Ringkasan Jurnal Teripang atau biasa disebut mentimun laut adalah salah satu anggota dari filum Echinodermata, kelas Holothuroidea. Teripang menunjukkan bioaktivitas sebagai anti jamur, anti mikroba, sitotoksik dan imunomodulasi (Chen, 2003; Thanh et al., 2006; Dang et al., 2007). Bahan yang menunjukkan aktivitas imunomodulasi disebut imunomodulator, yaitu obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan respon imun yang fungsinya berlebihan (Baratawidjaja, 2006). Bahan yang dapat meningkatkan respon imun disebut imunostimulan. Proses fagositosis merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh alami terhadap benda asing atau antigen, termasuk mikroorganisme. Di dalam respons imun alami terdapat dua kelompok fagosit yangberperan sebagai efektor selular, yaitu fagosit polimorfonuklir (netrofil) dan fagosit mononuklir (monosit dan makrofag). Fagosit memiliki reseptor-reseptor yang dapat mengenali bagian-bagian bakteri, sehingga memudahkan fagosit untuk mengikatdan memfagositosis bakteri tersebut (Baratawidjaya, 2006). Aktivitas fagositosis adalah jumlah fagosit yang aktif memfagositosis sel bakteri dalam 100 fagosit yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan kapasitas fagositosis merupakan jumlah sel bakteri yang difagositosis oleh 50 fagosit (Wagner dan Jurcic, 1991 dalam Wulansari et al. 2009) . Pemberian ekstrak Paracaudina australis mampu meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis pada mencit yang diinfeksi. Escherichia coli.Pemberian ekstrak Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis hanya mampu meningkatkan kapasitas fagositosis pada mencit yang diinfeksi E. coli. Paracaudina australis merupakan bahan yang paling potensial sebagai imunostimulan berdasarkan aktivitas dan kapasitas fagositosis. Paracaudina australis merupakan bahan yang paling potensial sebagai imunostimulan berdasarkan indikator aktivitas dan kapasitas fagositosis. Sedangkan Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis hanya mampu meningkatkan kapasitas fagositosis saja. Belum jelas apakah potensi tersebut terutama disebabkan oleh kandungan glikosida triterpen. Oleh karena itu, disarankan dilakukan penelitian lanjutan dengan mengujicobakan isolat glikosida triterpen yang dikandung oleh teripang tersebut.
IMUNITAS ALAMI MENCIT (Mus musculus) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TIGA JENIS TERIPANG LOKAL PANTAI TIMUR SURABAYA BERDASARKAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS Radityo Pradipta, Dwi Winarni, Saikhu Akhmad Husein, Moch Affandi, dan Endang Dewi Masithah Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT The aim of this research was to know the potency of local sea cucumbers Paracaudina australis, Phyllophorus sp., and Colochirus quadrangularis as an immunostimulator in mice (Mus musculus) based on phagocytic activity and capacity after Escherichia coli infection. This research used 24 male mice, Swiss Webster strain, with age range 2,5–3 month and weighted 20-35 g. Paracaudina australis, Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis were collected from east coast Surabaya. All of the sea cucumber extracts used in this research were ethanol extract. Mice was grouped into four groups, which is one control group without any sea cucumber extract and another three groups consecutively with Paracaudina australis, Phyllophorus sp., and Colochirus quadrangularis extract respectively. The dose of each extract equal to 0,0548 g dry weight/20 g mice weight/day. Sea cucumber extract was given continously for 14 days using gavage method. Phagocytocys test was held in vivo on day 18 by infecting 108 Escherichia coli through intraperitoneal (i.p). An hour later, smear preparations of i.p fluid was made and then the phagocytic activity and capacity was observed. The data was analyzed by one way ANOVA, followed by Duncan test at α = 0,05. The result of this research showed that Paracaudina australis equal to 0,0548 g dry weight/20 g mice weight/day had immunostimulation activity, with the highest phagocytic activity and capacity rate, 57,38 ± 3,99 % and 101,16 ± 17,79 cells in 50 phagocytes. Key word : Paracaudina australis, Phyllophorus sp.,Colochirus quadrangularis, phagocytic activity and capacity, immunostimulator
