IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL (INTELLECTUAL CAPITAL) UNTUK MENCIPTAKAN DAYA SAING UMKM Zuliyati Fakultas Ekonomi, Universitas Muria Kudus Email:
[email protected] Kata kunci: Modal Intelektual, Modal Manusia, Modal Struktural, Modal Pelanggan dan UMKM
Abstrak Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness yang dapat berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Modal Intelektual kini disadari merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan sebuah organisasi. Model yang dikembangkan Stewart (1997) membagi dan mengklasifikasikan Modal Intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu pertama adalah modal manusia, kedua; modal struktural dan ketiga; modal pelanggan. Keterampilan dan pengalaman UMKM sangat penting dalam pengelolaan / penciptaan pengetahuan, dimana pengetahuan merupakan sebagai unsur intellectual capital.
Keywords: Intellectual Capital, Human Capital, Structural Capital, Customer Capital and SMEs
Abstract The globalization era is characterized by the development of science and technology rapidly. The ability of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in the field of science and technology to be one of the factors of competitiveness are very important nowadays. Recognizing the increasingly fierce global competition and heavy , it is necessary to change the paradigm of relying on previously - based resources into a knowledgebased competitiveness competitiveness which can be either in the form of techniques, methods, means of production, as well as equipment or machinery used in the production process. Intellectual capital is now recognized factors that affect the progress of an organization . The model developed by Stewart (1997 ) Intellectual Capital divides and classifies into three basic forms: first human capital, second; structural capital and third; customer capital. Skills and experience are very important to management of SMEs / creation of knowledge, where knowledge is as an element of intellectual capital.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
105
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
Pendahuluan Modal intelektual kini banyak dibicarakan dan dianggap penting oleh banyak praktisi. Modal Intelektual atau intellectual capital kini disadari merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan sebuah organisasi. Demikian pula pada perusahaan Mikro, Kecil dan Menengah modal intelektual dianggap sangat penting bagi pengembangan usaha dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), alasan fundamental mengapa perusahaan di Jepang menjadi sukses karena keterampilan dan pengalaman mereka terdapat pengelolaan/ penciptaan pengetahuan pada organisasi dimana pengetahuan merupakan modal intelektual yang dipunyai oleh manusia sebagai unsur human capital. Era globalisasi juga ditandai dengan perkembangan iptek yang sangat pesat. Kemampuan suatu negara di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness dapat berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Dalam UMKM pada umumnya keterampilan yang dimiliki pengusaha dan karyawannya terutama dalam membuat berbagai macam produk yang dapat dikatakan baik. Namun bicara soal produk keterampilan yang dimiliki secara 106
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati
tradisional (pendidikan informal) belum cukup, maka diperlukan keahlian khusus, yang memenuhi standar, termasuk pendidikan yang dilandasi oleh pendidikan formal. Sektor industri di Kabupaten Kudus berkontribusi terhadap PDRB sangat dominan dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan data BPS pada tahun 2007 jumlah industri sebanyak 10.448 unit usaha, jumlah nilai investasi sebesar ± Rp. 6, 657 trilyun, mampu menyerap tenaga kerja sekitar 213.411 orang, persebaran merata hampir di setiap kecamatan. Kelompok industri besar dan menengah sebanyak 88 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 142.569 orang, sedangkan jumlah industri kecil sebanyak 10.360 unit usaha mampu menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 70.842 orang. Pada tahun 2008 telah memberikan warna yang sangat dominan bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di Kabupaten Kudus secara umum, indikasi mengenai hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sub sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Kudus tahun 2008 mencapai 63%. Sampai akhir tahun 2008 perusahaan Industri Kabupaten Kudus berdasarkan hasil pendataan sebanyak 10.542 unit usaha dengan jumlah nilai investasi Rp 4.055.700.000.000,- dengan menyerap tenaga kerja 213.850 orang,dari jumlah tersebut kontribusi yang dominan adalah sektor industri. Oleh karena itu pemberdayaan industri diarahkan pada industri kecil agar produk yang dihasilkan UMKM mempunyai daya saing baik antar sesama UMKM maupun dengan produk
Zuliyati
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
dari luar negeri sehubungan dengan diberlakukannya AFTA ( ASEAN Free Trade Area) dan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang diberlakukan pada 2015, begitu pula akan semakin meningkatkan persaingan diantara para pengusaha maupun tenaga kerja. Modal Intelektual UMKM dapat dibentuk dengan cepat karena salah satu penyebabnya adalah faktor pengetahuan. Pengetahuan organisasi yang baik dapat mendorong terwujudnya percepatan pencapaian kinerja yang diharapkan. Salah satu penyebab kinerja UMKM di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan kinerja UMKM di Negara maju, adalah masih rendahnya pengembangan atau penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan modal intelektual yang dimiliki oleh UMKM di Indonesia. Padahal, di era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi bersama dengan SDM merupakan dua faktor dominan dalam menentukan tingkat daya saing dari suatu produk atau perusahaan. UMKM yang bisa bertahan baik di pasar domestik dan global adalah UMKM yang efisien dan menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi. SDM dan Iptek merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan, dimana SDM sangat dibutuhkan untuk pengembangan pengetahuan atau penyerapan teknologi artinya agar UMKM bisa mengembangkan teknologi sendiri dalam hal harus ada keterampilan dan kemampuan tenaga kerja dan pengusaha UKM untuk menyerap pengetahuan dan teknologi. Permasalahan dalam penerapan/
pengembangan iptek di UMKM di Kabupaten Kudus pada Kelompok Pengrajin Pigura dari hasil survey di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Kesadaran dan kemauan pengusaha untuk menerapkan iptek tepat guna di perusahaan masih sangat terbatas. Ketidakberanian Kelompok Pengrajin Pigura untuk mencoba inovasi yang berkaitan dengan teknologi menjadikan lemahnya kualitas sumber daya manusia. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara konvensional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM pada UMKM baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. UMKM juga relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing dari produk yang dihasilkannya. 2. Keterbatasan modal untuk melakukan perbaikan atau peningkatan teknologi, pembiayaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pembelian mesinmesin baru untuk UMKM masih terbatas, misalnya sistem leasing dan sewa beli mesin/peralatan di satu pihak masih terbatas. Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan iptek, mengakibatkan sarana dan prasarana yang mereka miliki terbatas dan juga masih secara Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
107
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
3.
manual/konvensional. Dengan adanya keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan produksi kurang maksimal karena membutuhkan banyak waktu dan tenaga yang berakibat kurang mendukung kemajuan usahanya. Kurangnya pembimbingan dan pengelolaan dari instansi yang terkait seperti dari dinas perindustrian dan UMKM sehingga pembimbingan kepada UMKM kurang optimal, meskipun sebenarnya produk UMKM khususnya pengrajin pigura berupa berbagai macam jenis pigura kaligrafi dan lukisan sudah sampai ke luar pulau Jawa seperti Aceh, Riau, Makasar dan bahkan sampai ke Malaysia, tentunya mempunyai banyak peluang untuk menyerap tenaga kerja akan membentuk jaringan dengan UMKM yang lain seperti pengrajin lukisan, kaligrafi, pengrajin cinderamata dan lainnya.
Pembahasan Intellectual Capital Banyak penelitian mencoba untuk menjelaskan atau mengklasifikasikan apa yang dimaksud dengan konsep Modal Intelektual. Model yang pertama dikembangkan oleh Petrash (1996) dalam Bambang Setiarso di sebut Value Platform. Model yang dikembangkan tersebut biasa disebut dengan model klasifikasi. Petrash mencoba menjelaskan bahwa modal intelektual adalah modal manusia, modal organisasional dan modal pelanggan. Model yang dikembangkan oleh Lowendahl (1997) dalam Hong (2007) 108
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati
mengembangkan model yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan membagi kategori kompetensi dan hubungan menjadi dua sub kelompok yaitu individual dan kolektif. Model yang dikembangkan Stewart (1997) membagi dan mengelompokkan modal intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu, pertama; adalah modal manusia, kedua; modal struktural dan ketiga; modal pelanggan. Hong (2007) mengungkapkan The Danish Confederation of Trade Unions (1999) yang melakukan pengelompokkan Modal Intelektual menjadi Sumber daya Orang, Sistem dan Pasar. Modal Intelektual secara ringkas digambarkan berikut ini: a. Human Capital Roos dkk (1997) berpendapat bahwa karyawan/anggota menghasilkan Intellectual Capital melalui kompetensi mereka, sikap mereka di perusahaan dan kelincahan dan kreatifitas intelektual mereka. Kompetensi meliputi kemampuan keterampilan dan tingkat pendidikan, sementara sikap meliputi komponen perilaku keseharian dan kerja karyawan. Kelincahan intelektual membuatan seseorang untuk mengubah praktik dan memikirkan solusi inovatif untuk masalah. Model Skandia juga memberikan penekanan kepada pentingnya “human capital” dalam konteks organisasi atau komunitas, istilah ini bisa dipakai dalam pengertiannya sebagai “intellectual capital‖yang mengacu pada pengetahuan dan kemampuan mengetahui (knowing capability) dari sebuah kolektifitas sosial. Intellectual capital ini paralel dengan konsep human capital yang meliputi
Zuliyati
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas yang memungkinkan seseorang bertindak dengan cara baru. Dengan demikian, Intellectual capital merupakan sebuah sumber daya penting dan sebuah kapabilitas untuk bertindak berdasarkan pengetahuan. Abdolmohammadi (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengungkapan modal intelektual dengan market capitalization pada 53 perusahaan Fortune 500. Penelitian tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa modal intelektual merupakan faktor penting bagi perkembangan organisasi maupun perkembangan usaha. Drucker (1993) menyatakan bahwa sumber daya organisasi samping faktor-faktor tradisional produksi - tenaga kerja, modal, dan tanah. Namun sekarang sumber daya modal intelektual juga merupakan sumberdaya yang penting, bahkan tanpa modal intelektual, sumberdaya yang ada akan lebih bermakna. Perubahan ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) mendorong meningkatnya Modal Intelektual dan akan mendorong sebuah organisasi mengubah strateginya dari bisnis yang berdasar pada tenaga kerja (laborbased business) beralih menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), sehingga karakteristik utama perusahaannya menjadi perusahaan berbasis ilmu pengetahuan. Dalam konteks tulisan ini kemampuan Pengrajin Pigura dalam penguasaan Ilmu Pengetahuan dan teknologi merupakan Human Capital yang
dimiliki sebagai untuk modal intelektual. Kemampuan, ketrampilan dan kapabilitas yang dimiliki oleh UMKM menjadikan UMKM melakukan kegiatan produksi dengan melakukan inovasi baik dalam proses produksi maupun hasil produksi sehingga efektif dan efisien. b. Struktural Modal Modal struktural mencakup semua non-manusia gudang pengetahuan dalam organisasi yang meliputi database, bagan organisasi, proses manual, strategi, rutinitas dan segala hal yang nilainya bagi perusahaan lebih besar dari nilai materialnya. Menurut Bontis (1998), apabila suatu organisasi memiliki sistem miskin dan prosedur dimana untuk melacak tindakannya, modal intelektual secara keseluruhan tidak akan mencapai potensi sepenuhnya. Organisasi dengan modal struktural yang kuat akan memiliki budaya yang mendukung yang memungkinkan individu untuk mencoba hal baru, belajar, dan gagal. Modal struktural adalah link penting yang memungkinkan modal intelektual untuk diukur pada tingkat analisis organisasi Structural capital didefinisikan sebagai pengetahuan yang akan tetap berada dalam perusahaan (Starovic dan Marr, 2004 dalam Astuti, 2005). Beberapa diantara structural capital dilindungi hukum dan menjadi intellectual property right, yang secara legal dimiliki oleh perusahaan (Starovic dan Marr, 2004 dalam Astuti, 2005). Berkaitan dengan hal tersebut, structural capital memiliki dua tujuan yang harus dicapai. Pertama, mengkodifikasi pengetahuan yang dapat ditransfer. Hal ini Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
109
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
di lakukan agar sistemnya tidak hilang. Kedua, menghubungkan para karyawan dengan data, ahli dan keahlian (Sugeng, 2000). Termasuk structural capital adalah membangun sistem seperti database yang memungkinkan orang-orang dapat saling berhubungan dan belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi dan semua hal selain manusia yang berasal dari pengetahuan yang berada di dalam suatu organisasi termasuk struktur organisasi, petunjuk proses, strategi, rutinitas, software, hardware dan semua hal yang nilainya terhadap perusahaan lebih tinggi dari pada nilai materinya. c. Modal Pelanggan Tema utama dari modal pelanggan adalah pengetahuan tertanam dalam saluran pemasaran dan hubungan pelanggan bahwa organisasi berkembang melalui perjalanan melakukan bisnis. Hubert Saint Ongemendefinisikan yang lebih baru telah memperluas kategori untuk mencakup modal relasional yang berlaku meliputi pengetahuan tertanam dalam semua hubungan organisasi berkembang baik itu dari pelanggan, kompetitor, pemasok, asosiasi perdagangan atau dari pemerintah (Bontis, 1998). Salah satu manifestasi dari modal relasional yang dapat dimanfaatkan dari pelanggan sering disebut “orientasi pasar”. Dalam konteks ini pengelolaan modal pelanggan pada UMKM pengrajin pigura adalah terciptanya mata rantai yang kuat antara UMKM pengrajin pigura dengan agen yang ada di luar pulau Jawa yang nantinya akan mendistribusikan 110
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati
produk pigura ke pelanggan baik melalui sistem grosir/partai maupun sistem eceran. Implementasi Pengelolaan Intellectual Capital dalam UMKM UMKM perlu menggunakan strategi pengelolaan pengetahuan untuk meningkatkan daya saing dengan Implementasi pengelolaan Intellectual Capital yang dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut: a. Meningkatkan Sumber Daya Manusia UMKM tentang pentingnya Ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara pelatihan serta Bintek (Bimbingan Teknologi ) melalui pelatihan yang berkaitan dengan pengenalan teknologi tepat guna dan berhasil guna. Meningkatkan kinerja perusahaan perlu dibentuk dan dibuat system berbasis pengetahuan (knowledge based systems), kinerja intangible assets terus ditingkatkan dan disosialisasikan secara periodik, dan adanya audit system knowledge – performance. b. Meningkatkan kualitas dan standar produk Peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta introduksi desain sangatlah penting. Guna dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar baik lokal, nasional dan pasar global, maka produk yang dihasilkan UMKM haruslah memenuhi kualitas dan standar yang sesuai dengan kesepakatan negara tujuan. Dalam
Zuliyati
c.
c.
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
kerangka itu, maka UMKM harus mulai difasilitasi dengan kebutuhan kualitas dan standar produk yang dipersyaratkan. Meningkatkan akses finansial Permasalahan finansial dalam pengembangan bisnis UMKM sangatlah klasik. Selama ini, belum banyak UMKM yang bisa memanfaatkan skema pembiayaan yang diberikan oleh perbankan. Hasil survey Regional Development Institute (REDI, 2002) menyebutkan bahwa ada 3 gap yang dihadapi berkaitan dengan akses finansial bagi UMKM, (1) aspek formalitas, karena banyak UMKM yang tidak memiliki legal status; (2) aspek skala usaha, dimana sering sekali skema kredit yang disiapkan perbankan tidak sejalan dengan skala usaha UKM; dan (3) aspek informasi, dimana perbankan tidak mengetahui UKM mana yang harus dibiayai, sementara itu UKM juga tidak tahu skema pembiayaan apa yang tersedia di perbankan. Oleh sebab itu, maka ketiga gap ini harus diatasi, diantaranya dengan peningkatan kemampuan bagi SDM yang dimiliki UKM, perbankan, serta pendamping UKM. Pada sisi lain, juga harus diberikan informasi yang luas tentang skema-skema pembiayaan yang dimiliki perbankan. Meningkatkan peranan pemerintah terutama untuk mengantarkan mereka agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Beberapa upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk
memperkuat daya saing UMKM menghadapi pasar global adalah: (1) Memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi bagi UMKM untuk pengembangan UMKM inovatif; Akses dan transfer teknologi untuk UMKM masih merupakan tantangan yang dihadapi di Indonesia. Peran inkubator, lembaga riset, dan kerjasama antara lembaga riset dan perguruan tinggi serta dunia usaha untuk alih teknologi perlu digalakkan. Kerjasama atau kemitraan antara perusahaan besar, baik dari dalam dan luar negeri dengan UMKM harus didorong untuk alih teknologi dari perusahaan besar kepada UKM. Praktek seperti ini telah banyak berjalan di beberapa Negara maju, seperti USA, Jerman, Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan. Model-model pengembangan klaster juga harus dikembangkan, dikarenakan melalui model tersebut akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UKM. (2) Memfasilitasi UKM berkaitan akses informasi dan promosi di luar negeri; Bagian terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar. Sebaik apapun kualitas produk yang dihasilkan, jika masyarakat atau pasar tidak mengetahuinya, maka produk tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh sebab itu, maka pemberian informasi dan promosi produk-produk UMKM, khususnya untuk memperkenalkan di pasar ASEAN harus ditingkatkan. Promosi produk, bisa dilakukan melalui dunia maya/ internet atau mengikuti kegiatan-kegiatan pameran Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
111
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
di luar negeri. Kesimpulan UMKM dalam menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat perlu dipersiapkan agar tidak kalah bersaing, baik dengan sesama UMKM tingkat regional, nasional maupun internasional. Kemampuan UMKM di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu perubahan paradigma dari awalnya mengandalkan pada resources-based competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness dapat berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Pada umumnya keterampilan yang dimiliki pengusaha dan karyawan UMKM terutama dalam membuat berbagai macam produk yang dapat dikatakan baik. Tetapi bicara soal produk keterampilan yang dimiliki secara tradisional (pendidikan informal) tidak cukup, maka diperlukan keahlian khusus, memenuhi standar internasional, termasuk dilandasi oleh pendidikan formal. UMKM harus mempunyai daya saing karena mereka memahami bahwa Intellectual Capital merupakan knowledge yang merupakan sumber inovasi yang mendukung daya saing, dimana knowledge ini harus dikelola (managed), karena harus direncanakan dan dimplementasikan.
112
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati
Saran 1. UMKM harus mampu meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki agar bisa menginterpretasikan informasi tentang lingkungan untuk mendapatkan arti tentang apa yang terjadi dan apa yang dikerjakan perusahaan tersebut, sehingga UMKM mampu menciptakan knowledge baru dengan mengkonversikan dan mengkombinasikan kepakaran dan pengetahuan (know-how) dari anggotanya agar dapat belajar dan berinovasi baik melalui pendidikan non formal maupun formal. 2. Pengelolaan Modal intelektual ditingkatkan agar UMKM mampu memproses dan menganalisis informasi untuk memilih dan commit melakukan kegiatan yang sesuai dengan tindakannya. Model yang diharapkan akan terbentuk adalah integrasi dari sense making, knowledge creating dan decision making yang membentuk knowing organization. Knowing organization ini sangat efektif karena secara terus menerus mengikuti perubahan lingkungan, dan menyegarkan aset dan kegiatan pemrosesan informasi untuk pengambilan keputusan, agar UMKM mempunyai kemampuan untuk berdaya saing baik dari sisi produk yang dihasilkan maupun sistem kerja yang dipergunakan.
Zuliyati
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
Daftar Pustaka Astuti, P.D. dan A. Sabeni, 2005, Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance, Proceeding SNA VII, Solo, pp. 694-707. Abdolmohammadi, M.J., 2005, “Intellectual capital disclosure and market capitalization”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 6 No. 3. pp. 397-416. Bontis, N. 1998. “Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and models”. Management Decision, Vol. 36 No. 2, p. 63. Hong, Pew Tan, David Plowman dan Phil Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Financial Returns of Companies.” Journal of Intellectual Capital. Vol 8, No. 1, 76-95. Lowendahl,B..1997, Strategic Managemement of Professional Service Firms, Handelshojskolens Forlag, Copenhagen. Nonaka, Ikujiro & Takeuchi, Hirotaka, 1995, The Knowledge-Creating Company : How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. Oxford University Press, Oxford. Rooagonetts,J.,G.Roos,N.C.Dragonetti,and L.Edvinson.1007. Intellectual Capital: Navigating in The New Business Landscape. Macmillan Business, Houndsmills. Setiarso, Bambang, Jusni Djatin dan Nazir Harjanto, 2004, Strategi Peningkatan Daya Saing Infrastruktur Iptek Rekayasa dan Produksi menghadapi persaingan Global: Knowledge Management pada Industri Makanan,
Riset Kompetitif Pengembangan Iptek, Sub Program “Otonomi Daerah, Konflik dan Daya Saing”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 60 hal, Jakarta. Setiarso, Bambang, 2005, Knowledge Sharing in Indonesia Research Centre: models and mechanism. Proceedings on the 9Th World Multi Conference on Systemics, Cybernetics and Informatics, USA: Orlando, Florida, July 10-13: pp.14. dapat dilihat di: http://www.iiisci.org/ sci2005 _______________., 2006, “Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management) dan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Pemberdayaan UKM”, available online at: www.ilmukomputer.com diakses pada April 2007 Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The Wealth of New Organisations, Nicholas Brealey Publishing, London. Sugeng, Imam. 2000. “Mengukur dan Mengelola Intellectual Capital.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 15, No.2, 247-256. Ulum, Ihyaul, 2009, Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris, Graha Ilmu, Yogyakarta. Zuliyati, Lie Liana, 2012, Desain produk Pigura Suara bagi Kelompok Pengrajin Pigura, Proceeding Kewirausahaan dan Industri Kreatif, ISBN : 978-979-3986-296.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
113
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati, Ngurah Arya, 2011 “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan”, Dinamika Keuangan dan Perbankan, ISSN 1979-4878,Vol 3 no 2 Hal 102197.
114
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati
INTENSI KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA )STUDI KASUS PADA PTS X DI SEMARANG) Widaryanti STIE Pelita Nusantara Email :
[email protected] Kata Kunci : Intensi Kewirausahaan, Demografi, Pengalaman Kerja
Abstrak Dunia pendidikan telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan intensi kewirausahaan mahasiswa berdasarkan gender, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang mahasiswa pada PTS ―X‘ di Semarang. Pengambilan sampel didasarkan pada judgement atau purposive sampling, sampel dipilih dengan adanya kriteria tertentu yang digunakan oleh peneliti yaitu pernah mengikuti mata kuliah pengantar bisnis. Instrumen survey Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) model yang dikembangkan oleh Robinson at al digunakan untuk mengukur sikap kewirausahaan. Model EAO menggunakan empat subskala sikap, dimana terdiri dari empat konstrak, yaitu: Prestasi bisnis, Inovasi bisnis, Penerimaan kontrol individu terhadap hasil bisnis, dan Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis. Hasil uji independen sampel t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan, terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa berlatarbelakang pendidikan SMU dengan mahasiswa berlatarbelakang pendidikan SMK, dan terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa yang punya pengalaman kerja dengan mahasiswa yang belum punya pengalaman kerja.
