Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
Implementasi Pengenalan Konsep Fisika dan Eksperimennya dalam Kompetisi Sains untuk Memastikan Identifikasi Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa Sparisoma Viridi*, Muhammad Miftaful Munir, dan Warya Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia
[email protected] Abstrak Sekilas konsep cahaya dalam bidang fisika yang diajarkan pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) disajikan dalam tulisan ini. Suatu kasus riil untuk menentukan konsentrasi zat terlarut dalam fluida dengan memanfaatkan prinsip optik digunakan sebagai contoh penerapan, dengan mengangkat permasalahan doping dalam olahraga sebagai cerita pendukungnya. Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI) diharapkan dapat memahami rangkaian teori, implementasi, dan cerita pendukung dari konsep optik dan interaksi optik dengan fluida dalam kegiatan yang dilaporkan dalam tulisan ini. Teramati adanya aspek kreativitas dan komitmen pada para peserta yang teramati secara kualitatif. Kata kunci: cahaya, optik, cermin, lensa, pembelajaran fisika.
terintegrasi dengan program pengembangan bakat, dari anak-anak yang teridentifikasi sebagai anakanak CIBI, dalam bidang bakat mereka [13], sehingga mereka sempat berinteraksi dengan sesama anak-anak CIBI dalam usia yang cukup dini [14]. Hal ini akan menjadi lebih kondusif apabila prosedur identifikasi anak-anak CIBI dan pengembangan bakat mereka telah memiliki panduan secara nasional sebagaimana telah terdapat di berbagai negara, seperti Finlandia [15], Jerman [16], Selandia Baru [17], dan Malaysia [18].
Pendahuluan Anak-anak dengan kecerdasan dan keberbakatan istimewa, yang lebih dikenal dengan istilah Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI), adalah siswasiswa yang secara umum kebutuhannya belum terpenuhi oleh kurikulum inti [1]. Sekitar 50 tahun yang lalu pelatihan guru-guru untuk menangani anak-anak CIBI masih menjadi masalah yang belum terpecahkan, bahkan saat itu belum ada riset mengenai hal ini [2]. Terdapat pula suatu masa di mana program-program yang ada untuk anak-anak CIBI tak lain secara esensi merupakan kumpulan aktivitas melakukan permainan atau membuat karya karena dianggap kegiatan-kegiatan tersebut bersifat "menantang" dan "benar-benar dinikmati" oleh mereka [3]. Kurang dari 30 tahun yang lalu terdapat perubahan berarti dalam penangangan anak-anak CIBI, yaitu dari pandangan akan kecerdasan yang semula hanya mempertimbangkan aspek kognitif menjadi beraspek multidimensional [4]. Dengan orang tua dan guru sebagai faktor kritis dalam proses mengenal dan mengidentifikasi anak-anak CIBI [5], dapat dilakukan eksplorasi untuk membedakan dan memisahkan anak-anak CIBI melalui observasi berbagai aspek kecerdasan, misalnya dengan berbantuan puisi [6], matematika [7], sains [8], seni visual melalui menggambar [9], dan tes pemikiran divergen [10]. Selain itu, keberbakatan juga dilihat dari kemampuan umum di atas rata-rata, komitmen dalam melaksanakan tugas, dan kreativitas [11]. Pemahaman akan tipe-tipe keberbakatan, seperti tipe sukses, tipe berbakat majemuk, tipe tersembunyi, tipe gagal, tipe pelabelan-ganda, dan tipe pembelajar mandiri, perlu juga dipahami agar tidak gagal dalam mengidentifikasi anak-anak CIBI tersebut [12]. Selanjutnya, intrumen identifikasi diharapkan dapat
Kompetisi sains antara anak-anak CIBI dapat digunakan untuk memastikan apakah terdapat aspek komitmen dan kreativitas, serta tipe pembelajar mandiri dapat juga dikonfirmasi eksistensinya. Untuk bidang fisika [19], terintegrasi dengan bidang matematika dan suatu klub sains dalam kegiatan bernama Science Camp, telah berlangsung suatu kompetisi sains secara nasional untuk anak-anak CIBI di Indonesia. Pada kompetisi kali ini yang bersifat regional Jawa Barat dipilih topik terkait dengan olah raga. Terdapat dua kegiatan dalam bidang fisika, yaitu ceramah dan eksperimen, yang akan dibahas berikut ini.
