e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
IMPLEMENTASI TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA ANAK KELOMPOK B1 Ni Putu Vivin Indrawati1, Ni Ketut Suarni2, Putu Rahayu Ujianti3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2 Jurusan Bimbingan Konseling Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya anak yang mengalami kesulitan dalam kemampuan berbicara berdasarkan hasil pencapaian kemampuan berbicara yang berada pada kategori sangat rendah. Sehingga ditawarkan teknik modeling untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Adapun subjek penelitian ini adalah sebanyak 16 anak (12 orang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan berbicara setelah diterapkan teknik modeling pada siklus I sebesar 63,33% yang tergolong pada kriteria rendah dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,53% yang tergolong pada kriteria tinggi. Jadi, terjadi peningkatan kemampuan berbicara dari siklus I ke siklus II sebesar 19,20%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesa Singaraja. Kata-kata kunci: teknik modeling, kemampuan berbicara, anak usia dini
Abstract This research is motivated by still many children who have difficulty in speaking based on the achievement of the speaking that was at the very low category. Thus offered modeling techniques to improve the speaking ability to children in kindergarten Ganesha B1 group Singaraja. This study aims to determine the implementation of modeling techniques can improve the speaking ability to children in kindergarten Ganesha B1 group Singaraja Semester II Academic Year 2015/2016. This research is classified as a class action research (CAR) conducted in two cycles. The subject of this research were 16 children (12 boys and 4 girls). Collecting data in this study using the method of observation. Data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive statistical analysis methods. The analysis shows that there is an increased speaking ability after application of modeling techniques in the first cycle of 63.33% belonging to the low criteria and increased in the second cycle into 82.53% belonging to the high criteria. So, there is increased speaking ability from the first cycle to the second cycle of 19.20%. Based on the results of that study concluded that the modeling techniques can improve the speaking ability to children in kindergarten Ganesha B1 group Singaraja. Keywords : modeling techniques, speaking ability, early childhood
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) PENDAHULUAN Perkembangan anak usia dini merupakan tanggungjawab dari semua pihak seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat. Perkembangan anak dapat dilihat dari berfungsinya organ-organ dalam tubuh, bertambah pandai anak dalam belajar dan juga bertambahnya kemampuan anak dalam menguasai kosa kata atau menyusun kalimat. Adapun aspek-aspek yang dapat dilihat dalam perkembangan anak meliputi aspek motorik, aspek kognitif, aspek sosial-emosional dan juga aspek bahasa. Salah satu aspek perkembangan anak yang penting untuk dikembangkan adalah bahasa. Pengetahuan dan keterampilan anak terus berkembang sepanjang masa-masa sekolah sehingga memerlukan bimbingan dari semua pihak. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) dan ada yang bersifat ekspresif (dinyatakan). Bahasa reseptif adalah, “Mendengarkan dan membaca suatu informasi, sedangkan bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain” (Dhieni, 2007:1.19). Hal inilah yang menyebabkan perkembangan bahasa dapat dibagi menjadi empat kemampuan yakni kemampuan membaca, kemampuan menulis, kemampuan menyimak, dan kemampuan berbicara. Perkembangan bahasa paling cepat terjadi antara usia 2 sampai 5 tahun. Perkembangan bahasa disini dimulai dari kemampuan berbicara. Perkembangan berbicara pada anak berawal dari anak menggumam maupun membeo. Berbicara merupakan kebutuhan dasar dari manusia. Lewat berbicara, seseorang dapat mengungkapkan perasaan atau keinginannya terhadap sesuatu hal sehingga ia memperoleh apa yang diinginkan. Pandangan Vygotsky (Ormrod, 2008:68), bahwa bahasa bahkan lebih penting lagi bagi pertumbuhan kognitif anak. Prosesproses berpikir anak seringkali merupakan versi yang terinternalisasi dari interaksi sosial yang umumnya terjadi secara lisan. Lebih lanjut, dalam percakapan dengan orang dewasa, anak-anak mempelajari makna peristiwa tertentu yang dilekatkan oleh kebudayaan dan secara perlahan anak mulai menafsirkan dunia dengan cara-cara yang sesuai dengan budayanya. Oleh karena itu, berbicara disini adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk menjalin interaksi sosial kepada orang-orang didekatnya. Ketika anak tumbuh dan berkembang, terjadi peningkatan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas (keluwesan dan kerumitan) dalam berbicara.
