Tahun Ke VIII Vol 83 Februari 2016
Informasi Cuaca Bandar Udara Ahmad Yani Semarang
Alamat Telepon Fax Email
: : : :
Bandar Udara Ahmad Yani Semarang 50145 (024) 7626064; 7605539 (024) 7613817
[email protected]
STASIUN METEOROLOGI KELAS II AHMAD YANI SEMARANG 2016
KATA PENGANTAR
Stasiun Meteorologi Bandar Udara Ahmad Yani Semarang secara berkala menerbitkan buletin Informasi Cuaca Penerbangan Bulanan. Informasi Cuaca Penerbangan kali ini menginformasikan mengenai Data Parameter Cuaca dan Keadaan Cuaca yang terjadi di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang selama bulan Februari 2016. Selain itu juga diinformasikan Produk Pelayanan Jasa Penerbangan dan Masyarakat Umum serta Verifikasi Prakiraan Cuaca di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang dan beberapa kota di Jawa Tengah. Ditampilkan juga produk pilihan tentang cuaca, data radar cuaca, grafik parameter cuaca dan prakiraan cuaca untuk bulan Maret 2016. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terbitnya buletin Informasi Cuaca Penerbangan ini. Harapan kami semoga buletin
Informasi
Cuaca
Penerbangan
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan untuk peningkatan kualitas buletin ini.
Semarang, Maret 2016 Kepala Stasiun Meteorologi Bandara Ahmad Yani Semarang,
Hidayatul Mukhtar NIP. 195908191983031002
i
TIM PENYUSUN
PENASEHAT PENANGGUNG JAWAB KETUA REDAKSI REDAKTUR PELAKSANA
EDITOR PELAKSANA
PENULIS ARTIKEL
: Hidayatul Mukhtar : Soekarno Bambang Kuncoro, S.Kom. : Yoga Sambodo, S.P. : Dian Palupi, S.Si. Agus Triyono Sutarno, S.E. : Meida Yustiana, S.Si. Arif Nurhidayat, S.Si. Giyarto Imam Tutut S., S.Kom. Elvien Hastatomo K., S.T. : Giyarto Yoga Sambodo, S.P.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR············································································· i TIM PENYUSUN ............................................................................................................ ii DAFTAR ISI................................................................................................................... iii I. TINJAUAN DINAMIKA ATMOSFIR ····················································· 1 A. Kondisi Dinamika Atmosfir ······························································ 1 II. PANTAUAN CUACA SKALA SINOPTIK ·············································· 5 A. Data Parameter Cuaca Bandar Udara Ahmad Yani Semarang ······················· 5 B. Keadaan Cuaca di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang ·························· 11 III. PELAYANAN JASA ······································································· 15 A. Produk Pelayanan Jasa Penerbangan ·················································· 15 B. Hasil Verifikasi TAFOR dan Prakiraan Cuaca ······································· 18 C. Peta Pilihan Produk Visual Weather ·················································· 19 IV. KESIMPULAN ·············································································· 20 V. ARTIKEL METEOROLOGI............................................................................... 21 A. Analisis Faktor Curah Hujan Tinggi Sebagai Penyebab Longsor di Purworejo 5 Februari 2016………………………………………………………………….21 B. Karakteristik Cuaca Pada Periode El Nino Januari 2016………………………..32
iii
iv
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
I. TINJAUAN DINAMIKA ATMOSFER A. Kondisi Dinamika Atmosfer
Perkembangan cuaca di Indonesia dapat dipantau dengan melihat beberapa indikator antara lain :
Suhu muka laut (Sea Surface Temperature = SST) dan penyimpangan (anomali) wilayah Pasifik Equator.
South Oscillation Index (SOI) atau Indeks Osilasi Selatan dan Oceanic Nino Index (ONI).
Banyaknya Ketersediaan Uap air (Dipole Mode).
a. Suhu muka laut (SST) dan anomali wilayah Pasifik Equator Berdasarkan pengamatan perkembangan dinamika atmosfer pada bulan Februari 2016, tampak suhu muka laut di wilayah Indonesia dan pasifik equator sebagai berikut. Suhu muka laut di perairan sekitar pulau Jawa berkisar 30.5°C. Nilai anomali dari suhu muka laut di wilayah Pasifik Equator sebagai berikut : o
NINO 1+2 (Pasifik Timur)
: anomali 0.5 C
NINO 3
(Pasifik Tengah)
: anomali 1.9 ºC
NINO 3-4 (Pasifik Tengah)
: anomali 2.4 ºC
NINO 4
: anomali 1.4 oC
(Pasifik Barat)
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
1
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 1. Suhu muka laut (SST) Februari 2016
b. South Oscillation Index (SOI), Oceanic Nino Index (ONI) dan Dipole Mode Index (DMI). Tabel. 1 BLN
OKT’15
NOV’15
DES’15
JAN’16
FEB’16
SOI
-20.2
-5.3
-9.1
-19.1
-19.7
ONI
+2.5
+3.1
+2.9
+2.6
+2.4
DMI
+1.08
+0.1
+0.45
+0.45
+0.45
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
2
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 2. Grafik SOI dari Januari 2009 s/d Februari 2016 Indeks SOI berasal dari perbedaan tekanan antara Tahiti dan Darwin. Dari grafik SOI Januari 2014 s/d Februari 2016, nilai SOI pada bulan Februari 2016 bernilai negatip (-) dengan nilai SOI -19.7. Dipole Mode Index ( DMI ) merupakan indikator yang diperoleh dari perbedaan suhu muka laut antara pantai Timur Afrika dengan pantai Barat Sumatera, pada bulan Februari sebesar +0.45oC dibanding dengan normalnya kisaran -0.5 s/d 0.5 maka tidak berpengaruh terhadap curah hujan di wilayah Jawa Tengah.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
3
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
c.
FEBRUARI
2016
Prakiraan cuaca bulan Maret 2016 Berdasarkan evaluasi kondisi dinamika atmosfer: - Suhu muka laut di perairan sekitar Pulau Jawa berkisar 30.5°C. - Posisi matahari pada bulan Februari masih berada di Selatan Equator. -
Suhu udara di Selatan Equator lebih panas dari pada di Utara Equator.
- Di wilayah Selatan Equator masih berpotensi bermunculan Low Area dan Tropical Cyclone -
Angin pada umumnya bertiup dari Selatan – Barat Laut
- Dengan memperhatikan kondisi dinamika atmosfer di atas, maka pada bulan Maret 2016 musim di wilayah Semarang masih merupakan musim Penghujan dan diprakirakan cuaca pada umumnya berawan dan berpotensi hujan ringan – sedang dengan durasi lama dan kadang-kadang lebat disertai petir dan angin kencang. Diprakirakan curah hujan bulan Maret 2016 yaitu sekitar 228 mm.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
4
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
II. PANTAUAN CUACA SKALA SYNOPTIK A. Data Parameter Cuaca Bandar Udara Ahmad Yani Semarang dan sekitarnya dapat disajikan sebagai berikut : 1. Temperatur Udara. Temperatur rata – rata berkisar antara 26,2 0C – 29,2 0C. Temperatur Maksimum rata-rata 31,3 0C dengan Temperatur Maksimum terbesar 33,0 0C terjadi tanggal 1 Februari 2016. Temperatur Minimum rata-rata 25,3 0C dengan Temperatur Minimum terendah 24,4 0 C terjadi tanggal 21 Februari 2016.
