BIDANG ILMU: REKAYASA
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PRODUKSI BIOPLASTIK DAN BIOSURFAKTAN SECARA SIMULTAN DENGAN TEKNIK KULTIVASI UMPAN CURAH BERULANG
Ir. Darti Nurani, M.Si. Dr. Ir. Sidik Marsudi, M.Si.
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA NOVEMBER 2012 Dibiayai oleh Kopertis Wilayah III Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing No. : 031/K3.KU/2012 Tanggal 1 Maret 2012
ii
iii
RINGKASAN Bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dari bakteri diakumulasi oleh sel bakteri sebagai produk intraseluler. Disisi lain, biosurfaktan ramnolipid diproduksi oleh bakteri sebagai produk ektraseluler. Produksi komersil bioproduk ini dihadapkan pada masalah mahalnya biaya produksi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan biaya produksi namun hasilnya belum dapat menurunkan biaya produksi secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi teknik produksi yang mampu memberikan penurunan biaya produksi sehingga kedua bioproduk tersebut dapat dipasarkan dengan harga yang bersaing dengan plastik dan surfaktan konvensional. Pada penelitian ini, percobaan dilakukan dengan teknik kultivasi umpan curah berulang (repeated fed bacth culture) skala lab. Percobaan terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama (1) produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah dan tahap kedua (2) produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah. Pada tahap kedua ini, seluruh sel dari kultivasi tahap pertama ini digunakan untuk produksi PHA pada tahap kedua, teknik ini disebut kultivasi berulang. Sebelum dilakukan percobaan tersebut di atas, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan dengan teknik kultivasi curah berulang menggunakan sumber karbon minyak sawit dan limbah cair industri biodiesel dari CPO. Tujuannnya yaitu menguji kemampuan limbah cair industri biodiesel dari CPO untuk digunakan sebagai bahan baku produksi biosurfaktan ramnolipid dan bioplastik PHA. Hasil percobaan menunjukkan bahwa limbah cair industri biodiesel dari CPO dapat digunakan sebagai bahan baku produksi biosurfaktan ramnolipid dan bioplastik PHA. Dengan menggunakan sumber karbon limbah cair industri biodiesel dari CPO diperoleh konsentrasi sel kering sebanyak 4,2 g/l dari sumber karbon 25 g/l. Nilai ini sebanding dengan konsentrasi sel kering yang dihasilkan dari sumber karbon minyak sawit sebanyak yaitu 3,9 g/l dari sumber karbon 10 g/l. Meskipun, ramnolipid yang dihasilkan dengan sumber karbon limbah cair industri biodiesel dari CPO dibandingkan dengan dari minyak sawit masing masing secara berurutan adalah 170 mg/l dan 56 mg/l. Hasil ramnolipid dari limbah cair industri biodiesel dari CPO yang dihasilkan lebih sedikit sangat dimungkinkan karena bahan limbah ini juga mengandung alkali (NaOH) yang relatif tinggi sehingga dapat menurunkan pembentukan ramnolipid. Hal yang sama juga terjadi pada pembentuk biopasltik PHA. PHA yang dihasilkan dengan sumber karbon limbah cair biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan dari minyak sawit yaitu masing masing secara berurutan 0,15 g PHA/l dan 0,4 g PHA/l. Meskipun ramnolipid dan PHA yang dihasilkan dari limbah cair industri biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan dari minyak sawit (hampir 3 kali lipat), namun bila ditinjau dari harga bahan baku, limbah cair industri biodiesel tidak ada harganya namun minyak sawit mencapai ribuan rupiah per liter. Dengan demikian, untuk selanjutnya limbah cair industri biodiesel digunakan sebagai sumber karbon. Pada kultivasi umpan curah berulang, pengumpanan sumber karbon (limbah cair industri biodiesel dari CPO) dilakukan secara impul yaitu setelah dilakukan sampling pada
iv periode tertentu, sumber karbon ditambahkan untuk meningkatkan konsentrasi sumber karbon di dalam kultur. Hasilnya menunjukkan bahwa pada tahap pertama, maksium berat kering sel dan ramnolipid yang dihasilkan adalah 2 g/l dan 250 mg/l dari konsentrasi sumber karbon 25 g/l. Konsentrasi ramnolipid yang dihasilkan ini empat kali lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan dengan teknik kultivasi curah dengan sumber karbon yang sama. Pada percobaan tahap kedua, dari berbagai konsentrasi sumber karbon yang diuji, konsentrasi sumber karbon 25 g/l memberikan hasil konsentrasi sel kering dan konsentrasi PHA terbesar, yaitu masing masing 1,2 g/l dan 0,35 g/l. Konsentrasi PHA yang dihasilkan ini dua kali lebih besar bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh melalui kultivasi curah berulang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah memberikan hasil empat kali lebih besar dibandingkan dengan teknik kultivasi curah. Disamping itu, dengan teknik kultivasi umpan curah berulang, PHA yang dihasilkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan teknik kultivasi curah berulang.
v PRAKATA
Pertama tama kami mengucapkan terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, cq Kopertis Wilayah III Jakarta dan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dikti, atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan Secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah Berulang ”. Laporan penelitian ini merupakan laporan akhir penelitian yang isinya merupakan sintesa dari laporan tahun pertama dan laporan tahun kedua. Percobaan diawali dengan melakukan percobaan pendahuluan produksi PHA ramnolipid dengan teknik kultivasi curah berulang dengan bahan baku minyak sawit dan limbah cair industri biodiesel dari CPO. Selanjutnya percobaan produksi PHA dan ramnolipid dilakukan dengan teknik kultivasi umpan curah berulang yang dilakukan dengan dua tahap percobaan. Tahap pertama, kultivasi diarahkan untuk pemproduksi ramnolipid dan tahap ke dua, kultivasi darahkan untuk memproduksi PHA. Pada percobaan tahap kedua ini, sel dari percobaan tahap pertama digunakan untuk memproduksi PHA. Semua percobaan dilakukan pada skala laboratorium. Semoga laporan ini dapat memberikan alternatif baru dalam pemanfaatan produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO untuk memproduksi PHA dan ramnolipid dengan teknik umpan curah berulang.
Serpong, Nopember 2012 Tim Peneliti,
Ir. Darti Nurani, M.Si. Dr.Ir. Sidik Marsudi, M.Si.
vi
DAFTAR ISI Hal Halaman Judul Halaman Pengesahan Ringkasan Prakata Daftar isi Daftar Gambar BAB I 1.1 1.2
PENDAHULUAN
BAB II 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang Peta Jalan (Roadmap) Penelitian
i ii iii v vi x 1 1 2
Produksi Bioplastik PHA dan Biosurfaktan Rhamnolipid secara Terpisah Penelitian yang Pernah Dilakukan tentang Produksi Bioplastik PHA dan Biosurfaktan Rhamnolipid
4
BAB III 3.1 3.2
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan khusus Manfaat Penelitian
7 7 7
BAB IV 4.1 4.2
METODE PENELITIAN Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah Optimasi produksi polihidroksialkanoat (PHA) dengan teknik kultivasi umpan curah menggunakan sel yang berasal dari produksi ramnolipid Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Flask 200-250 ml Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 250 ml Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 200 ml Produksi Ramnoipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Fermentor 7,5 – 8 liter Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam fermentor, volume produksi 8 liter Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam fermentor, volume produksi 8 liter
9 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivasi Sel P.aeruginosa IFO 3924 dan Persiapan Media Padat Serta Media Cair dari Medium IFO 802 untuk Sub Culture
18 18
2.2
4.3 4.3.1 4.3.2 4.4 4.4.1 4.4.2
BAB V 5.1
5
12 12 13 14 14 16
vii 5.2 5.2.1 5.2.2
Produksi PHA dan Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Curah Produksi Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Curah Optimasi Produksi PHA dengan Teknik Kultivasi Curah
18 19 21
5.3
Produksi PHA dan Rhamnolipid secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah Berulang Optimasi Produksi Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, pengumpanan sumber karbon secara impuls. Optimasi Produksi PHA dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, pengumpanan sumber karbon secara impuls. Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah (fed-batch culture), dalam Flask 200-250 ml Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask volume produksi 250 ml Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 200 ml Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Fermentor 7,5 – 8 liter Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam fermentor, volume produksi 8 liter Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 7,5 liter
24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
39
6.1 6.2
Kesimpulan Saran
39 40
5.3.1 5.3.2 5.4
5.4.1 5.4.2 5.5 5.5.1 5.5.2
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN Lamp 1 Komposisi media Lamp 2 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (minyak sawit) dan waktu fermentasi Lamp 3 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Lamp 4 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (minyak sawit) dan waktu fermentasi Lamp 5 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi curah
24 26 28
28 30 33 33 35
41
44 45
45
46
46
viii
Lamp 6
Lamp 7
Lamp 8
Lamp 9
Lamp 10
Lamp 11
Lamp 12
Lamp 13
Lamp 14
Lamp 15
dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 250 ml Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 200 ml Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 250 ml Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 200 ml Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 8 liter Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 7,5 liter Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 8 liter Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
ix
Lamp 16 Lamp 17 Lamp 18 Lamp 19 Lamp 20 Lamp 21
perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 7,5 liter Foto-foto Alat dan Produk penelitian Organisasi Ketua dan Semua Anggota Tim Pengusul Biodata Ketua dan anggota tim Draft Artikel Ilmiah Laporan Eksekutif Publikasi Ilmiah
57 64 65 89 98 102
x
DAFTAR GAMBAR Hal
Gambar 1.1
Tahapan Rencana Penelitian Menuju komersialisasi
Gambar 5.1
Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C: minyak sawit) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan PHA (sumber C: minyak sawit) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impul Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan PHA (sumber C:
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
3 19
19
20
20
21
22
22
23
25
26
27
27
xi
Gambar 5.13
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Gambar 5.16
Gambar 5.17
Gambar 5.18 Gambar 5.19
Gambar 5.20 Gambar 5.21
Gambar 5.22
Gambar 5.23
Gambar 5.24
Gambar 5.25
Gambar 5.26 Gambar 5.27
Gambar 5.28
limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 250 ml Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 250 ml Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 250 ml Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 250 ml Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 200 ml Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 200 ml Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 200 ml Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 200 ml Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 8 liter Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 8 liter Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 7,5 liter Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 7,5 liter Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 7,5 liter Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 7,5 liter
28
29
29
30
31
31 32
32 34
34
35
35
36
36 37
37
xii
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Sulit dibayangkan kehidupan manusia tanpa plastik. Meskipun demikian, tidak semua kesempurnaan yang dimiliki plastik menguntungkan sebab buangan plastik telah menjadi masalah serius terhadap pencemaran lingkungan karena plastik yang banyak digunakan saat ini sulit didegradasi di alam. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan bahan baku plastik dari polihidroksialkanoat (PHA) yang diproduksi secara fermentasi. Buangan bioplastik PHA dapat didegradasi oleh mikroorganisme menjadi karbon dioksida dan air hanya dalam waktu beberapa bulan saja (Lee, 1996b). Bioplastik PHA dari bakteri telah diproduksi secara komersial dan berpotensi untuk digunakan pada bidang kesehatan, pertanian, dan pembungkus makanan (Lee, 1996a). Produksi Bioplastik PHA dihadapkan pada persoalan mahalnya biaya produksi. Bioplastik PHA diproduksi oleh sel bakteri sebagai produk intraseluler (PHA diakumulasi di dalam sel bakteri). Dengan demikian, untuk memproduksi bioplastik PHA dengan jumlah yang banyak diperlukan jumlah sel bakeri yang sangat banyak pula. Selain itu, dalam memproduksi bioplastik PHA, sel bakteri harus dihancurkan terlebih dahulu untuk mendapatkan dan memurnikan bioplastik PHA. Untuk mengatasi mahalnya biaya produksi bioplastik PHA diperlukan suatu strategi baru dalam memproduksi PHA. Stateginya yaitu sebelum sel bakteri dihancurkan untuk mengisolasi dan memurnikan bioplastik PHA, sel bakteri tersebut digunakan/dimanfaatkan dulu untuk memproduksi biomaterial berharga lainnya terutama biomaterial yang diproduksi sel bakteri sebagai produk ekstraseluler. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang bakteri yang dapat memproduksi bioplastik PHA sebagai intraseluler produk dan biomaterial lain sebagai ekstraseluler produk. Pseudomonas spesies (Pseudomonas sp.) merupakan bakteri yang telah dikenal dapat memproduksi bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dari berbagai jenis sumber karbon untuk pertumbuhannya (Ashby dan Foglia, 1998; Solaiman dkk., 2001). Khusus P.aeruginosa, bakteri ini telah diketahui juga mampu memproduksi biomaterial berharga yaitu biosurfaktan
2 ramnolipid sebagai ektraseluler produk baik dengan menggunakan sumber karbon hidrofilik (seperti glukosa, sukrosa dan gliserol) maupun hidrokarbon hidrofobik (seperti n-arafin, minyak olive, minyak kacang kedelai, dan minyak jagung) (Lee dkk., 1999; Lang Wullbrandt, 1999; Mairier dan Sobero-Chavez, 2000). Adanya kemampuan untuk memproduksi dua jenis bioproduk berharga yaitu bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid pada suatu jenis bakteri dimanfaatkan oleh Hori dkk. (2002) dan Marsudi (2002) untuk memproduksi dua jenis produk tersebut secara bersamaan dari satu jenis bakteri (monoculture). Pendekatan ini berbeda dengan proses produksi yang sudah ada selama ini, yaitu biasanya target produksi diarahkan untuk memproduksi satu jenis produk saja seperti bioplastik PHA atau biosurfaktan ramnolipid saja yang diproduksi secara terpisah dari satu jenis bakteri. Hori dkk., (2002) telah menguji kemampuan beberapa spesies Pseudomonas untuk memproduksi kedua jenis bioproduk tersebut dengan menggunakan asam dekanoat sebagai sumber karbon dengan kultivasi curah (batch culture). Hasilnya menunjukkan bahwa P.aeruginosa (IFO 3924) merupakan strain terbaik diantara beberapa spesies yang diuji dalam hal produksi PHA dan ramnolipid secara simultan. Selain itu, Hori dkk. (2002) menyimpulkan bahwa penelitian tersebut akan mematahkan pendapat umum bahwa biaya untuk memproduksi PHA tidak akan lebih kecil dari biaya untuk memproduksi sel itu sendiri. Meskipun demikian, penelitian tersebut masih dalam tahap mendemostrasikan produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan guna menurunkan biaya produksi kedua produk tersebut. Penelitian
lanjutan
yang
mengoptimalkan penggunaan
diperlukan
antara lain
yaitu: (a)
mencari dan
berbagai sumber karbon yang relatif murah, (b)
mengoptimalkan proses recovery bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid, serta (3) menemukan strategi teknik kultivasi yang sesuai pada produksi kedua biomaterial berharga tersebut secara simultan.
3 1.2 Peta Jalan (Roadmap) Penelitian Strategi produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan rhamnolipid secara simultan dari bakteri pertama kali dikemukakan oleh Marsudi (2002) dan Hori dkk. (2002). Bakteri yang telah dikenali dapat memproduksi dua jenis bioproduk tersebut yaitu spesies Pseudomonas aeruginosa. Sumber karbon yang telah digunakan untuk memproduksi bioproduk tersebut antara lain minyak sawit, asam oleat, glukosa, dan asam dekanoat (Hori dkk. 2002; Marsudi, dkk. 2008). Kandungan PHA dalam sel adalah 36 % berat kering sel dan konsentrasi ramnolipid yang dicapai yaitu 1,24 g/l. Costa dkk., (2009) juga mempelajari produksi PHA dan rahmnolipid secara simultan dengan memanfaatkan air limbah singkong (cassava wastewater) sebagai sumber karbon. Hasil yang diperoleh yaitu kandungan PHA dalm sel dan ramnolipid secara berurutan adalah 39 % berat kering sel dan 660 mg/l. Nilai ini masih relatif kecil, karena percobaan percobaan tersebut di atas menggunakan kultivasi curah (batch culture). Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik kultivasi lain yaitu kultivasi umpan curah (fed batch culture) dan kultivasi umpan curah berulang (repetaed fed batch culture). Adapun peta jalan penelitian ini secara singkat dijelaskan dalam Gambar 1.1 berikut ini.
Rekayasa genetika untuk mendapatkan mikroba unggul dalam memproduksi PHA dan ramnolipid, optimasi penggunaan berbagai sumber karbon dan produksi PHA dan ramnolipid skala komersil Produksi PHA dan ramnolipid dalam skala semi pilot Produksi PHA dan ramnolipid dengan teknologi kultivasi umpan curah berulang
2011
2012
Hibah Bersaing dari DP2M Dikti
2013 Insentif dari RISTEK
2015 Kementrian
Gambar 1.1 Tahapan Rencana Penelitian Menuju komersialisasi
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Bioplastik PHA dan Biosurfaktan Rhamnolipid secara Terpisah Bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dari bakteri merupakan biomaterial yang menarik perhatian para pemerhati lingkungan karena buangan bioplastik ini mudah didegradasi di lingkungan menjadi CO2 dan H2O dalam waktu beberapa bulan (Lee, 1996a). Produksi bioplastik PHA secara komersil dihadapkan pada masalah mahalnya biaya produksi, terutama biaya substrat dan biaya pemisahan/ektraksi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya antara lain dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber karbon (Serafim dkk. 2008), menggunakan asam asaa lemak volatil sebagai sumber karbon (Marsudi dan Setiadi, 1997), memproduksi bioplastik PHA dengan sumber karbon carbon dioksida (Marsudi dkk., 1998), memproduksi PHA dengan kultivasi umpan curah/fed batch (Sun dkk., 2009), melakukan rekayasa genetika untuk dapat memperoleh bakteri yang unggul dalam memproduksi PHA (Davis dkk. 2008), serta memproduksi PHA dengan menggunakan bakteri Pseudomonas putida (Marsudi dkk. 2007; Marsudi dkk. 2003). Biosurfaktan ramnolipid merupakan biomaterial yang juga menarik para pemerhati lingkungan karena biomaterial ini ramah lingkungan. Berbagai usaha juga telah dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya antara lain mendapatkan bakteri unggul untuk memproduksi ramnolipid (Muller dkk., 2010), menggunakan teknik kultivasi substrat padat (Neto dkk., 2008), menggunakan teknik kultivasi curah/batch culture dan umpan curah/fed batch culture (Lee dkk., 2004), serta mengendalikan jumlah oksigen yang diumpankan ke dalam fermentor (Kronemberger dkk., 2008). Produksi pada skala komersil kedua biomaterial tersebut di atas yang dilakukan secara terpisah mengalami kendala utama yaitu mahalnya biaya produksi terutama biaya sumber karbon dan biaya pemisahan/ektraksi. Selain itu, hingga saat ini belum ada teknologi yang telah diunggulkan sebagai teknologi terbaik untuk memproduksi bioplastik PHA maupun
5 biosurfaktan. Salah satu strategi yang telah ditawarkan untuk mengatasi mahalnya biaya produksi yaitu memproduksi dua biomaterial tersebut di atas secara simultan. Konsep produksi secara simultan, dijelaskan lebih detil pada bagian berikut ini.
