Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“
INCREASING THE ELEMENTARY STUDENTS’ ON-TASK BEHAVIOR THROUGH THE APPLICATION OF CLASSROOM MANAGEMENT STRATEGIES Sunawan Sugesti Yoan Ahmad Yani Department of Guidance and Counseling, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia
ABSTRACT The purpose of present study was oriented to increase the elementary schools students’ on-task behavior through applying the classroom management. Fourty-five student (22 males; 23 females) from Grade 5A were involved in the two cycles of classroom action research. The study was conducted during the classical school counseling services. Students’ on-task behavior consist of listening, following the instruction, expressing their idea or opinion actively, and involving in class activities. The results indicated that students’ on-task behavior were increase from pre-action to action at cycles 2. The rating scale data showed that the mean of students’ on-task behavior were 6 at pre-action, 13 at cycles 1, and 17 at cycles 2. These findings showed the important role of classroom management skills to promote students’ ontask behavior. Implications of current study were presented in this article. Keywords: On-task behavior, classroom management, elementary students
PENDAHULUAN On-task behavior merupakan suatu perilaku yang dikehendaki munculnya pada diri siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Chapman (2003) mendefinisikan on-task behavior sebagai keterlibatan siswa telah digunakan untuk menggambarkan kesediaan siswa untuk berpartisipasi kegiatan rutin di sekolah, seperti menghadiri kelas, menyerahkan pekerjaan yang diperlukan dan sesuai yang dianjurkan guru di kelas. Munculnya on-task behavior pada siswa memungkinkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar atau proses pemberian layanan di kelas menjadi sangat efektif. Hal ini dikarenakan para siswa mau terlibat dalam kegiatan pembelajaran atau layanan secara adaptif. Beberapa bentuk perilaku on-task adalah menanggapi topik yang sedang diajarkan di kelas, berpartisipasi dalam diskusi di kelas, membaca dengan jelas, mengangkat tangan, mengerjakan aktivitas kelas yang ditugaskan dan membuat kontak mata dengan guru (Lantz, et al 2007). Namun, saat pelaksanaan praktik lapangan di Sekolah Dasar, perilaku on-task masih jarang ditunjukkan siswa. Saat minggu pertama masuk ke kelas, kondisi siswa yang tampak diantaranya: siswa cenderung mengabaikan guru atau konselor dalam menyampaikan materi layanan, berbicara dengan teman dan memainkan gadget serta mainan yang dibawa sendiri di dalam kelas sehingga tidak mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan konselor atau guru, pasif atau enggan berpendapat atau bertanya saat diberikan kesempatan oleh konselor. Lebih dari itu, ketika diberikan instruksi untuk melakukan sejumlah aktivitas tertentu, siswa juga cenderung meremehkan instruksi tersebut sehingga tugas yang diberikan tidak terlaksana atau terselesaikan tepat waktu. Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar juga tidak optimal. Kondisi di atas sangat tidak menguntungkan apabila terus terjadi di pertemuan pelayanan bimbingan konseling klasikal di sesi selanjutnya. Kelas yang baik ialah kelas yang dapat merepresentasikan semua perencanaan tentang aktivitas yang dilakukan di kelas dari penyusunan aturan sampai pada bagaimana siswa menyelesaikan aktivitas berdasarkan aturan yang ditetapkan dengan efektif dan efisien. Untuk menciptakan kondisi tersebut, peneliti memilih untuk meningkatkan kualitas classroom management sehingga perilaku siswa lebih adaptif dalam
1