PENGANTAR Teripang atau biasa disebut mentimun laut adalah salah satu anggota dari filum Echinodermata, kelas Holothuroidea. Teripang menunjukkan bioaktivitas sebagai anti jamur, anti mikroba, sitotoksik dan imunomodulasi (Chen, 2003; Thanh et al., 2006; Dang et al., 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Winarni et al., (2010), di pantai timur Surabaya terdapat tiga spesies teripang yang dominan menurut kelimpahan dan distribusinya, yaitu berturut-turut adalah Paracaudina australis, Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis. Ketiga spesies teripang tersebut diyakini bersifat imunomodulasi dengan asumsi bahwa senyawasenyawa yang dikandung oleh organisme berkerabat dekat pada umumnya sama, habitat berpengaruh pada dominansi senyawa aktif (Gross and Konig, 2006 dalam Winarni et al., 2010). Bahan yang menunjukkan aktivitas imunomodulasi disebut imunomodulator, yaitu obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan respon imun yang fungsinya berlebihan (Baratawidjaja, 2006). Bahan yang dapat meningkatkan respon imun disebut imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi imunostimulan dan pengaruh ekstrak teripang Paracaudina australis, Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis
pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi E. coli berdasarkan indikator kemampuan aktivitas dan kapasitas fagositosis. Proses fagositosis merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh alami terhadap benda asing atau antigen, termasuk mikroorganisme. Di dalam respons imun alami terdapat dua kelompok fagosit yang berperan sebagai efektor selular, yaitu fagosit polimorfonuklir (netrofil) dan fagosit mononuklir (monosit dan makrofag). Fagosit memiliki reseptor-reseptor yang dapat mengenali bagianbagian bakteri, sehingga memudahkan fagosit untuk mengikat dan memfagositosis bakteri tersebut (Baratawidjaya, 2006). Aktivitas fagositosis adalah jumlah fagosit yang aktif memfagositosis sel bakteri dalam 100 fagosit yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan kapasitas fagositosis merupakan jumlah sel bakteri yang difagositosis oleh 50 fagosit (Wagner dan Jurcic, 1991 dalam Wulansari et al. 2009). BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan strain Swiss Webster umur 2,5–3 bulan, berat badan rata-rata 20–35 g. Paracaudina australis, Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis diperoleh dari pantai timur Surabaya untuk kemudian diambil ekstraknya. Bakteri E. coli dibiakkan dalam media NB (Nutrient Broth) hingga didapatkan optical density (OD) yang setara dengan jumlah
bakteri 109/ml. Hewan coba dikelompokkan dalam 4 kelompok sebagai berikut : kelompok T0, kontrol, mencit hanya diberi pelarut dan diinfeksi E. coli; kelompok T1, mencit diberi ekstrak Paracaudina australis dan diinfeksi E. coli; kelompok T2, mencit diberi ekstrak Phyllophorus sp. dan diinfeksi E. coli; kelompok T3, mencit diberi ekstrak Colochirus quadrangularis dan diinfeksi E. coli. Pemberian ekstrak teripang dilakukan selama 14 hari berturutturut dengan metode gavage. Infeksi E. coli dilakukan pada hari ke-15 dan ke-18 melalui intraperitoneal dengan volume 0,1 ml yang berisi 108 E. coli. Pengamatan dan pengukuran aktivitas dan kapasitas fagositosis dilakukan pada apusan cairan intraperitoneal. Kemudian data dianalisis dengan uji KolmogorovSmirnov dan dilanjutkan dengan ANOVA satu arah, kemudian untuk mengetahui signifikansi antar dua kelompok dilakukan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data rerata aktivitas fagositosis pada kelompok perlakuan T0 sebagai kontrol, yaitu 41,24 ± 12,45 %. Pada kelompok perlakuan T1 (ekstrak Paracaudina australis), rerata aktivitas fagositosis 57,38 ± 3,99 %. Pada kelompok perlakuan T2 (ekstrak Phyllophorus sp.), rerata aktivitas fagositosis 41,60 ± 3,27 %. Pada kelompok perlakuan T3 (ekstrak Colochirus quadrangularis), rerata aktivitas fagositosis yaitu 43,75 ± 3,20 % (Gambar 1). Sedangkan data rerata kapasitas fagositosis pada kelompok perlakuan T0, yaitu 75 ± 12,72 sel bakteri dalam 50 fagosit. Pada kelompok perlakuan T1, rerata kapasitas fagositosis yaitu 101,16 ± 17,79 sel bakteri dalam 50 fagosit. Pada kelompok perlakuan T2, rerata kapasitas fagositosis yaitu 92,66 ± 14,12 sel bakteri dalam 50 fagosit. Pada kelompok perlakuan T3, rerata kapasitas fagositosis yaitu 91,66 ± 8,71 sel bakteri dalam 50 fagosit (Gambar 2).