2.2 Penelitian yang Pernah Dilakukan tentang Produksi Bioplastik PHA dan Biosurfaktan Rhamnolipid Untuk mengatasi masalah mahalnya biaya produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid, suatu strategi telah diusulkan yaitu memproduksi dua biomaterial tersebut secara simultan. Strategi ini pertama kali diusulkan oleh Marsudi (2002) dan Hori dkk., (2002). Konsep strategi produksi secara simultan dua biomaerial ini didasari atas hal berikut ini. (1) Satu jenis bakteri mampu memproduksi dua jenis biomaterial berharga (bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid) (2) Dua jenis biomaterial tersebut salah satunya merupakan produk intraseluler (bioplastik PHA) dan yang lainnya merupakan produk ektraseluler (biosurfaktan ramnolipid) (3) Teknis
produksinya
diawali
dengan
mengkondisikan
sel
bakteri
untuk
memproduksi ektraseluler produk yaitu biosurfaktan ramnolipid. Setelah biosurfaktan ramnolipid dipanen serta
dilakukan pemisahan atara produk
biosurfaktan ramnolipid dengan sel bakterinya, sel bakteri ini digunakan kembali untuk memproduksi ektraseluler produk yaitu bioplastik PHA. Pada tahap ini, sel bakteri dikondisikan/diarahkan untuk dapat memproduksi intraseluler produk yaitu bioplastik PHA. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam memproduksi PHA dan ramnolipid secara simultan yaitu: 1.
Marsudi (2002) dan Hori dkk., (2002) mempelajari potensi beberapa bakteri Pseuedomonas dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid. Hasil yang diperoleh yaitu bakteri Pseudomonas aeruginosa IFO 3924 merupakan bakteri yang terbaik dalam memproduksi dua biomaterial tersebut secara simultan.
6 Pada penelitian di atas, dikaji pula potensi beberapa sumber karbon (asam dekanoat, glukosa, dan etanol) untuk memproduksi dua biomateril tersebut secara simultan. Hasil yang diperoleh yaitu dibandingkan beberapa sumber karbon yang telah diuji, dekanoat merupakan sumber karbon yang cocok untuk produksi secara simultan dua biomaterial ini.
Kandungan PHA dalam sel yaitu 26% berat kering sel dan
konsetrasi ramnolipid maksimum mencapai 600 mg/l. 2.
Marsudi dkk (2008) mempelajari potensi minyak sawit beserta turunannya (asam oleat dan gliserol) sebagai sumber karbon dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan dengan teknik kultivasi curah (batch culture) menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa IFO 3924. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu minyak sawit merupakan sumber terbaik dibandingkan sumber karbon yang dikaji. Dengan sumber karbon ini, kandungan PHA dalam sel adalah 36 % berat kering sel dan konsentrasi ramnolipid yang dicapai yaitu 1,24 g/l. Total perolehan (yield) bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid pada sumber karbon minyak sawit, asam oleat dan, gliserol masing masing secara berurutan adalah: 0,174 g/g; 0,066 g/g, dan 0, 113 g/g.
3. Costa dkk., (2009) mempelajari pemanfaatan air limbah singkong (cassava wastewater) sebagai sumber karbon dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan menggunakan bakteri P.aeruginosa. Hasil yang diperoleh yaitu kandungan PHA dalm sel dan ramnolipid secara berurutan adalah 39 % berat kering sel dan 660 mg/l. Hasil hasil yang diperoleh seperti tersebut di atas masih relatif kecil dibandingkan dengan produksi bioplastik PHA maupun rhamnolipid secara terpisah. Hal ini diperkirakan karena percobaan percobaan tersebut di atas menggunakan kultivasi curah (batch culture). Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik kultivasi lain yang diperkirakan akan meningkatkan kandungan PHA, konsentrasi ramnlipid, serta produktivitas kedua bioproduk tersebut. Teknik kultivasi tersebut yaitu kultivasi umpan curah (fed batch culture) dan kultivasi umpan curah berulang (repeated fed batch culture).
7 BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan utama penelitian ini yaitu mencari alternatif untuk mempoduksi bioplastik PHA dan ramnolipid dengan harga yang realtif murah. Adapun stratetgi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan teknik kultivasi umpan curah berulang dan memanfaatkan limbah cair industri biodiesel berbahan baku CPO sebagai sumber karbon. Adapun tujuan khusus dan manfaat penelitian ini lebih rinci dijelaskan berikut ini.
3.1 Tujuan khusus Tujuan khusus peneilitian ini adalah: 1. Mempelajari teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) dan teknik kultivasi umpan curah berulang (repeated fed batch culture) dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan 2. Meningkatkan produktivitas sel bakteri dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan dibadingkan penelitian yang ada selama ini (Hori dkk., 2002; Marsudi dkk., 2008; dan Costa dkk., 2009).
Dengan didapatkan produksitivitas dan yield yang tinggi, diharapkan biaya produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan akan turun drastis dan kedua bioproduk tersebut dapat dipasarkan dengan harga yang relatif murah dan mampu bersaing dengan produk plastik dan surfaktan konvensional.
3.2 Manfaat Penelitian Penelitian produkdi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan pertama kali dikemukakan oleh marsudi (2002) dan Hori dkk., (2002). Latar belakang kajian ini adalah selama ini bioplastik dan bisorufaktan ramnolipid diproduksi secara terpisah/individu. Komersialisasi produksi biopolimer dari bakteri dihadapkan pada masalah
8 biaya poroduksi. Disis lain, komersialisasi produksi biosurfaktan ramnolipid juga dihadapkan pada masalah yang sama yaitu mahalnya biaya produksi. Manfaat usulan penelitian ini yaitu akan diperoleh strategi baru untuk memproduksi PHA dan ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah. Disisi lain, pada percobaan ini digunakan limbah cair industri biodiesel dari CPO. Pemanfaatan limbah cair ini merupakan upaya untuk mengolah sekaligus memanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah limbah. Disamping itu, dengan dimanfaatkan limbah cair idnustri biodiesel, hal ini akan memberikan dukungan terhadap industri biodiesel yang saat ini sedang berkembang guna memenuhi target penggunaan energi nasional dari minyak nabati.
9 BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium teknologi fermentasi Institut Teknologi Indonesia Serpong, Tangerang, selama dua tahun (tahun 2011 dan tahun 2012). Produksi PHA dan ramnolipid secara simultan dilakukan menggunakan bakteri Pseudomonas aaeruginosa. Selain itu, minyak sawit dan produk samping (limbah cair) industri biodiesel dari CPO digunakan sebagai sumber karbon. Percobaan dilakukan di dalam erlenmeyer yang diletakkan pada rotary shaker pada suhu kamar dan putaran 200 rpm. Volume inokulum yang digunakan yaitu 2 %(v/v) yang sebelumnya diinkubasi di dalam medium IFO 802 (IFO = Institut of Fermentation, Osaka) selama 18 jam pada suhu 30 C. Medium untuk produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid adalah medium garam dasar (Hori dkk., 2002; Marsudi, 2002) dan medium dasar yang dimodifikasi (modifed bassal salt medium/MBSM) yang ditambah sumber karbon. Adapun tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
Kegiatan Tahun 2011 (tahun pertama) dilaksanakan dengan teknik kultivasi umpan curah dengan target yaitu produksi ramnolipid dan PHA. (i). Optimasi produksi biosurfaktan ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture). (ii) Optimasi produksi polihidroksialkanoat (PHA) dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) menggunakan sel yang berasal dari produksi ramnolipid (poin 1). Integrasi produksi biosurfaktan ramnolipid (poin 1) dan produksi bioplastik PHA (poin 2) disebut “Produksi PHA dan ramnolipid secara simultan dengan teknik kultivasi umpan curah berulang (repeated fed batch culture)”.
Pengumpanan sumber karbon
dilakukan setiap kali setelah dilakukan pengambilan sampel. Sebelum percobaan tersebut di atas dilakukan, pecobaan diawali dengan memproduksi PHA dan ramnolipid dengan teknik kultivasi curah. Sumber karbon yang digunakan adalah minyak sawit dan limbah cair idustri minyak sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk
10 membandingkan perbedaan antara produksi PHA dari minyak sawit dan limbah industri biodiesel.
Kegiatan Tahun 2012 (tahun kedua) dilaksanakan dengan teknik kultivasi umpan curah berulang hingga volume 8 liter menggunakan limbah cair industri biodiesel dari CPO. (i)
Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah berulang, dalam Flask 200-250 ml
(ii)
Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah berulang, dalam Fermentor 7,5 – 8 liter
Adapun langkah langkah penelitian dari tahun pertama (2011) dan tahun kedua (2012) dijelaskan pada subbab berikut ini.
4.1 Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah Optimasi produksi biosurfaktan ramnolipid dgn teknik kultivasi umpan curah dilakukan menggunakan shaker fermentor. Sekitar 10 persen inokulum ditambahkan ke dalam erlenmeyer 1 liter dengan volume kerja 250 ml yang telah mengandung medium dasar dan ditambahkan minyak sawit atau produk samping industri biodiesel sebagai sumber karbon dan amonium nitrat sebagai sumber nitrogen (amonium nitrat berguna untuk merangsang/menstimulasi produksi ramnolipid). Selanjutnya, sumber karbon sebagai umpan ditambahkan secara impuls ke dalam fermentor sesuai dengan variabel penelitian. Adapun penelitian dilakukan sebagai berikut. a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam fermentor: 5 g/L, 10, g/L, 15 g/L untuk sumber karbon minyak sawit serta 5, 25, dan 50 g/l untuk sumber karbon limbah cair industri biodiesel. b. Teknik pengumpanan sumber karbon dan impuls c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sample): setiap 6 jam selama 48 jam.
11 Pada pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel dan jumlah sumber karbon yang ditambahkan didasarkan pada laju peningkatan konsentrasi sel dimana setiap penambahan konsentrasi sel 0.6 gram/l, maka jumlah sumber karbon
yang ditambahkan adalah 1 gram/l. Selama fermentasi
berlangsung, 10 ml sampel diambil setiap 6 jam sekali (variabel waktu pemanenan). Sampel selanjutnya di sentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan dan selanjutnya dianalisa kandungan PHA nya (meskipun kemungkinan konsentrasinya sangat kecil karena tahap ini sel diarahkan untuk memproduksi ramnolipid) dan supernatan digunakan untuk analisa konsentrasi ramnolipid. Analisa konsentrasi PHA dilakukan dengan metode ektraksi,. konsentrasi ramnolpid dianalisa dengan pengujian orsinol (Koch dkk., 1991) dan dengan teknik ektraksi. Analisa konsentrasi sel dilakukan dengan analisa berat kering sel. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu. Selain itu profil petumbuhan sel, produksi ramnolipid dan PHA. 4.2 Optimasi produksi polihidroksialkanoat (PHA) dengan teknik kultivasi umpan curah menggunakan sel yang berasal dari produksi ramnolipid Pada prinsipnya teknik optimasi produksi polihidroksialkanoat ini mirip dengan optimasi produksi ramnolipid, hanya pada tahap ini sel dari proses produksi ramnolipid digunakan kembali untuk memproduksi PHA. Selain itu, untuk merangsang/stimulasi akumulasi PHA, sumber nitrogen tidak ditambahkan sehingga medium
tidak perlu
disterilkan. Dengan demikian, konsumsi sumber karbon oleh sel akan lebih banyak digunakan untuk mengakumulasi PHA (peningkatan berat) dan bukan untuk memperbanyak jumlah (satuan) sel. Untuk optimasi produksi PHA ini, tingkat variabel sangat dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihasilkan dari optimasi produksi ramnolipid. Meskipun demikian, tingkat variabel adalah sebagai berikut: a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam fermentor: 5 g/L, 10, g/L, 15 g/L untuk sumber karbon minyak sawit dan 5, 25, dan 50 g/l untuk sumber karbon limbah cair industri biodiesel. b. Teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls
12 c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sample): setiap 6 jam selama 48 jam.
4.3 Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Flask 200-250 ml Percobaan ini telah dilakukan guna mendapatkan optimasi produksi biosurfaktan ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) dan optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) menggunakan sel yang berasal dari produksi ramonolipid sebelumnya. 4.3.1 Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 250 ml Percobaan optimasi produksi biosurfaktan ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah dilakukan menggunakan 500 ml erlenmeyer. Sejumlah 2% inokulum (5 ml inokulum Pseudomonas aeruginusa, IFO 3924) ditambahkan ke dalam flask (erlenmeyer) yang telah berisi medium dasar ditambah produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO sebagai sumber karbon dan amonium nitrat sebagai sumber nitrogen (amonium nitrat berguna untuk merangsang/ menstimulasi produksi rhamnolipid), dengan total volume media produksi 250 ml. Selanjutnya, pengumpanan sumber karbon dilakukan sesuai variabel perlakuan pada setiap selang waktu yang telah ditentukan. Adapun variabel penelitiannya adalah a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon: impuls dan kontinyu c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): pada jam ke-5, 10, 24, 34, 48, 58 dan jam ke-72 Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel (kecuali pada pengambilan sampel pada jam ke-72) dan jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 1,04; 2,08 dan 3,13 ml untuk setiap kali pengambilan sampel. Fermentasi dilakukan menggunakan orbital shaker, pada suhu ruang, 200 rpm. Selama fermentasi berlangsung, 10 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan
13 sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering, dan supernatan digunakan untuk analisa konsentrasi ramnolipid. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu, sumber karbon ditambahkan secara kontinyu mulai jam ke-5 sampai dengan jam ke-58 fermentasi. Jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 6,25; 12,5 dan 18,75 ml, masingmasing dengan kecepatan 3 tetes, 5 tetes dan 7 tetes per jam. Fermentasi dilakukan di atas magnetic stirrer, pada suhu ruang, 200 rpm dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 10 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering, dan supernatan digunakan untuk analisis konsentrasi ramnolipid. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan. Sisa media produksi ramnolipid, selanjutnya disentrifus untuk dipisahkan selnya yang akan digunakan kemudian untuk produksi PHA.
4.3.2 Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 200 ml Pada prinsipnya teknik optimasi produksi polihidroksialkanoat (PHA) ini mirip dengan optimasi produksi ramnolipid, hanya pada tahap ini sel dari proses produksi ramnolipid digunakan kembali untuk memproduksi PHA. Selain itu, untuk merangsang/menstimulasi akumulasi PHA, sumber nitrogen tidak perlu ditambahkan. Dengan demikian, konsumsi sumber karbon oleh sel akan lebih banyak digunakan untuk mengakumulasi PHA (peningkatan berat) dan bukan untuk memperbanyak jumlah (satuan) sel. Untuk optimasi produksi PHA ini, tingkat variabel sangat dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihasilkan dari optimasi produksi ramnolipid. Adapun variabel penelitiannya adalah: a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon: impuls dan kontinyu c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): pada jam ke-5, 10, 24, 34, 48, 58 dan jam ke-72
14
Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel (kecuali pada pengambilan sampel pada jam ke-72) dan jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 0,83; 1,67 dan 2,50 ml untuk setiap kali pengambilan sampel. Fermentasi dilakukan menggunakan orbital shaker, pada suhu ruang, 200 rpm. Selama fermentasi berlangsung, 10 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering, dan supernatan digunakan untuk analisis konsentrasi ramnolipid. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu, sumber karbon ditambahkan secara kontinyu mulai jam ke-5 sampai dengan jam ke-58 fermentasi. Jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 5; 10 dan 15 ml, masing-masing dengan kecepatan 2 tetes, 4 tetes dan 6 tetes per jam. Fermentasi dilakukan di atas magnetic stirrer, pada suhu ruang, 200 rpm dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 10 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering dan untuk analisis perolehan PHA. Data yang diperoleh diplot sebagai profil PHA terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan.
4.4 Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Fermentor 7,5 – 8 liter 4.4.1
Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam fermentor, volume produksi 8 liter
Percobaan optimasi produksi biosurfaktan ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah dilakukan menggunakan 10 liter tabung fermentor. Sejumlah 2% starter (160 ml starter Pseudomonas aeruginusa, IFO 3924) ditambahkan ke dalam tabung (fermentor) yang telah berisi medium dasar ditambah produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO sebagai sumber karbon dan amonium nitrat sebagai sumber nitrogen (amonium nitrat berguna untuk
15 merangsang/ menstimulasi produksi rhamnolipid), dengan total volume media produksi 8 liter. Selanjutnya, pengumpanan sumber karbon dilakukan sesuai variabel perlakuan pada setiap selang waktu yang telah ditentukan. Adapun variabel penelitiannya adalah a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon: impuls dan kontinyu c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): pada jam ke-5, 10, 24, 34, 48, 58 dan jam ke-72
Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel (kecuali pada pengambilan sampel pada jam ke-72) dan jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 66,67; 133,34 dan 200 ml untuk setiap kali pengambilan sampel. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang, menggunakan aerator akuarium dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 60 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering, dan supernatan digunakan untuk analisis konsentrasi ramnolipid. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu, sumber karbon ditambahkan secara kontinyu mulai jam ke-5 sampai dengan jam ke-58 fermentasi. Jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 200, 400 dan 600 ml, masing-masing dengan kecepatan 76 tetes, 151 tetes 228 tetes per jam. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang, menggunakan aerator akuarium dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 60 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering, dan supernatan digunakan untuk analisis konsentrasi ramnolipid. Data yang diperoleh diplot sebagai profil ramnolipid terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan.
16 Sisa media produksi ramnolipid, selanjutnya disentrifus untuk dipisahkan selnya yang akan digunakan kemudian untuk produksi PHA.
4.4.2 Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 7,5 liter Pada prinsipnya teknik optimasi produksi polihidroksialkanoat (PHA) ini mirip dengan optimasi produksi ramnolipid, hanya pada tahap ini sel dari proses produksi ramnolipid digunakan kembali untuk memproduksi PHA. Selain itu, untuk merangsang/menstimulasi akumulasi PHA, sumber nitrogen tidak perlu ditambahkan. Dengan demikian, konsumsi sumber karbon oleh sel akan lebih banyak digunakan untuk mengakumulasi PHA (peningkatan berat) dan bukan untuk memperbanyak jumlah (satuan) sel. Untuk optimasi produksi PHA ini, tingkat variabel sangat dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihasilkan dari opimasi produksi ramnolipid. Adapun variabel penelitiannya adalah: a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon: impuls dan kontinyu c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): pada jam ke-5, 10, 24, 34, 48, 58 dan jam ke-72
Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel (kecuali pada pengambilan sampel pada jam ke-72) dan jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 62,5; 125 dan 187,5 ml untuk setiap kali pengambilan sampel. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang, menggunakan aerator akuarium dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 60 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering dan untuk analisis perolehan PHA. Data yang diperoleh diplot sebagai profil PHA terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu, sumber karbon ditambahkan secara kontinyu mulai jam ke-5 sampai dengan jam ke-58 fermentasi. Jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi
17 awal sumber karbon (25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l) adalah 187,5; 375 ml dan 562,5 ml, masingmasing dengan kecepatan 71 tetes, 142 tetes dan 213 tetes per jam. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang, menggunakan aerator akuarium dan pengumpanan dilakukan menggunakan slang infus. Selama fermentasi berlangsung, 60 ml sampel diambil pada setiap variabel waktu pemanenan. Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan untuk analisis berat sel kering untuk analisis perolehan PHA. Data yang diperoleh diplot sebagai profil PHA terhadap waktu dan profil pertumbuhan sel terhadap waktu juga disajikan.
