INFILTRASI DI AREAL TERBUKA DAN BERUMPUT MENGGUNAKAN DOUBLE RING INFILTROMETER DI DAERAH PERUMAHAN BUKIT PINANG BAHARI SAMARINDA SEBERANG Oleh : JOKO RIADY NIM. 120500122
PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
INFILTRASI DI AREAL TERBUKA DAN BERUMPUT MENGGUNAKAN DOUBLE RING INFILTROMETER DI DAERAH PERUMAHAN BUKIT PINANG BAHARI SAMARINDA SEBERANG
Oleh : JOKO RIADY NIM. 120500122
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
INFILTRASI DI AREAL TERBUKA DAN BERUMPUT MENGGUNAKAN DOUBLE RING INFILTROMETER DI DAERAH PERUMAHAN BUKIT PINANG BAHARI SAMARINDA SEBERANG Oleh : JOKO RIADY NIM. 120500122
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Infiltrasi di Areal Terbuka dan Berumput Menggunakan Double Ring Infiltrometer di Daerah Perumahan Bukit Pinang Bahari Samarinda Seberang
Nama
: Joko Riady
NIM
: 120 500 122
Program Studi
: Manajemen Lingkungan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Penguji I,
Pembimbing,
Ir. Dadang Suprapto, MP NIP. 19620101 198803 1 003
Penguji II,
Ir. M. Masrudy, MP NIP. 19600805 198803 1 003
Menyetujui, Ketua Program Studi Manajemen Lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. Dadang Suprapto, MP NIP. 19620101 198803 1 003
Martha E. Siahaya. S.Hut., MP NIP.19721107 200312 2 001
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. M. Masrudy, MP NIP. 19600805 198803 1 003
Lulus ujian pada tanggal :.........................................
ABSTRAK Joko Riady. Infiltrasi Di Areal Terbuka Dan Berumput Menggunakan Double Ring Infiltrometer Di Daerah Perumahan Bukit Pinang Bahari (di bawah bimbingan DADANG SUPRAPTO). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin parahnya kerusakan lingkungan yang terjadi di Samarinda sehingga menyebabkan resiko mengalirnya air diatas permukaan tanah yang semakin meningkat. Penelitian ini dilakukan di wilayah Perumahan Bukit Pinang Bahari Samarinda Seberang, dengan tujuan untuk menganalisa perbandingan tingkat laju infiltrasi pada areal terbuka dan areal berumput,sehingga dapat menjadi bahan pertimbanangan bagi pembuat kebijakan bagi pemerintah dan swasta. Metode yang digunakan untuk menganalisis perbandingan tingkat laju infiltrasi menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata laju infiltrasi di daerah terbuka adalah 67,54 mm/jam, sedangkan di daerah berumput rata-rata laju infiltrasinya adalah 137,63 mm/jam. Sehingga laju infiltrasi di daerah berumput dua kali lebih besar dibandingkan laju erosi di daerah terbuka. Laju kapasitas infiltrasi rata-rata di daerah terbuka adalah 0 mm/jam sedangkan rata-rata laju kapasitas filtrasi pada daerah berumput adalah 60 mm/jam. Rata-rata kadar air pada daerah terbuka adalah 12,72 % sedangkan rata-rata kadar air pada daerah berumput adalah 6,44 %. Kata Kunci: Infiltrasi, Double Ring Infiltration, areal terbuka, areal berumput
RIWAYAT HIDUP Joko Riady lahir pada tanggal 13 Maret 1993 di Samarinda, Kalimantan Timur. Merupakan anak pertama dari Ibu Samsiyah dan Bapak Suyono. Tahun 2000 memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul. Athfal. Kecamatan Samarinda Ilir tahun ajaran 1995- 1996, kemudian menempuh Sekolah Dasar di SDN 015 Sebuku Kalimantan Timur selama enam tahun dan melanjutkan ke SMPN 002 Sebuku Kalimantan Timur pada tahun 2006 selama tiga tahun. Selanjutnya di SMA 01 Sebuku Kalimantan Timur memperoleh ijazah tahun 2012. Pendidikan Tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian, Program Studi Manajemen Lingkungan tahun 2012. Pernah menjabat sebagai bendahara HIMA (Himpunan Mahasiswa) Program Studi Manajemen Lingkungan dan el-Kalam Politeknik Pertanian Negeri Samarinda periode 2013-2014.
Pernah menjalani Praktik Kerja Lapang (PKL)
selama 2 (dua) bulan di PDAM Tirta Kencana Unit 1 Cendana Samarinda.
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas berkat Rahmat- Nya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Pembuatan karya ilmiah ini disusun berdasarkan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan di lapangan yakni Infiltrasi di Area Terbuka dan Daerah Berumput Menggunakan Doubel Ring Infiltrometer di Daerah Perumaham Bukit Pinang Bahari. Persiapan pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu
pada bulan
Desember sampai bulan Januari
2014, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan sebutan Ahli Madya. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moral dan material.
2.
Bapak Ir. Dadang Suprapto, MP. Selaku Dosen Pembimbing dan selaku Ketua Program Studi Manajemen Lingkungan
3.
Bapak Ir.M. Masrudy, MP. Selaku Dosen penguji I dan Selaku Ketua Jurusan Program Studi Manajemen Pertanian
4.
Ibu Martha E. Siahaya. S.Hut,. MP. Selaku Dosen penguji II
5.
Bapak/Ibu staf Dosen Pengajar Program Studi Manajemen Lingkungan yang selalu memberikan pelajaran kepada penulis yang tidak bias di sebutkan namaya satu persatu
6.
Ibu Ninik Wiyani, serta Ibu Marzumah yang selalu memberikan arahan serta masukan yang berguna dalam penelitian
7.
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, yaitu Bapak Ir. Hasanudin, MP.
8.
Rekan-rekan Seperjuangan Manajemen Lingkungan Angkatan 2012 Semoga apa yang telah mereka berikan kepada Penulis baik do’a maupun
moral mendapatkan balasan dari Allah SWT, Amin. Dalam menyusun Laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya Laporan Praktek Kerja Lapang ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Penulis Kampus Sel Keledang, Juni 2015.