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“ mengikuti pelayanan. Classroom management merupakan satu kesatuan yang kompleks yang didalamnya mencakup bagaimana mendesain lingkungan sedemikian rupa yang dapat memfasilitasi proses belajar dan mengajar (Ming-tak & Wai-shing, 2008). Ditilik dari sisi kontribusinya, classroom management bermanfaat untuk mendorong terciptanya iklim yang kondusif dan mengatur instruksi dalam proses belajar mengajar juga akan lebih efektif. Penelitian yang dilakukan Djigic & Stojiljkovic (2011) menunjukkan bahwa guru yang mampu secara adaptif menerapkan gaya manajemen kelas dengan pola kontrol penuh lingkungan dan tanpa kontrol terhadap lingkungan secara adaptif atau dikenal sebagai pola interaksionis cenderung berhasil menciptakan iklim kelas yang nyaman dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Spektrum classroom management mencakup manajemen ruang fisik kelas, manajemen pembelajaran, manajemen prosedur dan aturan kelas, dan manajemen kedisiplinan siswa (Ming-tak & Wai-shing, 2008; Smith & Laslett, 1993). Dalam penelitian ini, tindakan classroom management memfokus pada manajemen pembelajaran dan manajemen aturan kelas. Tindakan manajemen pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan media pembelajaran atau pelayanan yang lebih variatif. Sementara, manajemen aturan kelas dilakukan dengan mengembangkan aturan kelas yang disepakati bersama dan pengimplementasiannya menggunakan prosedur token reinforcement (Alberto & Troutman, 2006). Konselor menawarkan sejumlah aturan untuk membuat proses pelayanan lebih menarik dan nyaman bagi siswa sekelas dan konselor. Pada sisi ini, seorang konselor akan mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari siswa ketika melakukan beberapa aturan yang telah disepakati bersama dalam implementasi proses pelayanan. Melihat kondisi di atas dan pentingnya penerapan classroom management maka hal yang dilakukan ialah menetapkan classroom rules yang dalam implementasinya menggunakan sistem poin yang merupakan kombinasi dari teknik token ekonomi, dimana pemberian reward-nya setiap tiga bulan sekali. Dalam menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar, peneliti menyajikan fakta-fakta di lapangan dari pemberitaan di media elektronik maupun online serta hasil penelitian ilmiah terkait dengan topik yang disampaikan pada proses pemberian layanan. Dengan demikian penelitian ini ingin melihat sejauh mana classroom management efektif dalam meningkatkan on task behavior siswa SD melalui penelitian tindakan kelas dengan tiga kali sesi. Tujuan dari adanya penelitian ini ialah untuk meningkatkan on-task behavior siswa melalui classroom rules yang dikombinasikan dengan sistem poin token reinforcement.
METODOLOGI Setting Sekolah dan Partisipan Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Pekunden, salah satu SD Negeri di Kota Semarang. Jumlah seluruh kelas yang ada di SD tersebut ialah 13 kelas. Dalam penelitian ini, yang menjadi subyek sasaran ialah kelas 5 A dengan jumlah sebanyak 45 siswa, dimana terdiri dari 22 laki-laki dan 23 perempuan. Responden yang berusia 11 tahun berjumlah 29 siswa, sementara yang berusia 12 tahun berjumlah 16 siswa. Hasil need assessment menunjukkan bahwa latar belakang ekonomi siswa di kelas 5 A berada pada kategori menengah keatas dilihat dari pekerjaan orang tua yang rata-rata menjadi PNS/ABRI/Polri, karyawan swasta, pengusaha dan pedagang. Sementara latar belakang sosial kelas 5 A cenderung menunjukkan adanya hubungan sosial yang baik, ditandai dengan kerjasama dalam piket harian dan ketika mengerjakan tugas kelompok. Jadwal pemberian layanan peneliti ialah pada jam terakhir pelajaran, yakni pada hari Rabu dan Jumat. Pada hari Rabu, peneliti masuk pada pukul 13.00 -13.45 WIB, sedangkan pada hari Jumat, peneliti masuk pada pukul 10.00 – 10.45 WIB. Untuk melihat sejauh mana perubahan yang terjadi setelah diterapkan adanya classroom management dilakukan pengukuran menggunakan rating scale yang diukur setiap kali proses pemberian layanan. Instrumen Terdapat dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala penilaian (rating scale) perilaku on-task dan dokumen poin sistem token reinforcement. Skala penilaian perilaku on-task Skala ini digunakan untuk merekam hasil pengamatan konselor terhadap perilaku on-task siswa selama mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan konseling secara klasikal. Ada empat perilaku on-task yang diukur dalam skala