18 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivasi Sel P.aeruginosa IFO 3924 dan Persiapan Media Padat Serta Media Cair dari Medium IFO 802 untuk Sub Culture. Aktivasi sel serta persiapan medium padat dan medium cair telah dilakukan berdasarkan petunjuk pengaktipan dan pembuatan medium IFO 802 yang dikeluarkan oleh Institute of Fermentation, Osaka Jepang. Persiapan ini diperlukan untuk melakukan aktivasi sel yang disimpan dari ampul (telah disimpan dalam waktu yang lama).Untuk penggunaan rutin, sel disimpan dalam refrigerator pada media padat dengan suhu 4 C dan diaktifkan kembali menggunakan medium cair IFO 802. Pengaktifan sel dari dalam ampul ke medium padat dapat dilakukan dengan baik. Sel dapat dibiakkan kembali dari dari ampul ke media cair dan media padat dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 4 °C. Untuk kebutuhan penggunaan rutin, Sub kultur dilakukan tiap 3 minggu sekali. Selain pengaktifan sel, bakteri P. aeruginosa IFO 3924 ini juga ditumbuhkan pada media kaya substrat (rich medium). Sel ditumbuhkan dengan rentang waktu dari 0-42 jam dan dari hasil percobaan menunjukkna bahwa pertumbuhan berada pada fase logarikmit dari 9 jam hinggga 20 jam. Oleh karena itu, untuk keperluan produksi PHA dan rhamnolipid dalam labu erlenmeyer, digunakan sel bakteri yang telah ditumbuhkan dalam medium IFO 803 selama 18-20 jam. 5.2 Produksi PHA dan Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Curah Percobaan ini dilakukan guna mendapatkan beberapa parameter kinetik pertumbuhan, kondisi optimum untuk pertumbuhan dan produksi rhamnolipid dan PHA. Medium garam dasar (Bassal salt medium, BSM) seperti yang digunakan oleh Hori dkk (2002) ditambah sumber karbon minyak sawit atau produk samping industri biodiesel dari CPO yang disiapkan dengan mengatur pH medium hingga 7. Kultivasi curah dilakukan pada 500 ml labu erlenmeyer yang berisi 250 ml medium, diletakkan pada shaker dengan kecepatan 250 rpm dan suhu 30 C. Variasi dari percobaan ini adalah: jenis sumber karbon (minyak sawit dan limbah cair biodiesel dari CPO); konsentrasi sumber karbon (minyak sawit): 5 g/l, 10 g/l
19 dan 15 g/l; konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO): 5 g/l, 25 g/l dan 50 g/l; Waktu pemanenan: 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Parameter yang dianalisa adalah konsentrasi sel, jumlah rhamnolipid dan jumlah PHA yang dihasilkan.
5.2.1 Produksi Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Curah Produksi rhamnolipid dengan teknik kultivasi curah menggunakan sumber karbon minyak
Berat kering sel (g/l)
sawit dan limbah cair industri biodiesel ditunjukkan pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4.
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
5 g/l sumber C 10 g/l sumber C 15 g/l sumber C
24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.1.Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit)
Rhamnolipid (mg/l)
300 250 200 150
5 g/l sumber C 10 g/l sumber C
100
15 g/l sumber C 50 0 24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.2 .Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C: minyak sawit)
Berat kering sel (g/l)
20
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
5 g/l sumber C 25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
24
48 Waktu (jam)
72
Rhamnolipid (mg/l)
Gambar 5.3 Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
5 g/l sumber C 25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.4 Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai konsentrasi sumber karbon 25 g/l yang ditambahkan pada media produksi, maka semakin meningkat jumlah sel bakteri dan produk rhamnolipid yang dihasilkan. Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi yang lebih tinggi (50 g/l) ternyata tidak mampu meningkatkan perolehan sel bakteri maupun
21 rhamnolipid. Tidak demikian halnya pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, semakin tinggi konsentrasi sumber karbon yang ditambahkan (sampai konsentrasi 15 g/l), semakin menurun produk rhamnolipid yang dihasilkan. Walaupun perolehan sel bakterinya semakin menurun. Pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO 25 g/l, diperoleh rhamnolipid maksimum sebesar 80 mg/l pada kultivasi selama 24 jam. Sedangkan, pada penggunaan sumber karbon minyak sawit 5 g/l, perolehan rhamnolipid maksimum sebesar 230 mg/l didapatkan pada kultivasi 48 jam. Dari percobaan tersebut diketahui pula bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan sel selama rentang waktu kultivasi 24 hingga 48 jam, produk rhamnolipid yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Tidak demikian halnya pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan sel selama rentang waktu kultivasi 24 hingga 48 jam, produk rhamnolipid yang dihasilkan cenderung semakin meningkat. 5.2.2
Optimasi Produksi PHA dengan Teknik Kultivasi Curah
Produksi PHA dengan teknik kultivasi curah telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.5, Gambar 5.6, Gambar 5.7, dan Gambar 5.8.
Berat kering sel (g/l)
3,5 3 2,5 2
5 g/l sumber C
1,5
10 g/l sumber C
1
15 g/l sumber C
0,5 0 24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.5. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit)
22 Pada produksi PHA menggunakan sel bakteri yang disuspensikan kembali setelah digunakan untuk memproduksi rhamnolipid, hasilnya menunjukkan bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai konsentrasi sumber karbon 25 g/l yang ditambahkan pada media produksi, maka semakin meningkat jumlah sel bakteri dan produk PHA yang dihasilkan. Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi yang lebih tinggi (50 g/l) ternyata tidak mampu meningkatkan perolehan sel
PHA (g/l)
bakteri maupun PHA.
0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
5 g/l sumber C 10 g/l sumber C 15 g/l sumber C
24
48 Waktu (jam)
72
Berat kering sel (g/l)
Gambar 5.6 Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan PHA (sumber C: minyak sawit)
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
5 g/l sumber C 25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.7. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO)
23
0,16 0,14
PHA (g/l)
0,12 0,1 0,08
5 g/l sumber C
0,06
25 g/l sumber C
0,04
50 g/l sumber C
0,02 0 24
48 Waktu (jam)
72
Gambar 5.8. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:limbah biodiesel dari CPO) Demikian pula halnya, pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, sampai konsentrasi sumber karbon 10 g/l yang ditambahkan pada media produksi, maka semakin meningkat jumlah sel bakteri dan produk PHA yang dihasilkan. Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi yang lebih tinggi (15 g/l) ternyata tidak mampu meningkatkan perolehan sel bakteri maupun PHA. Pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO 25 g/l, diperoleh PHA maksimum sebesar 0,15 g/l pada kultivasi selama 24 jam. Sedangkan, pada penggunaan sumber karbon minyak sawit 10 g/l, perolehan PHA maksimum sebesar 0,4 g/l didapatkan pada kultivasi 24 jam. Pada produksi PHA menggunakan sel bakteri yang disuspensikan kembali setelah digunakan untuk memproduksi ramnolipid, diketahui pula bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, dengan semakin menurunnya pertumbuhan sel selama kultivasi 72 jam, media produksi, perolehan PHA yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Demikian pula halnya pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, dengan semakin menurunnya pertumbuhan sel selama kultivasi 72 jam, produk PHA yang dihasilkan cenderung semakin menurun bahkan relatif stabil.
24
5.3 Produksi PHA dan Rhamnolipid secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah Berulang Percobaan ini dilakukan guna mendapatkan optimasi produksi biosurfaktan rhamnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) dan optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah (fed batch culture) menggunakan sel yang berasal dari produksi rhamonolipid sebelumnya.
5.3.1
Optimasi Produksi Rhamnolipid dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, pengumpanan sumber karbon secara impuls.
Percobaan optimasi produksi biosurfaktan rhamnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah dilakukan menggunakan 1 liter erlenmeyer. Sejumlah 10 ml inokulum Pseudomonas aeruginusa, IFO 3924 ditambahkan ke dalam flask (erlenmeyer) yang telah berisi medium dasar ditambah produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO sebagai sumber karbon dan amonium nitrat sebagai sumber nitrogen (amonium nitrat berguna untuk merangsang/ menstimulasi produksi rhamnolipid). Selanjutnya, sumber karbon sebagai umpan ditambahkan secara impuls ke dalam flask sesuai dengan variabel penelitian. Adapun variabel penelitiannya adalah a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 5 g/l, 25 g/l dan 50 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon: impuls c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): setiap 6 jam selama 72 jam. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, sumber karbon ditambahkan setiap kali setelah pengambilan sampel dan jumlah karbon yang ditambahkan setelah diperhitungkan adalah berturut-turut untuk setiap variasi konsentrasi awal sumber karbon (5 g/l, 25 g/l dan 50 g/l) adalah 0,25; 2,5 dan 5 ml dan untuk setiap kali pengambilan sampel. Selama fermentasi berlangsung, 10 ml sampel diambil setiap 6 jam sekali (variabel waktu pemanenan). Sampel selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan sel dan supernatan. Sel dikeringkan dan selanjutnya dianalisa kandungan PHA nya (meskipun konsentrasinya sangat
25 kecil karena tahap ini sel diarahkan untuk memproduksi rhamnolipid) dan supernatan digunakan untuk analisa konsentrasi rhamnolipid.
Gambar 5.9
dan Gambar 5.10 menunjukkan hasil percobaan optimasi produksi
ramnolipid dengan pengumpanan secara impuls. Dari gambar tersebut terlihat bahwa penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, pada konsentrasi awal 5 g/l dan dengan pengumpanan sumber karbon secara impuls setiap 6 jam selama 48 jam fermentasi, menghasilkan pertambahan perolehan rhamnolipid yang cenderung lebih cepat pada rentang waktu kultivasi 24-34 jam, dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi sumber karbon lainnya.
Berat kering sel (g/l)
2,5 2 1,5 5 g/l sumber C 1
25 g/l sumber C
0,5
50 g/l sumber C
0 5
10 24 34 Waktu (jam)
48
Gambar 5.9. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls
Kenaikan perolehan rhamnolipid ini maksimum dicapai pada kultivasi selama 34 jam, yaitu sebesar 270 mg/l. Hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan rhamnolipid yang dihasilkan dari teknik kultivasi curah menggunakan jenis sumber karbon yang sama.
26
Rhamnolipid (mg/l)
300 250 200 150
5 g/l sumber C
100
25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
50 0 5
10
24 34 Waktu (jam)
48
Gambar 5.10 Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impul
5.3.2
Optimasi Produksi PHA dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, pengumpanan sumber karbon secara impuls.
Pada prinsipnya teknik optimasi produksi polihidroksialkanoat ini mirip dengan optimasi produksi rhamnolipid, hanya pada tahap ini sel dari proses produksi rhamnolipid digunakan kembali untuk memproduksi PHA. Selain itu, untuk merangsang/menstimulasi akumulasi PHA, sumber nitrogen tidak perlu ditambahkan. Dengan demikian, konsumsi sumber karbon oleh sel akan lebih banyak digunakan untuk mengakumulasi PHA (peningkatan berat) dan bukan untuk memperbanyak jumlah (satuan) sel. Untuk optimasi produksi PHA ini, tingkat variabel sangat dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihasilkan dari opimasi produksi rhamnolipid. Adapun variabel penelitiannya adalah: a. Konsentrasi awal sumber karbon di dalam flask: 5 g/l, 25 g/l dan 50 g/l b. Teknik pengumpanan sumber karbon : impuls c. Waktu pemanenan (waktu pengambilan sampel): setiap 6 jam selama 72 jam. Pada teknik pengumpanan sumber karbon secara impuls, metode pengumpanan sama dengan yang digunakan pada optimasi produksi rhamnolipid.
27 Hasil percobaan produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah dengan pengumpanan secara impuls ditunjukkan pada Gambar 5.11 dan gambar 5.12. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, pada konsentrasi awal 25 g/l dan dengan pengumpanan sumber karbon secara impuls setiap 6 jam selama 48 jam fermentasi, menghasilkan pertambahan perolehan PHA yang cenderung lebih cepat pada rentang waktu kultivasi 24-34 jam, dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi sumber karbon lainnya. Kenaikan perolehan PHA ini maksimum dicapai pada kultivasi selama 34 jam, yaitu sebesar 0,35 g/l. Hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan rhamnolipid yang dihasilkan dari teknik kultivasi curah menggunakan jenis sumber karbon yang sama.
Berat kering sel (g/l)
1,4 1,2 1 0,8 5 g/l sumber C
0,6
25 g/l sumber C
0,4
50 g/l sumber C
0,2 0 5
10 24 34 Waktu (jam)
48
Gambar 5.11. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls
28
0,4 0,35 PHA (g/l)
0,3 0,25 0,2
5 g/l sumber C
0,15
25 g/l sumber C
0,1
50 g/l sumber C
0,05 0 5
10 24 34 Waktu (jam)
48
Gambar 5.12 .Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan PHA (sumber C: limbah biodiesel dari CPO), teknik kultivasi umpan curah berulang, metode pengumpanan impuls 5.4 Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah (fed-batch culture), dalam Flask 200-250 ml 5.4.1 Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask volume produksi 250 ml Produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, skala produksi 250 ml telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.13, 5.14, 5.15 dan 5.16.
Berat kering sel (g/l)
2,5 2 1,5 25 g/l sumber C 1
50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
0,5 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.13. Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 250 ml
29
300
Ramnolipid (mg/l)
250 200 150
25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
100
75 g/l sumber C
50 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.14 Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 250 ml
Berat kering sel (g/l)
2,5 2 1,5 25 g/l sumber C 1
50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
0,5 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.15. Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 250 ml
30
300
Ramnolipid (mg/l)
250 200 150
25 g/l sumber C 50 g/l sumber C
100
75 g/l sumber C
50 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.16. Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 250 ml Hasil percobaan dengan teknik pengumpanan secara impuls memperlihatkan
bahwa
kenaikan kosentrasi penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai 75g/l yang ditambahkan pada media produksi, tidak berdampak pada kenaikan jumlah sel bakteri maupun produk ramnolipid yang dihasilkan (Gambar 5.13 dan 5.14). Yang terjadi justru sebaliknya, kenaikan konsentrasi sumber karbon menyebabkan penurunan ramnolipid. Demikian pula pada teknik pengumpanan secara kontinyu, produk ramnolipid cenderung tertinggi diperoleh pada penggunaan konsentrasi sumber karbon 25g/l (Gambar 5.16). Apabila dibandingkan dengan teknik pengumpanan secara impuls, teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu menghasilkan ramnolipid yang cenderung lebih tinggi. Hal ini didukung oleh data hasil analisis berat kering sel, yang cenderung lebih tinggi pula dibandingkan dengan penggunaan perlakuan pengumpanan sumber karbon secara impuls (Gambar 5.15).
31 5.4.2 Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 200 ml
Produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah secara simultan, skala produksi 200 ml telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.17, 5.18, 5.19, dan 5.20. 1,4
Berat kering sel (g/l)
1,2 1 0,8 25 g/l sumber C 0,6
50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
0,4 0,2 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.17. Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 200 ml 0,4 0,35
PHA (g/l)
0,3 0,25 0,2
25 g/l sumber C
0,15
50 g/l sumber C
0,1
75 g/l sumber C
0,05 0 5
10 24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.18 Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 200 ml
32
1,6
Berat kering sel (g/l)
1,4 1,2 1 0,8
25 g/l sumber C
0,6
50 g/l sumber C
0,4
75 g/l sumber C
0,2 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
PHA (g/l)
Gambar 5.19. Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 200 ml
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
25 g/l sumber C 50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
5
10 24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.20. Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 200 ml Pada produksi PHA menggunakan sel bakteri yang disuspensikan kembali setelah digunakan untuk memproduksi ramnolipid, hasil percobaan dengan teknik pengumpanan secara impuls memperlihatkan bahwa kenaikan kosentrasi penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai 75g/l yang ditambahkan
33 pada media produksi, tidak berdampak pada kenaikan jumlah sel bakteri maupun produk PHA yang dihasilkan (Gambar 5.17 dan 5.18). Yang terjadi justru sebaliknya, kenaikan konsentrasi sumber karbon menyebabkan penurunan PHA. Demikian pula pada teknik pengumpanan secara kontinyu, produk PHA cenderung tertinggi diperoleh pada penggunaan konsentrasi sumber karbon 25g/l (Gambar 5.20). Apabila dibandingkan dengan teknik pengumpanan secara impuls, teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu menghasilkan PHA yang cenderung lebih tinggi. Hal ini didukung oleh data hasil analisis berat kering sel, yang cenderung lebih tinggi pula dibandingkan dengan penggunaan perlakuan pengumpanan sumber karbon secara impuls (Gambar 5.19). Berdasarkan hasil penelitian produksi ramnolipid dan PHA secara simultan menggunakan teknik kultivasi umpan curah, diperoleh hasil bahwa perolehan ramnolipid maksimum sebesar 270 mg/l didapat pada kultivasi dengan media produksi 250 ml selama 34 jam, menggunakan teknik pemgumpanan sumber karbon 25 g/l secara kontinyu. Perolehan PHA maksimum sebesar 0,45 g/l didapat pada kultivasi dengan media produksi 200 ml selama 34 jam, menggunakan teknik pemgumpanan sumber karbon 25 g/l secara kontinyu.
5.5 Produksi Ramnolipid dan PHA secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah, dalam Fermentor 7,5 – 8 liter 5.5.1 Optimasi produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam fermentor, volume produksi 8 liter Produksi ramnolipid dengan teknik kultivasi umpan curah sakala 8 liter telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 5.21, 5.22, 5.23, dan 5.24. Hasil percobaan dengan teknik pengumpanan secara impuls memperlihatkan
bahwa
kenaikan kosentrasi penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai 75g/l yang ditambahkan pada media produksi, tidak berdampak pada kenaikan jumlah sel bakteri maupun produk ramnolipid yang dihasilkan (Gambar 5.21 dan 5.22). Yang terjadi justru sebaliknya, kenaikan konsentrasi sumber karbon menyebabkan penurunan ramnolipid. Demikian pula pada teknik pengumpanan secara kontinyu, produk ramnolipid cenderung lebih tinggi diperoleh pada penggunaan konsentrasi sumber karbon 25g/l (Gambar 5.24).
