Induksi Pembungaan Hylocereus undatus di Luar Musim dengan Penyinaran (Induction off Season Flowering on Hylocereus undatus Using Illumination) Palupi, ER, dan Farida, S Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Buah naga adalah buah yang mulai diminati di Indonesia. Kontinyuitas ketersediaannya dengan harga yang terjangkau merupakan salah satu kendala dalam upaya meningkatkan konsumsi buah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi pembungaan buah naga (Hylocereus undatus) di luar musim melalui penambahan penyinaran. Penelitian ini dirancang dalam rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor yaitu daya lampu untuk penyinaran yang terdiri atas 45 watt, 55 watt dan tanpa penyinaran sebagai kontrol. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Penyinaran dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013, segera setelah musim berbuah selesai (Mei) dan diberikan pada pukul 17.00-04.00 (11 jam). Lampu ditempatkan di tengah empat tanaman buah naga dengan ketinggian 1.5 m dari permukaan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan penyinaran dengan menggunakan lampu 45 dan 55 watt dapat menginduksi pembungaan buah naga di luar musim. Kuncup bunga pertama muncul pada 54 dan 42 hari setelah penambahan penyinaran masingmasing dari penambahan penyinaran 45 dan 55 watt. Perkembangan kuncup bunga hasil induksi sampai mekar (antesis) memerlukan waktu 19-20 hari, sama dengan bunga yang muncul secara alami. Kuncup bunga hasil induksi yang bertahan sampai bunga mekar sekitar 39,5% (45 watt) dan 75,7% (55 watt), akan tetapi hampir semua bunga yang mekar berkembang menjadi buah. Kata kunci: Kerontokan Bunga, Kuncup Bunga, Antesis, Lampu, Penyinaran Abstract Dragon fruit is becoming more popular in Indonesia. Continues supply at affordable price is one of the constraints to increase consumption. The aim of this research was to study the effect of photoperiod on off season flowering and fruit production of dragon fruit Hylocereus undatus. The study was arranged in randomized complete block design with one factor, i.e. illumination at 45 watts and 55 watts. Unilluminated plants were used as control. The treatments were replicated three times. Illumination was carried out during May-July 2013, immediately after fruiting season had been terminated. The lamp for illumination were placed at 1.5m height among four newly harvested plants for eleven hours (17.00-04.00), The results showed that illumination with 45 and 55 watts induced off season flowering in Hylocereus undatus. The first flower bud appered on 54 and 42 days after illumination respectedly from plants treated with 42 and 55 watt. Development of the flower buds until amthesis took 19-20 days similar to those flower appeared naturally. Fruit set of the induced flowering was low, only 39.5% (45 watts) and 71.4% (55 watts) of flower buds remained until amthesis, however, almost all flowers that bloomed developed into mature fruit. Keywords: Anthesis, Flower Abortion, Flower Buds, Illumination, Lamp Pendahuluan Hylocereus spp. (buah naga) adalah anggota familia Cactaceae yang memiliki habitat asli daerah tropis (Drew dan Azimi, 2002). Pembungaan buah naga di daerah belahan bumi utara terjadi pada bulan Mei-Oktober sementara di daerah belahan bumi selatan terjadi pada bulan Oktober-April (Nerd dan Mizrahi, 1997; Weiss et al., 1994; Luders dan McMahon, 2006). Demikian juga di daerah Yogyakarta pembungaan terjadi pada bulan Oktober-April, sementara periode panen buah pada bulan Nopember-Mei (Gun Soetopo, 2
593
Maret 2013, komunikasi pribadi). Antara bulan Mei-Oktober tanaman tidak berbunga dan tidak menghasilkan buah. Salah satu upaya untuk menjamin ketersediaan buah di pasar adalah dengan mengupayakan produksi buah di belahan bumi selatan dan utara sehingga ke dua wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasar secara bergantian atau mengupayakan pembungaan di luar musim. Penambahan penyinaran untuk mengatur waktu pembungaan secara komersial dilakukan untuk memproduksi buah di luar musim (Chang, 1968). Boyle (1991) melaporkan bahwa pengendalian pembungaan Rhipsalidopsis gaertneri (kaktus Natal-Cactaceae) dapat dilakukan dengan perlakuan suhu dan penyinaran agar ketika permintaan tinggi sekitar bulan Desember tanaman dalam keadaan berbunga. Jumlah kuncup bunga tertinggi diperoleh jika tanaman diberi perlakuan hari panjang selama 5 minggu. Luder dan McMahon (2006) menduga Hylocereus spp. merupakan tanaman hari panjang, sehingga induksi pembungaan terjadi pada saat hari panjang atau tanaman diberi penambahan penyinaran. Menurut Nerd et al. (2002) musim panas pada daerah pantai dengan suhu udara o