Secara bertahap kemampuan anak meningkat, bermula dari mengekspresikan suara saja, hingga mengekspresikannya dengan komunikasi. Kemampuan berbicara seorang anak tidak akan sama dengan anak yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (persepsi, kognisi, prematuritas) maupun lingkungan (riwayat keluarga, pola asuh, lingkungan verbal, pendidikan orang tua, jumlah anak). Faktor ekternal dapat berupa kurangnya kesadaran dari orang disekitarnya untuk memberikan stimulasi kepada anak. Setiap anak dapat terstimulasi kemampuan bicaranya secara optimal jika lingkungan dan orang terdekat menstimulasinya dengan cara yang dimengerti oleh anak. Berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi berbicara merupakan suatu alat mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan (Dhieni, 2007:3.6). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B1 TK Ganesha Singaraja yaitu diperoleh data bahwa kemampuan berbicara anak sudah cukup baik namun masih perlu banyak ditingkatkan. Adapun metode yang biasa digunakan untuk kegiatan berbicara yaitu bercerita dan bercakap-cakap dengan media buku cerita. Beberapa metode tersebut dirasa sudah umum digunakan. Dipilihnya teknik modeling karena menurut Bandura, teknik modeling merupakan, “Sebuah teknik belajar yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku model secara langsung maupun tidak langsung (dalam Corey, 2005:222). Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat stimulasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan anak bilamana dilakukan secara benar. Modeling berasal dari teori Albert Bandura yang telah dimulai tahun 50an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, dan tokoh imajinasi. Teknik modeling ini dibagi menjadi tiga yaitu lives model, symbolic models, dan multiple models. Diantara ketiga teknik tersebut dipilihlah symbolic models untuk membantu mengatasi permasalah yang ada di kelompok B1 TK Ganesa Singaraja. Menurut Corey (dalam Gunarsa, 2004:222), mengatakan bahwa symbolic models (penokohan yang simbolik) adalah, “Tokoh yang dilihat melalui film, video, atau media audio visual lain”. Model simbolik dapat disediakan melalui film, rekaman audio, video dan foto, sehingga perilaku-perilaku tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) mencontohkan tingkah laku dari model-model yang ada. Maka dari itu anak-anak cenderung mengimitasi apa yang mereka lihat dari model yang diperlihatkan dan hal tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin secara bertahap dan terus menerus pada setiap kesempatan. Maka dari itu anak-anak cenderung mengimitasi apa yang mereka lihat dari model yang diperlihatkan dan hal tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Hendrawan (2015) yang berjudul “Penerapan Konseling Behavioral dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Self Endurance pada siswa kelas X2 di SMA Negeri 3 Seririt Tahun Pelajaran 2014/2015”. Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan adannya peningkatan yang signifikan dimasing-masing siklus sehingga teori behavioral dengan teknik modeling dapat dijadikan salah satu solusi untuk meningkatkan self endurance pada siswa. Penelitian lainnya yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Izhardianti (2015) yang berjudul “Penerapan Konseling Behavioral dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy Siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Sukasada 2014/2015”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan self efficacy pada 4 orang siswa dengan perolehan kategori tinggi sebesar 83,33%. Selain itu, penelitian oleh Udayani (2014) dengan judul “Penerapan Teori Konseling Behavioral dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Kelas VIII-1 SMP Laboratorium UNDIKSHA Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014” juga relevan dengan penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya peningkatan minat belajar setelah diberikan teori konseling behavioral dengan teknik modeling. Hal ini dilihat dari peningkatan minat belajar yang diperoleh siswa setelah diberikan tindakan yaitu dari skor rata-rata 42,77% menjadi 73%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teori konseling behavioral dengan teknik modeling efektif digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa. Istilah modeling merupakan istilah umum untuk menunjukkan terjadinya proses belajar melalui pengamatan dari orang lain dan perubahan yang terjadi karenanya melalui peniruan (dalam Darsana, 2014:591). Modeling berakar dari teori Albert Bandura yang telah dimulai tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, dan tokoh imajinasi.