2
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“ penilaian ini, yaitu: mendengarkan, mengikuti instruksi, mengekspresikan ide atau pendapat secara aktif, dan terlibat dalam aktivitas kelas. Setiap butir perilaku on-task memiliki 5-skala mulai dari tidak pernah (1) sampai selalu (5). Dokumen poin sistem token reinforcement Dokumen ini berisi data tentang poin atau nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan konseling secara klasikal. Semakin tinggi nilai yang dikumpulkan siswa mengindikasikan bahwa mereka semakin produktif dalam menghasilkan perilaku on-task selama mengikuti pelayanan bimbingan konseling secara klasikal. Prosedur Penelitian ini menerapkan desain penelitian tindakan (Creswell, 2012) yang dilaksanakan dalam dua siklus dan didahului dengan proses observasi. Implementasi tindakan maupun observasi dilakukan dalam jam pelayanan bimbingan konseling klasikal selama satu jam pelajaran (45 menit) per minggu. Pra-tindakan Kegiatan pra-tindakan dilakukan dengan memberikan materi layanan sambil melaksanakan observasi partisipatif terhadap perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan layanan klasikal. Observasi ini dilakukan selama dua kali pertemuan saat membahas tema tentang ”Orientasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar” dan ”Orientasi Karir dengan Analisis SWOT”. Setelah melakukan analisis data terhadap hasil observasi di pertemuan pertama dan kedua, dilakukan refleksi terhadap data observasi tentang perilaku siswa selama mengikuti pelayanan klasikal. Hasil dari refleksi diputuskan untuk mengembangkan rencana tindakan yang berupa (1) pemanfaatan media yang variatif dan bahan yang faktual dalam layanan klasikal sebagai bentuk perbaikan manajemen pembelajaran, dan (2) penerapan peraturan kelas dengan pengimplementasikan sistem token reinforcement. Strategi pertama merupakan bentuk perbaikan manajemen pembelajaran, sedangkan strategi yang kedua merupakan bentuk penguatan prosedur dan peraturan kelas dari aktivitas manajemen kelas (Ming-tak & Wai-shing, 2008). Di pertemuan kedua, para siswa diajak untuk membuat kesepakatan tentang peraturan kelas yang perlu dilaksanakan oleh semua siswa. Berdasarkan pembicaraan tersebut disepakati empat poin peraturan kelas, yaitu: (1) acungkan tangan ketika hendak bertanya, (2) tidak diperkenankan bicara atau ngomong hal yang jorok, (3) ketika teman maupun guru berbicara, maka siswa lain mendengarkan, dan (4) ketika bertanya atau berpendapat maka akan mendapatkan poin. Siklus 1 Penelitian tindakan di siklus pertama dilaksanakan dalam dua kali pertemuan pelayanan klasikal bimbingan konseling. Dalam pertemuan tersebut secara berurutan dibahas topik layanan ”Proud to be Yourself” dan ”Pengenalan Gaya Belajar”. Tindakan yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran pada topik layanan ”Proud to be Yourself” berupa penggunaan video pendek ”Motivation to Success” yang dicuplik dari film Laskar Pelangi dan penyajian cerita atau kisah inspiratif dari konselor dan B.J. Habibie, sementara tindakan pada topik layanan ”Pengenalan Gaya Belajar” berupa media gambar yang dicetak pada kertas A4 dan penyajian berita atau fakta tentang siswa berkebutuhan khusus yang tetap berprestasi dengan belajar dengan cara atau gaya belajarnya sendiri. Tindakan yang berupa pengelolaan prosedur dan aturan kelas dilakukan dengan menegaskan kepada siswa untuk melaksanakan empat bentuk perilaku sesuai dengan peraturan kelas yang telah disepakati. Pelaksanaan keempat bentuk perilaku tersebut akan membuat siswa mendapatkan poin reinforcement. Poin-poin tersebut akan diakumulasi untuk mendapatkan rewards yang terdapat dalam ’Kotak Misteri” yang akan dibuka setiap tengah semester (3 bulan sekali). Pada periode penelitian tindakan ini, Kotak