2. Intensitas Hujan Maksimum Data intensitas curah hujan maksimum per satuan waktu yang terjadi di Stasiun terjadi di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang selama bulan Februari 2016 disajikan sebagai berikut :
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
5
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
Periode
Tanggal
FEBRUARI
2016
5
10
15
30
45
1
2
3
6
12
24
mnt
mnt
mnt
mnt
mnt
jam
jam
jam
jam
jam
jam
21
21
22
22
22
22
22
22
22
22
22
5.0
10.0
20.0
20.0
28.0
32.0
42.0
60.7
64.2
66.7
66.7
Intensitas ( mm )
Total curah hujan bulan Februari 2016 yaitu 280,5 mm.
3. Lama Penyinaran Matahari. Rata – rata penyinaran matahari 4,2 jam dengan lama penyinaran matahari tertinggi 10,3 jam terjadi pada tanggal 19 Februari 2016. Sedangkan lama penyinaran matahari terendah 0,0 jam terjadi pada tanggal 3 Februari 2016.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
6
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
4. Tekanan Udara Tekanan udara rata – rata 1010,6 mb tekanan udara tertinggi 1015,3 mb terjadi pada tanggal 17 Februari 2016 jam 09.00 WIB, dan tekanan udara terendah 1006,2 mb terjadi pada tanggal 1 Februari 2016 jam 15.00 WIB.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
7
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
5. Kelembaban Udara Kelembaban udara rata – rata 82%, kelembaban udara tertinggi 97% terjadi tanggal 10 Februari 2016 jam 04.00 WIB. Kelembaban udara terendah 58% terjadi tanggal 1 Februari 2016 jam 11.00 WIB.
6
Penguapan Penguapan rata – rata 3,8 milimeter dimana penguapan tertinggi 9,1 milimeter terjadi pada tanggal 15 Februari 2016 dan penguapan minimum 0,0 milimeter terjadi pada tanggal 9 Februari 2016.
7. Perawanan STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
8
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Berdasarkan data Sinoptik perawanan yang terjadi di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang selama bulan Februari 2016 sebagai berikut : a. Jumlah Keseluruhan Awan.
Keterangan : 0 – 2 Oktas 3 – 4 Oktas 5 – 7 Oktas 8 Oktas
: Few ( Cerah ) : Scattered ( Berawan sebagian ) : Broken ( Berawan ) : Overcast ( Berawan banyak )
b. Jenis Awan Rendah
Keterangan : STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
9
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
CU TC CB SC
FEBRUARI
2016
: Awan Cumulus : Awan Towering Cumulus : Awan Cumulonimbus : Awan Strato Cumulus
c. Tinggi Dasar Awan.
Dari data jumlah, jenis dan tinggi dasar awan kondisi perawanan bulan Februari 2016 pada umumnya tidak mengganggu penerbangan.
8. Angin Permukaan Kecepatan angin permukaan rata - rata 4,5 knot dengan arah angin terbanyak bertiup dari arah barat daya sedangkan kecepatan angin terbesar 23 knots bertiup dari arah barat daya terjadi tanggal 28 Februari 2016 jam 12.00 WIB.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
10
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
B. Keadaan Cuaca di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang. 1. Kondisi cuaca yang mengganggu Penerbangan. Penglihatan terdekat dengan jarak pandang ≤ 2 ( dua ) kilometer terjadi dua kali selama bulan Februari 2016, yaitu pada tanggal 9 Februari 2016 jam 13.00 WIB dan tanggal 22 Februari 2016 jam 17.00 WIB. V I S IB I L I T Y < 2 KM
< 5 KM
2
136
HAZE
MIST
KILAT
GUNTUR
HUJAN
GUNTUR & HUJAN
59
3
10
31
108
33
2. Windrose adalah diagram yang menyederhanakan angin pada sebuah lokasi dengan periode tertentu (Encyclopedia Britannica). Selain itu windrose juga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui delapan arah mata angin dan dapat menunjukan besarnya kecepatan angin dan persentasi angin calm. Windrose bulan Februari 2016 yang tercatat pada stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang dari berbagai lapisan adalah sebagai berikut :
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
11
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Permukaan
Gambar: windrose lapisan permukaan
Gambar Distribusi frekuensi kecepatan angin permukaan
Bulan Februari 2016 arah angin permukaan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang dominan dari arah barat dengan kecepatan angin maksimum 23 knot (41,4 km/jam) dan persentasi angin calm sebesar 15,8 %.
Lapisan 925 mb / 3000 feet
Gambar: windrose lapisan 3000’
Gambar Distribusi frekuensi kecepatan angin 3000’
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
12
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Bulan Februari 2016 arah angin dominan pada lapisan 3000 feet yaitu dari arah barat dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 22 knot (39,6 km/jam) dan persentasi angin calm sebesar 0,0%.
Lapisan 850 mb / 5000 feet
Gambar: windrose lapisan 5000’
Gambar Distribusi frekuensi kecepatan angin 5000’
Bulan Februari 2016 arah angin dominan pada lapisan 5000 feet yaitu dari barat dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 22 knot (39,6 km/jam) dan persentasi angin calm sebesar 0,0%.
Lapisan 700 mb / 10000 feet
Gambar: windrose lapisan 10000’
Gambar Distribusi frekuensi kecepatan angin 10000’
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
13
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Bulan Februari 2016 arah angin dominan pada lapisan 10000 feet yaitu dari arah barat dengan kecepatan angin maksimum 17 hingga 21 knot ( 30,6 – 37,8 km/jam) dan persentasi angin calm sebesar 0,0%.
Grafik Komponen angin lapisan 3000 feet sebagai berikut :
Dari grafik komponen angin menunjukan bahwa komponen angin timur barat di tunjukan dengan grafik line berwarna merah, terlihat bahwa angin pada ketinggian 3000 feet dominan bertiup dari arah barat (grafik memiliki nilai negatif). Untuk komponen utara selatan dimana ditunjukan dengan grafik line berwarna biru, terlihat bahwa angin dominan bertiup dari arah utara (grafik memiliki nilai positif). Sehingga dapat disimpulkan pada bulan Februari 2016 angin bertiup dominan dari arah barat hingga utara. Data Komponen Angin (RfRf)) Prosen %
1000 ’ 76,6
3000’ 84,0
LAPISAN 5000’ 7000’ 70,3 38,1
10000’ 34,8
Dari data Aerologi komponen angin pada level 10000 feet ke bawah, rata-rata 60,7%
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
14
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
III. PELAYANAN JASA A. Produk Pelayanan Jasa Penerbangan
Keterangan : BP TAFOR
: Brieffing Pilot :Nama sandi Aerodrome Forecast (Terminal Forecast) yaitu informasi meteorologi tentang prakiraan unsur-unsur cuaca sesaat yang terjadi di suatu Bandar Udara jangka waktu tidak kurang dari 9 jam dan tidak lebih dari 24 jam.
METAR
: Nama sandi mengenai laporan cuaca rutin untuk penerbangan.
SPECI
: Nama sandi mengenai laporan cuaca khusus / terpilih untuk penerbangan.
QAM
:Nama sandi mengenai laporan cuaca bandar udara untuk
pendaratan
dan lepas landas. PIBAL
: Singkatan dari Pilot Balon yaitu data untuk mengetahui laporan arah dan kecepatan angin lapisan udara atas untuk penerbangan.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
15
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Keterangan : FFDOM
: Flight Forecast Domestik yaitu informasi meteorologi tentang prakiraan unsur-unsur cuaca selama penerbangan dan di suatu Bandar Udara di dalam negeri.