34 Apabila dibandingkan dengan teknik pengumpanan secara impuls, teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu menghasilkan ramnolipid yang cenderung lebih tinggi. Hal ini didukung oleh data hasil analisis berat kering sel, yang cenderung lebih tinggi pula dibandingkan dengan penggunaan perlakuan pengumpanan sumber karbon secara impuls (Gambar 5.23).
Berat kering sel (g/l)
3,5 3 2,5 2 25 g/l sumber C 1,5
50 g/l sumber C
1
75 g/l sumber C
0,5 0 5
10 24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.21. Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter 300
Ramnolipid (mg/l)
250 200 25 g/l sumber C
150
50 g/l sumber C 100
75 g/l sumber C
50 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.22. Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter
35
4,5
Berat kering sel (g/l)
4 3,5 3 2,5 25 g/l sumber C
2
50 g/l sumber C
1,5
75 g/l sumber C
1 0,5 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.23. Perolehan berat kering sel pada produksi ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 8 liter 300
Ramnolipid (mg/l)
250 200 25 g/l sumber C
150
50 g/l sumber C 100
75 g/l sumber C
50 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.24. Perolehan ramnolipid dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 8 liter
36 5.5.2 Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah, dalam flask, volume produksi 7,5 liter Produksi PHA dengan teknik kultivasi umpan curah secara simultan, skala produksi 7,5 liter telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.25, 5.26, 5.27 dan 5.28. 4 Berat kering sel (g/l)
3,5 3 2,5 2
25 g/l sumber C
1,5
50 g/l sumber C
1
75 g/l sumber C
0,5 0 5
10 24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.25. Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 7,5 liter
1,4 1,2
PHA (g/l)
1 0,8 25 g/l sumber C 0,6
50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
0,4 0,2 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.26. Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 7,5 liter
37
4,5
Berat kering sel (g/l)
4 3,5 3 2,5
25 g/l sumber C
2
50 g/l sumber C
1,5
75 g/l sumber C
1 0,5 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.27. Perolehan berat kering sel pada produksi PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 7,5 liter
0,7 0,6
PHA (g/l)
0,5 0,4 25 g/l sumber C 0,3
50 g/l sumber C 75 g/l sumber C
0,2 0,1 0 5
10
24 34 48 58 Waktu fermentasi (jam)
72
Gambar 5.28. Perolehan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 7,5 liter Pada produksi PHA menggunakan sel bakteri yang disuspensikan kembali setelah digunakan untuk memproduksi ramnolipid, hasil percobaan dengan teknik pengumpanan secara impuls memperlihatkan bahwa kenaikan kosentrasi penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, sampai 75g/l yang ditambahkan
38 pada media produksi, tidak berdampak pada kenaikan jumlah sel bakteri maupun produk PHA yang dihasilkan (Gambar 5.25 dan 5.26). Yang terjadi justru sebaliknya, kenaikan konsentrasi sumber karbon menyebabkan penurunan PHA. Demikian pula pada teknik pengumpanan secara kontinyu, produk PHA cenderung lebih tinggi diperoleh pada penggunaan konsentrasi sumber karbon 25g/l (Gambar 5.28). Apabila dibandingkan dengan teknik pengumpanan secara impuls, teknik pengumpanan sumber karbon secara kontinyu menghasilkan PHA yang cenderung lebih tinggi. Hal ini didukung oleh data hasil analisis berat kering sel, yang cenderung lebih tinggi pula dibandingkan dengan penggunaan perlakuan pengumpanan sumber karbon secara impuls (Gambar 5.27). Berdasarkan hasil penelitian produksi ramnolipid dan PHA secara simultan menggunakan teknik kultivasi umpan curah, diperoleh hasil bahwa perolehan ramnolipid maksimum sebesar 280 mg/l didapat pada kultivasi dengan media produksi 8000 ml selama 34 jam, menggunakan teknik pemgumpanan sumber karbon 25 g/l secara kontinyu. Perolehan PHA maksimum sebesar 1,2 g/l didapat pada kultivasi dengan media produksi 7500 ml selama 34 jam, menggunakan teknik pemgumpanan sumber karbon 25 g/l secara kontinyu.
39 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran saran untuk tindak lanjut penelitian berikutnya. 6.1 Kesimpulan 1.
Rhamnolipid dan PHA dapat diproduksi dari bakteri P.aerugionsa dengan substrat dari produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO
2.
Konsetrasi awal sumber karbon (minyak sawit) 5 g/l
memberikan hasil sel dan
rhamnolipid terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji, sedangkan konsetrasi awal sumber karbon (minyak sawit) 10 g/l memberikan hasil sel dan PHA terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji pada kultivasi curah berulang secara simultan. 3.
Konsetrasi awal sumber karbon (limbah biodiesel dari CPO) 25 g/l memberikan hasil sel, rhamnolipid dan PHA terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji, pada kultivasi curah berulang secara simultan.
4.
Teknik kultivasi umpan curah dengan metode pengumpanan sumber C (produk samping industri biodiesel dari bahan baku CPO) secara impuls dapat meningkatkan produksi rhamnolipid; dan hasil maksimum sebesar 270 mg/l dicapai pada konsentrasi sumber karbon awal 5 g/l, selama 34 jam kultivasi.
5.
Pada konsentrasi sumber karbon limbah cair industri biodiesel 25 g/l dengan teknik kultivasi umpan curah berulang pengumpanan secara impuls diperoleh konsentrasi PHA dan berat kering sel yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi sumber karbon lain yang diuji yaitu masing masing secara berurutan adalah 0,35 g/l dan 1,2 g/l.
6.
Rhamnolipid dan PHA dapat diproduksi dari bakteri P.aerugionsa dengan substrat dari produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO.
7.
Konsetrasi awal sumber karbon (limbah biodiesel dari CPO) 25 g/l memberikan hasil sel, rhamnolipid dan PHA terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji, pada kultivasi umpan curah secara simultan.
40 8.
Teknik kultivasi umpan curah dengan metode pengumpanan sumber C (produk samping industri biodiesel dari bahan baku CPO) secara kontinyu dapat meningkatkan produksi rhamnolipid dan PHA; dan hasil ramnolipid maksimum sebesar 280 mg/l dicapai pada konsentrasi sumber karbon awal 25 g/l, selama 34 jam kultivasi pada skala produksi 8000 ml, sedangkan hasil PHA maksimum sebesar 1,2 g/l dicapai pada sumber karbon awal 25 g/l, selama 58 jam kultivasi pada skala produksi 7500 ml.
6.2 Saran 1. Peningkatan kapasitas produksi/scale up ke tahap semi pilot. 2. Produksi PHA dan ramnolipid dengan pengumpanan secara kontinyu. 3. Identifikasi dan karakterisasi PHA dan ramnolipid yang dihasilkan. 4. Perhitungan kelayakan teknis dan ekonomis untuk produksi ramnolipid sebagai bioinsektisida atau untuk keperluan sebagai bahan suplemen kosmetik 5. Produksi ramnolipid ditingkatkan kapasitasnya menjadi 100 liter dengan teknik kultivasi umpan curah agar segera dapat dilakukan analisa komersialisasi produk ramnolipid. 6. Mencari alternatif cara pemisahan ramnolipid yang lebih effisien. 7. PHA yang dihasilkan dimanfaatkan untuk bahan pharmasi. 8. Produksi PHA pada tahap kedua, perlu di kaji adanya sedikit penambahan sumber nitrogen agar sel segera mampu beradaptasi dengan medium BSM (basal salt medium).
41 DAFTAR PUSTAKA
Ashby, R.D. dan T.A. Foglia. 1998. Poly(hydroxyalkanoates) biosynthesis from triglyceride substrate. Appl Microbil Biotechnol. 49: 431-437. Chen G.Q., G Zhang, S.J. Park, dan S.Y. Lee, 2001, Industrial scale production of poly(3hydroxybutyrate-co-3-hydroxyhexanoate), Appl Microbiol Biotechnol. 57: 50-55 Costa S.G.V.A.O, • Lépine F., •Milot S., Déziel E., •dan M. Nitschke, 2009, •Cassava wastewater as a substrate for the simultaneous production of rhamnolipids and polyhydroxyalkanoates by Pseudomonas aeruginosa, J Ind Microbiol Biotechnol 36:1063–1072. Davis R., P.K. Anil Kumar, A. Chandrasekar, dan T.R. Shamala, 2008, Biosynthesis of polyhydroxyalkanoates co-polymer in E.coli using genes from Pseudomonas and Bacillus, Antonie van Leeuwenhoek 94: 207-216 De Koning, G.J.M, dan B. Witholt, 1997, A process for recovery of poly(hydroxyalkanoates) from Pseudomonads, prt 1: Solubilization. Bioprocess Engineering, 17, 7-13. Hori, K., S. Marsudi, dan H. Unno. 2002. Simultaneous production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipid by Psedomonas aeruginosa. Biotechnology and Bioengineering. 78 (6). 699-707. Koch, A.K., O. Kappeli, A. Ficher, dan J. Reiser. 1991. Hydrocarbon assimilation and biosurfactant production in Pseudomonas aeruginosa mutants. Journal of Bacteriology.173 (13): 4212-4219. Kronemberger F. A., L.M.M.S. Anna, A. C. L. B. Fernades, R. R. Menezes, C.P. Borges, dan D.M.G. Freire, 2008, Oxygen-controlled Biosurfactant Production in a bench Scale bioreactor, Appl Biochem Biotechnol 147:33-45 Lang, S. dan D. Wullbrant. 1999. Rhamnose lipids-biosynthesis, microbial production and application potential. Appl Microbiol Biotechnol. 51: 22-32.
Lee, S. Y., 1996a, Plastic bacteria? progress and prospects for polyhydroxyalkanoate production in bacteria. Trends Biotechnology, 14, 431-438 Lee, S. Y., 1996b, Bacterial polyhydroxyalkanoates, Biotechnology and Bioengineering, 49, 1-14 Lee, L., S.Y. Lee, dan J.W. Yang. 1999. Production of rhmanolipid Biosurfactant by fedbatch culture of Pseudomonas aeruginosa using glucose as a sole carbon source. Biosci. Biotechnol. Biochem. 63(5): 946-947.
42 Lee, S.Y., H.H Wong, J. Choi, S.H. Lee, S.C. Lee, dan C.S. Han, 2000, Production of medium chain length polyhydroxyalkanoates by high-cell-density cultivation of Pseudomonas putida under phosphorus limitation. Biotechnology and Bioengineering, 68(4): 466-470. Lee K.M., S.H. Hwang, S.D. Ha, J. H. Jang, D.J. Lim, dan J. Y. Kong, 2004, Rhamnolipid production in batch and fed batch fermentation using pseudomonas aeruginosa BYK2 KCTC 18012P, Biotechnology and Bioprocess engineering Maier R. M. dan G. Soberon-Chavez. 2000. Pseudomonas aeruginosa rhamnolipids: Biosynthesis and potential applications. Appl Microbiol Biotechnol. 54: 625-633. Matsufuji, M. K. Nakata, dan K. Yoshimoto, 1997. High Production of rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa growing on ethanol. Biotechnol. Lett 19 : 1213 – 1215. Marsudi, S. dan T. Setiadi, 1997, Preliminary study of polyhydroxyalkanoates (PHAs) biosynthesis by Rhadobacter sphaeroides IFO 12203 photosynthetic bacterium using volatile fatty acid as carbon sources, dalam Proceeding of the Indonesian Biotechnology Conference (IBC-1997), June 17-19, Jakarta, Indonesia. Marsudi, S., A. Ishihara, S. Yamamoto, dan H. Unno, 1998, Accumulation of polyhydroxyalkanoates (PHAs) by Alcaligenes eutrophus H16 utilizing carbon dioxide and valeric acid as carbon sources, dalam Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, October 14-16, 1998, Manila, Philippines, 241-246. Marsudi S., 2002, Simultaneous Production of Polyhydroxyalkanoates (PHAs) and Rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa IFO 3924, Disertasi S3, Tokyo Institut Teknologi Indonesia, Tokyo Jepang. Marsudi, S. 2002, Studi on simultaneous microbial production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids. Disertasi S3, TIT, Tokyo, Jepang. Marsudi, S., Irene K.P. Tan, S. N. Gan, dan K. B. Ramachandran, 2003, Production of Medium Chain Length Polyhydroxyalkanoates (PHAmcl) in Fermenter using saponified crude palm oil (SCPO) and saponified crude palm kernel oil (SCPKO) as Carbon sources, dalam Proceeding of the International Conference on Chemical and Bioprocess Engineering (ICCBPE 2003), August 27-29, 2003, Kota Kinibalu, Malaysia, 194-198 Marsudi, S., Irene K.P. Tan, S. N. Gan, dan K. B. Ramachandran, 2007, Production of medium-chain-length Polyhydroxyalkanoates (PHA-mcl) from oleic acid using Pseudomonas Putida PGA1 by fed batch culture, Makara Seri Teknologi, 11 (1): 16 Marsudi S., H. Unno dan K. Hori, 2008, Palm oil utilization for the simultaneous production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa, Appl. Microbiol Biotechnol 78: 955-961
43 Muller M.M., B. Hormann, C. Syldatk, dan R. Hausmann, 2010, Pseudomonas aeruginosa PAO1 as a model for rhamnolipid production in bioreactor systems, Appl Microbiol Biotechnol 83: 123-130 Neto D.C. , J.A. Meira, J.M. Araujo, D.A. Mitchell, dan N. Krieger, 2008, Optimization of the production of rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa UFPEDA 614 in Solidstate culture, Appl Microbiol Biotechnol 81: 441-448 Serafim L.S., P.C.Lemos, M.G.E. Albuqueque, dan M.A.M. Reis, 2008, Strategies for PHA production by mixed cultures and renewable waste materials, Appl Microbiol Biotechnol, 81:615-628 Sun Z., J.A. Ramsay, M. Guay, dan B.A. Ramsay, 2009, Fed batch production of unsaturated medium chain length polyhydroxyalkanoates with controlled composition by Pseudomonas putida KT 2440, Appl Microbiol Biotechnol 82:657-662 Solaiman D.K.Y., R. D. Ashby, dan T.A. Foglia. 2001. Production of polyhydroxyalkanoates from intact triacylglycerols by genetically engineered Pseudomonas. Appl Microbiol Biotechnol. 56. 664-669.
44 LAMPIRAN Lampiran 1 Komposisi media Lampiran 1a. Komposisi media IFO 802 Uraian Polypepton Yeast Extract MgSO4 7H2O
Konsentrasi per liter air 10 g 2g 1g
Lampiran 1b. Komposisi media garam dasar (Basssal Salt Medium, BSM) Uraian (NH4)2 HPO4 K2HPO4 KH2PO4 MgSO4 Mikroelemen
Konsentrasi per liter air 1.10 g 5.80 g 3.70 g 0.12 g 1 ml
Lampiran 1c. Komposisi media modifikasi garam dasar (Modified Basssal Salt Medium, BSM) Uraian Konsentrasi per liter air NH4 NO3 0.666 g K2HPO4 6.6852 g KH2PO4 4,1413 g MgSO4.7H2O 0.12 g Mikroelemen 1 ml Lampiran 1d. Komposisi Mikroelemen Uraian FeSO47H2O MnSO45H2O CoCl2 6H2O CaCl2 H2O CuCl2 2H2O ZnSO4 7H2O NaMoO4
Konsentrasi per liter air 2.80 g 2.40 g 2.40 g 1.70 g 0.20 g 0.30 g 0.25 g
45 Lampiran 2. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (minyak sawit) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi minyak sawit (jam) (g/l) 24 5 48 72 24 10 48 72 24 15 48 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,30 2,00 1,60 2,10 3,90 3,00 2,40 3,20 3,70
190 230 210 150 170 145 140 125 250
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi limbah cair (jam) biodiesel (g/l) 24 5 48 72 24 25 48 72 24 50 48 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,10 0,80 0,50 1,70 4,20 2,80 1,50 2,50 3,00
70 50 47 80 56 40 72 48 80
46 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (minyak sawit) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi minyak sawit (jam) (g/l) 24 5 48 72 24 10 48 72 24 15 48 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
2,60 1,00 2,00 3,00 1,20 0,60 0,03 0,03 0,01
0,05 0,09 0,07 0,40 0,20 0,30 0,10 0,05 0,04
Lampiran 5. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi limbah cair (jam) biodiesel (g/l) 24 5 48 72 24 25 48 72 24 50 48 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,80 0,30 0,60 1,80 0,60 0,20 0,05 0,03 0,01
0,02 0,01 0,03 0,15 0,10 0,08 0,04 0,02 0,01
47
Lampiran 6. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi limbah cair (jam) biodiesel (g/l) 5 5 10 24 34 48 25 5 10 24 34 48 50 5 10 24 34 48
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,018 0,020 0,082 1,640 1,200 0,017 0,050 1,200 1,500 2,000 0,050 0,900 1,000 1,600 2,000
150 140 150 270 250 120 160 180 260 150 180 130 140 150 100
48 Lampiran 7. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi Perlakuan Konsentrasi sumber karbonWaktu limbah cair fermentasi biodiesel dari (jam) CPO (g/l) 5 5 10 24 34 48 25 5 10 24 34 48 50 5 10 24 34 48
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,15 0,28 0,44 0,40 0,52 0,20 0,30 0,85 0,97 1,20 0,01 0,05 0,12 0,02 0,02
0,01 0,02 0,04 0,04 0,05 0,10 0,18 0,23 0,35 0,30 0,01 0,01 0,06 0,05 0,05
49
Lampiran 8. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 250 ml Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,015 0,060 1,180 1,420 1,900 2,000 2,200 0,030 0,880 0,950 1,560 2,000 2,100 1,900 0,020 0,900 0,700 1,360 1,600 1,500 1,700
110 160 170 250 140 145 147 170 140 130 140 110 120 105 150 110 120 130 100 110 97
50 Lampiran 9. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 200 ml Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,25 0,35 0,90 1,00 1,25 1,30 1,32 0,02 0,06 0.09 0,40 0,54 0,61 0,60 0,10 0,23 0,40 0,37 0,49 0,40 0.43
0,14 0,20 0,25 0,36 0,35 0,37 0,36 0,01 0,01 0,04 0,01 0,01 0.02 0.02 0,01 0,02 0,04 0,04 0,05 0,04 0.05
51 Lampiran 10. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 250 ml Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,017 0,220 0,480 1,420 2,100 2,200 2,330 0,040 0,900 1,200 1,800 1,900 2,000 2,000 0,040 0,850 0,900 1,200 1,500 1,700 1,800
124 150 210 270 250 200 193 160 150 140 140 120 124 110 150 140 130 120 140 150 146
52 Lampiran 11. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 200 ml Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,23 0,50 0,96 1,10 1,30 1,32 1,36 0,01 0,10 0,30 0,60 0,65 0,71 0,70 0,12 0,27 0,46 0,42 0,54 0,50 0,48
0,15 0,25 0,38 0,45 0,40 0,40 0,36 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 0,02 0,02 0,03 0,04 0,06 0,09 0,08 0,08 0,06
