), maka S1a kontakannya terbuka dan S1b tertutup sebagai fungsi untuk pembuangan tegangan di IC 555 ke pentanahan. Bila rangkaian sensor cahaya aktif, maka saklar daya S1a akan memberikan suplai ke rangkaian pewaktu ini, dan pada saat yang bersamaan S1b akan terbuka. Dalam kondisi ini tegangan awal kapasitor adalah nol, oleh karena itu pada kaki 2 (trigger) dan 6 (treshold) masih di atas ambang fungsinya, maka keluaran di kaki 3 (output) tetap rendah. Bersama terisinya kapasitor C, ambangnya turun (pin 6) dan pemicu (pin 2) masih belum aktif sampai suatu waktu tertentu. Akhirnya, baik pemicu maupun ambang aktif dimana IC 555 mendorong keluarannya tinggi pada waktu tertentu. Suatu keluaran dari pin 3 (output), telah ditunda selama selang waktu T sesudah saklar S1a tertutup. Penundaan waktu didapatkan dari T = 1.1 R C. Dalam perancangan ini, penundaan waktu direncanakan antara 30 sampai 60 detik dengan asumsi rentang waktu ini sudah dapat mewakili dari kesetabilan kondisi rangkaian sensor cahaya. Saklar S1b berfungsi untuk membuang tegangan di pin 2 dan pin 6 jika terjadi sinyal instruksi dari rangkaian sensor cahaya Off, sehingga fungsi dari rangkaian pelambatan akan benar-benar dimulai dari awal jika terjadi instruksi On berikutnya dari rangkaian sensor cahaya. Keluaran kontakan dari rangkaian pelambatan ini (RL 2) selanjutnya dipergunakan untuk perintah panel start dan panel stop pada rangkaian kontrol distribusi panel selanjutnya. Tabel 3.2 Daftar Komponen Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup Daftar Komponen Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup R
1 MΩ
RL 2 12 Volt
C
33 μF 16 V
C
IC NE 555
0.01 F
74
3.2.5.2 Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel AT89C51 Rangkaian ini merupakan rangkaian utama yang akan mengendalikan kontrol untuk masing-masing distribusi panel lampu penerangan di setiap lokasinya.
Gambar 3.11 Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel
75
Rangkaian utama menggunakan mikrokontrol keluarga MCS-51 yaitu AT89C51. Alasan pemilihan komponen ini adalah aplikasi komponen 89C51 yang cocok untuk aplikasi di industri, rangkaian menjadi sederhana dan murah. Rangkaian ini akan berfungsi secara benar jika program yang ditulis di dalam IC direncanakan dengan benar. Oleh karena itu, sebelum IC dapat dipergunakan maka kita harus memprogramnya terlebih dahulu. Dalam Gambar rangkaian 3.11 dapat dijelaskan sebagai berikut : Fungsi masukkan dari mikrokontrol AT89C51 berupa fungsi kontakankontakan dari saklar, alokasi untuk masukkannya adalah pin dari port 1.0 sampai dengan port 1.2. Sedangkan fungsi keluarannya memakai port 0 yaitu port 0.0 sampai dengan port 0.7. Port keluaran ini akan mengendalikan saklar transistor untuk relai (RY1 sampai RY8). Secara detail, prinsip kerja dari rangkaian telah dijelaskan dalam Sub-Bab 3.2.2 Diagram Blok Rangkaian dan 3.2.3 Diagram Alur Rangkaian. Dalam hal ini akan dijelaskan kembali mengenai prinsip kerja secara garis besarnya yang meliputi beberapa perangkat keras pendukungnya. Rangkaian mikrokontrol disuplai dengan tegangan 5 Volt yang merupakan power suplai teratur, sedangkan rangkaian pengendali relai disuplai oleh tegangan 12 volt. Pin EA/VP dihubungkan terhadap Vcc oleh karena kita akan memakai internal memory yang ada di IC. SW-1 adalah saklar pemilih untuk beroprasinya rangkaian kontrol ini, dalam posisi Stand by port 1.0 dipaksa tinggi. Secara program, pada posisi ini semua instruksi akan menunggu dan port keluaran (port0) dipaksa rendah sehingga tidak ada instruksi aktif terhadap semua rangkaian saklar transistor (RY1 sampai RY8). Status stand by ini akan ditunjukkan oleh status led yang berkedip/menyala melalui port1.3. Pada posisi Normal dari SW-1, port1.0 akan rendah yang secara program pada posisi ini instruksi apapun akan diteruskan. Jika SW-2 pada posisi Manual, maka kontrol akan diatur oleh operator untuk mengoprasikan selanjutnya. Untuk mengoprasikan panel Start maka SW-3 harus diposisikan pada posisi Start, instruksi ini sebagai masukkan dari port1.1 yang secara program akan menginstruksikan keluaran di port0.0 tinggi dan selanjutnya sakalar transistor
76
aktif
untuk
mengemudikan
RY1.