Keyword : Entrepreneur Intention, demografy, work experience
Abstract The education has been considered as one of the important factors to grow and develop the passion, spirit and entrepreneurial behavior among the younger generation. This study aims to determine the differences in entrepreneurial intentions of students by gender, educational background and work experience. The sample in this research were 64 students on the PTS 'X' in Semarang. Sampling was based on a judgment or purposive sampling, the samples selected with the specific criteria used by researchers that had attended an introductory course of business. Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) survey instrument model developed by Robinson at al used to measure entrepreneurial attitudes. EAO models using four subscales of attitude, which consists of four construct, they are : Business achievement, business innovation, perceived personal control of business outcome, and Perceived self esteem in business. The results of the independent test sample t-test showed that there were differences in entrepreneurial intentions among male students to female students, there were differences in entrepreneurial intentions among high school students with the educational background and students with vocational educational background, and there were differences in entrepreneurial intentions among students who never work experience with students who have experience work.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
115
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Pendahuluan Pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda (Kourilsky dan Walstad, 1998). Terkait dengan pengaruh pendidikan kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya pemahaman tentang bagaimana mengembangkan dan mendorong lahirnya wirausaha-wirausaha muda yang potensial sementara mereka berada di bangku sekolah atau kuliah. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha muda masa depan (Gorman et al., 1997; Kourilsky dan Walstad, 1998). Sikap, perilaku dan pengetahuan mahasiswa tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha-usaha baru di masa mendatang. Penelitian tentang intensi kewirausahaan berfokus pada karakteristik pribadi (McClelland, 1961; Wortman, 1987). Penelitian lain tentang proses kewirausahaan termasuk didalamnya penelitian peran perilaku, faktor-faktor situasional (Gartner, 1985) dan variabel demografik (Davidson, 1995) terhadap intensi kewirausahaan. Secara garis besar penelitian tentang intensi kewirausahaan dilakukan dengan melihat tiga hal yaitu: karakteristik kepribadian, karakteristik demografis dan karakteristik lingkungan. Beberapa peneliti terdahulu membuktikan bahwa faktor kepribadian seperti kebutuhan akan prestasi (McClelland, 1961; Sengupta dan Debnath,1994) dan efikasi diri (Gilles 116
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Widaryanti
dan Rea, 1999; Indarti, 2004) merupakan prediktor signifikan intensi kewirausahaan. Faktor demografi responden seperti umur, jenis kelamin, latarbelakang pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang diperhitungkan sebagai penentu bagi intensi kewirausahaan. Sinha (1996) menemukan bahwa latar belakang pendidikan seseorang menentukan tingkat intensi kewirausahaan seseorang dan kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan. Kristiansen (2001;2002a) menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan.Variabel demografik meningkatkan kemampuan prediksi intensi kewirausahaan mendatang (Gasse, 1985; Hatten dan Ruhland, 1995). Penelitian Robinson (1991) menemukan bahwa sikap dan keahlian kewirausahaan dapat dikembangkan dan ditemukan kembali melalui program pendidikan kewirausahaan. Pendidikan dan keahlian yang berbeda dari setiap orang dapat mempengaruhi aktivitas kewirausahaan seseorang lebih sukses daripada orang lain (Farmer, 1997; Gatewood et al., 2002; Carter et al., 2003). Mahasiswa bisnis sekarang merupakan pemimpin bisnis di masa depan, sehingga penting adanya pendidikan berkelanjutan untuk menemukan profil kewirausahaan mereka (Hatten dan Ruhland, 1995; Hisrich, 2000; Steyaert, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap kewirausahaan dari mahasiswa ekonomi di PT “X” di Semarang, dan melihat dampak variabel demografik dan pengalaman bisnis terakhir mahasiswa terhadap sikap
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
kewirausahaan. Penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Robinson et al (1991) yaitu model Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) untuk memprediksi intensi kewirausahaan. Pengukuran sikap individu model EAO mempunyai empat konstrak, yaitu : 1. Prestasi bisnis (Achievement in business) 2. Inovasi bisnis (Innovation in business) 3. Penerimaan control individu terhadap hasil bisnis (Perceived personal control of business outcome) 4. Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis (Perceived self esteem in business) Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap
(Attitude Consistency and Attribution Theory) Sikap pertama kali atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spenser di tahun 1962 yang berarti status mental seseorang (Azwar, 2005). Attitude is a learned predisposition to be have an a consistency favorable or unfavorable way with respect to to a given object (Schiffman, 2000). Severin dan Tankard (2001) berpendapat bahwa sikap pada dasarnya adalah tendensi manusia terhadap sesuatu. Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah sentralitasnya dalam BST.
Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang obyek atau situasi. Jumlah sikap yang dimiliki individu dapat berhubungan dengan banyak obyek atau situasi yang berbeda-beda. Karenanya seseorang dapat memiliki sikap yang ribuan jumlahnya. Mengingat sikap adalah keyakinan yang periferal, maka perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku. Fritz Heider (1946, 1958), seorang psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap kita, sehingga tidak menimbulkan konflik. Contohnya, jika kita setuju pada hak seseorang untuk melakukan aborsi, seperti juga orang-orang lain, maka sikap kita tersebut konsisten atau seimbang (balance). Namun jika kita setuju aborsi tetapi ternyata teman-teman dekat kita dan juga orang-orang di sekeliling kita tidak setuju pada aborsi maka kita dalam kondisi tidak seimbang (imbalance). Akibatnya kita merasa tertekan (stress), kurang nyaman, dan kemudian kita akan mencoba mengubah sikap kita, menyesuaikan dengan orang-orang di sekitar kita, misalnya dengan bersikap bahwa kita sekarang tidak sepenuhnya setuju pada aborsi. Melalui pengubahan sikap tersebut, kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap orang lain agar terjadi keseimbangan karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih nyaman. Heider juga menyatakan bahwa kita mengorganisir pikiran-pikiran kita dalam kerangka "sebab dan akibat". Agar supaya bisa meneruskan kegiatan kita dan Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
117
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
mencocokannya dengan orang-orang di sekitar kita, kita mentafsirkan informasi untuk memutuskan penyebab perilaku kita dan orang lain. Heider memperkenalkan konsep "causal attribution" - proses penjelasan tentang penyebab suatu perilaku. Mengapa Tono pindah ke kota lain ?, Mengapa Ari keluar dari sekolah ?. Kita bisa menjelaskan perilaku sosial dari Tono dan Ari jika kita mengetahui penyebabnya. Dalam kehidupan seharihari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal (internal causality) merupakan atribut yang melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau personal, dan penyebab external (external causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi. Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) Model Untuk mengetahui sikap kewirausahaan digunakan instrumen survey EAO model yang dikembangkan oleh Robinson at al (1991). Model EAO menggunakan empat subskala sikap, dimana terdiri dari empat konstrak, yaitu : 1. Prestasi bisnis (Achievement in business) 2. Inovasi bisnis (Innovation in business) 3. Penerimaan control individu terhadap hasil bisnis (Perceived personal control of business outcome) 4. Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis (Perceived self esteem in business) Model EAO menggunakan sepuluh point skala likert, dimana 1 menunjukkan 118
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Widaryanti
sangat tidak setuju dan 10 menunjukkan sangat setuju. Robinson et al (1991) menemukan bahwa empat subskala dapat secara akurat memprediksi klasifikasi kewirausahaan sebesar 77 persen. Faktor Demografis: Gender, Pendidikan dan Pengalaman Kerja Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor-faktor demografis seperti jender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang berpengaruh terhadap keinginannya untuk menjadi seorang wirausaha (Mazzarol et al., 1999; Tkachev dan Kolvereid, 1999). Gender Pengaruh gender atau jenis kelamin terhadap intensi seseorang menjadi wirausaha telah banyak diteliti (Mazzarol et al., 1999; Kolvereid, 1996; Matthews dan Moser, 1996; Schiller dan Crewson, 1997). Seperti yang sudah diduga, bahwa mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang lebih kuat dibandingkan mahasiswa perempuan. Secara umum, sektor wiraswasta adalah sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki. Mazzarol et al., (1999) membuktikan bahwa perempuan cenderung kurang menyukai untuk membuka usaha baru dibandingkan kaum laki-laki. Temuan serupa juga disampaikan oleh Kolvereid (1996), laki-laki terbukti mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996) pada lulusan master di Amerika dengan menggunakan studi longitudinal menemukan bahwa minat laki-laki untuk
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
berwirausaha konsisten dibandingkan minat perempuan yang berubah menurut waktu. Schiller dan Crawson (1997) menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal kesuksesan usaha dan kesuksesan dalam berwirausaha antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian ini dirumuskan: Hipotesis 1 :Mahasiswa bisnis laki-laki mempunyai sikap kewirausahaan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa bisnis perempuan Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan seseorang terutama yang terkait dengan bidang usaha, seperti bisnis dan manajemen atau ekonomi dipercaya akan mempengaruhi keinginan dan minatnya untuk memulai usaha baru di masa mendatang. Sebuah studi dari India membuktikan bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu penentu penting intensi kewirausahaan dan kesuksesan usaha yang dijalankan (Sinha, 1996). Penelitian lain, Lee (1997) yang mengkaji perempuan wirausaha menemukan bahwa perempuan berpendidikan universitas mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi untuk menjadi wirausaha. Hipotesis 2: Mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis memiliki sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang berlatar belakang pendidikan non-ekonomi dan
bisnis. Pengalaman Kerja Kolvereid (1996) menemukan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman bekerja mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak pernah bekerja sebelumnya. Sebaliknya, secara lebih spesifik, penelitian yang dilakukan oleh Mazzarol et al., (1999) membuktikan bahwa seseorang yang pernah bekerja di sektor pemerintahan cenderung kurang sukses untuk memulai usaha. Namun, Mazzarol et al., (1999) tidak menganalisis hubungan antara pengalaman kerja di sektor swasta terhadap intensi kewirausahaan. Scott dan Twomey (1988) meneliti beberapa faktor seperti pengaruh orang tua dan pengalaman kerja yang akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu usaha dan sikap orang tersebut terhadap keinginannya untuk menjadi karyawan atau wirausaha. Lebih lanjut, mereka menyebutkan bahwa jika kondisi lingkungan sosial seseorang pada saat dia berusia muda kondusif untuk kewirausahaan dan seseorang tersebut memiliki pengalaman yang positif terhadap sebuah usaha, maka dapat dipastikan orang tersebut mempunyai gambaran yang baik tentang kewirausahaan. Dengan demikian, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 3 : Mahasiswa yang memiliki pengalaman kerja memiliki sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang belum pernah bekerja sebelumnya.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
119
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa ekonomi PTS “X‟ Semarang. Pengambilan sampel didasarkan pada judgement atau purposive sampling, sampel dipilih dengan adanya beberapa kriteria tertentu yang digunakan oleh peneliti (Remenyi, 2000). Kriteria yang ditetapkan adalah sampel pernah mengikuti mata kuliah pengantar bisnis. Kuesioner penelitian didistribusikan secara langsung dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi. Pengumpulan data dilakukan di sekitar kampus, terutama di area publik seperti kantin, perpustakaan, dan ruang tunggu mahasiswa. Teknik ini digunakan agar peneliti dapat memperoleh responden dari latar belakang demografi yang berbeda-beda. Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan instrumen survey EAO model yang dikembangkan oleh Robinson at al (1991) untuk mengukur sikap kewirausahaan. Model EAO menggunakan empat subskala sikap, dimana terdiri dari empat konstrak, yaitu : 1. Prestasi bisnis (Achievement in business) 2. Inovasi bisnis (Innovation in business) 3. Penerimaan control individu terhadap hasil bisnis (Perceived personal control of business outcome) 4. Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis (Perceived self esteem in business) Model EAO menggunakan sepuluh point skala likert, dimana 1 menunjukkan sangat 120
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Widaryanti
tidak setuju dan 10 menunjukkan sangat setuju. Robinson et al (1991) menemukan bahwa empat subskala dapat secara akurat memprediksi klasifikasi kewirausahaan sebesar 77 persen. Untuk melengkapi model EAO, responden disediakan pertanyaan mengenai variabel demografik termasuk didalamnya latar belakang pendidikan (lulusan SMEA, STM atau SMA), gender, dan umur. Untuk mengukur pengalaman bisnis, terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab : 1. Apakah anda pernah bekerja pada sebuah usaha kecil ? 2. Apakah keluarga anda pernah memiliki sebuah usaha kecil ? 3. Apakah anda pernah memiliki usaha kecil sendiri ? Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik statistik yang berupa uji beda dua rata-rata (independent sample t-test). Tujuan dari uji hipotesis yang berupa uji beda dua rata-rata pada penelitian ini adalah untuk menentukan, menerima atau menolak hipotesis yang telah dibuat. Hasil dan Pembahasan Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah pengantar bisnis di PTS “X” Semarang. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 75 buah, namun yang kembali sebesar 64 responden. Berikut statistik deskriptif dari 64 responden tersebut :
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
Tabel 1 Profil Responden
Tabel 3 Profil Responden
PENDIDIKAN SMK SMU Total Wanita
32
14
46
Laki-laki
8
10
18
Total
40
24
64
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel 2 Profil Responden PENGALAMAN
Wanita Laki-laki
18 6
Tidak pernah 28 12
Total
24
40
Pernah SMK
16
Tidak pernah 24
Total
SMU
8
16
24
Total
24
40
64
40
Sumber: Data primer yang diolah
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin wanita dan berpendidikan SMK sebanyak 32 orang, namun yang berpendidikan SMU sebanyak 14 orang. Responden yang berjenis kelamin laki-laki dan berpendidikan SMK sebanyak 8 orang, namun yang berpendidikan SMU sebanyak 10 orang.
Pernah
PENGALAMAN
Total
64
46 18
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin wanita dan pernah berpengalaman sebanyak 18 orang, namun yang tidak pernah berpengalaman sebanyak 28 orang. Responden yang berjenis kelamin laki-laki dan pernah berpengalaman sebanyak 6 orang, namun yang tidak pernah berpengalaman sebanyak 12 orang.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang berpendidikan SMK dan pernah berpengalaman sebanyak 16 orang, namun yang tidak pernah berpengalaman sebanyak 24 orang. Responden yang berpendidikan SMU dan pernah berpengalaman sebanyak 8 orang, namun yang tidak pernah berpengalaman sebanyak 16 orang. Hasil Uji Reliabilitas Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Tabel 5 Hasil uji Reliabilitas konstrak Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .634
64
Sumber : Data primer yang diolah Dari data diatas, hasil Cronbach Alpha sebesar 0,634 diatas 0,60. Jadi dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari konstrak atau variabel tinggi. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
121
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
2. Penentuan nilai kritis. Dalam penentuan ini, tingkat signifikasi () yang digunakan adalah 5 persen dengan nilai kritis diperoleh r tabel (64 ; 0,05) = 0,208. 3. Mencari r hitung. Untuk r hitung masing-masing item dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation dari hasil perhitungan SPSS 16.0 for windows. 4. Kriteria pengujian. Menerima H0 jika r hitung< r tabel. Menolak H0 dan menerima H1 jika r hitung> r tabel.
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur. Uji validitas kuesioner dapat dilakukan dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Perumusan hipotesis. H0 = Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor.
Hasil pengujian validitas konstrak kuesioner yang valid dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini:
H1 = Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor. Tabel 6 Hasil uji Validitas konstrak Butir
Rtabel
Rhitung Ket
Butir
Rtabel
Butir
Rtabel
0,208
.287 Valid
26
0,208
.234 Valid
51
0,208
2
0,208
.249 Valid
27
0,208
.364 Valid
52
0,208
3
0,208
28
0,208
0,208
0,208
29
0,208
.253 Valid .272 Valid
53
4
.296 Valid .278 Valid
54
0,208
5
0,208
.224 Valid
30
0,208
.221 Valid
55
0,208
6
0,208
0,208
0,208
32
0,208
.423 Valid .254 Valid
56
0,208
.355 Valid .272 Valid
31
7
57
0,208
8
0,208
0,208
0,208
34
0,208
.244 Valid .224 Valid
58
0,208
.282 Valid .424 Valid
33
9
59
0,208
10
0,208
35
0,208
60
0,208
Rhitung Ket .547 Valid .255 Valid .259 Valid .296 Valid .229 Valid .434 Valid .352 Valid .502 Valid .379 Valid .595 Valid
11
0,208
.275 Valid .231 Valid
36
0,208
.244 Valid .275 Valid
61
0,208
12
0,208
.355 Valid
37
0,208
.441 Valid
62
0,208
13
0,208
0,208
0,208
39
0,208
.320 Valid .346 Valid
63
0,208
.234 Valid .301 Valid
38
14
64
0,208
15
0,208
0,208
0,208
41
0,208
.216 Valid .326 Valid
65
0,208
.253 Valid .400 Valid
40
16
66
0,208
17
0,208
42
0,208
0,208
0,208
43
0,208
.222 Valid .500 Valid
67
18
.459 Valid .459 Valid
68
0,208
19
0,208
.273 Valid
44
0,208
.370 Valid
69
0,208
20
0,208
0,208
0,208
46
0,208
.217 Valid .464 Valid
70
0,208
.323 Valid .274 Valid
45
21
71
0,208
22
0,208
47
0,208
0,208
0,208 0,208
48 49
0,208 0,208
Valid .304 .205 Valid .428 Valid
72
23 24
Valid .381 .338 Valid .227 Valid
73 74
0,208 0,208
.379 Valid Valid .366 .263 Valid .243 Valid
25
0,208
.366 Valid
50
0,208
.228 Valid
75
0,208
Valid
Sumber : Data primer yang diolah 122
Rhitung Ket
1
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
.330 Valid .397 Valid .365 Valid .386 Valid .469 Valid .297 Valid .406 Valid .258 Valid .424 Valid .416 Valid
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
Hasil Uji Beda Tabel 7 Hasil Uji Independen Sample t-test Intensi Kewirausahaan berdasarkan Gender mean Gender
T ,2 849
df 26
Sig. 0,0 00
Pengalaman magang ini tidak hanya mengenalkan mahasiswa pada dunia kerja, namun juga melengkapi mahasiswa dengan pengalaman pengembangan suatu bisnis. Tabel 9 Hasil Uji Independen Sample t-test Intensi Kewirausahaan berdasarkan
Wanita
86,075
Mean
Lakilaki
73,525
PENGA LAMAN Pernah 617,78
Sumber : Data primer yang diolah Output SPSS memberikan nilai t hitung sebesar 2,849 dengan probabilitas signifikansi 0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata intense kewirausahaan berbeda secara signifikan antara mahasiswa yang berjenis kelamin wanita dan laki-laki. Berdasarkan nilai mean intense kewirausahaan wanita lebih tinggi dari laki-laki. Temuan ini memperkuat hasil penelitian Brush and Chaganti (1999) yang menunjukkan bahwa mahasiswa wanita memiliki sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dari laki-laki, namun tidak mendukung penelitian Harris (2008) yang menyatakan bahwa mahasiswa laki-laki memiliki sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dari wanita. Hal ini dikarenakan mahasiswa wanita lebih memiliki kemampuan inovasi dan mau mencoba hal baru terutama untuk bisnis retail dan sektor jasa (Bosma dan Harding, 2006). Tabel 8 Hasil Uji Independen Sample t-test Intensi Kewirausahaan berdasarkan Pendidikan Mean Pendidi kan SMK
610,83
SMU
582,19
T 2,696
df 63
Sig. 0,010
Sumber : Data primer diolah Output SPSS memberikan nilai t hitung sebesar 2,696 dengan probabilitas signifikansi 0,010. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata intense kewirausahaan berbeda secara signifikan antara mahasiswa yang berpendidikan SMK dan SMU. Berdasarkan nilai mean intense kewirausahaan mahasiswa yang berpendidikan SMK lebih tinggi dari mahasiswa yang berpendidikan SMU. Temuan ini memperkuat hasil penelitian Harris (2008) yang menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan mahasiswa yang berlatar belakang bisnis lebih tinggi dari mahasiswa yang berlatar belakang non bisnis, namun temuan ini tidak mendukung penelitian Hatten and Ruhland (1995). Hal ini karena mahasiswa dari SMK dalam kurikulumnya terdapat mata pelajaran magang.
Tidak pernah
T
df
Sig.
2,373
63
0
572,75
Pengalaman Sumber : Data primer yang diolah Output SPSS memberikan nilai t hitung sebesar 2,373 dengan probabilitas signifikansi 0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata intense kewirausahaan berbeda secara signifikan antara mahasiswa yang pernah punya pengalaman dan yang tidak pernah punya pengalaman. Berdasarkan nilai mean intense kewirausahaan mahasiswa yang pernah punya pengalaman lebih tinggi dari yang tidak pernah punya pengalaman. Temuan ini memperkuat hasil penelitian Harris (2008) yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang pernah punya pengalaman ikut bisnis berbeda intensi kewirausahaannya dengan mahasiswa yang tidak pernah punya pengalaman. Hal ini memperlihatkan bahwa mahasiswa yang pernah ikut suatu usaha, lebih tertarik sisi lain dari bisnis yaitu kepuasan memiliki bisnis sendiri karena dapat mempunyai kompensasi keuangan yang besar dan jadwal kerja yang bisa diatur sendiri. Daftar Pustaka Aldrich,
H., dan C. Zimmer, 1986. „Entrepreneurship Through Social Network‟, in D. L. Sexton and R. W. Smilor (eds.) The Art and Science of Entrepreneurship, Cambridge: Ballinger Publishing. Bandura, A., 1977. Social Learning Theory, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Bandura, A., 1986. The Social Foundation of Tought and Action, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial Intention: Triggers and Barriers to New Venture Creations in Singapore”. Singapore Management Review Vol. 28 No. 2, 47-64. Cromie, S., 2000. “Assessing Entrepreneurial
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
123
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Inclinations: Some Approaches and Empirical Evidence”. European Journal of Work and Organizational Psychology Vol. 9 No1, 7-30. Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary Findings: Entrepreneur Study”. Working Paper, Brigham Young University. Duh, M., 2003. “Family Enterprises as an Important Factor of The Economic Development: The Case of Slovenia”. Journal of Enterprising Culture Vol. 11 No 2, 111-130. Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Report, 2006. London Business School. Giles, M., dan A. Rea, 1970. “Career Self-Efficacy: An Application of The Theory of Planned Behavior”. Journal of Occupational & Organizational Psychology Vol. 73 No. 3, 393-399. Gorman, G., D. Hanlon, dan W. King, 1997. “Entrepreneurship Education: The Australian Perspective for The Nineties”. Journal of Small Business Education Vol. No. 9, 1-14. Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics, New York: McGraw-Hill. Hacket, G. dan N. E. Betz, 1986. “Application of Self-Efficacy Theory to Understanding Career Choice Behavior”. Journal of Social Clinical and Phsycology Vol. 4 No 3, 279289. Helms, Marilyn M., 2003. “Japanese Managers: Their Candid Views on Entrepreneurship”. CR Vol. 13 No.1, 24-34. Indarti, N., 2004. “Factors Affecting Entrepreneurial Intentions among Indonesian Students”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 19 No. 1, 57-70. Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of Emerging Organizations”. Academy of Management Review Vol. 13 No. 3, 429441. Kolvereid, L., 1996. “Prediction of Employment Status Choice Intentions”. Entrepreneurship Theory and Practice Vol. 21 No. 1, 47-57. Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998. “Entrepreneurship and Female Youth: Knowledge, Attitude, Gender Differences, and Educational Practices”. Journal of Business Venturing Vol. 13 No. 1, 77-88. Kristiansen, S., 2001. “Promoting African Pioneers in Business: What Makes a Context Conducive to Small-Scale Entrepreneurship?”. Journal of Entrepreneurship Vol. 10 No. 1, 43-69. Kristiansen, S, 2002a. “Individual Perception of Business Contexts: The Case of SmallScale Entrepreneurs in Tanzania”. Journal of Developmental Entrepreneurship Vol. 7
124
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Widaryanti
No. 3, 283-304 Kristiansen, S, 2002b. “Competition and Knowledge in Javanese Rural Business‟. Singapore Journal of Tropical Geography Vol. 23 No. 1, 52-70. Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003. “Internet Cafe Entrepreneurs: Pioneers in Information Dissemination in Indonesia”. The International Journal of Entrepreneurship and Innovation Vol. 4 No. 4, 251-263. Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993. “Entrepreneurial Intentions: Applying The Theory of Planned Behavior”. Entrepreneurship & Regional Development Vol. 5 No. 4, 315-330. Lee, J., 1997. “The Motivation of Women Entrepreneurs in Singapore”. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research Vol. 3 No. 2, 93-110. Marsden, K., 1992. “African Entrepreneurs – Pioneer of Development”. Small Enterprise Development Vol. 3 No. 2, 15-25. Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein, 1999. “Factors Influencing Small Business Start-Ups”. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research Vol. 5 No. 2, 48-63. McClelland, D., 1961. The Achieving Society, Princeton, New Jersey: Nostrand. McClelland, D., 1971. The Achievement Motive in Economic Growth, in: P. Kilby (ed.) Entrepreneurship and Economic Development, New York The Free Press Mathews, C. H. dan S. B. Moser, 1996. “A longitudinal Investigation of The Impact of Family Background and Gender on Interest in Small Firm Ownership”. Journal of Small Business Management Vol, 34 No. 2, 29-43. Mead, D. C. dan C. Liedholm, 1998. “The Dynamics of Micro and Small Enterprise in Developing Countries”. World Development Vol. 26 No. 1, 61-74. Meier, R. dan M. Pilgrim, 1994. “Policy-Induced Constraints on Small Enterprise Development in Asian Developing Countries”. Small Enterprise Development Vol. 5 No. 2, 66-78. Nunally, J. C., 1978. Psychometric Theory. New York: McGraw-Hill. Remenyi, D., B. Williams, A. Money, dan E. Swartz, 2000. Doing Research in Business and Management: An Introduction to Process and Method. London: Sage Publications. Reynolds, P. D., M. Hay, W. D. Bygrave, S. M. Camp, dan E. Aution, 2000. “Global Entrepreneurship Monitor: Executive
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Report”. A Research Report from Babson College, Kauffman Center for Entrepreneurial Leadership, and London Business School. Sabbarwal, 1994. “Determinants of Entrepreneurial Start-Ups: A Study of Industrial Units in India”. Journal of Entrepreneurship Vol. 3 No. 1, 69-80. Scapinello, K. F., 1989. “Enhancing Differences in The Achievement Attributions of High and Low Motivation Groups”. Journal of Social Psychology Vol. 129 No. 3, 357363. Schiller, B.R., dan P. E. Crewson, 1997. “Entrepreneurial Origins: A Longitudinal Inquiry”. Economic Inquiry Vol. 35 No. 3, 523–531. Scott, M. dan D. Twomey, 1988. “The Long-Term Supply of Entrepreneurs: Students` Career Aspirations in Relation to Entrepreneurship”. Journal of Small Business Management Vol. 26 No 4, 5-13. Sengupta, S. K. dan S. K. Debnath, 1994. “Need for Achievement and Entrepreneurial Success: A Study of Entrepreneurs in Two Rural Industries in West Bengal”. The Journal of Entrepreneurship Vol. 3 No 2, 191-204. Sinha, T. N., 1996. “Human Factors in Entrepreneurship Effectiveness”. Journal of Entrepreneurship Vol. 5 No. 1, 23-29. Singh, K.A., dan K. V. S. M. Krishna, 1994. “Agricultural Entrepreneurship: The Concept and Evidence”. Journal of Entrepreneurship Vol. 3 No. 1, 97-111. Steel, D., 1994. “Changing The Institutional and Policy Environment for Small Enterprise Development in Africa”. Small Enterprise Development Vol. 5 No. 2, 4-9. Swierczek, F. W., dan T. T. Ha, 2003. “Entrepreneurial Orientation, Uncertainty Avoidance and Firm Performance: An Analysis of Thai and Vietnamese SMEs”.International Journal of Entrepreneurship and Innovation Vol. 4 No. 1, 46-58. Tkachev, A., dan L. Kolvereid, 1999. “SelfEmployment Intentions among Russian Students”. Entrepreneurship & Regional Development Vol. 11, No. 3, 269-280.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
125
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL AUDITOR TERHADAP PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) Nita Andriyani Budiman Universitas Muria Kudus Email :
[email protected] Kata Kunci: Faktor internal, faktor eksternal, penghentian premature prosedur audit
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh faktor internal dan eksternal auditor terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Faktor internal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah lokus kendali, self esteem, equity sensitivity, keahlian dan pengalaman auditor. Sedangkan faktor eksternal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas, serta prosedur review dan kontrol kualitas. Responden dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang disampaikan langsung kepada responden. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana dari 100 kuesioner yang disebarkan, hanya 85 kuesioner yang dapat dianalisis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan Perfect Statistics Proffesionally Presented (PSPP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku penghentian prematur atas prosedur audit dipengaruhi oleh lokus kendali, keahlian auditor, pengalaman auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas, serta prosedur review dan kontrol kualitas. Sedangkan self esteem dan equity sensitivity tidak berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.