rata-rata sekitar 32-34 C tanaman buah naga Hylocereus undatus dan Hylocereus -1
polyrhizus dapat menghasilkan 28-34 ton ha , sedangkan menurut Valiente-Banuet et al. o
(2007) daerah lembah dengan suhu rata-rata 38 C menghasilkan buah naga rata-rata 5 ton -1
ha
atau bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Hasil analisis menunjukkan bahwa
persentase pembentukan buah (fruit set) pada ke dua daerah tersebut sama, sehingga disimpulkan bahwa rendahnya produksi buah disebabkan oleh rendahnya produksi bunga sebagai akibat dari suhu yang terlalu tinggi. Nobel dan de la Barrera (2002) dan Nobel et al (2002) melaporkan bahwa pengambilan CO2 pada Hylocereus undatus mencapai optimal pada suhu udara siang/malam sekitar 30/20°C dan menurun jika kisaran suhu siang/malam 35/25°C. Pada kisaran suhu siang/malam 40/30°C sulur tanaman mengalami nekrosis dalam waktu 6 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi tanaman bunga naga agar berbunga di luar musim menggunakan penambahan penyinaran. Metodologi Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Juli 2013. Penelitian dilakukan di kebun buah naga Sabila Farm yang terletak di Pakem, Sleman Yogyakarta. Bahan penelitian adalah tanaman buah naga spesies Hylocereus undatus yang sudah berumur 7 tahun. Tanaman diusahakan seragam dan tidak terserang penyakit, dan ditanam dengan jarak 2x2 m, dengan penyangga beton setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Sebagai perlakuan digunakan lampu dengan kekuatan 45 dan 55 watt ditempatkan di antara empat tanaman pada ketinggian 1,5 m (Gambar 1), sementara sebagai kontrol digunakan tanaman yang tidak diberi penambahan penyinaran. Percobaan dirancang dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT), dengan tiga ulangan. Penambahan penyinaran dilakukan pada bulan Mei-Juli, setelah tanaman selesai berbuah, pada pukul 17.00-04.00 (11 jam). Lampi dimatikan pada saat kuncup bunga mulai muncul, pada 54 hari setelah penyinaran.
594
Gambar 1. Letak lampu diantara empat tanaman H. undatus
Peubah yang diamati adalah waktu muncul kuncup bunga, jumlah bunga terinduksi, waktu mekar bunga serta jumlah buah yang terbentuk. Pengolahan data menggunakan uji F dengan aplikasi SAS. DMRT digunakan untuk menguji beda nyata perlakuan. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini merupakan percobaan pendahuluan yang masih sangat awal dan sederhana. Informasi yang diperoleh dari percobaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengembangan penelitian-penelitian lanjutan yang lebih detail dan akurat. Saat Muncul Kuncup dan Saat Mekar Bunga Saat muncul bunga adalah jumlah hari yang dibutuhkan sejak penyinaran sampai kuncup bunga H. undatus dapat diidentifikasi. Penambahan penyinaran 45 watt dan 55 watt selama 11 jam/hari memberi pengaruh yang tidak berbeda terhadap saat muncul kuncup bunga. Tanaman yang diberi penambahan penyinaran 45 watt menghasilkan kuncup bunga pertama yang muncul pada 54 hari setelah penyinaran (HSP), sementara penambahan penyinaran 55 watt menghasilkan kuncup bunga pertama pada 42 HSP (Gambar 1). Pada hari ke 54, semua perlakuan penambahan penyinaran terhadap sulur buah naga dihentikan, dan kuncup bunga terus bermunculan setelah penyinaran dihentikan. Tanaman yang
telah diberi tambahan penyinaran dengan lampu 45 watt menghasilkan
kuncup bunga pada 54, 69 dan 77 HSP (3 kali pemunculan), sementara penambahan penyinaran dengan lampu 55 watt menghasilkan kuncup bunga berturut-turut pada 42, 54, 69, dan 77 HSP (4 kali pemunculan). Tanaman yang tidak diberi tambahan penyinaran tidak menghasilkan kuncup bunga sama sekali hingga akhir pengamatan.