Program
akan
secara
berurutan
menginstruksikan port berikutnya hingga port0.7 menjadi aktif. Dalam program telah disimpan fungsi pelambatan antara instruksi port ke port kira-kira 5 sampai 10 detik untuk memberikan suatu kejut pembebanan antara panel distribusi yang akan dikontrol tidak serentak. Ketika port0.0 sampai port0.7 semua telah aktif, maka program akan menunggu hingga ada instruksi dari SW-3 untuk diposisikan pada posisi Stop. Ketika SW-3 dipindahkan ke posisi Stop, maka program akan memerintahkan mulai dari port0.0 secara bertahap hingga port0.7 untuk stop. Seperti halnya pada peristiwa start, setiap tahap akan diselingi dengan jeda waktu pelambatan. Status posisi manual akan ditunjukkan oleh status led yang menyala. Pada posisi Auto dari SW-2, maka kontrol akan diserahkan melalui kondisi dari rangkaian sensor cahaya dan fungsi dari rangkaian penundaan waktu hidup (On Delay). Ketika sensor cahaya menerima kondisi pencahayaan gelap, maka akan menginstruksikan rangkaian penunda waktu hidup untuk aktif. Instruksi dari sinyal Auto ini, melalui kontakan-kontakan dari relai RL2 yang akan menginstruksikan ke rangkaian kontrol untuk start dan stop. Instruksi panel start jika kondisi cahaya gelap, dan instruksi panel stop untuk kondisi pencahayaan terang. Cara kerja panel start dan stop adalah sama seperti halnya pada status pemilihan pada posisi Manual. Masing-masing status keluaran akan ditunjukkan oleh status led yang akan memudahkan bagi kita untuk melihat status kontrol yang sedang terjadi. Dalam gambar rangkaian, terlihat juga bahwa kontak-kontak instruksi keluaran menuju masing-masing panel distribusi diseri dengan saklar ISW. Saklar ini berfungsi sebagai rangkaian pelengkap untuk pengisolasian sinyal perintah untuk maksud pengamanan. Pengisolasian dimaksudkan misalnya jika panel distribusi lampu penerangan di area 1 (panel 1) sedang ada perbaikan, maka saklar isolasi ISW-1a harus di posisikan terbuka sehingga akan mengamankan dari sinyal perintah kontrol utama.
77
Tabel 3.3 Daftar Komponen Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel Daftar Komponen Rangkaian Integrasi Kontrol Distribusi Panel 14
470Ω
12
LED
2
Saklar 1 pole
1
Xtal 4 MHz
8
1kΩ
8
Relay 12V
8
Saklar 2 pole
2
30 pF
8
1N 4148
SW-2
Saklar 4 pole
8
C945
1
AT89C51
3.3 Perancangan Program Mikrokontrol AT89C51 IC Mikrokontrol adalah sejenis IC yang harus diprogram supaya dapat berfungsi sesuai dengan yang diinginkan. IC ini tidak akan berfungsi jika digunakan dalam keadaan kosong tanpa program perintah yang dikenalnya. Program harus ditulis dengan bahasa dan file program yang dikenali, setelah itu baru kita tulis ke dalam IC melalui alat pemprogram IC. Data-data Penunjang Untuk Pemprograman Supaya pemprograman untuk mikrokontrol AT89C51 dapat dilakukan dengan mudah, maka diperlukan persiapan-persiapan atau data-data penunjang sebagai berikut: 1). Data sheet untuk mikrokontrol AT89C51. 2). Gambaran diagram alur yang telah direncanakan (Gambar 3.4 dalam penjelasan Sub-Bab 3.2.3). 3). Panduan instruksi bahasa program (instruction set) assembly untuk mikrokontrol keluarga MCS-51. Pemilihan bahasa program untuk dapat menterjemahkan sebagaimana diagram alir yang telah direncanakan. 4). Program editor, dalam hal ini memakai program M-IDE-51 Studio Release 0.2.5.8. untuk membuat listing program file dan kemudian menjadikannya suatu file dengan extensi hex. 5). IC programmer, dalam hal ini memakai programmer DT-HIQ dari Innovative Electronics, untuk menuliskan program ke IC target. 6). Perangkat komputer yang telah terinstalasi untuk program editor maupun IC programmer.
78
3.4 Perancangan Stuktur Mekanis Perancangan struktur mekanis merupakan perancangan dari segi mekanis yang diperlukan untuk dapat melengkapi perancangan ini. Perancangan ini dapat berupa perancangan panel atau tempat alat kontrol itu sendiri, dan perancangan papan rangkaian dimana suatu rangkaian ditempatkan.
3.4.1
Data-data Penunjang Stuktur Mekanis Data penunjang struktur mekanis diperlukan sebagai acuan dari rencana
pembuatan perancangan dari segi stuktur mekanisnya. Adapun data penunjang untuk perancangan ini dapat berupa : 1). Spesifikasi panel, jika akan diterapkan dalam lingkup suatu industri, misalnya lingkup industri petrokimia, maka harus memperhatikan dan merujuk kaiadah-kaidah engineering yang berlaku di industri tersebut. Persaratan ini sebagai contoh misalnya panel yang akan di tempatkan di luar maka harus masuk dalam persaratan panel tahan cuaca dan lainnya. Dalam perancangan ini, penulis memakai panel standar oleh karena modifikasi ini baru merupakan perancangan contoh alternatif. 2). Papan rangkaian satu lapis sebagai tempat dipasangnya rangkaian. 3). Terminal strip sebagai sarana penghubung ke bagian luar.
3.4.2
Perancangan Papan Rangkaian Jika suatu rangkaian merupakan rangkaian yang tidak begitu rumit,
sebenarya perancangan dapat dilakukan dalam sebuah papan rangkaian (dotboard). Papan rangkaian lainnya dapat dibuat dengan papan rangkaian satu lapis, namun kita harus membuat gambar tercetak terlebih dahulu.
79
Gambar 3.12 Contoh Papan Rangkaian Kontrol Utama
Gambar 3.13 Papan Rangkaian Kontrol Utama Pada Sebuah Dot Board Gambar 3.13 adalah gambar perancangan yang terangkai dalam sebuah papan rangkaian dengan menggunakan dot-board sebagai tempat komponenkomponen perancangan kontrol utama ini.