FFINT
: Flight Forecast Internasional yaitu informasi meteorologi tentang prakiraan unsur-unsur cuaca selama penerbangan dan di suatu Bandar Udara di luar negeri.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
16
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
FEBRUARI
2016
17
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
B. Hasil Verifikasi Tafor dan Prakiraan Cuaca 1. Verifikasi TAFOR Bandara Ahmad Yani Semarang
2. Verifikasi Prakiraan Cuaca beberapa kota di Jawa Tengah
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
18
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
C. Peta Pilihan Produk Visual Weather
Gambar 3. Analisa angin 3000 feet tanggal 17 Februari 2016
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
19
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
IV. KESIMPULAN Dari data unsur cuaca Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang pada bulan Februari 2016 di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
NO 1 2 3 4 5 6 7
UNSUR CUACA Suhu udara ( oC ) Tekanan Udara (milibar) Kelembaban Udara (%) Arah Angin Kecepatan Angin (knot) Curah hujan (millimeter) Hari Hujan
RATA – RATA OBSERVASI BULAN FEBRUARI
NORMAL BULAN FEBRUARI
SIFAT UNSUR
27,8 1010,6 82 Barat Daya 4,5 282,7 24
26,7 1009,9 84 Barat Laut 5,2 353,6 19
N N N N N BN BN
Keterangan : N AN BN VRB
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
: Normal : Atas Normal : Bawah Normal : Variabel
UNSUR CUACA Suhu Udara Maksimum Rata-rata ( oC ) Suhu Udara Minimum Rata – rata ( oC ) Suhu Udara Maksimum Tertinggi ( oC ) Suhu Udara Minimum Terendah ( oC ) Kelembaban Udara Maksimum Rata-rata (%) Kelembaban Udara Minimum Rata – rata (%) Kelembaban Udara Maksimum Tertinggi (%) Kelembaban Udara Minimum Terendah (%) Tekanan Udara Maksimum Rata-rata (mb) Tekanan Udara Minimum Rata – rata (mb) Tekanan Udara Maksimum Tertinggi (mb) Tekanan Udara Minimum Terendah (mb) Kecepatan Angin Maksimum (knot)
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
OBSERVASI BULAN FEBRUARI 31,3 25,3 33,0 24,4 93 67 97 58 1012,5 1008,4 1015,3 1006,2 23
20
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
V. ARTIKEL METEOROLOGI A. ANALISIS FAKTOR CURAH HUJAN TINGGI SEBAGAI PENYEBAB LONGSOR DI PURWOREJO 5 FEBRUARI 2016 Giyarto Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang email :
[email protected] ABSTRAK Puncak musim hujan di Jawa Tengah secara umum berlangsung di bulan Januari – Februari, sehingga awal tahun 2016 ini perlu diwaspadai potensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor (landslide). Puncak musiim hujan depicu aktifnya monsun dingin Asia. Satu hal lagi saat ini fase Madden Julian Oscillation (MJO) berada di fase 4 yang berarti berada di Maritime Continent, sehingga penguapan atas massa udara basah sangat besar di sekitar pulau Jawa. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan, dimana awan hujan ini akan berpotensi menjadi hujan dengan intensitas hingga lebat dan berdurasi cukup lama yang akan memicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor terutama di Jawa Tengah, seperti di di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo pada tanggal 5 Februari 2016. Dinamika atmosfer pada saat ini secara umum hampir selalu memberikan analisis menunjukkan potensi adanya hujan. Perlu diwaspadai pengaruh Madden Julian Oscillation (MJO) hingga pertengahan Februari 2016. Kata kunci : monsun Asia, landslide, Madden Julian Oscillation, dinamika atmosfer I.
PENDAHULUAN
Bencana banjir dan tanah longsor mengawali tahun 2016. Media elektronik maupun media cetak memberitakan musibah yang banyak menimbulkan kerugian materiil bahkan korban jiwa. Berikut ini salah satu peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi di bulan Februari 2016 yang akan menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini : “TUJUH TEWAS TERTIMBUN LONGSOR “.....Purworejo Darurat Bencana. Diberitakan di Harian Suara Merdeka (7/2/2016) hujan deras yang mengguyur sepanjang Jumat (5/2/2016) siang hingga malam hari mengakibatkan tebing setinggi 60 m dengan panjang 300 m lebih longsor. Longsor ini terjadi di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang. Longsoran tebing akhirnya menerjang dan menimbun empat rumah di RT 3 RW 4. Longsor diperbukitan dengan luas area terdampak hingg 2 ha tersebut mengakibatkan tujuh orang meninggal dunia. Longsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan keadaan geografi yang dibeberapa tempat memiliki curah hujan cukup tinggi dan daerah potensi gempa. Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai faktor utama kelongsoran karena air dapat mengikis suatu lapisan pasir, melumasi batuan ataupun meningkatkan kadar air suatu lempung sehingga mengurangi kekuatan geser. Kemungkinan longsor akibat hujan masih harus dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah dan morfologi perkembangannya.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
21
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 1 : Area longsor di suatu lereng(Sumber : SM, 5/2/2016)
Permasalahan yang umumnya melatarbelakangi bencana tanah longsor adalah: Kemiringan lereng yang hampir tegak lurus akan berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Adanya infrastruktur yang berdiri di atas lereng tidak mungkin dipindah sehingga lahan untuk membuat kemiringan lereng sangat terbatas. Keadaan geografi yang memiliki curah hujan cukup tinggi yang meningkatkan kadar air pori sehingga mengurangi kekuatan geser. Bertambahnya kadar air pori jika terjadi hujan lebat karena kurang berfungsinya saluran drainase pada konstruksi tersebut yang mengakibatkan terhambatnya aliran air yang akan keluar sehingga tekanan air pori meningkat dan berpotensi mengakibatkan kelongsoran. Di atas lokasi longsor telah berubah fungsi dari daerah hijau menjadi pemukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga terjadi perubahan kandungan air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah. Dari permasalahan yang umum melatarbelakangi bencana longsor diatas, selain kondisi topografis juga adanya kondisi yang mendukung yaitu hujan yang cukup intens dan juga lebat di daerah terdampak.
Gambar 2 : Peta lokasi kejadian longsor , Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo (Sumber : google.maps)
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
22
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
II.
FEBRUARI
2016
TINJAUAN PUSTAKA
Umumnya musim berkaitan dengan monsun . Pengkajian tentang monsun telah lama dilakukan, antara lain Walker (1924), Ramage (1967) dll. Demikian juga pengkajian mengenai hubungan dan kaitan antara monsun Asia dan Australia dengan sistem cuaca dan musim di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Boerema (1926), de Boer (1948). Awal musim hujan oleh De Boer (1948) dicirikan dengan jumlah curah hujan dasarian. Bila dalam lebih dari tiga dasarian berturut-turut dalam periode Oktober sampai Maret terdapat curah hujan yang jumlahnya sama atau lebih dari 50 mm maka dasarian yang pertama ditetapkan sebagai awall musim hujan. Sebaliknya untuk musim kemarau. Pada saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi ini bencana banjir dan tanah longsor berpotensi besar untuk terjadi. Daerah yang dipengaruhi Madden Julian Oscillation (MJO) suhu muka lautnya meningkat seiring dengan perjalanan arus laut ke timur sehingga berdampak pada tingginya penguapan air laut. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan yang bergerak ke timur dengan kecepatan 5–10 m/s. Satu hal penting yang perlu diketahui, awan ini mengandung air sangat banyak serta mempunyai periode ulang 30 sampai 90 hari yang berarti dalam kisaran waktu tersebut akan terjadi peningkatan hujan di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Namun perlu diingat, MJO hanya akan berpengaruh terhadap peningkatan hujan di Indonesia ketika posisi matahari di sebelah selatan khatulistiwa. Pada saat itu pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan deras dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Kondisi ini perlu di waspadai karena dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor. III.