Keywords: Internal factors, eksternal factors, premature sign-off audit procedures.
Abstract The purpose of this study is to examine the influence of internal factors and external auditors to premature sign-off audit procedures. Auditor internal factors tested in this study is the locus of control, self esteem, equity sensitivity, audit skill, and audit experience. While external factors tested in this study were time pressure, obedience pressure, detection risk, materiality, and review procedures and quality control. Respondents in this research are the auditor who works at public accounting firm in Central Java and Yogyakarta. The primary data used in this study were collected through a questionnaire submitted directly to the respondents. Determination of the samples were done by purposive sampling method, where the 100 questionnaires distributed, only 85 questionnaires could be used for analysis. Hypothesis testing was performed using Perfect Statistics Professionally Presented (PSPP). The results of this study indicate that the behavior of premature sign-off audit procedures is affected by the locus of control, audit skill, audit experience, time pressure, obedience pressure, detection risk, materiality, and review procedures and quality control. Variables of self esteem and equity sensitivity did not have any significant impact to the behavior of premature sign-off audit procedures.
126
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Pendahuluan Bankir, analis laporan keuangan dan pemegang saham akan membuat keputusan mengenai suatu pinjaman dan investasi yang akan dilakukannya berdasarkan laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan keuangan harus menyediakan informasi yang obyektif tentang kondisi keuangan sebuah perusahaan. Agar laporan keuangan teruji secara independen dan dapat diandalkan oleh para pengambil keputusan, laporan keuangan harus diaudit oleh akuntan publik. Audit atas laporan keuangan merupakan bagian dari jasa penjaminan yang diberikan Kantor Akuntan Publik (KAP) kepada sebuah perusahaan. Jasa penjaminan ini memiliki nilai karena pemberi jaminan bersifat independen dan tidak bias dengan informasi yang diperiksanya. Perusahaan diwajibkan untuk meminta pendapat audit dari auditor terhadap laporan keuangan yang akan dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penjaminan atas kepercayaan publik kepada perusahaan. Dengan adanya pelaksanaan jasa penjaminan diharapkan auditor dapat meningkatkan kualitas informasi melalui peningkatan kepercayaan dalam hal keandalan dan relevansi informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pelaksanaan audit yang baik harus berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Agar laporan audit yang dihasilkan dapat berkualitas dalam pengambilan keputusan, auditor harus benar-benar melaksanakan prosedur audit sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Akan tetapi, fenomena perilaku yang dapat mengurangi kualitas audit yang dilakukan oleh auditor pada saat melakukan audit semakin banyak terjadi (Alderman dan Deitrick, 1982; Margheim dan Pany, 1986; Raghunathan, 1991; Malone dan Roberts, 1996; Reckers et al., 1997; Coram et al., 2000; Heriningsih, 2001; Donnelly et al., 2003; Radtke dan Tervo, 2004; Soobaroyen dan Chengabroyan, 2006; Weningtyas dkk, 2006). Pengurangan kualitas dalam audit diartikan oleh Coram et al. (2004) sebagai pengurangan mutu yang dilakukan dengan sengaja oleh auditor dalam suatu proses audit. Pengurangan mutu tersebut dapat dilakukan auditor melalui tindakan seperti auditor yang mengurangi jumlah sampel audit, melakukan review yang kurang mendalam terhadap dokumen klien, tidak memperluas pemeriksaan ketika terdapat item yang kurang jelas, atau auditor memberikan pendapat audit saat semua prosedur audit yang disyaratkan belum dilakukan secara lengkap. Penelitian yang dilakukan oleh Malone dan Roberts (1996) dan Coram et al. (2004) mengemukakan bahwa salah satu bentuk perilaku auditor yang dapat mengurangi kualitas audit adalah penghentian prematur atas prosedur audit (premature sign-off audit procedures). Praktik penghentian prematur atas prosedur audit ini terjadi ketika auditor mendokumentasikan prosedur audit secara lengkap tanpa benar-benar melakukannya atau mengabaikan atau bahkan tidak melakukan beberapa prosedur audit yang Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
127
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
disyaratkan akan tetapi auditor dapat memberikan pendapat audit atas suatu laporan keuangan (Shapeero et al., 2003). Praktik penghentian prematur atas prosedur audit ini akan berdampak terhadap kualitas audit yang akan dihasilkan oleh auditor. Praktik tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan hukum terhadap auditor. Jika salah satu atau beberapa langkah dalam prosedur audit dihilangkan, maka probabilitas auditor dalam membuat keputusan dan pendapat audit yang salah akan semakin tinggi. Praktik penghentian prematur atas prosedur audit ini juga dapat mengakibatkan informasi yang telah dikumpulkan oleh auditor menjadi tidak valid, tidak akurat, dan secara langsung dapat mengancam reliabilitas laporan keuangan yang telah diaudit. Selain itu, praktik tersebut cenderung dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi auditor dan akhirnya dapat mematikan profesi auditor itu sendiri (Otley dan Pierce, 1995). Kualitas audit diartikan oleh DeAngelo (1981) sebagai kemungkinan seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien. Kemungkinan untuk dapat menemukan pelanggaran tergantung pada keahlian dan independensi diri seorang auditor. Penemuan-penemuan terhadap pelanggaran harus didukung oleh bukti kompeten yang cukup agar laporan yang disampaikan atau pendapat audit yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan kepada klien. Jika auditor ingin memperoleh bukti kompeten yang cukup, maka auditor harus 128
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
melaksanakan prosedur audit yang diperlukan dengan benar dan lengkap (Heriningsih, 2001). Perkembangan terakhir dalam bidang pengauditan memperlihatkan adanya sinyal ketidakpuasan para pengguna laporan keuangan terhadap kualitas audit. Kondisi tersebut merupakan masalah yang memerlukan perhatian yang berkelanjutan dari para praktisi maupun organisasi profesi agar auditor dapat mempertahankan kualitas pekerjaan auditnya. Menurut Malone dan Roberts (1996), perilaku penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditor dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kepribadian dan kepercayaan diri yang terdapat dalam diri seorang auditor, sedangkan faktor eksternal diartikan sebagai salah satu komponen etika yang harus dijaga dan ditaati oleh auditor pada saat melakukan audit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor internal seperti lokus kendali, self esteem, equity sensitivity, keahlian auditor, dan pengalaman auditor serta faktor eksternal seperti tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas serta prosedur review dan kontrol kualitas dapat mempengaruhi penghentian prematur atas prosedur audit dengan sampel penelitian adalah auditor yang bekerja pada KAP di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang umumnya masih berskala kecil dan memiliki keterbatasan dalam hal penerimaan klien. Penelitian ini juga ingin mengetahui seberapa besar pengaruh auditor yang bekerja di KAP berskala kecil
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
yang memiliki keterbatasan sumber daya terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Tinjauan Pustaka Penghentian Prematur atas Prosedur Audit Dalam melaksanakan pekerjaan auditnya, auditor diwajibkan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Menurut Malone dan Robert (1996), kualitas kerja auditor dapat ditunjukkan dari seberapa jauh seorang auditor untuk dapat melaksanakan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam audit program. Prosedur audit tersebut meliputi langkahlangkah yang harus dilakukan oleh auditor pada saat melakukan audit atas suatu laporan keuangan. Perilaku penghentian prematur atas prosedur audit sangat berpengaruh secara langsung terhadap laporan audit yang akan dihasilkan oleh auditor. Jika salah satu langkah dalam prosedur audit dihilangkan, maka auditor berkemungkinan akan membuat keputusan audit yang salah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malone dan Robert (1996) yang mengemukakan bahwa penghentian prematur atas prosedur audit adalah sebagai salah satu perilaku yang dapat mengurangi kualitas audit. Menurut Marxen (1990) dalam Sososutikno (2003), penghentian prematur atas prosedur audit merupakan suatu keadaan dimana auditor menghentikan satu atau beberapa langkah yang diperlukan dalam proses audit tanpa menggantinya dengan langkah lain. Sedangkan dalam
penelitian Shapeero et al. (2003) menyimpulkan bahwa kegagalan audit sering disebabkan karena penghapusan prosedur audit yang penting daripada prosedur audit yang tidak dilakukan secara memadai pada saat melakukan pekerjaan audit. Serangkaian prosedur audit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beberapa prosedur audit yang telah ditetapkan dalam SPAP yang mudah untuk dilakukan praktik penghentian prematur. Prosedur audit tersebut antara lain: pemahaman bisnis dan industri klien (PSA No. 67), pertimbangan pengendalian internal (PSA No. 69), review kinerja internal auditor klien (PSA No. 33), pengujian substantif (PSA No. 05), prosedur analitik (PSA No. 22), proses konfirmasi (PSA No. 07), representasi manajemen (PSA No. 17), pengujian pengendalian teknik audit berbantuan komputer (PSA No. 59), sampling audit (PSA No. 26), dan perhitungan fisik sediaan dan kas (PSA No. 07). Penelitian Alderman dan Deitrick (1982) dalam studinya pada auditor yang bekerja di KAP delapan besar menunjukkan bahwa 31% dari respondennya berpersepsi bahwa penghentian prematur atas prosedur audit telah terjadi dan merupakan akibat dari supervisi yang tidak mencukupi, adanya tekanan waktu dan masalah auditor yang tidak menanyakan representasi klien. Praktik tersebut lebih banyak dilakukan pada level partner dan lebih sering terjadi pada tahap review dan pengujian sistem pengendalian internal klien. Penelitian Raghunathan (1991) Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
129
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
mengungkapkan bahwa 55% dari auditor yang bekerja di KAP delapan besar pernah melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit yang paling umum terjadi pada tahap prosedur analitik. Sedangkan menurut penelitian Heriningsih (2001) mengungkapkan bahwa lebih dari 50% dari respondennya telah melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit dan prosedur yang paling sering dihentikan adalah mengurangi jumlah sampel yang telah direncanakan, sedangkan yang paling jarang dihentikan secara prematur adalah konfirmasi kepada pihak ketiga. Lokus Kendali (Locus of Control) Lokus kendali adalah suatu konsep yang menunjuk pada keyakinan individu mengenai sumber kendali akan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam hidupnya (Larsen dan Buss, 2002). Sedangkan menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (1984), lokus kendali didefinisikan sebagai keyakinan masing-masing pegawai tentang kemampuannya untuk dapat mempengaruhi semua kejadian yang berkaitan dengan diri dan pekerjaannya. Teori lokus kendali menggolongkan individu apakah termasuk dalam lokus kendali internal atau eksternal. Individu yang memiliki lokus kendali internal percaya bahwa kejadian-kejadian yang ada pada diri mereka adalah dibawah pengendalian mereka sendiri dan mereka memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang memiliki lokus kendali eksternal. Individu yang memiliki lokus kendali eksternal adalah individu 130
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
yang percaya bahwa mereka tidak dapat mengontrol kejadian-kejadian dan hasil yang ada pada diri mereka (Donnelly et al., 2003). Penelitian-penelitian terdahulu telah menunjukkan suatu hubungan yang kuat dan positif diantara individu yang termasuk dalam lokus kendali eksternal dengan suatu keinginan untuk menggunakan penipuan atau manipulasi guna memperoleh tujuantujuan pribadinya (Donnelly et al., 2003). Hasil dari penelitian Mudrack (1989) dalam Donnelly et al. (2003) menyimpulkan bahwa penggunaan manipulasi, penipuan atau taktik menjilat atau mencari muka dapat menggambarkan suatu usaha dari lokus kendali eksternal untuk mempertahankan pengaruh mereka terhadap lingkungan yang kurang ramah. Dalam konteks auditing, auditor yang melakukan tindakan manipulasi atau penipuan akan terwujud dalam bentuk perilaku penyimpangan dalam audit, seperti perilaku penghentian prematur atas prosedur audit. Perilaku tersebut dilakukan auditor sebagai bentuk pertahanan mereka agar dapat bertahan di lingkungan auditnya. Formulasi hipotesis yang digunakan untuk membuktikan pengaruh lokus kendali terhadap penghentian prematur atas prosedur audit adalah sebagai berikut: H1: Lokus kendali berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Self Esteem Self esteem adalah suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan (Robert dan Angelo, 2000). Menurut Robbin (1996), self esteem
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
merupakan suatu variabel kepribadian yang mengukur derajat suka atau tidak suka seorang individu terhadap dirinya sendiri. Setiap individu memiliki self esteem yang berbeda-beda dimana mereka melihat diri mereka sendiri apakah berharga, mampu dan dapat diterima di lingkungan sekitar atau tidak. Individu yang memiliki self esteem rendah memandang diri mereka sendiri dalam pemahaman yang negatif. Mereka tidak merasa baik dengan diri mereka sendiri dan dipenuhi rasa tidak percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Individu yang memiliki self esteem rendah adalah individu yang mudah terpengaruh oleh orang lain dan hanya bergantung pada orang lain, sehingga mereka melakukan sesuatu hanya dengan meniru orang yang dihormati dan dianggap benar meskipun orang yang diikuti tersebut belum tentu benar. Individu yang memiliki self esteem tinggi adalah individu yang memiliki komitmen atau prinsip hidup yang lebih baik dalam melakukan segala hal untuk mencapai tujuannya (Malone dan Robert, 1996). Individu tersebut dapat mengatasi kegagalan dengan lebih baik karena mereka mempunyai sifat optimis dan tingkat kecemasan yang rendah daripada individu yang memiliki self esteem rendah. Self esteem berhubungan dengan depresi, kecemasan dan motivasi yang terjadi pada setiap individu. Lusch dan Serpkenci (1990) menyatakan bahwa self esteem berhubungan dengan tekanan kerja. Seseorang yang mempunyai self esteem rendah berkemungkinan akan mengalami tekanan dalam lingkungan kerjanya.
Sedangkan Sager (1991) mengungkapkan bahwa seseorang dengan self esteem tinggi merasa yakin akan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya dan diharapkan memiliki tekanan kerja yang rendah. Seorang auditor yang memiliki self esteem rendah cenderung tidak berkomitmen lebih baik dalam melakukan pekerjaan auditnya. Auditor tersebut merasa mengalami tekanan kerja yang tinggi, sehingga ada kecenderungan bagi auditor yang memiliki self esteem rendah untuk melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Self esteem berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Equity Sensitivity Karakteristik-karakteristik individual yang berbeda dapat menyebabkan perilaku yang berbeda pula dalam memandang suatu keadilan yang dirasakan seseorang dibandingkan dengan orang lain. Equity sensitivity mencoba menjelaskan perbedaan perilaku etis dan tidak etis yang disebabkan oleh karakteristik individual (Fauzi, 2001). Menurut Adams (1963) dalam Fauzi (2001), teori keadilan menjelaskan seseorang akan menilai hubungannya dengan menganalisa apa yang ia berikan dan apa yang ia terima dari hubungan tersebut untuk dibandingkan dengan apa yang diberikan dan apa yang diterima orang lain dari hubungan tersebut. Berdasarkan perspektif teori keadilan yang dikemukakan oleh Adams Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
131
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
(1963) dalam Fauzi (2001) menunjukkan bahwa seorang individu berusaha untuk menemukan keseimbangan antara apa yang ia dapat dari organisasi dengan kontribusi apa yang ia berikan kepada organisasi. Terdapat tiga tipe individu tentang teori keadilan yang dikembangkan oleh Adams (1963) dalam Fauzi (2001), yaitu: a) benevolents: individu yang merasa adil ketika apa yang ia berikan kepada organisasi lebih besar daripada apa yang ia terima dari organisasi, b) equity sensitives: individu yang merasa adil ketika apa yang ia berikan kepada organisasi sama dengan apa yang ia terima dari organisasi, dan c) entitleds: individu yang merasa adil ketika apa yang ia terima dari organisasi lebih besar daripada apa yang ia berikan kepada organisasi. Individu yang berada ditengahtengah benevolents dan entitleds adalah equity sensitives yang sama-sama menitikberatkan pada pekerjaan yang maksimal dan mencapai penghargaan yang diinginkannya. Individu yang termasuk kategori benevolents akan merasa puas ketika ia dapat memberikan sumbangan kepada organisasi lebih besar dibandingkan dengan apa yang ia dapatkan dari organisasi. Dengan demikian, individu benevolents tidak terlalu mengejar penghargaan seperti kecenderungan yang dilakukan oleh individu entitleds yang lebih mementingkan apa yang ia dapat dari organisasi daripada apa yang ia berikan kepada organisasi. Seorang auditor dengan tipe entitleds cenderung melakukan hal-hal yang kurang etis untuk mencapai apa yang diinginkannya dibandingkan auditor 132
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
dengan tipe benevolents. Auditor yang termasuk tipe entitleds cenderung mengabaikan salah satu prosedur audit atau menghentikan prosedur audit yang sudah ditetapkan hanya untuk mencapai apa yang diinginkannya tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, maka formulasi hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H3: Equity sensitivity berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Keahlian Auditor Keahlian auditor dalam melakukan audit menunjukkan tingkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh auditor. Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang mencakup antara lain: merencanakan, menyusun, dan melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan (Praptomo, 2002). Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor independen untuk bekerja sebagai tenaga yang profesional. Sifat-sifat profesional adalah kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seseorang melalui latihan dan belajar selama bertahun-tahun yang berguna untuk mengembangkan teknik tersebut serta keinginan untuk mencapai kesempurnaan dan keunggulan dibandingkan rekan sejawatnya. Jasa yang diberikan kepada klien harus diperoleh dengan cara-cara profesional yang didapat dengan belajar, latihan, pengalaman, dan
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
penyempurnaan keahlian audit. Waspodo (2007) menyatakan auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai berbagai hal selama melakukan audit. Mayangsari (2003) menjelaskan bahwa auditor yang mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik atas laporan keuangan akan lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan. Dengan semakin banyak keahlian yang dimiliki oleh auditor, maka auditor akan semakin mengetahui berbagai masalah audit secara lebih mendalam dan berkecenderungan melakukan penghentian prematur atas prosedur audit yang sudah ditetapkan. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H4: Keahlian auditor berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Pengalaman Auditor Gusnardi (2003) mengemukakan bahwa pengalaman auditor dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, tahun pengalaman, keahlian yang dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta pelatihanpelatihan yang pernah diikuti auditor tentang audit. Masalah penting yang berhubungan dengan pengalaman auditor akan berkaitan dengan tingkat ketelitian auditor. Auditor yang berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak wajar dan lebih selektif terhadap informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001, dalam
Hartono, 2014). Praktik-praktik dalam bidang auditing dapat menjadi sarana pembelajaran dan pengalaman bagi auditor. Auditor yang berpengalaman dapat memperhatikan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap prosedur audit jika dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Berdasarkan uraian di atas dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H5: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Tekanan Waktu (Time Pressure) Auditor dituntut untuk melakukan efisiensi waktu dan biaya dalam melaksanakan audit dan hal ini dapat menimbulkan tekanan waktu bagi auditor. Heriningsih (2001) membagi tekanan waktu menjadi dua dimensi antara lain: tekanan menyelesaikan audit tepat waktu (time deadline pressure) dan tekanan anggaran waktu (time budget pressure). Fungsi anggaran dalam KAP adalah sebagai dasar estimasi biaya audit, alokasi staf ke masing-masing pekerjaan, dan evaluasi kinerja staf auditor dalam menyelesaikan audit (Waggoner dan Chasell, 1991). Tekanan waktu yang diberikan oleh KAP kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan tekanan waktu ini akan memaksa auditor untuk menyelesaikan pekerjaan audit secepat mungkin atau sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
133
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Efek samping yang dapat merugikan publik akibat dari alokasi waktu audit yang sangat ketat adalah memunculkan perilaku yang dilakukan oleh auditor yang akan berdampak terhadap kualitas audit yang dihasilkannya seperti penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, auditor gagal meneliti prinsip-prinsip akuntansi, auditor melakukan review yang kurang mendalam terhadap dokumen, auditor kurang jelas dalam menerima penjelasan dari klien, dan auditor mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima (Kelley dan Margheim, 1990). Perilaku auditor tersebut secara langsung dapat mengancam reliabilitas laporan audit yang membentuk dasar pendapat audit. Pelaksanaan prosedur audit dengan kondisi tekanan waktu tentu tidak akan sama hasilnya apabila dibandingkan dengan pelaksanaan prosedur audit yang dilakukan tanpa tekanan waktu. Penelitian Waggoner dan Cashell (1991) menunjukkan bahwa tekanan waktu yang berlebihan akan membuat auditor menghentikan prosedur audit. Sebaliknya Margheim dan Pany (1986) serta Malone dan Roberts (1996) mengungkapkan bahwa tekanan waktu tidak memberi dampak terhadap terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit. Auditor yang harus menepati anggaran waktu yang telah ditetapkan oleh KAP memiliki kecenderungan untuk melakukan pengabaian terhadap prosedur audit atau bahkan penghentian terhadap prosedur audit. Penelitian ini ingin mengetahui apakah auditor yang merasa 134
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
mengalami tekanan waktu pengerjaan audit berpengaruh terhadap kecenderungan auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut: H6: Tekanan waktu berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Tekanan Ketaatan Tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior dari auditor senior atau atasan dan entitas yang diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari standar etika dan profesionalisme. Dalam melaksanakan tugas audit, auditor secara terus-menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan (Jamilah dkk, 2007). Entitas yang diperiksa dapat mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan auditor dan menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pekerjaan lapangan seperti penghentian prematur atas prosedur audit. Tekanan ketaatan seorang auditor akan berdampak pada etos kerja atau hasil audit. Penelitian ini ingin mengetahui apakah tekanan ketaatan berpengaruh terhadap kecenderungan auditor untuk melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit dan hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H7: Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Risiko Deteksi Risiko deteksi adalah risiko bahwa
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
auditor tidak dapat mendeteksi adanya salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi keefektifan prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko tersebut menyatakan suatu ketidakpastian yang dihadapi auditor dimana kemungkinan bahan bukti yang telah dikumpulkan oleh auditor tidak mampu untuk mendeteksi adanya salah saji yang material. Ketidakpastian tersebut dapat dikurangi melalui perencanaan dan supervisi yang memadai serta pelaksaaan pekerjaan audit yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Ketika auditor menerapkan risiko deteksi yang rendah berarti semua bahan bukti yang dikumpulkan oleh auditor harus dapat mendeteksi adanya salah saji yang material. Agar bahan bukti tersebut dapat mendeteksi adanya salah saji yang material, maka diperlukan jumlah bahan bukti yang lebih banyak dan prosedur audit yang benar dan lengkap sesuai dengan audit program sehingga kemungkinan auditor untuk melakukan penghentian prematur atas prosedur audit juga akan semakin rendah. Sebaliknya, jika auditor menetapkan risiko deteksi yang tinggi, maka semakin tinggi kecenderungan untuk melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. Hasil penelitian Weningtyas dkk (2006) menyatakan risiko deteksi berpengaruh positif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Sebaliknya, penelitian Heriningsih (2001) menyatakan risiko deteksi berpengaruh negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Berdasarkan dari perbedaan hasil penelitian -penelitian sebelumnya, maka formulasi
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H8: Risiko deteksi berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Materialitas Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2011:158). Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi dari auditor sendiri. Saat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur audit rendah, maka terdapat kecenderungan bagi auditor untuk menghentikan prematur atas prosedur audit. Penghentian prematur atas prosedur audit ini dilakukan karena auditor beranggapan jika ditemukan salah saji dari pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya tidaklah material sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapat audit. Terdapat perbedaan hasil dari penelitian Weningtyas dkk (2006) yang menghasilkan kesimpulan bahwa materialitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sedangkan Wahyudi (2011) tidak memperoleh bukti bahwa materialitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh materialitas terhadap praktik penghentian Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
135
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
prematur atas prosedur audit. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H9: Materialitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Prosedur Review dan Kontrol Kualitas KAP perlu melakukan prosedur review atau prosedur pemeriksaan untuk mengontrol kemungkinan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner dan Cashell, 1991). Prosedur review merupakan proses memeriksa atau meninjau ulang hal atau pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan. Prosedur review berperan dalam memastikan bahwa auditor telah mengumpulkan bukti audit yang lengkap dan melakukan pemeriksaan ketika terdapat auditor yang telah melakukan penghentian prematur. Berbeda dengan prosedur review yang berfokus pada pemberian pendapat audit, kontrol kualitas lebih berfokus pada pelaksanaan prosedur audit sesuai dengan standar auditing. KAP harus memiliki kebijakan yang dapat memonitor praktik yang berjalan di KAP itu sendiri (Messier, 2000). Keberadaan suatu sistem kontrol kualitas akan membantu sebuah KAP untuk memastikan bahwa standar profesional telah dijalankan dengan semestinya di dalam praktik audit. Pelaksanaan prosedur review dan kontrol kualitas yang baik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku penyimpangan dalam audit seperti 136
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Kemudahan pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan semacam penghentian prematur atas prosedur audit. Apabila KAP menerapkan prosedur review dan kontrol kualitas secara efektif, maka semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan audit seperti penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit melalui prosedur review dan kontrol kualitas, maka semakin rendah kemungkinan auditor untuk melakukan praktik ini. Penelitian Malone dan Roberts (1996) serta Weningtyas dkk (2006) mendukung pernyataan tentang prosedur review dan kontrol kualitas yang berpengaruh negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hal ini dikarenakan apabila prosedur review dan kontrol kualitas yang diterapkan KAP sudah efektif, maka apabila terdapat auditor yang melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit dapat terdeteksi oleh KAP. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk menguji apakah prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit dengan formulasi hipotesis sebagai berikut: H10: Prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja pada KAP di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel dari penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling. Auditor sebagai responden tidak dibatasi oleh jabatan auditor pada KAP (partner, manajer, senior, atau junior auditor), sehingga semua auditor yang bekerja di KAP dapat diikutsertakan sebagai responden. Kuesioner yang dikirim langsung kepada auditor sebanyak 100 kuesioner. Dari 100 kuesioner yang dikirim, kuesioner yang kembali sebanyak 87 dan kuesioner yang dapat diolah hanya 85, sedangkan 2 kuesioner datanya tidak lengkap. Pengukuran Variabel Kuesioner dibagi dalam sebelas bagian, bagian pertama merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel lokus kendali, yaitu Work Locus of Control Scale (WLCS) yang telah dikembangkan oleh Spector (1988) dan skala yang digunakan adalah skala likert 4 poin. Bagian kedua, yaitu self esteem yang juga diukur dengan skala likert 4 poin dan instrumen yang digunakan adalah instrumen sikap dari Self Esteem Scale (SES) yang dikembangkan oleh Robbin (1996). Bagian ketiga adalah Equity Sensitivity Instrument (ESI) yang dikembangkan oleh Huseman, et al. (1987) dengan nilai ESI berkisar 0-10 untuk setiap pertanyaan. Bagian keempat, yaitu keahlian
auditor yang diukur dengan menggunakan indikator dari Suraida (2003) dalam Hartono (2014)dan diukur dengan skala likert 5 poin. Bagian kelima merupakan variabel pengalaman auditor dengan mengggunakan indikator yang dikembangkan oleh Suraida (2003) dalam Hartono (2014) dengan skala likert 5 poin. Bagian keenam, tekanan waktu yang diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kelley dan Margheim (1990) dengan dengan skala likert 4 poin. Bagian ketujuh digunakan untuk mengukur variabel tekanan ketaatan yang diadopsi dari penelitian Jamilah dkk (2007) dengan skala likert 5 poin. Bagian kedelapan adalah instrumen dari penelitian Heriningsih (2001) yang digunakan untuk mengukur variabel risiko deteksi dengan skala likert 4 poin. Bagian kesembilan, yaitu materialitas yang diukur dengan menggunakan indikator dari Heriningsih (2001) dan diukur dengan skala likert 4 poin. Bagian kesepuluh, variabel prosedur review dan kontrol kualitas diukur dengan menggunakan instrumen dalam penelitian Malone dan Roberts (1996) dengan skala likert 4 poin. Bagian kesebelas adalah instrumen untuk mengukur penghentian prematur atas prosedur audit dari penelitian Alderman dan Deitrick (1982) dengan skala likert 4 poin. Metode Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini hipotesis dianalisis dengan menggunakan uji asumsi regresi linier berganda dengan program Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
137
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Perfect Statistics Proffesionally Presented (PSPP). Model regresi yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut: PP = a + b1LK + b2SE + b3ES + b4KA + b5PA + b6TW + b7TK + b8RD + b9M +b10PR + e Dimana : PP = Penghentian prematur atas prosedur audit a = Konstanta b1-b10 = Koefisien regresi LK = Lokus kendali SE = Self esteem ES KA PA TW TK RD M PR E
= Equity sensitivity = Keahlian auditor = Pengalaman auditor = Tekanan waktu = Tekanan ketaatan = Risiko deteksi = Materialitas = Prosedur review dan kualitas = Variabel di luar penelitian
Tabel 1 Deskriptif Responden Menghentikan Tidak Prosedur Menghentikan Prosedur Audit Audit Lokus Kendali
60
25
Self Esteem
46
39
Equity Sensitivity
46
39
Keahlian Auditor
43
42
Pengalaman Auditor
34
51
Tekanan Waktu
39
46
Tekanan Ketaatan
36
49
Risiko Deteksi
33
52
Materialitas
36
49
Prosedur Review dan Kontrol Kualitas
42
43
Sumber: Data primer yang diolah Tabel 1 menunjukkan auditor yang kotrol
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan dari data hasil penelitian diketahui bahwa 23 responden (27,06%) kadang-kadang sampai dengan selalu melakukan tindakan penghentian prematur atas prosedur audit dan selebihnya 62 responden (72,94%) berusaha untuk melakukan prosedur audit sesuai dengan audit program yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini mendapatkan persentase lebih kecil dibandingkan temuan Alderman dan Deitrick (1982), Raghunathan (1991), Heriningsih (2001), dan Wahyudi (2011).