Ceramah “Menentukan Konsentrasi Zat dalam Cairan Secara Optik: Alternatif Deteksi Segera Doping dalam Olahraga” adalah topik ceramah yang disajikan dalam kegiatan Science Camp bidang fisika. Hal-hal yang dibahas dalam topik ceramah tersebut meliputi doping dalam olahraga, cara mendeteksi doping, interaksi cahaya dengan fluida, dan pemanfaatannya untuk mendeteksi konsentrasi suatu zat terlarut dalam fluida.
2-1
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
atlit-atlit lain yang telah bekerja keras dengan berlatih untuk persiapan pertandingan menjadi tidak memiliki kesempatan untuk menang karena ada atlit yang menggunakan doping.
Doping dalam olahraga Saat ini doping merupakan suatu problem global dalam pertandingan-pertandingan olahraga tingkat internasional yang dalam waktu 50 tahun terakhir ini telah dicoba untuk dihentikan penyebarannya oleh federasi-federasi olahraga internasional, akan tetapi hanya sedikit membuahkan hasil [20]. Pelarangan penggunaan suatu jenis doping dan cara mendeteksinya dapat mencegah penggunaannya, akan tetapi pada saat bersamaan akan menciptakan tuntutan untuk menciptakan jenis doping baru [21]. Peraturan anti-doping dipersiapkan antara tahun 1967 sampai 2003 melalui IOC (International Olympic Committee) dan kemudian dilanjutkan oleh organisasi internasional berbagai jenis olahraga, yang kemudian merupakan tugas dari WADA (World Anti-Doping Agency) sejak tahun 2004 dengan bertempat di Montreal, Kanada [22].
Cara mendeteksi doping Pendeteksian doping dapat dilakukan melalui berbagai cara, dari hanya dengan mendeteksi senyawa kimia yang terdapat dalam urine, keringat, darah, rambut, sampai yang canggih dengan menggunakan berbagai ukuran nano-partikel dan memanfaatkan peristiwa resonansi plasmon yang kemudian diamati dengan surface enhanced Raman spectroscopy (SERS) [26] ataupun dengan memahami terlebih dahulu faktor demografi yang mempengaruhi sistem GH dalam tubuh sehingga pendeteksian doping GH tidak salah [27]. Cara pendeteksian dengan menggunakan tes urin, keringat, dan rambut umumnya berlangsung sekitar 24 jam untuk hasil negatif, sedangkan untuk hasil positif perlu dilakukan tes-tes pendukung lain yang akan memakan waktu beberapa hari sampai satu minggu. Metode yang digunakan umumnya adalah reaksi kimia. Dengan demikian kendala yang utama adalah waktu untuk mendapatkan hasil yang dapat memastikan akan terdapat zat tertentu dalam darah yang mengindikasikan adanya pemakaian doping atau obat-obatan yang tidak diperkenankan dalam pertandingan olahraga.
Atlit-atlit dalam berbagai jenis olahraga tersandung doping. Ben Johnson, seorang pelari, memecahkan rekor 100 m dalam Kejuaran Dunia Atletik tahun 1987 dan Olimpiade Musim Panas tahun 1998. Ia kemudian terbukti menggunakan doping berjenis stanozolol, sehingga kedua rekor yang dicapainya tersebut dibatalkan. Alberto Contador memenangkan Tour de France tahun 2007, Giro d’Italia tahun 2008, dan Vuelta a Espana (2009). Ia kemudian dilarang bertanding dalam Tour de France tahun 2010 dan Giro d’Italia tahun 2011 karena terbukti menggunakan doping berjenis clenbuterol. Contohcontoh lain dapat dilihat dalam halaman kasus-kasus doping [23], yang bahkan dalam tahun 2014 ini masih terdapat kasus-kasus, misalnya pada Lee Chong Wei dari Malaysia [24].