3.4.3
Perancangan Panel Rangkaian Suatu panel tempat menyimpan keseluruhan rangkaian kontrol harus
disiapkan dan disesuaiakan dengan lokasi dimana panel tersebut akan dipasang. Dalam lingkup spesifikasi dan aplikasi untuk industri, tentunya spesifikasi dari panel harus mengikuti engineering yang ada dan harus disesuaikan dengan kodekode yang ada. Dalam perancangan ini, penulis menggunakan panel standar yang
80
harus digunakan di dalam ruangan (indoor type) karena panel ini berupa contoh perancangan. Gambar penampang panel bagian dalam dan panel bagian luar dapat dilihat dalam Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Penampang Panel Bagian Dalam dan Luar Panel ini harus dapat menampung komponen-komponen dan bagian lainnya dari perancangan ini sehingga menjadikannya kompak, contoh dari panel ini berukuran panjang 30 cm lebar 15 cm dan tinggi 30cm.
Gambar 3.15 Tata Letak Rangkaian Kontrol Utama Dalam Panel Kontrol
81
3.5 Perencanaan Lokasi Pemasangan Panel Kontrol Utama Rencana pemasangan dan penempatan panel kontrol utama dalam perancangan ini akan dipasang di lingkup terdekat dengan operator, yang dimaksudkan untuk mempermudah pengecekan status dari masing-masing panel distribusi yang berada di luar. Gambar 3.16 adalah gambaran umum mengenai rencana lokasi pemasangan panel kontrol utama ini.
Gambar 3.16 Lokasi Perencanaan Pemasangan Panel Kontrol Utama Panel kontrol utama dan sensor akan diletakkan dengan kondisi dimana panel tersebut dapat dengan mudah dimonitor untuk melihat status kontrol dan kondisi panel-panel distribusi lampu penerangan yang dikontrolnya. Lokasi pemasangan dan tata letak dari sensor akan dipasang di lokasi dimana kualitas pencahayaan adalah kondisi pencahayaan lingkungan yang sebenarnya. Kondisikondisi yang harus dihindari adalah pengaruh-pengaruh pencahayaan yang ditimbulkan oleh efek lampu-lampu penerangan di lokasi terdekat, hal ini akan mengakibatkan kesalahan kontrol cahaya.
BAB IV PENGUJIAN ALAT
4.1 Metodologi Pengujian Alat Dengan mempelajari pokok-pokok perancangan yang sudah dibuat, maka diperlukan suatu pengujian terhadap perancangan ini. Pengujian dimaksudkan untuk mendapatkan data sebenarnya dan keefektifan perancangan sehingga suatu perancangan ini dapat terlihat lebih jelas fungsinya. Selain dari pada itu, pengujian juga diperlukan untuk melihat kelemahan atau kekurangan dari suatu perancangan sehingga kedepannya menjadi bahan perbaikan kembali. Adapun metodologi pengujian dilakukan sebagai berikut: 1). Bagaimana cara setting dan kalibrasi dari sensor cahaya. 2). Bagaimana menguji rangkaian sensor cahaya. 3). Bagaimana menguji rangkaian kontrol distribusi panel.
4.2 Metoda Kalibrasi Sensor Cahaya Rangkaian sensor cahaya harus dikalibrasi supaya dapat bekerja di daerah kerjanya sesuai dengan setting dan kondisi pencahayaan yang diinginkan. Kegiatan kalibrasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1). Kalibrasi langsung, artinya kalibrasi dilakukan pada kondisi dan situasi sebenarnya. Kondisi dan situasi yang dimaksud berarti kalibrasi dilakukan pada situasi kualitas pencahayaan sebenarnya dimana kita menginginkan alat ini bekerja. Misalnya ketika hari menjelang senja, maka sensor cahaya harus disetting sehingga bekerja pada kondisi ini. Kelemahan dari kalibrasi ini yaitu kita harus menunggu sesuai dengan kondisi yang akan dilakukan. 2). Kalibrasi tak langsung, artinya kalibrasi dilakukan dengan cara pendekatan dan simulasi. Dalam kalibrasi ini kita memerlukan data-data penunjang sebagai referensi simulasi. Keuntungan kalibrasi tak langsung yaitu kalibrasi dapat dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu situasi sebenarnya. Pendekatan dan simulasi dapat dilakukan dengan cara :
82
83
a). Media benda buram, misalnya penutup kantong plastik berwarna hitam yang akan dipakai untuk menutup LDR sebagai simulasi pendekatan ketika hari menjelang gelap. b). Simulasi sensor, misalnya dengan menggantikan sensor dengan suatu harga tahanan tertentu. Harga tahanan ini didapat dari pengambilan data sebenarnya, misalnya besarnya tahanan dari LDR diukur ketika senja hari (hari menjelang gelap), siang hari, atau ketika pagi hari (matahari terbit). Berikut ini adalah tabel dari pengambilan data dari sebuah LDR sebagai rujukan data yang akan digunakan untuk simulasi sensor cahaya: Tabel 4.1 Data Besarnya Resistansi LDR Terhadap Kondisi Pencahayaan Kondisi
Fajar
Tengah hari
Senja
Tahanan, kΩ
707~733
153~180Ω
935~945 127~128
Kualitas cahaya, lux
1,52
56000
1,03
Media benda buram
10,13
Tabel 4.1 diatas adalah tabel yang memperlihatkan besarnya suatu harga tahanan dari LDR untuk beberapa kondisi pencahayaan. Kondisi pencahayaan ini diambil dengan kriteria cuaca pada saat cuaca cerah. Sebagai pembanding dan pelengkap data, juga pada saat yang bersamaan kualitas cahaya diukur menggunakan lux meter. Langkah ini diambil untuk memberikan data acuan yang sama kepada kita yang berhubungan dengan gambaran situasi pencahayaan dan kondisi-kondisi sebagaimana yang dijelaskan diatas, selain dari pada itu data juga diperlukan untuk mengetahui karakteristik dari sensor yang kita gunakan. Dari tabel data tersebut, maka akan semakin memudahkan kepada kita dalam hal setting, simulasi dan kalibrasi alat perancangan sensor cahaya ini. Hanya perlu diingat bahwa besarnya harga tahanan dalam tabel itu akan berbeda jika kita menggunakan spesifikasi LDR yang berbeda.
