BAGIAN KE-17
Implementasi Reproduksi dan Embriologi dalam Kehidupan Seharihari
Sesudah mempelajari materi ke-17 ini mahasiswa diharapkan dapat : Mengenal bentuk-bentuk penerapan teknologi di bidang Reproduksi dan Embriologi dalam kehidupan sehari-hari.
172 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
17.1. Pemetaan DNA Sesuai dengan tingkat strukturnya, individu organisme tersusun atas organ-organ yang terpadu dalam satu sistem kehidupan. Organ tersusun oleh beberapa jenis jaringan yang dapat berfungsi secara khusus, sementara jaringan sendiri dibentuk dari ribuan bahkan jutaan sel. Sel merupakan
struktur terkecil yang melakukan aktivitas
kehidupan. Apabila sel-sel
diuraikan lagi menjadi organel-organel, molekul-molekul dan
sebagainya, maka kita akan melihat bahwa bagian-bagian tersebut dibentuk dari biomolekul utama yaitu karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Senyawa-senyawa penyusun biomelekul ini terutama adalah Oksigen, Karbon, Nitrogen, garam-garam organik dan ion-ion logam. Semua unsur tersebut dapat dijumpai di sembarang lokasi di sekitar kita. Ciri utama yang membedakan antara zat hidup dengan yang mati adalah adanya kemampuan pada zat hidup untuk melakukan replikasi diri untuk menghasilkan zat yang struktur dan fungsinya identik. Kemampuan ini dibawa oleh makromolekul DNA dan RNA yang disebut juga sebagai faktor genetik. DNA merupakan molekul polinukleotida yang berbentuk double helix tersusun dari dua
rantai
yang
gula Deoksiribosa sebagai struktur utama dan ikatan
Hidrogen dari pasangan Adenin, Guanin dan Sitosin yang menghubungkan dua rantai tersebut. Fungsi utama DNA adalah mensintesis ensim-ensim yang mengatur lalulintas reaksi biokemik makhluk hidup dan mengatur replikasi unsur-unsur keturunan (untuk berkembang biak). Informasi genetik DNA terkecil terdiri dari urutan basa Nitrogen dan tiga urutan basa A-G-S di atas yang memberikan informasi satu jenis asam amino yang akan disintesis. Satu jenis ensim yang diperlukan di dalam aktivitas reaksi biokimia tubuh disusun oleh
beribu-ribu
jenis asam
amino tergantung kompleksitas
reaksi
yang
diperlukan. Satu rangkaian informasi DNA yang mampu membentuk satu jenis ensim inilah yang disebut sebagai gen. Padahal kita mengetahui
dalam satu sistem
kehidupan diperlukan berjuta-juta
jenis ensim. Untuk itu dapat dibayangkan betapa kompleks susunan DNA yang 173 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
dikandung oleh kromosom-kromosom sel-sel makhluk hidup, yang nota bene segala informasi perkembangan makhluk hidup sejak
fertilisasi hingga datang ajalnya ada di
dalamnya. Langkah untuk mengetahui informasi genetik setiap makhluk hidup adalah dengan melakukan pemetaan gen DNA-nya. Peta gen ini berisi komposisi kandungan basa nitrogen dan urutannya yang terdapat di dalam rantai DNA tersebut. Pemetaan ini dilakukan dengan alat DNA sequencer dan
memerlukan kesabaran serta ketelitian
yang sangat tinggi. Contoh pemetaan gen yang telah berhasil dilakukan adalah terhadap bacteria E coli. Organisme sesederhana E coli yang memiliki beberapa
pasang
kromosom inipun memiliki peta gen yang sangat kompleks, apalagi pada manusia yang memiliki 23 pasang kromoson. Di Jepang telah berhasil dipetakan gen kloroplas (butir warna hijau daun) pada padi (Oryza sativa), yang urutan basanya apabila ditulis pada kertas ukuran kuarto dapat menghabiskan sebanyak 30 lembar. Hingga saat ini memang baru dicoba untuk memetakan gen pada manusia sebagai upaya untuk mengorek informasi berbagai penyakit keturunan yang secara teoritis dapat ditiadakan dengan teknik rekayasa genetika. Pada saat bersamaan dikembangkan pula teknik
sintesis
DNA secara
buatan dengan menggunakan alat
Automated DNA
Synthetizer. Dengan alat ini dapat dibuat oligonukleotida yang terdiri dari 1200 basa Nitrogen dalam waktu 2 minggu. Oligonukleotida ini merupakan tiruan dari gen yang mengkode hormon peptida. Apabila kemudian oligonukleotida ini di-clone-kan ke dalam bakteri maka
ternyata
E
coli,
mampu mengekspresikan suatu polipeptida (protein) yang terdiri dari
200 unit asam amino. Sebuah pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah apabila kita telah berhasil memetakan seluruh gen yang dimiliki makhluk hidup maka kita akan mampu membuat tiruan makhluk hidup tersebut secara manipulatif ?
