INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT
SIH HARTINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Kultivar Slamet dan Lumut” merupakan gagasan dan karya saya bersama pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Sih Hartini NRP G351060081
ABSTRACT SIH HARTINI. (Induction of Mutation with Gamma Ray Irradiation at Slamet and Lumut Cultivars of Soybean (Glycine max (L.) Merrill)). Under direction of UTUT WIDYASTUTI and MUHAMMAD JUSUF.
The aim of this research was to produce Gα mutants of two cultivars of Soybean using 60Co gamma irradiation with 0.0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; and 0.5 kGy dosage. Two Soybean cultivars tested were Slamet and Lumut. The mutated Soybean were detected at M-1 and M-2 filials. M-1 was used for screening general mutation based on plant hight variable, and M-2 for Gα and stability mutations based on stomatal opening characteristic. The results indicated that irradiation at dosage of 0.1 – 0.5 kGy produced plant mutation in different characteristics such as big seeds, flower’s colour, leaf’s form and leaflets mutation of the two cultivars. In addition, 60Co gamma irradiation at the dosage of 0.1 dan 0.3 kGy produced 10 Gα mutants putatives. The mutant had 24-40 cm hight and closed stomata at both cultivars. Molecular analysis was run in one Gα gene mutant putative only. Based on molecular analysis showed that gamma irradiation at 0.3 kGy in Slamet cultivar caused 1 Gα gene mutant. Keywords : Soybean, mutation, gamma ray irradiation, Gα
RINGKASAN SIH HARTINI. (Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) kultivar Slamet dan Lumut). Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUHAMMAD JUSUF. Kedelai merupakan bahan makanan penting karena dapat dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai bahan baku agroindustri, namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan kedelai masih tergantung impor karena produksi nasional masih sangat rendah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain melalui usaha pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan merakit kultivar baru, dan keragaman merupakan modal dasar untuk merakit kultivar baru. Salah satu upaya peningkatan keragaman yaitu dengan induksi mutasi. Mutasi bisa dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik seperti radiasi, non radiasi maupun kimia. Sumber irradiasi yang sering digunakan adalah sinar X, sinar gamma, ultra-violet, sinar beta dari radioisotop dan sinar neutron dari reaktor atom. Penelitian ini menggunakan sinar gamma dari 60Co. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet memiliki perbedaan dalam sistem toleransi terhadap aluminium. Kultivar Lumut merupakan kultivar yang peka terhadap cekaman aluminium sedangkan kultivar Slamet toleran. Gen Gα diduga berperan dalam sistem toleransi terhadap aluminium pada kedua kultivar tersebut. Untuk melihat keterlibatan fungsi gen Gα secara langsung dalam sistem pertahanan terhadap cekaman Al dapat dilakukan dengan pendekatan reverse genetic yaitu menonaktifkan gen Gα. Teknik yang digunakan untuk menonaktifkan gen tersebut adalah dengan induksi mutasi menggunakan irradiasi sinar gamma karena radiasi gamma mempunyai energi yang sangat besar sehingga mampu menembus jaringan tanaman dengan maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα pada kedelai kultivar Slamet dan Lumut yang diinduksi irradiasi sinar gamma. Untuk mendapatkan mutan tersebut dilakukan skrining, dengan menanam kedelai dalam dua periode tanam. Periode tanam I (M-1) mengikuti pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor (dosis irradiasi dan kultivar) dan 3 kelompok ulangan, merupakan tahapan seleksi terhadap berbagai macam mutan. Dosis irradiasi yang digunakan adalah 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; dan 0.5 kGy, kultivar yang digunakan adalah Lumut dan Slamet. Kedelai ditanam dalam petakan, tiap petak terdapat 100 lubang, masing-masing lubang berisi 2 biji kedelai. Mutan yang diperoleh selanjutnya ditanam kembali sebagai generasi M-2. Rancangan yang digunakan dalam periode tanam II adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Benih ditanam dengan membentuk barisan yang bersambungan antara satu induk dengan induk yang lain. Tiap induk diambil 30 biji, namun untuk induk yang memiliki jumlah biji kurang dari 30, biji ditanam semua. Hasil seleksi periode tanam I, dari 657 induk ditanam sebanyak 10.216 tanaman. Hasil seleksi pada periode tanam I diperoleh bermacam-macam mutan antara lain: mutan warna biji, mutan warna bunga, mutan jumlah anak daun, mutan bentuk daun, mutan motif daun, mutan biji besar dan mutan pendek.
v
Selanjutnya mutan tersebut diuji stabilitasnya pada generasi M-2. Mutan stabil ditunjukkan oleh tidak adanya segregasi pada generasi M-2. Mutan warna biji dan mutan motif daun belum stabil karena mengalami segregasi pada generasi M-2, sedangkan mutan lainnya sudah stabil tidak bersegregasi. Mutan pendek merupakan prioritas dalam penelitian ini karena merupakan indikator tanaman tersebut mengalami mutasi Gα. Selanjutnya mutan pendek tersebut diperiksa perilaku stomatanya. Mutan Gα ditunjukkan oleh perubahan pembukaan stomata dimana stomata cenderung menutup. Untuk melihat perilaku stomata diambil tigapuluh sampel mutan pendek stabil, dari tigapuluh sampel tersebut diperoleh sepuluh tanaman dengan kondisi stomata menutup. Selanjutnya tanaman yang memiliki stomata menutup dilihat ekspresi gen Gα nya untuk memastikan bahwa tanaman tersebut telah mengalami mutasi. Sepuluh tanaman yang diduga mutan Gα berdasarkan perilaku stomata, baru diperiksa satu mutan Gα berdasarkan ekspresi gennya. Mutan tersebut berasal dari kultivar Slamet dosis irradiasi 0.3 kGy. Tanaman wild type (kontrol) menghasilkan pita dengan ukuran 1380 pb, sedangkan tanaman mutan tidak menghasilkan pita tersebut. Tidak munculnya pita pada mutan menunjukkan bahwa gen Gα tidak diekspresikan karena telah mengalami mutasi. Kata kunci : kedelai, mutasi, irradiasi sinar gamma, Gα
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT
SIH HARTINI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NRP
: Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Kultivar Slamet dan Lumut : Sih Hartini : G 351060081
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Jusuf Anggota
Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 19 Agustus 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. selaku ketua komisi pembimbing atas semua jerih payah dan waktu yang telah diluangkan untuk memberikan bimbingan, arahan dan kemudahan kepada penulis dari mulai penelitian hingga terselesaikannya tesis ini. 2. Dr. Ir. Muhammad Jusuf selaku anggota komisi pembimbing atas ilmu, waktu dan bimbingan yang diberikan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 3. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya untuk kesempurnaan tesis ini. 4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Biologi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB. 5. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi IPB yang telah menyediakan fasilitas untuk melakukan penelitian. 6. Departemen Agama RI dan Proyek Hibah Bersaing XII atas nama Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi yang telah membiayai penelitian ini. 7. Pak Adi, pak Erfan, Jaya, mbak Pepi, pak Mulya, pak Muzuni, mbak Niken dan rekan-rekan di laboratorium BIORIN PPSHB IPB serta rekan-rekan BUD DEPAG 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, kerjasama dan dukungannya selama ini. Secara khusus, penulis sampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada suami tercinta Drs. Priyono, MSi atas segala pengorbanan baik moril maupun materiil, dorongan, kesabaran, pengertian dan doanya. Kepada ibunda tercinta dan bapak ibu mertua yang tiada mengenal lelah selalu mendoakan penulis sampai saat ini, penulis sampaikan terimakasih yang tiada batas. Untuk ananda Hanif Alfian Aliefananda dan Hafidz Fadlila Akbar, terimakasih atas pengorbanan dan perjuangannya untuk melewati hari-hari tanpa kehadiran penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka, Amien. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kedelai di Indonesia.
Bogor, Agustus 2008
Sih Hartini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 17 Agustus 1971, sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Ayah Darmopitoyo (Alm) dan Ibu Sayem. Penulis menikah dengan Drs. Priyono, MSi. dan dikaruniai dua putra Hanif Alfian Aliefananda dan Hafidz Fadlila Akbar. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) jurusan Biologi tahun 1994. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S2 pada program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa dari Departemen Agama RI. Saat ini penulis bekerja sebagai guru Biologi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang Jawa Tengah.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................. Tujuan Penelitian .......................................................................... Hipotesis Penelitian ......................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Mutasi ............................................................................................ Protein Heterotrimerik-G Subunit α ..............................................
4 7
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ........................................................................ Bahan Tanaman ............................................................................ Metode Penelitian .......................................................................... Radiasi benih......................................................................... Penanaman di Lapang ........................................................... Observasi Lapang dan Deteksi Mutasi.................................. Preparasi Struktur Anatomi Stomata..................................... Ekspresi Gen Gα dengan Teknik PCR ................................. Analisis Data..................................................................................
10 10 10 11 11 12 12 12 15
HASIL Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 .............................. Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 ........................................... Uji Stabilitas M-2 .......................................................................... Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata ...................... Studi Ekspresi Gen Gα .................................................................
16 19 25 29 30
PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 ............................... Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 dan Uji Stabilitas pada Tanaman M-2 ................................................................................ Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata dan Ekspresi Gen .................................................................................
37
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ....................................................................................... Saran .............................................................................................
38 38
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
39
LAMPIRAN .............................................................................................
44
31 33
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
Hasil pengelompokan dua belas populasi dari Analisis Diskriminan .......................................................................
16
Asal populasi dan karakter enam kelompok baru hasil Analisis Diskriminan .......................................................................
18
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna biji per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ...............................................................
19
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna bunga per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ...............................................................
20
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan jumlah anak daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ...............................................................
21
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan bentuk daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ..............................................................
22
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan motif daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ...............................................................
23
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan pendek per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet ........................................................................................
25
Warna bunga M-1, jumlah keturunan dan segregasi warna bunga M-2 dari tujuh induk mutan kultivar Lumut dan Slamet .................
26
Jumlah anak daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi jumlah anak daun M-2 dari sembilan induk kultivar Lumut dan Slamet .....
27
Bentuk daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi bentuk daun M-2 dari enam induk mutan kultivar Lumut dan Slamet .................
27
Jumlah tanaman M-1, frekuensi mutan pendek stabil terhadap wild type dan induk per seribu tanaman M-1 ...................................
28
Tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata ...............................................................................
29
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir tahapan penelitian .......................................................
10
2
Variasi warna biji kedelai kultivar Lumut dan Slamet ....................
19
3
Variasi warna bunga kedelai kultivar Lumut dan Slamet ................
20
4
Variasi jumlah anak daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet ........
21
5
Variasi bentuk daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet .................
22
6
Variasi motif daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet ...................
23
7
Perbandingan ukuran biji pada kultivar Lumut wild type dengan mutan ...................................................................................
24
8
Mutan pendek pada kedelai kultivar Lumut dan Slamet ..................
25
9
Perilaku stomata tanaman wild type dan mutan ...............................
29
10
cDNA aktin dan gen Gα ...................................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Uji keragaman antar populasi untuk tiap-tiap variabel .....................
45
2
Segregasi jumlah anak daun pada M-2 dari 60 induk mutan............
46
3
Hasil uji beda nyata tanaman M-2 stabil pendek yang diuji terhadap induknya ...........................................................