Adakah cara yang lebih cepat? Cara yang lebih cepat harus menggunakan hukum alam yang bekerja lebih cepat dari reaksi kimia yang umumnya digunakan untuk mendeteksi doping. Salah satu kandidatnya adalah cahaya. Cahaya merambat dengan laju c c = 2.99792458 × 108 m/s,
(1)
yang akan segera terbayangkan dalam sebagaimana cepatnya informasi merambat dalam serat optik ketimbang kabel tembaga, seperti akses internet. Reaksi cahaya dengan bahan berlangsung cepat, sehingga hasilnya dapat segera diperoleh. Interaksi cahaya dengan medium dan fluida Terdapat berbagai peristiwa interaksi cahaya, dalam hal ini berkas laser, dengan medium dan fluida, seperti pembiasan dan pemantulan internal total. Gambar 1. Ilustrasi atlet yang menggunakan doping [25].
Perlu juga dibahas mengapa doping tidak baik. Penggunaan doping dalam olahraga secara esensi bertentangan dengan semangat sebenarnya dari olahraga. Suatu pertandingan olahraga sebenarnya adalah perjuangan antara dua atau lebih peserta atau kelompok peserta secara jujur dengan menggunakan aturan yang sama untuk menentukan perbedaan keahlian dalam berolahraga. Apakah Anda ingin bertanding dengan atlit seperti diilustrasikan dalam Gambar 1? Sudah tentu tidak ingin, bukan. Dalam ilustrasi tersebut akan dapat dibayangkan bahwa
Gambar 2. Pembiasan berkas laser dari udara ke air [28].
2-2
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
Dalam pembiasan berkas laser yang berasal dari dari udara menuju air bila sudut datang adalah θi dan sudut bias θr adalah maka berlaku hubungan
ni sin θ i = n r sin θ r ,
Peristiwa pembiasan dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dan kemudian kembali ke medium kurang rapat diberikan dengan sistem optik yang disebut pelat sejajar yang diberikan dalam Gambar 5.
(2)
yang dikenal sebagai hukum pembiasan Snell dengan ni adalah indeks bias medium sinar datang (udara dalam hal ini) dan nr adalah medium sinar bias (air dalam hal ini). Fungsi sin dalam Persamaan (2) memiliki nilai terbesar satu. Apabila cahaya datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat tidak terdapat pembatasan besar sudut datang ataupun sudut bias selama Persamaan (2) terpenuhi. Akan tetapi hal ini berbeda apabila cahaya datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang lebih renggang. Pada kasus terakhir ini bila sudut datang pada medium yang lebih rapat sudah cukup besar, maka dapat membuat nilai sin θr yang lebih besar dari satu menurut Persamaan (1), untuk itu sudut bias akan sama dengan π/2 dan hampir seluruh berkas dipantulkan pada batas medium dan tetap berada dalam medium yang lebih rapat. Peristiwa ini dikenal sebagai pemantulan total internal. Syarat terjadinya peristiwa ini adalah
ni sin θ i = n r .
Gambar 5. Pelat sejajar untuk medium gelas dan air [31].
Pergeseran berkas sinar dari lintasan awalnya adalah sebesar Ls, yang apbila dikaitkan dengan tebal pelat sejajar d, dan sudut datang θi, dan sudut bias θr, diberikan oleh
Ls = d
sin (θ i − θ r ) . cos θ r
(4)
Aplikasi dari pembiasan dapat pula dilihat pada prisma siku dan prisma setengah lingkaran yang diberikan dalam Gambar 6.
(3)
Ilustrasi mengena peristiwa ini diberikan dalam Gambar 3.
Gambar 6. Prisma siku (kiri) [32] dan setengah lingkaran (kanan) [33].
Gambar 3. Pemantulan internal total di medium air [29].