53 Lampiran 12.
Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 8 liter
Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,03 0,20 2,25 2,50 3,16 3,24 3,25 0,06 1,50 1,70 2,80 3,00 2,90 2,40 0,02 0,60 1,70 1,91 2,00 2,80 3,10
120 170 200 260 180 167 170 160 150 140 156 120 130 120 120 120 100 130 125 137 104
54 Lampiran 13. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara impuls) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 7,5 liter Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,60 0,80 2,00 3,00 3,40 3,65 3,60 0,03 0,09 0,20 0,50 0,56 0,70 0,60 0,40 0,30 0,54 0,60 0,60 0,47 0,55
0,10 0,18 0,20 0,50 0,62 0,60 0,60 0,02 0,04 0,06 0,03 0,04 0,04 0,04 0,10 0,13 0,21 0,20 0,28 0,16 0,18
55 Lampiran 14. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan rhamnolipid (mg/l) pada produksi biosurfaktan kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 8 liter Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan rhamnolipid (mg/l)
0,03 0,50 2,00 2,60 3,50 3,80 3,60 0,07 1,60 1,62 2,90 3,60 4,00 2,50 0,05 1,20 1,60 1,60 2,40 3,00 2,90
125 140 240 280 240 225 215 170 165 150 160 170 132 125 185 173 178 180 200 201 160
56 Lampiran 15. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik kultivasi umpan curah (secara kontinyu) dengan variasi konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO) dan waktu fermentasi, volume produksi 7,5 liter Perlakuan Konsentrasi Waktu sumber karbonfermentasi (g/l) (jam) 25 5 10 24 34 48 58 72 50 5 10 24 34 48 58 72 75 5 10 24 34 48 58 72
Berat kering sel (g/l)
Perolehan PHA (g/l)
0,30 1,20 1,62 2,90 3,60 3,76 3,82 0,04 0,08 0,17 0,34 0,60 0,72 0,83 0,20 0,60 0,90 0,73 0,81 1,20 1,50
0,15 0,20 0,40 1,10 1,00 1,20 1,18 0,02 0,04 0,05 0,02 0,03 0,04 0,03 0,12 0,23 0,27 0,31 0,25 0,28 0,20
57 Lampiran 16. Foto-foto Peralatan dan produk penelitian
Biakan Pseudomonas aerugenosa dalam ampul dan proses aktivasi sel
Produksi ramnolipid dan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 250 ml
58
Produksi ramnolipid dan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara kontinyu, skala produksi 250 ml
Proses pemisahan sel
59
Supernatan yang mengandung rhamnolipid dan sel yang telah dikeringkan
Ekstraksi rhamnolipid
Ekstraksi PHA
60
Produksi ramnolipid dan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter
61
Produksi ramnolipid dan PHA dalam fed-batch culture, dengan teknik pengumpanan secara impuls, skala produksi 8 liter
62
Proses pemisahan sel (sentrifugasi)
Supernatan yang mengandung ramnolipid
63
Ekstrak rhamnolipid
Bioplaastik PHA
64 Lampiran 17. Organisasi Ketua dan Semua Anggota Tim Pengusul
Nama
Jabatan Dalam Tim
NIP
Alokasi Waktu, Jam/Minggu
No.
1.
Ir. Darti Nurani, M.Si.
Ketua Tim
-
25 jam/minggu
Dr.Ir. Sidik Marsudi, M.Si.
Anggota Tim
19661231 199203 1 017
20 jam/minggu
2.
Tugas Dalam TIM (diuraikan dengan rinci) - Merencanakan penelitian - Optimasi produksi PHA dan ramnolipid - Konfirmasi produksi PHA dan ramnolipid - Penulisan artikel ilmiah - Pembuatan laporan - Set up peralatan dan preparasi medium - Analisa PHA dan ramnolipid (konsentrasi dan properti) - Penulisan artikel ilmiah - Pembuatan laporan
65
Lampiran 18 BIODATA PENELITI 1. Ketua Tim Peneliti A. Identitas Diri 1.1 1.2 1.3
Nama Lengkap Jabatan Fungsional Jabatan Struktural
1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10
NIP-ITI NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah Nomor Telepon/Faxs Nomor HP Alamat kantor
1.11 1.12 1.13
Nomor telepon/faxs Alamat email Lulusan yang telah dihasilkan 1.14 Matakuliah yang diampu
Ir. Darti Nurani, M.Si Lektor Kepala Laboratorium Program Studi Teknologi Industri Pertanian 0321076102 Magelang, 21 Juli 1961 Telaga Kahuripan, BIP – A4/8, Parung, Bogor 081311222020 Jl. Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15320 021 7560542
[email protected] S1 1. 2. 3. 4.
Mikrobiologi Umum Mikrobiologi Industri Kimia Industri Pengemasan, Penyimpanan dan Penggudangan
B. Riwayat Pendidikan 2.1 Program 2.2 Nama Perguruan Tinggi
S-1
S-2
2.4 Tahun Masuk
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Pengolahan Hasil Pertanian 1980
Institut Pertanian Bogor Teknologi Industri Pertanian 1998
2.5Tahun Lulus
1986
2002
2.6 Judul Skripsi /Tesis/Disertasi
Tinjauan Kimiawi terhadap Keamanan Penambahan Garam Sendawa pada Pembuatan Dendeng
Kajian Proses Pembekuan dan Daya Simpan Kultur Bakteri Asam Laktat asal
2.3 Bidang Ilmu
S-3
66
2.7 Nama PemBimbing/promotor
Dr. Ir. Soewedo Hadiwijoto, MSc
Dadih untuk Produksi Kultur Starter Dr. Ir. Ingrid Surono, MSc
C. Pengalaman Penelitian (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi 5 tahun terakhir) Pendanaan No
Tahun
1.
2009
2.
2011
3.
2012
Judul Penelitian Pengaruh Suplementasi Yoghurt Probiotik asal Dadih Enterococcus faecium, IS-27526 terhadap Morbidas Diare dan Respon imun IgA Secretory pada Balita Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah Berulang Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah Berulang
Sumber
Jml (juta Rp)
Penelitian Isu Strategis, Dikti
100
Hibah Bersaing, Dikti
49,99
Hibah Bersaing, Dikti
47
D. Pengalaman Pengabdian Masyarakat dalam 5 Tahun Pendanaan No
Tahun
Judul Pengabdian Masyarakat
Sumber
Jml (juta Rp)
1.
2008
Pengolahan dan Pengemasan Kripik
2.
2008
Program Community College Dengan Kompetensi Teknologi Pangan Gelombang I, II dan III
3.
2011
Pelatihan Program Pendidikan Vokasional Pondok Pesantren Tremas Kabupaten Pacitan, Bidang Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Direktorat Pontren, Departemen Agama Direktorat Pontren, Departemen Agama Direktorat Pontren, Departemen Agama
40
480
100
67 E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun No Tahun 1
2010
2
2012
Judul Artikel Ilmiah Effect of Oxygenated Water and Probiotic Administration on Fecal Microbiota of Rats Produksi Ramnolipid dan Polihidroksialkanoat secara Simultan dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan Bahan Baku CPO
Volume/Nomor Vol. 4, No. 1
Dalam proses review, 2012
Nama Jurnal Microbiology Indonesia Reaktor FTI, UNDIP
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan / Secara Ilmiah dalam 5 Tahun No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah
1.
Kongres dan Seminar Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI)
2.
2nd International Symposium on Probiotic and Prebiotic as Functional Foods for Human Health Promotion: Health benefit, local knowledge, technical and regulatory issues Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia (SNTKI) dan Munas APTEKINDO 2012
Karakteristik Probiotik secara in vitro Bakteri Asam Laktat asal Badeg Pace Effect of Low Temperature 2010, Jakarta Storage on The Viability of Lactic Acid Bacteria of Bioyoghurt Enterococcus faecium, IS-27526 Produksi Bioplastik 2012, Jakarta Polihidroksialkanoat (PHA) oleh Bakteri Pseudomonas putida dengan Sumber Karbon Minyak Jelantah
3.
G. Pengalaman Penulis Buku dalam 5 Tahun No Tahun Judul Buku
H. Pengalaman Perolehan HKI (5-10 Tahun) No Tahun Judul /Tema HKI
Jumlah Halaman
Jenis
Waktu dan Tempat 2009, Jakarta
Penerbit
Nomor P/ID
68
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik / Rekayasa Sosial Lainnya (5 Tahun) No Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Tempat Respons Sosial Lainnya yang Telah Penerapan Masyarakat Diterapkan
J. Penghargaan yang pernah diraih dalam 10 tahun terakhir No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan 1. Piagam Penghargaan Dosen Institut Teknologi Indonesia dengan Masa Pengabdian 10 Tahun pada Dwi Dasawarsa Institut Teknologi Indonesia
Tahun 2004
Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya. Serpong, Nopember 2012 Yang menyatakan,
(Ir. Darti Nurani, MSi)
69 2. BIODATA ANGGOTA TIM A. Identitas Diri 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jabatan Fungsional Jabatan Struktural NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah No telephon/fax/HP Alamat Kantor Nomor Telepon/Faks Alamat emai Lulusan yang telah dihasilkan Matakuliah yang Diampu
Sidik Marsudi, Dr.Eng. M.Si. Ir. L Lektor Kepala 19661231 199203 1 017 0317036603 Cot Girek, 17 Maret 1966 Jalan Sukabakti VI No. 36 Tangerang 15118 Tel (021)552-4163/HP 0813-1125-1231 Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang (021)756-1092/(021)756-1092
[email protected] S-1 = 30 orang, S-2 = - orang, S-3 = orang 1. Teknologi bioproses 2. Mikrobiologi Industri 3. Operasi Teknik Kimia I 4. Ekologi Industri 5. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 6. Proses Industri Kimia I dan II 7. Termodinamika Teknik Kimia I dan II
B. Riwayat Pendidikan
Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu
S-1 Universitas Syiah Kuala Teknik Kimia
Tahun Masuk-Lulus 1985-1990 Judul Prarancangan Pabrik Skripsi/Thesis/Disertasi Benzen dari Toluen dan Hidrogen
Nama Pembimbing/Promotor
Ir. Rimbun Sembiring Ir. Anwar Thaib, M.Si.
S-2 Institut Teknologi Bandung Teknik Kimia 1993-1997 Produksi Polihidroksialkanoat (PHA) dari sumber karbon asam lemak volatil menggunakan bakteri Rhodobacter sphaeroides Prof. Dr. Tjandra Setiadi
S-3 Tokyo Institute of Technology Biochemical Engineering 1999-2002 Simultaneous production of polyhydroxyalkano ates and rhamnolipid by Pseudomonas aeruginosa Prof. Hajime Unno Prof. Yasunori Tanji
70 C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Thesis, Maupun Disertasi)
No Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan Sumber*
1.
2011
2.
2010
3.
2009
4.
2008
Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah berulang Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan secara Simultan dengan Teknik Kultivasi Umpan Curah berulang Fermentasi Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan Bahan Baku CPO Fermentasi Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan Bahan Baku CPO
Hibah Bersaing, DP2M DIKTI
Jml (juta Rp) 47
Hibah Bersaing, DP2M DIKTI
46
Hibah Bersaing, DP2M DIKTI
48
Hibah Bersaing, DP2M DIKTI
46
*Tuliskan sumber pendanaan: PDM,SKW,Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi International, RAPID, Unggulan Stranas, atau sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
Judul Pengabdian Masyarakat
Pendanaan Sumber*
1.
2011
2.
2010
Pelatihan Peningkatan Kompetensi bagi Tenaga Pondok Pesantren dalam Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Produksi Biogas Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembuatan Biogas dari Kotoran Kerbau sebagai Pengganti Minyak Tanah
Direktorat Pontren, Departemen Agama
Penerapan IPTEKSSOSBUD DP2M Dikti, Diknas
Jml (Juta Rp) 25
34,9
*Tuliskan sumber pendanaan: Penerapan IPTEKS-SOSBUD,Vuver, Vucer Multitahun, UJI, Sibernas, atau sumber lainnya.
71 E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor/Tahun
"Produksi Ramnolipid dan Polihidroksialkanoat secara Simultan dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan Bahan Baku CPO" Simultaneous syntheses of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa IFO3924 at various temperatures and from various fatty acids Utilization of palm oil on simultaneous production of polyhydroxyalkanoates (PHAs) and rhamnolipid by Pseudomonas aeruginosa using palm oil as a carbon source Production of medium-chain-length Polyhydroxyalkanoates (PHA-mcl) from oleic acid using Pseudomonas putida PGA1 by fed batch culture Pemanfaatan Kitosan dari Kulit Udang sebagai adsorben Logam Logam Berat Polyhydroxyalkanoates (PHAs) from bacterial cells using enzimatic process
Dalam proses review, 2012
Nama Jurnal Reaktor FTI, UNDIP
53/2/2011
Biochemical Engineering Journal
78/6/2008
Applied Microbiology and Biotechnology
11/1/2007
Makara Teknologi, LP2M, UI
3/1/2007
Sains dan Teknologi, FTI, ITI
10/2/2006
Reaktor FTI, UNDIP
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah
Dalam 5 Tahun Terakhir No
Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar
Judul Artikel Ilmiah
1.
Pittcon 2002 Conference
Characterization of Microbial Community Structure in Anaerobic Digestion of Palm Oil Mill Effluent
2.
Seminar Hasil – Hasil Penelitian Dosen dan Implementasi Pengabdian Serta Pemberdayaan
Produksi Bioplastik dan Biosurfaktan secara Simultan dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan bahan baku
Waktu dan Tempat
11-15 Maret 2012 Orlanda, Amerika
2 Juni 2011, ITI - Serpong
72
3.
4.
5.
Masyarakat, LP3M ITI, 2011 Seminar Hasil Kajian Pengelolaan Daur Ulang Sampah Plastik untuk Bahan Baku Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten
CPO
Seminar Hasil – Hasil Penelitian Dosen dan Implementasi Pengabdian Serta Pemberdayaan Masyarakat, LP3M ITI, 2010 Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, Asosiasi Teknik Kimia Indonesia
Pemanfaatan Limbah Cair Industri biodiesel untuk Produksi Polihidroksialkanoat dengan Bantuan Bakteri
Menyiapkan Sampah Plastik di Provinsi Banten sebagai Bahan Baku Industri
Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) dari minyak sawit
9 November 2010, Hotel Permata Krakatau, Cilegon, Banten
28 Juni 2010, ITI - Serpong
19-20 Oktober 2009 ITB - Bandung
G. Pengalaman Penulisan Buku 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
1 2 3
H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir No 1.
Judul/Tema HKI
Tahun
Pembuatan Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) 2010 dan Biosurfaktan Ramnolipid Secara Simultan dari Minyak Sawit Kasar (CPO) I.
Jenis
Nomor P/ID
Paten
P00200900779
Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respons Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat 1. 2.
73 J. Penghargaan yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) No
Jenis Penghargaan Dosen berprestasi III Tingkat Kopertis III Satya Lencana Karya Satya –10 Tahun (Pengabdian sebagai PNS selama 10 tahun)
Institusi Pemberi Penghargaan Kopertis III Jakarta Kopertis III Jakarta
Tahun 2010 2010
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Serpong,
Nopember 2012
Anggota Peneliti
(Dr.Ir. Sidik Marsudi, M.Si)
74
DRAFT ARTIKEL ILMIAH
75
PRODUKSI RAMNOLIPID DAN POLIHIDROKSIALKANOAT SECARA SIMULTAN DARI PRODUK SAMPING INDUSTRI BIODIESEL DENGAN BAHAN BAKU CPO Darti Nurani 1) dan Sidik Marsudi 2) 1)
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Teknologi Indonesia, Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15320, email:
[email protected] 2) Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Indonesia, Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15320, email:
[email protected]
Abstrak Produki bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dari bakteri dihadapkan pada masalah mahalnya biaya produksi. Hal yang sama juga terjadi pada produksi biosurfaktan ramnolipid. Suatu pendekatan baru diusulkan untuk menurunkan biaya produksi PHA yaitu sel bakteri mula mula diarahkan untuk memproduksi produk intraseluler, ramnolipid, dan selanjutnya sel tersebut dimanfaatkan untuk memproduksi produk ektraseluler, PHA. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari teknik kultivasi curah dalam memproduksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan dengan sumber karbon yang relative murah. Pada penelitian ini, sumber karbon yang digunakan yaitu produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO dan sebagai pembanding digunakan sumber karbon dari minyak sawit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada sumber karbon dari produk industri biodiesel berbahan baku minyak sawit kasar, konsentrasi maksimum minyak sawit yang diperoleh yaitu 80 mg/l pada sumber karbon 25 g/l dan waktu kultivasi 24 jam. Dari sumber karbon yang sama, konsentrasi maksimum PHA yang dihasilkan yaitu 0,15 g/l diperoleh dari sumber karbon 25 g/l dengan waktu kultivasi 24 jam. Kata kunci: biodiesel; PHA; Pseudomonas aeruginosa; ramnolipid
Abstract The production of Bioplastic polyhydroxyalkanoate(PHA) by bacteria faces the issue of high production cost. Similar problem also occur on production of biosurfactant rhamnolipid. A new strategy has been proposed to reduce PHA production cost, i.e. cell first directed produced extracellular product, rhamnolipid then the cells are reuse to produce intracellular product, PHA. This research was conducted to study simultaneously production of polyhydroxyalkanoate (PHA) and rhamnolipid from relatively cheap carbon source using batch culturing technique. In this research, byproduct of industrial biodiesel production from crude palm oil (CPO) was used as a carbon source and palm oil was also used as a comparison. The results showed that, on carbon source of byproduct of industrial biodiesel production from crude palm oil (CPO) maximum rhamnolipid concentration of 80 mg/l was achieved at a carbon source concentration of 25 g/l and cultivation of 24 hours. Maxiumum concentration of PHA that could be archived was 0.15 g/l at a carbon source concentrationof 25 g/l and cultivation of 24 hours.