138
Nita Andriyani Budiman
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
mempunyai lokus kendali eksternal, self esteem rendah, individu entitleds, dan keahlian auditor yang tinggi cenderung untuk melakukan tindakan penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan semakin auditor berpengalaman, tidak mendapat tekanan waktu, tekanan ketaatan rendah, risiko deteksi rendah, tingkat materialitas yang ditetapkan rendah, dan KAP sudah menetapkan prosedur review dan kontrol kualitas yang sudah efektif, maka terdapat kecenderungan bagi auditor untuk tidak menghentikan prematur atas prosedur audit. Hasil statistik deskriptif tersebut belum cukup untuk mengungkapkan pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen, sehingga perlu dilihat pula hasil regresinya.
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Tabel 2 Hasil Pengujian Hipotesis Variabel
p value
β
Keterangan
Lokus Kendali
0,021
0,241 Signifikan
Self Esteem
0,074
0,344 Tidak Signifikan
Equity Sensitivity Keahlian Auditor Pengalaman Auditor Tekanan Waktu
0,262
0,787 Tidak Signifikan
0,019
0,241 Signifikan
0,016
0,375 Signifikan
0
0,675 Signifikan
Tekanan Ketaatan Risiko Deteksi Materialitas
0,021
0,205 Signifikan
0,043 0,012
0,783 Signifikan 0,202 Signifikan
Prosedur Review dan Kontrol Kualitas
0,047
-0,181 Signifikan
Sumber: Data primer diolah Berdasarkan tabel 2, hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan variabel lokus kendali berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hubungan antara lokus kendali dan penghentian prematur atas prosedur audit bersifat positif. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Donnelly et al. (2003) yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki lokus kendali eksternal berhubungan positif dengan tingkat penerimaan perilaku penyimpangan dalam audit. Dalam penelitian ini salah satu bentuk dari perilaku penyimpangan dalam audit adalah penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin tinggi auditor melakukan tindakan manipulasi atau penipuan dalam pekerjaan auditnya, maka semakin tinggi pula auditor tersebut melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. Berdasarkan dari hasil analisis
diketahui bahwa self esteem tidak berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak dapat didukung. Auditor dengan self esteem tinggi kemungkinan dapat mengatasi kegagalan dengan baik daripada auditor dengan self esteem rendah. Auditor dengan self esteem rendah dalam penelitian ini ternyata tidak begitu mempengaruhi kinerja dan tidak mempengaruhi penghentian prematur atas prosedur audit. Walaupun seorang auditor memiliki self esteem rendah, akan tetapi tetap saja auditor tersebut melakukan prosedur audit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa mengabaikan salah satu prosedur audit. Hipotesis alternatif ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa equity sensitivity berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa equity sensitivity tidak berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sehingga untuk hipotesis ketiga dalam penelitian ini tidak dapat didukung. Auditor dengan tipe benevolents cenderung tidak melakukan hal-hal yang kurang etis untuk mencapai apa yang diinginkannya dibandingkan auditor dengan tipe entitleds. Auditor dengan tipe entitleds dalam penelitian ini ternyata masih tetap berperilaku etis untuk mencapai apa yang diinginkannya dan tetap melakukan prosedur audit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa mengabaikan salah satu prosedur audit. Hasil analisis untuk hipotesis keempat menyatakan bahwa keahlian Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
139
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
auditor berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Dengan demikian, hipotesis keempat dalam penelitian ini dapat didukung. Auditor dengan keahlian yang tinggi yakin dapat mengendalikan tujuan mereka daripada auditor dengan keahlian yang rendah. Dalam penelitian ini, auditor dengan keahlian yang tinggi diyakini mengetahui berbagai masalah audit secara lebih mendalam dan cenderung melakukan penghentian prematur atas prosedur audit yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sehingga hipotesis kelima dalam penelitian ini dapat didukung. Praktik-praktik dalam bidang auditing dapat menjadi sarana pembelajaran dan pengalaman bagi auditor. Auditor yang berpengalaman merasa percaya diri dengan kemampuan yang mereka miliki dan tetap saja berusaha untuk memperhatikan prosedur audit yang ditetapkan jika dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Hipotesis keenam menyatakan bahwa tekanan waktu berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa tekanan waktu berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit dan hipotesis keenam dalam penelitian ini dapat didukung. Berdasarkan dari hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa tekanan waktu mempunyai pengaruh positif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin besar tekanan terhadap waktu 140
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
pengerjaan audit, semakin besar pula kecenderungan auditor untuk melakukan penghentian prematur. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu oleh Alderman dan Dietrick (1982), Coram et al. (2000), Heriningsih (2001), Soobaroyen dan Chengabroyan (2006), serta Weningtyas dkk (2006). Berbeda dengan hasil penelitian Raghunathan (1991), Malone dan Robert (1996), serta Wahyudi (2011) menyatakan bahwa tekanan waktu tidak berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hipotesis alternatif ketujuh menyatakan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Dengan demikian hipotesis ketujuh dalam penelitian ini dapat didukung. Semakin rendah tekanan ketaatan saat melakukan audit, maka auditor akan cenderung untuk tidak mengambil tindakan yang melanggar standar pekerjaan lapangan seperti penghentian prematur atas prosedur audit. Hipotesis kedelapan dalam penelitian ini menyatakan bahwa risiko deteksi berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Berdasarkan dari hasil analisis penelitian didapatkan bahwa risiko deteksi berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Dengan demikian hipotesis kedelapan dalam penelitian ini dapat didukung. Ketika auditor menginginkan risiko deteksi rendah, auditor harus lebih banyak melakukan prosedur audit, sehingga kemungkinan melakukan penghentian prematur atas prosedur audit akan semakin rendah. Hasil penelitian ini mendukung
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
hasil penelitian terdahulu oleh Raghunathan (1991) dan Weningtyas dkk (2006). Pengujian hipotesis kesembilan menunjukkan bahwa materialitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Dengan demikian hipotesis kesembilan dalam penelitian ini dapat didukung. Hasil ini konsisten dengan temuan Weningtyas dkk (2006) dan Wahyudi (2011). Auditor yang menilai materialitas yang melekat pada prosedur audit rendah, maka auditor cenderung tidak menghentikan prematur atas prosedur audit. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa prosedur review dan kontrol kualitas mempunyai pengaruh negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin efektif penerapan prosedur review dan kontrol kualitas dalam suatu KAP, maka semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan audit seperti penghentian prematur, begitu pula sebaliknya. Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malone dan Roberts (1996) serta Weningtyas dkk (2006). Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran Berdasarkan analisis deskriptif, penelitian ini dapat menunjukkan bahwa
telah terjadi penghentian prematur atas prosedur audit yang sering dilakukan oleh auditor yang bekerja pada KAP di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 27,06%. Auditor yang mempunyai lokus kendali eksternal, self esteem rendah, individu entitleds, dan keahlian auditor yang tinggi cenderung untuk melakukan tindakan penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan auditor yang berpengalaman, tekanan waktu rendah, tekanan ketaatan rendah, risiko deteksi rendah, tingkat materialitas yang ditetapkan rendah, dan KAP sudah menetapkan prosedur review dan kontrol kualitas yang sudah efektif cenderung tidak menghentikan prematur atas prosedur audit. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa perilaku penghentian prematur atas prosedur audit dipengaruhi oleh lokus kendali, keahlian auditor, pengalaman auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas, serta prosedur review dan kontrol kualitas. Sedangkan self esteem dan equity sensitivity tidak mempunyai pengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitan ini memiliki keterbatasan yang perlu untuk diperbaiki di penelitianpenelitian selanjutnya. Keterbatasan itu berupa prosedur audit yang digunakan sebagai alat ukur untuk menguji terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit hanya terbatas pada prosedur perencanaan audit dan prosedur pekerjaan lapangan, sehingga kurang membuktikan prosedur audit yang digunakan dalam proses audit secara menyeluruh. Keterbatasan lain adalah masih sedikitnya penelitian yang membahas tentang pengaruh faktor internal Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
141
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
auditor terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit. Misalnya dengan menguji faktor-faktor dari segi internal karakteristik auditor yang lain seperti komitmen organisasi, kinerja pegawai, atau keinginan untuk berhenti bekerja serta faktor-faktor eksternal auditor yang lain seperti gaya kepemimpinan, budaya organisasi, dan audit program yang berkemungkinan dapat menyebabkan terjadinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Selain itu, jumlah responden yang dijadikan sampel untuk meneliti perilaku penghentian prematur atas prosedur audit perlu ditambah sebanyak mungkin, sehingga menghasilkan penelitian yang lebih baik dan hasil yang diperoleh lebih memadai. Untuk penelitian selanjutnya dapat memfokuskan penelitian pada kelompok responden tertentu, misalnya untuk junior auditor atau senior auditor saja. Daftar Pustaka Alderman, C. Wayne dan James W. Deitrick, 1982, “Auditor‟s Perceptions of Time Budget Pressures and Premature Sign Offs: A Replication and Extension”, Auditing: A Journal of Practice and Theory. Arens, A. Alvin dan James K. Loebbecke, 2000, Auditing: An Integrated Approach, New Jersey: PrenticeHall, Inc. Baron, R. A. dan J. Greenberg, 1993, 142
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
Behaviour in Organizations: Understanding and Managing The Human Side of Work, Allyn and Bacon, Inc. Buss, Arnold H, 1995, Personality: Temperament, Social Behavior and The Self, Boston: Allyn and Bacon. Coram, Paul, Juliana Ng dan David Woodliff, 2000, “The Effect of Time Budget Pressure and Risk of Error on Auditor Performance”, Working paper, The University of Melbourne. _______, 2004, ―The Moral Intensity of Reduced Audit Quality Acts‖, Working paper, The University of Melbourne. DeAngelo, L. E, 1981, “Auditor Size and Audit Quality‖, Journal of Accounting & Economics Vol. 3. No.3, hal. 183-199 Donnelly David P., Jeffrey J. Quirin dan David O' Bryan, 2003, “Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior: An Explanatory Model Using Auditors' Personal Characteristics”, Behavioral Research in Accounting Vol. 15, no.1, hal. 87-110 Fauzi, Achmad, 2001, ―Pengaruh Perbedaan Faktor-Faktor Individual Terhadap Perilaku Etis Mahasiswa Akuntansi”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Greenhalgh, L. dan Z. Rosenblatt, 1984, “Job Insecurity: Toward Conceptual Clarity‖, Academy of
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Management Review, Vol. 9, no.3, hal. 438-448 Gusnardi, 2003, “Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Judgment Penetapan Risiko Audit oleh Auditor yang Berpengalaman dan Auditor yang Belum Berpengalaman”, Tesis Universitas Padjadjaran, Bandung. Hartono, Fany Amalia, 2014, ―Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Audit Judgment (Studi pada Kantor Akuntan Publik SeKodya Semarang)‖, Skripsi Universitas Muria Kudus, Kudus. Heriningsih, Sucahyo, 2001, “Penghentian Prematur atas Prosedur Audit: Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik”, Tesis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Hyatt, Troy A. dan Douglas F. Prawitt, 2001, “Does Congruence Between Audit Structure and Auditors‟ Locus of Control Affect Job Performance?”, The Accounting Review Vol. 76, no.2, hal. 263-274 IAI Kompartemen Akuntan Publik, 2011, Standar Profesional Akuntan Publik, Jakarta: Salemba Empat. Irawati, Yuke dan Thio Anastasia Petronila Mukhlasin, 2005, Hubungan Karakteristik Personal Auditor terhadap Tingkat Penerimaan Penyimpangan Perilaku dalam Audit, “Simposium Nasional Akuntansi VIII”. Jamilah, Siti, Zaenal Fanani, dan Granita Chandrarin, 2007, Pengaruh
Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment, “Simposium Nasional Akuntansi X”. Kaplan, Steven E, 1995, “An Examination of Auditors‟ Reporting Intentions Upon Discovery of Procedures Prematurely Signed-Off”, Auditing: A Journal of Practice and Theory. (http:// www.ebscohost.com) Kelley, Tim dan Loren Margheim, 1990, “The Impact of Time Budget Pressure, Personality, and Leadership Variables on Dysfunctional Auditor Behavior”, A Journal of Practice & Theory Vol. 9 No. 2 (http:// www.ebscohost.com) Larsen, R. J., Buss D. M., 2002, Personality Psychology: Domains of Knowledge about Human Nature, New York: McGrawHall, Inc. Lusch, R. F dan Serpkenci, 1990, ―Personal Differences, Job Tension, Job Outcomes and Store Performance: A Study of Retail Store Manager‖, Journal of Marketing Vol. 54. no.1, hal. 85101 Malone, Charles F dan Robin W. Roberts, 1996, “Factors Associated with The Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors”, Auditing: A Journal of Practice and Theory. Vol.15, no.2 Mayangsari, S., 2003, “Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Terhadap Pendapat Audit: Sebuah Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
143
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Kuasieksperimen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 6 No. 1. Margheim, Loren dan Kurt Pany, 1986, “Quality Control, Premature Sign Off and Underreporting of Time: Some Empirical Findings”, Auditing: A Journal of Practice and Theory. Messier, William F, 2000, “Auditing and Assurance Services: A Systematic Approach”, United States of America: McGraw-Hill Companies. Mulyadi, 2011, Auditing, Jakarta: Salemba Empat. Nataline, 2007, “Pengaruh Batasan Waktu Audit, Pengetahuan Akuntansi dan Auditing, Bonus serta Pengalaman Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang”, Skripsi Universitas Negeri Semarang, Semarang. Otley, D. dan B. Pierce, 1995, “The Control Problem in Public Accounting Firms: An Empirical Study of The Impact of Leadership Style”, Accounting, Organizations and Society Vol. 20. No.5, hal.405 -420 Praptomo, 2002, Aturan Perilaku Auditor, Pusdiklat BPKP. Prasetyo, Priyono P., 2002, ―Pengaruh Locus of Control Terhadap Hubungan antara Ketidakpastian Lingkungan dengan Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 5 no.1. Radtke, Robin R. dan Wayne A. Tervo, 2004, ―An Examination of Factors 144
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Nita Andriyani Budiman
Associated with Dysfunctional Audit Behavior‖, Working paper, The University of Texas at San Antonio. Raghunathan, Bhanu, 1991, ―Premature Signing-Off of Audit procedures: An Analysis‖, Accounting Horizons. Vol.5, no.2, hal.71-79 Reckers, Philip M. J., 1997, ―A Comparative Examination of Auditor Premature Sign-Offs Using The Direct and The Randomized Response Methods‖, Auditing: A Journal of Practice and Theory. Vol.16, no.1 Reiss, Michelle C. dan Kaushik Mitra, 1998, “The Effect of Individual Difference Factors on The Acceptability of Ethical and Unethical Workplace Behaviors‖, Journal of Business Ethics Vol. 17, no.14, hal.1581-1593 Robbin, P. Stephen, 1996, Organizational Behavior: Concept, Controversies, New Jersey: Prentice-Hall, Inc Robert dan Angelo, 2000, Organizational Behavior, New York: McGraw Hill. Sager, J. K, 1991, ―Reducing Sales Manager Job Stress‖, The Journal of Business and Industrial Marketing Vol. 7, no.4, hal.5-14 Shapeero, Mike, Hian Chye Koh dan Larry N. Killough, 2003, “Underreporting and Premature Sign-Off in Public Accounting”, Managerial Auditing Journal. Vol.8, no.6/7, hal.478-489 Solar, D. dan D. Bruehl, 1971, ―Machiavellianism and Locus of Control: Two Conceptions of
Nita Andriyani Budiman
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Interpersonal Power‖, Psychological Reports Vol. 29., hal 1079-1082 Soobaroyen, Teerooven dan Chelven Chengabroyan, 2006, “Auditors' Perceptions of Time Budget Pressure, Premature Sign Offs and Under-Reporting of Chargeable Time: Evidence from a Developing Country”, International Journal of Auditing. Vol.10, no.3, hal 201-218 Sososutikno, Christina, 2003, Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan Perilaku Disfungsional serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Audit, “Simposium Nasional Akuntansi VI”. Spector, P, E, 1988, "Development of The Work Locus of Control Scale‖, Journal of Occupational Psychology, Vol. 61, no.4, hal. 335-340 Waggoner, Jeri B. dan James D. Cashell, 1991, ―The Impact of Time Pressure on Auditors‟ Performance‖, The Ohio CPA Journal. Wahyudi, Imam, Jurica Lucyanda, dan Loekman H. Suhud, 2011, “Praktik Penghentian Prematur atas Prosedur Audit”, Media Riset Akuntansi, Vol.1 No.2. Waspodo, Lego, 2007, ―Pengaruh Independensi Auditor Eksternal dan Kualitas Audit Terhadap Hasil Negosiasi antara Auditor dengan Manajemen Klien Mengenai Permasalahan Laporan Keuangan‖, Tesis Universitas
Diponegoro, Semarang. Weningtyas, Suryanita, Doddy Setiawan dan Hanung Triatmoko, 2006, Penghentian Prematur atas Prosedur Audit, “Simposium Nasional Akuntansi IX”.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
145
PENGARUH KOMITMEN AFEKTIF, PERSEPSI SALING KETERGANTUNGAN TUGAS DAN KETERLIBATAN KERJA TERHADAP SHARING PENGETAHUAN PADA AUDITOR Ika Indriasari STIE Cendekia Karya Utama Semarang Email:
[email protected] Kata kunci: auditor, komitmen afektif, keterlibatan kerja, persepsi ketergantungan tugas, sharing pengetahuan
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel persepsi saling ketergantungan tugas dan keterlibatan kerja sebagai anteseden dari tiga dimansi komitmen afektif, yaitu komitmen afektif organisasi, tim dan profesi terhadap aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan oleh auditor. Obyek penelitian adalah auditor yang bekerja di KAP di Indonesia. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah simple random sampling. Data diperoleh dengan menyebarkan 300 kuesioner di KAP-KAP di Jawa, Sumatera, Bali, dan Kalimantan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan program AMOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen afektif tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap aktivitas sharing pengetahuan pada auditor, sementara keterlibatan kerja dan persepsi keterlibatan tugas memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen afektif dan juga berhubungan positif dengan sharing pengetahuan pada auditor.
Keywords: auditors, affective commitment, job involvement, perceptions of task dependency, sharing knowledge.
Abstract This study aimed to analyze the variable perceptions of task interdependence and job involvement as an antecedent of three dimansi affective commitment, namely affective organizational commitment, and professional teams on knowledge sharing activities were carried out by the auditors. The object of study is the auditor who works in the KAP of Indonesia. Data collection technique used is simple random sampling. Data obtained by distributing 300 questionnaires to some KAP in Java, Sumatra, Bali, and Borneo. Data analysis were performed using Structural Equation Model (SEM) with the AMOS program. The results showed that affective commitment was not shown to have an influence on the auditor's knowledge sharing activities, while job involvement and perceptions of task involvement has a positive and significant relationship to affective commitment and positively related to the sharing of knowledge on auditors.