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii ABSTRAK .................................................................................................... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. Pengertian Infiltrasi ........................................................................ B. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi ................................... C. Komponen Penyusun Tanah yang di Pengaruhi Laju Infiltrasi ........ D. Metode Penetapan Infiltrasi ............................................................. E. Peranan Vegetasi dalam Konservasi Tanah .................................. F. Peranan Infiltrasi Tanah dalam Manajemen DAS .......................... III. METODE PENELITIAN ......................................................................... A. B. C. D. E. F. IV.
16 16 17 18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 21 A. B.
IV.
Waktu dan Lokasi Penelitian.......................................................... Alat dan Bahan .............................................................................. Prosedur Kerja............................................................................... Pengolahan Data ........................................................................... Kadar Air........................................................................................ Penetapan Tekstur Tanah ..............................................................
4 7 9 12 14 15 16
Hasil .............................................................................................. 21 Pembahasan ................................................................................. 26
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 29 A. B.
Kesimpulan ................................................................................... 29 Saran ............................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
1. 2. 3.
Tubuh Utama
Halaman
Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi ........................................................... Hasil Perhitungan Kapasitas Infiltrasi ...................................................... Hasil Perhitungan Kadar Air Tanah .........................................................
21 22 22
Lampiran
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode. A 1) .............................. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode. A 2) .............................. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode. A 3) ................................. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode, B 1) ................................. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode. B 2) ................................. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka.(kode .C 3) ................................. Hasil Pengukuran Kadar Air .........................................................................
32 32 33 33 34 34 35
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1 2. 3. 4. 5 6 7
Tubuh Utama
Halaman
Diagram Histogram Laju Infiltrasi Rata-rata pada Daerah Terbuka dan Berumput....................................................................................... Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (kode. A 1). ........................................................................................ Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (kode. A 2) ............................................................................................. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (kode. A 3) ............................................................................................. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (kode. B 1) ............................................................................................ Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (kode.B 2) ............................................................................................. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (kode. B 3) ............................................................................................
21 23 23 24 24 25 25
Lampiran 8
Pembersihan Tempat pada Lahan Terbuka. ............................................... 36
9
Pemasangan Alat Double Ring Infiltrometer pada Lahan Terbuka ............ 36
10
Alat Double Ring Infiltrometer yang Terpasang di Areal Terbuka ............... 37
12
Bor Tanah yang Berguna Mengambil Sampel Tanah ................................. 37
14
Pemasangan Alat Double Ring Infiltrometer pada Lahan Berumput ......... 38
15
Alat Double Ring Infiltrometer yang Terpasang di Areal Berumput ............ 38
16
Pengamatan Tekstur Tanah ...................................................................... 39
1
BAB I PENDAHULUAN
Kegiatan tataguna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS (daerah aliran sungai), sering kali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air (water yield). Pada batas-batas tertentu, kegiatan ini juga dapat mempengaruhi status kualitas air. Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas penggusuran lahan untuk pembangunan yang saat ini lagi gencar dilakukan pemerintah khususnya di Samarinda
terutama yang masih
memiliki daerah yang cukup luas. Perubahan dari satu jenis vegetasi menjadi lahan terbuka adalah umum dalam pengolahan DAS (Daerah Aliran Sungai) atau pengolahan sumber daya alam. Penggusuran lahan untuk pembangunan, perubahan dari jenis vegetasi menjadi lahan terbuka, perladangan berpindah, atau perubahan tataguna lahan menjadi area pertanian adalah contoh-contoh kegiatan yang dilakukan di negara berkembang. Terjadinya tataguna lahan dalam skala besar dan bersifat permanen dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil resapan air. Pada hakikatnya manajemen DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah pengendalian aliran permukaan dan banjir, serta meningkatkan kapasitas infiltrasi pada berbagai tata guna lahan. Aliran permukaan adalah mengalirnya air di atas permukaan tanah setelah kapasitas infiltrasi tercapai. Dampak negatif aliran permukaan adalah selain menimbulkan banjir, aliran permukaan bertindak sebagai faktor pembawa erosi tanah yang menyebabkan merosotnya produksi efektivitas tanah dan pemampatan tanah.
2
Ada beberapa alasan sehingga konsepsi Manajemen Daerah Aliran Sungai dikeluarkan oleh pemerintah yaitu : 1. Pengetahuan manusia yang terus bertambah mengenai siklus hidrologi dan peranannya. 2. Pertambahan penduduk yang pesat dan berakibat memperbesar tekanan terhadap kebutuhan hutan. 3. Timbulnya berbagai bencana alam, seperti banjir dan erosi. 4. Pengalaman perencanaan pembangunan tentang pemilihan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu unit yang terbaik untuk mengelola sumber daya alam. Menurut Hamiltaon (1988) dalam Masykur (1993), kebijaksanaan di bidang lain Daerah Aliran Sungai berhutan dilaksanakan di Negara–negara berkembang, secara efektif menutup lahan untuk banyak kegiatan dalam bentuk penggunaan oleh manusia. Sebagai contoh larangan mutlak untuk mengambil kayu dan perladangan yang berpindah–pindah telah disertakan dalam berbagai kebijakan nasional. Apakah menjauhkan kegiatan manusia secara total benar – benar diperlukan untuk melindungi fungsi hidrologi Daerah Aliran Sungai yang di inginkan. Pengalaman dan penelitain di hutan daerah sedang akan menunjukan bahwa penggunaan yang terkelola dan terkendali mungkin merupakan kebijaksanaan yang lebih baik meningkatakan keuntungan sosial sampai maksimal. Menurut