Keywords: biodiesel; PHA; Pseudomonas aeruginosa; rhamnolipid
PENDAHULUAN Plastik mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Meskipun sangat banyak keunggulan plastik, buangan plastik telah menjadi masalah serius terhadap pencemaran lingkungan karena plastik yang banyak digunakan saat ini sulit didegradasi di alam. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan bahan baku plastik dari polihidroksialkanoat (PHA) yang diproduksi secara fermentasi. Buangan bioplastik dari PHA dapat didegradasi oleh mikroorganisme menjadi karbon dioksida dan air hanya dalam waktu beberapa bulan saja (Lee, 1996b). Bioplastik PHA dari bakteri telah diproduksi secara komersial dan berpotensi untuk digunakan pada bidang kesehatan, pertanian, dan pembungkus makanan (Lee, 1996a). Produksi Bioplastik PHA dihadapkan pada persoalan mahalnya biaya produksi. Bioplastik PHA diproduksi oleh sel bakteri sebagai produk intraseluler (PHA diakumulasi di dalam sel bakteri). Dengan demikian, untuk memproduksi bioplastik PHA dengan jumlah yang banyak diperlukan jumlah sel bakeri yang sangat banyak pula. Selain itu, dalam memproduksi bioplastik PHA, sel bakteri harus dihancurkan terlebih dahulu untuk mendapatkan dan memurnikan bioplastik PHA. Untuk mengatasi mahalnya biaya produksi bioplastik PHA diperlukan suatu strategi baru dalam memproduksi PHA. Strateginya yaitu sebelum sel bakteri dihancurkan untuk mengisolasi dan memurnikan bioplastik PHA, sel bakteri tersebut digunakan/dimanfaatkan dulu untuk memproduksi biomaterial berharga lainnya terutama biomaterial yang diproduksi sel bakteri sebagai produk ekstraseluler. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang bakteri yang dapat memproduksi bioplastik PHA sebagai intraseluler produk dan biomaterial lain sebagai ekstraseluler produk. Pseudomonas, sp. merupakan bakteri yang telah dikenal dapat memproduksi bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dari berbagai jenis sumber karbon untuk pertumbuhannya (Ashby dan Foglia, 1998; Solaiman dkk., 2001). Khusus P. aeruginosa, bakteri ini telah diketahui juga mampu memproduksi biomaterial berharga yaitu biosurfaktan ramnolipid sebagai ektraseluler produk baik dengan menggunakan sumber karbon hidrofilik (seperti glukosa, sukrosa dan
gliserol) maupun hidrokarbon hidrofobik (seperti n-arafin, minyak olive, minyak kacang kedelai, dan minyak jagung) (Lee dkk., 1999; Lang Wullbrandt, 1999; Mairier dan Sobero-Chavez, 2000). Adanya kemampuan untuk memproduksi dua jenis bioproduk berharga yaitu bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid pada suatu jenis bakteri dimanfaatkan oleh Hori dkk. (2002) dan Marsudi (2002) untuk memproduksi dua jenis produk tersebut secara bersamaan dari satu jenis bakteri (monoculture). Pendekatan ini berbeda dengan proses produksi yang sudah ada selama ini, yaitu biasanya target produksi diarahkan untuk memproduksi satu jenis produk saja seperti bioplastik PHA atau biosurfaktan ramnolipid saja yang diproduksi secara terpisah dari satu jenis bakteri. Selain itu, Hori dkk. (2002) menyimpulkan bahwa penelitian tersebut akan mematahkan pendapat umum bahwa biaya untuk memproduksi PHA tidak akan lebih kecil dari biaya untuk memproduksi sel itu sendiri. Meskipun demikian, penelitian tersebut masih dalam tahap mendemostrasikan produksi bioplastik PHA dan biosurfaktan ramnolipid secara simultan. PHA dan Rhamnolipid pada dasarnya juga dapat diproduksi oleh bakteri secara simultan (Marsudi dkk., 2008; Hori dkk, 2011). Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan guna menurunkan biaya produksi kedua produk tersebut. Penelitian lanjutan yang diperlukan antara lain mencari dan mengoptimalkan penggunaan berbagai sumber karbon yang relatif murah. Penggunaan sumber karbon yang relatif murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak - seperti minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO) dan turunannya serta produk samping industri biodiesel dari CPO - merupakan salah satu alternatif untuk menurunkan biaya produksi PHA. Produksi dan penggunaan biodisel dari CPO atau trigliserida lainnya merupakan suatu program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar minyak (BBM) dan mewujudkan komitmen pemerintah dalam upaya menciptakan program langit biru. Pada produksi biodiel ini akan dihasilkan produk samping yang cukup besar. Produk samping ini akan dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi bioplatik PHA dari bakteri.
77 Ashby dkk (2004) melaporkan bahwa komposisi produk samping industri biodiesel dari minyak kacang kedelai merupakan suatu campuran yang terdiri dari: gliserol, asam lemak bebas dan metil ester asam lemak bebas, serta air. dengan komposisi secara berturut turut ada 34 %, 40 %, dan 26 %. Masing masing komponen penyusun campuran ini merupakan sumber karbon yang baik untuk produksi PHA dengan teknologi fermentasi menggunakan bakteri. Produksi bioplastik polihidroksialkanoat dapat dilakukan dari sumber karbon gliserol (Marsudi,
Table 1. Komposisi Media IFO 802 Uraian 1. Polypepton 2. Yeast extract 3. MgSO4 7H2O
2002), asam asam lemak bebas (Kim B.S., 2002) dan trigliserida (Marsudi, 2002; Solaiman dkk, 2001; Marsudi dkk. 2006) dengan menggunakan bakteri Pseudomonas sp. METODA DAN BAHAN Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu aktivasi sel serta produksi ramnolipid dan PHA secara simultan.
Konsentrasi per liter air 10 g 2g 1g
Table 2. Komposisi Media Garam Dasar (Bassal Salt Medium, BSM) No Uraian Konsentrasi per liter medium 1. (NH4)2HPO4 1.10 g 2. K2HPO4 5.80 g 3. KH2PO4 3.70 g 4. MgSO4 0.12 g 5. mikroelemen 1 ml
Table 3. Komposisi Media Modifikasi Garam Dasar (Modified Bassal Salt Medium, MBSM) No Uraian Konsentrasi per liter medium 1. NH4 NO3 0.666 g 2. K2HPO4 6.6852 g 3. KH2PO4 4,1413 g 4. MgSO4 0.12 g 5. mikroelemen 1 ml
Table 4. Komposisi Larutan Mikroelemen No
Konsentrasi per liter 1.0N HCl
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
2.80 2.40 2.40 1.70 0.20 0.30 0.25
FeSO4 7 H2O MnSO4 5H2O CoCl2 6H2O CaCl2 H2O CuCl2 2H2O ZnSO4 7H2O NaMoO4
g g g g g g g
Produksi ramnolipid dan PHA oleh Pseudomonas sp (P. aeruginosa IFO 3924 diperoleh dari Institute of Fermentation, Osaka, Japan) dilakukan menggunakan sumber karbon berupa produk samping industri biodiesel dari CPO. Sumber karbon diperoleh dari pilot plant Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Komplek Puspiptek, Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang, produksi biodiesel dengan bahan baku CPO. Media untuk inokulum (Media IFO 802), produksi PHA (BSM) dan produksi ramnolipid (MBSM) secara berturut turut ditunjukkan pada Tabel 1 - Tabel 3. Komposisi mikroelemen dari medium garam dasar ditunjukkan pada Tabel 4. Rincian kegiaan dijelaskan yaitu: (1) Aktivasi Sel P.aeruginosa IFO 3924 dan Persiapan Media Padat Serta Media Cair dari Medium IFO 802 untuk Sub Culture (2) Produksi PHA dan ramnolipid dalam labu erlenmeyer. (1) Aktivasi Sel P.aeruginosa IFO 3924 dan Persiapan Media Padat serta Media Cair dari Medium IFO 802 untuk Sub Culture.
a. Jenis sumber karbon (minyak sawit dan limbah cair biodiesel dari CPO); b. Konsentrasi sumber karbon (minyak sawit): 5 g/l, 10 g/l, dan 15 g/l c. Konsentrasi sumber karbon (limbah cair biodiesel dari CPO): 5 g/l, 25 g/l dan 50 g/l d. Waktu pemanenan: 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Parameter yang dianalisa adalah konsentrasi sel, jumlah rhamnolipid dan jumlah PHA yang dihasilkan. Konsentrasi ramnolipid dan konsentrasi PHA ditentukan melalui extraksi secara berurutan seperti yang dilakukan oleh Sandovala dkk. (1999) dan Abhby 2004 dkk. (2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan meliputi aktivasi sel P.aeruginosa IFO 3924, produksi ramnolipid dan PHA dalam erlenmeyer dengan kultivasi curah secara simultan dari dua jenis dan beberapa komposisi sumber karbon dijelaskan berikut ini.
Aktivasi sel serta persiapan medium padat dan medium cair telah dilakukan berdasarkan petunjuk pengaktipan dan pembuatan medium IFO 802 yang dikeluarkan oleh Institute of Fermentation, Osaka Jepang. Persiapan ini diperlukan untuk melakukan aktivasi sel yang disimpan dari ampul (telah disimpan dalam waktu yang lama). Untuk penggunaan rutin, sel disimpan dalam refrigerator pada media padat dengan suhu 4 C dan diaktifkan kembali menggunakan medium cair IFO 802.
Aktivasi Sel P.aeruginosa IFO 3924
(2) Produksi Ramnolipid dan PHA dengan Kultivasi Curah
Pertumbuhan Sel dalam media kaya substrat
Percobaan ini telah dilakukan guna mendapatkan beberapa parameter kinetik pertumbuhan, kondisi optimum untuk pertumbuhan dan produksi ramnolipid dan PHA. Medium garam dasar (Bassal salt medium, BSM) dan modifikasi medium garam dasar (Modified Bassal Salt Medium, MBSM) seperti yang digunakan oleh Hori dkk (2002) ditambah sumber karbon minyak sawit atau produk samping industri biodiesel dari CPO disiapkan dengan mengatur pH medium hingga 7. Kultivasi curah dilakukan pada 500 mL labu erlenmeyer yang diletakkan pada shaker dengan kecepatan 250 rpm dan suhu 30 C. Variasi dari percobaan ini adalah:
Pengaktifan sel dari dalam ampul ke medium padat dapat dilakukan dengan baik. Sel dapat dibiakkan kembali dari dari ampul ke media cair dan media padat dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 4 °C. Untuk kebutuhan penggunaan rutin, Sub kultur dilakukan tiap 3 minggu sekali. Selain pengaktifan sel, bakteri P. aeruginosa IFO 3924 ini juga ditumbuhkan pada media kaya substrat (rich medium).
Sel ditumbuhkan dengan rentang waktu dari 0-42 jam dan dari hasil percobaan menunjukkna bahwa pertumbuhan berada pada fase logaritmik dari 9 jam hinggga 20 jam. Oleh karena itu, untuk keperluan produksi PHA dan rhamnolipid dalam labu erlenmeyer, digunakan sel bakteri yang telah ditumbuhkan dalam medium IFO 803 selama 18-20 jam. Produksi Ramnolipid dan PHA Kultivasi Curah dalam Erlenmeyer
dengan
a. Optimasi produksi rhamnolipid dengan teknik kultivasi curah
5 4 3 2 1 0
5 g/l sumber C 10 g/l sumber C 24 48 72 Waktu (jam)
15 g/l sumber C
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit)
300 250 200 150 100 50 0
5 g/l sumber C 10 g/l sumber C 24 48 72 Waktu (jam)
15 g/l sumber C
Berat kering sel (g/l)
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C: minyak sawit) 5 4
5 g/l sumber C
3 2
25 g/l sumber C
1 0 24 48 72 Waktu (jam)
50 g/l sumber C
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:Produk samping industry biodiesel dari CPO)
Rhamnolipid (mg/l)
Berat kering sel (g/l)
Produksi rhamnolipid dengan teknik kultivasi curah telah dilakukan dengan berbagai variabel dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4. Pada sumber karbon minyak sawit (Gambar 1 dan Gambar 2), konsentrasi berat kering sel meningkat dengan peningkatan sumber karbon hingga konsentrasi 10 g/l. namun peningkatan sumber karbon menjadi 15 g/l tidak memberikan peningkatan konsentrasi sel. Berat kering sel maksimum yang dapat dicapai yaitu 3,9 g/l pada konsentrasi minyak sawit 10 g/l dengan waktu kultivasi 48 jam. Namun, pada produksi ramnolipid dari minyak sawit, maksimum konsentrasi ramnolipid sebesar 230 mg/l dicapai dari sumber karbon 5 g/l dengan waktu kultivasi 48 jam. Penambahan waktu kultivasi hingga 72 jam tidak memberikan peningkatan konsentrasi ramnolipid. Hasil hasil percobaan penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Konsentrasi berat kering sel meningkat dengan peningkatan konsentrasi sumber karbon hingga waktu kultivasi 48 jam. Namun, penambahan waktu kultivasi hingga 72 jam tidak menambah peningkatan konsentrasi sel yang signifikan bahkan konsentrasi berat kering sel menurun drastis pada konsentrasi sumber karbon 50 g/l (Gambar 3). Disamping itu, pada berbagai konsentrasi sumber karbon yang telah di coba (dari 5 g/l – 50 g/l), konsentrasi ramnolipid yang dihasilkan relatif sama bahkan konsentasi ramnolipid menurun seiring dengan penambahan waktu kulltivasi dari 24 jam hingga 72 jam. Konsentrasi ramnolipid maksimum sebesar 80 mg/l dicapai pada konsenrtarsi sumber karbon 5g/l dengan waktu kultivasi 24 jam (Gambar 4).
Rhamnolipid (mg/l)
94
100 80
5 g/l sumber C
60 40
25 g/l sumber C
20 0 24 48 72 Waktu (jam)
50 g/l sumber C
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media MBSM dan lama fermentasi pada perolehan rhamnolipid (sumber C:Produk samping industri biodiesel dari CPO)
Dari percobaan tersebut diketahui pula bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan
95
Produksi PHA dilakukan dengan menggunakan sel bakteri yang telah digunakan untuk memproduksi ramnolipid dan selanjutnya sel bakteri tersebut disuspensikan kembali untuk memproduksi PHA. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5 - Gambar 8. Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan konsentrasi berat kering sel produksi PHA menggunakan minyak sawit sebagai sumber karbon. Pada waktu kultivasi 24 jam, konsentrasi berat kering sel relatif sama untuk sumber karbon minyak sawit 5 g/l dan 10 g/l dan penambahan waktu kultivasi hingga 72 jam konsetrsi berat kering sel menurun. Namun pada konsentrasi sumber karbon tersebut, konsentrasi berat kering selnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi sumber karbon 15 g/l. Pada konsentrasi sumber karbon 15 g/l, sel tidak mampu memanfaatkan sumber karbon untuk pertumbuhannya. Berdasarkan Gambar 6, pada sumber karbon minyak sawit 10 g/l dan waktu kultivasi 24 jam, PHA yang dihasilkan adalah 0,4 g/l. Konsentrasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan PHA yang dihasilkan dari konsentrasi sumber karbon 5 g/l dan 15 g/l. Namun, konsentrasi ini menurun dengan penambahan waktu kultivasi hingga 72 jam. Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan pengaruh sumber karbon produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO terhadap konsentrasi berat kering sel dan produksi PHA. Dengan waktu kultivasi 24 jam, konsentrasi berat kering sel sebesar 1,8 g/l diperoleh dari konsentrasi sumber karbon 25 g/l (Gambar 7). Pada konsentrsi 48 dan 72 jam, konsentrasi berat kering sel menurun dengan peningkatan waktu Penomena ini sama halnya dengan sumber karbon minyak sawit,. Pada konsentrasi sumber karbon yang lainnya, konsentrasei berat kering sel yang dihasilkan seperempat kali lebih rendah
Berat kering sel (g/l)
b. Optimasi produksi PHA dengan teknik kultivasi curah
dari yang dihasilkan pada sumber karbon 25 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa waktu produksi PHA dengan teknik kultivasi ini lebih baik di lakukan dengan waktu pemanenan sel setelah kultivasi dilakukan selama 24 jam. 4 3 2
5 g/l sumber C
1
10 g/l sumber C
0 24 48 72 Waktu (jam)
15 g/l sumber C
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: minyak sawit)
0,5 PHA (g/l)
baku CPO, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan sel selama rentang waktu kultivasi 24 hingga 48 jam, produk ramnolipid yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Tidak demikian halnya pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan sel selama rentang waktu kultivasi 24 hingga 48 jam, produk ramnolipid yang dihasilkan cenderung semakin meningkat.
0,4
5 g/l sumber C
0,3 0,2
10 g/l sumber C
0,1 0 24 48 72 Waktu (jam)
15 g/l sumber C
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan PHA (sumber C: minyak sawit)
Gambar 8 menyajikan produksi PHA dengan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO. Berdasarkan gambar tersebut, produksi PHA yang paling tinggi diperoleh pada konsentrasi sumber karbon 25 g/l dengan waktu kultivasi 24 jam. Pada konsentrasi ini, konsentrasi yang dihasilkan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi sumber karbon yang lainnya. Namun penambahan waktu kultivasi mengakibatkan penurunan konsentrasi PHA yang dihasilkan. Penomena ini juga terjadi pada sumber karbon minyak sawit (Gambar 6). Selain itu penambahan sumber karbon pada konsentrasi yang lebih tinggi (50 g/l) ternyata tidak mampu
96
Berat kering sel (g/l)
meningkatkan perolehan PHA. Hal ini diperkirakan karena sel bakteri tidak mampu mengkonsumsi sumber karbon dalam konsentrasi dalam jumlah besar sehingga pertumbuhannya terhambat dan pada gilirannya menghambat produksi PHA.
2 5 g/l sumber C
1,5 1
25 g/l sumber C
0,5 0 24 48 72 Waktu (jam)
50 g/l sumber C
Gambar 7. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C: produk samping industri biodiesel dari CPO) .
PHA (g/l)
0,2 0,15 0,1
5 g/l sumber C
0,05
25 g/l sumber C
0 24 48 72 Waktu (jam)
50 g/l sumber C
Gambar 8. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dalam media BSM dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel (sumber C:produk samping industri biodiesel dari CPO) Penomena ini juga terjadi pada produksi PHA menggunakan sumber karbon minyak sawit. Pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, sampai konsentrasi sumber karbon 10 g/l, maka semakin meningkat sumber karbon jumlah sel bakteri dan produk PHA yang dihasilkan juga semakin meningkat. Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi yang lebih tinggi (15 g/l), ternyata tidak mampu meningkatkan perolehan sel bakteri maupun PHA. Pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO 25 g/l, diperoleh PHA maksimum sebesar 0,15 g/l pada kultivasi selama 24 jam. Sedangkan, pada penggunaan sumber karbon
minyak sawit 10 g/l, perolehan PHA maksimum sebesar 0,4 g/l didapatkan pada kultivasi 24 jam. Pada produksi PHA menggunakan sel bakteri yang disuspensikan kembali setelah digunakan untuk memproduksi ramnolipid, diketahui pula bahwa pada penggunaan sumber karbon dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO, dengan semakin menurunnya pertumbuhan sel selama kultivasi 72 jam, produk PHA yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Demikian pula halnya pada penggunaan sumber karbon dari minyak sawit, dengan semakin menurunnya pertumbuhan sel selama kultivasi 72 jam, produk PHA yang dihasilkan cenderung semakin menurun bahkan tidak stabil.