17.2. Antibody pada Sperma dan Masalah Infertilitas Pria Antibodi yang berupa antisperma yang merupakan modifikasi antibodi terhadap antigen asing yang terdapat pada plasma semen akan menyebabkan spermatozoa tidak dapat bergerak bebas, menggumpal dan teracuni. Hal ini akan berakibat lanjut pada infertilitas spermatozoa. Antibodi ini
dapat terjadi antara lain oleh adanya infeksi
pada testis atau organ reproduksi pria yang lain. 174 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Gambar 17.1. Sekresi Antisperma pada Vagina
Upaya untuk mengatasi infertilitas akibat dari dijumpainya antibodi antisperma ini adalah dengan kemudian
melakukan swim up spermatozoa motil di dalam tabung reaksi,
spermatozoa yang berhasil
mencapai permukaan tabung diambil untuk
kemudian dilakukan fertilisasi in vitro (FIV) atau inseminasi buatan. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa apabila spermatozoa mampu bergerak hingga ke permukaan medium pada tabung reaksi, maka diduga kuat dia akan mampu membuahi ovum. Dengan kata lain dia memiliki motilitas yang tinggi untuk melakukan fertilisasi.
17.3. Vaksin Kontrasepsi Sel telur mamalia
terbungkus oleh dua
lapis,
masing-masing terdiri
dari 175
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
glikoprotein,
lapisan
pertama disebut Zonna pellucida dan kedua adalah membran
plasma. Glikoprotein pada ZP terdiri dari tiga jenis, ZP1 (200 kd), ZP2 (120 kd) dan ZP3 (83 kd). ZP3 merupakan komponen utama yang menjadi tempat senyawa (bersatunya
inti) spermatozoon
terjadinya
dengan ovum, baru kemudian bersenyawa
dengan ZP2 dan ZP1.
Gambar 17.2. Mekanisme Kerja Vaksin Kontrasepsi.
Kunci utama peranan besar ZP3 dalam proses fertilisasi adalah pada gugus N dari asam amino Asparagin, Serin dan Threonin yang bersenyawa dengan gugus N-O dari karbohidrat
(9,3
kd).
Apabila
keberadaan karbohidrat ini ditiadakan, maka 176
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
fertilisasi tidak dapat terjadi. Penggunaan vaksin rancangan antibodi monoklonal ZP3 dan ZP2 dapat merupakan metode
kontrasepsi
yang ditujukan terhadap
yang
mencegah
sintesis
karbohidrat ZP3. Hal ini akan berakibat pertemuan inti spermatozoon dengan ovum akan terhambat, sehingga proses fertilisasi terganggu. Pada prinsipnya pemberian vaksin ini akan mencegah invasi spermatozoon ke dalam inti ovum.
17.4. Fertilisasi In Vitro (FIV) Fertilisasi in vitro merupakan metode untuk mengatasi adanya berbagai bentuk infertilitas pada wanita yang disebabkan tersumbatnya tuba fallopii (saluran telur dari ovarium ke uterus). Dalam keadaan demikian ini wanita tersebut tetap mengalami siklus
menstruasi yang normal, sehingga
seluruh proses perkembangan organ-organ
reproduksi tetap berjalan normal. Prosedur fertilisasi in vitro termasuk sederhana dan bersifat langsung. ini
akan
Prosedur
melibatkan pembedahan lokal pada ovarium untuk mengambil ovum yang
telah masak dan belum diovulasikan, kemudian disimpan pada tempat yang telah dipersiapkan
prakondisinya
(antara
lain disediakan
larutan garam fisiologis
dan
ditambahkan faktor-faktor pertumbuhan). Pada akhirnya dapat dilakukan fertilisasi dengan jalan diekspose secara terbuka dengan sperma suami di dalam cawan petri. Langkah selanjutnya adalah inkubasi ovum (zigot) pada kondisi yang sesuai hingga akhirnya dicapai tahap perkembangan yang memungkinkan untuk diimplantasikan ke dalam uterus isteri.
17.5. Embryo Transfer (TE) Selangkah berikutnya setelah fertilisasi in vitro adalah transfer dalam
uterus
perkembangan
embrio
ke
isteri. Prakondisi dipersiapkan sedemikian rupa, seperti sinkronisasi endometrium,
agar lingkungan
internal yang
(blastocyst) sesuai dengan keadaan alaminya. Baru kemudian
diperlukan
dilakukan
embrio
penanaman
embrio (biasanya lebih dari satu buah) ke dalam uterus. Untuk mendapatkan kepastian yang tinggi terhadap
siklus perkembangan
ovarium dan uterus dilakukan injeksi gonadotropin intra venous terhadap isteri. Dengan cara ini akan didapatkan jadwal yang tepat bagi langkah-langkah pelaksanaan metode ini. 177 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
17.6. Obat Penyubur (Fertility Drugs) Untuk mengatasi infertilitas, banyak pula digunakan berbagai jenis yang mengandung ekstrak gonadotropin
maupun
hasil
sintesis
obat-obatan
di laboratorium.