Gambar 1. Waktu yang diperlukan untuk muncul kuncup bunga dan bunga mekar di luar musim pada H. undatus setelah penambahan penyinaran
595
Lama perkembangan kuncup bunga sampai bunga mekar pada kedua perlakuan tidak berbeda, yaitu sekitar 19-20 hari (Gambar 2.). Menurut Nadila (2014) perkembangan kuncup bunga hingga mekar yang terjadi secara alami di daerah Pakem, Yogyakarta membutuhkan waktu 19-21 hari. Sementara menurut Le Bellec et al. (2006) di Meksiko perkembangan bunga dari kuncup hingga mekar memerlukan waktu selama 15-20 hari. Hal ini menunjukkan bahwa lama perkembangan kuncup hingga mekar pada bunga di luar musim yang diinduksi dengan penambahan penyinaran tidak berbeda dengan pembungaan alami di Indonesia. Menurut Nadila (2014) bunga yang terbentuk secara alami sekitar bulan Maret-April mempunyai diameter 4,5 cm dan panjang 31,83 cm saat mekar, sementara unga yang diinduksi dengan penambahan penyinaran di luar musim mempunyai diameter 6,86 cm dan panjang 35 cm saat mekar. Hal ini menunjukkan bahwa pembungaan hasil induksi mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan pada pembungaan alami.
Gambar 2. Perkembangan kuncup hingga mekar bunga H. undatus hasil induksi penyinaran. Panjang ; diameter
Jumlah Bunga yang Terbentuk Musim berbunga di Yogyakarta terjadi pada bulan Oktober-April. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan penyinaran dengan lampu 45 watt dan 55 watt dengan durasi 11 jam/hari selama 54 hari menghasilkan masing-masing 28 dan 32 kuncup bunga (Gambar 3.). Tanaman yang tidak diberi penambahan penyinaran tidak membentuk kuncup bunga sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa Hylocereus undatus merupakan tanaman yang sensitif terhadap perlakuan penambahan penyinaran, sebagaimana dikemukakan Luder dan McMahon (2006) yang menduga bahwa Hylocereus spp. merupakan tanaman hari panjang yang sensitif terhadap penambahan cahaya. Hasil penelitian di beberapa tempat mendukung dugaan ini sebagaimana dilaporkan bahwa produksi buah Hylocereus spp. di beberapa tempat di belahan bumi utara seperti Israel, Jepang dan Amerika Serikat terjadi pada musim panas sampai awal musim gugur, yaitu bulan April-Oktober (Nerd dan Mizrahi 1997; Merten 2003), pada saat panjang hari lebih dari 12 jam/hari. Sementara di New South Wales, Australia (29 ͦLS) terjadi pada bulan Februari-April (Luder dan McMahon 2006). Akan tetapi hasil percobaan ini tidak membuktikan bahwa buah naga merupakan tanaman hari panjang karena di Pakem, Yoyakarta, secara alamiah tanaman buah naga
596
berbuah pada bulan Oktober-April tanpa penambahan penyinaran. Oleh karena itu penambahan penyinaran pada bulan Mei-Juli segera setelah tanaman selesai berbuah berperan sebagai upaya meningkatkan asimilat karena panjangnya proses fotosintesis yang dapat menginduksi terjadinya inisiasi pembungaan.
Gambar 3. Jumlah kuncup bunga yang terinduksi melalui penambahan penyinaran
Tanaman buah naga dapat digolongkan dalam tanaman CAM (crassulasean acid metabolism). Laju pengambilan CO2 oleh tanaman buah naga yang terpapar pada panjang hari selama 13 jam mulai meningkat setelah pukul 16.00 dan mencapai puncaknya sekitar pukul 22.00 kemudian menurun pada pukul 08.00 keesokan harinya. Pada konsentrasi CO2 udara yang tinggi (dua kali lipat), laju pengambilan CO2 meningkat sebesar 34% (Raveh et al 1995). Penambahan penyinaran pada penelitian ini dapat berfungsi sebagai penambahan periode fotosintesis sehingga asimilat yang dihasilkan bertambah banyak. Akumulasi asimilat yang memadai memungkinkan terjadinya inisiasi primordia bunga pada bagian meristem. Kuncup bunga yang diinduksi di luar musim tidak semuanya berkembang sampai bunga mekar. Dari dua kali kemunculan kuncup bunga setelah penyinaran dihentikan, hanya sekitar 39,5 % - 75,7% kuncup yang bertahan hingga bunga mekar (Tabel 1.). Sebagian besar kuncup bunga rontok pada fase awal perkembangan kuncup, dan hanya sebagian kecil rontok sebelum bunga mekar . Kerontokan pada fase kuncup diduga disebabkan oleh suhu udara dan intensitas cahaya matahari yang tinggi selama pembungaan di luar musim (bulan kering), yang menyebabkan kuncup tidak berkembang, dan mengering (Gambar 4.). Kemungkinan lain penyebab kerontokan selama perkembangan kuncup bunga adalah keterbatasan asimilat yang tersedia untuk perkembangan kuncup bunga, mengingat bahwa induksi pembungaan dilakukan segera setelah musim berbuah selesai, sehingga tanaman belum mengakumulasi cadangan makanan yang cukup untuk membentuk organ reproduktif. Tabel 1. Rata-rata jumlah kuncup bunga dan buah yang terbentuk (per empat tanaman) Perlakuan Kontrol 45 watt 55 watt