48
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena dapat dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai bahan baku agroindustri. Kebutuhan kedelai nasional terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Pada tahun 2007 total kebutuhan kedelai sebesar 2.01 juta ton. Namun produksi kedelai nasional masih sangat rendah. Produksi kedelai pada tahun 2006 sekitar 749.04 ribu ton biji kering, mengalami penurunan sekitar 59.32 ribu ton (7.34 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2005 sebesar 808.35 ribu ton (BPS 2006). Bahkan pada tahun 2007 produksi kedelai nasional hanya 0.61 juta ton. Berarti terdapat kekurangan jumlah produksi yang cukup besar untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga pada tahun 2007 Indonesia mengimpor kedelai sampai 1.42 juta ton atau sekitar 70% dari total kebutuhan pada tahun tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain melalui usaha pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan merakit kultivar baru, dan keragaman merupakan modal dasar untuk merakit kultivar baru. Salah satu upaya peningkatan keragaman yaitu dengan induksi mutasi. Mutasi bisa dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik seperti radiasi, non radiasi maupun kimia. Sumber radiasi yang sering digunakan adalah sinar X, sinar gamma, ultra-violet (Jusuf 2001), sinar beta dari radioisotop dan sinar neutron dari reaktor atom (Poespodarsono 1986). Radiasi sinar gamma dapat dipancarkan oleh
60
Co,
137
Cs dan lain-lain (Soeminto 1985), namun dalam
penelitian ini digunakan sinar gamma dari
60
Co. Radiasi gamma merupakan
radiasi pengion yang mempunyai kekuatan daya tembus tinggi (Poespodarsono 1986) dan kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam jaringan tanaman (Herawati & Setiamihardja 2000) sehingga dapat menyebabkan perubahan baik pada tingkat gen maupun kromosom. Terjadinya perubahan pada gen maupun kromosom
akan
mengakibatkan
perubahan
karakter
tanaman,
sehingga
2
diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik pada kedua kultivar kedelai Slamet dan Lumut. Kedelai kultivar Slamet dan Lumut memiliki perbedaan dalam sistem toleransi terhadap aluminium (Al). Kedelai kultivar Lumut merupakan kultivar yang peka terhadap cekaman Al sedangkan kultivar Slamet toleran terhadap cekaman Al (Anwar 1999). Menurut Sunarlim dan Titis (2001), keracunan Al merupakan masalah utama yang sering dijumpai pada kedelai di lahan asam dan menyebabkan penurunan produktivitas kedelai. Sehingga perlu dilakukan pemuliaan untuk memperbaiki karakter tanaman yang bersifat peka terhadap Al. Pemuliaan untuk memperoleh tanaman kedelai yang mampu beradaptasi terhadap aluminium tinggi memerlukan informasi genetik tentang adaptasi terhadap masalah tersebut. Menurut Mashuda (2006) cekaman Al dapat meningkatkan ekspresi gen Gα pada kultivar Slamet, sedangkan Lumut tidak mengalami peningkatan (Sawitri 2007). Gen Gα diduga berperan dalam sistem toleransi terhadap Al pada kedua kultivar tersebut (Suharsono & Suharsono 2006). Untuk melihat keterlibatan fungsi gen Gα secara langsung dalam sistem pertahanan terhadap cekaman Al dapat dilakukan dengan pendekatan reverse genetic yaitu menonaktifkan gen Gα. Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar sehingga diharapkan dapat menonaktifkan gen Gα. Menurut Fujisawa et al. (1999) kehilangan
subunit α pada tanaman padi (mutan daikoku d1)
menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun pendek menebal berwarna gelap dan biji kecil, juga terjadi perubahan pembukaan stomata (Assmann 1996). Hal ini dapat digunakan sebagai indikator awal untuk menyeleksi tanaman yang diduga mengalami mutasi Gα. Penelitian dengan irradiasi gamma untuk memperoleh tanaman yang mengalami hambatan pertumbuhan telah banyak dilakukan. Dosis irradiasi gamma 20 – 30 Gy mampu menghambat pertumbuhan sampai lebih dari 50 % pada stek bibit krisan (Yulidar 2003). Irradiasi sinar gamma terhadap tanaman krisan di lapangan dapat menurunkan tinggi tanaman. Dosis irradiasi di atas 10 Gy dapat menginduksi terjadinya perubahan bentuk dan warna bunga, juga dapat menyebabkan perubahan warna dan bentuk daun tanaman hasil kultur jaringan
3
(plantlet) serta menyebabkan penurunan tinggi plantlet krisan (Kendarini 2006). Irradiasi dengan dosis 1000 - 4000 rad menyebabkan nekrotik dan pertumbuhan kalus Costus speciosus KOEN SM. terhambat ( Toruan & Mathius 1991). Ratma (1988) juga melaporkan bahwa irradiasi gamma dosis 0.2 dan 0.4 kGy dapat menghasilkan mutan kedelai pendek. Irradiasi gamma juga banyak diaplikasikan pada berbagai tanaman untuk memperoleh karakter-karakter yang diinginkan. Pada kacang tanah irradiasi gamma dapat menghasilkan keragaman jumlah polong dan biji (Dewi et al. 1993) dan pada dosis 0.3 kGy dapat meningkatkan keragaman tinggi tanaman kacang tanah serta keragaman genetik ketahanan terhadap penyakit layu (Dewi & Mugiono 1997). Pada tanaman kedelai, dengan dosis 0.10 dan 0.20 kGy dapat meningkatkan mutasi klorofil (Ratma & Sumanggono 1998). Irradiasi sinar gamma juga mengakibatkan perubahan bentuk bunga, warna bunga, kandungan klorofil dan anthosianin bunga Gerbera (Prasetyorini 1991). Penelitian ini menggunakan induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma, selanjutnya diikuti dengan seleksi terhadap tanaman kerdil dan tanaman yang memiliki karakter berbeda dengan wild type (tipe tetua). Karakter tanaman kerdil menjadi prioritas dalam penelitian ini karena karakter tersebut merupakan salah satu indikator tanaman mengalami mutasi Gα. Tanaman yang memiliki karakter kerdil selanjutnya diperiksa perilaku stomata dan ekspresi gen Gα untuk memastikan bahwa tanaman tersebut mengalami mutasi pada gen Gα.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα pada kedelai kultivar Slamet dan Lumut yang diinduksi irradiasi sinar gamma.
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini bahwa perlakuan irradiasi sinar gamma pada benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut dapat memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα.
TINJAUAN PUSTAKA Mutasi Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga menyebabkan perubahan ekspresi. Perubahan dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan pada tingkat kromosom (Jusuf 2001). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel. Jika mutasi terjadi pada sel somatik, maka perubahan hanya pada bagian itu dan tidak diwariskan. Sedang bila mutasi terjadi pada sel generatif, maka akan diwariskan pada generasi berikutnya (Poespodarsono 1986). Organisme baru hasil mutasi disebut mutan. Mutasi atau perubahan materi genetik dapat dideteksi dengan melihat perubahan pada tingkat struktur gen atau perubahan pada tingkat ekspresinya. Untuk melihat perubahan tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan antara mutan dan tipe liarnya. Perubahan dapat terlihat pada tingkat morfologi yang terlihat oleh mata telanjang, atau pada tingkat lain yang tidak nampak oleh mata. Secara garis besar penampilan mutan dapat dilihat dari liarnya dengan tiga cara; perbedaan morfologi, perbedaan tingkat kimia, dan perbedaan tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh. Hasil mutasi yang paling mudah dilihat ialah bila terjadi perubahan morfologi seperti bentuk, ukuran atau warna (Jusuf 2001). Mutasi dapat terjadi pada tingkat gen maupun kromosom. Jika perubahan hanya mengenai satu gen yaitu pada ruas yang diapit oleh sepasang promotor dan terminator, maka disebut mutasi tingkat gen. Jika perubahan mengenai lebih dari satu gen maka dinamakan mutasi tingkat kromosom (Jusuf 2001). Mutasi titik merupakan mutasi yang terjadi pada tingkat gen. Mutasi titik adalah perubahan sekuen nukleotida pada gen yang menghasilkan perubahan asam amino dan protein produk mutan atau sebagai perubahan satu bentuk alel ke bentuk alel lainnya dimana perubahan tersebut terjadi dalam satu lokus kromosom ( Suzuki et al. 1993). Mutasi titik dalam suatu gen dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: substitusi pasangan basa dan penyisipan (insersi) atau pengurangan (delesi) pasangan basa. Substitusi pasangan basa adalah penggantian satu nukleotida dan pasangannya di dalam untai DNA komplementer dengan pasangan nukleotida
5
lain. Insersi dan delesi merupakan penambahan atau pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu gen (Griffiths et al. 2005; Campbell et al. 2002). Mutasi kromosom dapat terjadi karena perubahan jumlah kromosom atau perubahan struktur kromosom. Perubahan struktur kromosom adalah perubahan dimana jumlah kromosom tetap tetapi terjadi perubahan komposisi dan susunan bahan kromosom, yaitu delesi, duplikasi, inversi dan translokasi. Sedangkan perubahan jumlah kromosom adalah adanya penambahan atau pengurangan kromosom-kromosom utuh atau satu set kromosom lengkap (genom), perubahan ini dapat menyebabkan keragaman genetik yang akan nampak pada keragaman fenotipe seperti sifat morfologi dan fisiologi (Crowder 1997). Mutasi dapat terjadi dengan spontan (Djojosoebagio 1988) atau akibat adanya rangsangan dari luar. Mutasi spontan merupakan bagian dari proses kehidupan suatu spesies. Selama proses kehidupan akan terus terjadi perubahan spontan
pada
gen
walaupun
dengan
tingkat
kecepatan
yang
rendah
(Poespodarsono 1986). Mutasi spontan memiliki frekuensi yang sangat kecil sekitar 10-9 sampai 10-7. Rendahnya frekuensi mutasi spontan karena pada organisme ada sistem pemeliharaan ketepatan pemasangan basa-basa DNA yang melekat pada proses replikasi. Selain itu juga terdapat sejumlah mekanisme koreksi kerusakan basa. Mutasi spontan dapat disebabkan oleh perubahan tautomerik basa-basa DNA yaitu perubahan konfigurasi suatu molekul akibat perpindahan proton atau inti hidrogen dari satu posisi ke posisi lain. Selain perubahan tautomerik ada proses kimia lain yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi spontan yaitu depurinasi dan deaminasi. Depurinasi adalah proses pemutusan ikatan antara basa purin dengan gula deoksiribosa, sedangkan deaminasi adalah penghilangan suatu gugus amino dari suatu basa (Jusuf 2001). Rangsangan luar merupakan faktor pendorong untuk terjadinya peningkatan frekuensi mutasi. Frekuensi mutasi meningkat dengan meningkatnya dosis (secara linier untuk sinar X dan Gamma), tetapi survival dan kapasitasnya untuk regenerasi menurun dengan meningkatnya dosis. Pada dosis yang tinggi, akan menyebabkan terlalu banyak induksi mutasi per sel dengan peningkatan resiko
6
mutasi yang baik, atau perubahan genetik yang tidak baik (Broertjes & Harten 1988). Induksi terhadap mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Mutasi buatan terjadi bila digunakan mutagen dengan dosis dan waktu tertentu (Poespodarsono 1986). Mutagen merupakan faktor penyebab terjadinya mutasi. Menurut Allard (1960) mutasi dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik, yaitu proses mekanik murni, proses kimia murni atau kombinasi antara keduanya. Mutagen tersebut dapat menghasilkan berbagai macam mutasi seperti mutasi klorofil maupun mutasi kerdil. Sedangkan Poespodarsono (1986) membagi mutagen ke dalam tiga kelompok yakni radiasi, non radiasi dan kimia. Jusuf (2001) menyatakan bahwa bahan yang dapat merangsang mutasi dapat berupa bahan yang bersifat fisik, kimia atau proses biologis. Bahan fisik yang dikenal sebagai perangsang mutasi antara lain sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma. Bahan kimia yang dapat merangsang terjadinya mutasi antara lain etilmetan sulfonat (EMS), etiletan sulfonat (EES), dan hidroksilamin (HA). Sedangkan bahan biologis, yang merupakan bahan mutakhir digunakan adalah elemen loncat. Sinar gamma merupakan salah satu bahan fisik yang banyak digunakan sebagai agen mutasi. Radiasi sinar gamma merupakan radiasi ionisasi. Bentuk radiasi ini dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai 1999). Radiasi dengan sinar gamma dapat menghasilkan dua macam efek yaitu aberasi kromosom dan hambatan mitosis (Whitson 1972). Sinar gamma diperoleh dari peluruhan zat radioaktif yang dipancarkan dari atom dengan kecepatan tinggi karena kelebihan energi. Panjang gelombang sinar gamma lebih pendek dari sinar X tetapi energinya lebih besar. Radiasi sinar gamma dapat dipancarkan oleh 60Co, 137
Cs dan lain-lain (Soeminto 1985). Sinar gamma mempunyai kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam
jaringan tanaman. Dosis sinar gamma untuk mutasi pada kedelai adalah 10 – 20 kRad (Herawati & Setiamihardja 2000). Kedelai Muria, varietas unggul yang dilepas tahun 1987 merupakan hasil irradiasi dengan sinar gamma dosis 0.4 kGy. Dosis irradiasi yang dapat diterima oleh sel dibedakan atas dosis acute yaitu dosis yang diterima dengan cara sekaligus pada laju dosis tinggi, dan dosis kronis yaitu dosis yang diterima dengan cara sedikit demi sedikit pada laju dosis rendah. Dosis
7
acute dapat menyebabkan sel mati atau mengalami perubahan sifat (Wiryosimin 1995). Dosis irradiasi yang diterapkan tergantung pada sensitivitas dari spesies dan bagian tanaman. Sensitivitas tergantung pada volume inti (DNA yang lebih besar lebih sensitif), jumlah kromosom (tanaman dengan kromosom lebih sedikit dengan volume inti tertentu, lebih sensitif dari tanaman dengan kromosom yang lebih banyak), dan tingkat ploidi ( lebih tinggi, sensitivitasnya lebih sedikit) (Broertjes & Harten 1988). Efektivitas irradiasi yang diberikan pada tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor biologi. Faktor lingkungan terdiri atas oksigen, kadar air, suhu, sedangkan faktor biologi meliputi volume inti, kromosom interfase, dan faktor genetik yaitu adanya perbedaan kepekaan terhadap irradiasi (Ismachin 1988).
Protein Heterotrimerik-G subunit α Protein G merupakan anggota dari sebagian besar kelompok protein yang ditemukan pada semua eukariot. Protein ini terikat secara lemah pada sisi sitoplasmik membran, dan berfungsi sebagai saklar yang dapat dihidupkan dan dimatikan. Pada keadaan tidak aktif protein heterotrimerik berada dalam bentuk ikatan GDP dan akan aktif dengan merubah GDP ke bentuk GTP yang berikatan pada subunit α (Campbell et al. 2002). GTP-subunit α akan terpisah dari subunit βγ dan keduanya akan berinteraksi dengan efektor yang berada di down stream (bagian hilir). Penurunan aktivitas GTP-subunit α menjadi GDP-subunit α melalui
aktivitas
GTPase
menyebabkan
pembentukan
kembali
bentuk
heterotrimerik tidak aktif (Kolle 1997; Gutkins 1998). Protein G dibagi menjadi dua yaitu protein G kecil dan protein heterotrimerik-G (Ma et al. 1991; Patrick & Gilman 1998). Protein heterotrimerik G terdiri dari tiga sub unit yang berbeda yaitu sub unit α (40-45 kDa), sub unit β ( 34-36 kDa) dan sub unit γ (7-10 kDa) (Gotor et al. 1996). Protein G subunit α terdiri dari dua domain yaitu domain GTPase (G1 sampai G5) yang bertindak sebagai situs pengikatan nukleotida guanin dan domain alpha-helical (Gilman 1987).