Iwaco
dan
Waseco
(1990)
dalam
Suprapto
(2003),
mengemukakan penerapan praktis peranan air infiltrasi dalam kaitanya dengan usaha pencagaran air (water consevation), pencagaran air biasanya di prioritaskan di daerah resapan yang umumnya terletak di daerah karakteristik
3
wilayah yang di dominasi vegetasi (hutan atau bentuk komunitas vegetasi lainnya) dan curah hujannya besar dengan
resapan
tersebut biasanya
mempunyai nilai koefisien resapan besar. Adapun
tujuan dari pengukuran laju infiltrasi di daerah Bukit Pinang
Bahari ini adalah untuk mengetahui keadaan laju infiltrasi yang terjadi pada daerah terbuka dan daerah berumput pada lahan yang sama. Hasil yang diharapkan dari pengukuran laju infiltrasi ini adalah untuk memberikan informasi mengenai sampai sejauh mana infiltrasi yang terjadi pada daerah terbuka dan daerah berumput.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Infiltrasi Schwab et al. (1996), istilah infiltrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa masuknya air ke dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satusatunya sumber kelembaban tanah untuk keperluan pertumbuan tanaman dan untuk memasok air tanah. Melalui infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan menjadi aliran permukaan, kelembaban tanah dan air tanah. Indarto (2010), infiltrasi (infiltration) didefinisikan sebagai gerakan air ke bawah melalui permukaan tanah ke dalam profil tanah. Infiltrasi menyebabkan air dapat tersedia untuk pertumbuhan tanaman dan air tanah (groundwater) terisi kembali. Istilah infiltrasi dan perkolasi sering digunakan dan dipertukarkan, tetapi sebenarnya kedua istilah tersebut mendefinisikan hal yang berbeda. Perkolasi (percolation) secara spesifik digunakan untuk menyebut gerakan air antara lapisan di dalam tanah, sedang infiltrasi digunakan untuk mendeskripsikan gerakan air dari permukaan masuk ke dalam lapisan tanah yang teratas. Anonim (2011), infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya sumber air kepermukaan tanah. Proses ini
merupakan bagian yang sangat penting
dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di Sungai. Sekitar 70-80% hujan bertransformasi menjadi aliran permukaan (run off) dan hanya sekitar 20-30% yang terinfiltrasi ke dalam tanah menjadi aliran permukaan (interflow) maupun mengalami perkolasi dan mengisi air tanah (ground water). Dari data itu dapat juga diduga bahwa ketika musim kemarau aliran dasarnya (base flow) akan rendah, karena sumber untuk aliran dasar itu (yang berasal dari air yang terinfiltrasi) relatif rendah.
5
Dalam penanganan masalah banjir setidaknya terdapat perbedaan pendekatan antara pendekatan pengelolaan DAS dan pendekatan rekayasa sipil. Dalam menangani masalah banjir, pendekatan rekayasa sipil bertujuan agar banjir itu tidak menimbulkan malapetaka. Caranya adalah dengan meninggikan tanggul atau memperbesar dimensi saluran/sungai. Sedangkan pendekatan pengelolaan DAS bertujuan untuk menurunkan debit pada musim hujan dan menaikan debit pada musim kemarau. Caranya adalah dengan memperbesar infiltrasi atau memperbesar bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah di seluruh kawasan DAS. Triatmodjo (2006), infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral,sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya grafitasi dan gaya kapiler, gaya grafitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar dari pada tanah basah, apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan tanah, karena pengaruh gaya grafitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan, setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Dalam infiltrasi di kenal dua istialh yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk satu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan.
6
Lee (1988) dalam Masykur (1993), mengemukakan bahwa infiltrasi merupakan penandaan peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air dalam tanah dan gerakan menurun air melalui permukaan tanah mineral kecepatanya biasanya dinyatakan dalam satuan mm/jam. Bila mana curah hujan itu mencapai permukaan tanah maka seluruh atau sebagian akan diabsorbasi ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi curah hujan dari permukaan tanah ke dalam tanah sangat berbeda-beda tergantung pada kondisi tanah di tempat yang bersangkutan, curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sampai limpasan permukaan atau infiltrasi, hal ini tergantung dari besar kecilnya infiltrasi curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi, air yang berinfiltrasi ke dalam tanah meningkatakan kelembaban tanah. Air yang berinfiltrasi pada suatu tanah hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler, atau beberapa hal sebagai akibat tekanan yang di ciptakan oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah. Biasanya lapisan suatu permukaan tanah lebih membandel dan sesudah tanah jenuh air, maka laju infiltrasi akan dibatasi oleh laju aliran bawah permukaan atau oleh perlokasi lapisan di atasnya yang kurang membandel. Pada lahan yang datar, apabila penampang tanah seluruhnya dijenuhi, maka laju infiltrasi akan mendekati nilai nol akan tetapi pada lahan yang miring, karena air yang beperkolasi akan menghadapi tahanan yang lebih besar untuk mengalir dalam arah vertikal, maka air tersebut akan dialirkan dalam arah lateral ke dalam lapisan-lapisan tanah yang lebih membandel. Haridjaya et al (1991), infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah, infiltrasi tanah
7
meliputi, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air meresap ke dalam tanah. B. Faktor–faktor Yang mempengaruhi Infiltrasi Lee (1988) dalam Masykur (1993), mengemukakan bahwa kapasitas infiltrasi rataan berkolasi dengan sifat-sifat tanah, korelasinya adalah positif terhadap porositas tanah, bahan organik tanah dan negatif terhadap kandungan lihat dan berat volume tanah. Curah hujan dan kandungan air tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi dengan berbagai cara.pukulan butir-butir hujan cenderung merusak permukaan tanah dan bahan-bahan halus dari permukaan dapat tercuci kedalam rongga-rongga tanah, kemudian menyumbat pori-pori tanah. Salama periode curah hujan tinggi, ruang pori tanah terisi oleh air dan infiltrasi tidak melebihi laju aliran bawah permukaan. Anonim (2013), menyatakan banyak sekali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infiltrasi antara lain : 1. Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh Air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah, yang menyebabkan suatu lapisan di bawah permukaan tanah menjadi jenuh air. 2. Kelembaban tanah Jumlah kadar air tanah mempengaruhi infiltrasi. Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas tanah tersebut menjadi basah, sedangkan bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang di bawahnya. Karena ada perbedaan tersebut maka terjadi gaya kapiler yang bekerja bersama-sama dengan gaya berat sehingga air bergerak ke bawah dengan cepat.