Gambar 1. Diagram rerata aktivitas fagositosis pada semua kelompok perlakuan. Huruf yang berbeda di atas diagram menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan (α < 0,05).
b
a
Gambar 3. Bakteri E. coli difagositosis oleh fagosit. a. E. coli dalam fagosom. b. Gambar 2. Diagram rerata kapasitas fagositosis pada semua kelompok perlakuan. Huruf yang berbeda di atas diagram menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan (α < 0,05). Fagosit. Perbesaran mikroskop 1000x. Pewarnaan kristal violet. Berdasarkan hasil disebabkan ekstrak penelitian, kelompok perlakuan T1 Paracaudina australis mampu meningkatkan efektivitas reseptor (ekstrak Paracaudina australis) menunjukkan efek imunostimulasi fagosit, baik itu signaling PRRs karena menyebabkan peningkatan maupun endocytic PRRs, sehingga terhadap aktivitas dan kapasitas mampu meningkatkan aktivitas dan fagositosis yang secara signifikan kapasitas fagositosis. lebih tinggi dari kelompok perlakuan Peningkatan aktivitas fagositosis T0 (kontrol). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh signaling PRRs. Karena dengan meningkatnya jumlah
ekspresi signaling PRRs, maka fagosit dapat dengan cepat mendeteksi antigen kemudian memproduksi sitokin dan kemokin. Sitokin akan meningkatkan reaksi inflamasi dan meningkatkan kemampuan fagosit dalam menghancurkan antigen. Sedangkan kemokin akan merangsang fagositfagosit lain untuk datang ke tempat terjadinya infeksi. Sedangkan peningkatan kapasitas fagositosis dipengaruhi oleh endocytic PRRs. Karena dengan meningkatnya jumlah ekspresi endocytic PRRs, maka fagosit dapat menelan antigen dalam jumlah yang lebih banyak. Kemungkinan tersebut di atas berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Aminin et al., (2006) menggunakan ekstrak teripang Cucumaria japonica, dimana dikatakan bahwa ekstrak teripang Cucumaria japonica mampu meningkatkan ekspresi reseptor fagosit, sehingga aktivitas fagositosis meningkat. Berdasarkan penelitian Hayashi et al., (2003), stimulasi TLR pada netrofil oleh LPS dapat meningkatkan fagositosis dan produksi beberapa sitokin dan kemokin. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka sebenarnya kelompok perlakuan T0 sudah mengalami peningkatan fagositosis. Sehingga apabila kelompok perlakuan T1 berbeda signifikan dengan kelompok T0 maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak teripang Paracaudina australis memiliki sifat imunostimulasi karena mampu meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis. Menurut hasil penelitian, kelompok perlakuan T2 (ekstrak Phyllophorus sp.) dan kelompok perlakuan T3
(ekstrak Colochirus quadrangularis) tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan T0 (kontrol) dalam aktivitas fagositosis, akan tetapi berbeda signifikan dalam kapasitas fagositosis. Hal ini kemungkinan terjadi karena pemberian ekstrak Phyllophorus sp. dan pemberian ekstrak Colochirus quadrangularis hanya mampu meningkatkan efektivitas endocytic receptor fagosit, sehingga menyebabkan kapasitas fagositosis meningkat. Akan tetapi, tidak menyebabkan peningkatan efektivitas signaling PRRs, sehingga aktivitas fagositosis tidak meningkat. Oleh karena itu, diperlukan dosis ekstrak teripang yang lebih besar untuk dapat meningkatkan aktivitas fagositosis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan adalah: 1.