Misteri akan dibuka di akhir semester. Bentuk perilaku yang mendapatkan poin adalah mendengarkan, mengikuti instruksi, mengekspresikan ide atau pendapat secara aktif, dan terlibat dalam aktivitas kelas. Pemberian poin dilaksanakan di akhir pertemuan. Di samping itu, penilaian observasi perilaku siswa melalui skala penilaian dilaksanakan sesaat setelah pertemuan layanan dilaksanakan. Dengan demikian, konselor masih mengingat dengan baik perilaku on-task siswa selama mengikuti layanan. Di akhir pertemua kedua pelayanan klasikal, dilakukan kegiatan analisis data dan refleksi. Hasil refleksi mengindikasikan perlunya peningkatan standar untuk mendapatkan poin, terutama pada perilaku mengekspresikan ide dan terlibat dalam aktivitas kelas. Pada siklus 1, siswa yang bertanya sudah berhak mendapatkan 1 poin. Demikian juga dengan siswa yang sudah mau mengerjakan latihan bahan pelayanan, maka sudah berhak mendapatkan 1 poin. Guna meningkatkan kualitas perilaku on-task siswa, maka standar dinaikkan dari bertanya
3
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“ menjadi mengungkapkan pendapat atau jawaban; dan dari mengerjakan tugas atau bahan latihan di tempat duduk menjadi mengerjakan latihan atau berpraktik di depan kelas. Siklus 2 Sebagaimana di siklus 1, penelitian tindakan di siklus 2 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan tema pelayanan secara berurutan ”Cara Mengatasi Perilaku Sosial Anak SD yang Negatif” dan ”Bullying Verbal”. Tindakan yang dilakukan pada siklus 2 masih berfokus pada: manajemen pembelajaran melalui penggunaan media dan penyajian informasi yang faktual, dan pengelolaan prosedur dan peraturan kelas. Media yang digunakan untuk mendukung tema pelayanan ”Cara Mengatasi Perilaku Sosial Anak SD yang Negatif” adalah video tentang ”Bahaya Game Online”, ”Bahaya Merokok dan Narkoba”, dan ”Ketidakbermanfaatan Berpacaran”. Di samping itu, fakta yang disajikan dalam pelayanan dengan tema ini adalah kasus-kasus tentang game online, penyalahgunaan narkoba dan rokok yang ditangani Pemerintah Daerah Riau, dan fenomena pacaran anak SD. Sementara pada topik pelayanan tentang ”Bullying Verbal” digunakan media video tentang korban bullying verbal dari Rusia yang hampir bunuh diri karena selalu dibully secara verbal kelainan fisiknya. Adapun fakta yang diangkat untuk topik yang kedua adalah kasus bullying verbal yang terdaji di dalam dan luar negeri. Terkait dengan pengelolaan prosedur dan aturan kelas, siswa diberitahu bahwa dalam dua pertemuan pelayanan klasikal, kriteria untuk mendapatkan poin reinforcement dinaikkan sebagaimana yang telah direncanakan di akhir siklus 1. Di setiap akhir pertemuan, siswa diberi poin sesuai dengan perilaku on-task yang telah dilaksanakan, kemudian setelah sesi layanan berakhir konselor mengisi skala penilaian berdasarkan hasil observasi selama menyelenggarakan pelayanan klasikal. Setelah tindakan diimplementasikan dalam dua kali sesi palayanan klasikal, data observasi di analisis dan menunjukkan kecenderungan perilaku on-task yang konsisten meningkat. Hasil refleksi menyimpulkan bahwa penelitian tindakan dapat diakhiri di siklus 2. Namun demikian, hingga laporan ini disusun “Kotak Misteri” belum dibuka dan data tentang poin reinforcement siswa masih dikumpulkan hingga akhir semester. Analisis Data Data dalam penelitan tindakan ini dianalisis secara diskriptif dan disajikan dalam grafik agar dapat disimpulkan berdasarkan kecenderungan perilaku on-task yang terjadi selama proses penelitian tindakan (Alberto & Troutman, 2006). Analisis diskriptif yang digunakan adalah rata-rata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tindakan ini secara umum menunjukkan bahwa tindakan yang berupa manajemen kelas cenderung efektif dalam meningkatkan perilaku on-task. Kondisi tersebut tercermin dari data yang dihimpun dengan menggunakan teknik skala penilaian (Gambar 1) dan dokumen rekap poin reinforcement perilaku on-task (Gambar 2).