8
Subunit Gα terdapat pada membran plasma tanaman Arabidopsis (Weiss et al. 1997) dan padi (Iwasaki et al. 1997), juga ditemukan di dalam retikulum endoplasma Arabidopsis dan tomat (Weiss et al. 1997; Aharon et al. 1998). Protein heterotrimerik-G diketahui berperan dalam regulasi dari influk kanal ion K+ pada sel penjaga (Wu & Assmann 1994). Subunit Gα diketahui dapat mengaktifkan kanal kalsium (Ca2+) pada membran plasma sehingga meningkatkan level Ca2+ di sitoplasma pada tomat (Aharon et al. 1998) juga meningkatkan level IP3 pada tanaman kedelai (Legendre et al. 1993) serta peningkatan Reactive oxygene Species (ROS) H2O2 pada kultur sel kedelai (Legendre et al. 1992). Berdasarkan analisis mutasi pada gen Gα (dwarf1), ternyata Gα terlibat di dalam perpanjangan batang dan pembentukan biji padi (Fujisawa et al. 2001). Regulasi pembukaan stomata (Assmann 1996) dan pemanjangan tabung polen pada bunga lily (Ma et al. 1999) juga melibatkan protein G. Fungsi protein Gα yang
lain
pada
tanaman
diantaranya
dalam
transduksi
sinyal
auksin
(Fairley-Grenot & Assmann 1991) serta terlibat dalam induksi giberelin dari gen
α-amylase pada sel aleuron oat (Jones et al. 1998). Protein heterotrimerik-G subunit α
berperan penting dalam transduksi
sinyal terhadap berbagai stimulus dari luar yang diterima oleh organisme. Transduksi sinyal merupakan tanda atau pesan yang mengubah stimulus atau sinyal menjadi bentuk lain dengan melibatkan urutan reaksi biokimia tertentu di dalam sel yang dilakukan oleh enzim dan berhubungan melalui second messenger (Voet & Donald 1995). Proses pensinyalan sel meliputi 3 tahapan yaitu : 1) Penerimaan sinyal; 2) Transduksi sinyal; 3) Respon seluler. Penerimaan sinyal merupakan pendeteksian sinyal yang datang dari luar sel oleh sel target. Sinyal dapat terdeteksi apabila terikat pada protein seluler, biasanya pada permukaan sel yang bersangkutan. Salah satu reseptor transmembran yang menerima sinyal dan meneruskannya ke sel adalah protein G. Pengikatan molekul sinyal mengubah protein reseptor, dan selanjutnya mengawali proses transduksi. Tahap transduksi ini mengubah sinyal menjadi bentuk yang dapat menimbulkan respon seluler spesifik (Campbell et al. 2002).
9
Kedelai mempunyai dua kopi gen yang menyandikan protein heterotrimerik G sub unit α yaitu SGA1 (Kim et al. 1995) dan SGA2 (Gotor et al. 1996). Suharsono dan Suharsono (2004) berhasil mengisolasi gen SGA1 dari kedelai kultivar
Slamet
dan
Lumut.
Analisis
kesamaan
urutan
nukleotidanya
menunjukkan bahwa gen Gα yang diisolasi dari kedelai kultivar Lumut mempunyai kemiripan 91% dengan gen Soybean G protein α subunit, SGA1 dari kedelai kultivar Williams, sedangkan analisis sebagian gen Gα dari kultivar Slamet menunjukkan kemiripan dengan Lupinus luteus (LIGA1) (Darlian 2005).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai Mei 2008, bertempat di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta, Kebun Percobaan IPB Pagentongan Sindangbarang Bogor, Laboratorium Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi dan Laboratorium BIORIN Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB.
Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tahapan seperti pada diagram alir berikut (Gambar 1). Radiasi benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut Penanaman I (M-1) untuk seleksi mutan Penanaman II (M-2) untuk stabilitas mutan
Mutan pendek atau kerdil stabil -
Mutan untuk karakter lain
Pengamatan Stomata Ekspresi gen Gα dengan teknik PCR
-
Macam-macam mutan Mutan gen Gα
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.
11
Radiasi Benih Benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut diradiasi dengan sinar gamma 60
( Co) dengan 6 taraf dosis yaitu : 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4 dan 0.5 kGy. Pada setiap perlakuan diradiasi 200 biji kedelai. Kombinasi dari dosis irradiasi dengan kultivar membentuk 12 populasi yaitu populasi 1 (Lumut kontrol), populasi 2 (Lumut dosis irradiasi 0.1 kGy), populasi 3 (Lumut 0.2 kGy), populasi 4 (Lumut 0.3 kGy), populasi 5 (Lumut 0.4 kGy), populasi 6 (Lumut 0.5 kGy), populasi 7 (Slamet kontrol), populasi 8 (Slamet 0.1 kGy), populasi 9 (Slamet 0.2 kGy), populasi 10 (Slamet 0.3 kGy), populasi 11 (Slamet 0.4 kGy), dan populasi 12 (Slamet 0.5 kGy). Penanaman di Lapang Benih kedelai yang sudah diradiasi langsung ditanam di lapang selama 2 periode tanam. Pada musim tanam pertama (M-1), penanaman dilakukan mengikuti pola Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor (kultivar dan dosis irradiasi) yang diulang pada 3 kelompok. Tiap petak terdapat 100 lubang, masingmasing lubang berisi 2 biji kedelai. Jarak antar lubang tanam adalah 40 cm x 20 cm. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan pupuk Urea dosis 50 kg/Ha, TSP 100 kg/Ha dan KCl 50/Ha. Hama diatasi dengan memakai Acodan. Penyiangan dilakukan tiap dua minggu sekali. Panen dilakukan per tanaman, masing-masing tanaman dimasukkan dalam kantong. Selanjutnya dilakukan seleksi terhadap tanaman yang menunjukkan indikasi mutan yaitu memiliki ukuran batang pendek atau kerdil serta tipe mutasi untuk karakter lain seperti warna biji, jumlah anak daun, bentuk daun, motif daun, dan warna bunga. Benih kedelai yang berindikasi mutan ditanam kembali sebagai tanaman M-2. Penanaman kedua dilakukan mengikuti pola Rancangan Acak Lengkap. Benih ditanam dengan membentuk barisan yang bersambungan antara satu induk dengan induk yang lain. Tiap induk diambil 30 biji, namun untuk induk yang memiliki jumlah biji kurang dari 30, biji ditanam semua. Hasil seleksi periode tanam 1, dari 657 induk ditanam sebanyak 10 216 tanaman.
12
Observasi Lapang dan Deteksi Mutasi Karakter yang diamati pada tanaman M-1 meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong total, umur mulai berbunga, umur polong masak, warna polong, jumlah biji, berat total biji, berat 100 biji, warna biji, jumlah anak daun, motif daun, bentuk daun dan warna bunga. Mutasi dideteksi dari adanya perubahan pada karakter yang diamati. Mutasi pada gen Gα ditunjukkan oleh adanya batang yang pendek. Observasi pada tanaman M-2 diarahkan untuk melihat kestabilan karakter yang dianggap bermutasi yaitu melalui ada tidaknya segregasi pada karakter tersebut. Tanaman yang diduga mutan yang sudah stabil (kerdil) selanjutnya diperiksa struktur stomata dan ekspresi gen Gα nya. Preparasi Struktur Anatomi Stomata Pengamatan struktur anatomi stomata dengan menggunakan sediaan paradermal. Sediaan paradermal dibuat dalam bentuk sediaan semipermanen dengan metode Wholemount (Johansenn 1940). Pengamatan struktur anatomi stomata dilakukan terhadap tigapuluh sampel tanaman pendek atau kerdil dan wild type (kontrol). Pengambilan sampel dilakukan pada waktu dan kondisi yang sama (pukul 12.00 WIB). Bahan untuk pembuatan sediaan paradermal stomata adalah alkohol 70% (v/v), safranin 1% (b/v), pemutih (bayclin 5.25%) (v/v), gliserin 30% (v/v), cat kuku. Langkah-langkahnya; daun difiksasi dengan alkohol 70% (v/v), dicuci, kemudian disayat dengan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan pemutih (bayclin 5.25%) (v/v) selama sepuluh menit, sayatan dicuci kembali kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan safranin 1% (b/v) selama sepuluh menit, sediaan diletakkan dalam gelas obyek, diberi media gliserin 30% (v/v) lalu ditutup dengan gelas penutup. Ekspresi Gen Gα dengan Teknik PCR Isolasi RNA Total. Isolasi RNA total dilakukan pada tanaman M-2 yang telah diseleksi. RNA diambil dari tanaman mutan dan wild type yang tidak diradiasi sebagai kontrol. Isolasi RNA total dengan menggunakan Kit Trizol (Invitrogen). Langkah isolasi RNA sebagai berikut : Daun sebanyak 500 – 1000 mg dari masing-masing perlakuan secara terpisah digerus di mortar dengan bantuan N2
13
cair sampai berbentuk tepung halus. Kemudian dicampur dengan 800 µl kit trizol. Campuran selanjutnya diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang kemudian ditambah dengan 200 µl chloroform dan dikocok selama 30 detik dan diinkubasi selama 3 menit dalam suhu ruang. Campuran disentrifugasi pada 9000 rpm (Jouan BR4i) selama 15 menit pada suhu 6 ºC. Cairan bagian atas diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya ditambah dengan 500 µl isopropil alkohol dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang. Kemudian disentrifugasi pada 9000 rpm selama 10 menit pada 6 ºC. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan penambahan 500 µl ethanol-DEPC 75% dan diikuti dengan sentrifugasi pada 5700 rpm selama 5 menit pada suhu 6 ºC. Endapan dikeringkan dengan vakum dryer selama 6 menit dan dilarutkan dalam 30 µl ddH2O-DEPC 0.1%. Kuantifikasi dilakukan dengan melarutkan 1 µl larutan RNA total dalam 700 µl ddH2O-DEPC 0.1%, selanjutnya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Untuk mengetahui kemurnian RNA dari kontaminasi protein dilakukan dengan perhitungan nilai rasio OD260/280 (Sambrook et al. 1989). Keutuhan RNA dianalisis dengan memigrasikan RNA pada gel agarosa 1% dengan menggunakan buffer MOPS 1 X (4.2 g/l 3Morpholinopropanesulfonic acid (C7H15NO4), 0.41 g/l Na-asetat, 0.37 g/l Na2EDTA.H2O). 10 µg RNA total ditambah dengan 12 µl premix (20 X MOPS, 6 µl formamide, 2.1 µl formaldehide, 3.3 µl ddH2O-DEPC 0.1%) dipanaskan pada suhu 65 ºC selama 10 menit. Selanjutnya diinkubasi dalam es selama 5 menit, kemudian ditambahkan 2 µl loading dye dengan komposisi bromofenol biru 0.25% (b/v), xylene cyanol 0.25% (b/v) dan sukrosa 15% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur gel dan dimigrasikan selama
30 menit
pada bak elektroforesis dengan tegangan 100 volt. Selanjutnya gel direndam di dalam larutan ethidium bromida 0.5 µg/ml selama 10 menit, dibilas dengan akuades, kemudian pita RNA dilihat melalui UV transiluminator. Sintesis cDNA. Sintesis cDNA dilakukan dengan mengikuti metode Suharsono et al. (2002). Lima mikrogram RNA total dicampur dengan 4 µl 5 X buffer reaksi, 2 µl primer oligo dT, 1 unit enzim Reverse Transcriptase III (Invitrogen), 1 µl dTT (0.1 M), 0.16 µl dNTP mix 25 mM dan ddH2O-DEPC 0.1% steril sampai
14
volume akhir
20 µl. Reaksi transkripsi balik (RT) dilakukan pada suhu 30 ºC
10 menit, 42 ºC 50 menit, 95 ºC 5 menit sebanyak satu siklus. Untuk mengetahui keberhasilan sintesis cDNA dilakukan amplifikasi cDNA melalui PCR dengan menggunakan primer aktin yang didesain dari kedelai (Accession V00450) dengan primer forward tepat pada kodon awal (5’ATGGCAGATGCCGAGG ATAT 3’) dari ekson 1 dan primer reverse tepat pada daerah ekson 2 (5’ CAGTTGTGCGACCACTTGCA 3’) dan menggunakan cDNA sebagai cetakan. PCR dilakukan dengan mencampur 1 µl hasil RT dengan 1 µl buffer Taq 10 X, 0.08 dNTPmix 25 mM, 0.4 µl DMSO, 1 unit enzim Taq polymerase, 10 pmol primer forward, 10 pmol primer reverse dan ddH2O sampai volume akhir 10 µl. Kondisi PCR untuk aktin adalah: denaturasi pra-PCR 95 ºC 5 menit, denaturasi pada 94 ºC 30 detik, penempelan primer pada 55 ºC 1 menit, pemanjangan DNA pada 72 ºC 1 menit 30 detik, siklus diulang sebanyak 35 kali, pemanjangan pasca PCR pada 72 ºC 5 menit dan proses pendinginan dilakukan pada 15 ºC 5 menit. Analisis Ekspresi Gen Gα α. Analisis ekspresi gen Gα dilakukan dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik Gα. Primer didesain dari Soybean G protein α subunit, SGA1 (Accession: L27418) dengan primer terletak pada 111 nukleotida sebelum kodon awal (5’ GCTTCACACTTCACACTTAACACT 3’) dan 114 sesudah stop kodon (5’ ATATTGTTGTATACCTGACCTC 3’) digunakan untuk mengamplifikasi cDNA dari gen Gα. PCR dilakukan dengan mencampur 1 µl hasil RT dengan 1 µl buffer Taq 10 X, 0.08 dNTPmix 25 mM, 0.4 µl DMSO, 1 unit enzim Taq polymerase, 10 pmol primer forward, 10 pmol primer reverse dan ddH2O sampai volume akhir 10 µl. Kondisi PCR untuk gen Gα adalah denaturasi pra-PCR 95 ºC 5 menit, denaturasi pada 94 ºC 30 detik, penempelan primer pada 58 ºC 1 menit, pemanjangan DNA pada 72 ºC 2 menit, siklus diulang sebanyak 37 kali, pemanjangan pasca PCR pada 72 ºC 5 menit dan proses pendinginan dilakukan pada 15 ºC 5 menit. Kehilangan gen Gα dilihat dengan membandingkan ekspresi antara mutan, tanaman wild type dan kontrol positif (Plasmid membawa gen Gα), yang ditandai dari ada tidaknya pita atau jumlahnya berubah menjadi lebih dari satu pita.