DATA DAN METODE
Data yang digunakn dalam penelitian ini adalah Madden Julian Oscillation (MJO) Phase Diagram tanggal 29 Desember 2015 - 06 ebruari 2016, MSLP chart (3 - 5 Februari 2016), Gradien wind chart (3 5 Februari 2016), data kelembapan udara , labiltas udara (K-index/probabilitas badai), indeks curah hujan WRF, peta PRESYG, citra satelit , dan produk prakiraan cuaca dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang (3 – 5 Februari 2016). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan menganalisis faktor signifikan yang menyebabkan yang mendukung terjadinya curah hujan yang tinggi di pulau Jawa Tengah terutama Purworejo. Seperti kondisi monsun, MJO, MSLP chart, Gradien wind Chart hingga citra satelit yang mengindikasikan terjadinya hujan dengan intensitas tinggi di Jawa Tengah. IV.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Monsun Monsun di sekitar Indonesia mempunyai peran banyak dalam tatanan sistem cuaca di Indonesia. Sebab utama terjadinya monsun adalah perbedaan variasi tahunan suhu daratan luas (benua) dan lautan sekitarnya. Perbedaan suhu tersebut kemudian diikuti dengan perbedaan tekanan dengan lebih tinggi di atas daratan pada musim dingin dan sangat rendah di musim panas. Di Indonesia dikenal monsun barat (monsun Asia) dan monsun timur (monsun Australia) meskipun tidak untuk semua daerah di Indonesia. Untuk saat sekarang ini terutama daerah di Jawa sangat dipengaruhi indikasi aktivitas monsun barat (monsun Asia), gejala ini dapat dilihat dari analisis mean sea level pressure (MSLP) di bawah ini.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
23
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 3 : MSLP Analysis chart tanggal 5/2/2016 jam 00.00 UTC (Sumber : bom.gov.au)
Tekanan yang terbentuk di daratan Asia lebih tinggi daripada lautannya, yang secara umum tekanan di Asia (Utara Equator) lebih tinggi daripada di Australia (Selatan Equator). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan suhu antara daerah sekitar daratan Asia dan daratan Australia. Dari pola MSLP di atas terdapat daerah tekanan rendah (Low Pressure Area/LPA) di sekitar daratan Australia dan ada beberapa pola LPA sebelah barat daya pulau Sumatra. Pola ini menunjukkan angin akan bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah (hukum Buys Ballot), sehingga angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia, dan karena menuju ke Selatan Khatulistiwa/Equator, maka angin akan dibelokkan ke arah kiri. Pada waktu ini, Indonesia khususnya akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara (Samudera (Lautan) Pasifik dan Laut Cina Selatan).
Gambar 4 : Gradient Analysischart tanggal 5/2/2016 jam 00.00 UTC (Sumber : bom.gov.au)
Pola angin gradien merupakan aliran udara yang terletak sekitar 1000 meter di atas permukaan bumi, dan tingkat paling representatif dari aliran udara di atmosfer yang tidak terkena gesekan permukaan. Tingkat ini bebas dari angin lokal dan efek topografi (seperti angin laut, angin lereng bawah dll). Dari pola angin gradien di atas karena pengaruh adanya LPA di sebelah barat daya pulau Sumatra (1009 hPa), maka memicu terbentuknya belokan angin dan melambatnya aliran masa udara dari Lautan Hindia. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan massa udara yang mendukung pertumbuhan awan- awan hujan di pantai Selatan Jawa termasuk Purworejo. Dari arsip data pola angin gradien yang dimiliki Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, mulai tanggal 2 Februari 2016 jam 00.00 UTC terdapat pola konvergensi di Jawa Tengah bagian selatan dan sedikit bergerak ke arah pantai selatan ketika memasuki tanggal 4 Februari 2016. Hal ini menjelaskan bahwa awan-awan hujan (kondisi hujan) sudah berlangsung beberapa hari di Jateng bagian selatan (termasuk Purworejo)sebelum terjadi bencana longsor.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
24
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
B. Madden Julian Oscillation (MJO) Daerah yang dipengaruhi MJO suhu muka lautnya meningkat seiring dengan perjalanan arus laut ke timur sehingga berdampak pada tingginya penguapan air laut. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan. Satu hal penting yang perlu diketahui, awan ini mengandung air sangat banyak serta mempunyai periode ulang 30 sampai 90 hari yang berarti dalam kisaran waktu tersebut akan terjadi peningkatan hujan di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Namun perlu diingat, MJO hanya akan berpengaruh terhadap peningkatan hujan di Indonesia ketika posisi matahari di sebelah selatan khatulistiwa. MJO mempunyai delapan fase dalam menyelesaikan satu kali periode osilasi. Berawal dari samudera Hindia bagian barat atau sebelah timur Afrika. Pada posisi ini dikatakan MJO berada pada fase 4 atau berada di sekitar pulau Jawa. Seperti gambar di bawah ini :
Gambar 5 : MJO Phase Diagram tanggal 29 Desember 2015 - 06 ebruari 2016 (Sumber : http://reg.bom.gov.au/climate/mjo/#tabs=MJO-phase)
Pengaruh MJO ini berlanjut sampai pertengahan Februari 2016. Dengan aktivitas monsun dingin Asia dan diikuti fase MJO yang berada pada posisi maritim kontinen (fase 4), pada saat ini pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan lebat dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Kondisi ini perlu di waspadai karena dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor. C. Kelembapan Udara (Relative Humidity) Kondisi Kelembaban Udara yang tinggi menyebabkan masa uap air jenuh yang menjadi suplai pertumbuhan awan hujan cukup banyak tersedia. Sesuai pantauan yang kami lakukan bahwa mulai tanggal 3 – 5 Februari 2016 kondisi kelembapan udara di Jawa Tengah khususnya Purworejo mulai lapisan permukaan hingga 850 hPa menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu : dalam kisaran 8590%. Pada ketinggian 700 hPa hingga 500 hPa menunjukkan angka 70-80%, yang berarti suplai massa uap air jenuh sangat besar untuk pertumbuhan awan hujan.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
25
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 6 : Kondisi kelembapan udara lapisan 850 – 500 hPa tgl 5/2/2016 (Sumber : bom.gova.au)