8
3. Pemampatan oleh curah hujan Ketika hujan jatuh di atas tanah butir, tanah mengalami pemampatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. 4. Penyumbatan oleh butir halus Ketika tanah sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus. Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi. 5. Tanaman penutup Banyaknya tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan dapat menaikan kapasitas infiltrasai tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah dan juga tidak terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang dan lubang-lubang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat berguna untuk infiltrasi. Kapasitas infiltrasinya bisa jauh lebih besar dari pada tanah yang tanpa penutup tanaman. 6. Topografi Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan dengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air menjadi air permukaan. Sebaliknya pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu yang cukup infiltrasi.
9
7. Intensitas hujan Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari pada intensitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi. 8. Lain-lain Besarnya kapasitas infiltrasi ditentukan oleh faktor-faktor tersebut di atas secara bersama-sama. Beberapa faktor di antaranya mengakibatkan perbedaan kapasitas infiltrasi dari tempat ke tempat. C. Komponen Penyusun Tanah yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi
1. Air Tanah Anonim (2012), air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air
yang keberadaanya terbatas dan kerusakan dapat
mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Anonim (2009), dalam tanah dikenal istilah kadar lengas tanah, yaitu kandungan kadar air dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman, kadar lengas ini dipengaruhi oleh besar kecilnya pori tanah. Tanah itu sendiri terdiri dari 3 fraksi, antara lain, pasir (fraksi yang paling kasar dan memiliki porimakro), debu (fraksi berukuran sedang), liat (fraksi paling halus dan didominasi pori mikro). Tekstur geluh adalah tanah yang kadar ketiga fraksinya (pasir, debu, liat) dalam
10
keadaan seimbang. Tanah yang baik untuk tanaman adalah tanah dengan tekstur geluh dan berkomposisi; 20-30% air, 20-30% udara, 45% mineral dan 5% bahan organik. 2. Udara dalam tanah Indranada (1986) dalam Masykur (1993), menyatakan bahwa ruang pori tanah yang tidak di tempati air adalah ruang pori udara tanah, dengan demikian penambahan air akan mengurangi ruang pori udara sebesar volume air yang ditambahkan. Analog dengan istilah kapasitas lapang untuk air tanah, atau kata lainnya ialah kapasitas udara lapang untuk udara tanah, dengan kapasitas udara adalah volume udara di saat air tanah berada dalam kapasitas lapang. kapasitas udara lapang atau disebut sebagai kapasitas udara saja dipengaruhi oleh tekstur tanah. Kadang-kadang tekstur tanah juga di kelompokan ke dalam kelas-kelas tekstur kasar, agak kasar dan lain-lain sebagai berikut : a. Kasar (pasir, pasir berlempung) b. Agak kasar (lempung berpasir) c. Sedang (lempung, lempung berdebu dan debu) d. Agak halus (lempung liat berpasir, lempung liat berdebu dan lempung berliat) e. Halus ( liat berpasir,liat berdebu dan liat) Dalam Klasifikasi tanah, tingkat kasar halusnya tanah ditunjukan dalam satuan besar butir yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur yang lebih kasar dari pada pasir. Sebaran butiran yang untuk fraksi kurang dari 2 millimeter meliputi berpasir, berlempung kasar, berlempung halus, berdebu halus, berliat halus dan berliat sangat halus. Bila fraksi halus sedikit sekali dan tanah terdiri dari krikil, batu-batuan dan lainnya di sebut fragmetal. Bila tanah
11
halus termasuk ke dalam kelas berpasir, maka tanah tersebut dianggap banyak mengandung pasir berlempung. 3. Butir-butir tanah Rafi’I (1985) dalam Masykur (1993), menyatakan bahwa besarnya partikel tanah sangat relative kecil, diistilahkan dengan tekstur. Tekstur menunjukan sifat-sifat halus atau kasar butiran-butiran tanah. Lebih khas lagi tekstur ditentukan oleh perimbangan kandungan antara pasir dan liat, yang terdapat dalam tanah. Dalam mengukur tanah, krikil dan partikel yang lebih besar tidak diperhitungkan. Karena materi ini tidak mengambil peranan penting dalam penentuan tekstur tanah. Proses pembentukan tanah itu, walaupun sangat selama satu generasi manusia, biasanya belumlah mengubah banyak butir mineral individual. Jadi tanah pasiran tetap berpasir dan tanah berlempung tetap berlempung, tekstur tidak dapat diubah dan dipindahkan atau dipandang sebagai sifat dasar tanah dan sampai batas tertentu menentukan nilai ekonomi suatu wilayah. Beberapa tanah krikil mengandung batuan atau pecahan kasar lain yang lebih besar dari pada ukuran butir-butir pasir dalam jumlah nyata. Suatu kata sifat harus di sediakan untuk di tambahkan pada nama kelas pada kejadian ini. Sebagai contoh lempung berpasir dimana 20-50% dari volume terdiri dari batu krikil. Di samping faktor-faktor di atas, maka pengurangan kelembaban tanah oleh transpirasi melalui tumbuhan-tumbuhan variasi kekentalan air dalam tanah akibat suhu tanah, efek pembekuan dan lain-lain adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi.