15
Analisis Data Data morfologi dianalisis dengan Analisis Diskriminan untuk melihat kelompok mutan yang terbentuk. Kelompok yang dianggap mutan ialah yang memperlihatkan perbedaan dari wild type. Untuk melihat kestabilan mutan, populasi masing-masing mutan dibandingkan dengan populasi wild type dan induk, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan uji T pada taraf nyata 5%. Data molekuler berupa pita dianalisis dengan ada tidaknya pita pada mutan atau perubahan jumlah pita dibandingkan dengan wild type (kontrol). Tanaman yang tidak memiliki pita atau penurunan intensitas perpendaran atau perubahan jumlah pita dikategorikan mutan.
HASIL
Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Uji keragaman pada dua belas populasi yang diteliti menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar populasi (Lampiran 1). Keragaman tersebut terlihat pada semua karakter yang diamati, selain karakter warna polong. Hasil analisis diskriminan menunjukkan adanya keragaman individu intra populasi yang cukup besar pada keduabelas populasi awal, sehingga terjadi tumpang tindih antar populasi. Masing-masing populasi menyebar ke kelompok populasi lain yang memiliki persamaan karakter (Tabel 1). Angka 1 sampai 12 pada tabel 1 merupakan kelompok hasil analisis diskriminan dengan jumlah anggota masing-masing. Populasi 1 (Lumut wild type) memiliki 464 anggota kelompok yang mirip Lumut dan 66 mirip populasi 2 (Lumut 0.1 kGy). Jika dilihat sebaran dari populasi 1, tampak bahwa populasi 1 terbagi menjadi dua kelompok. Populasi Lumut yang dikategorikan mutan adalah yang berada pada kelompok 3 sampai 12. Populasi 2 sampai 6 yang tergabung dalam kelompok 1 dan 2 tidak dikategorikan mutan karena masih mirip dengan populasi 1.
Tabel 1 Hasil pengelompokan dua belas populasi dari analisis diskriminan Populasi
Prediksi jumlah anggota kelompok hasil analisis diskriminan
Awal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lumut kontrol (1)
464
66
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Lumut 0,1 kGy (2)
48
267
179
0
0
0
1
3
0
3
7
0
Lumut 0,2 kGy (3)
22
102
278
0
0
1
0
2
1
0
2
0
Lumut 0,3 kGy (4)
1
12
4
112
44
1
0
0
0
0
1
0
Lumut 0,4 kGy (5)
0
5
5
41
44
0
0
0
0
0
3
0
Lumut 0,5 kGy (6)
0
0
1
1
7
1
0
0
0
0
0
0
Slamet kontrol (7)
1
0
0
0
0
0
512
11
2
0
0
0
Slamet 0,1 kGy (8)
0
10
2
0
0
3
68
193
160
21
0
8
Slamet 0,2 kGy (9)
0
2
0
0
0
1
55
144
254
18
4
8
Slamet 0,3 kGy (10)
0
3
1
10
2
2
1
23
49
88
42
54
Slamet 0,4 kGy (11)
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
9
1
Slamet 0,5 kGy (12)
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
17
Populasi 7 (Slamet wild type) tampak lebih seragam, hampir semua anggotanya mengelompok dalam kelompok 7 (97.3%). Populasi Slamet yang berada di luar kelompok 7 dikategorikan mutan. Populasi 8 sampai 12 yang masuk ke dalam kelompok 7 tidak dikategorikan mutan karena masih mirip dengan populasi 7. Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap dua belas populasi awal diperoleh enam kelompok baru, yaitu kelompok A, B, C, D, E dan F (Tabel 2). Masing-masing kelompok memiliki karakter yang berbeda-beda. Kelompok A dan kelompok D merupakan kelompok tanaman yang mempunyai sifat mirip dengan tanaman wild type Lumut dan Slamet dan sebagian besar berisi tanaman dari kedua kultivar tersebut. Kelompok B, C, E dan F merupakan kelompok yang menunjukkan perubahan karakter dari kelompok wild type, A dan D. Hasil pengklasifikasian diperoleh individu-individu yang memiliki karakter berbeda dengan wild type, yang selanjutnya disebut tipe mutan. Tipe mutan disajikan dalam kelompok terpisah sesuai tipe mutannya.
18
Tabel 2
Kelompok
Asal populasi dan karakter enam kelompok baru hasil analisis diskriminan Asal populasi
A
Populasi 1 (kontrol), 2 (62%), dan 3 (30.4%)
B
Populasi 2 (32.5%), populasi 3 (68.1%) dan sebagian kecil populasi lainnya
C
Populasi 4 (89.7%), 5 (86.7%) dan 6 (90%)
D
Populasi 7 (kontrol), 8 (14.6%) dan populasi 9 (11.3%).
E
Populasi 8 (80.4%), 9 (85.6%), 10 (58.2%), dan populasi 12 (66.7%) serta sebagian kecil populasi 11
F
Populasi 11 (83.3%), 10 (34.9%), 12 (33.3%), serta sebagian kecil populasi 8 dan 9.
Karakter Rata-rata: tinggi 67 cm, jumlah cabang 4, buku subur 13, buku total 14, polong isi 66, polong total 67, umur polong masak 94 hari, umur mulai bunga 42 hari, jumlah biji 134, berat total 9.9 g, berat 100 biji 7.8 g, warna biji hijau kekuningan, jumlah anak daun 3 (trifoliate), motif daun polos, bentuk daun bulat telur, warna bunga ungu. Tanaman lebih pendek (rata-rata 58.9 cm).Terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur, buku total, polong isi, polong total, jumlah biji serta berat total. Umur mulai bunga dan umur polong masak lebih lama, dan terjadi perubahan pada karakter jumlah anak daun. Ukuran biji relatif lebih besar (9.1 g/100 biji). Tanaman pendek (rata-rata 42.5 cm). Terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total,umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, dan terjadi perubahan karakter warna biji, jumlah anak daun, dan bentuk daun. Rata-rata ukuran biji lebih besar ( 8.8 g/100 biji). Namun pada kelompok ini prosentase kematian sangat tinggi, terutama pada populasi 5 dan 6. Rata-rata: tinggi 60.5 cm, jumlah cabang 4, buku subur 12, buku total 14, polong isi 55, polong total 56, umur polong masak 88 hari, umur mulai bunga 37 hari, jumlah biji 115, berat total 10.5 g, berat 100 biji 9.2 g, warna biji kuning, jumlah anak daun 3 (trifoliate), motif daun polos, bentuk daun bulat telur, warna bunga ungu. Tanaman lebih pendek (rata-rata 52.7 cm), Terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total. Rata-rata ukuran biji lebih besar (11.1 g/100 biji). Umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, dan terjadi perubahan karakter warna biji, jumlah anak daun dan warna bunga. Tanaman pendek (rata-rata 39.3 cm), terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total. Ratarata ukuran biji lebih besar (9.9 g/100 biji). Umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, terjadi perubahan pada warna biji, jumlah anak daun, motif daun, dan warna bunga.
19
Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1
Mutan Warna Biji Kulit biji kedelai umumnya berwarna coklat, kuning, atau hitam atau kombinasi dari warna tersebut. Kedelai kultivar Lumut memiliki warna biji hijau kekuningan, sedangkan Slamet memiliki warna biji kuning. Irradiasi gamma menyebabkan perubahan warna biji kedua kultivar ini. Pada kultivar Lumut warna biji menjadi adalah kuning, kuning kecoklatan dan hijau kehitaman, sedangkan kultivar Slamet meliputi coklat, krem dan kuning kehijauan (Gambar 2). Mutasi warna biji pada kultivar lumut hanya dihasilkan pada dosis 0.1 kGy, sedangkan Slamet pada dosis 0.1 sampai 0.4 kGy dengan frekuensi yang berbeda-beda (Tabel 3). 1
2
Kontrol
5
6
8
7
Kontrol
4
3
Lumut
Slamet
Gambar 2 Variasi warna biji kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Kuning kehijauan, (2) Kuning, (3) Kuning kecoklatan, (4) Hijau kehitaman, (5) Kuning, (6) Coklat, (7) Krem, (8) Kuning kehijauan. Tabel 3
Kultivar Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna biji per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Dosis irradiasi (kGy) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jumlah tanaman M-1 510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
Jumlah mutan 3 4 1 3 1 -
Frekuensi mutan 0.006 0.009 0.002 0.011 0.083 -
20
Mutan Warna Bunga Kedelai umumnya memiliki warna bunga ungu atau putih. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet memiliki warna bunga ungu. Irradiasi sinar gamma menyebabkan perubahan warna bunga kedelai pada kedua kultivar tersebut. Perubahan warna yang dihasilkan adalah ungu muda dan putih (Gambar 3). Kultivar Slamet memiliki frekuensi mutasi warna bunga lebih tinggi dibandingkan Lumut (Tabel 4). Mutan warna bunga hanya dihasilkan pada Lumut dosis 0.1, 0.2 dan 0.4 kGy, sedangkan Slamet dihasilkan pada dosis 0.1 sampai 0.4 kGy.
1
2
3
Gambar 3 Variasi warna bunga kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Warna bunga tipe liar Lumut dan Slamet, (2) Bunga ungu muda pada kultivar Lumut dan Slamet, (3) Bunga putih pada kultivar Lumut. Tabel 4
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna bunga per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet
Kultivar
Dosis irradiasi (kGy)
Jumlah tanaman M-1
Jumlah mutan
Frekuensi mutan
Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
1 1 1 1 1 1 1 -
0.002 0.002 0.010 0.002 0.002 0.004 0.083 -
21
Mutan Jumlah Anak Daun Kedelai umumnya memiliki jumlah anak daun 3 (trifoliate). Kedelai kultivar Lumut dan Slamet yang diradiasi gamma memiliki jumlah anak daun bervariasi. Variasi jumlah anak daun antara lain: kombinasi antara jumlah anak daun 2 dan 3, kombinasi 3 dan 4, kombinasi 3 dan 5, kombinasi 1, 2 dan 3, kombinasi 2, 3 dan 4, kombinasi 2, 3 dan 5, kombinasi 3, 4 dan 5 serta kombinasi 2, 3, 4 dan 5 (Gambar 4).
1
2
3
4
5
Gambar 4 Variasi jumlah anak daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Jumlah anak daun satu, (2) Jumlah anak daun dua, (3) Jumlah anak daun tiga (wild type), (4) Jumlah anak daun empat, (5) Jumlah anak daun lima. Tabel 5
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan jumlah anak daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet
Kultivar
Dosis irradiasi (kGy)
Jumlah tanaman M-1
Jumlah mutan
Frekuensi mutan
Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
10 12 13 4 7 5 14 -
0.020 0.029 0.074 0.040 0.015 0.010 0.051 -
22
Frekuensi mutan jumlah anak daun tertinggi terjadi pada kedua kultivar untuk dosis 0.3 kGy. Kultivar Lumut dosis 0.5 kGy tidak menghasilkan mutan jumlah anak daun, demikian pula pada Slamet dosis 0.4 dan 0.5 kGy (Tabel 5).
Mutan Bentuk Daun Kedelai secara umum memiliki bentuk daun bulat telur sampai lancip. Irradiasi gamma menyebabkan variasi bentuk daun bulat dan memanjang (Gambar 5). Frekuensi mutan bentuk daun tertinggi terdapat pada kedelai kultivar Lumut dosis irradiasi 0.5 kGy. Pada kultivar ini, mutasi bentuk daun hanya terjadi pada dosis 0.3 dan 0.5 kGy. Mutasi bentuk daun pada kultivar Slamet dihasilkan oleh dosis 0.1 sampai 0.3 kGy, sedangkan pada dosis 0.4 dan 0.5 kGy tidak menghasilkan mutan bentuk daun (Tabel 6).
1
2
3
5 cm
Gambar 5 Variasi bentuk daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Bentuk daun bulat telur (wild type), (2) Daun memanjang, (3) Daun bulat. Tabel 6
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan bentuk daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet
Kultivar Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
Dosis irradiasi (kGy) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jumlah tanaman M-1 510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
Jumlah mutan 1 1 2 1 2 -
Frekuensi mutan 0.006 0.100 0.004 0.002 0.007 -
23
Mutan Motif Daun Daun kedelai memiliki motif atau tekstur polos. Induksi dengan irradiasi sinar gamma menyebabkan daun kedelai menjadi bervariasi motifnya. Variasi motif daun tersebut antara lain : pinggiran putih, totol-totol tua muda, keriput, dan tebal gelap (Gambar 6).