D. K-Index (Ukuran Probabilitas Thunderstorm/Badai) Indeks K adalah nilai sebagai ukuran untuk menaksir potensi timbulnya awan badaiguntur berdasarkan laju susut suhu vertikal, kelengasan udara (udara dengan kelembapan nisbi tinggi) lapisan bawah, dan perluasan vertikal dari lapisan udara lengas. Indeks K cukup baik untuk digunakan menandai potensi timbulnya badaiguntur massa udara, tetapi kurang cocok untuk badaiguntur termal. Sesuai dengan kondisi saat ini di Jawa Tengah massa udara yang mengalir cukup basah karena pengaruh monsun dan MJO.Selain digunakan untuk menandai adanya badaiguntur, indeks K digunakan pula untuk menandai dampak dari badaiguntur, misalnya banjir. Indeks yang tercatat pada tanggal 5 Februari 2016 di Jateng bagian selatan menunjukkan kisaran angka 35-39. Hal ini memberikan arti bahwa potensi terbentuknya awan badaiguntur cukup besar (80-90 %) dengan luasan diperkirakan tersebar di Jawa Tengah bagian selatan. E. Data Curah Hujan Pada indeks curah hujan dari WRF BMKG citra hujan 3-jam, pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 16.00 WIB dan 19.00 WIB di sekitar Purworejo dihasilkan citra sebagai berikut :
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
26
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Gambar 7 : Indeks curah hujan pulau Jawa pukul 16.00 WIB dan 19 WIB (Sumber : http://diseminasi.meteo.bmkg.go.id/wrf/)
Pada indeks curah hujan WRF pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB diatas, daerah Purworejo terjadi akumulasi curah hujan dengan estimasi takaran 5 -15 mm/jam (hujan ringan – sedang). Pada peta PRESYG wilayah Indonesia hari Jumat 5 Februari 2016 menghasilkan warning sebagai berikut :
Gambar 8 : Peta PRESYG wilaah Indonesia 5 Februari 2016 (Sumber : metpublik BMKG)
Dari peta diatas disarankan dibuat warning untuk daerah Jawa Tengah terutama pegunungan tengah dan bagian selatan bahwa pada tanggal 5 Februari 2016 akan ada potensi hujan dengan intensitas lebat. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh adanya massa udara basah lapisan rendah terkonsentrasi di Jawa Tengah. Sehingga menyebabkan proses konveksi dalam skala lokal yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terjadi merata di wilayah Purworejo dan sekitarnya pada tanggal 5 Februari 2016 sekitar pukul 15.00 - 20.00 WIB, yang menyebabkan terjadi longsor di Ds Siwinong,RT 03/04 Penungkulan, Kec. Gebang, Purworejo, Jawa Tengah. Berdasarkan data pengamatan curah hujan dari beberapa Pos hujan diketahui bahwa hujan yang terjadi di wilayah Purworejo hampir merata dengan intensitas sedang - lebat. Konsentrasi hujan lebat terjadi di Desa Kedung pucung, Bendung Jrakah, Kalimeneng dan Bruno tercatat lebih dari 100 dan yang paling besar adalah Kedungpucung tercatat 159 mm (sebagai catatan : daerah terdekat dengan lokasi longsor di Bruno). Dibawah ini tabel curah hujan pada tanggal 5 Februari 2016 yang tercatat di Pos hujan di daerah Purworejo.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
27
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
DAERAH Kedungpucung Kalimeneng
FEBRUARI
2016
Tgl 5 Februari 2016
Bruno
159 mm 106 mm 102 mm
Bendung Jrakah
120 mm
Pangen Juru Tengah
98 mm
Kedung gubit
89 mm
F.
Citra Satelit Pada citra satelit infrared area south west terlihat pertumbuhan awan konvektiv yang signifikan di Wilayah Purworejo dan sekitarnya pada 5 Februari 2016 pukul 15.00 - 19.00WIB, seperti gambar di bawah ini :
Gambar 9 :perkembangan pertumbuhan awan hujan di pulau Jawa tanggal 5/2/2016 mulai pukul 14.00 – 19.00 WIB (Sumber : bom.gova.au)
Pada pagi hari didaerah Purworejo dalam kondisi cerah berawan dengan kondisi atmosfer sudah tampak dalam kondisi labil, menjelang siang beberapa tempat sudah di guyur hujan ringan tidak merata. Perkembangan pertumbuhan awan hujan dimulai pukul 13.00 WIB, yang disebabkan berkumpulnya massa udara cukup basah yang disebabkan olek perlambatan kecepatan angin dan konvergensi di Jawa STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
28
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Tengah bagian selatan. Dengan indeks badai yang ada dalam probabilitas yang cukup tinggi maka awan-awan hujan tumbuh hingga lapisan atas dan dalam jumlah cukup banyak, sehingga menutupi hampir seluruh wilayah Purworejo. Maka hujan dengan intensitas sedang – lebatpun tinggal menunggu waktu. Curah hujan yang tinggi seperti ini yang dapat menjadi pencetus terjadinya longsor, terutama untuk daerah yang labil dan topografi berbukit dengan kemiringan yang signifikan. G. Prakiraan Cuaca Dalam rangka penguatan pelayanan meteorologi, Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang mengeluarkan prakiraan cuaca 3 (tiga) harian dengan menggambarkan kondisi cuaca pada : pagi (07.00 – 13.00 WIB), siang (13.00 – 19.00 WIB), malam (19.00 – 00.00 WIB), dan dini hari (00.00 – 07.00 WIB). Seperti tampak pada gambar di bawah ini :
Gambar 10 : Produk prakiraan cuaca Kabupate/Kota di wilayah Jawa Tengah dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang tanggal 3 – 5 Februari 2016.
Kejadian longsor bukanlah kejadian yang bisa terjadi karena dipicu oleh proses hujan dalam waktu yang pendek, seperti kejadian di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo ini. Karena mulai akhir Januari 2016 untuk daerah Jawa Tengah bagian selatan termasuk Purworejo
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
29
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
sudah dilanda hujan dengan intesitas sedang – lebat. Sehingga curah hujan yang diterima cukup tinggi apabila diukur mulai kejadian-kejadian hujan sebelumnya. Seperti prakiraan cuaca sebagai bentuk pelayanan yang disampaikan oleh Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang terhadap publik dan stakeholder yang ada, pada gambar di atas mulai tgl 3 – 5 Februari 2016 daerah Purworejo berpotensi diguyur hujan intensitas ringan-sedang. Prakiraan cuaca ini juga telah kami validasi dengan peringatan dini cuaca yang terjadi, seperti redaksi yang kami kirimkan ke publik melalui media jaringan stakeholder kami pada group-group yang ada di fasilitas android yang tersedia. Peringatan dini kami sebarkan minimal 30 menit sebelum kejadian cuaca ekstrim tersebut terjadi, apabila masih dalam tahap potensi. Apabila suatu kejadian cuaca ekstrim telah terjadi diluar pantauan kami, karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang ada maka kami tetap akan selalu memberikan informasi kejadian cuaca ekstrim tersebut. Berikut bentuk peringatan dini cuaca yang kami keluarkan terkait kejadian cuaca ekstrim tgl 5 Februari 2016 yang menjadi pemicu kejadian longsor di Purworejo : Peringatan dini cuaca Jateng tgl 05 Februari 2016 pkl 16.30 WIB. Berpotensi hujan sedang - lebat (hujan sedang berdurasi panjang) disertai petir dan angin kencang pada pukul 16.30 wib di wilayah Kebumen - Purworejo. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga pukul 17.30 WIB. Prakirawan Stamet A. Yani Semarang Update Peringatan Dini Cuaca BMKG Jateng Tgl. 5 Februari 2016 pkl. 18.45 WIB. Masih berpotensi terjadi hujan sedang hingga lebat pkl. 18.40 WIB di wil. Kebumen dan Purworejo . Kondisi ini diprakirakan masih akan berlangsung hingga pukul 20.00 WIB dan meluas ke Purwokerto , Cilacap dan sekitarnya. Prakirawan Stamet A. Yani Semarang V.