Peristiwa ini dimanfaatkan untuk merambatkan cahaya dalam serat optik, yang ilustrasinya dapat diberikan dengan aliran air, di mana terdapat berkas laser yang dipandu di dalamnya (berfungsi sebagai pandu gelombang EM, berkas laser) sebagaimana diberikan dalam Gambar 4.
Dapatkah Anda membedakan sifat pembiasan kedua prisma tersebut? Prisma siku memiliki kerumitan dalam penentuan daerah di bagian alasnya di mana berkas laser akan dipantulkan secara internal, sebagaimana hal ini digunakan dalam sistem pengukuran TIR (total internal reflection) [34]. Konsentrasi zat terlarut dan indeks bias larutan Terdapat berbagai zat yang apabila dilarutkan dalam air, konsentrasinya akan mempengaruhi sifat optiknya, dalam hal ini adalah indeks bias larutannya. Demo sederhana untuk menentukan konsentrasi gula yang terlarut dalam air dapat dengan mudah ditemukan di internet [35], yang ilustrasi eksperimennya diberikan dalam Gambar 7. Dengan cara sederhana ini diperoleh konsentrasi 16.9 % yang memiliki kesalahan 1.6 % dari konsentrasi sebenarnya. Mengagumkan bukan?
Gambar 4. Aliran air sebagai pandu gelombang berkas laser yang dimanfaatkan dalam serat optik [30].
2-3
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
indeks biasnya dengan bertambahnya konsentrasi zat terlarut [36], akan tetapi menurun untuk indeks bias larutan dengan bertambahnya konsentrasi refigeran R134a/PAG [37].
Gambar 7. Kuvet buatan sendiri yang diisi air gula dan digunakan untuk mengamati deviasi berkas laser yang terjadi [35].
Percobaan dalam Gambar 7 menggunakan hubungan
c s = 4..925nl − 6.529 ,
(5)
di mana cs adalah konsentrasi gula dan nl adalah indeks bias larutan. Ilustrasi jalannya cahaya diberikan dalam Gambar 8. Gambar 9. Indeks bias sebagai fungsi konsentrasi sukrosa terlarut untuk: g/g (○) dan g/ml (●) [36].
Gambar 8. Ilustrasi jalannya cahaya yang melewati prisma segitiga sama sisi: saat kosong (atas) dan saat terisi cairan (bawah).
Gambar 10. Hubungan antara indeks bias dengan konsentrasi refrigeran (R134a/PAG) [37].
Indeks bias fluida yang mengisi prisma segitiga sembarang diberikan oleh
1 sin θ m + θ prisma 2 . 1 sin θ prisma 2
(
n = n udara
Zat-zat terlarut lain seperti Fe(CN)64-/Fe(CN)63- [38], detergen [39], haemoglobin [40], dan gliserol [41] secara umum memiliki bentuk kebergantungan indeks bias terhadap konsentrasi seperti Gambar 9.
)
(6)
Konsentrasi zat terlarut dan absorbansi larutan Selain indeks bias, jumlah zat terlarut dapat pula mempengaruhi absorbansi atau penyerapan berkas yang melewatinya [42]. Sifat penyerapannya juga bergantung dari warna cairan dan panjang gelombang cahaya yang digunakan [43]. Teramati bahwa warna laser yang sama dengan warna cairan yang sama memberikan hubungan yang baik antara konsentrasi zat terlarut dengan seberapa banyak intensitas berkas laser yang diserap, yang diakomodasi dengan rumusan
Dengan menggunakan indeks bias udara 1.00028 dan prisma segitiga sama sisi dapat diperoleh
1 π n = 2.00056 sin θ m + . 3 2
(7)
Bertambahnya konsentrasi zat terlarut yang akan membuat meningkatnya nilai indeks bias larutan, sebagaimana diberikan dalam Persamaan (5) tidak selalu berlaku dan tidak selalu linier, bergantung dari cara menyatakan konsentrasi, sebagaimana teramati untuk larutan sukrosa yang bertambah
A = abc ,
2-4
(8)
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
mereka berdiskusi dalam setiap kelompok eksperimennya dan hanya sesekali bertanya kepada pemateri bila benar-benar tidak mengerti.