Bandura (dalam Corey, 2005:222), mengatakan bahwa modeling merupakan, “sebuah teknik belajar yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku model secara langsung maupun tidak langsung”. Belajar melalui pengalaman tidak langsung, yaitu dengan mengamati tingkah laku orang lain. Menurut Komalasari, dkk (2011:176), mengatakan bahwa modeling merupakan, “Belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif”. Purwanta (2005:153), mengatakan bahwa modeling merupakan, “Proses belajar melalui pengamatan, di mana perilaku seseorang atau beberapa orang teladan, berperan sebagai perangsang terhadap pikiran, sikap, atau perilaku subjek pengamat tindakan untuk ditiru atau diteladani”. Menurut Corey (dalam Gunarsa, 2004:222), jenis-jenis modeling ada tiga yaitu sebagai berikut. (1) Live Models (penokohan yang nyata), adalah penokohan langsung kepada orang yang dikagumi sebagai model untuk diamati. Model sesungguhnya adalah orang, yaitu konselor, guru, teman sebaya, anggota keluarga, atau tokoh lain yang dikagumi. (2) Symbolic Models (penokohan yang simbolik), adalah tokoh yang dilihat melalui film, video, atau media audio visual lain. Model simbolik dapat disediakan melalui film, rekaman audio, video dan foto, sehingga perilaku-perilaku tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontohkan tingkah laku dari model-model yang ada. (3) Multiple Models (penokohan ganda), adalah penokohan yang terjadi dalam kelompok dimana seseorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap baru setelah mengamati bagaimana anggota-anggota lain dalam kelompok bersikap. Adapun tahap-tahap dari teknik modeling menurut Komalasari (2011:177) adalah sebagai berikut. (1) Perhatian, yaitu proses dimana observer/individu menaruh perhatian terhadap model. Dalam hal ini seseorang cenderung memperhatikan model yang menarik. (2) Representasi, yaitu proses yang merujuk pada upaya individu untuk memasukkan informasi tentang model dalam ingatan. Baik bentuk verbal maupun gambar dan imajinasi. (3) Peniruan tingkah laku model, yaitu tentang bagaimana individu dapat melakukan indentifiasi terhadap model sehingga dapat menuju tujuan belajar. (4) Motivasi, yaitu melakukan tingkah laku model sehingga dapat membuat individu belajar
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) menjadi efektif. Imitasi lebih kuat pada tingkah laku yang diberi penguatan daripada dihukum. Kelebihan dan kekurangan dari teknik modeling (symbolic model) menurut Jones (dalam Wardani, 2016:48) adalah sebagai berikut. Keunggulan model ini adalah dapat diproduksi, dipinjamkan, bahkan sangat memungkinkan diputar ulang dan dilihat berulang-ulang. Rekaman audio atau video sangat berguna untuk mendemonstrasikan keterampilan pikiran. Selain itu, observer juga dapat mengamati pesan-pesan tubuh dari rekaman tersebut. Kelemahan model ini adalah perlu didengarkan atau dilihat berulang-ulang. Selain itu, rekaman audio atau video tidak sespontan model langsung. Berbicara merupakan salah satu aspek dari kemampuan berbahasa. Berbicara bukan sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk mengekspresikan pikiran, ide, gagasan, maupun perasaan kepada orang lain. Bandura (dalam Monks, dkk. 2002:156) menerangkan bahwa perkembangan bahasa dari sudut pandangan teori belajar sosial anak. Beliau berpendapat bahwa anak belajar bahasa karena menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi yang dilakukan oleh anak tidak harus menerima reinforsement sebab belajar model dalam prinsipnya lepas dari reinforsement. Pendapat tersebut juga didukung oleh Owens (dalam Dhieni, 2007:3.1) yang mengungkapkan bahwa anak usia dini khususnya usia 4-5 tahun dapat mengembangkan kosa kata melalui pengulangan. Mereka sering mengulangi kosa kata yang baru dan unik walaupun belum memahami artinya. Mengembangkan kosa kata tersebut anak menggunakan fast mapping yaitu suatu proses dimana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Gardner (dalam Soefandi dan S. Ahmad, 2009:58) menjelaskan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan dalam mengolah kata atau menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya (Lia:2014). Kecerdasan ini menuntut anak untuk menyimpan berbagai informasi yang berarti berkaitan dengan proses berpikirnya. Menurut Salimah (2011:187), kemampuan berbicara adalah, “Suatu ketentuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mengucapkan bunyi atau kata-kata, mengekspresikan, menyampaikan