12
D. Metode Penetapan Infiltrasi
Secara garis besar penetapan infiltrasi tanah dapat dilakukan dengan metode inflitrometer dan analisis hidrograf. Perbedaan dasarnya metode infiltrometer menggunakan siraman buatan dan hanya dilakukan pada plot-plot atau areal yang relatif sempit yang dianggap mewakili kondisi tanah secara keseluruhan (Triatmodjo, 2006). Langkah-langkah pemasangan alat Double ring : 1. Double ring dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam ± 10 cm dengan kedudukan diusahakan tegak lurus serta tanah dalam silinder dijaga jangan sampai rusak atau pecah. 2. Sebelum penuangan air pada silinder tengah, maka silinder luar sebaiknya di isi air terlebih dahulu supaya perembesan ke arah luar terkurangi dan ring tengah harus selalu terisi air saat pengamatan. 3. Setelah di isikan air ke dalam ring tengah lalu dibaca skala penurunan air setiap 1 menit sampai penurunan air dalam silinder konstan. 4. Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran infiltrasi lainnya (Aryanti, 2011). Harto (1993), menyatakan bahwa pengukuran dengan double ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan yang dijelaskan sebelumnya, perbedaannya adalah sebagai berikut: 1. Pada alat ini terdapat dua silinder dengan diameter luar kurang lebih sama dengan dua kali diameter silinder sebelah dalam. 2. Dalam pemakaian, silinder dalam dimasukkan lebih dahulu ke dalam tanah seperti yang dilakukan pada single ring infiltrometer. Setelah itu baru silinder
13
ke dua (silinder luar) dimasukkan secara konsentris ke dalam tanah. Cara pemasukkannya sama dengan silinder pertama.. 3. Kemudian ruang tersebut diisi dan diikuti dengan pengisian ruang dalam silinder dalam. 4. Selanjutnya cara pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan cara yang telah disebutkan terlebih dahulu dengan memperhatikan agar air di ruang antara silinder luar dan silinder dalam selalu tetap tergenang. Infiltrometer genangan yang banyak digunakan adalah dua selinder konsentrasi atau tabung yang dimasukan ke dalam tanah. Metode ring inflitrometer dengan diameter silinder 22,5 cm sampai 90 cm, ditempatkan dengan sisi bawahnya berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah, kedua ruangan diisikan air yang selalu di jaga pada evalasi lama. Fungsi dari selinder luar adalah untuk mencegah air di dalam ruangan sebelah dalam menyebar pada daerah yang lebih besar setelah merembes di bawah dasar selinder. Kapasitas infiltrasi dan perubahanya dapat di tentukan dari kecepatan penambahan air pada selinder dalam yang di perlukan untuk mempertahankan elevasi konstan (Triatmodjo, 2006). Penetapan infiltrasi dengan metode ini menggunakan silinder inflitrometer kemudian mengukur banyaknya air yang di tuangkan ke dalamnya, dapat dilakukan dengan silinder tunggal (single ring) tetapi kebanyakan menggunakan silinder ganda (double ring). Infiltrometer genangan ini tidak memberikan kondisi filtrasi yang sebenarnya terjadi di lapangan, karena di pengaruhi oleh pukulan butir-butir
14
hujan tidak diperhitungkan dan struktur tanah di sekeliling dinding silinder telah terganggu pada waktu pemasukanya ke dalam tanah (Triatmodjo, 2006). Haridjaya, (1990) dalam Suprapto, (2003), metode ini banyak digunakan selain mudah, praktis, murah, juga dapat dilakukan dengan waktu yang relatif cepat. Namun demikian penetapan infiltrasi metode ini mempunyai ketetapan dan ketelitian yang relatif rendah hal ini disebabkan oleh adanya kelemahan dari metode ini, yaitu antara lain Tidak memperhitungkan efek pukulan air hujan terhadap permukaan tanah. a. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi karena udara tidak terdesak oleh pemasukan air dalam tanah dapat bergerak keluar atau kesamping yaitu pada tempat sekitarnya yang tidak terbasahi. b. Struktur tanah mengalami gangguan karena akibat pemasangan silinder inflitrometer. c. Heterogenitas tanah kurang di perhitungkan. Melalui pengukuran sebidang tanah sempit tempat pengujian belum tentu dapat mewakili kondisi tanah secara keseluruhan (kurang representatif). d. Kualitas air yang dipergunakan berbeda dengan yang alami. E. Peranan Vegetasi dalam Konservasi Tanah
1. Keberadaan vegetasi mempertahankan tanah tetap pada tempatnya Erosi yang sering terjadi setelah pemindahan tataguna lahan adalah merupakam penyebab utama adanya kaitan antara vegetasi dan banjir. 2. Keberadaan vegetasi memberikan tambahan tampungan kapasitas air. Karena besarnya evapotranspirasi vegetasi lebih besar dari pada jenis tataguna lahan lainnya, lapisan tanah di bawah tegakan vegetasi saling kali lebih kering pada musim kemarau. Apabila pada masa ini terjadi hujan lebat,
15
aliran air bawah permukaan di bawah tegakan vegetasi akan bertahan untuk sementara di tempat tersebut (Asdak 1995). F. Peranan Infiltrasi Tanah dalam Manajemen DAS Seyhan (1990) dalam Suprapto (2003), menyatakan adanya beberapa peranan infiltrasi antara lain sebagai berikut : 1. Menekan Kemungkinan banjir Dengan makin besarnya kapasitas infiltrasi maka kemungkinannya terjadi limpasan permukaan akan sangat kecil. Dengan demikian kapasitas kapasitas infiltrasi yang tinggi secara tidak langsung akan dapat menekan kemungkinan terjadinya banjir. 2. Mengurangi kemungkinan erosi tanah Limpasan permukaan yang besar berpeluang besar membawa dan memindahkan tanah yang terlarut dalam air dari tempatnya semula ke tempat lain yang lebih rendah. Dengan adanya kapasitas infiltrasi yang besar setidaknya dapat mengurangi limpasan permukaan yang terjadi, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi kemungkinan terjadi erosi tanah. 3. Memberikan air bagi vegetasi Kapasitas infiltrasi yang lebih besar akan meningkatkan peluang penyimpanan air tanah yang akan bermanfaat bagi vegetasi yang tumbuh di atasnya. 4. Mengisi kembali cadangan air tanah Air yang meresap ke dalam tanah akan meningkatkan kelembaban tanah atau terus ke air tanah sehingga mengisi cadangan air.
16
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Januari 2015, terhitung sejak penyiapan bahan sampai analisis data dan pembuatan laporan. 2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah perumahan Bukit Pinang Bahari Kelurahan Sel Keledang Kecamatan Samarinda Seberang. B.