4.3 Analisa Data Pengujian Analisa data pengujian akan diambil untuk menentukan kemampuan alat perancangan sebenarnya. Pengujian bersumber dengan merujuk dari pendekatan
84
pokok permasalahan untuk melihat keefektifitasan dari hasil perancangan ini, apakah sesuai dengan rencana kita atau tidak. 4.3.1 Data Pengujian Rangkaian Sensor Cahaya Dalam pengujian rangkaian sensor cahaya ini, perancangan akan diuji dengan cara-cara sebagai berikut: 1). LDR akan disimulasikan dengan menggantikannya oleh sebuah resistor tetap atau potensio meter, besarnya harga resistor ini merujuk ke Tabel 4.1 yaitu dari tabel pengambilan data LDR. Besarnya harga resistor sebesar +/- 935~945 kΩ yang menunjukkan besarnya tahanan pengganti LDR terhadap pencahayaan ketika diambil data waktu senja hari. 2). Simulasi rangkaian sensor cahaya dengan menutup LDR oleh penutup benda buram berupa kantong plastik hitam yang berfungsi untuk mensimulasikan pendekatan situasi pencahayaan ketika senja hari. 3). Pengujian rangkaian sensor cahaya dilakukan pada situasi atau kondisi sebenarnya, pengujian atau setting ini adalah pengujian yang paling akurat karena dikondisikan pada situasi kualitas pencahayaan sebenarnya. 4). Pengujian rangkaian pelambatan sebagai bagian dari rangkaian sensor cahaya, dilakukan untuk melihat keefektifan fungsi peredaman jika sensor cahaya memberikan keluaran berfluktuasi. Hasil dari masing-masing pengujian rangkaian sensor cahaya ini, dapat dilihat dalam tabel-tabel seperti dibawah ini: 4.3.1.1 Pengujian Sensor Dengan Simulasi Tahanan Pengganti Tabel hasil pengujian rangkaian sensor cahaya dengan simulasi resistor pengganti LDR oleh resistor tetap atau potensio meter. Tabel 4.2 Simulasi Pengujian Dari Setting Resistor Pengganti LDR Resistor simulasi pengganti sensor cahaya Simulasi Setting kΩ
Aksi relai
Keterangan
935
ON
Simulasi kondisi senja hari menjelang gelap.
720
OFF
Simulasi kondisi pagi hari menjelang fajar.
85
Hasil pengujian yang terdapat di dalam Tabel 4.2 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Mengganti LDR dengan resistor sebesar +/- 935~945 kΩ, besarnya harga tahanan ini didapat dari Tabel 4.1. Untuk mendapatkan besarnya tahanan pengganti ini, maka kita menggunakan potensiometer. b). Setelah resistor pengganti terpasang, kemudian setting potensiometer di rangkaian sensor cahaya di set sehingga relay dirangkaian aktif (kontak relai ON). Langkah ini adalah pengujian untuk target setting rangkaian sensor cahaya, yang diharapkan harus aktif pada senja hari. c). Turunkan besarnya harga tahanan dari potensiometer perlahan lahan sampai didapat kondisi rangkaian sensor cahaya sehingga kontak relay Off. Catat besarnya tahanan ini.
Gambar 4.1 Simulasi Pengujian Dengan Resistor Pengganti Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kontrol dan sensor cahaya dapat merespon untuk perubahan besarnya harga resistor sebagai pengganti dari fungsi sensor cahaya yang sebenarnya.
86
4.3.1.2 Pengujian Sensor Dengan Penutup Benda Hitam Tabel hasil pengujian rangkaian sensor cahaya dengan simulasi sensor di tutup benda hitam (kantong plastik hitam). Tabel 4.3 Simulasi Pengujian Sensor Ditutup Benda Hitam (Plastik Hitam) Simulasi sensor untuk penutup benda hitam Simulasi Sensor
Aksi relai
Keterangan
Ditutup
ON
Sensor ditutup plastik (simulasi kondisi senja)
Terbuka
OFF
Sensor tak tertutup (simulasi bukan senja)
Hasil pengujian yang terdapat di dalam Tabel 4.3 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut. a). Menutup sensor cahaya (LDR) dengan menggunakan penutup hitam (kantong plastik hitam). Dengan menutup sensor oleh kantong plastik ini, berarti kita mensimulasikan suatu pendekatan pengujian seolah-olah kondisi relatif pada waktu senja hari. b). Setelah LDR ditutupi kantong plastik hitam, kemudian setting potensiometer di rangkaian sensor cahaya di set sehingga relai dirangkaian aktif (kontak relai ON). Langkah ini adalah pengujian untuk target setting rangkaian sensor cahaya, yang diharapkan harus aktif pada senja hari. c). Buka pentup kantong plastik hitam dari LDR, kemudian amati aksi relai.