pikiran, gagasan serta perasaannya kepada orang lain secara lisan”. Kemampuan berbicara merupakan kemampuan yang sangat mendasar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan, dengan memiliki kosa kata yang banyak maka anak dapat berbicara lancar. Hal ini diperkuat oleh Tarigan (dalam Salimah, 2011:187) yang menyebutkan semakin terampil seseorang dalam berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Tarigan (dalam Salimah, 2011:187), menyatakan bahwa berbicara adalah, “Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”. Kemampuan berbicara berkaitan dengan kosa kata yang diperoleh anak dari kegiatan menyimak dan membaca. Ada dua tipe kemampuan berbicara anak menurut Dhieni (2007:3.6) sebagai berikut. (1) Egosentric Speech. Terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. (2) Socialized Speech. Terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya atau pun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat lima bentuk aspek socialized speech yaitu saling tukar informasi untuk tujuan bersama; penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain; perintah, permintaan, ancaman; pertanyaan; dan jawaban. Berdasarkan pemaparan masalah di atas, maka penelitian implementasi teknik modeling untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 dirasa penting untuk dilakukan. Oleh karena anak memiliki kecenderungan untuk mengimitasi apa yang mereka lihat, maka kemampuan anak pun meningkat sesuai dengan yang diajarkan.
METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Pada hakikatnya Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran. Dikatakan Dantes (2012), bahwa PTK merupakan, “Suatu penelitian yang dilakukan karena adanya kebutuhan pada saat itu, suatu situasi yang memerlukan penanganan langsung dari pihak yang bertanggungjawab
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) atas penanganan situasi tersebut (guru)”. Sedangkan Agung (2014), mengatakan bahwa PTK merupakan, “Suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang mana penyusunan tersebut berangkat dari masalah areal di kelas”. Menurut McTaggart (dalam Dantes, 2012), penelitian tindakan adalah, “Suatu pendekatan yang dilakukan sendiri oleh pelaksana, dalam hal ini guru, untuk memperbaiki pembelajaran dengan cara melakukan perubahan-perubahan dan mempelajari akibat-akibat dari perubahan itu”. Mengikuti ciri-ciri penelitian tindakan, PTK lebih diarahkan pada praktek pemecahan masalah yang terjadi dalam konteks pembelajaran, khususnya dalam konteks kelas, sebagai suatu unit pembelajaran. PTK lebih diarahkan pada penanganan masalahmasalah real dan situasional (kelas). Jadi dapat dikatakan tidak ada PTK jika tidak ada masalah yang dirasa perlu untuk ditangani. Penelitian tindakan kelas ini direncakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: rencana tindakan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun dan dari segi definisi harus mengarah pada tindakan, yaitu bahwa rencana itu haru memandang ke depan (Daryanto, 2012:40). Kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini adalah sebagai berikut. (a) menyusun persiapan mengajar atau rencana kegiatan harian yang akan di ajarkan, (b) menentukan metode pembelajaran, (c) menyiapkan media pembelajaran, (d) menyiapkan instrumen penilaian berupa lembar observasi. Tindakan yang dimaksud disini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana (Daryanto, 2012:42). Menurut Suyadi (2012:24), “hendaknya perlu diingat pada tahap ini yakni tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa”. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian yang telah dipersiapkan. Menurut Daryanto (2012:43), “Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait bersama prosesnya”. Dilangkah ini, peneliti harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkannya, dan alat atau instrumen pengumpulan data (Suyadi, 2012:24). Kegiatan yang dilakukan pada rancangan evaluasi ini adalah