1
2
3
4
5
Gambar 6 Variasi motif daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Polos (wild type), (2) Daun keriput, (3) Daun totol tua muda, (4) Daun pinggiran putih, dan (5) Daun tebal gelap. Tabel 7
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan motif daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet
Kultivar Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
Dosis irradiasi (kGy) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jumlah tanaman M-1 510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
Jumlah mutan 6 1 1 1 1 2 -
Frekuensi mutan 0.012 0.002 0.006 0.010 0.100 0.007 -
24
Frekuensi mutan motif daun bervariasi pada berbagai dosis irradiasi yang diberikan. Mutasi tipe ini lebih banyak terjadi pada kultivar Lumut dibandingkan Slamet. Pada kultivar Lumut dihasilkan mutan motif daun pada kelima dosis irradiasi, namun kultivar Slamet hanya dihasilkan pada dosis 0.3 kGy. Frekuensi mutan tertinggi terjadi pada kedelai kultivar Lumut dosis 0.5 kGy (Tabel 7).
Mutan Biji Besar Ukuran kedelai kultivar Lumut tergolong kecil bobot 100 biji kurang dari 10 gram, kultivar Slamet memiliki ukuran biji sedang (12.5 g/100 biji). Pada tanaman M-1 dari kedua kultivar diperoleh sebelas mutan biji besar dengan bobot 100 biji antara 16 gram sampai 19 gram. Pada kultivar Lumut terdapat mutan yang menghasilkan ukuran biji yang besar (Gambar 7).
Lumut biji besar
Lumut wild type
Gambar 7 Perbandingan ukuran biji pada kultivar Lumut wild type dengan mutan.
Mutan Pendek Kultivar Lumut memiliki rata-rata tinggi 75 cm, sedangkan Slamet rata-rata 60 cm. Akibat irradiasi gamma terjadi perubahan karakter pada tinggi tanaman dimana tanaman menjadi lebih pendek (Gambar 8). Jumlah dan frekuensi mutan pada masing-masing kultivar tidak sama (Tabel 8). Mutan pendek lebih banyak dihasilkan pada dosis irradiasi 0.3 sampai 0.5 kGy pada kedua kultivar, namun frekuensi tertinggi dihasilkan pada dosis 0.4 kGy untuk kultivar Lumut dan 0.3 kGy untuk kultivar Slamet.
25
5 cm 5 cm
1
3
2
Lumut
4
Slamet
Gambar 8 Mutan pendek pada kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Lumut wild type, (2) Lumut pendek, (3) Slamet wild type, (4) Slamet pendek. Tabel 8
Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan pendek per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet
Kultivar
Dosis irradiasi (kGy)
Jumlah tanaman M-1
Jumlah mutan
Frekuensi mutan
Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4
510 409 175 100 10 465 486 275 12
79 103 91 60 5 90 78 120 5
0.155 0.252 0.520 0.600 0.500 0.194 0.160 0.436 0.417
Slamet
0.5
3
1
0.333
Uji Stabilitas M-2 Untuk uji stabilitas mutan dilakukan penanaman kembali tanaman mutan sebagai generasi M-2. Selanjutnya diperiksa apakah terjadi segregasi atau tidak. Mutan yang stabil diindikasikan oleh tidak adanya segregasi pada sifat yang
26
termutasi. Pada tipe mutan M-1, karakter yang mengalami segregasi pada semua generasi M-2 adalah tipe mutan warna biji dan motif daun. Pada tipe mutan lainnya yaitu mutan warna bunga, mutan jumlah anak daun, mutan bentuk daun, mutan biji besar dan mutan pendek ada yang mengalami segregasi ada yang tidak.
Perubahan Warna Bunga Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan warna bunga menunjukkan bahwa sifat bunga ungu muda mengalami segregasi sedangkan bunga putih tidak (Tabel 9). Adanya segregasi menunjukkan bahwa tidak terjadi mutasi. Pada kedelai yang memiliki warna bunga putih menunjukkan bahwa telah terjadi mutasi pada tanaman tersebut dan mutasinya stabil sehingga generasi berikutnya akan memiliki karakter yang tetap. Tabel 9
Warna bunga M-1, jumlah keturunan dan segregasi warna bunga M-2 dari tujuh induk mutan kultivar Lumut dan Slamet
Induk
Asal induk
1 2 3 4 5 6 7
Lumut 0.1 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.4 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.2 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.4 kGy
Segregasi warna bunga M-2 Warna bunga Jumlah M-1 keturunan Ungu Ungu muda Putih Putih 3 3 Ungu muda 6 5 1 Putih 16 16 Ungu muda 25 6 19 Ungu muda 2 1 1 Ungu muda 29 11 18 Ungu muda 9 8 1 -
Perubahan Jumlah Anak Daun Setelah dilakukan pengamatan segregasi terhadap enam puluh mutan jumlah anak daun (Lampiran 2) diperoleh hasil bahwa terdapat sembilan tanaman yang stabil mengalami perubahan karakter jumlah anak daun (Tabel 10). Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya segregasi pada karakter tersebut. Tanaman wild type (kontrol) memiliki jumlah anak daun tiga (trifoliate), sedangkan pada tanaman mutan ditemukan adanya variasi jumlah anak daun 1, 2, 3, 4, dan 5.
27
Tabel 10 Jumlah anak daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi jumlah anak daun M-2 dari sembilan induk mutan kultivar Lumut dan Slamet
Induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Asal induk
Jumlah anak daun M-1
Jumlah keturunan (M-2)
Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Slamet 0.2 kGy
Variasi 2 dan 3 Variasi 3 dan 4 Variasi 3 dan 4 Variasi 2 dan 3 Variasi 4 dan 5 Variasi 3 dan 4 Variasi 3 dan 4 Variasi 3, 4 dan 5 Variasi 3 dan 5
1 2 1 1 1 1 1 1 12
Segregasi jumlah anak daun M-2 Trifoliat Variasi (3) 1 2 1 1 1 1 1 1 12
Perubahan Bentuk Daun Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan bentuk daun diperoleh hasil bahwa pada kultivar Lumut dosis irradiasi 0.3 dan 0.5 kGy tidak terjadi segregasi, sehingga karakter bentuk daun pada tanaman ini sudah stabil. Semua mutan pada M-1 kultivar Slamet mengalami segregasi antara bentuk bulat telur dengan bentuk bulat dan memanjang (Tabel 11), jadi perubahan bentuk daun pada kultivar Slamet tersebut bukan mutasi. Tabel 11 Bentuk daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi bentuk daun M-2 dari enam induk mutan kultivar Lumut dan Slamet
Induk
Asal induk
Bentuk daun M-1
1 2 3 4 5 6
Lumut 0.3 kGy Lumut 0.5 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy
Bulat Memanjang Memanjang Bulat Memanjang Memanjang
Jumlah keturunan (M-2) 1 1 12 25 7 2
Segregasi bentuk daun M-2 Bulat Bulat Memanjang telur 1 1 10 2 1 24 4 3 1 1
28
Perubahan Ukuran Biji Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan biji besar diperoleh hasil dua mutan biji besar dengan bobot 15.92 gram/100 biji dan 19.64 gram/100 biji pada kultivar Lumut. Mutan ini dihasilkan dari dosis irradiasi 0.1 dan 0.2 kGy. Perubahan karakter ukuran biji pada kultivar Slamet belum stabil sehingga tidak terwariskan ke generasi M-2.
Perubahan Tinggi Batang Dari pengamatan segregasi terhadap mutan pendek, ternyata tidak semua karakter pendek bersifat stabil. Untuk melihat kestabilan mutan pendek dilakukan uji T terhadap masing-masing populasi tanaman pendek dibandingkan dengan populasi wild type yang ditanam pada periode tanam dua dan induknya (M-1). Untuk mengetahui ada tidaknya segregasi diperlukan perbandingan nilai tengah antara mutan dan induk. Hasil uji T untuk kontrol Slamet terhadap induknya menunjukkan bahwa nilai tengah tanaman berbeda nyata terhadap induk dimana tanaman menjadi lebih tinggi (Lampiran 3). Oleh karena itu pengambilan sampel mutan pendek untuk deteksi stomata dan ekspresi gen diambil dari tanaman M-2 yang berbeda nyata terhadap kontrolnya saja. Frekuensi mutan pendek stabil dijumpai lebih banyak pada kultivar Lumut daripada Slamet (Tabel 12).
Tabel 12 Jumlah tanaman M-1, frekuensi mutan pendek stabil terhadap wild type dan induk per seribu tanaman M-1
Kultivar Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet
Dosis irradiasi Jumlah tanaman (kGy) M-1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
510 409 175 100 10 465 486 275 12 3
Frekuensi mutan pendek stabil Terhadap wild Terhadap induk type 0.025 0.008 0.010 0.005 0.131 0.029 0.190 0.030 0.086 0.011 0.041 0.004 0.124 0.033 0.333 -
29
Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata Tanaman M-2 yang sudah stabil pendek dipilih sebanyak tiga puluh sampel untuk diamati struktur stomatanya. Berdasarkan perilaku stomatanya, dari tiga puluh sampel tersebut diperoleh sepuluh mutan. Jika dilihat dari kondisi stomatanya, kedelai wild type memiliki stomata membuka. Namun dengan pengambilan sampel dalam kondisi dan waktu yang sama (pukul 12.00 WIB) ternyata stomata dari sepuluh tanaman tersebut menutup (Gambar 9). Tabel 13 menampilkan sepuluh tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata. Tanaman yang memiliki karakter pendek dengan kondisi stomata menutup selanjutnya dianalisis secara molekuler.
1
2
Gambar 9 Perilaku stomata tanaman wild type dan mutan. (1) Stomata membuka pada wild type, (2) Stomata menutup pada mutan. Tabel 13 Tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata Kultivar
Dosis irradiasi (kGy)
Asal populasi
Kode individu
Tinggi (cm)
Keadaan stomata
Rata-rata lebar stomata (µm)
Lumut
0.3
4
175/3L3 190/1
40
Menutup
6.0 ± 0.0
Slamet
0.1
8
338/3S1 174/12
34.5
Menutup
6.6 ± 0.0
Slamet
0.1
8
113/3S3 143/2
32
Menutup
6.0 ± 0.0 *
Slamet
0.1
8
344/3S1 196/14
33
Menutup
6.0 ± 0.0 *
Slamet
0.3
10
102/3S3 82/20
26
Menutup
7.0 ± 0.7
Slamet
0.3
10
86/3S328/3
35
Menutup
6.6 ± 0.9
Slamet
0.3
10
86/3S3 28/6
33
Menutup
6.0 ± 0.7
Slamet
0.3
10
102/3S3 82/21
24
Menutup
6.2 ± 0.4
Slamet
0.3
10
103/3S3 103/8
27
Menutup
6.0 ± 0.0 *
Slamet
0.3
10
113/3S3 143/1
33
Menutup
6.4 ± 0.5
Lumut wild type
0.0
1
L0
74,3 ± 13,6
Membuka
7.6 ± 1.3
Slamet wild type
0.0
7
S0
60,4 ± 12,1
Membuka
7.0 ± 0.7
Keterangan : * Berbeda nyata pada uji T taraf nyata 5%. Kode 175/3L3 190/1 artinya No ajir 175/blok 3 kultivar Lumut dosis irradiasi 0.3 kGy no induk 190/ no tanaman 1.
30
Studi Ekspresi Gen Gα
Hasil isolasi RNA total dianalisis integritasnya dengan elektroforesis. RNA total menunjukkan adanya dua pita yang dominan ( 28s dan 18s). Selanjutnya RNA total digunakan untuk sintesis cDNA melalui Reverse Transcriptese PCR (RT-PCR). Evaluasi terhadap keberhasilan sintesis cDNA dilakukan dengan amplifikasi cDNA melalui PCR dengan menggunakan primer aktin. Hasil PCR aktin diperoleh pita berukuran sekitar 450 pb sesuai dengan ukuran ekson 1 dan ekson 2 dari primer yang digunakan, berarti cDNA yang diperoleh murni tidak terkontaminasi DNA. Untuk melihat ada tidaknya ekspresi gen Gα dilakukan PCR dengan primer spesifik Gα. PCR dilakukan pada tanaman wild type dan tanaman yang diduga mutan Gα berdasarkan perilaku stomata, serta kontrol positif (plasmid yang membawa gen Gα). Hasil RT-PCR menunjukkan pada Slamet wild type dan kontrol positif terdapat pita berukuran 1380 pb, sedangkan pada tanaman yang diduga mutan tidak muncul pita (Gambar 10). Tidak munculnya pita pada mutan menunjukkan bahwa gen Gα pada tanaman tersebut tidak diekspresikan.
M 1500 pb
S0
S3 Kontrol (+)
Gα 1380 pb
1000 pb
500 pb
Aktin 450 pb
Gambar 10 cDNA aktin dan gen Gα. (M) Marker1 kb, (S0) Slamet wild type, (S3) Mutan Gα (103/3S3 103/8), (Kontrol +) Plasmid membawa gen Gα.
PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan yang ditemukan antara lain: batang menjadi pendek, perubahan warna bunga, warna biji, bentuk daun, motif daun, dan jumlah anak daun. Dickison (2000) menyatakan bahwa respon tanaman terhadap radiasi ionisasi bermacam-macam, antara lain: hilangnya dominansi apikal, percabangan tidak normal, serta perubahan pada anatomi dan morfologi daun. Perubahan morfologi daun meliputi menyusutnya ukuran daun, perubahan bentuk, warna dan tekstur. Hasil uji keragaman menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dari dua belas populasi asal (Lampiran 1). Perbedaan tersebut terlihat pada semua karakter yang diamati kecuali warna polong. Warna polong tanaman kontrol pada kedua kultivar adalah coklat. Pada tanaman M-1 diperoleh tanaman yang memiliki warna polong coklat muda, namun karakter ini hanya muncul pada beberapa populasi saja. Sehingga tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tersebut. Hasil analisis diskriminan menunjukkan adanya keragaman di dalam populasi yang cukup besar pada duabelas populasi awal. Duabelas populasi tersebut menyebar secara tumpang tindih ke kelompok populasi lain yang memiliki kemiripan karakter (Tabel 1). Penyebaran ini disebabkan oleh pengaruh irradiasi yang diberikan pada tanaman yang berbeda-beda. Pada dosis irradiasi rendah, intensitas irradiasi yang diterima tanaman sedikit sehingga tingkat kerusakan juga kecil. Akibatnya tanaman dengan dosis irradiasi rendah akan mengelompok dengan sesama dosis rendah. Sebaliknya pada dosis tinggi, intensitas irradiasi yang diterima tanaman juga tinggi sehingga tingkat kerusakan menjadi besar. Akibatnya tanaman akan mengelompok dengan sesama dosis tinggi. Populasi 2 dan 3 sebagian besar memiliki karakter mirip dengan populasi 1 (Lumut wild type). Hal ini diduga karena dosis irradiasi yang diterima relatif rendah sehingga perubahan karakternya tidak terlalu besar. Populasi 4, 5 dan 6
32
sebagian besar mengelompok menjadi satu kelompok sehingga terpisah dari populasi 1, 2 dan 3. Populasi tersebut berasal dari kultivar Lumut dosis 0.3 sampai 0.5 kGy. Dosis 0.3 sampai 0.5 kGy merupakan dosis yang cukup tinggi sehingga menghasilkan perubahan karakter yang lebih besar. Sesuai dengan pendapat Broertjes & Harten (1988) bahwa frekuensi mutasi meningkat dengan meningkatnya dosis (secara linier untuk sinar X dan Gamma). Penyebaran populasi juga terjadi pada kultivar Slamet. Populasi 7 merupakan kelompok populasi Slamet wild type yang sebagian besar masuk ke dalam kelompok 7. Kultivar Slamet relatif lebih seragam dibandingkan Lumut. Tanaman wild type (kontrol) mencapai 97.3% yang memiliki persamaan karakter dan hanya 2.7% yang bergeser ke populasi lain. Populasi 8 dan 9 menunjukkan adanya perubahan terhadap karakter wild type walaupun perubahannya tidak terlalu banyak. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran kedua populasi tersebut yang tidak terlalu jauh bergeser dari wild type (Tabel 1). Namun populasi 10, 11 dan 12 mengalami pergeseran yang sangat jauh dari wild type. Sehingga dari populasi inilah diperoleh banyak mutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mutan, sehingga dari perubahan karakter masing-masing populasi dapat ditentukan populasi mana saja yang mengalami mutasi (dalam hal ini berbeda dengan wild type). Analisis diskriminan terhadap dua belas populasi awal menghasilkan enam kelompok baru, yaitu kelompok A, B, C, D, E dan F (Tabel 2). Kelompok B, C, E dan F memiliki karakter yang berbeda dengan wild type kedua kultivar. Keempat grup tersebut secara umum memiliki karakter ukuran batang yang lebih pendek, jumlah cabang lebih sedikit, buku subur dan buku total lebih sedikit, polong isi dan polong total lebih sedikit, jumlah biji dan berat total lebih kecil, umur mulai bunga dan umur polong masak lebih lama. Namun berat 100 bijinya lebih besar yang berarti ukuran biji relatif lebih besar dibandingkan wild type. Adanya perbedaan karakter ini menunjukkan bahwa keempat grup tersebut sudah mengalami mutasi, namun untuk menentukan apakah suatu tanaman sudah stabil mutasinya, harus dilakukan uji stabilitas dengan cara menanam kembali dan dilihat segregasinya. Kelompok B dan E memiliki ukuran batang yang lebih pendek dibandingkan populasi kontrol (A dan D). Namun jika dibandingkan dengan kelompok C dan F,
33
kelompok ini memiliki ukuran batang yang masih relatif lebih tinggi. Kelompok C dan F merupakan kelompok yang anggotanya kebanyakan berasal dari dosis irradiasi 0.3, 0.4 dan 0.5 kGy pada kultivar Lumut dan Slamet. Kelompok ini memiliki ukuran batang yang paling pendek jika dibandingkan dengan populasi lain. Karakter pendek merupakan salah satu indikator suatu tanaman kehilangan Gα (Fujisawa et al. 1999), sehingga karakter pendek menjadi prioritas dalam penelitian ini. Terjadinya perubahan berbagai karakter secara umum diduga disebabkan oleh tingginya dosis irradiasi yang diterima tanaman. Menurut Ratma (1988) makin besar dosis irradiasi gamma makin besar pula kerusakan genetik maupun fisiologik yang ditimbulkannya.
Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 dan Uji Stabilitas pada Tanaman M-2 Kedelai yang diradiasi dengan sinar gamma menunjukkan perubahan terhadap karakter wild type. Radiasi sinar gamma merupakan radiasi ionisasi. Bentuk radiasi ini dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai 1999), sehingga dapat menyebabkan perubahan pada materi genetiknya. Menurut Jusuf (2001), Jika terjadi perubahan pada DNA maka akan menyebabkan terjadinya perubahan kodon-kodon mRNA, dan akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan asam amino tertentu pada protein yang disandikannya. Perubahan protein atau enzim akan menyebabkan perubahan metabolisme serta fenotip organisme. Besar kecilnya jumlah asam amino yang berubah akan menentukan besar kecilnya perubahan fenotip pada organisme tersebut. Tanaman M-1 memiliki karakter yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan tanaman wild type. Perbedaan tampak pada karakter warna biji, warna bunga, jumlah anak daun, bentuk daun, motif daun, ukuran biji, dan ukuran batang. Uji stabilitas pada tanaman M-2 diperlukan untuk melihat ada tidaknya segregasi pada karakter tanaman tersebut. Tanaman yang mengalami segregasi berarti hanya mengalami perubahan karakter sementara dan belum stabil. Sehingga tanaman demikian tidak bisa disebut mutan. Karakter warna biji dan motif daun merupakan karakter yang tidak terwariskan, karena terjadi segregasi
34
pada generasi M-2. Sehingga kedua macam mutan ini dalam uji stabilitas tidak disajikan. Sinar gamma merupakan salah satu mutagen yang mempunyai energi yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan perubahan karakter pada tanaman yang diradiasi. Perubahan karakter yang bermacam-macam, terjadi karena bagian yang terkena radiasi tidak sama. Karakter warna biji kedelai mengalami perubahan dari warna normal. Kulit biji kedelai umumnya berwarna coklat, kuning, atau hitam atau kombinasi dari warna tersebut tergantung dari pigmen antosianin dalam sel, klorofil dalam plastida serta kombinasi pigmen-pigmen lapisan palisade pada epidermis (Lamina 1989). Kedelai kultivar Lumut memiliki warna biji hijau kekuningan, sedangkan kultivar Slamet memiliki warna biji kuning. Warna biji yang dihasilkan pada kultivar Lumut yang diradiasi adalah kuning, kuning kecoklatan dan hijau kehitaman, sedangkan kultivar Slamet meliputi coklat, krem dan kuning kehijauan (Gambar 2). Frekuensi mutan warna biji pada kultivar Slamet (M-1) lebih besar dibandingkan kultivar Lumut. Frekuensi mutan tertinggi dihasilkan pada dosis 0.4 kGy kultivar Slamet (Tabel 3). Hasil uji kestabilan mutan menunjukkan bahwa warna biji pada M-2 baik pada kultivar Lumut maupun Slamet berubah kembali seperti tanaman wild type. Perubahan warna biji diduga hanya merupakan respon fisiologis akibat besarnya dosis irradiasi yang diterima tanaman, sehingga tidak diwariskan. Karakter warna bunga pada kedelai yang diradiasi juga mengalami perubahan. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet wild type memiliki warna bunga ungu. Irradiasi sinar gamma menyebabkan perubahan warna bunga kedelai menjadi ungu muda dan putih. Warna bunga dikendalikan oleh satu pasang gen yaitu W1 dan w1 (Wilcox 1987) dengan sifat ungu dominan. Hartwig dan Hinson (1962) dalam Wilcox (1987) melaporkan bahwa warna bunga juga dikendalikan oleh gen W3 dan W4. Warna bunga ungu umumnya bergenotip W1W3W4, sedangkan putih bergenotip W1w3w4. Munculnya warna bunga ungu muda pada M-1 diduga karena adanya mutasi pada gen pengendali warna bunga. Menurut Jusuf (2001) perubahan warna dapat terjadi karena mutasi gen telah menyebabkan terjadinya perubahan proses metabolisme produksi pigmen warna tersebut.
35
Jika dilihat pada generasi M-2 tampak bahwa semua warna bunga ungu muda mengalami segregasi (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa secara genotip warna bunga tersebut tidak mengalami perubahan. Warna bunga putih bersifat stabil karena tidak terjadi segregasi pada generasi M-2. Mutan warna bunga hanya diperoleh dari kultivar Lumut. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan sensitifitas dari kedua kultivar. Menurut Ismachin (1988) efektivitas irradiasi yang diberikan pada tanaman dipengaruhi oleh perbedaan kepekaan terhadap irradiasi. Selain itu terjadinya mutasi sangat tergantung pada terkena tidaknya gen yang mengendalikan fungsi tertentu, yang dalam hal ini mengendalikan warna bunga. Karakter jumlah anak daun, bentuk daun dan motif daun pada kedelai yang diradiasi menunjukkan perbedaan terhadap wild type. Perbedaan karakter ditunjukkan oleh adanya variasi pada jumlah anak daun (beranak daun 1, 2, 4 dan 5), bentuk daun (bulat dan memanjang) maupun motif daun (pinggiran putih, totol tua muda, keriput dan tebal gelap) (Gambar 4-6).
Kultivar Lumut memiliki
frekuensi mutan lebih tinggi dibandingkan Slamet untuk ke tiga karakter tersebut (Tabel 5-7). Hasil uji kestabilan pada M-2 menunjukkan bahwa sebagian mutan jumlah anak daun dan bentuk daun tidak mengalami segregasi, artinya karakter tersebut sudah stabil. Karakter motif daun mengalami segregasi pada semua tanaman M-2. Variasi tersebut diduga akibat adanya perubahan gen-gen yang mengendalikan tiga karakter tersebut , sehingga muncul karakter baru yang menyimpang dari tanaman normal. Ukuran biji kedelai kultivar Lumut lebih kecil dibandingkan Slamet (Gambar 7). Induksi irradiasi pada kedua kultivar menghasilkan perubahan ukuran biji pada kultivar Lumut tapi tidak pada Slamet. Biji yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan wild type. Perubahan ukuran biji diduga karena kedelai pada saat menerima energi radiasi, gen-gen tertentu menjadi tidak aktif. Sementara itu energi diterima dalam jumlah besar, akibatnya muncul mekanisme untuk menyimpan energi tersebut dalam bentuk lain, dalam hal ini disimpan sebagai sumber cadangan makanan. Jika dilihat dari frekuensi mutan yang sudah dibahas sebelumnya, secara umum kultivar Lumut memiliki frekuensi mutan lebih tinggi. Kultivar ini lebih
36
mampu bertahan pada dosis irradiasi tinggi dibandingkan Slamet yang ditunjukkan oleh tingkat letalitas yang lebih rendah pada Lumut. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan sensitifitas dari kedua kultivar sehingga menyebabkan perbedaan dalam memberikan respon terhadap stimulus dari lingkungan. Karakter pendek menjadi prioritas dalam penelitian ini karena menjadi salah satu indikator tanaman mengalami mutasi Gα. Irradiasi gamma telah banyak dilaporkan
dapat
menginduksi
tanaman
sehingga
mengalami
gangguan
pertumbuhan dan menghasilkan mutan pendek. Yulidar (2003) melaporkan bahwa irradiasi gamma dapat menghambat pertumbuhan tanaman krisan. Irradiasi gamma juga menyebabkan penurunan tinggi plantlet krisan dan tinggi krisan dilapangan (Kendarini 2006), serta menghasilkan mutan kedelai pendek pada dosis 0.2 dan 0.4 kGy (Ratma 1988). Mutan kedelai pendek banyak diperoleh dari dosis 0.3 sampai 0.5 kGy pada kedua kultivar (Tabel 8 dan 12). Terjadinya mutan pendek diduga telah terjadi mutasi pada gen Gα. Tanaman padi yang kehilangan Gα menyebabkan tanaman tersebut menjadi kerdil (Fujisawa et al. 1999). Menurut Fujisawa et al. (2001), Gα terlibat di dalam perpanjangan batang tanaman padi. Gα juga berperan dalam pemanjangan tabung polen pada bunga lily (Ma et al. 1999), transduksi sinyal auksin (Fairley-Grenot & Assmann 1991) serta terlibat dalam induksi giberelin dari gen α-amylase pada sel aleuron oat (Jones et al. 1998). Oleh karena itu terjadinya perubahan pada gen Gα menyebabkan gangguan perpanjangan batang tanaman yang berakibat pertumbuhan tanaman menjadi terhambat sehingga tanaman menjadi pendek atau kerdil. Subunit Gα juga dapat meningkatkan level IP3 pada tanaman kedelai (Legendre et al. 1993). IP3 berperan penting sebagai second messenger dalam transduksi sinyal terhadap berbagai stimulus dari luar yang diterima oleh tanaman. Perubahan pada Gα menyebabkan terganggunya proses pensinyalan sel, akibatnya terjadi gangguan proses metabolisme sel yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pertumbuhan.