Gambar 4.2 Simulasi Pengujian Dengan Menutup Sensor Oleh Plastik Hitam
87
Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kontrol dan sensor cahaya dapat merespon untuk perubahan besarnya pencahayaan sebagai simulasi cahaya dari cahaya menjelang senja yang sebenarnya.
4.3.1.3 Pengujian Sensor Pada Kondisi Sebenarnya Tabel hasil pengujian rangkaian sensor cahaya dengan pengujian langsung pada kondisi sebenarnya. Tabel 4.4 Pengujian Langsung Rangkaian Sensor Cahaya Pada Kondisi Kualitas Pencahayaan Senja Hari Pengujian dengan kondisi sebenarnya Kondisi masukan
Aksi relai
Keterangan
Senja/menjelang gelap
ON
Mulai mengontrol untuk setiap panel
Aktual lux meter
1,3
Pengukuran besarnya kualitas cahaya
Hasil pengujian yang terdapat di dalam Tabel 4.4 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Sebelum dilakukan pengujian dengan kondisi sebenarnya, sebaiknya rangkaian telah disetting seperti pada pengujian yang menggunakan resistor pengganti, yaitu setting dengan resistor +/- 935~945 kΩ yang mewakili besarnya tahanan LDR pada waktu senja hari. b). Tempatkan sensor di lokasi terbuka, kemudian mengamati rangkaian sensor cahaya ini aktif pada setting senja hari. Amati pula aktual pencahayaan dengan pengukur cahaya lux meter. Aktual setting dapat dilakukan berdasarkan kondisi pencahayaan yang ada dengan mengatur setting potensiometer. Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kontrol dan sensor cahaya dapat merespon untuk perubahan besarnya pencahayaan dari cahaya menjelang senja yang sebenarnya.
88
4.3.1.4 Pengujian Rangkaian Pelambatan (On Delay). Rangkaian ini adalah rangkaian yang meneruskan instruksi dari rangkaian sensor cahaya. Sebelum instruksi diteruskan, melalui rangkaian ini akan mengalami pelambatan instruksi dengan maksud untuk menghindari instruksi ketidak-stabilan sensor cahaya ketika mengalami transisi kondisi kualitas pencahayaan. Tabel hasil pengujian rangkaian pelambatan (on delay) untuk rangkaian sensor cahaya: Tabel 4.5 Pengujian Rangkaian Pelambatan Waktu Hidup (On-Delay) Pengujian rangkaian on-delay Simulasi masukan
Aksi relai
Keterangan
Sensor cahaya (ON)
ON
Relai ON setelah 54 ~58 sec
Sensor cahaya (ON-OFF)
OFF
Tidak terpengaruh kondisi fluktuasi
Hasil pengujian yang terdapat di dalam Tabel 4.5 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Mensimulasikan masukan sebagai trigger pada rangkaian pelambatan (on-delay) ini, kemudian mengamati lamanya pelambatan sebelum aktif (30 sec ~ 120sec). b). Mensimulasikan masukan dengan cara men-trigger secara kontinyu, kemudian mengamati lamanya pelambatan sebelum aktif. Dari hasil pengujian rangkaian pelambatan (on delay) dapat disimpulkan bahwa fungsi pelambatan dapat berfungsi dan bisa diaplikasikan untuk perancangan ini.
4.3.2 Data Pengujian Rangkaian Kontrol Distribusi Panel Dalam pengujian rangkaian kontrol distribusi panel, perancangan akan diuji dengan cara-cara sebagai berikut: 1). Rangkaian kontrol akan disimulasikan dengan fungsi saklar ”Main”. 2). Rangkaian kontrol akan disimulasikan dengan fungsi status ”Manual dan Auto”.
89
3). Pengujian ke-efektifitasan fungsi perintah penundaan ”Start dan Stop”. Dalam kelistrikan yang menggunakan beban-beban yang cukup besar, maka dibutuhkan kondisi ketika Start atau Stop sehalus mungkin dan harus dihindari Start atau Stop dalam waktu yang bersamaan yang mengakibatkan total kejut beban yang serempak. Berikut ini adalah data arus dan data waktu stabil dari masing-masing panel yang diambil oleh penulis sebagai acuan untuk melihat keefektifitasan hasil dari perancangan kontrol distribusi panel ini, yaitu: Tabel 4.6 Data Arus Sesaat dan Waktu Stabil Pada Setiap Panel Panel
1
2
3
4
5
Arus start (A)
40
19
14
13
10
Arus normal (A)
38
15
13
12
Waktu stabil(sec)
6
5
5
5
6
7
8
Keterangan
15
32
10
Arus tertinggi
8
14
29
8
Arus normal
5
5
6
5
Waktu stabil
Tabel 4.6 adalah tabel data arus dan data waktu yang dibutuhkan untuk kembali stabil setelah start pembebanan yang diambil dari setiap panel distribusi lampu penerangan. Tabel data ini menunjukkan kepada kita seberapa tinggi arus kejut dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali stabil setelah mengalami start pembebanan, artinya kita mengukur dan mengamati waktu sesaat pada beban puncak ketika start untuk kembali pada beban sebenarnya. Pengukuran dilakukan dengan cara mengamati ampere meter ketika start dan kembali pada suatu harga penunjukkan yang stabil, pada saat yang bersamaan besarnya waktu (detik) dicatat sebagai data. Dari table ini pula kita dapat mendefinisikan besarnya waktu yang dibutuhkan untuk fungsi perintah pelambatan start atau stop dari masing-masing panel yang dibuat dalam program IC atau sebagai acuan dari waktu pelambatan yang dibutuhkan. Hasil dari masing-masing pengujian untuk rangkaian kontrol distribusi panel dapat dilihat dalam table-tabel hasil pengujian di bawah ini:
90
4.3.2.1 Pengujian Dari Instruksi/Perintah “Main” (SW-1) Tabel 4.7 Pengujian Perintah “Main” Pada Posisi Standby Test Main
Simulasi masukan
Perintah ke panel
Keterangan
Posisi Standby
1
2
3
4
5
6
7
8
Saklar posisi Manual
off
off
off
off
off
off
off
off
Tak pengaruh
Saklar posisi Auto
off
off
off
off
off
off
off
off
Tak pengaruh
Hasil pengujian yang terdapat dalam Tabel 4.7 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Saklar ”Main” (SW-1) pada posisi pilihan Standby. b). Menguji fungsi apakah ada pengaruh terhadap perintah ke panel, jika saklar lainnya di posisikan ke Manual atau Auto (SW-2). Dari hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa pada posisi saklar “Main” (SW-1) di posisi “Standby” maka posisi saklar “Auto ataupun Manual” tidak akan mempengaruhi terhadap sinyal perintah keluaran untuk setiap panel. Hal ini telah sesuai dengan rencana perancangan.