KESIMPULAN
Pada musim hujan karena pengaruh monsun barat (monsun Asia) yang diperkuat dengan pengaruh Madden Julian Oscillation (MJO) pada fase 4 yang berarti akan memperkuat kondisi/kejadian hujan yang terjadi di Jawa Tengah hingga intensitas sedang – lebat dalam durasi yang lama. Kondisi seperti ini merupakan faktor besar sebagai pemicu terjadinya banjir dan tanah longsor di beberapa tempat terutama dalam kondisi topografi yang berbukit dengan kemiringan yang signifikan. Periode munculnya MJO terjadi bersamaan dengan banyaknya awan sehingga puncak musim hujan akan kembali terjadi dalam waktu dekat. Pada saat pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan deras dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Secara umum dinamika atmosfer pada masa sekarang ini yang memasuki puncak musim penghujan dari beberapa unsur mulai dari pola angin gradien, kelembapan udara perlapisan, kondisi labilitas udara yang ada pastinya memberikan indikasi yang kuat terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrim (curah hujan yang tinggi). Diharapkan terjadinya peningkatan atau penguatan pelayanan meteorologi yang semakin cepat, tepat dan akurat sehingga dapat sampai ke masyarakat dan instansi terkait. Nantinya akan berguna apabila indikasi bencana telah terdeteksi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan bidang meteorologi. Sehingga dampak kerugian harta benda dan nyawa akan dapat diminimalisir. Banjir dan tanah longsor terjadi bukan semata-mata akibat curah hujan yang amat tinggi, namun juga dipengaruhi oleh jenis tanah dan kondisi lingkungan yang semakin rusak. Analisis kompleksitas pengaruh cuaca ekstrim yang dapat digunakan untuk mempertinggi akurasi prakiraan cuaca ini tidak akan memberi manfaat banyak untuk dijelaskan manakala pemerintah dan masyarakat kemudian tidak bertindak sebagaimana mestinya.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
30
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
DAFTAR PUSTAKA Peatman SC, Matthews AJ, Stevens DP, 2014: Propagation of the Madden-Julian Oscillation through the Maritime Continent and scale interaction with the diurnal cycle of precipitation. Quart. J. Roy. Meteorol. Soc., 140, 814-825. Batstone CP, Matthews AJ, Stevens DP, 2005: Coupled ocean-atmosphere interactions between the Madden-Julian Oscillation and synoptic-scale variability over the warm pool. J. Climate, 18, 2004-2020. Harian SUARA MERDEKA : “TUJUH TEWAS TERTIMBUN LONGSOR “.....Purworejo Darurat Bencana, edisi Jumat tanggal 5 Februari 2016. Soerjadi Wirjohamidjojo, PROBLEMA CUACA DAN IKLIM INDONESIA (2013)
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
31
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
B. KARAKTERISTIK CUACA PADA PERIODE EL NINO JANUARI 2016 Yoga Sambodo, S.P Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang email:
[email protected] ABSTRAK Periode Januari merupakan puncak musim penghujan di Jawa Tengah karena bertepatan dengan puncak Monsun Asia, namun pada periode Januari 2016 dilaporkan masih banyak kejadian Puting Beliung padahal secara umum kejadian Puting Beliung akan semakin berkurang ketika mendekati puncak musim penghujan. Pada periode Januari 2016 ini juga fenomena El Nino menunjukkan indeks anomali kuat. Ketiga hal di atas menunjukkan bahwa kondisi atmosfir di Jawa Tengah pada periode Januari 2016 dipengaruhi 3 (tiga) sirkulasi atmosfer yaitu sirkulasi atmosfir skala lokal, skala regional dan skala global yang diduga berpeluang membentuk pola/ karakteristik cuaca yang unik. Kajian dilakukan dengan cara membandingkan kondisi cuaca bulan Januari saat periode El Nino dengan kondisi cuaca bulan Januari saat periode Normal dengan sampel data pengamatan dari Stasiun Meteorologi A Yani Semarang. Hasil kajian menunjukkan karakteristik cuaca bulan Januari saat periode
El Nino
menyerupai karakteristik cuaca saat Pancaroba (Peralihan Musim). Kata kunci : Puncak Monsun Asia, El Nino, Karakteristik Cuaca LATAR BELAKANG Kajian ini dilatarbelakangi setidaknya karena 3 hal : Pertama, masih banyaknya laporan kejadian bencana Puting Beliung di wilayah Jawa Tengah pada periode Januari 2016 (34 kasus) [1] padahal secara umum kejadian Puting Beliung akan semakin berkurang ketika mendekati puncak musim penghujan. Kedua, Puncak Monsun Asia yang bisa diartikan sebagai puncak musim penghujan wilayah Jawa Tengah periode 2015 -2016 diperkirakan pada akhir Januari – pertengahan Februari 2016, hal ini berkesesuaian dengan data klimatologis rata-rata curah hujan di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang selama 30 tahun (1982-2011) [2] bahwa curah hujan terbanyak pada bulan Januari sebesar 363.8 mm. Ketiga, pada periode Januari 2016 ini fenomena El Nino menunjukkan indeks anomali kuat >2 [3] di mana berpotensi akan mempengaruhi distribusi maupun intensitas curah hujan. Ketiga hal di atas menunjukkan bahwa kondisi atmosfir di Jawa Tengah pada periode Januari 2016 dipengaruhi 3 (tiga) sirkulasi atmosfer yaitu sirkulasi atmosfir skala lokal, skala regional dan skala global yang diduga berpeluang membentuk pola/ karakteristik cuaca yang unik. Karakteristik cuaca yang yang dipengaruhi 3 (tiga) sirkulasi atmosfir sebagai mana disebut di atas inilah yang menjadi tujuan kajian ini. Perlu ditekankan bahwa dalam kajian ini tidak akan dibahas secara mendetail hubungan antara fenomena El Nino dengan kejadian Puting Beliung, karena secara skala meteorologis keduanya tidak berada pada posisi yang setara untuk secara langsung dihubungkan. STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
32
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
TINJAUAN PUSTAKA Menurut Aldrian et al dalam Danang [4] wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi 3 tipe wilayah curah hujan yaitu tipe Monsunal, ekuatorial dan lokal (Gambar 1), dimana tipe Monsunal lebih didominasi oleh wilayah Indonesia bagian selatan. Berdasarkan amplitudo dan fase tahunan, Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat wilayah klimatologi yaitu: Desember-Januari-Februari (DJF), MaretApril-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON). Puncak curah hujan di Pulau Jawa yang merupakan wilayah dengan curah hujan tipe Monsunal pada umumnya terjadi pada DJF. Karena Semarang berada di wilayah Pulau Jawa, maka Semarang termasuk wilayah dengan curah hujan tipe Monsunal, hal ini sesuai dengan data klimatologis curah hujan di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang selama 30 tahun (1982-2011) bahwa curah hujan terbanyak pada bulan Januari.