mengamati kemampuan berbicara anak setelah diterapkannya teknik modeling. Refleksi menurut Suyadi (2012:24) adalah, “Kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan”. Jadi disini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan hasil observasi dan evaluasi serta mencari alternatif pemecahan terbaik untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan dua variabel yakni variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah, “Satu atau lebih dari variabel-variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung” (Agung, 2014:42). Variabel tergantung adalah, “Variabel yang keberadaannya atau munculnya bergantung pada variabel bebas” (Agung, 2014:43). Hal ini berarti variabel bebas cenderung akan memengaruhi variabel tergantung. Adapun variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik modeling (symbolic model) dengan varibel tergantung yaitu kemampuan berbicara pada anak. Subjek pada penelitian ini adalah anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 16 orang (4 orang anak perempuan dan 12 orang anak laki-laki). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Menurut Syaodih (2005:90), observasi adalah, “Suatu teknik yang dapat dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi atau data tentang perkembangan dan permasalahan anak”. Data yang terkumpul pada penelitian ini selanjutnya dilakukan analisis data. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif. Menurut Koyan (2012:4), statisti deskriptif adalah, “Statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk generalisasi/inferensi”. Penerapan metode analisis statistik deskripif, data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan ke dalam 1) tabel distribusi frekuensi, 2) menghitung rentangan, 3) menentukan banyak kelas interval, 4) menghitung banyak kelas interval, 5) menghitung modus (Mo), 6) menghitung median (Me), 7) menghitung ratarata (M), 8) menyajikan ke dalam grafik polygon.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara analisis/pengolahan data dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk kalimat/kata-kata, kategorikategori mengenai suatu objek (benda, gejala, variabel tertentu), sehingga akhirnya diperoleh kesimpuan umum (Agung, 2014:110). Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tinggi rendah data kemampuan berbicara pada anak melalui implementasi teknik modeling (symbolic) yang di tentukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Tingkat kemampuan berbicara yang diperoleh anak hasilnya dikonversikan dengan cara, membandingkan angka rata-rata persen dengan kriteria penilaian acuan patokan (PAP) skala 5 sebagai berikut. Kriteria keberhasilan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan dalam kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 TK Ganesa Singaraja. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika terjadi perubahan positif skor rata-rata dari siklus I ke siklus berikutnya dan jika dikonversikan pada pedoman PAP Skala lima tentang tingkat kemampuan berbicara berada pada rentang 80-89% dengan kriteria tinggi. Apabila terjadi peningkatan skor rata-rata dari siklus berikutnya dan mencapai kriteria tinggi maka dapat disimpulkan bahwa implementasi teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di Kelompok B1 TK Ganesa Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Tema yang digunakan pada saat penelitian ini berlangsung adalah binatang dan tanaman. Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus pada tanggal 9 Mei sampai 20 Mei 2016.
Siklus I dilaksanakan selama enam kali pertemuan, dimana lima kali untuk kegiatan dan satu siklus untuk evaluasi di akhir siklus dengan metode observasi. Begitu pula dengan siklus II terdiri dari enam kali pertemuan, lima kali untuk kegiatan pembelajaran dan satu kali untuk evaluasi akhir. Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas terlihat Mo, Me, M dimana Mo = Me > M (10,00 = 10,00 > 9,50), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan berbicara pada siklus I merupakan kurva juling positif. 6 5
10; 5
4 3
9; 3
2
8; 2
1
11; 2 12; 2
6; 17; 1
0
0; 0 0
5
10
M = 9,5
15
Mo = 10 Me = 10
Gambar
01.