∑ kuncup bunga b 0 a 4.3 a 7
∑ bunga mekar (%) b 0 b 1.7 (39.5) a 5.3 (75.7)
∑ buah muda (%) b 0 b 1.7 (39.5) a 5.0 (71.4)
597
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf t uji 1% (uji selang berganda Duncan). data yang dianalisis adalah data yang ditransformasi )
Gambar 4. Kuncup bunga H. undatus yang akan rontok
Hampir semua bunga yang bertahan sampai mekar dapat berkembang menjadi buah masak (Tabel 3), yang menunjukkan bahwa persentase pembentukan buah (fruit set) mendekati 100%, sebagaimana terjadi pada pembungaan yang terjadi secara alami (Nadila, 2014). Data ini memberi indikasi bahwa penyerbukan terjadi tanpa hambatan yang berarti. Dengan demikian bunga yang berhasil mekar di luar musim dapat menghasilkan polen dengan viabilitas yang cukup memadai untuk menghasilkan fruit set yang tinggi. Selain itu data ini juga mencerminkan bahwa serangga penyerbuk (pollinator), jika diperlukan untuk membantu penyerbukan tetap tersedia untuk membantu transfer polen ke permukaan stigma. Hasil percobaan pendahuluan ini perlu dilanjutkan untuk memperoleh perlakuan yang optimal dari segi durasi penambahan penyinaran dan daya lampu yang efektif untuk menginduksi pembungaan Hylocereus undatus. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Gun Soetopo dan Ir. Elly Mulyati selaku pemilik Sabila Farm yang telah memberikan izin penggunaan bahan tanam dan fasilitas selama penelitian berlangsung. Daftar Pustaka Boyle TH. 1991. Temperature and photoperiodic regulation of flowering in ‘Crimson Giant’ easter cactus. J Amer Soc Hor Sci 116 (4):618-622. Chang JH.1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey. Chicago (US): Aldine Drew RA, Azimi M. 2002. Micropropagation of red pitaya (Hylocereus undatus). Amer. Journal of Bot. 81:1052-1062. Le Bellec F, Vaillant F, Imbert E. 2006. Pithaya (Hylocereus spp): a new fruit crop, a market with a future. Fruits 61: 237-250. Luders L, McMahon G, 2006. The pitaya or dragon fruit (Hylocereus undatus). Agnote .No: D42. Northern Territory Government 238:10. Merten S. 2003. A review of Hylocereus production in the United States. J-PACD 5: 98-105. Metz C, Nerd A, Mizrahi Y. 2000. Viability of pollen of two fruit crop cacti of the genus Hylocereus is affected by temperature and duration of storage. HortScience 35(1):22– 24.
598
Nadila D. 2014. Fenologi pembungaan dan penyerbukan buah naga Hylocereus spp. dan Selenicereus megalanthus. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nerd A, Mizrahi Y, Nobel PS. 1997. Cacti as crops. Hort Rev. 18. 291-320. Nerd A, Mizrahi Y. 1997. Reproductive biology of fruit cacti. Hort Rev. 18:322–346. Nerd A, Sitrit Y, Kaushik RA, Mizrahi Y. 2002. High summer temperatures inhibit flowering in vine pitaya crops (Hylocereus spp.). Scientia Horticulturae 96, 343–350. Nobel PS, de la Barrera E. 2002. High temperatures and net CO2 uptake, growth, and stem damage for the hemiepiphytic cactus Hylocereus undatus. Biotropica 34: 225–231. Nobel PS, de la Barrera E, Beilman DW, Doherty JH, Zutta BR. 2002. Temperature limitations of edible cacti in California. Madron˜o 49: 228–236. Raveh E, Gersani M, Nobel PS. 1995. CO2 uptake and fluorescence response for a shadetolerant cactus Hylocereus undatus under current and double CO2 concentration. Physilogia Plantarum 93: 505–511. Valiente-Banuet A, Gally RS, Arizmendi MC, Casas A. 2007. Pollination biology of hemiepiphytic cactus Hylocereus undatus in the Tehuacan Valley, Mexico. Journal of Arid Environments 68: 1–8. Weiss J, Nerd A, Mizrahi Y. 1994. Flowering behavior and pollination requirements in climbing cacti with fruit crop potential. Hort. Science 29 (12):1487-1492.
599
600