KESIMPULAN 1. Rhamnolipid dan PHA dapat diproduksi dari bakteri P.aerugionsa dengan substrat dari produk samping industri biodiesel berbahan baku CPO 2. Konsetrasi awal sumber karbon (minyak sawit) 5 g/l memberikan hasil sel dan rhamnolipid terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji, sedangkan konsetrasi awal sumber karbon (minyak sawit) 10 g/l memberikan hasil sel dan PHA terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji pada kultivasi curah berulang secara simultan. 3. Konsetrasi awal sumber karbon (limbah biodiesel dari CPO) 25 g/l memberikan hasil sel, rhamnolipid dan PHA terbaik dari beberapa konsetrasi yang telah diuji, pada kultivasi curah berulang secara simultan. DAFTAR PUSTAKA
Ashby, R.D. dan T.A. Foglia. 1998. Poly(hydroxyalkanoates) biosynthesis from triglyceride substrate. Appl Microbil Biotechnol. 49: 431-437. Ashby R,D, Solaiman D.K.Y., and T. A. Foglia, 2004, Bacterial Poly(hydroxyalkanoate) polymer production from the biodiesel coproduct stream, Journal of Polymers and the Environment, 12, 105-112
97 Chen G.Q., G Zhang, S.J. Park, dan S.Y. Lee, 2001, Industrial scale production of poly(3hydroxybutyrate-co-3-hydroxyhexanoate), Appl Microbiol Biotechnol. 57: 50-55 Costa S.G.V.A.O, Lépine F., Milot S., Déziel E., dan M. Nitschke, 2009, Cassava wastewater as a substrate for the simultaneous production of rhamnolipids and polyhydroxyalkanoates by Pseudomonas aeruginosa, J Ind Microbiol Biotechnol 36:1063–1072. Davis R., P.K. Anil Kumar, A. Chandrasekar, dan T.R. Shamala, 2008, Biosynthesis of polyhydroxyalkanoates co-polymer in E.coli using genes from Pseudomonas and Bacillus, Antonie van Leeuwenhoek 94: 207-216 De Koning, G.J.M, dan B. Witholt, 1997, A process for recovery of poly(hydroxyalkanoates) from Pseudomonads, prt 1: Solubilization. Bioprocess Engineering, 17, 7-13. Hori, K., S. Marsudi, dan H. Unno. 2002. Simultaneous production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipid by Psedomonas aeruginosa. Biotechnology and Bioengineering. 78 (6). 699-707.
Hori, K., Ichinohe R., Unno H., and S. Marsudi, 2011, Simultaneous syntheses of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa IFO3924 at various temperatures and from various fatty acids, Biochemical Engineering Journal, Kronemberger F. A., L.M.M.S. Anna, A. C. L. B. Fernades, R. R. Menezes, C.P. Borges, dan D.M.G. Freire, 2008, Oxygen-controlled Biosurfactant Production in a bench Scale bioreactor, Appl Biochem Biotechnol 147:33-45 Lang, S. dan D. Wullbrant. 1999. Rhamnose lipids-biosynthesis, microbial production and application potential. Appl Microbiol Biotechnol. 51: 22-32. Lee, S. Y., 1996a, Plastic bacteria? progress and prospects for polyhydroxyalkanoate production in bacteria. Trends Biotechnology, 14, 431-438 Lee, S. Y., polyhydroxyalkanoates, Bioengineering, 49, 1-14
1996b, Bacterial Biotechnology and
Lee, L., S.Y. Lee, dan J.W. Yang. 1999. Production of rhmanolipid Biosurfactant by fedbatch culture of Pseudomonas aeruginosa using
glucose as a sole carbon source. Biosci. Biotechnol. Biochem. 63(5): 946-947. Lee, S.Y., H.H Wong, J. Choi, S.H. Lee, S.C. Lee, dan C.S. Han, 2000, Production of medium chain length polyhydroxyalkanoates by high-celldensity cultivation of Pseudomonas putida under phosphorus limitation. Biotechnology and Bioengineering, 68(4): 466-470. Lee K.M., S.H. Hwang, S.D. Ha, J. H. Jang, D.J. Lim, dan J. Y. Kong, 2004, Rhamnolipid production in batch and fed batch fermentation using pseudomonas aeruginosa BYK-2 KCTC 18012P, Biotechnology and Bioprocess engineering Maier R. M. dan G. Soberon-Chavez. 2000. Pseudomonas aeruginosa rhamnolipids: Biosynthesis and potential applications. Appl Microbiol Biotechnol. 54: 625-633. Matsufuji, M. K. Nakata, dan K. Yoshimoto, 1997. High Production of rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa growing on ethanol. Biotechnol. Lett 19 : 1213 – 1215. Marsudi, S. dan T. Setiadi, 1997, Preliminary study of polyhydroxyalkanoates (PHAs) biosynthesis by Rhadobacter sphaeroides IFO 12203 photosynthetic bacterium using volatile fatty acid as carbon sources, dalam Proceeding of the Indonesian Biotechnology Conference (IBC1997), June 17-19, Jakarta, Indonesia. Marsudi, S., A. Ishihara, S. Yamamoto, dan H. Unno, 1998, Accumulation of polyhydroxyalkanoates (PHAs) by Alcaligenes eutrophus H16 utilizing carbon dioxide and valeric acid as carbon sources, dalam Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, October 14-16, 1998, Manila, Philippines, 241-246. Marsudi S., 2002, Simultaneous Production of Polyhydroxyalkanoates (PHAs) and Rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa IFO 3924, Disertasi S3, Tokyo Institut Teknologi Indonesia, Tokyo Jepang.
Marsudi, S. 2002, Studi on simultaneous microbial production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids. Disertasi S3, TIT, Tokyo, Japan. Marsudi, S., Irene K.P. Tan, S. N. Gan, dan K. B. Ramachandran, 2007, Production of mediumchain-length Polyhydroxyalkanoates (PHA-mcl)
98 from oleic acid using Pseudomonas Putida PGA1 by fed batch culture, Makara Seri Teknologi, 11 (1): 1-6 Marsudi S., H. Unno dan K. Hori, 2008, Palm oil utilization for the simultaneous production of polyhydroxyalkanoates and rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa, Appl. Microbiol Biotechnol 78: 955-961 Muller M.M., B. Hormann, C. Syldatk, dan R. Hausmann, 2010, Pseudomonas aeruginosa PAO1 as a model for rhamnolipid production in bioreactor systems, Appl Microbiol Biotechnol 83: 123-130 Neto D.C. , J.A. Meira, J.M. Araujo, D.A. Mitchell, dan N. Krieger, 2008, Optimization of the production of rhamnolipids by Pseudomonas aeruginosa UFPEDA 614 in Solid-state culture, Appl Microbiol Biotechnol 81: 441-448 Sandovala J.C.M., Jeffrey Karnsb J., and A. Torrentsa, 1999, High-performance liquid
chromatography method for the characterization of rhamnolipid mixtures produced by Pseudomonas aeruginosa UG2 on corn oil, Journal of Chromatography A, 864, 211–220. Serafim L.S., P.C.Lemos, M.G.E. Albuqueque, dan M.A.M. Reis, 2008, Strategies for PHA production by mixed cultures and renewable waste materials, Appl Microbiol Biotechnol, 81:615-628 Sun Z., J.A. Ramsay, M. Guay, dan B.A. Ramsay, 2009, Fed batch production of unsaturated medium chain length polyhydroxyalkanoates with controlled composition by Pseudomonas putida KT 2440, Appl Microbiol Biotechnol 82:657-662 Solaiman D.K.Y., R. D. Ashby, dan T.A. Foglia. 2001. Production of polyhydroxyalkanoates from intact triacylglycerols by genetically engineered Pseudomonas. Appl Microbiol Biotechnol. 56. 664-669.
98
98
LAPORAN EKSEKUTIF
99
PRODUKSI BIOPLASTIK DAN BIOSURFAKTAN SECARA SIMULTAN DENGAN TEKNIK KULTIVASI UMPAN CURAH BERULANG 1) Oleh Darti Nurani, 2) dan Sidik Marsudi 3)
I. PERMASALAHAN DAN TUJUAN PENELITIAN Komersialisasi bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) dan biosurfaktan (ramnolipid) secara tersendiri dihadapkan pada masalah mahalnya biaya produksi. Salah satu alternative untuk menurunkan biaya produksi PHA dan ramnolipid yaitu memproduksi dua biomaterial itu secara simultan. Tujuan utama penelitian ini yaitu mencari alternatif sumber karbon dan teknik untuk memproduksi bioplastik PHA dan ramnolipid dengan harga yang realtif murah. Adapun stratetgi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan teknik kultivasi umpan curah berulang dan memanfaatkan limbah cair industri biodiesel berbahan baku CPO sebagai sumber karbon
II. INOVASI IPTEKS a.
Kontribusi terhadap pembaharuan dan pengembangan ipteks Strategi produksi dua biomaterial secara simultan merupakan alternatif baru. Pada
strategi ini, sel bakteri yang telah digunakan untuk memproduksi ramnolipid (extraseluler produk), digunakan kembali untuk memproduksi PHA, (intraseluler produk). Strategi ini diperkirakan mempunyai kontribusi besar terhadap pembaharuan dan pengembangan ipteks karena dengan strategi ini, sel bakteri yang seharusnya dimusnahkan setelah digunakan untuk memproduksi ramnolipid, namun dengan strategi ini, sel bakteri tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk memproduksi PHA. Dengan strategi ini, biaya untuk menumbuhkan sel seperti yang dilakukan pada produksi PHA secara tersendiri dapat diturunkan.
100
1). Penelitian dibiayai melalui Hibah Bersaing, Tahun Anggaran 2011 s.d. 2012, Rp 94.700.000 2) Dosen Prodi Teknologi industry Pertanian, Institut Teknologi Indonesia. 3) Dosen Prodi Teknik Kimia, Institut Teknologi Indonesia. b.
Perluasan cakupan penelitian Strategi ini dapat diperluas cakupannya tidak hanya untuk produksi ramnolipid dan PHA,
namun diperkirakan dapat digunakan untuk dua biomaterial lain yang salah satunya diproduksi sebagai produk ektraseluler dan yang lainnya sebagai produk intraseluler. Syarat utamanya satu bakteri atau mikroba mampu memproduksi dua biomaterial tersebut. Selain itu, teknik produksi ektraseluler produk dari suatu mikroba, masih memungkinkan dilakukan berulang ulang dengan menggunakan mikroba yang sama dengan asusmsi bahwa mikroba tersebut fisiologisnya masih mampu memproduksi biomaterial tersebut.
III. KONTRIBUSI TERHADAP PEMBANGUNAN a.
Dalam mengatasi masalah pembangunan Produk dari penelitian ini, bioplastik PHA, sangat bermanfaat dalam mengatasi
persoalan buangan sampah yang diakibatkan oleh plastic. Bila PHA ini dapat diproduksi secara massal, maka persoalan buangan sampah akibat pasltik dapat diatasi karena plastik dari PHA dapat didegradasi secara alami dalam waktu yang relative singkat (sekitar 6 bulan). Dengan demikian, untuk menciptakan kebersihan lingkungan dan mengatasi persoalan buangan padatan akibat sampah plastic dapat diatasi. Hal yang sama juga terhadap biosurfaktan ramnolipid. Biosurfaktan ini ramah lingkungan sehingga penggunanan biosurffaktan ini tiddak mengganggu biota air. Dengan demikian persoalan surfaktan kimia yang mencemari badan air dapat dihindari dengan pemakaian biosurfaktan.
b.
Penerapan Teknologi ke Arah Komersial Berdasarkan hasil hsail penelitian ang telah dilakukan pada hibah bersaing ini, teknologi
ini dalam waktu dekat memungkinkan sekali untuk diterapkan ke arah komersil. Oleh karena itu, perlu skema kelanjutan penelitian untuk skala pilot dan nantinya ke skala komersil.
101
c.
Alih Teknologi Teknologi untuk produksi PHA dan ramnolipid ini relative sederhana sehingga tidak
memerlukan alih teknologi dari pihak/Negara asing. Meskipun demikian, teknologi ini perlu penyederhanaan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat awam.
d.
Kelayakan memperoleh Hak Paten/Cipta Hasil penelitian ini sangat layak untuk mendapatkan hak paten/cipta karena mempunyai
prospek untuk diproduksi secara komersil terutama untuk produksi ramnolipid (biosurfaktan).
IV. MANFAAT BAGI INSTITUSI a.
Keterlibatan unit unit lain di perguruan tinggi dalam pelaksanaan penelitian
Unit kerja yang terlibat langusng dalam penelitian ini yaitu laboratorium teknik kimia Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan laboratorium mikrobiologi Prodi Teknologi Industri Pertanian ITI. b.
c.
V.
Keterlibatan mahasiswa S1/S2/dan S3 Mahasiswa S1 yang terlibat dalam penelitian ini yaitu: 1. Fina Darmawati: NRP : 114095002 2. Monica Shella D Haryanti NRP: 114080031 3. Evita Fitri Rani NRP 114080002 4. Kerjasama dengan pihak luar (kontrak baru, royalty, dsb) Belum ada kerjasama dengan pihak luar
PUBLIKASI ILMIAH 1.
Darti Nurani, Sidik Marsudi, 2012, Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) oleh Bakteri Pseudomonas putida dengan Sumber Karbon Minyak Jelantah, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia (SNTKI) dan Munas APTEKINDO 2012, tanggal 20-21 September 2012, UNIVERSITAS INDONESIA, JAKARTA
2. Darti Nurani dan Sidik Marsudi, 2012 Produksi Ramnolipid dan Polihidroksialkanoat Secara Simultan dari Produk Samping Industri Biodiesel dengan Bahan Baku CPO (Draft)
102
PUBLIKASI ILMIAH Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia (SNTKI) dan Munas APTEKINDO 2012, tanggal 20-21 September 2012, UNIVERSITAS INDONESIA, JAKARTA
103
Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) oleh Bakteri Pseudomonas putida dengan Sumber Karbon Minyak Jelantah Darti Nurani 1) dan Sidik Marsudi2) 1)
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, 2)Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia (ITI), Serpong, Tangerang Selatan 15320, Tel/Fax: 021-7561092, email:
[email protected] dan<SidikMarsudi>[email protected](SM)
Abstrak Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) sebagai alternatif pengganti plastik dapat diproduksi oleh bakteri Pseudomonas putida. Kendala komersialisasi produksi bioplastik PHA adalah mahalnya biaya produksi dikarenakan penggunaan sumber karbon yang mahal seperti glukosa dan asam asam lemak. Salah satu alternatif untuk menurunkan biaya produksi yaitu menggunakan sumber karbon yang relatif murah seperti minyak jelantah. Penelitian ini telah dilakukan untuk menentukan konsentrasi minyak jelantah tersaponifikasi dan waktu fermentasi yang optimum untuk memproduksi bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) oleh bakteri Pseudomonas putida. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x3, dengan dua kali ulangan. Faktor A adalah konsentrasi sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi yang terdiri atas tiga taraf: a1: 0,5%; a2: 1,0% dan a3: 1,5%. Faktor B adalah waktu fermentasi yang terdiri atas tiga taraf: b 1: 48 jam; b2: 72 jam dan b3: 96 jam. Analisis yang dilakukan meliputi analisis berat kering sel dan perolehan (yield) PHA. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa bioplastik PHA dapat diproduksi oleh bakteri Pseudomonas putida dengan menggunakan sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi. Hasil terbaik diperoleh pada konsentrasi sumber karbon minyak jelantah 1% dengan waktu fermentasi 48 jam dan diperoleh berat kering sel 2,8 g/l dan PHA 0,93 g/l. Kata kunci: Pseudomonas putida, PHA, minyak jelantah Abstract Bioplastic of polyhydroxyalkanoates (PHAs) as an alternative conventional plastic can be produced by Pseudomonas putida. Commercial production of PHAs faces the issue of high carbon source such as glucose and fatty acids. An alternative to reduce production cost was the use a cheap carbon source such as waste of frying oil. This research was conducted to optimize both concentration of saponified frying oil waste and fermentation time to produce PHAs from P.putida. The experiment was designed in Complete Randomized Design, as factorial 3x3. Each treatment was replicated two times. Factor A was concentration of carbon source of frying oil waste which consisted of three levels: a1: 0.5 %; a2: 1,0 %, and a3: 1,5 %. Factor B was fermentation time which consisted of three levels b 1: 48 h; b2: 72 h, and b 3: 96 h. The analysis was done for cell dry weight and accumulated PHAs. The results showed that PHAs could be produced by P.putida using saponifiedfrying oil waste. The best result was obtained at a concentration of frying oil waste of 1 % and 48 h of fermentation time corresponding to the cell dry weight of 2,8 g/l and PHAs concentration of 0.93 g/l. Key word: Pseudomonas putida, PHAs, frying oil waste
99
1. Pendahuluan Plastik mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia karena berbagai sifat dan keunggulannya dibandingkan material lain. Meskipun demikian, tidak semua kesempurnaan yang dimiliki plastik menguntungkan, karena buangan plastik telah menjadi masalah serius terhadap pencemaran lingkungan sebab plastik yang banyak digunakan saat ini sulit didegradasi di alam. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan bahan baku bioplastik Polihidroksi Alkanoat (PHA) yang diproduksi oleh bakteri secara fermentasi. Bioplastik PHA dapat didegradasi oleh mikroba menjadi karbondioksida dan air hanya dalam waktu beberapa bulan saja [3]. Bioplastik PHA telah diproduksi secara komersial dan berpotensi untuk digunakan pada bidang kesehatan, pertanian dan bahan pengemas pangan [4]. Produksi bioplastik PHA dihadapkan pada persoalan mahalnya biaya produksi terutama disebabkan oleh biaya sumber karbon (glukosa) dan biaya pemisahannya [2]. Selain glukosa, sumber karbon untuk produksi bioplastik PHA dapat digunakan gliserol, asam lemak bebas [8], dan trigliserida [8][11][13] dengan menggunakan bakteri Pseudomonas sp. Penggunaan sumber karbon yang relatif murah dan tersedia dalam jumlah banyak, seperti produk samping industri biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO), telah diteliti oleh Marsudi, dkk. (2010)[12]. Sumber karbon alternatif yang relatif murah masih perlu dikembangkan lagi, diantaranya adalah penggunaan minyak jelantah yang akan dilakukan pada penelitian ini. Minyak goreng yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah minyak sawit. Oleh karena itu, komponen sumber karbon yang terkandung dalam minyak
jelantah dapat diasumsikan mendekati minyak sawit dengan komponen asam lemak dominan adalah asam palmitat dan oleat. Minyak jelantah adalah minyak goreng bekas yang telah mengalami penurunan mutu akibat penggunaan suhu tinggi selama penggorengan. Penurunan mutu tersebut antara lain ditandai dengan kenaikan kandungan asam lemak bebas dan gliserol. Karakteristik minyak jelantah yang demikian memungkinkan minyak jelantah dapat digunakan sebagai sumber karbon pada produksi PHA menggunakan Pseudomonas sp. Pseudomonas putida adalah salah satu spesies bakteri yang mampu memproduksi bioplastik PHA dari sumber karbon asam oleat [5][9], dari sumber karbon CPO yang disaponifikasi [10] dan dari sumber karbon minyak inti sawit yang disaponifikasi [14]. Proses saponifikasi terhadap minyak jelantah pada penelitian ini perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mendukung pertumbuhan Pseudomonas putida, karena bakteri tersebut tidak memiliki aktivitas lipase untuk menjamin ketersediaan sumber karbon yang lebih sederhana dalam bentuk gliserol dan asam lemak bebas untuk pertumbuhannya. Karbon merupakan unsur yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Secara umum, mikroba aerob dapat mengubah 50 persen substrat karbon menjadi biomas. Ini memungkinkan untuk menghitung jumlah minimum substrat karbon yang dibutuhkan dalam medium untuk memperoleh biomass. Hasil penelitian yang telah dicapai selama ini berkaitan dengan produksi PHA dari minyak kelapa sawit dan turunannya diperoleh bahwa rata-rata perolehan sel sebesar 2 g/l. Apabila target pencapaian jumlah sel dalam penelitian ini lebih besar dari 4 g/l, maka konsentrasi minyak jelantah tersaponifikasi yang ditambahkan minimal sebesar 0,5 persen, dengan asumsi
100
komponen asam lemak dominan minyak jelantah terhitung sebagai asam palmitat. Oleh karena itu, pada penelitian ini dicoba variasi perlakuan konsentrasi penambahan minyak jelantah sebagai sumber karbon sebesar 0,5%; 1,0% dan 1,5%. Produk PHA diakumulasi oleh berbagai bakteri sebagai material intraseluler dalam bentuk granul. Akumulasi PHA ini terjadi pada kondisi pertumbuhan sel yang tidak seimbang, yaitu komposisi sumber karbon tersedia dalam jumlah yang besar namun nutrien lainnya seperti nitrogen, magnesium, oksigen tersedia dalam jumlah yang terbatas [1]. Pembentukan PHA akan meningkat tajam setelah nutrien penting seperti nitrogen dan oksigen telah habis [6][7]. Apabila dihubungkan dengan fase pertumbuhan bakteri, maka produksi PHA terjadi pada kondisi pertumbuhan sel yang tidak normal yaitu pada saat sel berusaha mempertahankan diri untuk tetap hidup, salah satunya dengan mensintesa biopolimer dalam bentuk PHA. Kondisi demikian terjadi pada fase stasioner. Oleh karena itu, pada penelitian ini dicoba variasi perlakuan waktu fermentasi atau waktu pemanenan yaitu 48, 72 dan 96 jam Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minyak jelantah tersaponifikasi dan waktu fermentasi yang optimum untuk memproduksi bioplastik Polihidroksi Alkanoat (PHA) oleh bakteri Pseudomonas putida. Penelitian ini diharapkan dapat mendukung komersialisasi produksi bioplastik PHA dan mendukung program pemerintah untuk menciptakan produk-produk industri yang berwawasan lingkungan. 2. Bahan dan Metode Bahan dan alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: media IFO 802, media garam dasar (Basssal Salt Medium,
BSM) yang komposisinya disajikan pada Lampiran 2, mikroelemen (Lampiran 3), minyak jelantah yang merupakan hasil dari dua kali penggorengan, isolat Pseudomonas putida (yang dibeli dari Institute of Fermentation, Osaka, Jepang), metanol, kloroform. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: autoklaf, oven, laminar air flow, waterbath shaker, corong pemisah, kertas saring, magnetic stirer, lemari asam dan peralatan gelas lainnya. Metoda Penelitian ini dilakukan melalui tahapan: persiapan sumber karbon, aktivasi sel, persiapan starter dan produksi PHA. Persiapan sumber karbon Minyak jelantah yang digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan Pseudomonas putida, sebelumnya disaponifikasi terlebih dahulu. Saponifikasi minyak jelantah dilakukan dengan cara menambahkan 8 gram minyak jelantah ke dalam larutan KOH yang mengandung etanol (2,8 g KOH dilarutkan dalam 100 ml etanol). Campuran tersebut direfluks selama 60 menit. Kemudian etanol diuapkan dalam oven bersuhu 60oC sampai kering dan yang tertinggal adalah garam asam lemak. Aktivasi sel Pseudomonas putida dan persiapan media padat serta media cair dari medium IFO 802 untuk sub culture Aktivasi sel serta persiapan media padat dan media air dilakukan berdasarkan petunjuk pengaktifan dan pembuatan media IFO 802 yang dikeluarkan oleh Institute of Fermentation, Osaka, Jepang. Persiapan ini diperlukan untuk melakukan aktivasi sel yang disimpan dalam ampul (telah disimpan dalam waktu lama). Untuk penggunaan rutin, sel disimpan dalam refrigerator pada media padat dengan suhu 4 oC dan diaktifkan kembali menggunakan media cair IFO 802.