Gambar 1 Perilaku on-task siswa pada pra-tindakan, siklus 1, dan siklus 2
4
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“
Sebagaimana tampak pada Gambar 1, perilaku on-task siswa saat mengikuti pelayanan bimbingan konseling secara klasikal meningkat secara tajam. Sampai pertemuan 2, perilaku on-task siswa masih memiliki skor akumulatif sebesar 6, di mana mendengarkan berada pada skala 2, mengikuti instruksi konselor berada pada skala 2, sedangkan mengekspresikan pendapat secara aktif dan terlibat dalam aktivitas sekolah berada pada skala 1. Perilaku on-task siswa dalam mengikuti pelayanan bimbingan konseling klasikal berada pada titik yang rendah. Pada siklus 2 terjadi kecenderungan peningkatan perilaku on-task siswa dalam mengikuti pelayanan bimbingan konseling secara klasikal. Di pertemuan ke-4, perilaku on-task berada pada skor 13, di mana mendengarkan berada pada skala 4, sedangkan mengikuti instruksi konselor, mengekspresikan pendapat secara aktif dan terlibat dalam aktivitas kelas berada pada skala 3. Akhirnya di pertemuan ke-6 terjadi kecenderungan peningkatan perilaku on-task. Skor total dari perilaku on-task sebesar 17, di mana mendengarkan berada pada skala 5, sedangkan mengikuti instruksi konselor, mengekspresikan pendapat secara aktif dan terlibat dalam aktivitas kelas berada pada skala 4. Hasil pengamatan ini selaras dengan hasil perolehan poin reinforcement yang dicapai siswa sebagaimana tampak pada Gambar 2.
Gambar 2 Perolehan poin reinforcement dari perilaku on-task saat pra-tindakan, siklus 1, dan siklus 2 Sebagaimana kecenderungan yang tampak dari data observasi melalui skala penilaian, kecenderungan kenaikan perilaku on-task siswa selama mengikuti pelayanan bimbingan konseling klasikal juga tampak pada data poin reinforcement yang diperoleh siswa. Pada pertemuan ke-4 atau pertemuan kedua di siklus pertama diketahui bahwa skor akumulatif poin reinforcement dari perilaku on-task sebesar 136 atau rata-rata per anak memiliki skor 3,02. Dilihat pada setiap bentuk perilaku on-task, maka skor yang diperoleh siswa dalam satu kelas sebesar 41 untuk mendengarkan, 33 untuk mengikuti instruksi dari konselor, 28 untuk mengekspresikan diri secara aktif, dan 34 untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas kelas. Hal yang berbeda tampak pada akhir pertemuan ke-6 atau akhir pertemuan siklus 2 di mana siswa sekelas memiliki skor komulatif sebesar 181 atau rata-rata per anak memiliki skor sebesar 4,02. Jika ditilik dari bentuk perilaku on-task, skor mendengarkan yang diperoleh siswa sekelas sebesar 45, skor mengikuti instruksi konselor yang diperoleh siswa sekelas sebesar 43, skor mengekspresikan pendapat secara aktif siswa sekelas sebesar 49, dan skor terlibat dalam aktivitas kelas siswa sekelas sebesar 44. Data dari skala penilaian yang disusun konselor dan dokumen capaian token reinforcement siswa menunjukkan bahwa strategi manajemen kelas yang diterapkan dalam penelitian tindakan ini cenderung efektif untuk meningkatkan perilaku on-task siswa. Temuan penelitian ini relevan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Djigic dan Stojiljkovic (2011) yang menunjukkan bahwa pola manajemen kelas yang adapatif akan memfasilitasi iklim belajar yang kondusif sehingga siswa merasa nyaman untuk memunculkan perilaku on-task dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dan dalam konteks ini adalah pelayanan bimbingan konseling klasikal. Penggunaan media layanan yang variatif tampaknya merangsang minat situasional siswa dalam mengikuti layanan (Hidi & Renninger, 2006). Di samping itu, penggunaan bahan layanan yang berasal dari berita dan fenomena yang faktual membuat merasa berpikir bahwa isu yang diangkat dalam pelayanan bimbingan konseling klasikal