146
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Pendahuluan Aktivitas yang terkait dengan manajemen pengetahuan dipandang lebih penting bagi perusahaan, seiring dengan meningkatnya persepsi hubungan antara keuntungan kompetitif dengan pengetahuan (Andreu dkk, 2008). Kinerja dan kemampuan untuk terus bertahan suatu organisasi juga dipengaruhi oleh kemampuan dan kecepatan organisasi dalam mengembangkan kompetensi berbasis pengetahuan. Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai salah satu perusahaan yang berbasis sumber daya manusia, sangat bergantung pada kemampuan dan pengetahuan para auditornya dalam pelaksanaan pekerjaannya. Manajemen pengetahuan yang efektif menjadi salah satu tantangan paling penting yang dihadapi Kantor Akuntan Publik saat ini, agar pengetahuan yang dimiliki auditor-auditornya terus meningkat. Peningkatan pengetahuan auditor ini sangat penting, agar auditor dapat terus menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi seiring dengan kemajuan teknologi dan terus munculnya pesaing-pesaing baik lokal maupun auditor asing. Hambatan dan tantangan yang dihadapi auditor terkait dengan tuntutan kapabilitasnya diharapkan dapat diperkecil, salah satunya dengan menggiatkan sharing pengetahuan. Menurut Setiarso (2006), berbagi pengetahuan merupakan salah satu metode dalam knowledge management yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik,
pengalaman dan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Berbagi pengetahuan hanya dapat dilakukan apabila setiap anggota memiliki kesempatan yang luas dalam menyampaikan pendapat, ide, kritikan, dan komentarnya kepada anggota lainnya. Selanjutnya, Setiarso (2006) menyatakan pula bahwa peran sharing pengetahuan dikalangan karyawan menjadi amat penting untuk meningkatkan kemampuan karyawan agar mampu berpikir secara logika yang diharapkan akan menghasilkan suatu bentuk inovasi. Praktik sharing pengetahuan ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi upaya peningkatan produktivitas organisasi (Setiarso, 2006). Pengetahuan yang terdistribusi dengan baik dalam suatu organisasi dapat mempengaruhi setiap tahapan dari proses pembuatan keputusan (Lessard dan Zaheer, 1996), meskipun demikian pada umumnya sharing pengetahuan ini tidak dapat dipaksakan, hanya dapat didorong dan difasilitasi (Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock, 2005). Mempertimbangkan manfaat yang besar tersebut, maka perlu diteliti faktorfaktor yang dapat mendorong praktik sharing pengetahuan, khususnya pada auditor Indonesia yang menghadapi perubahan dan tantangan sebagai konsekuensi era globalisasi. Nilai pengetahuan organisasional individu meningkat ketika pengetahuan yang dimilikinya dibagikan (Styhre, 2002). Beerli (2002) dalam Norris dkk (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dapat dianggap sebagai sumber daya unik yang akan tumbuh ketika dibagikan, ditransfer dan dikelola dengan terampil. Kurangnya Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
147
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
sharing pengetahuan dalam suatu kelompok akan berakibat pada ketidakefektifan, bahkan dapat berakibat pada gagalnya suatu kelompok kerja (Yu dan Khalifa, 2007), oleh karena itu penentuan faktor-faktor yang dapat meningkatkan proses sharing pengetahuan dalam suatu kelompok atau organisasi menjadi hal penting yang mendasari penelitian ini. Berbagai faktor telah diidentifikasi sebagai hal yang mempengaruhi aktivitas sharing pengetahuan, seperti: komitmen, keterlibatan kerja, persepsi saling ketergantungan tugas, struktur organisasi, kondisi sosial dan lain sebagainya (Zheng dan Bao, 2006 dalam Andreu dkk 2008). Hlupic dkk (2002) menyatakan bahwa faktor pendorong sharing pengetahuan terbagi menjadi hard issue yang berupa teknologi dan peralatan dan soft issue seperti komitmen, motivasi, iklim perusahaan dan budaya. Saat ini, isu yang lebih banyak dibahas telah bergeser dari hard issue menuju pada soft issue. Komitmen sebagai salah satu soft issue telah banyak diteliti sebagai variabel yang berpengaruh pada pekerjaan auditor. Ketchand dan Strawser, (2001); Smith, Hall, dan Langfield-Smith, (2005); Smith dan Hall, (2008) dan beberapa peneliti lainnya telah meneliti komitmen akuntan publik pada dasar profesi dan organisasi. Zheng dan Bao (2006) menambahkan komitmen akuntan publik terhadap tim kerja, mengingat bahwa pekerjaan audit biasa dilakukan dalam suatu tim. Komitmen terhadap profesi menunjukkan keterikatan individu terhadap profesi yang dijalaninya. Komitmen terhadap organisasi 148
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
menunjukkan kekuatan identifikasi individu terhadap organisasi tempat bekerjanya, sedangkan komitmen terhadap tim menunjukkan adanya keterikatan individu dengan tim kerjanya. Peneliti-peneliti tersebut di atas membahas mengenai komitmen profesi, komitmen organisasi dan komitmen tim auditor menjadi tiga dimensi komitmen seperti yang dikemukakan oleh Meyer dan Allen (1991), yaitu komitmen afektif, komitmen continuance dan komitmen normatif. Dimensi-dimensi tersebut merefleksikan suatu keterkaitan antara pekerja dengan organisasi, namun sifat dari masing-masing keterkaitannya memiliki perbedaan (Meyer, Allen dan Gellatly, 1990). Ulasan yang dilakukan oleh Meyer dan Allen (1991) mengenai literatur komitmen organisasional menyebutkan bahwa pekerja dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bertahan pada organisasinya karena mereka memang menginginkannya (want to), sedangkan mereka yang memiliki komitmen continuance yang kuat, bertahan dalam organisasinya karena adanya suatu kebutuhan (need to) dan yang memiliki komitmen normatif yang kuat, bertahan karena merasa bahwa sudah semestinya mereka melakukan hal itu (ought to). Baik anteseden maupun konsekuensi dari masing -masing komitmen tersebut juga berbeda (Meyer dkk. 1990). Terkait dengan sifat sharing pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan (Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock, 2005), dan untuk melakukannya diperlukan adanya kepercayaan dan pengalaman (Davenport and Prusak, 1998), maka
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
dimensi komitmen yang diduga paling memberikan dorongan dan memiliki hubungan yang paling kuat dengan sharing pengetahuan adalah komitmen afektif. Hal ini diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa sifat dan pola perilaku individu dipengaruhi oleh kekuatan hubungan antar individu seperti halnya komitmen pekerja kepada organisasinya di tempatnya bekerja (O’Reilly dan Chatman, 1986). Persepsi saling ketergantungan tugas merupakan salah satu anteseden bagi komitmen organisasi dalam suatu hubungan kelompok (Ketchand dan Strawser, 2001). Tingkat saling ketergantungan tugas dalam pekerjaan audit ditentukan oleh cara para auditor bekerja sama, dalam hal ini ditentukan sebagian oleh teknologi dan sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan dikelola (Van Vijfeijken dkk, 2002). Pada saat tugas yang dilaksanakan sangat berhubungan satu sama lain, atau paling tidak saat auditor memiliki persepsi bahwa tugas-tugas mereka saling berhubungan, beberapa persepsi menciptakan ketergantungan yang bersifat timbal balik. Tingginya persepsi saling ketergantungan tugas akan menyebabkan auditor dalam satu kelompok menjadi lebih peduli akan pentingnya kontribusi mereka terhadap profesinya sebagaimana juga terhadap organisasi dan tim kerjanya. Kepedulian yang meningkat ini semestinya meningkatkan pula ego auditor untuk terlibat dalam hal-hal yang terkait dengan pekerjaannya dan kemudian meningkatkan komitmennya terhadap perusahaan, profesi dan tim kerjanya. Monge dkk (1998) menyatakan bahwa keuntungan timbal balik dari
berkomunikasi dan sharing dengan pihak lain akan meningkat ketika pekerjaan perorangan auditor tergantung pada usaha auditor lain dari dalam ataupun dari luar departemen mereka. Tingkat saling ketergantungan tugas ditentukan oleh cara individu dalam suatu kelompok (profesi,organisasi atau tim kerja) bekerja sama dan bagaimana cara suatu pekerjaan dikelola (Van Vijveiken dkk, 2002). Monge dkk (1998) menemukan bahwa ketergantungan tugas/ kerja berpengaruh positif pada keyakinan pekerja untuk melakukan sharing pengetahuan internal. Seseorang bisa terlibat dalam pekerjaannya sebagai respon terhadap atribut tertentu dari situasi pekerjaannya (Mudrack, 2004). Jika seorang auditor memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, mereka akan selalu memandang tujuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh organisasi secara lebih positif. Beberapa teori telah menyatakan bahwa pekerja dengan keterlibatan kerja yang tinggi akan mengusahakan upaya yang lebih baik dalam pencapaian tujuan organisasi, dan kemungkinan tidak akan meninggalkan tempatnya bekerja ( Zheng dan Bao, 2006; Kanungo, 1979; Lawler, 1986). Adanya rasa puas pada auditor tersebut diharapkan berhubungan positif dengan komitmen terhadap perusahaan. Komitmen yang tinggi, kepercayaan dan motivasi karyawan ini selanjutnya menjadi isu kunci yang akan mendorong sharing pengetahuan karyawan (Storey dan Quintas, 2001). Zheng dan Bao (2006) telah melakukan studi empiris mengenai hubungan antara komitmen afektif Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
149
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
organisasi, komitmen afektif tim dan komitmen afektif profesional, keterlibatan kerja, persepsi saling ketergantungan tugas dan sharing pengetahuan auditor. Penelitian Zheng dan Bao (2006) yang dilakukan pada akuntan publik di Cina tersebut telah menemukan bukti empiris adanya hubungan positif komitmen afektif organisasi dan komitmen afektif tim dengan sharing pengetahuan, namun tidak berhasil membuktikan bahwa komitmen afektif profesional memiliki hubungan yang signifikan dengan sharing pengetahuan auditor. Menurut Zheng dan Bao (2006), hasil penelitian di atas masih memerlukan konfirmasi empiris lebih lanjut, meskipun secara rasional telah dapat mencerminkan kondisi profesi akuntan publik di Cina. Indonesia merupakan negara yang memiliki beberapa persamaan kultur dengan Cina, khususnya dalam hal kolektivisme, jarak kekuasaan dan orientasi kinerja (Javidan dan House, 2001 dalam Robbins, 2006). Kultur tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkat komitmen, keterlibatan kerja dan persepsi saling ketergantungan tugas. Replikasi penelitian Zheng dan Bao (2006) dilakukan pada penelitian ini memiliki beberapa alasan, yang pertama adalah sebagai konfirmasi atas bukti empiris yang telah ditemukan di Cina. Kedua, pembahasan mengenai hubungan komitmen, keterlibatan kerja dan persepsi saling ketergantungan tugas dengan aktivitas sharing pengetahuan di Indonesia ini juga dirasa penting mengingat akan dilaksanakannya perubahan dalam bidang akuntansi di Indonesia, yaitu 150
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
konvergesi standar akuntansi Indonesia ke standar internasional. Indonesia sebagai satu-satunya anggota negara G-20 dari Asia Tenggara, harus berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan mengenai perlu adanya satu standar tunggal akuntansi global yang berkualitas tinggi (Auditor internal, 2010). Standar acuan akuntansi yang pada saat ini diakui secara global adalah International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Konvergensi IFRS sebagai standar akuntansi di Indonesia yang ditargetkan berlaku secara keseluruhan mulai tanggal 1 Januari 2012 yang akan datang, tentu membawa dampak yang cukup besar (IAI, 2008). Implementasi perubahan ini menuntut kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan publik diharapkan dapat segera melakukan update pengetahuannya sehubungan dengan perubahan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), membuat revisi Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS (Auditor internal, 2010). Permasalahan yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah :1) Apakah komitmen afektif memiliki pengaruh positif terhadap sharing pengetahuan. 2) Apakah keterlibatan kerja memilki pengaruh positif terhadap komitmen afektif auditor dan sharing pengetahuan, dan 3) Apakah persepsi saling ketergantungan tugas berpengaruh positif terhadap komitmen
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
afektif auditor dan sharing pengetahuan. Telaah Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Teori Integrasi Manajemen Pengetahuan sebagai model pencipta pengetahuan dikemukakan oleh Toumi (1999). Gagasan diciptakannya teori ini berdasarkan pada karya Nonaka (1995) yang memperkenalkan konsep “perusahaan pencipta pengetahuan” (knowledgecreating-company) (Djajadiningrat, 2005). Toumi dan Nonaka dalam Djajadiningrat (2005), menyatakan bahwa pengetahuan yang selalu diciptakan oleh individuindividu dapat dimunculkan dan diperluas oleh organisasi melalui interaksi sosial, yang pada saat interaksi tersebut pengetahuan yang tersirat (tacit knowledge) diubah menjadi pengetahuan yang tersurat (explicit knowledge). Sharing Pengetahuan Sharing pengetahuan adalah perilaku penyebaran dan penerimaan pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan anggota lain dalam suatu organisasi. Aktivitas ini merupakan proses orang-per-orang. Aktivitas ini juga merupakan tindakan sosial yang melibatkan perilaku kolektif pada suatu kelompok (Yu dan Khalifa, 2007) yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya, hanya dapat didorong atau difasilitasi (Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock, 2005). Sharing pengetahuan, mengacu pada penelitian van den Hoof dan van Weenen (2004) terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu donating (mengkomunikasikan modal intelektual yang dimiliki kepada rekannya) dan collecting knowledge (berkonsultasi kepada rekan/ kolega supaya mereka bersedia membagikan kekayaan intelektualnya). Sharing pengetahuan dianggap sebagai suatu dimensi dan fokus pada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sharing pengetahuan tersebut. Sharing pengetahuan sendiri adalah suatu proses yang tidak hanya mengacu pada informasi, namun juga kepercayaan, pengalaman, dan praktik kontekstual yang terkadang sulit untuk disampaikan (Davenport and Prusak, 1998). Hal inilah yang seringkali tidak diperhatikan oleh sebagian besar proses sharing pengetahuan dalam suatu organisasi dan menganggap bahwa sharing lebih sebagai suatu proses transfer pengetahuan, ketika satu unit (misalnya individu, kelompok, departemen, divisi) terpengaruh oleh pengalaman unit lainnya (Argote dkk, 2000). Komitmen Afektif Komitmen afektif berhubungan positif dengan kemauan individu untuk melakukan upaya yang lebih baik bagi pekerjaannya, sehingga komitmen tersebut mendorong individu untuk mau memberikan atau menerima pengetahuan kepada/ dari pihak lain. Kemauan untuk menyebarkan atau membagikan modal intelektual yang dimiliki oleh seseorang juga berhubungan dengan adanya kepercayaan antara pemberi dan penerima Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
151
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
pengetahuan, pengalaman, dan praktik kontekstual yang sulit untuk disampaikan (Davenport dan Prusak, 1998). Kepercayaan dan kemauan berbagi tersebut dimungkinkan jika seseorang memiliki hubungan emosi dengan obyek tertentu, diantaranya adalah dengan organisasi tempat bekerjanya, profesinya dan tim kerjanya. Hasil penelitian Jarvenpaa dan Staples (2001) menyatakan, bahwa meskipun pengetahuan adalah hasil kerja keras seorang pekerja, ketika pekerja
didefinisikan sebagai tingkat identifikasi psikologis individual terhadap tugas dan pentingnya pekerjaannya dalam gambaran dirinya secara total (Lodhal and Kejner, 1965). Keterlibatan kerja juga dianggap sebagai komponen penting dari lingkungan kerja dan terkait dengan tingkat penyerapan harian dari pengalaman individu dalam aktivitas kerjanya (Lawler & Hall, 1970). Robbins (2006) menyatakan bahwa keterlibatan kerja merupakan proses partisipatif yang menggunakan seluruh
tersebut bersedia untuk membagikan pengetahuannya, maka hal itu dilakukan bukan untuk kepentingan mereka sendiri, melainkan untuk kemanfaatan yang lebih besar bagi organisasi. Komitmen afektif pada auditor menunjukkan adanya ikatan emosional individu terhadap organisasinya karena auditor tersebut memiliki identifikasi terhadap tujuan organisasi dan memiliki keinginan untuk membantu pencapaian tujuan tersebut (Ketchand dan Strawser, 2001). Terkait dengan sifat sharing pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan
kapasitas karyawan, dan dirancang untuk mendorong peningkatan komitmen bagi suksesnya suatu organisasi. Logika yang mendasari adalah: dengan melibatkan para karyawan dalam keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan mereka dan dengan meningkatkan otonomi serta kendali mengenai kehidupan kerja mereka, karyawan dapat menjadi lebih produktif dan lebih puas dengan pekerjaannya.
(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock dkk 2005), maka uraian tersebut di atas menjelaskan mengapa komitmen afektif yang berhubungan dengan adanya keterikatan emosi, adalah dimensi komitmen yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan antara komitmen individu dengan kemauan untuk melakukan sharing pengetahuan.
lingkungan kerja dan dialami oleh pekerja secara langsung serta dilaksanakan dengan cara yang penuh arti (Bishop dan Scott, 2000). Saling ketergantungan tugas juga dapat diartikan sebagai suatu fitur struktural dari suatu hubungan antar anggota kelompok yang berasal dari tugastugas dalam kelompok. Saling ketergantungan tugas ini menjadi lebih nampak ketika anggota kelompok harus
Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja (job involvement)
berbagi material, informasi dan saran dalam rangka mencapai hasil atau kinerja
152
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Saling ketergantungan tugas adalah komponen yang sangat proksimal bagi
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
(van der Vegt dkk,1999 dalam Taggar dan Haines, 2006). Tingkat saling ketergantungan tugas ditentukan oleh bagaimana cara orangorang bekerja sama, dan mungkin juga ditentukan sebagian oleh teknologi dan sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002). Saling ketergantungan tugas ini merupakan karakteristik yang penting bagi banyak pekerjaan, termasuk didalamnya tim kerja audit dan tim kerja lainnya yang diarahakan
keterlibatan kerja, komitmen afektif dan komitmen continuance) yang diduga mempengaruhi motivasi untuk meningkatkan hasil kerja melalui proses belajar. Penelitian Naquin dan Holton (2002) tersebut menemukan bahwa pengaruh disposisional merupakan anteseden yang signifikan dari motivasi untuk meningkatkan kinerja melalui proses belajar. Penelitian yang menghubungkan antara lingkungan kerja dan komitmen
sendiri (Bishop dan Scott, 2000). Meskipun saling ketergantungan tugas ini merupakan karakteristik yang penting bagi banyak pekerjaan, namun beda individu bisa jadi memiliki persepsi yang berbeda mengenai tingkatan ketergantungan tugas. Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, auditor selalu melakukannya dalam tim kerja. Pada lingkungan kerja profesi yang hampir sama, tingginya persepsi saling ketergantungan tugas akan menyebabkan rekan satu kelompok lebih peduli akan pentingnya kontribusi mereka terhadap profesinya sebagaimana terhadap
telah dilakukan oleh Leong dkk (2003). Penelitian tersebut bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara komitmen organisasi dan komitmen profesi auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik. Penelitian tersebut juga bertujuan untuk menguji hubungan antara keterlibatan kerja dan komitmen profesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen profesi pada auditor di Kantor Akuntan Publik dipengaruhi oleh komitmen organisasi dan keterlibatan kerja. Cabrera dan Cabrera (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
organisasi dan kelompok. Kepedulian yang meningkat ini semestinya meningkatkan pula ego pekerja untuk terlibat dan kemudian meningkatkan pengaruh positifnya terhadap perusahaan dan tim kerjanya. Penelitian Terdahulu Naquin dan Holton (2002) meneliti tingkatan dimensi dari lima faktor model
untuk membantu terjadinya penyebaran pengetahuan dengan baik dalam suatu organisasi diperlukan beberapa hal, diantaranya adalah adanya tingkat interaksi yang lebih tinggi, yang berarti memerlukan adanya ketergantungan antara anggota suatu kelompok, partisipasi anggota, budaya perusahaan yang mendukung, komunikasi yang baik, egaliterisme dan keadilan dalam perusahaan, serta yang
personalitas, afektivitas dan komitmen kerja (termasuk di dalamnya etika kerja,
terakhir adalah adanya persepsi dukungan dari organisasi tempat bekerja. Karyawan Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
153
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
yang bekerja pada organisasi yang memiliki tipe lingkungan tersebut diatas dan mengakui serta menilai kontribusi pekerjanya, semestinya memiliki kemauan secara alami untuk berbagi pengetahuan dan bekerja sama (Cabrera dan Cabrera, 2005). Penelitian yang menghubungkan antara komitmen, keterlibatan kerja dan persepsi saling ketergantungan tugas terhadap sharing pengetahuan telah dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006).
laku karyawan dalam berinisiatif untuk melakukan sharing pengetahuan, sehingga tingkat komitmen karyawan bertentangan dengan keseganan karyawan untuk melakukan sharing pengetahuan. Komitmen karyawan yang diharapkan dapat mendukung sharing pengetahuan ini tidak dapat muncul begitu saja. Sebelum muncul komitmen yang kuat, ditemukan ada beberapa hal yang mempengaruhi munculnya komitmen tersebut, misalnya pengalaman kerja, keterlibatan kerja, saling
Penelitian tersebut memberikan bukti empiris adanya hubungan positif yang signifikan antara lingkungan kerja (dalam penelitian ini keterlibatan kerja dan persepsi saling ketergantungan tugas), komitmen afektif profesi, komitmen afektif kelompok dan sharing pengetahuan dalam Kantor Akuntan Publik di Cina. Hasil lainnya, hubungan antara persepsi saling ketergantungan tugas dan komitmen afektif profesi, komitmen afektif profesi dan sharing pengetahuan ditemukan tidak signifikan. Keterlibatan kerja yang diduga memiliki hubungan positif, ditemukan
ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, masa kerja dan sebagainya (Allen dan Meyer,1990; Naquin dan Holton, 2002; Leong dkk, 2003; Clayton dkk, 2007). Faktor lainnya yang memiliki hubungan dengan komitmen yaitu tingkat saling ketergantungan tugas, yang menunjukkan bagaimana cara orang-orang bekerja sama, yang mungkin juga ditentukan sebagian oleh teknologi dan sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002). Diantara berbagai faktor yang diduga memiliki hubungan positif dengan
memiliki hubungan negatif dengan sharing pengetahuan. Hal ini bertolak belakang dengan prediksi peneliti sebelumnya, bahwa komitmen dan lingkungan kerja secara keseluruhan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap proses sharing pengetahuan. Hislop (2003) dalam Zheng dan Bao (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan yang menarik antara tingkat komitmen
komitmen tersebut, hanya keterlibatan kerja dan persepsi saling ketergantungan tugas yang akan diteliti lebih lanjut dan diduga memiliki hubungan positif secara langsung dengan sharing pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas, maka hubungan antar variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini digambarkan dalam kerangka berikut ini:
yang dirasakan karyawan terhadap organisasinya dengan sikap serta tingkah 154
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis H2d
Komitmen afektif organisasi
H2a
keterlibatan kerja
H2b
H2c
persepsi saling
H1a
Komitmen Afektif Kelompok
H3a
H1b
Sharing Pengetahuan
H3b
ketergantungan
tugas H3c
Komitmen Afektif Professional
H1c
H3d
Sumber: Data diolah 2010 Dari uraian diatas maka dibentuk hipotesishipotesis berikut: H1a : terdapat hubungan positif antara komitmen afektif organisasi auditor terhadap peningkatan perilaku sharing pengetahuan H1b : terdapat hubungan positif antara komitmen afektif tim kerja auditor terhadap peningkatan perilaku sharing pengetahuan H1c : terdapat hubungan positif antara komitmen afektif pada profesi akuntan publik auditor terhadap peningkatan perilaku sharing pengetahuan H2a : terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif organisasi auditor
H2c : terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif profesi auditor H2b : terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim auditor H2d : terdapat hubungan positif antara tingkat keterlibatan kerja auditor dan peningkatan sharing pengetahuan H3a : Terdapat hubungan positif antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif organisasional. H3b : Terdapat hubungan positif antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif tim kerja. H3c : Terdapat hubungan positif antara persepsi saling ketergantungan Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
155
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
tugas dengan komitmen afektif profesi. H3d : terdapat hubungan positif antara tingkat persepsi saling ketergantungan tugas auditor dan peningkatan perilaku sharing pengetahuan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi komitmen afektif dan pengaruh komitmen afektif terhadap aktivitas sharing pengetahuan auditor pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Penelitian dilakukan secara crosssectional. Pada bagian pembahasan, diuji hipotesis yang telah ditetapkan untuk membuktikan hubungan-hubungan yang ada antar variabel. Penentuan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah akuntan profesional yang bekerja sebagai auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian ini meliputi auditor yang bekerja pada KAP di Indonesia dengan masa kerja di atas satu tahun. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling pada KAP-KAP yang ada di Indonesia. Metode penentuan sampel ini digunakan untuk memenuhi asumsi dasar agar model persamaan struktural yang diajukan layak. Kesediaan mengisi kuesioner pada KAP adalah 300 kuesioner, sedangkan kuesioner yang kembali dan dapat diolah lebih lanjut sebanyak 145, sehingga sampel yang diperoleh pada penelitian ini adalah 145 156
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
sampel. Ukuran sampel tersebut memenuhi kriteria jumlah sampel dengan menggunakan SEM. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel Independen Komitmen yang diduga memiliki hubungan yang kuat dengan aktivitas sharing pengetahuan adalah komitmen afektif, baik komitmen afektif organisasi, kelompok (tim) maupun komitmen profesional. Untuk mengukur masingmasing komitmen afektif ini, akan digunakan skala Likert dari sangat tidak setuju (1) hingga sangat setuju (5). Pengukuran ini akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner Affective Commitment Scales (ACS) yang disusun oleh Meyer, Allen dan Gellatly (1990); Meyer, Allen dan Smith (1993). Variabel independen selanjutnya adalah Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja akan diukur dengan Job Involvement Questionnaries (JIQ) yang digunakan secara luas dalam literatur-literatur mengenai keterlibatan kerja yang disusun oleh Kanungo (1982). Pada pengukuran variabel ini terdapat 5 item pertanyaan dengan skala Likert. Variabel independen ketiga adalah Persepsi Saling Ketergantungan Tugas. Variabel ini adalah variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat saling keterkaitan pelaksanaan tugas antara anggota team-work, diiukur dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh Bishop dan Scott (2000). Pada variabel ini ada 4 item pertanyaan dan seperti dua variabel independen lainnya, digunakan pula Skala Likert 1 sampai 5.