Akibat samping dari penggunaan yang over dosis meliputi terjadinya ovulasi lebih dari satu ovum dalam sekali siklus menstruasi. Apabila fertilisasi dapat berjalan normal akan dapat terjadi kelahiran kembar, baik identik maupun
tidak identik dan jumlahnya dapat lebih dari 2 fetus. Kasus-kasus
kembar banyak adalah akibat samping penggunaan obat ini. Dalam berbagai kasus keberhasilan fertilisasi in vitro, biasanya dihasilkan zygot lebih dari satu. Zygot-zygot ini kemudian ditanam (implantasi) ke endometrium rahim ibu. menyebabkan
dalam jaringan
Tingkat keberhasilan implantasi ini pula yang biasanya akan
dihasilkannya
fetus
yang jumlahnya lebih dari satu, bahkan kasus
terakhir dapat dihasilkan 8 fetus dari satu rahim. Bayi yang lahir kemudian menjadi kembar 8. Penanganan selama fertilisasi in vitro, biasanya tidak
lepas dari
berbagai
permasalahan. Ketidak-berhati-hatian atau kecerobohan di dalam menangani prosedur teknis, sering berakibat pada timbulnya permasalahan etis. Seperti misalnya kembar dari satu rahim hasil IFV ini
terdapat
yang mempunyai ciri fenotip yang sangat
berlainan, misalnya yang satu kulit putih, sedangkan yang lainnya kulit hitam. (Coba diskusikan kenapa dapat terjadi demikian ?).
17.7. Penggunaan Jamu Tradisional Kontraseptif pada Wanita Pada
prinsipnya
obat-obatan
tradisional
yang
digunakan
dengan
tujuan
kontraseptif pada wanita berfungsi menciptakan lingkungan internal di dalam uterus (rahim) yang tidak convortable (tidak nyaman atau tidak
memenuhi syarat) bagi
perkembangan embrio yang dihasilkan dari proses hubungan sexual dan fertilisasi. Obat atau jamu-jamuan
ini
sebagian besar
akan
menyebabkan inflamasi
(peradangan) pada lapisan endometrium, sehingga banyak sekali didistribusikan leucocyt ke bagian ini. Berhubung leucocyt akan menyerang benda-benda atau protein (antigen) asing, maka embrio akan mengalami serangan hebat. Hal ini berakibat implantasi akan gagal dan akhirnya tidak terjadi kehamilan. 178 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
17.8. Penentuan Masa Subur Masa subur merupakan rentang masa dalam satu siklus menstruasi wanita yang memberi peluang terbesar terjadinya fertilisasi (kehamilan) apabila pada saat tersebut terjadi coitus (hubungan sexual) dengan suaminya. Prinsipnya, ovulasi ovum terjadi 14 hari menjelang siklus menstruasi berikutnya, tanpa memandang panjang-pendeknya siklus tersebut. Sementara itu daya tahan spermatozoon di dalam saluran reproduksi wanita ± 2 hari dan ovum dapat dibuahi hanya pada saat setelah ovulasi hingga 24 jam kemudian. Dengan mencatat secara teratur siklus menstruasi yang dialami seorang wanita, maka tingkat keberhasilan menentukan masa subur semakin tinggi. Metode kontrasepsi dengan sistem kalender atau pun upaya mempertinggi kemungkinan terjadinya kehamilan (bagi pasangan yang segera menginginkan keturunan), dapat merujuk dari hasil penentuan masa subur ini. Masa subur dapat diperkirakan dengan rumus :
[(Siklus terpendek - 17) s/d (Siklus terpanjang - 11)].
Misal : A mempunyai siklus menstruasi terpanjang 30 hari, sementara yang terpendek adalah 25 hari. Maka masa suburnya dapat terjadi pada rentang hari ke : (25 - 17) s/d (30 - 11) atau mulai hari ke 8 s/d hari ke 19 untuk setiap siklus menstruasinya. Satu Siklus Ovulasi
M1
8
Masa Subur
19
M2
Dengan kontrasepsi sistem kalender, maka suami A harus menahan diri tidak melakukan hubungan seksual mulai hari ke 8 s/d 19 setiap siklus menstruasi isterinya atau menggunakan alat kontrasepsi kondom ketika keinginan itu tidak dapat ditahan. Sebaliknya bila A ingin segera mempunyai keturunan (anak), maka pada saat tersebut justru harus ambil inisiatif dan mendorong suaminya agar "lebih giat menjalankan tugasnya". Daftar Bacaan Lewis, Ricki. 1998. Life. Third Edition. WCB Mc-Graw Hill. Boston. Gilbert, S. F. (1991). Developmental Biology. 4-th. Edition. Sinauer Association Inc., Massachusetts. 179 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009