4.3.2.2 Pengujian Dari Instruksi/Perintah ”Manual” (SW-3) Tabel 4.8 Pengujian Perintah Manual Test Manual Simulasi masukan
Perintah ke panel
Keterangan
Posisi Manual
1
2
3
4
5
6
7
8
Saklar Manual Start
on
on
on
on
on
on
on
on
start 9 sec
Saklar Manual Stop
off
off
off
off
off
off
off
off
stop 9 sec
Hasil pengujian yang terdapat dalam Tabel 4.8 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Saklar ”Main” (SW-1) pada posisi pilihan Normal. b). Saklar “Auto/Manual” (SW-2) pada posisi pilihan Manual.
91
c). Saklar “Manual” (SW-3) pada posisi pilihan Manual Stop, pada pilihan ini semua panel dalam kondisi stop. d). Pindahkan saklar pilihan ke Manual Start, pada pilihan ini perintah panel start akan mengaktifkan (On) untuk setiap panelnya yang dimulai dari panel 1 hingga panel 8 secara berurutan, dengan jeda waktu tertentu (+/- 8 ~ 9 sec). e). Pindahkan saklar pilihan ke Manual Stop, pada pilihan ini perintah panel stop akan mematikan (Off) untuk setiap panelnya yang dimulai dari panel 1 hingga panel 8 secara berurutan, dengan jeda waktu tertentu (+/8 ~ 9 sec). Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi Manual Start dan Manual Stop berfungsi sebagaimana fungsinya, dan pelambatan perintah start maupun perintah stop sekitar 8~9 sec dengan merujuk terhadap Tabel 4.6 dapat diasumsikan bahwa perintah kontrol ini akan memberikan kontrol yang lebih halus (di atas 5sec).
4.3.2.3 Pengujian Dari Instruksi/Perintah “Auto” Tabel 4.9 Pengujian Perintah Auto dari Instruksi Sensor Cahaya Test Auto Simulasi masukan Posisi Standby
Perintah ke panel
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Auto Start
on
on
on
on
on
on
on
on
start 9 sec
Auto Stop
off
off
off
off
off
off
off
off
stop 9 sec
Hasil pengujian yang terdapat dalam Tabel 4.9 dilakukan dengan cara-cara dan langkah pengujian sebagai berikut: a). Saklar ”Main” (SW-1) pada posisi pilihan Normal. b). Saklar “Auto/Manual” (SW-2) pada posisi pilihan Auto. c). Simulasikan sensor cahaya hingga aktif, misalnya dengan menutup sensor.
92
d). Amati perintah ke panel 1 hingga ke panel 8 akan start secara berurutan yang dimulai dari panel1 dengan jeda waktu tertentu (+/- 8 ~ 9 sec). e). Buka penutup sensor hingga sensor cahaya tidak aktif. f). Amati perintah ke panel 1 hingga ke panel 8 akan stop secara berurutan yang dimulai dari panel1 dengan jeda waktu tertentu (+/- 8 ~ 9 sec). Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi perintah Auto berfungsi sebagaimana fungsinya, dan pelambatan perintah start maupun perintah stop sekitar 8~9 sec, dengan merujuk terhadap Tabel 4.6 dapat diasumsikan bahwa perintah kontrol ini akan memberikan kontrol yang lebih halus (jeda waktu start/stop di atas 5sec).