di mana a adalah absorbtivitas molar, b tebal bahan, dan c adalah konsenrasi. Bila digunakan kuvet, panjang gelombang, dan pelarut yang sama maka nilai a dan b akan sama, sehingga konsentrasi zat terlarut hanya mempengaruhi nilai c. Absorbansi A tidak dapat diamati langsung, melainkan diamati melalui perbandingan intensitas terukur I dengan intensitas tanpa bahan I0 menurut
I A = log . I0
Agar diperoleh konfirmasi yang kuantitatif perlu diberikan kusioner kepada peserta dan dirancang perangkat analisa untuk menilai jawaban peserta atas soal teori dan eksperimen yang diberikan. Hal ini akan menjadi tindak lanjut dari penelitian ini.
(9)
Ringkasan Rangkaian kegiatan implementasi pengenalan konsep fisika dan eksperimennya untuk anak-anak yang terindikasi CIBI telah dilakukan. Secara kualitatif dapat dikatakan bahwa identifikasi awal telah terkonfirmasi dengan kegiatan ini melalui aspek kreativitas dan komitmen.
Apakah Anda dapat menunjukkan relasi absorbansi yang terjadi dengan panjang gelombang cahaya yang digunakan? Apakah cairan berwarna hijau akan berlaku sama dengan cairan berwarna merah apabila digunakan laser berwarna merah? Bagaimana apabila digunakan laser berwarna hijau?
Referensi
Eksperimen
1. S. I. Savira, "Rancangan Identifikasi Siswa Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI) dalam Program Percepatan dan Pengayaan Tingkat Sekolah Menengah Atas", Psikologi Pendidikan dan Bimbingan 9 (2), a6 (2008). 2. L. A. Fliegler and C. E. Bish, "The Gifted and Talented", Review of Educational Research 29 (5), 408-450 (1959). 3. J. S. Renzulli and L. H. Smith, "Developing Defensible Programs for the Gifted and Talented", The Journal of Creative Behaviour 12 (1), 21-51 (1978). 4. D. J. Treffinger, "The Progress and Peril of Identifying Creative Talent Among Gifted and Talented Students", The Journal of Creative Behaviour 14 (1), 20-34 (1980). 5. D. Awanbor, "Characteristics of Gifted and Talented Children and Problems of Identification by Teachers and Parents", International Journal of Educational Development 9 (4), 263-269 (1989). 6. C. B. Gustavson, "The Use of Poetry in Exploring the Concepts of Difference and Diversity for Gifted/Talented Students", Journal of Poetry Therapy 12 (3), 155-160 (1999). 7. S. K. Pratscher, K. L. Jones, and C. E. Lamb, "Differentiating Instruction in Mathematics fo Talented and Gifted Youngster", School Science and Mathematics 85 (2), 365-372 (1982). 8. J. D. Keller, "Akron's Exploratory School Program: A Program for Gifted and Talented in Mathematics and Science", School Science and Mathematics 80 (7), 577-580 (1980). 9. G. A. Clark and T. Wilson, "Screening and Identifying Gifted/Talented Students in the Visual Arts with Clark's Drawing Ability Test", Roeper Review 13 (2), 92-97 (1991).
Terdapat dua jenis eksperimen yang diberikan, yaitu eksperimen menentukan konsentrasi zat terlarut dengan menggunakan: i. prisma segitiga sama sisi yang memanfaatkan Persamaan (5)-(7), ii. kuvet persegi yang memanfaatkan Persamaan (8)-(9). Untuk eksperimen kedua nilai intensitas I diamati dengan menggunakan resistor peka cahaya atau light dependent resistor (LDR) yang memiliki hambatan
R = R0 − kA ,
(10)
dengan k suatu konstanta yang mengaitkan absorbansi A dengan resistansi LDR dan R0 adalah hambatan resistor dalam gelap. Dalam eksperimen kedua ini akan dapat ditentukan nilai ka, karena tebal kuvet b diketahui dan c divariasikan. Detil eksperimen dapat dilihat dalam berbagai modul yang tersedia [44].