Grafik Polygon Siklus I Kemampuan Berbicara Anak
Berdasarkan gambar tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kebanyakan data kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 TK Ganesa Singaraja cenderung rendah pada siklus I.
Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Tingkatan Kemampuan Berbicara pada Anak No
Persentase Kemampuan Berbicara
Kriteria Kemampuan Berbicara
1 2 3 4 5
90 −100 80 − 89 65 − 74 55 − 64 0 − 54
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah (Agung, 2014:118) Hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan tindakan kelas siklus I terdapat
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) beberapa masalah yang menyebabkan kemampuan berbicara anak dengan menggunakan teknik modeling berada pada kategori rendah. Dari nilai M% = 63,33%, jika dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat pengusaan 55 − 64 yang berarti bahwa tingkat kemampuan berbicara anak pada siklus I berada pada kriteria rendah. hasil pengamatan dan temuan di lapangan terkait pelaksanaan siklus I, terdapat beberapa masalah yang menyebabkan hasil kemampuan berbicara anak berada pada kriteria rendah. Hal ini dirasa perlu untuk ditingkatkan pada siklus II. Adapun kendalakendala yang dihadapi peneliti saat penerapan siklus I adalah sebagai berikut. (1) Anak masih bingung dengan pembelajaran yang diterapkan karena media belum pernah digunakan sebelumnya, sehingga anak memerlukan penyesuaian diri terhadap kegiatan pembelajaran. (2) Partisipasi anak dalam pembelajaran dengan teknik modeling belum maksimal karena teknik ini baru pertama kalinya diterapkan di sekolah. Hal ini dapat dilihat dari anak-anak menolak untuk maju ke depan untuk bercerita langsung apa yang telah ditonton bersama sehingga anak membutuhkan bimbingan dalam pembelajaran tersebut. (3) Beberapa anak terlihat asyik dengan kegiatannya sendiri karena video yang diberikan terlalu lama sehingga kegiatan pembelajaran kurang kondusif. Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala di atas adalah sebagai berikut. (1) Mensosialisasikan kembali media yang digunakan dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada anak, memberikan contoh secara langsung. Hal ini bertujuan agar anak tidak bingung dan rasa ingin tahu anak semakin tinggi. Sehingga anak mampu berbicara dengan baik dan dapat menggunakan bahasanya sendiri. (2) Peneliti memancing anak dengan memberikan hadiah/penghargaan berupa tepuk tangan dan bintang kepada anak yang tergolong mampu, sehingga anak terdorong untuk mau mencoba dan tidak merasa takut dalam bercerita sesuai dengan apa yang telah ia lihat sebelumnya. (3) Memilih video yang durasinya lebih singkat sehingga anak tetap fokus dalam menyaksikan video yang diputarkan. Hasil observasi yang dilaksanakan pada siklus II maka diperoleh data hasil penelitian kemampuan berbicara sebagai berikut. Dimana Mo = Me > M (10,00 = 10,00 > 12,38), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan berbicara pada siklus II merupakan kurva juling negatif. Dimana nilai M% = 82,53%, jika dikonversikan kedalam
PAP skala lima berada pada tingkat pengusaan 80 − 89 yang berarti bahwa tingkat kemampuan berbicara anak pada observasi awal berada pada kriteria tinggi. Adanya proses perbaikan pada kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan tindakan siklus I maka pelaksanaan di siklus II telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Hal diperlihatkan melalui peningkatan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di Ganesa. Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. (1) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran kemampuan berbicara anak sudah meningkat yang awalnya rendah menjadi tinggi. (2) Anak yang awalnya kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran menjadi aktif bertanya. (3) Antusias anak dalam mengikuti kegiatan sangat baik, terbukti dengan perolehan nilai yang didapat oleh anak.