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sharing pengetahuan. Sharing pengetahuan diukur dengan mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Van den Hoff dan Van Weenen (2004). Ada 7 item pertanyaan yang diukur menggunakan Skala Likert mulai dari sangat tidak setuju (1) hingga sangat setuju (5). Teknik Analisis Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation Modelling/ SEM) dengan menggunakan AMOS 16.0. Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan pada satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan bukan terletak pada metoda analisis yang dipilih, namun terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung Gambar 2 Diagram Jalur Sumber: data diolah 2010
Keterangan gambar : PKT : Persepsi saling ketergantungan tugas KK : Keterlibatan Kerja KAO : Komitmen Afektif Organisasi KAK : Komitmen Afektif Kelompok KAPro : Komitmen Afektif Profesi SP : Sharing Pengetahuan Measurement Model penelitian disajikan dalam tabel 1 berikut ini:
ini
Tabel 1 Measurement Model Penelitian
Konstruk Model Pengukuran Konstruk Persepsi X1 = λ1PKT+ε1 Saling Ketergantungan X2 = λ2PKT+ε2 Tugas X3 = λ3PKT+ε3 X4 = λ4PKT+ε4 Konstruk Kerja
Keterlibatan X5 = λ5KK+ε5
X6 = λ6KK+ε6 X7 = λ7KK+ε7 X8 = λ8KK+ε8 X9 = λ9KK+ε9 Konstruk Komitmen X10 = λ10KAO+ε10 Afektif Organisasi X11 = λ11KAO+ε11 X12 = λ12KAO+ε12 X13 = λ13KAO+ε13 X14 = λ14KAO+ε14 X15 = λ15KAO+ε15 Konstruk eksogen X28 = λ28KAPro+ε28 Sharing Pengetahuan X29 = λ29KAPro+ε29 X30 = λ30KAPro+ε30 X31 = λ31KAPro+ε31 X32 = λ32KAPro+ε32 X33 = λ33KAPro+ε33 X34 = λ34KAPro+ε34 Sumber: data diolah 2010
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
157
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Sumber: data diolah 2010 Persamaan struktural yang terbentuk dari diagram alur adalah : SP = β1KAO+ Z1 SP = β2KAK+ Z2 SP = β3KAPr+ Z3 KAO = β4KK+ Z4 KAPr = β5KK+ Z5 KAK = β6KK+ Z6 SP = β7KK+ Z7 KAO = β8PKT+ Z8 KAPr = β9PKT+ Z9 KAK = β10PKT+ Z10 SP = β11PKT+ Z11 Langkah berikutnya adalah menilai
identifikasi model struktural. Selama proses identifikasi berlangsung dengan program komputer, sering terdapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini terkait dengan masalah identifikasi model struktural, dan selanjutnya dinilai goodness of fit dari masing-masing variabel Structural Equation Model Analisys Setelah melakukan analisis faktor konfirmatori dengan cara menguji indikator dari masing-masing konstruk, dengan demikian proses tersebut telah menguji model per-konstruk hingga diperoleh model yang baik, maka diperolah model persamaan struktural atau full model penelitian dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Full Model Persamaan Struktural
Sumber: data diolah 2010
158
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Penilaian Kriteria Goodness of Fit Indices Model Setelah melakukan pengujian asumsi struktural equation model, maka langkah selanjutnya adalah menilai kriteria goodness-of-fit-indices full structural model. Ringkasan hasil model yang dibangun dengan cut of goodness-of-fit indices yang ditetapkan, disajikan dalam tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut, nilai chi-square 638,307. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan nilai df=264, sehingga masuk pada kriteria marginal. Ghozali (2008) menyatakan bahwa nilai chi -square sangat sensitif terhadap besarnya sampel, sehingga ada kecenderungan nilai chi-square akan selalu signifikan. Nilai probabilitas p=0,000, sehingga tidak memenuhi syarat >0,05 dan menunjukkan bahwa model diterima pada tingkat marginal. Tabel 2 Goodness-of-fit Structural Equation Model- Full Model Items Cut-off Value Hasil Model Keterangan
Chi-square CMIN/DF Significance Probability GFI AGFI TLI RMSEA CFI PNFI PGFI
Diharapkan kecil <2 >0,05
638,307
Marginal
2,418 0
Marginal Marginal
>0,90 >0,90 >0,90 <0,08 >0,95 >0,60
0,725 0,661 0,754 0,101 0,774 0,603
Marginal Marginal Marginal Marginal Marginal Fit
>0,50
0,589
Fit
Sumber: data diolah 2010 (output AMOS 16.0)
Nilai goodness of fit indices lainnya juga menunjukkan angka hasil dibawah kriteria penerimaan model fit, sehingga model secara keseluruhan berada pada tingkat marginal karena tidak mencapai cut -off value yang ditetapkan. Selain kriteria model fit yang disajikan seperti pada confirmatory factor analisys, pada structural full model dipertimbangkan pula nilai Parsimonious Fit Measures (PNFI) dan nilai Parsimonious Goodness of fit Index (PGFI). PNFI merupakan modifikasi dari NFI, yang memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk mencapai level fit. Kegunaan utama PNFI adalah untuk membandingkan model dengan degree of freedom yang berbeda. Tidak ada nilai yang direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima, namun untuk membedakan model nilai > 0,60 dapat dianggap sebagai nilai yang fit (Ghozali, 2008). Kriteria PGFI memodifikasi GFI atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar 0 sampai 1.0 dengan nilai yang semakin tinggi menunjukkan bahwa model lebih parsimony. Nilai >0,5 masuk pada kriteria fit. Hasil model secara keseluruhan menunjukkan bahwa model dapat diterima secara marginal. Uji Normalitas Structural Equation Model (SEM), terutama bila diestimasi dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation Technique, mempersyaratkan dipenuhinya asumsi normalitas. Uji normalitas dilakukan kembali terhadap data yang digunakan dalam analisis model secara keseluruhan, dengan menggunakan AMOS versi 16.0. Dari uji normalitas, Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
159
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
diketahui bahwa masih terdapat beberapa data dengan sebaran tidak normal. Dengan melakukan bootstraping untuk melakukan resampling. Jika hasil etimasi parameternya masih konsisten dengan hasil estimasi tanpa bootstraping maka model masih
Ika Indriasari
layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil bootstraping, estimasi parameter konsisten antara model original dengan model setelah bootstrapping. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model penelitian ini layak digunakan untuk menguji hipotesis 1 hingga 11.
Tabel 3 Output regression Weights Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
KAPro
<---
KK
0,947
0,124
7,649
***
par_1
KAO
<---
PKT
0,889
0,392
2,268
0,023
par_2
KAO
<---
KK
1,018
0,182
5,607
***
par_27
KAT
<---
KK
0,759
0,153
4,974
***
par_28
KAT
<---
PKT
1,393
0,540
2,580
0,010
par_29
KAPro
<---
PKT
0,622
0,275
2,267
0,023
par_30
SP
<---
KAO
-0,205
0,154
-1,329
0,184
par_3
SP
<---
KAPro
-0,237
0,222
-1,068
0,285
par_4
SP
<---
PKT
1,927
0,799
2,411
0,016
par_5
SP
<---
KAT
-0,237
0,180
-1,314
0,189
par_20
SP
<---
KK
0,760
0,365
2,081
0,037
par_21
Sumber: data diolah 2010 (output AMOS 16.0)
Berdasarkan data dari tabel di atas, maka hasil penelitian diringkas dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 4 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis H1a H1b H1c H2a H2b H2c H2d H3a H3b H3c H3d
Hipotesis terdapat hubungan positif antara komitmen afektif organisasi dengan sharing pengetahuan auditor terdapat hubungan positif antara komitmen afektif tim dengan sharing pengetahuan auditor terdapat hubungan positif antara komitmen afektif profesional dengan sharing pengetahuan auditor terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif organisasi auditor terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim auditor terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif profesional auditor terdapat hubungan positif antara tingkat keterlibatan kerja auditor dan peningkatan sharing pengetahuan terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif organisasional auditor terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif tim auditor terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif profesional auditor terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan sharing pengetahuan
Sumber: Data diolah, 2010
160
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Keputusan Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima diterima Diterima Diterima Diterima
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Pembahasan Hipotesis Hubungan Komitmen Afektif Organisasi dengan Sharing Pengetahuan Auditor (H1a) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pada hubungan antara komitmen afektif organisasional (KAO) dengan sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh negatif . Adanya pengaruh negatif yang tidak signifikan pada hubungan antara komitmen afektif organisasi dengan sharing pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen afektif organisasi tidak berpengaruh sharing pengetahuan. Hasil pengujian ini tidak konsisten dengan penelitian Zheng dan Bao (2006). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tanpa adanya komitmen afektif organisasi ternyata aktivitas sharing pengetahuan auditor masih berjalan dengan baik. Hal ini diduga karena sifat pekerjaan audit yang memang membutuhkan sharing yang cukup intensif. Latar belakang budaya masyarakat Indonesia juga diduga turut mempengaruhi kondisi ini, karena menurut penelitian Hoffstede (1980) dalam Robbins (2006) Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat individualisme rendah dan kolektivisme yang cukup tinggi. Kolektivisme menunjukkan kerangka kerja sosial yang ketat yang di dalamnya orang mengharapkan orang lain yang berada dalam kelompoknya mau saling membantu satu sama lain. Hubungan Komitmen Afektif Tim dengan Sharing Pengetahuan Auditor (H1b) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa komitmen afektif tim (KAT) dengan sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,174 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar -1,344 dan p-value 0,179. Nilai CR tersebut berada dibawah nilai kritis +1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa komitmen afektif tim yang rendah tidak memiliki pengaruh terhadap turunnya sharing pengetahuan. Hal ini berarti bahwa meskipun komitmen afektif tim pada auditor rendah, namun aktivitas sharing pengetahuan masih terus berjalan dengan baik. Pekerjaan audit adalah pekerjaan yang selalu dilaksanakan dalam satu tim kerja. Kondisi KAP di Indonesia menunjukkan bahwa cukup banyak auditor yang bekerja secara freelance. Keadaan tersebut membuat auditor tidak selalu berada di KAP, dan hanya bekerja pada saat harus melaksanakan pekerjaan audit. Kelompok atau tim audit yang ditemui dalam tiap-tiap pekerjaan audit belum tentu selalu sama. Auditor yang merupakan pegawai tetap pada suatu KAP di Indonesia juga seringkali mengalami rolling anggota tim kerja. Keadaan-keadaan tersebut diatas
sangat mungkin untuk mempengaruhi komitmen afektif auditor terhadap tim kerjanya. Kondisi tersebut ternyata tidak mempengaruhi tingginya aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan. Hal ini diduga karena tingkat saling ketergantungan tugas antara auditor dalam satu tim tinggi, sehingga auditor tetap melakukan sharing pengetahuan meskipun komitmen afektif tim yang dirasakan mungkin tergantung pada kondisi tim kerjanya. Keadaan ini diduga juga tidak terlepas dari latar belakang budaya Indonesia yang memiliki tingkat kolektivitas tinggi. Hubungan Komitmen Afektif Profesional dengan Sharing Pengetahuan Auditor (H1c) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa komitmen afektif tim (KAPro) dengan sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,379 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar -1,651 dan p-value 0,099. Nilai CR tersebut berada dibawah nilai kritis +1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif tim yang rendah tidak berpengaruh terhadap aktivitas sharing pengetahuan auditor. Hubungan negatif yang tidak signifikan antara komitmen afektif profesional dengan sharing pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen afektif profesional yang rendah tidak berpengaruh pada aktivitas sharing pengetahuan. Aktivitas sharing pengetahuan tetap berjalan dengan baik meskipun auditor belum/ tidak memiliki komitmen afektif yang tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan keterikatan auditor dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah mengatur bagaimana seharusnya seorang auditor menjalankan profesinya. Standar tersebut mengarahkan para auditor agar melaksanakan atau menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sharing pengetahuan merupakan aktivitas yang sangat terkait dengan pelaksanaan standar profesional tersebut, sehingga begitu auditor menjalankan profesinya sesuai dengan standar, maka auditor tersebut juga didorong untuk melaksanakan sharing pengetahuan. Kondisi tersebut diduga membuat komitmen afektif profesional bukan lagi menjadi faktor utama yang mendorong dilakukannya sharing pengetahuan di antara auditor, namun bisa jadi lebih terdorong karena adanya standar yang telah ditetapkan. Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Komitmen Afektif Organisasi Auditor (H2a) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
161
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat pengaruh 0,978 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 5,684 dan p-value 0,000 yang berarti signifikan pada level 0,01. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen afektif organisasi secara signifikan. Adanya hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan kerja dan komitmen afektif organisasi mengindikasikan bahwa keterlibatan kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya komitmen afektif organisasi secara signifikan. Hasil pengujian ini mendukung hasil penelitian Zheng dan Bao (2006) yang menyatakan bahwa keterlibatan kerja berhubungan positif dengan tingkat komitmen afektif organisasi. Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Komitmen Afektif Tim Auditor (H2b) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh 0,817 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 5,417 dan p-value 0,000 (signifikan pada level 0,01). Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen afektif tim secara signifikan. Hasil tersebut selanjutnya mengindikasikan bahwa keterlibatan kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya komitmen afektif tim secara signifikan. Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Komitmen Afektif Profesional Auditor (H2c) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan komitmen afektif profesional (KAPro) terdapat pengaruh 0,861 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 7,946 dan p-value 0,000 (signifikan pada level 0,01). Nilai CR tersebut berada jauh diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif profesional yang tinggi akan meningkatkan sharing pengetahuan secara signifikan. Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Sharing Pengetahuan (H2d) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh 0,755 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,349 dan p-value 0,019. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja yang rendah akan menurunkan
162
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
tingkat sharing pengetahuan. Hubungan antara keterlibatan kerja dan sharing pengetahuan yang positif dan signifikan selanjutnya mengindikasikan bahwa keterlibatan kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya sharing pengetahuan. Hasil pengujian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Zheng dan Bao (2006) yang menemukan bahwa keterlibatan kerja berhubungan negatif dengan tingkat sharing pengetahuan, namun mendukung dan memperkuat hasil temuan dari Leon dkk. (2003) serta Cabrera dan Cabrera (2005), bahwa tingkat identifikasi auditor terhadap pekerjaannya dapat berpengaruh positif terhadap kemauannya untuk melakukan sharing pengetahuan di lingkungan kerjanya. Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan Tugas dengan Komitmen Afektif Organisasi Auditor (H3a) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat pengaruh 0,889 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,268 dan p-value 0,023. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan tugas yang rendah akan menurunkan komitmen afektif organisasi secara signifikan. Hubungan kedua variabel tersebut selanjutnya mengindikasikan bahwa persepsi ketergantungan tugas yang rendah akan berpengaruh secara signifikan pada turunnya komitmen afektif organisasi, dengan demikian hipotesis 3a ini diterima. Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006). Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dengan Komitmen Afektif Tim Auditor (H3b) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh sebesar 1,393 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,580 dan p-value 0,010. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan tugas yang tinggi akan meningkatkan komitmen afektif tim secara signifikan, atau hipotesis 3b diterima. Hasil ini serupa dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006). Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan Tugas dengan Komitmen Afektif Profesional
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Auditor (H3c) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan persepsi saling ketergantungan tugas (PKT) dengan komitmen afektif profesional (KAPro) terdapat pengaruh 0,622 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,267 dan pvalue 0,023. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga persepsi saling ketergantungan tugas yang tinggi akan memberikan pengaruh positif terhadap komitmen afektif profesional, dengan demikian hasil ini mendukung hipotesis 3c. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya persepsi saling ketergantungan tugas pada auditor tidak hanya memperkuat komitmen auditor terhadap organisasi (KAP) atau rekan dalam tim kerjanya, namun juga dapat memperkuat komitmen terhadap profesinya sebagai akuntan publik. Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dengan Sharing Pengetahuan Auditor (H3d) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan persepsi saling ketergantungan tugas dengan sharing pengetahuan terdapat pengaruh 1,927 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,411 dan p-value 0,016 . Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan tugas yang tinggi akan meningkatkan aktivitas sharing pengetahuan diantara auditor secara signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut mengindikasikan bahwa turunnya persepsi saling ketergantungan tugas akan menurunkan pula tingkat sharing pengetahuan diantara para auditor, atau hipotesis 3d diterima. Hasil ini mendukung dan memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006). Penutup Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Komitmen afektif organisasi , tim dan profesi tidak terbukti berhubungan positif dengan sharing pengetahuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa sharing pengetahuan lebih dilakukan karena adanya faktor latar belakang budaya untuk berbagi, bukan dipengaruhi oleh komitmen. 2. Keterlibatan kerja terbukti berhubungan positif dan signifikan dengan komitmen afektif organisasi, tim maupun profesi
auditor. Hal ini mengindikasikan bahwa auditor sebaiknya menjaga supaya faktor keterlibatan kerja terjaga, sehingga aktivitas sharing pengetahuan dapat berlangsung dengan baik. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti berhubungan positif signifikan dengan komitmen afektif auditor. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti berhubungan positif dengan sharing pengetahuan auditor. Adanya persepsi saling ketergantungan tugas yang tinggi akan meningkatkan komitmen afektif profesional auditor secara signifika
3.
4.
Keterbatasan Evaluasi atas hasil penelitian ini harus mempertimbangkan beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, antara lain variabel-variabel keterlibatan kerja, persepsi saling ketergantungan tugas, komitmen afektif dan sharing pengetahuan terkait dengan filosofi organisasi yang terbentuk melalui jangka waktu yang lama, sehingga penelitian secara cross-sectional bisa jadi tidak dapat memberikan hasil yang sangat akurat dalam penelitian ini.Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terkait dengan aktivitas sharing pengetahuan adalah keterlibatan kerja, persepsi saling ketergantungan tugas dan komitmen afektif yang dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu komitmen afektif organisasi, komitmen afektif tim dan komitmen afektif profesional. Komponen komitmen lainnya, yaitu komitmen continuance dan komitmen normatif tidak diteliti, karena komitmen afektif dianggap sebagai komitmen yang paling mendorong dilakukannya sharing pengetahuan auditor. Disamping variabel-variabel yang telah diteliti disini, sebenarnya masih banyak variabel yang dapat mempengaruhi intensitas sharing pengetahuan pada auditor. Penelitian secara kuantitatif dalam akuntansi perilaku berpotensi menimbulkan keterbatasan hasil, karena adanya kemungkinan jawaban responden yang kurang sesuai dan hal ini di luar kendali peneliti. Faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap sharing pengetahuan juga tidak dapat digali lebih jauh, sehingga penelitian terbatas pada variabel yang telah ditetapkan. Saran Berdasarkan evaluasi keterbatasan dalam penelitian ini, maka penelitian selanjutnya disarankan : Menggunakan studi longitudinal untuk meneliti penelitian serupa ini. Studi longitudinal
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
163
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
memungkinkan penelitian dapat memperoleh bukti yang lebih kuat dan berkesinambungan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen afektif maupun aktivitas sharing pengetahuan auditor. Penelitian berikutnya diteliti variabel anteseden lainnya yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap aktivitas sharing pengetahuan, seperti peran dukungan organisasi, komunikasi, teknologi, peran konflik dan sebagainya, serta meneliti komponen komitmen selain komitmen afektif, yaitu komitmen continuance maupun komitmen normatif yang mungkin juga memiliki pengaruh terhadap aktivitas sharing pengetahuan. Daftar Pustaka Andreu, Rafael,. Baiget, Joan., Canals, Agustı, 2008, “Firm-Specific Knowledge and Competitive Advantage:Evidence and KM Practices”,.Knowledge and Process Management, Vol. 15 No. 2, hal. 96-106. Bishop, James.W., Scott, K. Dow, 2000, “An Examination of Organizational and Team Commitment in a Self-Directed Team Environment”, Journal of Applied Psychology, Vol. 85, No. 3, hal. 439-450. Bock, Gee-Woo., Zmud, Robert W., Kim, YoungGul., Lee, Jae-Nam, 2005, “Behavioral Intention Formation In Knowledge Sharing: Examining The Roles Of Extrinsic Motivators, Social-Psychological Forces, And Organizational Climate”, MIS Quarterly, Vol. 29 No. 1. hal. 87-111.
Cabrera, Elizabeth F., Cabrera, Angel, 2005, “Fostering Knowledge Sharing Through People Management Practices”, International Journal of Human Resource Management, Vol.16, No.5, hal. 270-735. Chugtai, Aamir Ali, 2008, “Impact of Job Involvement on In-Role Job performance and Organizational Citizenship Behaviour”, Institute of Behavioral and Applied Management. Clayton, Bruce., Petzall, Stanley., Lynch, Barbara., Margret, Julie, 2007, “An Examination Of The Organisational Commitment Of Financial Planners”, International Review of Business Research Papers, Vol.3 No.1, hal. 63-71. Davenport, Thomas H., Prusak, Laurece, 1998, Working Knowledge: How Organizations
164
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
Manage what They Know, Harvard Business School Press, Boston.