4.4 Prosedur Pengoprasian Integrasi Panel Kontrol Utama Oleh karena perancangan Integrasi Sistem Kontrol Lampu Penerangan ini nantinya melayani dan mengontrol panel-panel distribusi lampu penerangan dengan beban-beban kelistrikan yang cukup besar, maka faktor keamanan dan keselamatan harus diperhatikan. Adapun hal yang dianggap perlu berkaitan dengan perancangan ini meliputi sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini; Pengoprasian integrasi sistem kontrol ini sebelumnya harus di-setting untuk dapat merespon kondisi pencahayaan yang diinginkan. Untuk mendapatkan pengoprasian yang sesuai, akan lebih akurat jika sensor cahaya dikalibrasi pada kondisi kualitas cahaya sebenarnya, yaitu ketika menjelang gelap (senja) karena kita dapat melihat langsung kondisi cahaya yang sesuai supaya kontrol dapat bekerja. Setting dilakukan dengan memutar potensiometer yang ada di panel. Panel kontrol ini normalnya di posisikan pada status kontrol Auto, dimana secara berkesinambungan akan mengontrol kondisi dari kualitas cahaya dan kemudian akan mengontrol langsung melalui sinyal perintah terhadap masingmasing distribusi panel lampu penerangan yang berada di setiap lokasi. Jika salah satu panel distribusi lampu penerangan yang ada di suatu lokasi akan diadakan perawatan atau perbaikan, maka kita dapat melakukan pengisolasian terhadap panel distribusi tersebut dengan memutus sinyal perintah
93
melalui saklar Isolasi Panel (ISW) ke posisi Off yang ada di panel integrasi sistem kontrol ini. Ketika akan merubah status kontrol dari Auto ke Manual atau sebaliknya maka sebelumnya semua saklar Isolasi Panel (ISW) harus diposisikan ke Off satu-persatu, kemudian pindahkan saklar pemilih status kontrol ke Auto atau Manual, setelah itu tekan tombol Reset sesaat dan kemudian posisikan kembali semua saklar Isolasi Panel (ISW) ke posisi On satu-persatu. Untuk menghindari perintah Start terhadap masing-masing panel distribusi lampu penerangan ketika status kontrol dipindahkan ke Manual, maka saklar perintah Start/Stop normalnya harus selalu di posisi Stop.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Suatu sistim pengontrolan distribusi lampu penerangan pada umumnya menggunakan LDR sebagai sensor cahaya. Prinsip ini diterapkan di PT.Nippon Shokubai Indonesia untuk mengontrol system lampu penerangan yang tersebar di setiap lokasi proses produksinya. Dalam kenyataanya, sistim yang terpasang saat ini masih terdapat beberapa kelemahan, terutama dalam hal kontrol dan pengoprasiannya. Oleh karena itu suatu perancangan alternatif modifikasi diperlukan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada. Dengan merujuk terhadap pokok permasalahan yang ada, maka perancangan alternatif modifikasi ini memberi kesimpulan mengenai metoda dan pencapaian pemecahan masalah yang ditemukan yaitu: 1). Kontrol sensor cahaya, kadangkala memberikan sinyal kontak (on-off) yang tidak konsisten terhadap panel distribusi. Akibatnya, kontak utama magnetik kontaktor di distribusi panel terbakar dan beban-beban yang terhubung juga menjadi rusak. Metoda dan Pokok Pemecahan Masalah. a). Sinyal perintah dari rangkaian sensor cahaya tidak dibuat langsung untuk mengontrol, akan tetapi sinyal ini dibuat menjadi suatu sinyal pelambatan waktu hidup (on delay). b). Menambahkan suatu rangkaian pelambatan waktu hidup (on delay) yang akan meredam sinyal perintah transisi dari rangkaian sensor cahaya sebelum digunakan untuk mengontrol suatu panel distribusi lampu penerangan. Pencapaian Hasil Pemecahan Masalah Dengan menambahkan rangkaian pelambatan waktu hidup (on delay), kondisi-kondisi sinyal yang tidak konsisten tidak lagi menjadi pokok permasalahan yang utama untuk kontrol distribusi lampu penerangan ini.
94
95
Pencapaian hasil pemecahan masalah ini ditunjukkan dalam Tabel pengujian 4.5.
2). Kontrol sensor cahaya di masing-masing panel distribusi ketika aktif (on-off) bersifat serentak sehingga memberikan total arus kejut pembebanan sesaat yang besar. Instruksi pembebanan serentak ini harus dihindari antara beban panel distribusi yang satu terhadap lainnya. Metoda dan Pokok Pemecahan Masalah Pembebanan serentak dihindari dengan menggunakan metoda fungsi jeda pelambatan start atau stop untuk masing-masing perintah ke setiap panel distribusi lampu penerangan. Dengan fungsi ini, panel distribusi dikendalikan secara bertahap yang dimulai dari perintah untuk panel distribusi 1 dan berturut-turut hingga panel ke 8. Pencapaian Hasil Pemecahan Masalah Pencapaian hasil pemecahan masalah ini merujuk ke tabel pengujian dan pengambilan data dari Tabel 4.6 hingga Tabel pengujian 4.9. Pencapaian dapat diasumsikan bahwa jika terjadi pembebanan serentak, maka besarnya beban adalah total dari beban-beban panel distribusi yang serentak, tetapi dengan menggunakan fungsi jeda perintah start dan stop maka besarnya beban hanya sebesar beban panel distribusi yang aktif saja.
3). Setiap panel distribusi lampu penerangan tersebar disetiap lokasi proses produksi, masing-masing panel ini dikontrol langsung oleh sebuah sensor cahaya, sehingga memerlukan perawatan dan persiapan suku cadang pengganti yang cukup banyak. Metoda dan Pokok Pemecahan Masalah Dalam perancangan alternatif modifikasi sistem lampu penerangan ini,semua panel distribusi lampu penerangan akan dikontrol oleh satu kontrol yang terpusat (terintegrasi) melalui satu sensor cahaya saja. Kontrol ini dirancang dengan menggunakan mikrokontroler dengan
96
tujuan untuk memberikan kesederhanaan pemakaian komponen, sistem fleksibel untuk dapat dimodifikasi kembali, terintegrasi/kompak dan aman. Pencapaian Hasil Pemecahan Masalah Pencapaian hasil pemecahan masalah dari kontrol ini adalah kontrol yang konsisten yang mampu menggantikan dari kontrol distribusi lampu penerangan yang terpasang saat ini, sebagaimana yang tersirat dalam Pengujian Alat di Bab IV. Karena kontrol perancangan ini menjadi kontrol yang terintegrasi tentunya pencapaian lainnya adalah menekan pengadaan suku cadang, misalnya beberapa suku cadang untuk sensor cahaya yang sebelumnya dipersiapkan untuk beberapa panel.