M= 12,38
Mo = 10 Me = 10
Gambar
02.
Grafik Polygon Siklus II Kemampuan Berbicara Anak
Secara umum implementasi teknik modeling untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata persentase (M%) kemampuan berbicara dari siklus I ke siklus II, sehingga penelitian ini sudah cukup sampai siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Terjadinya peningkatan kemampuan berbicara pada anak dalam penelitian tindakan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) kelas ini berkaitan dengan teori Bandura (dalam Corey, 2005:222), yang mengatakan bahwa modeling merupakan, “sebuah teknik belajar yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku model secara langsung maupun tidak langsung”. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa pengamatan yang dilakukan anak terhadap model dalam video dapat memberikan masukan positif kepada anak. Melalui video tersebut, anak dapat menirukan kata-kata yang diucapkan oleh tokoh-tokoh, memaknai isi cerita tersebut, dan mengulang cerita yang telah diputarkan. Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh rasa tertarik anak pada teknik modeling yang diterapkan guru. Oleh karena itu, kemampuan berbicara anak dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Anak dapat menirukan model/tokoh-tokoh yang ada didalam cerita berdasarkan karakternya sehingga anak tahu mana tokoh yang patut ditiru dan mana tokoh yang tidak patut untuk ditiru. Keberhasilan dalam penelitian ini sesuai dengan landasan teori menurut para ahli yang mendukung penelitian ini. Menurut Komalasari, dkk (2011:176), mengatakan bahwa modeling merupakan, “Belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif”. Hal ini berkaitan dengan cara belajar anak yang harus konkret dan masih mengimitasi apa yang dilihat. Konkret yang dimaksudkan disini adalah anak dapat melihat langsung bagaimana jalan cerita tersebut melalui video. Video tersebut membawa imajimasi anak sehingga ia dapat menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain dengan menggunakan bahasanya sendiri dan dapat dipahami oleh orang lain. Hasil kemajuan peningkatan kemampuan berbicara pada anak dapat diperoleh selama pelaksanaan siklus II yakni anak yang awalnya kemampuan kemampuan berbicaranya masih kurang dalam proses pembelajaran menjadi baik karena kegiatan yang dilakukan tergolong baru, sehingga anak menjadi tertarik dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Didukung dengan pernyataan Purwanta (2005:153), yang mengatakan bahwa modeling merupakan, “Proses belajar melalui pengamatan, di mana perilaku seseorang atau beberapa orang teladan, berperan sebagai perangsang terhadap pikiran, sikap, atau perilaku subjek pengamat tindakan untuk ditiru atau diteladani”. Setelah anak mengimitasi apa yang mereka lihat, selanjutnya mereka
merekamnya dan mengeluarkan isi pikiran mereka sesuai yang mereka ingat sebelumnya. Keunggulan model ini adalah dapat diproduksi, dipinjamkan, bahkan sangat memungkinkan diputar ulang dan dilihat berulang-ulang. Hal ini sangat memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan anak karena yang mereka lihat secara berulang-ulang akan terus diingat. Pendapat tersebut juga didukung oleh Owens (dalam Dhieni, 2007:3.1) yang mengungkapkan bahwa anak usia dini dapat mengembangkan kosa kata melalui pengulangan. Mereka sering mengulangi kosa kata yang baru dan unik walaupun belum memahami artinya. Mengembangkan kosa kata tersebut anak menggunakan fast mapping yaitu suatu proses dimana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Proses ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan tindakan di dalam kelas saat anak menjawab pertanyaan apa, mengapa, dimana, berapa, bagaimana; bercerita tentang gambar yang disediakan atau yang dibuat sendiri dengan urut dan bahasa yang jelas; mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara urut; melanjutkan cerita/dongeng yang telah didengar sebelumnya; serta menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan dengan yang diungkapkan Selain itu, penggunakan teknik modeling merupakan bagian dari tahap eksternal dalam mengembangkan kemampuan berbicara pada anak menurut