Letak dan kondisi geografis, Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara garis 6 050’ – 7o10’ Lintang Selatan dan garis 109035’ – 110050’ Bujur Timur, sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 13,6 kilometer, bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan. Hal tersebut mengakibatkan sirkulasi atmosfir lokal juga turut membentuk karakteristik cuaca yang kuat. Menurut Tjasyono et al dalam Danang [4]. bahwa Monsun di Indonesia didominasi oleh awanawan konvektif dan hujan-hujan konveksi. Di sisi lain Monsun juga dapat diperkuat oleh angin-angin lokal untuk menghasilkan hujan yang berlimpah.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
33
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Namun demikian pada periode Januari 2016 ini fenomena global El Nino juga menunjukkan pada skala yang kuat di mana berpotensi mempengaruhi kondisi meterologis dan klimatologis di wilayah Semarang atau Jawa Tengah pada umumnya. El Nino diartikan sebagai fenomena adanya perbedaan positif antara suhu muka laut yang teramati dibandingkan keadaan Normalnya di wilayah Samudra Pasifik ekuatorial. Pada kondisi El Nino suhu muka laut di Pasifik Ekuator Timur menjadi lebih panas dari pada kondisi Normalnya (Gambar 2.B). Hal ini mengakibatkan konveksi banyak terjadi di daerah tersebut yang menyebabkan curah hujan meningkat. Banyaknya konveksi menyebabkan massa udara berkumpul ke wilayah Pasifik ekuator timur, termasuk massa udara dari Indonesia sehingga wilayah Indonesia curah hujannya berkurang dan di beberapa wilayah mengalami kekeringan. Menurut Ramage dalam Danang [4], Sirkulasi atmosfer skala global memiliki kaitan erat dengan sirkulasi atmosfer skala yang lebih kecil. Kondisi ini yang berlaku di wilayah Benua Maritim Indonesia. Hal ini diperkuat oleh pendapat Wirjohamidjojo dalam Danang [4], di mana sirkulasi atmosfer skala global dapat mempengaruhi kondisi sirkulasi atmosfer skala regional maupun sirkulasi skala lokal. DATA DAN METODE Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data observasi dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang berupa : 1.
Data curah hujan harian bulan Januari periode tahun 2012 – 2016
2.
Data angin permukaan periode Januari periode tahun 2012 – 2016 yang terbagi dalam 3 (tiga) Dasarian.
Data yang diunduh dari ITACS [5] berupa : 1.
Data angin paras 850 mb Data bulan Januari 2016 adalah data yang dianggap mewakili data saat terjadi periode El Nino,
sedangkan data bulan Januari 2012 – 2015 diasumsikan data yang mewakili periode Normal (indeks El Nino pada kondisi Normal) Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan kondisi meteorologis saat terjadi periode El Nino dengan kondisi meteorologis saat Normal (tidak terjadi El Nino).
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
34
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
HASIL DAN PEMBAHASAN Arah dan Kecepatan Angin Gambar 3 menunjukkan pola angin rata-rata paras 850 mb ketika terjadi Monsun Asia (musim angin baratan) dan ketika terjadi Monsun Australia (musim angin timuran). Secara umum diketahui bahwa ketika Monsun Asia melanda wilayah Indonesia maka wilayah di sebelah selatan equator akan mengalami musim penghujan, demikian pula sebaliknya ketika Monsun Australia melanda wilayah Indonesia maka wilayah di sebelah selatan equator mengalami musim kemarau.
Dari gambar 4 terlihat pada periode El Nino Januari 2016 terutama pada Dasarian I – Pertengahan Dasarian II Januari 2016, pola anginnya berbeda dengan pola angin rata-rata Monsun Asia dan lebih menyerupai pola angin rata-rata Monsun Australia. Pola angin setelah Pertengahan Dasarian II – Dasarian III Januari 2016 kembali menunjukkan kesamaan dengan pola umum Monsun Asia. Demikian juga dari pengamatan angin permukaan seperti terlihat pada Tabel 1, dari mayoritas sampel yang mewakili periode Normal kecuali Januari 2015 menunjukkan bahwa di setiap Dasarian didominasi angin baratan, sementara pada periode El Nino Januari 2016 terlihat pada Dasarian I terlihat
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
35
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
angin didominasi oleh angin timuran, baru pada Dasarian II – Dasarian III Januari 2016 pola angin mulai menunjukkan hampir sama dengan mayoritas angin pada periode Normal.
Penyimpangan pola angin paras 850 mb dan pola angin permukaan periode El Nino Januari 2016 terutama pada Dasarian I – Pertengahan Dasarian II diduga disebabkan karena kondisi suhu muka laut di perairan sekitar Jawa lebih rendah dibanding Normalnya. Suhu muka laut yang rendah di perairan sekitar Jawa menyebabkan tidak terbentuknya daerah tekanan rendah yang biasanya muncul di wilayah Samudra Indonesia sebelah selatan Jawa, hal ini menyebabkan massa udara yang biasanya mengalir dari benua Asia ke benua Australia terhambat sehingga menyebabkan penyimpangan pola angin dari rataratanya. Suhu muka laut di perairan sekitar Jawa sebenarnya mulai meningkat ketika memasuki awal Januari 2016 [6], namun diduga tidak serta merta mempengaruhi kondisi atmosfir di sekitarnya. Dari penelitian Swarinoto dalam Tresnawati et al [7] tentang pengaruh bahwa Suhu Permukaan Laut (SPL) Nino 3.4 terhadap perubahan curah hujan, menunjukkan SPL Nino 3.4 bahwa tidak secara langsung dalam waktu bersamaan mempengaruhi curah hujan. Merujuk dari pernyataan di atas, disimpulkan adanya time lag antara perubahan suhu muka laut dengan perubahan kondisi atmosfir artinya bahwa perubahan suhu permukaan laut tidak secara langsung dalam waktu bersamaan mempengaruhi pola angin.
Jumlah Curah Hujan Secara umum, telah diketahui bahwa El Nino berpotensi mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia tetapi intensitasnya bervariasi tergantung lokasi dan kondisi lokal. Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 5, jika dibandingkan dengan data Normal 30 tahun dapat dilihat bahwa pada Januari 2016 jumlah curah hujan lebih rendah 26.5% dari Normalnya.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
36
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Hal tersebut sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Supari [8] bahwa untuk wilayah Jateng jumlah curah hujan berkurang antara 10 – 30% dibanding Normalnya ketika terjadi fenomena El Nino.