101
Biakan murni Pseudomonas putida (dalam ampul) diaktifkan terlebih dahulu dengan cara menginokulasikannya pada 10 ml media IFO 802 cair dan diinkubasi menggunakan water bath shaker pada putaran 120 rpm, suhu 30oC selama 18-20 jam. Kultur aktif selanjutnya ditumbuhkan pada media agar miring IFO 802 sebagai kultur stok dan kultur kerja. Persiapan starter Starter untuk produksi PHA disiapkan dengan cara menumbuhkan 2% kultur aktif atau sebanyak 1 ml ke dalam 50 ml media IFO 802 cair dan diinkubasi menggunakan waterbath shaker pada putaran 120 rpm, suhu 300 C selama 20 jam. Produksi PHA Proses produksi bioplastik PHA terbagi dalam tiga tahap, yaitu: tahap penumbuhan sel dan produksi PHA, tahap pemisahan sel dan tahap pemanenan PHA. Penumbuhan sel dan produksi PHA Tahap ini diawali dengan menyiapkan 9 buah erlenmeyer yang berisi 250 ml media BSM steril. Tiga erlenmeyer pertama ditambah sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi sebanyak 0,5%; tiga erlenmeyer kedua ditambah sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi sebanyak 1% dan tiga erlenmeyer ketiga ditambah sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi sebanyak 1,5%. Selanjutnya ke dalam masing-masing media dinokulasikan 2% starter atau sebanyak 5 ml starter. Kemudian tiga erlenmeyer pertama dengan tiga perlakuan konsentrasi sumber karbon yang berbeda diinkubasi menggunakan water bath shaker pada putaran 200 rpm, suhu 300 C selama 48 jam. Tiga erlenmeyer kedua dengan tiga perlakuan konsentrasi sumber karbon yang berbeda diinkubasi menggunakan water bath shaker pada putaran 200 rpm, suhu 300 C selama 72 jam. Tiga erlenmeyer
ketiga dengan tiga perlakuan konsentrasi sumber karbon yang berbeda diinkubasi menggunakan water bath shaker pada putaran 200 rpm, suhu 300 C selama 96 jam. Dibuat dua ulangan. Pemisahan sel Setelah fermentasi selesai, kemudian dilakukan pemisahan sel dari cairan media. Tahapan ini diawali dengan proses mematikan sel bakteri dengan cara menempatkan erlenmeyer yang berisi kultur bakteri ke dalam waterbath yang bersuhu 80oC. Dengan cara demikian sel bakteri mengalami heat shock. Selanjutnya kultur bakteri didinginkan pada suhu kamar dengan memindahkannya dalam corong pemisah. Setelah kultur dingin, maka akan terbentuk lapisan lemak di bagian atas dan lapisan air beserta endapan bakteri di bagian bawah. Kemudian lapisan air dan endapan bakteri dipisahkan dari lapisan lemak, dilanjutkan dengan memisahkan sel bakteri dari airnya dengan cara sentrifugasi atau penyaringan dengan kertas saring. Tabung sentrifus atau kertas saring yang terdapat endapan selnya kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0 C selama 24 jam. Pemanenan PHA Untuk memanen produk PHA dari dalam sel, dilakukan ekstraksi PHA dengan melakukan penggojogan sel dalam kloroform (100 ml/g sel). Penggojogan dilakukan menggunakan shaker pada putaran 200 rpm selama 60 menit. Dengan cara demikian, sel bakteri pecah dan isi sel yang mengandung PHA akan terlarut dalam kloroform. Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring untuk memisahkan pecahan dinding sel. Kloroform yang mengandung ekstrak PHA diuapkan sampai volume 10 ml dalam lemari asam. Untuk memisahkan PHA yang terlarut dalam kloroform, larutan tersebut diteteskan dalam 100 ml metanol dingin, disertai pengadukan menggunakan
102
magnetic stirer. Dengan cara demikian, PHA akan menggumpal dalam metanol. Selanjutnya campuran tersebut didiamkan selama 1 jam untuk mengendapkan PHA. Bagian atas cairan tersebut diambil dan endapan yang tersisa diuapkan, lapisan yang terbentuk adalah produk PHA.
Faktor A adalah konsentrasi sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi yang terdiri atas tiga taraf: a1: 0,5%; a2: 1,0% dan a3: 1,5%. Faktor B adalah waktu fermentasi yang terdiri atas tiga taraf: b1: 48 jam; b 2: 72 jam dan b3: 96 jam.
Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x3, dengan dua kali ulangan.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik PHA dengan variasi konsentrasi sumber karbon dan waktu fermentasi Perlakuan Kandungan Berat kering PHA Perolehan PHA Konsentrasi Waktu sel (g/l) (% berat (g/l) sumber karbon fermentasi kering sel) (%) (jam) 48 0,305 4,91 0,015 0,5 72 1,465 7,50 0,110 96 2,940 7,31 0,215 48 2,800 33,21 0,930 1,0 72 3,575 29,65 1,060 96 5,080 23,82 1,210 48 4,200 18,81 0,790 1,5 72 4,450 20,90 0,930 96 5,195 17,32 0,900
Analisis Analisis yang dilakukan meliputi analisis berat kering sel dan perolehan (yield) PHA. 3. Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan sel bakteri Pseudomonas putida selama produksi bioplastik PHA dengan variasi penambahan minyak jelantah tersaponifikasi sebagai sumber karbon (0,5; 1,0 dan 1,5%) dapat diamati
dari perolehan berat kering sel pada jam ke 48, 72 dan 96 jam fermentasi. Rekapitulasi hasil analisis rata-rata berat kering sel (g/l) dan perolehan PHA (g/l) pada produksi bioplastik PHA dengan variasi konsentrasi sumber karbon dan waktu fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.
103
Pengaruh konsentrasi sumber karbon dan waktu fermentasi pada pertumbuhan sel bakteri Pseudomonas putida selama produksi bioplastik PHA Berdasarkan hasil analisis ragam perolehan berat kering sel selama fermentasi, diperoleh bahwa variasi konsentrasi sumber karbon dan lama fermentasi masing-masing berpengaruh pada perolehan berat kering sel (g/l) pada produksi bioplastik PHA oleh bakteri Pseudomonas putida. Sedangkan, interaksi kedua perlakuan tersebut tidak mempengaruhi perolehan berat kering sel. Semakin tinggi konsentrasi minyak jelantah tersaponifikasi yang ditambahkan pada media produksi, maka semakin meningkat jumlah sel bakteri yang diperoleh (Gambar 1). Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi 1,5 persen ternyata tidak meningkatkan jumlah sel bakteri secara signifikan.
Berat kering sel (g/l)
6 5 0,5 % sumber C 1,0 % sumber C 1,5 % sumber C
4 3 2 1 0
48
72
96
Waktu fermentasi (jam)
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dan lama fermentasi pada perolehan berat kering sel Faktor lama fermentasi berpengaruh pada pertumbuhan sel bakteri Pseudomonas putida. Semakin lama fermentasi, semakin meningkat perolehan berat kering sel (Gambar 1). Namun, perpanjangan waktu fermentasi sampai 96
jam tidak memperlihatkan peningkatan jumlah sel secara signifikan. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dan waktu fermentasi pada perolehan produk bioplastik PHA Perolehan produk bioplastik PHA oleh aktivitas bakteri Pseudomonas putida selama fermentasi dengan variasi penambahan minyak jelantah tersaponifikasi sebagai sumber karbon (0,5; 1,0 dan 1,5%) dapat diamati dari perolehan berat PHA pada jam ke 48, 72 dan 96 jam fermentasi. Berdasarkan hasil analisis ragam perolehan berat PHA selama fermentasi, diperoleh bahwa variasi konsentrasi sumber karbon berpengaruh pada perolehan berat PHA (g/l). Sedangkan, variasi waktu fermentasi dan interaksi kedua perlakuan tersebut tidak mempengaruhi perolehan berat PHA. Semakin tinggi konsentrasi minyak jelantah tersaponifikasi yang ditambahkan pada media produksi, maka semakin meningkat jumlah PHA yang diperoleh (Gambar 2). Namun, penambahan sumber karbon pada konsentrasi 1,5 persen ternyata justru menurunkan tingkat perolehan PHA, walaupun penurunan tersebut tidak signifikan. Demikian pula, semakin lama waktu fermentasi ada kecenderungan terjadi kenaikan jumlah PHA yang dihasilkan, tetapi kenaikan tersebut tidak terlihat signifikan. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, maka dipilih kombinasi perlakuan penambahan minyak jelantah tersaponifikasi sebesar 1 persen sebagai sumber karbon untuk produksi bioplastik PHA, dengan waktu fermentasi selama 48 jam. Hal ini didasarkan pada kenaikan perolehan PHA yang cukup signifikan dengan penambahan 1 persen sumber karbon dibandingkan dengan perolehan PHA yang dihasilkan dengan
104
Yield PHA (g/l)
penambahan sumber karbon sebesar 0,5 persen. Sedangkan waktu fermentasi 48 jam dipilih karena didasarkan pada tidak adanya kenaikan perolehan PHA yang signifikan pada fermentasi yang lebih lama yaitu pada 72 dan 96 jam fermentasi. Adapun perolehan hasilnya adalah 0,93 g/l PHA dari berat kering sel 2,8 g/l atau 33,21 persen PHA per berat kering sel. 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
0,5 % sumber C 1% sumber C 1,5 % sumber C
48
72
96
Lama fermentasi (jam)
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi sumber karbon dan lama fermentasi pada perolehan PHA Apabila hasil terbaik tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian Tan, dkk (1997)[14] yang menggunakan bakteri Pseudomonas putida untuk memproduksi bioplastik PHA dengan penambahan minyak inti sawit tersaponifikasi sebagai sumber karbon, maka hasilnya tidak jauh berbeda atau sedikit di bawahnya. Tan, dkk (1997)[14] memperoleh hasil PHA 1,1 g/l dari 3,0 g/l berat kering sel, atau 37 persen PHA dari berat kering sel. 4. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa bioplastik PHA dapat diproduksi oleh bakteri Pseudomonas putida dengan menggunakan sumber karbon minyak jelantah tersaponifikasi. Hasil terbaik diperoleh pada konsentrasi sumber karbon minyak jelantah 1% dengan
waktu fermentasi 48 jam dan diperoleh berat kering sel 2,8 g/l dan PHA 0,93 g/l.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sdri. Fina Darmawati, mahasiswa Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Indonesia, Serpong, yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1]Anderson, A.J., dan E.A. Dawes, 1990. Occurance, metabolism role and industrial uses of bacterial polyhydroxyalkanoates. Microbiol. Rev. 54: 450-472. [2]Chen G.Q., G. Zhang, S.J. Park dan S.Y. Lee, 2001. Industrial scale production of poly (3-hydroxy butyrate-co-3-hydroxyhexanoate). Appl. Microbiol. Biotechnol, 57:5055. [3]Lee, S.Y., 1996a. Plastic bacteria? Progress and prospect for polyhydroxy alkanoate production in bacteria. Trends Biotecnology, 14: 431-438 [4]Lee, S.Y., 1996b. Bacterial polyhydroxy alkanoate. Biotechnology and Bioengineering, 49: 1-14. [5]Lee, L., S.Y. Lee dan J.W. Yang, 1999. Production of rhamnolipid biosurfactant by fed-batch culture of Pseudomonas putida using glucose as a sole carbon source. Biosci. Biotecnol. Biochem., 63(5):946-947. [6]Marsudi, S. dan T. Setiadi, 1997. Preliminary study of polyhydroxy alkanoates (PHAs) biosynthesis by Rhadobacter sphaeroides IFO 12203 photosynthetic bacterium using volatile fatty acid as carbon sources,
105
dalam Proceeding of the Indonesian Biotechnology of Conference (IBC1997), June 17-19, Jakarta, Indonesia. [7]Marsudi, S., A. Ishihara, S. Yamamoto dan H. Unno, 1998. Accumulation of polyhydroxy alkanoates (PHAs) by Alcaligenes eutrophus H16 utilizing carbon dioxide and valeric acis as carbon sources, dalam Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, October 14-16, 1998. Manila, Philippines, 241-246. [8]Marsudi, 2002. Simultaneous production of polyhydroxy alkanoates (PHAs) and rhamnolipid by Pseudomonas aeruginosa IFO 3924. Disertasi S3, Tokyo Institute. Tokyo, Jepang. [9]Marsudi, S., Tan, I.K.P., Gan, S.N. and Ramachandran, K.B., 2003a. Production of medium-chain-length Polyhydroxy alkanoat (PHA-mcl) in fermenter using saponified crude palm oil (SCPO) and saponified crude palm kernel oil (SCPKO) as carbon substrate. International Conference on Chemical and Bioprocess Engineering (iccbpe 2003), University of Malaysia Sabah (USM), Sabah, Malaysia. [10]Marsudi, S., Tan, I.K.P., Gan, S.N. and Ramachandran, K.B., 2003b. Production of medium-chain-length Polyhydroxy alkanoat (PHA-mcl) from oleic acid using Pseudomonas putida PGA1 by fed batch culture. 17th Symposium of Malaysian Chemical Engineers, Penang, Malaysia. [11]Marsudi, S., 2006. Recovery of Polyhydroxy alkanoates (PHAs) from bacterial cells using enzimatic process. Reaktor, Scientific Journal of Chemical Engineering. Universitas Diponegoro, Semarang 10 (2): 59-62.
[12]Marsudi, S., D. Nurani dan L. Marlina, 2010. Produksi bioplastik polihidroksi alkanoat oleh Pseudomonas aeruginosa dari produk samping industri biodiesel dengan bahan baku CPO. Disampaikan pada Seminar Hasilhasil Penelitian dan Implementasi Pengabdian serta Pemberdayaan Masyarakat, Serpong, 28 Juni 2010. [13]Solaiman, D.K.Y., R.D. Ashby dan T.A. Foglia, 2001. Production of polyhydroxy alkanoates from intact triacylglicerols by genetically engineered Psedudomonas. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56. 664-669. [14]Tan, I.K.P., K. Sudesh Kumar, M. Theanmalar, S.N. Gan dan B. Gordon III, 1997. Saponified palm kernel oil and its major free fatty acids as carbon substrates for the production of polyhydroxy alkanoates in Pseudomonas putida PGA1. Appl. Microbiol. Bitecnol., 47:207-211.
106