Alat dan Bahan
1. Alat Peralatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tali rapia, digunakan sebagai batas pembuatan plot b. Gelas Ukur, digunakan untuk mengukur volume tanah c. Ember kecil, untuk mengambil dan menampung air, (lihat pada Gambar 13) d. Bor tanah yang digunakan untuk mengambil sampel tanah, (lihat pada Gambar 12) e. Alat tulis menulis, untuk mencatat data yang diperoleh f. Kamera, sebagai alat dokumentasi g. Doubel infiltrometer, untuk mengukur laju infiltrasi pada daerah terbuka dan berumput, (lihat pada Gambar 11dan 14) h. Cangkul, membersihkan areal yang akan diteliti,(lihat pada Gambar 8) i. Parang, untuk membersihkan rumput,(lihat pada Gambar 14)
17
j. Jerigen air ( isi 20 liter), untuk pengambilan air,(lihat pada Gambar 11 dan 14) k. Palu, untuk membantu menancapkan double ring infiltrasi ke dalam tanah, ,(lihat pada Gambar 11) l. Meteran (50 meter), untuk mengukur areal yang akan dibuat plot m. Stop watch, untuk mengukur waktu 2. Bahan Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Air, sebagai media ukur laju infiltrasi b. Sample tanah, bagian tanah yang diambil saat penelitian C. Prosedur Penelitian
Untuk pelaksanaan kerja penelitian di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Orientasi lapangan, bertujuan untuk menentukan tempat lokasi penelitian. 2. Membuat plot-plot pengamatan, yaitu pada area terbuka dan berumput, dengan ukuran yaitu 5 x 5 meter, sebanyak 1 kali dalam 3 titik 3. Memasang peralatan di lapangan, yaitu double ring infiltrometer, yang dilaksanakan pada hari cerah, di mana sebelumnya tidak terjadi hujan, adapun rincian pelaksanaannya sebagai berikut: a. Double ring infiltrometer tersebut ditancapkan ke dalam tanah (kurang lebih 10 cm) yang telah dibersihkan dari serasah. b. Kemudian diisi air pada Double ring infiltrometer setinggi 5 cm. c. Setiap selang satu menit dilihat berapa banyaknya penurunan air, yang di lihat pada skala mistar dengan satuan cm. d. Keadaan air di bagian dalam ring inflitrometer jangan sampai kering dan batas minimal pengisian air adalah setengan dari keadaan
18
semula dan air yang berada di bagian luar ring infiltrometer dijaga agar selalu sama dengan keadaan bagian dalam ring infiltrometer. e. Pengukuran dilakukan sampai keadaan konstan dalam arti sebanyak empat kali angka yang didapat atau ditemui angka yang sama minimal dua kali sama dengan angka tersebut. D. Pengolahan Data
Laju infiltrasi Untuk mengetahui laju infiltrasi per jam digunakan rumus sebagai berikut: (Suprapto, 2003).
Laju infiltrasi = 60 menit x besar angka kumulatif penurunan Waktu konstan infiltrasi
E. Kadar air
Untuk mengetahui kadar air pada daerah yang diamati adalah dengan cara mengambil sampel tanah, dan dibiarkan untuk beberapa hari, setelah itu baru dihaluskan dengan cara ditumbuk dan diayak serta ditimbang. Kemudian setelah di timbang tanah tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 kemudian ditimbang lagi, sebanyak satu kali. Untuk mengetahui hasilnya atau kadar airnya dapat digunakan rumus sebagai berikut :
BA
%KA = BB x 100%
19
Keterangan KA = Kadar air BA = Berat air BB = Berat basah BK= Berat kering F. Penetapan Tekstur Tanah Untuk mengetahui testur tanah digunakan rumus sebagai berikut :
=
A
x 100% =
=
=
x 100% =
x 100% =
Tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengamatan di lapangan, yaitu mengambil sebagian tanah dan kemudian dibawa ke lab untuk selanjutnya di ketahui tekstur tanah tersebut : 1. Alat yang digunakan : a. Tabung ukur 2. Bahan yang digunakan : a. Sample tanah b. Air c. Kaporit 3. Cara kerja : a. Letakkan tabung di permukaan yang rata
20
b. masukan sampel tanah kedalam tabung ukur lalu di tambah larutan kaporit beserta air bersih secukupnya c. Kocok sempel tersebut selama ± 10 menit d. Kemudian didiamkan sampel selama ± 30 menit e. Setelah ± 30 menit kita dapat melihat kandungan tekstur yang terdapat di dalam tabung ukur antara (pasir, debu dan liat).
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1.