5
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“ merupakan isu yang dekat dengan para siswa. Artinya, mereka merasa bahwa konten dan isu yang dibahas dalam layanan relevan dengan kehidupan mereka. Hal ini tampaknya membuat siswa meningkatkan antusiasme dalam mengikuti layanan. Penerapan aturan kelas yang diikuti dengan penggunaan teknik token reinforcement mendorong siswa memunculkan perilaku on-task. Meski terdapat aturan kelas, konselor tidak berusaha mengontrol secara ketat perilaku siswa. Penggunaan token reinforcement memungkinkan konselor berfokus pada perilaku positif atau keterlaksanaan aturan kelas oleh para siswa. Dampaknya, siswa berlomba-lomba untuk memunculkan perilaku on-task selama mengikuti pelayanan bimbingan konseling klasikal. Dalam kondisi semacam ini konselor cenderung domokratis dan menerapkan pola manajemen kelas yang berpusat pada siswa (Garret, 2008). Lebih lanjut, dari studi kasus yang dilakukan Garret terhadap tiga guru menemukan bahwa para guru memahami peran manajemen kelas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi strategi manajemen kelas relatif efektif dapat meningkatkan perilaku on-task siswa. Sebagaimana terlihat pada hasil data dari rating scale menunjukkan bahwa rata-rata perilaku on-task siswa cenderung naik dari tahapan pra-tindakan sampai ke siklus 2. Hal ini juga tercermin dalam kenaikan perilaku on-task siswa selama mengikuti pelayanan bimbingan konseling klasikal. Implikasi praktis bagi konselor adalah konselor perlu memperhatikan manajemen kelas sepanjanng melaksanakan kegiatan pelayanan bimbingan konseling klasikal sehingga siswa dapat memperoleh manfaat dari layanan yang diberikan. Di samping itu, juga diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang peningkatan perilaku on-task siswa dalam mengikuti layanan bimbingan konseling kelompok, konseling individu maupun layanan konseling kelompok.
DAFTAR PUSTAKA Alberto, P. A. & Troutman, A. C. (2006). Applied behavior analysis for teachers (7th Edition). Columbia, DC: Merrill Prentice Hall. Chapman, E. (2003). Assessing student engagement rates. College Park, MD: ERIC Clearinghouse on Assessment and Evaluation. Creswell, J. W. (2012). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixe Methods Approaches (4th Edition). California: Sage Publication, Inc. Djigic, G., & Stojiljkovic, S. (2011). Classroom management styles, classroom climate and school achievement. Procedia-Social Behavioral Science. 29, hal. 819 – 828. DOI:10.1016/j.sbspro.2011.11.310. Garrett, T. (2008). Student-centered and teacher-centered classroom management: A case study of three elementary teachers. Journal of Classroom Interaction. 43.1, hal. 34-47. Lantz, C., McKenna, B., Price, B., & Stralow, D. (2007). Increasing on-task behavior through motivational activities. Tesis tidak Dipublikasikan. Chicago, IL: Saint Xavier University. Ming-tak, H. & Wai-shing, L. (2008). Classroom management: Creating a positive learning environment. Hongkong: Hong Kong Universtity Press. Smith, Colin J. & Robert Laslett. (1983). Effective Classroom Management: A teacher’s guide. London: Routledge
6
Prosiding Seminar & Workshop Internasional Konseling Yogyakarta, 23-24 Mei 2016 ”Konselor Sekolah dalam Pendidikan Inklusi“
Rekomendasi Perujukan: Sunawan & Yani, S.Y.A. (2016). Increasing the Elementary Students’ On-Task Behavior through the Application of Classroom Management Strategies. Makalah disajikan dalam Seminar dan Workshop Internasional Konseling yang diselenggarakan Program Studi Bimbingan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 23-24 Mei 2016.
7