Hasil dan diskusi Pengamatan dilakukan selama kegiatan eksperimen yang sebelumnya didahului dengan ceramah dan pemutaran film terkait dengan materi yang akan dikaji dalam eksperimen. Para peserta terlihat bersemangat dan gigih mencoba-coba walau pada awalnya tidak terlalu mengerti. Pada akhir sesi eksperimen teramati bahwa semua peserta dapat memperoleh data pengamatan, setidaknya grafik yang menunjukkan pengaruh konsentrasi terhadap indeks bias melalui eksperimen pertama dan konstanta terkait absorbtivitas untuk cairan yang digunakan melalui eksperimen kedua. Aspek kreativitas (dalam mencoba-coba yang kadang muncul dalam setup alat yang tidak diperhitungkan sebelumnya oleh pemateri) dan komitmen (untuk tidak menyerah walau tidak mengerti) telah dikonfirmasi bahwa semua anak CIBI yang ikut dalam kegiatan ini memilikinya. Tipe pembelajar mandiri secara kasar terdeteksi dengan giatnya
2-5
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
26. I. Izquirerdo-Lorenzo, I. Alda, S. SanchezCortes, and J. V. Garcia-Ramos, “Adsorption and Detection of Sport Doping Drugs on Metallic Plasmonic Nanoparticles of Different Morphology”, Langmuir 28 (24) 8891-8901 (2012). 27. A. E. Nelson and K. K. Y. Ho, “Demographic factors influencing the GH system: Implications for the detection of GH doping in sport”, Growth Hormone and IGF Research 19 (4), 327-332 (2009). 28. towert7, “Refraction / Reflection”, 27 February 2009, URL https://www.flickr.com/photos /towert7/3322205092/ [20150212]. 29. “Fish Tank TIR”, URL http://www.fas.harvard .edu/~scidemos/LightOptics/FishTankTIR/Fish TankTIR.html [20150212]. 30. “Lasers and LED’s”, URL http://www .epicphysics.com/physics-gadgets/lasers-andleds/ [20150212]. 31. “Introduction: Refraction”, URL http://galileo .phys.virginia.edu/classes/usem/SciImg/home_ files/introduction.htm [20150212]. 32. URL http://www.scimathmn.org/stemtc/sites /default/files/images/frameworks/science/9P.2. 3.3/image007.jpg [20150212]. 33. URL http://4.bp.blogspot.com/-LO83uLyD7 Qo/TjIFoovz0lI/AAAAAAAABBM/iZOhBvP Kqjs/s1600/Photo0070.jpg [20150212]. 34. S. Viridi and Hendro, “Model and Visualization of Ray Tracing using JavaScript and HTML5 for TIR Measurement System Equipped with Equilateral Right Angle Prism”, arXiv:1310.3335v1 [physics.optics] 12 Oct 2013. 35. Jr Jennings, “U sing Refraction to Find Sugar Concentration” YouTube, 05.06.2013, URL https://www.youtube.com/watch?v=RKzGXy w8zQU [20150212]. 36. F. A. Glover and J. D. S. Goulden, “Relationship between Refractive Index and Concentration of Solutions”, Nature 200 (4912), 1165-1166 (1963). 37. M. Fukuta, T. Yanagisawa, S. Miyamura, and Y. Ogi, “Concentration Measurement of Refrigerant/Refrigeration Oil Mixture by Refractive Index”, International Journal of Refrigeration 27 (4), 346-352 (2004). 38. H. J. Kragt, C. P. Smith, and H. S. White, “Refractive Index Mapping of Concentration Profiles”, Journal of Electroanalytical Chemistry and Interfacial Elctrochemistry 278 (1-2), 403-407 (1990). 39. P. Strop and A. T. Brunger, “Refractive Indexbased Determination of Detergent Concentration and its Application to the Study of Membrane Proteins”, Protein Science 14 (8), 2207-2211 (2005). 40. M. Friebel and M. Meinke, “Model Function to Calculate the Refractive Index of Native