Vygotsky (dalam Dhieni, 2007:3.8). Tahap eksternal ini terjadi ketika sumber berpikir berasal dari luar diri anak. Sumber berpikir ini sebagian berasal dari orang dewasa yang memberikan pengarahan, informasi, dan melakukan tanya jawab dengan anak. Dalam hal ini informasi yang diperoleh anak adalah berasal dari video yang ditonton. Teknik modeling juga sangat mendukung pengembangan karakteristik kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun menurut Dyer (2009:128-132) yakni menjelaskan tentang berbagai hal disekitarnya, membuat kalimat kompleks, menyuarakan ide-idenya dan masalah-masalah, serta menceritakan kisah dari beberapa bagian. Implementasi teknik modeling dapat memberikan pengaruh besar terhadap kemampuan berbicara pada anak karena mendukung anak untuk mengembangkan isi pikirannya melalui ceritacerita yang telah ditonton sebelumnya.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut implementasi teknik modeling
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B1 di TK Ganesha Singaraja Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dilihat rata-rata kemampuan berbicara pada siklus I sebesar 63,33% dengan kategori rendah dan mengalami peningkatan mencapai 82,53% dengan kategori tinggi pada siklus II. Dengan demikian terjadi peningkatan kemampuan berbicara pada anak melalui implementasi teknik modeling sebesar 19,20%. Jadi berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, maka pelaksanaan tindakan ini secara keseluruhan dapat dikatakan berhasil karena adanya peningkatan dari siklus I pada katagori rendah menjadi tinggi pada siklus II. Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. (1) Kepada Kepala Sekolah, disarankan agar mampu memberikan suatu informasi mengenai teknik, model, dan media pembelajaran yang nantinya dapat digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai dengan harapan. (2) Kepada guru, melalui penelitian ini diharapkan para guru memperoleh refrensi baru dalam hal proses pembelajaran kemampuan berbicara, sehingga dapat mendukung anak untuk terlibat secara aktif. (3) Kepada anak, disarankan untuk dapat termotivasi dalam meningkatkan kemampuan berbicaranya melalui implementasi teknik modeling. (4) Kepada peneliti lain, penelitian tindakan kelas (PTK) ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan informasi untuk mengembangkan penelitian sejenis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di Taman Kanak-kanak khususnya dalam kemampuan berbicara. DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya Media Publishing. Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama. Dantes, Nyoman. 2012. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Dhieni,
Nurbiana. 2007. Pengembangan Bahasa. Universitas Terbuka.
Metode Jakarta:
Dyer, Laura. 2004. Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Gunarsa, Singgih D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Komalasari, Gantina dkk. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks. Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Lia, Desilia. 2012. “Multiple Intelligence”. Tersedia pada https://prezi.com/mn 84enz904y0/multiple-intelligence/. (diakses tanggal 20 September 2015) Monks, F.J dkk. 2002. Psikologi Perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga. Purwanta, Edi. 2005. Modifikasi Perilaku. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Salimah. 2011. “Dampak Penerapan Bermain dengan Media Gambar Seri dalam Mengembangkan Keterampilan Berbicara dan Penguasaan Kosa Kata Anak Usia Dini”. ISSN 1412-565X, Volume 1, Edisi Khusus (hlm. 187-196). Soefandi, Indra. Dan S. Ahmad Pramudya. 2009. Strategi Mengembangkan Potensi Kecerdasan Anak. Jakarta: Bee Media Indonesia. Syaodih, Ernawulan. 2005. Bimbingan di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Wardani, I Gusti Ayu Agung Kusuma. 2016. “Pengaruh Model Konseling Kognitif Behavioral Tenik Modeling dan Teknik Self-Instruction Self-Esteem ditinjau dari
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Jenis Kelamin pada Siswa SMA Negeri 3 Amlapura”. Tesis (tidak diterbitkan). Program Studi Bimbingan Konseling, Program Pascasarjana UNDIKSHA.