37
Konfirmasi Mutasi Gα α dengan Observasi Stomata dan Ekspresi Gen Indikator lain bahwa tanaman mengalami mutasi Gα adalah mengalami perubahan pembukaan stomata (Assmann 1996). Untuk memastikan bahwa tanaman pendek tersebut mengalami mutasi pada gen Gα dilakukan deteksi terhadap kondisi stomata dan ekspresi gennya. Stomata tanaman mutan cenderung menutup jika dibandingkan dengan wild type. Menurut Aharon et al. (1998), subunit Gα diketahui dapat mengaktifkan kanal kalsium (Ca2+) pada membran plasma sehingga meningkatkan level Ca2+ di sitoplasma pada tomat. Protein heterotrimerik-G juga berperan dalam regulasi dari influk kanal ion K+ pada sel penjaga (Wu & Assmann 1994). Adanya peran Gα tersebut, maka tanaman yang mengalami mutasi Gα menjadi turun aktivitas kanal Ca2+ dan kanal ion K+ pada sel penjaga. Kanal K+ merupakan komponen penting untuk respon terintegrasi gerakan stomata. Penurunan aktivitas kanal tersebut menyebabkan gangguan pada respon seluler terhadap stimulus dari lingkungan. Tanaman wild type tidak mengalami gangguan pada gerakan stomata karena tidak terjadi penurunan aktivitas kanal K+. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku stomata antara tanaman wild type dengan tanaman mutan. Dilihat dari ekspresi gen Gα, terdapat perbedaan antara tanaman wild type dengan mutan. Analisis molekuler baru dilakukan pada Slamet wild type (kontrol) dan satu tanaman yang diduga mutan dari kultivar Slamet. Hasil PCR dengan primer spesifik Gα menunjukkan adanya perbedaan pada dua tanaman yang diperiksa. Tanaman wild type menghasilkan pita berukuran 1380 pb, sedangkan pada tanaman yang diduga mutan tidak dihasilkan pita. Berarti Gα pada tanaman tersebut tidak diekspresikan. Kehilangan ekspresi gen Gα pada tanaman mutan diduga telah terjadi mutasi pada Gα. Menurut Weiss et al. (1997) subunit Gα terdapat dalam membran plasma tanaman Arabidopsis dan padi (Iwasaki et al. 1997). Hilangnya ekspresi gen Gα diduga akibat besarnya energi irradiasi gamma yang diterima, mengingat posisi Gα yang berada pada membran plasma sel tanaman.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Induksi mutasi dengan sinar gamma telah diperoleh bermacam-macam mutan yang terbagi atas mutan morfologi dan mutan gen Gα. Mutan morfologi meliputi 2 mutan warna bunga putih (berasal dari kultivar Lumut dosis irradiasi 0.1 dan 0.4 kGy), 9 mutan jumlah anak daun (berasal dari kultivar Lumut dosis 0.1 – 0.3 kGy dan Slamet 0.2 kGy), 2 mutan bentuk daun (berasal dari kultivar Lumut dosis 0.3 dan 0.5 kGy), 2 mutan biji besar (berasal dari kultivar Lumut dosis 0.1 dan 0.2 kGy), serta 30 mutan pendek (berasal dari kultivar Lumut dosis 0.1 – 0.4 kGy dan Slamet dosis 0.1 – 0.3 kGy). Berdasarkan perilaku stomata diperoleh 10 tanaman yang diduga mutan gen Gα dengan kondisi stomata menutup (berasal dari kultivar Lumut dosis 0.3 kGy serta Slamet dosis 0.1 dan 0.3 kGy). Analisis molekuler baru dilakukan pada satu tanaman yang diduga mutan gen Gα, sehingga baru dihasilkan satu mutan yang berasal dari kultivar Slamet dosis irradiasi 0.3 kGy.
SARAN Perlu dilakukan analisis molekuler lebih lanjut terhadap sembilan tanaman lainnya, mengingat analisis molekuler baru dilakukan pada satu tanaman yang diduga mutan. Tanaman yang memiliki karakter pendek dengan stomata membuka, maupun tanaman tinggi dengan stomata membuka dan menutup perlu diperiksa ekspresi gen Gα untuk memastikan bahwa karakter pendek merupakan indikator mutan Gα.
DAFTAR PUSTAKA Aharon GS, Gelli A, Snedden WA, Blumwald E. 1998. Activation of a plant plasma membrane Ca2+ channel by TGα1, a heterotrimeric protein G αsubunit homologue. FEBS Lett 424:17-21. Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. Tokyo: John Wiley & Sons, Inc. Anwar S. 1999. Pengklonan gen-gen yang diinduksi oleh aluminium pada kedelai (Glycine max (L.) Merr) [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Assmann SM. 1996. Guard cell G proteins. Trends Plant Sci 1: 73-74. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Harvested area, yield rate and production of soybean by province, 2006. Jakarta: BPS. Broertjes, C dan AMV Harten. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops . Elsevier Science Publ. Amsterdam. The Netherland. 345p. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. (Terjemahan). Biologi. Jakarta: Erlangga. Crowder, LV. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Darlian L. 2005. Analisis urutan nukleotida dari gen penyandi protein G subunit α dari kedelai (Glycine max (L.) Merril) kultivar Lumut dan Slamet [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dewi K, Dwimahyani I, M Ismachin. 1993. Pengaruh irradiasi sinar gamma terhadap keragaman jumlah polong dan biji tanaman kacang tanah. Di dalam : Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian, Peternakan dan Biologi. Risalah Pertemuan Ilmiah; Jakarta, 9-10 Des 1992. Jakarta: BATAN. Dewi K, Mugiono. 1997. Keragaman genetik sifat agronomi dan ketahanan terhadap penyakit layu galur mutan M2 kacang tanah. Risalah pertemuan ilmiah penelitian dan pengembangan aplikasi isotop dan radiasi 1996/1997. Jakarta: BATAN. Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Tokyo: Academic Pr. Djojosoebagio S. 1988. Dasar Dasar Radioisotop dan Radiasi dalam Biologi. Pusat Antar Universitas. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
40
Fairley-Grenot K, Assmann SM. 1991. Evidence for G-protein regulation of inward K+ channel current in guard cells of fava bean. Plant Cell 3:10371044. Fujisawa Y, Kato T, Ohki S, Ishikawa A, Kitano H, Sasaki T, Asahi T, Iwasaki Y. 1999. Supression of the heterotrimeric G protein causes abnormal morphology, including dwarfisme, in rice. Proc Natl Acad Sci 96:75757580. Fujisawa Y, Kato H, Iwasaki Y. 2001. Structure and function of heterotrimeric G protein in plants. Minireview. Plant Cell Physiol 42(8): 789-794. Gilman AG. 1987. Protein Gs; transducers of receptor-generated signals. Annu Rev Biochem 56:615-649. Gotor C, Lam E, Cejudo FJ, Romero LC. 1996. Isolation and analysis of the soybean SGA2 gene (cDNA), encoding a new member of the plant Gprotein family of signal transducers. Plant Mol Biol 32: 1227-1234. Griffiths AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Gelbart WM, Suzuki DT, Miller JH. 2005. Introduction to Genetic Analysis. New York: W.H. Freeman and Company. Gutkins JS. 1998. The pathways connecting G protein-coupled receptors to the nucleus through divergent mitogen-activated protein kinase cascade. J Biol Chem 273:1839-1842. Herawati T, Setiamihardja R. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Bandung: Universitas Padjajaran Bandung. Ismachin, M. 1988. Pemuliaan tanaman dengan mutasi buatan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta: BATAN. Iwasaki Y, Kato T, Kaidoh T, Ishikawa A, Asahi T. 1997. Characterization of the putative α subunit of a heterotrimeric Protein G inrice. Plant Mol Biol 34: 563-572. Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. First edition sixth impression. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Jones HD, Smith SJ, Desikan R, Plakidou-Dymock S, lovegrove A, Hooley R. 1998. Heterotrimeric G proteins are implicated in gibberellin induction of αamylase gene expression in wild oat aleurone. Plant Cell 10:245-253. Jusuf M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta: Sagung Seto.
41
Kendarini N. 2006. Penggunaan radiasi sinar gamma untuk induksi keragaman somaklonal pada Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev ) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kim WY, Cheong NE, Lee DC, Je DY, Bahk JD, Cho MJ, Lee SY. 1995. Cloning and sequencing analysis of full-length cDNA encoding a G protein α subunit, SGA 1, from Soybean. Plant Physiol 108:1315-1316. Kolle RM. 1997. A new family of G-protein regulators-the RGS proteins. Curr Opi in Cell Biol 9:143-147. Lamina. 1989. Kedelai dan Pengembangannya. Jakarta: Simplex. Legendre L, Heinstein PF, Low PS. 1992. Evidence for participation of GTPbinding proteins in elicitation of the rapid oxidative burst in cultured soybean cells. J Biol Chem 267:20140-20147. Legendre L, Heinstein PF, Low PS. 1993. Phospholipase C activation during elicitation of the oxidative burst in cultured plant cells. J Biol Chem 268: 24559-24563. Ma H, Yanofsky MF, Meyeriwitz EM. 1991. Isolation and sequence analysis of TGA1 cDNAs encoding a tomato G protein alpha subunit. Gene 107: 189195. Ma L, Xu X, Cui S, Sun D. 1999. The presence of a heterotrimeric G protein and its role in signal transduction of extracelluler calmodulin in pollen germination and tube growth. Plant Cell 11:1351-1364. Mashuda. 2006. Ekspresi gen Gα dan GST pada kedelai kultivar Slamet yang mendapat cekaman aluminium [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pai AC. 1999. Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Erlangga. Patrick JC, Gilman AG. 1998. G protein involvement in receptor-effector coupling. J Biol Chem 223:2577-2580. Poespodarsono S. 1986. Dasar Pertanian Bogor.
Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor: Institut
Prasetyorini. 1991. Pengaruh radiasi sinar gamma dan jenis eksplan terhadap keragaman somaklonal pada tanaman gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ratma R. 1988. Studi pengaruh iradiasi gamma terhadap timbulnya mutasi imbas pada kedelai. Hasil penelitian 1981 -1987, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta: BATAN.
42
Ratma R, Sumanggono AMR. 1998. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap mutasi klorofil dan variasi genetik sifat agronomi pada tanaman kedelai. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta: BATAN. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning a Laboratory Manual (2nd ed.) USA: Cold spring harbor lab press. 1567p. Sawitri SM. 2007. Ekspresi gen Gα dan GST pada kedelai kultivar Lumut yang mendapat cekaman aluminium [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soeminto B. 1985. Manfaat Tenaga Atom untuk Kesejahteraan Manusia. Jakarta: Karya Indah. Suharsono U, Fujisawa Y, Kawasaki T, Iwasaki Y, Satoh H, Shimamoto K. 2002. The heterotrimeric G protein α subunit acts upstream of the small GTPase Rac in disease resistance of rice. Proc Natl Acad Sci USA 99: 13307-13312. Suharsono U, Suharsono. 2004. Analisis gen penyandi protein heterotrimerik G subunit α yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman aluminium. [Laporan penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi XII]. Institut Pertanian Bogor. Suharsono U, Suharsono. 2006. Analisis gen penyandi protein heterotrimerik G subunit α yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman aluminium. [Laporan akhir penelitian Hibah Bersaing XII]. Institut Pertanian Bogor. Sunarlim N, A Titis. 2001. Improvement of soybean yields under acid soil conditions in Indonesia. In Sunarlim, N., M. Machmud, W.H. Adil, F. Salim, and I.N.Orbani (Eds.). Proceedings of Workshop on Soybean Biotechnology for Aluminium Tolerance on Acid Soils and Disease Resistance. Central Research Institut for Food Crops, Bogor. Suzuki DT, AJF Griffiths, JH Miller, and RC Lewontin. 1993. An Introduction to Genetics Analysis. New York: W. H. Freeman and Co. Toruan N, Mathius. 1991. Pengaruh Radiasi Gamma Co-60 terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Diosgenin Kalus Costus speciosus KOEN SM. Di dalam Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian, Peternakan dan Biologi. Risalah Pertemuan Ilmiah. Jakarta, 30-31 Oktober 1990. Jakarta: BATAN. Voet, Donald JGV. 1995. Biochemistry .2nd ed . New York: John Wilely & Sons. Weiss CA, White E, Huang H, Ma H. 1997. The protein Gα subunit (Gpα1) is associated with the ER and the plasma membrane in meristematic cells of Arabidopsis and cauliflower. FEBS Lett 407:361-367.
43 Whitson GL. 1972. Concepts in Radiation Cell Biology. New York & London: Academic Pr. Wilcox JR. 1987. Soybeans: Improvement, Production, and Uses.(2nd ed.). Amerika: American Society of Agronomy, Inc. Wiryosimin S. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Wu WH, Assmann SM. 1994. A membran-delimited pathway of G-protein regulation of the guard-cell inward K+ channel. Proc Natl Acad Sci USA 91:6310-6314. Yulidar. 2003. Pengaruh dosis iradiasi gamma 60Co pada setek bibit Krisan (Chrysanthemum morifolium). Di dalam Pertemuan ilmiah jabatan fungsional Pranata nuklir pengawas radiasi dan teknisi Litkayasa XII. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1 Uji keragaman antar populasi untuk tiap-tiap variabel Wilks' Lambda
F
df1
df2
Sig.