10. M. A. Runco, "Maximal Performance on Divergent Thinking Tests by Gifted, Talented, and Nongifted Children", Psychology in the Schools 23 (3), 308-315 (1986). 11. G. T. Betts and M. Neihart, "Profiles of the Gifted and Talented", Gifted and Talented 32 (2), 248-253 (1988). 12. F. C. Worrel and J. O. Erwin, "Best Practices in Identifying Students for Gifted and Talented Education Programs", Journal of Applied School Psychology 27 (4), 319-340 (2011). 13. J. S. Renzulli, "A Pratical System for Identifying Gifted and Talented Students", Eary Child Development dan Care 63 (1), 9-18 (1990). 14. A. Morgan, "Experiences of a Gifted and Talented Enrichment Clusters for Pupils Aged Five to Seven" , British Journal of Special Education 34 (3), 144-153 (2007). 15. K. Tirri, "How Finland Meets the Needs of Gifted and Talented Pupils", High Ability Studies 8 (2), 213-222 (1997). 16. K. A. Heller, "Education and Counseling of the Gifted and Talented in Germany", International Journal of the Advancement of Counselling 27 (2), 191-210 (2005). 17. J. Blackett and G. L. Hermansson, "Guidance and Counselling of the Gifted and Talented in New Zealand", International Journal of the Advancement of Counselling 27 (2), 277-287 (2005). 18. S. F. M. Yassin, N. M. Ishak, M. M. Yunus, and R. A. Majid, "The Identification of Gifted and Talented Students", Procedia - Social and Behavioral Sciences 55, 585-593 (2012). 19. Khairurrijal dan F. Iskandar pada tahun 2011; M. Abdullah dan M. M. Munir pada tahun 2012 dan 2013; Ketiga kegiatan tersebut umumnya berlangsung tiga hari dan berada di bawah koordinasi Kemendikbud Republik Indonesia. 20. D. A. Baron, D. M. Martin, and S. A. Magd, “Doping in Sports and its Spread to at-Risk Ropulations: An International Review”, World Psychiatry 6 (2), 118-123 (2007). 21. G. Duttler, “Sport und Doping”, Sport Wissenschaft 40 (1), 58-60 (2010). 22. W. Schänzer und M. Thevis, “Doping im Sport”, Medizinische Klinik 102 (8), 631-646 (2007). 23. Wikipedia Contributors, “List of doping cases in sport”, Wikipedia, The Free Encyclopedia, 3 December 2014, 03:52 UTC, oid:636413349 [20150212]. 24. MHD, “Lee Chong Wei Tersandung Doping”, Kompas, Rabu, 22 Oktober 2014, p. 29. 25. M. Williams, “Doping in Sports”, 19 November 2012, URL http://limepelican.blogspot .com/2012/11/doping-in-sports.html [20150212]
2-6
Science Camp, Kotabaru Parahyangan, Bandung, 14-16 Oktober 2014
41.
42.
43.
44.
Hemoglobin in the Wavelength Range of 250– 1100 nm Dependent on Concentration”. Applied Optics 45 (12), 2838-2842 (2006). K. A. Wong, N. Nsier, and J. P. Acker, “Use of Supernatant Refractive Index and Supernatant Hemoglobin Concentration to Assess Residual Glycerol Concentration in Cryopreserved Red Blood Cells”, Clinica Chimica Acta 408 (1-2), 83-86 (2009). R. Ayton, “Beer’s Law Laboratory”, YouTube, 03.12.2011, URL https://www.youtube.com /watch?v=rdY41FPI9iE [20150212]. Hanna Instruments, Inc., “Science Demonstration: The Science Behind Colorimeters”, YouTube, 29.02.2012, URL https://www.youtube .com/watch?v=o6q-oWFvCmE [20150212]. Tim KSM MA, “Sifat Optik Zat Cair”, Kemenag Republik Indonesia, 2014.
2-7