Djajadiningrat, Surna Tjahja, 2005, Mengelola Pengetahuan dan Modal Intelektual dengan Pembelajaran Organisasi: Suatu Gagasan untuk Institut Teknologi Bandung, “Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka ITB Peringatan Dies Natalis Institut Teknologi Bandung ke-46” Gibbert, M. and Krause, H., 2002, “Practice Exchange in a Best Practice Marketplace, in Knowledge Management Case Book: Siemens Best Practices, T. H. Davenport and G. J. B. Probst (Eds.)”, Publicis Corporate Publishing, Erlangen, Germany, hal. 89-105. Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Ghozali, Imam, 2008, Model Persamaan Struktural.Konsep Aplikasi dengan Program AMOS16.0, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hackman, J. Richard., Lawler, III Edward E., 1971, “Employee Reactions To Job Characteristics”, Journal Of Applied Psychology,Monograph Vol. 55, No. 3, hal. 259-286. Hall, Matthew., Smith, David, LangfieldSmith, Kim, 2005, “Accountants‟ Commitment to Their Profession: Multiple Dimensions of Professional Commitment and Opportunities for Future Research”, Behavioral Research in Accounting, vol 17, no. 1, hal 89-109. Hlupic, Vlatka., Pouloudi, Athanasia., Rzevski, George, 2002, “Towards An Integrated Approach to Knowledge Management: 'Hard', 'Soft' and 'Abstract’ Issues”, Knowledge and Process Management, Vol. 9, No.2, hal. 90-102. http://auditorinternal.wordpress.com, 2010, Konvergensi Standar Akuntansi, Sampai di Mana? Blog Auditor Internal, diakses pada 28 Maret 2010. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2008, Siaran Pers
Ika Indriasari
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia ke International Financial Reporting Standards (IFRS), Diunduh dari http://www.iaiglobal.or.id, 29 Nov 2009 : jam 10.05. Jarvenpaa, Sirkka L. Staples, D. Sandy, 2001, Exploring Perceptions of Organizational Ownership of Information and Expertise, Journal of Management Infnnnation Systems/ Summer 2001. Vol. 18. No. I. hal. 151-183. Kanungo, Rabindra N, 1982, “Measurement of Job and Work Involvement”, Journal of Applied Psychology, Vol. 67, No. 3, hal. 341-349. Ketchand, Alice A., Strawser, Jerry R., 2001, “Multiple Dimensions of Organizational Commitment: Implications for Future Accounting Research”, Behavioral Research In Accounting, Vol.13, 2001. Lawler, Edward E., Douglas, T. Hall, 1970, “Relationship Of Job Characteristics To Job Involvement, Satisfaction, And Intrinsic Motivation”, Journal of Applied Psychology, Vol. 54, No. 4, hal. 305-312. Leong, Leslie., Huang, Shaio-Yan., Hsu, Jovan, 2003, “An Empirical Study on Professional Commitment,Organizational Commitment and Job Involvement in Canadian Accounting Firms”, Journal of American Academy of Business, Vol. 2, No.2, hal.360370. Lessard, Donald R., Zaheer, Srilata, 1996, “Breaking The Silos: Distributed Knowledge And Strategic Responses To Volatile Exchange Rates”, Strategic Management Joumal, Vol. 17, hal. 513-533. Meyer, John P., Allen, Natalie J., 1991, A ThreeComponent Conceptualization of Organizational commitment, Human Resource Management review, Vol 1, No. 1, hal. 61-89. _____________________________, Gellatly,Ian R., 1990, “Affective and Continuance Commitment to the Organization: Evaluation of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relations”, Journal of Applied Psychology, Vol. 75, No. 6, hal. 710-720. ___________, Smith, Catherine, 1993, “Commitment to Organizations and Occupations: Extension and Test of a ThreeComponent Conceptualization”, Journal of
Applied Psychology, Vol.78, No. 4, hal. 538551. Monge, Peter R., Fulk, Janet., Kalman, Michael E., Flanagin, Andrew J., Pamassa, Claire., Rumsey, Suzanne, 1998, “Production of Collective Action in Alliance- Based Interorganizational Communication and Information Systems”, Organization Science, Vol. 9, No. 3, hal. 411-433. Naquin, Sharon S. Holton III, Elwood F., 2002, “The Effects of Personality, Affectivity, and Work Commitment on Motivation to Improve Work Through Learning”, Human Resource Development Quarterly, Vol. 13, No. 4, ha. 357-376. Norris, M. Donald., Mason, Jon., Robson, Robby., Lefrere, Paul., Collier, Geoff, 2003, A Revolution in Knowledge Sharing, EDUCAUSE review, September/ October 2003. O'Reilly, Charles III., Chatman, Jennifer, 1986, “Organizational Commitment and Psychological Attachment: The Effects of Compliance, Identification, and Internalization on Prosocial Behavior” Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No. 3, hal. 492-499. Ouyang, Yenhui, 2009, The Mediating Effects of Job Stress and Job Involvement Under Job Instability : Banking ServicePersonnel of Taiwan as an Example”, Journal of Money, Investment and Banking ISSN 1450-288X, No. 11, hal. 16-26. Porter, Lyman W., Steers, Richard M., Mowday, Richard T., Boulian, Paul V. 1974, “Organizational Commitment, Job Satisfaction, And Turnover Among Psychiatric Technicians”, Journal Of Applied Psychology Vol. 59, No. 5, hal. 603-609. Rabinowitz, Samuel., Hall, Douglas T., 1977, “Organizational Research on Job Involvement”, Psychological Bulletin, Vol. 84, No. 2,hal. 265-288.
Rahayu, Dyah Sih., Januarti, Indira, 2003, Tekanan Peran (Pola Stress) Pada Auditor : Studi Empiris Pada Kap Di Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, Semarang. Reichers Arnon E., 1985, “A Review and reconceptualization of organizational
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
165
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Commitment” Academy of Management Journal, Vol. 34, hal.597-616. Robbins, Stephen P., 2006, Organizational Behavior, Prentice Hall, Pearson Education International. Setiarso, Bambang, 2006, Berbagi Pengetahuan: Siapa Yang Mengelola Pengetahuan? Komunitas eLearning IlmuKomputer.com, diakses pada 01 April 2010. Smith, David., Hall, Matthew, 2008, “An Empirical Examination of a Three- Components Model of Professional Commitment among Public Accountants”, Behavioral Research in Accounting, Vol. 20 No. 1, hal. 75-92. Styhre, A., 2002, “Non-linear change in organizations: organization change management informed by complexity theory”, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 23, No. 6, hal. 343-351. Yu, Angela Yan., Khalifa, Mohamed, 2007, “A Conceptual Model for Enhancing IntraGroupKnowledge Sharing, City University of Hong Kong, China”, Sprouts: Working Papers on Information Systems. Zheng, Meilian., Bao, Gongmin, 2006, An Empirical Study on Knowledge Sharing, Affectif Commitment,Perceived Task Interdependence and Job Involvment in Chinese Accounting Firms, PICMET, IEEE, Istanbu
l.
166
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ika Indriasari
PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH PADA BMT LISA SEJAHTERA JEPARA Solikhul Hidayat Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISNU Jepara Email :
[email protected] Kata Kunci : Lembaga Keuangan Syari‘ah, PSAK Syari‘ah.
Abstrak Lembaga Keuangan syariah atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Alqura‘an dan Hadist Nabi SAW. Lembaga keuangan syari‘ah adalah bank yang mekanisme kerjanya menggunakan sistem bagi hasil. Saat ini IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang
Akuntansi Keuangan Syariah. Penelitian ini merupakan kajian deskriptif yang dilakukan atas penerapan akuntansi syariah di di BMT Lisa Sejahtera. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer yang bersumber dari BMT Lisa Sejahtera. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun BMT Lisa Sejahtera sudah berpola syari‘ah akan tetapi produk atau jenis – jenis usahanya tidak sesuai dengan PSAK Syari‘ah. Dengan demikian pencatatan transaksi keuangannya berbeda dengan ketentuan yang ada pada PSAK Syari‘ah 101 yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas, Laporan Perubahan Equitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Keywords : Sharia Financial Institution, Sharia Statement of Financial Accounting Standards
Abstract
Shariah Financial Institution or commonly called the Non Interest Bank is a financial institution / bank operations and products developed based on Alqura'an and Hadith of the Prophet SAW. Shari'ah financial institution is a bank that its mechanism uses the results system. Currently IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) has issued Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) which regulates the Islamic Financial Accounting. This study is a descriptive study conducted on the application of accounting shariah at BMT Lisa Sejahtera. The data used in this study are secondary data and primary data sourced from BMT Lisa Sejahtera. The results of this study indicate that although BMT Lisa Sejahtera already used Shari'ah pattern but the product or the kinds of its business are not in according with SFAS Shariah. Thus the recording of financial transactions is different from the existing provisions in SFAS 101 that includes Shariah Balance Sheet, Profit and Loss, Cash Flow, Statement of Changes in Equity, Statement of Sources and Uses of Zakat, Reports Sources and Use of Funds Policies and Notes to Financial Statements. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
167
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Pendahuluan Berkembangnya perbankan dengan menerapkan prinsip syariah atau lebih dikenal dengan nama bank syariah di Indonesia bukan merupakan hal baru lagi. Mulai diawal tahun 1990 telah terwujud ide tentang adanya bank Islam di Indonesia, yang merupakan wujud ketidak setujuan terhadap sistem riba yang bertentangan dengan hukum Islam. Pengelolaan bank syariah maupun lembaga keuangan hampir sama dengan pengelolaan bank konvesional. Semenjak adanya landasan syariah serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang menyangkut Bank Syariah, diantarannya Undang-Undang No.7 th 1992 perihal perbankan diganti dengan Undang-Undang No.10 th 1998. Selain Undang-Undang tersebut, ketentuan pelaksanaan bank berdasarkan prinsip syariah ditetapkan dengan peraturan pemerintah No.30 tahun 1999, kita bisa melihat adanya perbedaan antara bank/lembaga keuangan syariah dengan bank konvensional, dari segi operasional, pendanaan, penyaluran maupun jasa keuangan yang ada. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan untuk usaha, atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan usahanya dengan tidak mendasarkan pada bunga. Bank syariah atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/ perbankan yang dalam usahanya serta 168
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Solikhul Hidayat
produknya dikembangkan berlandaskan pada Alqura‟an dan Hadis Nabi SAW. Bank syariah adalah bank yang sistem kerjanya menggunakan sistem bagi hasil. Lembaga keuangan tersebut dalam menjalankan usahanya harus secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang tentunya sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non syariah. Adapun prinsip-prinsip sebagai rujukan adalah : 1. Larangan timbulnya bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi 2. Aktifitas bisnis dan perdagangan dijalankan didasarkan pada tingkat kewajaran dan laba yang diperoleh secara halal 3. Ada zakat yang dikeluarkan dari hasil kegiatan usahanya 4. Terlarang menjalankan system monopoli 5. Saling bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui kegiatan bisnis dan perdagangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Keberadaan lembaga syariah diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, dikandung maksud agar dapat meningkatkan taraf hidup melalui produk perbankan yang disediakan. Sebagaimana lazimnya suatu bank, lembaga keuangan syariah juga siap menerima penitipan uang dan pembiayaan kapada semua sektor usaha yang membutuhkan dana. Sesuai dengan fungsi dan jenis dana yang dapat dikelola oleh lembaga Islam yang mengembangkan konsep tanpa bunga, berikutnya menghasilkan berbagai macam jenis
Solikhul Hidayat
produk pengumpulan dan penyaluran dana oleh lembaga syariah. Lembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (rabbul maal) yang menyimpan uangnya dilembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan pembiayaan dengan status peminjam dana atau yang menjalankan usaha. Disisi yang lain, ketika lembaga keuangan syariah telah beroperasi untuk pencatatan transaksi keuangannya diperlukan Standar akuntansi yang berdasarkan dengan prinsip – prinsip syariah. Dengan menerapkan prinsip standar akuntansi syariah merupakan kunci sukses bagi bank/lembaga keuangan syariah untuk menjalankan sistemnya dalam rangka melayani masyarakat. Standar akuntansi tersebut akan terlihat dalam sistem akuntansi yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan sistem laporan keuangan. Saat IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) mengeluarkan PSAK Akuntansi Keuangan Syariah No. 59 dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah pada tanggal 1 Juni 2001 yang berisi perihal Tujuan Akuntansi Keuangan, Tujuan Laporan Keuangan, Asumsi Dasar atas Sistem Pencatatan dasar Akrual, Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan dan Unsur Laporan Keuangan. PSAK No. 59 berisi tentang Pengakuan dan Pengukuran, juga berisi penyajian komponen-komponen laporan keuangan bank syariah dan juga sistem
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
pengungkapan secara umum laporan keuangan, serta tanggal efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan lembaga keuangan syariah. Pada perkembangan berikutnya, karakteristik produk-produk bank syariah seperti; Mudhorobah, Musyarokah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Wadiah, Qardh, Sharf serta pengakuan dan pengukuran zakat, infaq dan shodaqoh diatur pada dari PSAK 101 sampai PSAK 109. Landasan Teori Pengertian Akuntansi Syariah : Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipakai sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam menjalankan profesinya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‗Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah -kaidah Akuntansi Syariah, memiliki ciri khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Ketentuan Akuntansi Syariah berdasarkan normanorma masyarakat islami, dan bagian dari disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
169
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Adapun persamaan kaidah antara Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional ada pada hal-hal sebagai berikut: 1. Prinsip, antara jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi harus ada dipisahkan; 2. Prinsip masa satu tahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; 3. Prinsip pencatatan pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; 4. Prinsip kesaksian dalam system pembukuan disertai prinsip penentuan barang; 5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan pendapatan dengan biaya; 6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan (going consent) perusahaan; 7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelas atau dengan pemberitahuan. Adapun perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku PokokPokok Pikiran Akuntansi Islam, diantaranya, terdapat pada hal-hal sebagai berikut: 1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, hingga kini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum dapat ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari sisi kemampuan produksi 170
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Solikhul Hidayat
2.
3.
4.
5.
di masa yang akan datang dalam lingkup perusahaan yang berkontinuitas; Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), berikutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang; Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan diposisikan sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan suatu nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai; Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan mendasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk mengantisipasi bahaya dan resiko; Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari
Solikhul Hidayat
aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan sedapat mungkin menghindari serta menyalurkan pada tempattempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau ditambahkan atau dicampurkan pada pokok modal; 6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam menggunakan kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, ketika menyatakan laba, maka harus ada kegiatan jual beli, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh. Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah dengan sistem Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis. Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul ―On Islamic Accounting‖, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada ―meta rule‖ yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu ―hanief‖ yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki sistem pencatatan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya. Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih awal dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah termaktub dalam wahyu Allah dalam Al Qur‟an. “…Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.‖ (Al Qur’an Surat An Nahl 16:89). Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil) BMT singkatan dari Baitul māl wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah yaitu baitul māl dan baitul tamwil. Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia berarti rumah uang dan rumah pembiayaan. Baitul māl aktivitasnya lebih pada usaha-usaha pengumpulan dan Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
171
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
penyaluran dana yang non profit, semisal zakat, infaq, dan shodaqoh serta menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya. (Republika, 2001). Menurut Makhalul „Ilmi, secara istilah pengertian baitul māl adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur‟an dan sunnah Rasul Nya, adapun pengertian baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui cara – cara yang biasa dalam dunia perbankan. (Makhalul, 2002). Sedangkan menurut Muhammad, pengertian baitul māl adalah suatu badan yang bertugas mengumpulkan, mengelola serta menyalurkan zakat, infak, dan shodaqoh yang bersifat social oriented, dan baitut tamwil adalah suatu lembaga yang bertugas menghimpun, mengelola serta menyalurkan dana untuk suatu motif mencari keuntungan (profit oriented) dengan sistem bagi hasil (qiradh / mudharabah, syirkah / musyarakah), jual beli (bai‘u bitsaman ajil/angsur, murabahah /tunda) maupun sewa (al-alijarah). (Muhammad Ridwan, 2004). Secara konsepsi BMT mempunyai dua fungsi yaitu : 1. Baitul Maal( Bait = rumah, Mall = Harta) yang merupakan fungsi amal
172
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Solikhul Hidayat
zakat yang menerima dan menyalurkan ZIS. 2. Baitul Tanwil (Bait = rumah, Tanwil = pengembangan Harta) merupakan fungsi untuk melakukan pengembangan usahausaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan menengah, terutama dengan mendorong dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT sesungguhnya adalah lembaga yang bersifat sosial keagamaan, disisi yang lain sekaligus bersifat komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan cara menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Diposisi yang lain BMT dalam menjalankan usahanya adalah mencari dan memperoleh keuntungan melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam bentuk penghimpunan, pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya sebagai suatu lembaga keuangan Islam. Dilihat dari struktur pada suatu kelompok, maka BMT sama dengan organisasi kemasyarakatan Islam lainnya, kecuali yang membedakan ialah pada bidang geraknya yaitu pada bidang ekonomis dan bisnis keuangan. Mulai dari tujuan, asas dan landasan, visi dan misi BMT, semuanya terlihat sebagaimana organisasi keuangan syariah Islam pada umumnya. Metode Penelitian
Solikhul Hidayat
Penelitian ini merupakan kajian deskriptif yang dilakukan atas penerapan akuntansi syariah di di BMT Lisa Sejahtera, Jl. Pemuda No. 51 Jepara.Menurut Sugiyono (2004) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, objek, kondisi sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa dimasa sekarang.Tujuannya adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta fakta, hubungan antara fenomena yang diselidiki serta menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan. Dalam penelitian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data catatan-catatan tertulis, laporan keuangan dengan disertai bukti-bukti pendukung lainnya. Sedangkan data primer berupa hasil wawancara atas penerapan akuntansi syariah di BMT Lisa Sejahtera. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut : Interview (wawancara) Merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh beberapa informasi dari subjek (responden) ditinjau dari pelaksanaannya, peneliti menggunakan wawancara. Peneliti menggunakan teknik ini untuk mendapatkan informasi penerapan akuntansi syariah Dokumentasi
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Merupakan sebuah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen, catatan dan laporan yang ada di BMT Lisa Sejahtera. Teknik Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif yaitu memberikan gambaran atas kegiatan akuntansi di BMT Lisa Sejahtera yang meliputi : 1. Pengukuran tentang Simpanan dan Pembiayaan 2. Simpanan - simpanan Anggota 3. Pencatatan Simpanan dan Pembiayaan 4. Penyajian Laporan Keuangan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di BMT Lisa Sejahtera, terletak di Gedung NU Jl. Pemuda No. 51 Jepara.BMT Lisa Sejahtera adalah BMT yang mayoritas anggotanya warga Nahdliyin dan secara struktur organiasi masih dibawah Pengurus Cabang NU Kabupaten Jepara.Operasionalnya berbasis syariah yang sesuai dengan hukum Islam, dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauhmana penerapan akuntansi syariah pada BMT tersebut. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data catatancatatan pembukuan, laporan keuangan serta bukti-bukti pendukung lainnya yang ada di BMT Lisa Sejahtera. Sedangkan data primer berupa hasil wawancara atas penerapan akuntansi syariah di BMT Lisa Sejahtera.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
173
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan Interview (wawancara) Merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh beberapa informasi dari subjek (responden) ditinjau dari pelaksanaannya, peneliti menggunakan wawancara. Peneliti menggunakan teknik ini untuk mendapatkan informasi penerapan akuntansi syariah di BMT Lisa Sejahtera Jepara. 2. Dokumentasi Merupakan sebuah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen, catatan dan laporan yang ada di BMT Lisa Sejahtera, Jepara. Teknik Analisis Teknik Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif yaitu memberikan gambaran atas kegiatan akuntansi di BMT Lisa Sejahtera, Jepara, yang meliputi: jenis data, sumber data, teknik penjaringan data dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek dan informan penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan cara bagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Hasil dan Pembahasaan 174
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Solikhul Hidayat
Gambaran Umum Perusahaan BMT Lisa Sejahtera adalah bagian Unit Jasa Keuangan Syariah dari KSU Lima Satu, terletak di Gedung NU Jl. Pemuda No. 51 Jepara. BMT Lisa Sejahtera adalah BMT yang mayoritas anggotanya adalah warga Nahdliyin dan secara struktur organiasi masih dibawah Kepengurus NU Cabang Kabupaten Jepara, pada Lembaga Perekonomian NU (LPNU), dimana operasionalnya berbasis syariah yang sesuai dengan hukum Islam, hal ini sudah dikonsultasikan dan mohon do‟a restu pada Rois Aam PBNU NU Bapak KH. Sahal Mahfud pada awal berdirinya BMT ini. BMT Lisa Sejahtera sudah mempunyai 3 kantor cabang, yaitu Kantor Cabang 1 yang terletak di Jl. Pemuda No. 51 Jepara, Kantor Cabang 2 terletak di Kecamatan Bangsri dan Kantor Cabang 3 terletak di Kecamatan Kedung, dengan jumlah Karyawan 16 orang. Jasa / Produk di BMT Lisa Sejahtera Jepara Produk atau Jasa layanan yang ada pada BMT Lisa Sejahtera adalah sebagai berikut : Tabungan 1. Si Rima (Simpanan Syari‟ah Masyarakat Jepara) Simpanan fleksibel sehingga sewaktu – waktu dapat diambil sesuai kebutuhan dan nasabah akan memperoleh bonus dari saldo rata – rata harian simpanan tersebut setiap bulan. 2. Si Mada (Simpanan Masa Depan) Simpanan yang dirancang untuk membantu merealisasikan rencana
Solikhul Hidayat
3.
4.
5.
6.
yang telah ditetapkan, untuk membeli rumah, mobil dan studi anak-anak. Si Hara (Simpanan Hari Raya) Simpanan yang diperuntukkan bagi angota digunakan untuk memenuhi kebutuhan menjelang hari raya Idul Fitri, dengan nisbah bonus yang menguntungkan. Si Liwa (Simpanan Lembaga Peduli Siswa) Produk layanan pengelolaan dana yang diperuntukkan bagi lembaga pendidikan dalam menghimpun dana tabungan siswa, dengan fasilitas beasiswa dan bonus akhir tahun untuk lembaga. Si Kasya (Simpanan Berjangka Syari‟ah) Simpanan Deposito atau berjangka, yang hanya bisa diambil untuk jangka waktu tertentu, dengan nisbah bonus yang menguntungkan. Si Darma (Simpanan Dermawan Jepara) Simpanan yang fleksibel, sewaktu – waktu dapat diambil sesuai kebutuhan, bonus simpanan ini akan dialokasikan ke Baitul Maal yang selanjutnya akan disalurkan kepada yang berhak.
Pembiayaan 1. Qordlu Syar’i Pembiayaan multi guna dengan menggunakan akad Qordlu Syar‘i bi Syarti Rohni, yaitu akad hutang dengan syarat gadai yang dibenarkan dengan syari‟at dan mempunyai landasan kuat dalam kutubus salaf.
2.
Bi’saman Ajil
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Pembiayaan atas jual beli yang kemudian diangsur / ditangguhkan, dalam hal ini BMT sebagai penjual dan anggota sebagai pembeli (Mustari), barang sudah dibeli dan diterima oleh koperasi, dijual kepada anggota berdasarkan harga yang disepakati. BMT Lisa Sejahtera dalam pencatatan transaksi dan administrasi keuangan sudah menggunakan program komputerisasi. BMT hanya menginput transaksi harian, maka sistem akan memproses data untuk menjadi sebuah Laporan Keuangan. Produk atau Jasa Layanan yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syari’ah : 1. PSAK 102, yaitu tentang Akuntansi Murabahah 2. PSAK 103, yaitu tentang Akuntansi Salam 3. PSAK 104, yaitu tentang Akuntansi Istishna‟ 4. PSAK 105, yaitu tentang Akuntansi Mudharabah 5. PSAK 106, yaitu tentang Akuntansi Musyarakah 6. PSAK 107, yaitu tentang Akuntansi Ijarah 7. PSAK 108, yaitu tentang Akuntansi Transaksi Syari‟ah 8. PSAK 109, yaitu tentang Akuntansi Zakat dan Infak/ Sadakah Meskipun BMT Lisa Sejahtera sudah berpola syari‟ah akan tetapi produk atau jenis – jenis usahanya tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syari’ah. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
175
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Pencatatan Transaksi Keuangan BMT Lisa Sejahtera Jepara BMT Lisa Sejahtera meskipun sudah berpola syari‟ah dalam operasionalnya, namun karena Produk atau Jasa belum sesuai dengan ketentuan PSAK Syari‟ah, sehingga dalam pencatatan transaksi keuangannya berbeda dengan ketentuan yang ada pada PSAK Syari‟ah. Laporan Keuangan Laporan Keuangan BMT Lisa Sejahtera Jepara BMT Lisa Sejahtera sebagai sebuah entitas syari‟ah dalam menyusun laporan Keuangan terdiri Neraca dan Laba Rugi, meskipun sudah menyajikan laporan keuangan, akan tetapi dalam penyajiannya belum sesuai dengan ketentuan PSAK
Solikhul Hidayat
Syari‟ah, yaitu PSAK 101, yang mana dalam laporan keuangan entitas syari‟ah meliputi hal – hal sebagai berikut : 1. Aset 2. Kewajiban 3. Dana Syirkah Temporer 4. Equitas 5. Pendapatan dan beban termasuk kerugian dan keuntungan 6. Arus Kas 7. Dana Zakat, dan 8. Dana Kebajikan Informasi tersebut diatas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan yang membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan. Berikut contoh Laporan Keuangan BMT Lisa Sejahtera Jepara
Tabel 1 Neraca UJKS BMT LISA SEJAHTERA NERACA UJKS BMT LISA SEJAHTERA Per -
31-Dec-2012
AKTIVA PERKIRAAN
PASIVA JUMLAH (Rp)
AKTIVA
PERKIRAAN
Aktiva Lancar
Kas Simpanan di Bank Penempatan pada Koperasi Lain Penyertaan pada Entitas lain Materai Pembiayaan Qordlu Syar'i Piutang Bai'I Bi'saman Ajil Piutang Lain-lain Aktiva Tetap
Aktiva Tetap Akm. Py. Aktiva Tetap Aktiva lain-lain
Beban ditangguhkan Amor. Beban yang ditangguhkan Beban dibayar dimuka Amor.Beban dibayar dimuka Peralatan Kantor Amor.Peralatan Kantor Cadangan Resiko pembiayaan Rupa-rupa Aktiva Waserda Lisa Rupa-rupa Lisa PPOB Total Aktiva
3.629.746.780,63 353.390.000,00
Kewajiban Lancar
Simpanan Jk. Pendek
2.312.204.468,17 2.312.204.468,17
427.902.384,00 296.020.261,10
Kewajiban Jangka Panjang
5.620.000,00
Simpanan berjangka Simpanan Lainnya Pembiayaan yang diterima Dana Cadangan Dana ZIS Utang Lain-lain
795.000,00 2.519.735.349,53 11.921.686,00 14.362.100,00
1.800.300.618,12 1.669.732.906,71 2.314.928,94 116.666.665,00 2.776.966,32 8.689.151,15 120.000,00
688.596.922,12 707.724.500,00 (19.127.577,88) EKUITAS 150.783.157,77 42.412.500,00 (11.338.472,01) 61.918.800,00 (4.518.591,55) 4.070.000,00 (2.384.165,67) 166.665,00
Simpanan Pokok Simpanan Wajib Simpanan Penyertaan Modal Simpanan Penyertaan Khusus Cadangan Koperasi Dana Hibah SHU
Laba/SHU Ditahan Laba/SHU Berjalan
311.524.293,81 187.128.000,00 50.325.000,00 7.677.422,00 28.750.000,00 17.643.871,81 20.000.000,00 45.097.480,42 45.097.480,42
57.180.422,00 3.276.000,00 4.469.126.860,52
Total Pasiva
Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara 176
JUMLAH (Rp)
KEWAJIBAN
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
4.469.126.860,52
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Laporan Keuangan Syari’ah berdasarkan PSAK 101 Sedangkan komponen laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101 yang lengkap terdiri dari komponen – komponen berikut ini : 1. Neraca 2. Laba Rugi
3. 4. 5. 6.