Tinggi
0.691
141.371
11
3483
0.000
Jumlah cabang
0.831
64.190
11
3483
0.000
Buku subur
0.812
73.305
11
3483
0.000
Buku total
0.897
36.314
11
3483
0.000
Polong isi
0.811
73.616
11
3483
0.000
Polong total
0.830
64.704
11
3483
0.000
Umur polong masak
0.395
485.895
11
3483
0.000
Umur mulai bunga
0.324
659.183
11
3483
0.000
Warna polong
0.995
1.700
11
3483
0.067
Jumlah biji
0.633
183.607
11
3483
0.000
Berat total
0.741
110.890
11
3483
0.000
Rata berat 100 biji
0.776
91.230
11
3483
0.000
Warna biji
0.294
760.820
11
3483
0.000
Jumlah anak daun
0.973
8.641
11
3483
0.000
Motif daun
0.985
4.951
11
3483
0.000
Bentuk daun
0.983
5.564
11
3483
0.000
Warna bunga
0.991
2.824
11
3483
0.001
Variabel
46
Lampiran 2 Segregasi jumlah anak daun pada M-2 dari 60 induk mutan
Induk
Asal Induk
Jumlah anak daun
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 19 22 23 24 25 26 27 29 31 32 33 34 40 41 42 43 44 45 47 48 49 50
Lumut 0.4 kGy Lumut 0.4 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Lumut 0.4 kGy Lumut 0.3 kGy Slamet 0.2 kGy Slamet 0.2 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.4 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.3 kGy Slamet 0.3 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Slamet 0.1 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy
M-1 3,4 2,3 2,3 2,3,4 2,3,4 3,5 2,3 3,4,5 3,4 2,3,4,5 3,4 3,4 3,4 3,4 3,4 3,4,5 2,3,4 3,5 3,4 3,4,5 2,3 2,3 3,4 3,4 3,4 3,4 3,4 3,4 3,4,5 3,4 2,3 3,4 3,4 3,4 3,4 2,3
Jumlah Keturunan (M-2) 29 7 1 29 28 30 28 30 29 18 11 5 30 2 28 30 29 2 30 5 1 28 25 1 3 18 28 25 28 9 25 26 5 1 1 1
Segregasi jumlah anak daun M-2 Trifoliat (3) Variasi 22 7 1 6 1 28 1 7 21 26 4 13 15 5 25 17 12 4 14 6 5 3 2 15 15 2 13 15 18 12 17 12 2 3 27 3 2 1 3 25 15 10 1 3 12 6 6 22 10 15 1 27 2 7 14 11 16 10 4 1 1 1 1
47
Lanjutan Lampiran 2
Induk 51 52 53 54 56 57 59 60 61 63 69 70 71 72 73 74 75 77 83 84 85 86 87 88
Asal Induk
Jumlah anak daun
Jumlah Keturunan
Lumut 0.3 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Slamet 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Slamet 0.2 kGy Slamet 0.2 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.1 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.2 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy Lumut 0.3 kGy
M-1 2,3,4,5 2,3 2,3 2,3 3,4 2,3 3,4 3,4 3,5 2,3 3,4 3,4 3,4 3,4 2,3,5 2,3 4,5 2,3 3,4,5 3,4 2,3,4 2,3,4,5 3,4 3,4,5
(M-2) 3 6 1 19 2 5 13 12 12 18 18 30 9 3 28 1 1 9 26 2 4 28 1 1
Segregasi jumlah anak daun M-2 Trifoliat (3) Variasi 2 1 4 2 1 15 4 2 1 4 1 12 1 11 12 6 12 9 9 19 11 5 4 1 2 15 13 1 1 6 3 12 14 1 1 1 3 13 15 1 1
48
Lampiran 3 Hasil uji beda nyata tanaman M-2 stabil pendek yang diuji terhadap induknya Induk (M-1)
Asal
Tinggi M-1
M-2
T
Induk (cm)
Tinggi(cm)
Slamet kontrol
S0
60.4
68.68
Lumut kontrol
L0
74.3
3
L4
30.0
9
L4
11
L4
12
L4
hitung
Beda nyata pada taraf 5%
SD
N
5.91
30
7.678
74.87
7.21
30
0.431
53.85
14.73
26
8.254
31.0
65.13
11.08
12
10.654
31.0
67.57
7.52
7
12.841
28.0
62.50
17.44
22
9.277
21
L4
36.0
51.57
18.39
7
2.235
22
L4
23.0
64.00
3.46
3
20.476
29
S3
31.0
50.52
10.13
21
8.830
31
S3
28.0
58.84
8.70
19
15.462
34
S3
34.0
52.79
8.59
14
8.174
40
S3
47.0
46.29
6.65
28
-0.568
51
S3
27.0
60.90
13.09
20
11.579
52
S3
39.0
46.57
18.65
7
1.072
*
53
S3
24.0
41.33
10.41
3
2.881
*
55
S3
47.0
59.81
8.47
21
6.930
58
S3
39.0
60.29
10.91
19
8.507
60
S3
37.0
45.00
16.13
8
1.403
66
S3
46.0
61.20
6.02
5
5.659
68
S3
42.0
58.88
13.02
25
6.482
70
S3
43.0
61.27
9.68
26
9.629
73
S3
39.0
48.04
5.56
13
5.866
74
S3
27.0
45.75
7.54
4
4.971
75
S3
39.0
51.33
4.04
3
5.279
80
S3
39.0
33.50
12.02
2
-0.645
86
S3
41.0
52.62
14.61
29
4.286
89
S3
39.0
60.50
5.97
4
7.200
92
S3
47.0
55.00
9.90
2
1.139
98
S3
36.0
45.36
6.49
28
7.623
102
S3
47.0
40.75
10.10
20
-2.766
**
103
S3
35.0
30.75
15.32
8
-0.785
*
105
S3
41.0
59.87
8.23
30
12.559
112
S3
43.0
52.89
6.83
22
6.788
113
S3
43.0
40.40
7.64
5
-0.763
114
S3
39.0
48.17
18.04
27
2.643
115
S3
43.0
58.67
12.24
21
5.864
129
L4
39.0
62.25
4.92
4
9.443
*
*
*
*
*
*
49
Lanjutan Lampiran 3 Tinggi M-1 (cm)
130
Asal Induk L4
34.0
56.79
132
L4
21.0
133
L4
134
L4
139
L4
Induk (M-1)
M-2 Tinggi (cm) SD
N
T hitung
10.41
29
11.797
49.77
4.10
11
23.293
40.0
53.67
14.64
3
1.615
43.0
66.84
13.03
29
9.863
49.0
50.39
17.47
23
0.382
141
L4
34.0
63.59
9.33
16
12.683
143
L4
39.0
43.73
12.57
11
1.249
145
L4
33.0
53.00
3.56
4
11.239
147
L3
24.0
36.00
0.00
2
148
L3
49.0
49.00
14.53
3
149
L3
48.0
59.00
2.00
3
9.515
150
L3
39.0
60.50
2.12
2
14.291
155
L3
52.0
60.43
15.51
30
2.980
156
L3
37.0
59.53
13.87
17
6.692
157
L3
24.0
48.00
2.83
2
11.964
158
L3
39.0
64.75
6.84
30
20.641
159
L3
47.0
55.38
12.68
26
3.373
160
L3
52.0
54.65
9.46
20
1.253
165
L3
36.0
66.53
10.64
17
11.825
166
L3
37.0
57.00
1.41
2
19.940
167
L3
21.0
60.00
8.66
3
7.791
168
L3
56.0
52.74
12.65
25
-1.289
*
169
L3
40.0
49.00
0.00
2
170
L3
48.0
50.55
10.66
29
1.290
*
172
L3
28.5
56.63
8.46
16
13.297
173
L3
31.0
56.27
11.88
11
7.061
174
L3
34.0
60.88
4.86
13
19.982
175
L3
24.0
40.67
3.06
3
9.438
176
L3
44.0
44.50
7.94
4
0.126
177
L3
34.0
65.00
11.97
20
11.576
180
S2
45.0
60.52
9.30
27
8.676
181
S2
31.0
46.15
9.18
26
8.415
182
S2
42.0
60.06
6.82
9
7.941
183
S2
41.0
56.33
9.56
30
8.788
184
S2
39.0
45.08
2.58
6
5.783
186
S2
45.0
41.08
8.62
13
-1.643
*
191
S2
44.0
43.14
7.10
29
-0.655
**
194
S2
42.0
57.43
15.32
29
5.429
0.000
Beda nyata pada taraf 5%
* * *
*
*
*
50
Lanjutan Lampiran 3 Induk (M-1)
Asal Induk
M-2 Tinggi M-1 (cm)
Tinggi (cm)
SD
N
T hitung
Beda nyata pada taraf 5%
202
S2
43.0
58.58
10.67
12
5.053
203
S2
43.0
57.35
8.94
24
7.868
205
S2
45.0
56.82
10.26
22
5.401
212
S2
47.0
53.13
5.28
8
3.285
215
S2
39.5
53.33
13.99
27
5.143
216
S2
32.0
45.27
10.57
24
6.155
217
S2
33.0
44.97
13.80
29
4.675
222
L1
41.0
55.33
3.79
3
6.550
233
L1
45.0
57.14
13.18
7
2.441
242
L1
55.0
63.75
7.41
4
2.361
244
L1
44.0
65.44
9.85
9
6.531
252
L1
40.0
48.82
6.68
17
5.440
254
L1
46.0
62.67
13.60
21
5.611
273
L1
59.0
58.68
13.62
19
-0.101
*
274
L1
46.0
44.22
12.74
9
-0.419
*
275
L1
59.0
66.14
12.77
29
3.012
285
L4
40.0
69.04
11.26
27
13.405
289
L4
43.0
68.58
12.19
25
10.495
293
L4
31.0
57.69
17.67
8
4.275
295
L4
45.0
55.71
12.01
7
2.364
301
S1
43.0
56.04
9.71
27
6.985
302
S1
35.0
55.95
11.78
28
9.405
303
S1
38.0
44.00
4.08
4
2.939
306
S1
45.0
61.16
12.75
19
5.525
307
S1
30.0
52.25
8.84
2
3.549
*
311
S1
44.0
40.80
3.35
5
-2.142
**
314
S1
47.0
59.78
8.57
27
7.751
320
S1
41.0
57.50
9.28
10
5.621
321
S1
25.0
50.56
6.29
8
11.506
322
S1
30.0
50.00
4.24
2
6.647
323
S1
44.0
62.38
7.30
13
9.091
325
S1
39.0
38.00
7.07
7
-0.375
331
S1
43.0
45.29
4.42
28
2.734
332
S1
47.0
52.00
8.12
20
2.751
333
S1
38.0
59.56
10.97
9
5.895
334
S1
46.0
62.56
7.32
27
11.754
337
S1
32.0
37.92
16.77
6
0.864
338
S1
36.0
45.68
6.79
14
5.331
340
S1
36.0
61.70
7.31
30
19.262
*
*
51
Lanjutan Lampiran 3 Induk (M-1)
Tinggi M-1 (cm)
Tinggi (cm)
SD
342
Asal Induk S1
34.0
50.00
0.00
2
344
S1
30.0
52.31
9.06
27
12.805
347
S3
37.0
58.89
8.29
28
13.966
355
S3
42.0
55.25
2.47
2
7.549
360
S3
27.0
46.20
7.63
27
13.086
363
S3
35.0
48.50
3.54
2
5.384
372
S5
25.0
49.30
9.33
23
12.505
393
L2
51.0
60.33
4.04
3
3.995
394
L2
57.0
61.50
4.95
2
1.282
400
L2
27.0
49.60
13.28
5
3.813
402
L2
58.0
59.00
7.11
11
0.467
442
S1
45.0
59.00
8.35
7
4.445
443
S1
41.0
41.67
6.72
30
0.543
445
S1
37.0
50.88
13.34
25
5.204
448
S1
44.0
61.25
10.72
16
6.438
449
S1
45.0
57.23
7.14
26
8.736
454
S1
41.0
61.00
6.70
26
15.226
455
S1
41.0
58.00
6.71
5
5.677
456
S1
35.0
50.50
8.68
28
9.448
457
S1
43.0
57.85
8.47
27
9.119
459
S1
47.0
52.48
7.10
25
3.862
462
S1
41.0
49.66
9.53
28
4.808
464
S1
33.0
60.06
8.77
18
13.073
465
S1
39.0
53.83
5.70
12
9.001
467
S1
40.0
57.08
13.82
13
4.462
473
S1
21.0
54.00
4.16
4
15.853
481
S1
44.0
60.19
10.61
27
7.934
505
L3
48.0
59.50
9.33
4
2.466
519
L1
37.0
58.00
9.90
2
2.991
531
L1
58.0
61.71
15.71
14
0.884
*
565
L1
42.0
56.25
12.45
4
2.290
*
627
S2
39.0
57.41
7.37
17
10.295
673
S2
33.0
50.36
11.60
18
6.345
677
S2
42.0
62.35
8.58
27
12.330
698
S2
47.0
56.65
12.24
26
4.022
762
S1
31.0
44.30
7.26
20
8.188
S1
M-2 N
T hitung
Beda nyata pada taraf 5%
776 40.0 59.92 7.78 25 12.806 Keterangan : *) Mutan pendek tidak berbeda nyata terhadap induk **) Mutan pendek lebih pendek dan berbeda nyata terhadap induk L1 (Lumut 0.1 kGy), L2 (Lumut 0.2 kGy), L3(Lumut 0.3 kGy), L4(Lumut 0.4 kGy), S1( Slamet 0.1 kGy), S2 (Slamet 0.2 kGy), S3 (Slamet 0.3 kGy).
* * *