4). Diperlukan pengecekan langsung ke setiap lokasi untuk meyakinkan bahwa sistim penerangan di setiap lokasi telah berfungsi sebagaimana fungsinya. Tentunya hal ini akan cukup menyita waktu karena lokasi pabrik cukup luas dan panel tersebar disetiap lokasinya. Metoda dan Pokok Pemecahan Masalah Panel Integrasi kontrol distribusi lampu penerangan diletakan dilingkup lokasi yang terdekat dengan operator, sehingga status masing-masing lokasi dapat dengan mudah terlihat dalam panel integrasi ini melalui indikasi lampu status setiap panelnya. Pencapaian Hasil Pemecahan Masalah Dengan alternatif integrasi kontrol lampu penerangan ini maka kita dapat menghemat waktu yang sebelumnya dipakai untuk pengecekan langsung ke setiap lokasi menjadi pemanfaatan waktu yang dapat dipakai untuk aktifitas lainnya.
Kesimpulan Umum Dengan merujuk terhadap pokok permasalahan dan pencapaian hasil pemecahan masalah dari hasil pengujian alat, perancangan Integrasi Kontrol Lampu Penerangan dengan menggunakan Mikrokontrol ini, telah menunjukkan
97
solusi dari pokok permasalahan yang ada. Untuk itu, perancangan ini dapat dijadikan alternatif untuk modifikasi dari sistem lampu penerangan yang ada di PT.Nippon Shokubai Indonesia.
5.2 Pengembangan dan Saran-saran Perancangan Integrasi Kontrol Sistim Lampu Penerangan Dengan Menggunakan Mikrokontrol AT89C51 Sebagai Alternatif Modifikasi
ini
belumlah dapat di katakan suatu alternatif modifikasi yang betul-betul sempurna. Walaupun demikian fungsi-fungsi kontrol utamanya yang menjadi dasar timbulnya ide telah menunjukkan solusi dari pokok-pokok permasalahan yang ada. Pengembangan
perancangan
diperlukan
untuk
memperluas
fungsi
sesungguhnya dari kontrol ini, pengembangan yang masih sesuai dengan perancangan ini tanpa harus merubah komponen utamanya misalnya; 1). Perancangan masih dapat dikembangkan dan dioptimalkan untuk dapat mengontrol lampu penerangan di lokasi-lokasi lainnya, karena ketersediaan input dan output masih cukup banyak. 2). Perancangan kontrol distribusi lampu penerangan ini masih dapat diperhalus fungsinya dengan menggunakan instruksi-instruksi program yang sangat sesuai dan fleksibel. 3). Fungsi pelambatan dapat dioptimalkan dengan fungsi timer yang sudah ada di dalam mikrokontroler. 4). Perancangan kontrol distribusi lampu penerangan ini masih agak kaku, tentunya untuk kasus-kasus pengoprasian tertentu belum dapat memenuhi fungsinya, misalnya fungsi-fungsi yang berhubungan jika kita ingin menginterupsi kontrolnya. 5). Dalam perancangan ini, kita hanya dapat melihat lampu status dari masing-masing panel yang terwakili tanpa dapat langsung mengetahui kondisi sebenarnya dari panel. Perancangan masih dapat dikembangkan untuk dapat mendeteksi kondisi sebenarnya dari panel, misalnya jika panel trip dapat segera diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
[1.] Albert Paul Malvino, Ph.D., ”Prinsip-Prinsip Elektronika”,Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991. [2.] Danny Christanto,S.T. dan Kris Pusporini,S.T.,M.T.,”Panduan Dasar Mikrokontroler Keluarga MCS-51”, Innovative Electronics, Surabaya, 2004. [3.] Douglas V.Hall,”Microprocessors and Interfacing Programming and Hardware”, McGraw-Hill International Edition. [4.] Herbert Taub.,”Digital Circuits and Microprocessors”,McGraw-Hill Kogakusha.Ltd., Tokyo, 1982. [5.] Jacob Millman, Ph.D., and Christos C. Halkias, Ph.D., ”Integrated Electronics Analog and Digital Circuits and System”, McGraw-Hill Kogakusha. Ltd.,Tokyo. [6.] Kenneth J.Ayala., ”The 8051 Microcontroller Architecture,Programming and Applications” , West Publishing Company, 1991. [7.] Robert Boylestad, and Louis Nashelsky.,”Electronic Devices and Circuit Theory”, Prentice Hall, India, 1989. [8.] Robert F.Coughlin dan Frederick F. Driscoll , ”Penguat Operasional Dan Rangkaian Terpadu Linear”, Penerbit Erlangga, Jakarta. [9.] 8052.com.“Standard 8051 Tutorial”. http://www.8052.com/tutorial.phtml, 2 Juli 2008. [10.] ”Electronic Tutorial”. http://www.electronics-tutorials.com/basics/basicelectronics.htm, 12 Agustus 2008.
98