Hasil Laju Infiltrasi Dari beberapa hasil pengukuran laju infiltrasi pada beberapa tempat dengan
penutup yang berbeda dan lahan yang berbeda, yaitu daerah terbuka dan daerah berumpaut, hasilnya dapat di lihat pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Hasil Pengukuran Laju Rata–rata Infiltrasi dengan Beberapa Tipe Penutup Lahan, (lihat Lampiran 1,2,3,4,5 dan 6 ) No
Kode
1 2 3
A.1 A.2 A.3
4 5 6
B.1 B.2 C.3
Jenis Penutup Lahan Daerah Terbuka Daerah Terbuka Daerah Terbuka Rata-rata Daerah Berumput Daerah Berumput Daerah Berumput Rata-rata
Laju Infiltrasi (mm Per Jam) 71,54 68,57 70,91 67,54 150 130,91 132 137,63
Tekstur Tanah Lempung Lempung Lempung Liat berlempung Liat berlempung Liat berlempung
Hasil pengamatan mengenai rata-rata laju infiltrasi pada daerah terbuka dan berumput di tunjukan pada Gambar 1 di bawah ini. 160 140 120 100
Daerah Berumput
80 137.63
60 40
Daerah Terbuka
67.54
20 0 1
2
Gambar 1 .Diagram Histrogram Laju Lnfiltrasi Rata-rata pada Daerah Terbuka dan Berumput
22
2. Hasil Kapasitas Infiltrasi Dari hasil penghitungan kapasitas infilrasi pada beberapa tempat dengan penutup pohon yang berbeda, hasilya dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Hasil Perhitungan Kapasitas Infiltrasi pada Beberapa Tipe Penutup Lahan, (lihat Lampiran 1,2,3,4,5 dan 6 ) No
Kode
1 2 3
A.1 A.2 A.3
4 5 6
B.1 B.2 C.3
Jenis Penutup Lahan Daerah Terbuka Daerah Terbuka Daerah Terbuka Rata-rata Daerah Berumput Daerah Berumput Daerah Berumput Rata-rata
Kapasitas Infiltrasi (mm Per Jam) 0 0 0 0 60 60 60 60
Tekstur Tanah Lempung Lempung Lempung Liat berlempung Liat berlempung Liat berlempung
3. Hasil Perhitungan Kadar Air Untuk mengetahui kadar air tanah pada tempat yang diambil sampel sebagai pengukuran laju infiltrasi dengan beberapa penutup lahan dan tanpa penutup lahan , hasilnya dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Hasil Perhitungan Kadar Air Tanah pada Tempat yang di ambil Sampel untuk Mengukur Laju infiltrasi,(lihat lampiran 7) No
Kode
Jenis Penutup Lahan
Kadar Air (%)
Tekstur Tanah
1
A.1
Daerah Terbuka
14,49
Lempung
2
A.2
Daerah Terbuka
13,07
Lempung
3
A.3
Daerah Terbuka
10,61
Lempung
Rata-rata
12,72 %
4
B.1
Daerah Berumput
4,55
Liat berlempung
5
B.2
Daerah Berumput
3,36
Liat berlempung
6
C.3
Daerah Berumput
3,52
Liat berlempung
Rata-rata
6,44 %
23
Selanjutnya dibuat gambar berupa grafik dari hasil pengukuran laju infiltrasi, untuk lahan terbuka pada Gambar grafik 1,2,& 3, lahan berumput pada Gambar grafik 4,5, dan 6.
0.35
Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Waktu (Menit)
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (Kode. A 1)
Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Waktu (Menit)
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (Kode. A 2)
24
Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Waktu (Menit)
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Terbuka (Kode. A 3)
Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (Menit)
Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (Kode. B 1)
25
0.45
Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Waktu (Menit)
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (Kode. B 2)
0.45 Laju Infiltrasi (cm/menit)
0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (Menit)
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Penurunan Air dan Waktu pada Lahan Berumput (Kode. B 3)
26
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap laju infiltrasi rata-rata di daerah terbuka adalah 67,54 mm/jam sedangkan rata-rata laju infiltrasi di daerah berumput adalah 137,63 mm/jam. sekitar Perumahan Bukit Pinang Bahari dan dengan penutup lahan yang berbeda serta tanpa penutup lahan di area tersebut, maka terlihat perbedaan yang jelas antara dua daerah tersebut. Selanjutnya dapat diketahui laju Infiltrasi di daerah berumput dua kali lebih besar dari pada di daerah terbuka. Hal ini diketahui dengan laju infiltrasi berkolerasi dengan sifat fisik tanah, korelasi positifnya adalah pada porosivitas tanah dan kandungan bahan organik, serta kolerasi negatifnya terhadap kandungan liat. Beberapa laju infiltrasi untuk berbagai tekstur tanah, angka laju infiltrasi untuk tanah-tanah bervegetasi secara karakteristik adalah lebih tinggi, itupun tergantung pada lahan penutup lahan atau tipe vegetasinya dan faktor-faktor lainnya. Area yang terbuka awalnya adalah daerah bukit yang di potong lapisan tanah atasnya, sehingga hanya tersisa lapisan batu landas/lapisan c/lapisan batu induk. Di daerah tersebut tanah dengan tekstur tanah lempung sehingga sulit air berinfiltrasi dan dipengaruhi pula oleh tingkat kelerengan yang lebih rendah dari pada daerah yang bervegetasi. Tanah di daerah terbuka mengandung kadar air yang cukup tinggi, dikarenakan pada saat hujan tiba air yang berada di daerah bervegetasi tidak sepenuhnya terserap ke dalam tanah tetapi sebagiannya mengalir ke daerah terbuka dan mengakibatkan daerah tersebut tergenang oleh air, kemudian air sulit untuk berinfiltrasi yang disebabkan lapisan tanah tersebut adalah batu landas/lapisan c/lapisan batu induk. Oleh sebab itu, laju infiltrasi di daerah terbuka sangat rendah dan pada saat hujan tiba terjadi
27
pelimpasan air yang cukup banyak menurut hasil pengamatan sebelumnya. Pada saat pengambilan data tersebut sering terjadi hujan kecil karena tidak didukung oleh data klimatologi. Pada lahan yang bervegetasi rumput dan mempunyai tekstur tanah yang masih mengandung liat berlempung maka proses air masuk ke dalamnya akan berjalan dengan baik atau laju infiltrasinya berjalan dengan cepat, karena daerah tersebut tingkat vegetasinya belum pernah terganggu oleh aktivitas manusia dan daerah tersebut banyak akar vegetasi yang dapat menguraikan tanah dan banyak serangga kecil yang mengakibatkan tanah menjadi gembur lalu kandungan kadar airnya cukup rendah. Selain itu, daerah berumput letaknya berada pada ketinggian yang lebih tinggi dari pada daerah terbuka maka air tidak sepenuhnya berinfiltrasi di daerah tersebut dan sebagian air tersebut mengalir ke daerah yang lebih rendah yaitu di daerah terbuka dan pada akhirnya daerah terbuka sedikit-demisedikit digenangi oleh air. Dari alasan itulah mengapa daerah bervegetasi dengan kategori tekstur tanah liat berlempung mengalami laju infiltrasi yang lebih besar. Di samping itu juga lahan yang bervegetasi pada umumnya mudah menyerap air karena serasah permukaan mengurangi tetesan air hujan dan juga berfungsi untuk menyimpan air sementara. Selain itu bahan organik tanah cukup tebal dan banyak terdapat di lokasi tersebut, sehingga pori-pori tanah menjadi lebih baik dan air masuk ke dalam pori-pori tersebut dengan cepat atau infiltrasinya cepat. Untuk lahan yang
terbuka laju infiltrasinya agak lambat dibandingkan
dengan area atau lahan yang berumput. Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyak mengandung kadar air cukup tinggi yang dipengaruhi oleh tanah dengan
28
tekstur tanah
lempung. Tanah ini merupakan gabungan dari lapisan batu
landas/lapisan c/lapisan batu induk. Untuk lahan terbuka kadar airnya mempunyai nilai yang cukup tinggi dan rongga-rongga udara di area terbuka telah terisi oleh air dan merupakan tanah dasar, maka dari itu laju infiltrasinya kurang (jenuh), dibandingkan dengan lahan yang bervegetasi, kadar airnya rendah karena di akibatkan faktor kelerengan pada lahan tersebut yang tidak sama rata dengan area terbuka.