Jumlah Hari Hujan, Distribusi Hari Hujan dan Tipe Hujan Dari Tabel 2 Kolom Cuaca Khusus, terlihat bahwa dari semua sampel data yang diambil baik dari sampel periode Normal maupun periode El Nino tidak ada perbedaan yaitu hujan (RA), TS (kilat/ petir) maupun TSRA (hujan yang disertai kilat/ petir). Hasil analisis Tjasyono et al dalam Danang [4] menyimpulkan bahwa hujan di Indonesia disebabkan oleh awan-awan konvektif yang menghasilkan hujan-hujan konveksi di mana awan-awan konvektif tersebut dapat menghasilkan hujan lebat, bahkan hailstone (batu es) dan kilat. Secara umumnya kejadian Cuaca Khusus terutama kejadian TS (kilat/ petir) baik frekuensi maupun intensitasnya akan berbeda pada setiap musim. Dengan asumsi bahwa karakteristik cuaca pada periode El Nino Januari 2016 berbeda dengan karakteristik cuaca pada periode Normal, diharapkan pada Tabel 2 Kolom Cuaca Khusus terutama kejadian TS (kilat/ petir) juga akan menghasilkan data yang berbeda, namun karena data yang digunakan pada kajian ini merupakan data observasi yang bersifat subyektif kualitatif maka perbedaan yang diharapkan tidak terlihat.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
37
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Dari Tabel 2 mayoritas sampel yang diambil pada periode Normal menunjukkan bahwa hujan terjadi hampir setiap hari berurutan, sedangkan pada sampel periode El Nino tampak bahwa distribusi hujan menunjukkan ada jeda antara hujan satu dengan hujan lainnya terutama pada awal Dasarian I – Pertengahan Dasarian II (hari tidak terjadi hujan ditunjukkan kolom warna kuning). Menurut Zakir [9] tipe distribusi hujan pada sampel periode El Nino tersebut mirip dengan distribusi hujan pada musim Pancaroba (Peralihan Musim) di mana pola hujan yang turun berkisar antara 1-3 hari disertai jeda tanpa hujan. STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
38
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Dari Tabel 2 Data Kejadian Hujan/ Cuaca Khusus dan Tipe Hujan di atas dapat diuraikan secara lebih detail sebagai berikut :
Tabel 3 Kolom Frekuensi dan Prosentase Hari Hujan menunjukkan selama periode El Nino Januari 2016, dari 31 hari pada bulan Januari hanya terjadi 17 hari hujan (54.8%), hal ini sangat jauh lebih rendah dibanding dengan sampel data lainnya yang minimal mencapai 25 hari hujan (lebih dari 80%). Meskipun selama ini tidak ada ketentuan jumlah hari hujan minimal untuk menunjukkan berapa jumlah rata-rata hari hujan di puncak Monsun, namun dari mayoritas sampel yang diambil pada periode Normal dibandingkan pada periode El Nino Januari 2016 terlihat bahwa pada periode El Nino terjadi penurunan jumlah hari hujan yang besar. Dari Tabel 3 Kolom Frekuensi dan Prosentase Tipe Hujan menunjukkan bahwa pada periode Normal kecuali tahun 2015 terlihat bahwa dari mayoritas sampel kecuali sampel Januari 2015 menunjukkan lebih dari 90% hujan bersifat kontinyu dan kurang dari 10% bersifat tidak kontinyu, sedangkan pada sampel periode El Nino hujan yang bersifat kontinyu hanya sekitar 71% dan hujan tidak kontintu sekitar 29%. Secara alami sifat hujan di puncak Monsun Asia berlimpah dan berdurasi panjang. Menurut Tjasyono et al dalam Danang [4]. bahwa Monsun di Indonesia didominasi oleh awan-awan konvektif dan hujan-hujan konveksi. Di sisi lain Monsun juga dapat diperkuat oleh angin-angin lokal untuk menghasilkan hujan yang berlimpah. Lebih jauh menurut Zakir [9] umumnya sifat hujan pada musim penghujan berdurasi panjang hal tersebut dikarenakan hujan yang terjadi dihasilkan oleh awan yang jenisnya beraneka ragam dan lamanya pertumbuhan awannyapun seakan-akan tidak pernah berhenti untuk menutupi suatu wilayah. Setelah hujan turun, maka awan tersebut tidak serta merta berhenti menurunkan hujannya untuk yang kedua kalinya melainkan awan-awan tersebut tumbuh lagi dan tumbuh lagi, akhirnya terjadilah hujan yang merata. Jadi awan yang tumbuh di musim hujan mengalir terus menerus, apakah berasal dari yang tumbuh di daerahnya maupun yang bergerak dari tempat lain. Diduga berkurangnya tipe hujan yang bersifat kontinyu dan bertambahnya sifat hujan tidak kontinyu pada periode El Nino Januari 2016 dikarenakan terhambatnya suplai massa udara basah dari Monsun Asia dan hujan yang terjadi lebih banyak disebabkan karena aktivitas konvektif lokal yang biasanya sifat hujannya deras namun durasinya singkat.
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
39
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
Waktu Terjadinya Hujan
Dari Tabel 4 terlihat lebih dari 60% lebih, sampel waktu terjadinya hujan periode Normal maupun periode El Nino waktu terjadinya hujan adalah pada siang – malam hari, sisanya antara 20 – 40% terjadi pada pagi dan dini hari. Walaupun secara prosentase sampel waktu terjadinya hujan pada periode El Nino Januari 2016 tidak berbeda signifikan dengan mayoritas sampel pada periode Normal, namun secara frekuensi kejadian waktu terjadinya hujan pada dini hari dan pagi hari terlihat paling rendah. Uraian di atas menjelaskan bahwa secara umum sebagian besar curah hujan konveksi di wilayah Benua Maritim Indonesia terjadi pada siang/ sore hingga awal malam/ malam hari, jadi ketika waktu terjadinya hujan pada dini hari atau pagi hari diasumsikan bahwa hujan yang terjadi bukan dikarenakan pengaruh konveksi lokal tetapi pengaruh dari tempat lain. Menurut Tjasyono et al dalam Danang [4] sebagian besar curah hujan konveksi terjadi setelah insolasi maksimum (jam 12.00 waktu lokal). Curah hujan konveksi dapat terjadi waktu pagi hari karena pengaruh wilayah maritim. Diduga bahwa pada periode El Nino Januari 2016 terutama pada Dasarian I – Pertengahan Dasarian II hujan yang terjadi lebih banyak bersifat lokal dikarenakan pengaruh konvektif lokal, selain itu suplai massa udara dari pengaruh Monsun Asia berkurang dibandingkan pada periode Normal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan perbandingan unsur cuaca berupa parameter angin dan hujan pada periode El Nino Januari 2016 dengan sampel periode Normal, terlihat adanya perbedaan karakteristik cuaca yang signifikan. Pada mayoritas sampel periode Normal kecuali Januari 2015 mencerminkan pola karakteristik cuaca puncak Monsun Asia, sedangkan pada periode El Nino Januari 2016 lebih mencerminkan karakteristik cuaca Pancaroba (Peralihan Musim). Kesimpulan di atas bisa jadi merupakan jawaban tidak langsung dari apa yang disinggung pada latar belakang berupa banyaknya laporan kejadian puting beliung pada periode Januari 2016, karena secara statistik kejadian Puting Beliung banyak terjadi pada periode Pancaroba (Peralihan Musim). Perlu banyak kajian dengan lebih banyak sampel data dari berbagai lokasi yang berbeda untuk menyimpulkan bahwa ketika fenomena El Nino kuat terjadi pada puncak Monsun Asia maka akan membentuknya pola/ karakteristik cuaca Pancaroba (Peralihan Musim) seperti yang disimpulkan pada kajian ini. STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
40
INFORMASI CUACA BANDARA AHMAD YANI BULAN
FEBRUARI
2016
DAFTAR PUSTAKA [1] BPBD Jateng (2016). Informasi Kejadian Puting Beliung di Jawa Tengah Periode Januari 2016 (http:// bpbdjateng.info), diakses 5 Februari 2016. [2] Stasiun Meteorologi A. Yani Semarang (2011). Data Rata-rata Curah Hujan Bulanan 1982 – 2011. [3] BMKG (2016). Informasi Indeks El Nino. (http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Informasi_Iklim/Informasi_Index_El_Nino.bmkg), diakses 5 Februari 2016. [4] Danang, E. N (2013). Karakteristik Curah Hujan Abad 20 di Jakarta Berdasarkan Kejadian Iklim Global, Jurnal Meteorologi dan Geofisika XIV (3), Hal.139-147. [5] http://extreme.kishou.go.jp/itacs5/ [6] BMKG (2016). Informasi Suhu Muka Laut. (http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Informasi_Iklim/Informasi_Suhu_Muka_Laut.bmkg), diakses 5 Februari 2016 [7] Tresnawati, R & Komalasari, K. E. (2011). Skenario Tenggang Waktu SST Nino 3.4 Terhadap Curah Hujan Untuk Meningkatkan Akurasi Prediksi Kalman Filter, Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Hal. 243251. [8] Supari (2014). Sejarah Dampak El Nino Di Indonesia. (http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/lain_lain/artikel/Sejarah_Dampak_El_Nino_di_Indonesia.bmkg), diakses 3 Januari 2016. [9] Zakir, A (2013). Mungkinkah Hujan Turun Jauh Dari Awannya. (http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Lain_Lain/Artikel/Mungkinkah_Hujan_Turun_Jauh_Dari_Awan nya.bmkg), diakses 3 Januari 2016
STASIUN METEOROLOGI AHMAD YANI SEMARANG
41