dari
penelitian
ini
Pemberian ekstrak Paracaudina australis mampu meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis pada mencit yang diinfeksi Escherichia coli. Pemberian ekstrak Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis hanya mampu meningkatkan kapasitas fagositosis pada mencit yang diinfeksi E. coli. 2. Paracaudina australis merupakan bahan yang paling potensial sebagai imunostimulan berdasarkan aktivitas dan kapasitas fagositosis. Paracaudina australis merupakan bahan yang paling potensial sebagai imunostimulan berdasarkan indikator aktivitas dan kapasitas fagositosis.
Sedangkan Phyllophorus sp., dan Colochirus quadrangularis hanya mampu meningkatkan kapasitas fagositosis saja. Belum jelas apakah potensi tersebut terutama disebabkan oleh kandungan glikosida triterpen. Oleh karena itu, disarankan dilakukan penelitian lanjutan dengan mengujicobakan isolat glikosida triterpen yang dikandung oleh teripang tersebut. KEPUSTAKAAN Abbas, A.K., A.H. Lichtman, and J.S. Pober., 2000. Cellular and Molecular Immunology. W.B. Saunders Company. Aminin, D.L., B.V. Pinegin, L.V. Pichugina, T.S. Zaphorozhets, I.G. Agafonova, V.M. Boguslavski, A.S. Silchenko, S.A. Avilov, V.A. Stonik., 2006. Immunomodulatory properties of Cumaside. International Immunopharmacology. Vol. 6, issue 7, July 2006, pages 1070-1082. Baratawidjaja, K.G., 2006. Imunologi Dasar. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Chen, J., 2003. Overview of sea cucumber farming and sea ranching practices in China. SPC Beche-de-mer Information Bulletin #18. May 2003. Dang, N.H., N.V. Thanh, P.V. Kiem, Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa
L.M. Huong, C.V. Minh and Vietnamese Sea Cucumber Holothuria scabra. Archives of Pharmacal Research. Vol.30. no.11. p. 1387-1391. Hayashi, F., T.K. Means, A.D. Luster., 2003. Toll-like Receptors Stimulate Human Neutrophil Function. Blood Journal, 1 october 2003. Volume 102, number 7. Thanh, N.V., N.H. Dang, P.V. Kiem, N.X. Cuong, H.T. Huong, and C.V. Minh. 2006. A New Triterpene Glycoside from The Sea Cucumber Holothuria scabra Collected in Vietnam. ASEAN Journal for Science and Technology Development. Vol.23. no. 4. p. 253-259. Wulansari, D., Praptiwi, dan Chairul, 2009. Pengaruh Ekstrak Air dan Etanol Alpinia spp. Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag Yang Diinduksi Bakteri Staphyllococcus epidermidis Secara In vitro. Berita Biologi 9(4). April 2009. Winarni, D., M. Affandi, E.D. Masithoh, dan A.N. Kristanti., 2010. Potensi Teripang Pantai Timur Surabaya Sebagai Modulator Imunitas Alami Terhadap Mycobacterium tuberculosis. Laporan Penelitian Strategis Nasional. Unair. Y.H. Kim., 2007. Two New Triterpene Glycosides from