29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1.
Pada lahan yang bervegetasi (rumput) maka laju infiltrasinya cepat bila dibandingkan dengan lahan yang tanpa vegetasi.
2.
Untuk lahan yang tanpa bervegetasi, laju infiltrasinya lambat karena tanah di area tersebut merupakan batu landas/lapisanc/batu induk
3.
Kadar air tanah, dipengaruhi oleh vegetasi yang hidup diatasnya dan tekstur tanah. B. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data disarankan agar pada lahan yang tanpa bervegetasi diusahakan dapat menjaga dan melestarikan dengan cara ditanami oleh tumbuhan vegetasi supaya tanah tersebut akan menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk menjaga kerusakan tanah dan limpasan hujan permukaan akibat hujan dapat diperkecil dan dapat memperbaiki manajemen DAS (daerah aliran sungai).
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka (Kode. A 1)
1
Penurunan air (cm) 0.30
2
0.30
0.30
0.60
3
0.20
0.20
0.80
4
0.20
0.20
1,00
5
0.15
0.15
1.15
6
0.15
0.15
1.30
7
0.10
0.10
1.40
8
0.10
0.10
1.50
9
0.05
0.05
1.55
10
0
0
1,55
11
0
0
1,55
12
0
0
1,55
13
0
0
1,55
Menit ke
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
0.30
0.30
Lampiran 2. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka (Kode. A 2) Menit ke
Penurunan air (cm)
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
1
0.30
0.30
0.30
2
0.30
0.30
0.60
3
0.20
0.20
0.80
4
0.20
0.20
1,00
5
0.15
0.15
1.15
6
0.15
0.15
1.30
7
0.10
0.10
1.40
8
0.10
0.10
1.50
9
0.05
0.05
1.55
10
0.05
0.05
1.6
11
0
0
1.6
12
0
0
1.6
13
0
0
1.6
14
0
0
1.6
32
Lampiran 3. Hasil Penurunan Air pada Lahan Terbuka (Kode. A 3) Menit ke
Penurunan air (cm)
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
1
0.30
0.30
0.30
2
0.30
0.30
0.60
3
0.20
0.20
0.80
4
0.20
0.20
1,00
5
0.15
0.15
1.15
6
0.10
0.10
1.25
7
0.05
0.05
1.30
8
0
0
1.30
9
0
0
1.30
10
0
0
1.30
11
0
0
1.30
Lampiran 4. Hasil Penurunan Air pada Lahan Berumput (Kode. B 1) Menit ke
Penurunan air (cm)
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
1
0.5
0.5
0.5
2
0.4
0.4
0.9
3
0.4
0.4
1.3
4
0.3
0.3
1.6
5
0.3
0.3
1.9
6
0.2
0.2
2.1
7
0.1
0.1
2.2
8
0.1
0.1
2.3
9
0.1
0.1
2.4
10
0.1
0.1
2.5
33
Lampiran 5. Hasil Penurunan Air pada Lahan Berumput (Kode. B 2) Menit ke
Penurunan air (cm)
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
1
0.4
0.4
0.4
2
0.4
0.4
0.8
3
0.3
0.3
1.1
4
0.3
0.3
1.4
5
0.2
0.2
1.6
6
0.2
0.2
1.8
7
0.2
0.2
2
8
0.1
0.1
2.1
9
0.1
0.1
2.2
10
0.1
0.1
2.3
11
0.1
0.1
2.4
Lampiran 6. Hasil Penurunan Air pada Lahan Berumput (Kode. B 3) Menit ke
Penurunan air (cm)
Laju infiltrasi (cm/menit)
Kumulatif (cm)
1
0.4
0.4
0.4
2
0.4
0.4
0.8
3
0.3
0.3
1.1
4
0.3
0.3
1.4
5
0.2
0.2
1.6
6
0.2
0.2
1.7
7
0.1
0.1
1.9
8
0.1
0.1
2
9
0.1
0.1
2.1
10
0.1
0.1
2.2
34
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Air
NO Kode
BC
BB
BTK + C
BK
BA
% KA
1
A.1
30,7001
10,0006
39,2520
8,5519
1,4487
14,49
2
A.2
27,5367
10,0012
36,2304
8,6937
1,3075
13,07
3
A.3
27,5550
10,0008
36,4943
8,9393
1,0615
10,61
4
B.1
23,4366
10,0008
32,9820
9,5458
0,445
4,55
5
B.2
27,9630
10,0008
37,6278
9,6648
0,3661
3,36
6
B.3
28,9044
10,0009
38,4538
9,5494
0,3296
4,52
35
Gambar 8. Pembersihan Tempat pada Lahan Terbuka
Gambar 9. Pemasangan Alat Doubel Ring Infiltrometer pada Lahan Terbuka
36
Gambar 10. Alat Double Ring Infiltrometer yang Terpasang di Area Terbuka
Gambar 11. Bor Tanah yang Berguna Mengambil Sampel Tanah
37
Gambar 12. Pemasangan Alat Doubel Ring Infiltrometer pada Lahan Berumput
Gambar 13. Alat Double Ring Infiltrometer yang Terpasang di Areal Berumput
38
Gambar 15. Pengamatan Tesktur Tanah