Arus Kas Laporan Perubahan Modal Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan dan, 6. Catatan atas Laporan Keuangan Laporan Laba / Rugi BMT Lisa Sejahtera
LABA RUGI UJKS BMT LISA SEJAHTERA Periode
01 Jan - 31-Des-12
PENDAPATAN Pendapatan Operasional 1 Pendp. Bisyaroh 2 Pendp. Ujroh 3 Pendp. Jasa Lain-lain Pendapatan Non Operasional 4 Pendp. Adm. Pembiayaan 5 Pendp. Pengbgn lembaga 6 Pendp. Lain Lain 7 Pendp. Jasa bank
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
305.105.355,60 304.345.480,60 759.875,00 92.802.337,92 74.155.000,00 1.325.389,91 7.298.640,29 10.023.307,72
BIAYA Biaya Bagi Hasil 1 Biaya Bagi Hasil Simpanan 2 Biaya Bahas Simpanan berjangka 3 Biaya Bahas Pinjaman 4 Biaya Bonus Pihak ke III Biaya Operasional 5 Biaya Listrik & T elekomunikasi 6 Biaya Rumah tangga dan Perlengkapan 7 Biaya Peny.Aktiva T etap 8 Biaya Amor Beban-beban 9 Biaya SDM 10 Biaya Kepegawaian 11 Biaya Kepengurusan 12 Biaya Promosi Biaya Non Operasional 13 Biaya Adm. Bank 14 Biaya Kegiatan Koperasi 15 Biaya Pajak 16 Biaya lain-lain
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
182.013.143,55 75.841.403,72 87.521.739,83 18.000.000,00 650.000,00 163.881.307,11 10.085.300,00 17.402.633,00 14.540.077,88 16.022.396,23 6.713.400,00 79.476.000,00 14.503.500,00 5.138.000,00 6.915.762,44 1.037.562,44 2.720.000,00 900.000,00 2.258.200,00
Laba/ SHU Berjalan
Rp. 397.907.693,52
Rp. 352.810.213,10
Rp.
45.097.480,42
Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
177
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Dalam
memilih
Solikhul Hidayat
kebijakan
BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai
akuntansi, manajemen harus menetapkan kebijakan
untuk memastikan
bahwa
dengan PSAK Syari‟ah 3.
Penyajian Laporan Keuangan BMT
laporan keuangan menyajikan informasi :
Lisa
Sejahtera
Hal yang perlu dan penting, terkait
berpola
terhadap kebutuhan para pemakai laporan
sesuai dengan yang ada di PSAK
untuk pengambilan keputusan; dan handal,
Syari‟ah
syari‟ah,
meskipun
sudah
namun
belum
dengan pengertian : 1. Menggambarkan
akuntabilitas
Saran Berdasarkan
penyajian hasil dan posisi keuangan 2. Mencerminkan substansi ekonomi
1.
semata-mata
dalam
bentuk sisi hukumnya; 3. Netral
yaitu
bebas
dari
BMT Lisa Sejahtera yang sudah berpola syari‟ah, sebaiknya produk
dari suatu kejadian atau transaksi tidak
diatas
maka dapat disarankan sebagai berikut :
entitas syariah;
dan
kesimpulan
atau
jasanya disesuaikan dengan
yang
ada
di
PSAK
Syari‟ah,
sehingga produk atau jasa yang
unsur
ditawarkan pada masyarakat lebih
keberpihakan;
banyak
4. Mencerminkan kehati-hatian; dan
dan
lebih
bervariasi.
Meliputi semua hal yang material. 2.
(PSAK 101)
macamnya
Jika Produk atau jasa di BMT Lisa Sejahtera telah disesuai dengan
Penutup
PSAK Syari‟ah yang ada, maka
Kesimpulan
pencataan transaksinya sebaiknya
Berdasarkan uraian diatas maka
juga menyesuaikan dengan PSAK
dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
BMT
Lisa
sudah
berpola
produk atau 2.
Sejahtera
Syari‟ah, agar ada standar yang
meskipun
syari‟ah,
namun
jasanya tidak sesuai
sama. 3.
Agar Laporan Keuangan BMT Lisa Sejahtera di sesuaikan dengan yang
dengan yang ada di PSAK Syari‟ah
ada di PSAK Syari‟ah, dalam hal
Karena produk atau jasa yang ada di
ini sesuai dengan PSAK 101.
BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai
178
dengan produk atau jasa yang ada di
Daftar Pustaka
PSAK Syari‟ah, maka transaksi di
Dwi Suwiknyo, 2010, PengantarAkuntansi Syariah, Penerbit Pustaka
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Pelajar, Yogyakarta. Harahap, S. S. 2001, Akuntansi Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Salemba Empat, Jakarta. Haris Herdiansyah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Media Akuntansi, IAI, Jakarta, Ikatan Akuntan Indonesia. 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, PSAK No.
101
P e n ya j i a n
Jakarta Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung. Yaya, R., M. A. Erlangga, dan A. Abdurahim, 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, Salemba Empat. Jakarta.
Laporan
Keuangan Syari‘ah, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta. Jonathan Sarwono, 2006, Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Cet.1,Yogyakarta, UII Press,2002). Muhammad Ridwan, Manaj emen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta, UII Press, 2004). Republika Online tanggal 14 Desember 2001 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, 2009, Akuntansi Perbankan Syariah, Teori dan Praktik Kotemporer, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sri Nurhayati – Wasilah, 2010, Akuntansi Syariah di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Syafii, M. A, 2002. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
179
ANALISIS DAMPAK TARGET THE FED RATE TERHADAP KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA (PERIODE 2005: 07-2013:12) Thomas Andrian1) Tetik Puji Lestari2) Universitas Lampung Email :
[email protected]) Email :
[email protected]) Kata Kunci : kebijakan tingkat bunga, arus modal, risk premium, exchange rate dan VECM
Abstrak Kebijakan suku bunga merupakan instrumen yang telah banyak digunakan oleh bank-bank sentral di dunia untuk mencerminkan arah kebijakan moneter. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari Fed target rate kebijakan moneter Bank Indonesia (BI rate) melalui saluran transmisi keuangan selama periode 2005: 07-2013: 12. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang digunakan meliputi BI rate, tingkat sasaran Fed, arus modal (proksi Investment Portfolio Asing), premi risiko (proksi oleh tingkat suku bunga antar bank overnight) dan kurs tengah IRD / USD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) tidak ada kausalitas antara variabel dalam transmising dampak Fed tarif target kebijakan moneter Bank Indonesia (BI tarif); 2) The Fed tarif sasaran, arus modal, nilai tukar rupiah / USD dan premi risiko mempengaruhi tingkat BI; 3) pergerakan harga sasaran Fed ditransmisikan melalui sektor keuangan telah direspon secara positif oleh tingkat BI, dan 4) dampak tarif sasaran Fed ditularkan melalui sektor keuangan untuk dinamika suku bunga BI sebagian besar dijelaskan oleh target Fed rate, BI rate, dan nilai tukar rupiah / USD. Keywords: nterest rate policy, capital flow, risk premium, exchange rate and VECM
180
Abstract Interest rate policy is an instrument that has been widely used by central banks in the world to reflect the direction of monetary policy. The purpose of the study was to analyze the impact of the Fed target rates to Bank Indonesia‘s monetary policy (BI rates) through the financial transmission channel over the period 2005:07-2013:12. The method used in this study is the Vector Error Correction Model (VECM). The variables used including BI rate, Fed target rate, capital flows (proxied by the Foreign Portfolio Investment), risk premium (proxied by the interest rate interbank overnight) and middle rate IRD/USD. The results of this study showed that: 1) there is no causality among the variables in the transmising the impact of the Fed target rates to the Bank Indonesia‘s monetary policy (BI rates); 2) the Fed target rates,capital flows, exchange rate IDR/USD and risk premiums affect the BI rates; 3) the movements of the Fed target rates transmitted through the financial sector have been responded positively by BI rates;and 4) the impact of the Fed target rates transmitted through the financial sector to dynamics of BI rates are largely explained by Fed target rate, BI rate, and IDR/USD exchange rate.
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Pendahuluan Kebijakan moneter Amerika Serikat (A.S) merupakan kebijakan moneter yang menjadi perhatian para pelaku ekonomi di dunia termasuk bank sentral negara lain. Arah kebijakan moneter A.S. turut menentukan arah perkembangan ekonomi global karena beberapa alasan antara lain : pertama, A.S. merupakan salah negara penyumbang Gross Domestic Bruto (GDB) dunia terbesar dengan nilai $16 triliun dolar. Kedua, mata uang A.S. yaitu Dollar A.S (USD) merupakan mata uang global dan digunakan dalam cadangan devisa diberbagai Negara (Bisnis Indonesia, 2014). Ketiga, bank sentral A.S. merupakan bank sentral paling berpengaruh di dalam perumusan kebijakan moneter di forum internasional seperti forum Bank for International Settlements (BIS), Internasional Monetary Fund (IMF), Forum Stability Finance (FSF), AsiaPacific Economic Coorporation (APEC), dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Keempat, di Indonesia A.S. berperan sebagai negara tujuan ekspor ketiga dengan presentase 31.34% (Bank Indonesia, 2009). Secara konseptual, kebijakan moneter didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (Nopirin, 1992). Pada hakekatnya, kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilakukan oleh bank sentral untuk mencapai tujuan monter di suatu negara. Kebijakan moneter A.S dikendalikan oleh bank sentral A.S
yaitu the Federal Reserve System (Fed) yang terbagi ke dalam 12 distrik yang disebut the Federal Reserve Bank. Kebijakan moneter the Fed dilakukan melalui pengendalian suku bunga Dana Pemerintah Federal A.S. (Federal Fund Rate). Federal Fund Rate (Fed rate) adalah suku bunga yang terjadi dari aktivitas perdagangan Dana Pemerintah Federal A.S.di pasar uang. The Fed melalui Federal Open Market Committee (FOMC) hanya menentukan target dari the Fed Rate. Kebijakan moneter the Fed dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan target the Fund Rate. Target the Fed rate digunakan sebagai indikator untuk mencerminkan arah kebijakan moneter the Fed (the Federal Reserve System, 2005). Di Indonesia kebijakan moneter dikendalikan oleh bank sentral Republik Indonesia yaitu Bank Indonesia (BI). Sejak Juli 2005, kebijakan moneter yang ditetapkan dan dilaksanakan BI dilakukan dengan cara pengendalian suku bunga (BI rate). BI rate adalah suku bunga yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh BI dan diumumkan kepada publik. The Fed dan BI memiliki kemiripan dalam mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter, yaitu melalui pengendalian suku bunga kebijakan (interest rate policy). The Fed menggunakan target the Fed rate sebagai sejak tahun 1982. Oleh karena itu, suku bunga di dalam kebijakan moneter dikenal sebagai instrumen tradisional. Dengan perkataan lain kebijakan moneter the Fed dan BI melalui suku bunga dikenal sebagai kebijakan moneter konvensional. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
181
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Gambar 1 Pergerakan BI Rate dan Target the Fed rate Periode 2005:07-2013:12
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI)
Penentuan arah kebijakan moneter diantaranya untuk menentukan tingkat BI rate, BI mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk faktor eksternal. Hal ini karena karakteristik sistem perekonomian Indonesia yang menganut sistem perekonomian terbuka kecil (small open economy) dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate), tidak akan lepas dari prinsip perekonomian global, dan prinsip liberasilasi perdagangan, dimana semakin besar transaksi perdagangan dan keuangan internasional akan berpengaruh pada besaran aliran dana dari luar negeri yang masuk (capital inflow) dan keluar (capital outflow) (Setiawan, 2010). Sebagai contoh, kebijakan moneter the Fed yang diawali dari krisis Suprime Mortage di tahun 2005. Selama krisis tersebut yaitu pada Juli 2005 sampai Juni 2006, the Fed melakukan kebijakan moneter kontraktif dengan cara menaikkan target dari the Fed rate sebesar 25bps sebanyak 14 kali menjadi 5.25%. Kemudian, pada Juli 2006 sampai Agustus 2007, the Fed menetapkan target the Fed 182
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
rate konstans pada level 5.25%. Pada September 2007 the Fed merubah arah kebijakan moneter menjadi longgar yang ditandai dengan penurunan target the Fed rate sebesar 50bps menjadi 4.75%. Penurunan target the Fed rate menyebabkan terjadinya krisis likuiditas di pasar uang A.S. yang pada gilirannya menyebar luas menjadi krisis finansial global di tahun 2008. Krisis Subprime Mortage dan krisis finansial global masuk ke Indonesia disalurkan melalui pasar finansial domestik. Studi empiris yang dilakukan oleh BI menunjukkan bahwa pasar keuangan domestik cukup terintegrasi dengan pasar global. Oleh karena itu, pasar keuangan domestik secara umum menunjukkan pergerakan yang searah dengan pasar keuangan global (Bank Indonesia, 2005). Pada krisis finansial global tahun 2008, menyebabkan ketidakstabilan di pasar finansial domestik karena terjadinya penarikan dana (develarging) keluar Indonesia. Puncak dampak krisis terjadi pada September 2009, dimana capital inflow di Indonesia
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
menurun drastis menjadi $540.380.000.000,00 setelah sebelumnya sebesar $1.446.380.000.000,00. Gambar 2 Capital Flow di Indonesia Periode 2005:3 2013:4
setiap 2 sampai 4 bulan. Tindakan BI dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan suku bunga atau interest rate differential (IRD) karena sangat berpengaruh bagi investor asing (Prastowo, 2008). Tindakan BI tersebut, mampu menjaga kstabilan fundamental kurs IDR/ USD yang berada pada kisaran Rp9.000/ USD. Gambar 3 Pergerakan Kurs IDR/USD Periode 2005:07-2013:12
Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan Indonesia-BI Penurunan capital inflow pada krisis finansial global tahun 2008 lebih besar dibandingkan pada krisis Subprime Mortage di tahun 2005-2006, karena saat krisis Subprime Mortage, capital inflow Indonesia mengalami penurunan paling rendah terjadi pada Juli 2006 hanya sebesar $1.089.300.000.000,00. Penurunan capital inflow atau kenaikkan capital outflow memberikan tekanan pada fundamental nilai tukar Rupiah terhadap Dolar A.S. (kurs IDR/USD). Tekanan kurs IDR/USD pada puncak krisis finansial global terjadi di bulan November 2008 dimana Kurs IDR/USD terdepresiasi cukup dalam mencapai Rp12.151/USD. Pada tahun 2007 the Fed memberlakukan kebijakan moneter yang cenderung longgar, kebijakan moneter BI dilakukan dengan hati-hati tercermin dari penurunan BI rate yang sebesar 25bps
Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan Indonesia-BI Selama krisis finansial 2008, target the Fed rate tidak efektif dalam mencapai tujuan kebijakan moneter yang ditargetkan oleh the Fed tercermin dari penurunan pertumbuhan output menjadi 2.2% yang sebelumnya mencapai 2.29% (Bank Indonesia, 2007). Pada bulan November 2008, the Fed mengumumkan untuk menggunakan instrumen kebijakan moneter baru. Sejak pengumuman tersebut, the Fed tidak menetapkan target the Fed rate secara eksplisit melainkan hanya menetapkan batas atas dan batas bawah dari the Fed rate. Batas atas the Fed rate ditetapkan sebasar 0.25%, sedangkan batas Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
183
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
bawahnya sebesar 0% (Fawley and Juvenal, 2012). Instrumen kebijakan moneter the Fed yang baru adalah Credit Easing. Tujuan dari credit easing adalah untuk menambah stimulus moneter guna menstimulasi perekonomian A.S. agar mencapai tujuan kebijakan moneter, karena target the Fed rate telah mendekati nol (Blanchard et.al., 2010). Meskipun the Fed menggunakan credit easing, akan tetapi the Fed tetap menggunakan target the Fed rate untuk mencerminkan arah kebijakan moneter the Fed. Memasuki triwulan ketiga tahun 2013, the Fed mengumumkan untuk mengurangi stimulus moneter (tappering) jika tujuan kebijakan moneter the Fed dapat tercapai dan kondisi perekonomian mulai stabil. Pernyataan the Fed kembali mendorong sentimen para investor untuk melakukan penarikan dana keluar dari Indonesia. Sentimen investor menyebabkan ketidakstabilan pasar finansial domestik. Hal ini ditunjukkan dari premi risiko dalam negeri yang cenderung meningkat. Gambar 4 Perkembangan Premi Risiko Periode 2005:07-2013:12
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Berdasarkan pergerakan runtun waktu dari variabel premi risiko pada Gambar 4, tampak bahwa adanya isu tappering the Fed menyebabkan premi risiko meningkat dari 4.95% menjadi 5.55%. Selama triwulan ke-IV tahun 2013 premi risiko masih relatif tinggi berada pada kisaran 5% dan ditutup sebesar 5.92% di tahun 2013. Hal yang serupa terjadi pada puncak krisis finansial pada November 2008, premi risiko meningkat dari periode sebelumnya 7.46% menjadi 9.62%. Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah hubungan antar variabel BI rate, target the Fed rate, capital flow, kurs IDR/USD dan premi risiko ? 2. Bagaimanakah pengaruh target the Fed rate, capital flow, kurs IDR/USD dan premi risiko terhadap BI rate ? 3. Bagaimanakah dampak kebijakan moneter the Fed (target the Fed rate) terhadap kebijakan moneter BI (BI 4.
rate) ? Berapa besar kontribusi dampak kebijakan moneter konvensional the Fed (target the Fed rate) dalam menjelaskan dinamika kebijakan moneter BI (BI rate) ?
Metode Penelitian Alat analisis yang digunakan dalam Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan
penelitian ini adalah Vector Auto Regression (VAR) dengan model alternatif
Indonesia-BI
Vector Error Correction Model (VECM).
184
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Penentuan variabel diadopsi dari beberapa penelitian terdahulu yang dicantumkan dalam tinjauan empirik. Sedangkan pembentukan model merupakan modifikasi model dari alat analisis yang digunakan. Model ekonometrika yang digunakan untuk menjelaskan dampak kebijakan moneter the Fed terhadap kebijakan moneter BI adalah sebagai berikut :
Dimana : zt = semua variabel penelitian meliputrBI, rFED, CF, Risk dan ER. rBI = suku bunga kebijakan BI (BI Rate) rFED = suku bunga kebijakan the Fed (target the Fed rate) CF = Capital flows Risk = Premi risiko ER = kurs IDR/USD γ dan λ = parameter dalam bentuk matrikspolinomial dengan lag operator p. ɛit = error term p = panjang lag VAR Impulse Responses Impulse responses melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shock) atau perubahan di dalam variabel gangguan (Widarjono,2007). Impulse responses
endogen yang terdapat dalam model yang diamati (Gujarati,2003). Variance Decomposition Analisis variance decomposition menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu dalam sistem VAR (Widarjono,2007). Pada dasarnya hal ini merupakan metode lain untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Hal ini digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang bersumber dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain (Gujarati,2003). Hasil dan Pembahasan Data penelitian sudah melalui berbagai prosedur pengujian awal dan menjadi data yang telah stasioner dan terkointegrasi maka dapat dipastikan adanya hubungan jangka panjang dan pendek antar variabel. Oleh karena itu model VECM dapat digunakan untuk penelitian ini. Hasil estimasi VECM ditampilkan pada tabel 1.
digunakan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
185
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Tabel 1 Variabel
rBI
Rfed
Risk
CF
ER
Jangka panjang 1.000.000 -0.649878 [-7.33330]
-0.109133 [-0.97976]
-3.09E-06 [-0.00573]
-0.000379 [-1.70444]
0.342752 [ 2.87945]
-0.013901 [-0.14576]
0.016908 [ 0.63330]
-5.78E-07 [-0.00646]
1.31E-05 [ 0.23751]
(-2)
0.115937 [ 0.95078]
0.275273 [ 2.79604]
0.021422 [ 0.79843]
2.23E-05 [ 0.25545]
9.39E-05 [ 1.70650]
(-3)
0.122313 [ 1.21772]
-0.074058 [-0.70827]
-0.037972 [-1.40893]
4.66E-05 [ 0.54541]
-0.000266 [-4.10862]
(-4)
0.060378 [ 0.65854]
-0.043450 [-0.43042]
0.015672 [ 0.56054]
0.000105 [ 1.20444]
-7.21E-05 [-0.87460]
(-5)
0.062445 [ 0.76002]
-0.386858 [-4.32858]
-0.046522 [-1.74484]
-7.26E-05 [-0.83111]
-7.84E-05 [-1.01057]
(-6)
0.183132 [ 2.46082]
-0.046227 0.013104 [-0.48194] [ 0.52622]
-4.84E-05 [-0.53653]
-5.89E-05 [-0.82823]
Jangka pendek (-1)
R2 = 0.760717 F-Stat = 6.460863
Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh F-statistik sebesar 6.46 dimana lebih besar dengan F-tabel sebesar 2.32, maka dapat ditarik simpulan semua variabel (taret the Fed rate, capital flow, kurs IDR/USD dan premi risiko) secara bersama-sama berpengaruh terhadap BI rate. Analisis Hasil Impulse Response Mekanisme transmisi dampak kebijakan moneter the Fed (target the Fed rate) terhadap kebijakan moneter BI (BI rate) secara ringkas ditunjukkan oleh skema berikut : Target the Fed rate ↑ → capital outflow↑ → Kurs IDR/USD↓ → BI Rate ↑ Target the Fed rate ↓ → capital inflow↑ → Kurs IDR/USD↑ → BI Rate↓
186
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Disimpulkan bahwa pada periode kebijakan moneter konvensional, suku bunga target the Fed rate berpengaruh positif terhadap dinamika suku bunga BI rate. Mekanisme transmisi dampak kebijakan moneter konvensional the Fed dijabarkan pada uraian berikut. Guncangan target the Fed rate sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan perubahan capital outflow sebesar 41.82% pada periode pertama dengan arah positif. Artinya, suku bunga target the Fed rate berpengaruh positif terhadap capital outflow. Ketika suku bunga target the Fed rate meningkat, maka menyebabkan arus modal keluar (capital outflow) semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Setiawan (2010) dan Yahya (2007) yang juga mendapatkan hasil impulse response bahwa perubahan tingkat suku bunga target the
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Fed rate akan mempengaruhi aliran modal keluar. Gambar 5 Respon Capital Flow Terhadap Guncangan Target the Fed Rate
Sumber: Lampiran G.1 Seberapa besar respon capital outflow terhadap guncangan suku bunga target the Fed rate dapat dilihat pada Gambar 5. Capital outflow akan terus berfluktuasi sampai akhir periode. Secara akumulatif, respon capital outflow terhadap guncangan suku bunga target the Fed rate tetap positif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Dapat dilihat pada gambar, respon capital outflows mengalami peningkatan signifikan mulai periode ke-15 hingga akhir periode yang ditetapkan yaitu periode ke-36. Gambar 6 Akumulasi Respon Capital Flow Terhadap Guncangan Target the Fed Rate
Selain itu, guncangan premi risiko (diproksi dengan suku bunga PUAB overnight) sebesar satu standar deviasi akan direspon oleh capital inflow sebesar 11.24% pada periode pertama dengan arah positif. Pada periode ke-2 sampai dengan periode ke-5 terjadi fluktuasi dimana guncangan premi risiko direspon negatif oleh capita inflow. Pada periode ke-6 sampai dengan periode ke10 respon kembali positif dan terus berfluktuasi sampai periode ke-24. Namun, sampai dengan periode ke-24 respon capital inflow menjadi positif sampai akhir periode seperti yang terlihat pada Gambar 16 dan hanya pada periode ke-32 mengalamirespon negatif. Gambar 7 Respon Capital Flow Terhadap Guncangan Premi Risiko
Sumber: Lampiran G.1 Respon capital inflow yang positif terhadap premi risiko sesuai dengan teori yang ada, sedangkan respon capital inflow yang negatif juga didapat dalam penelitian Indawan, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ketika terjadi peningkatan suku bunga PUAB o/n, menyebabkan investor melakukan net jual atas aset portofolio yang dimiliki. Oleh karena itu, secara akumulatif, respon capital inflow terhadap
Sumber: Lampiran G.2 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
187
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
premi risiko dalam penelitian ini manalami fluktuasi positif dan negatif. Gambar 8 Akumulasi Respon Capital Flow Terhadap Guncangan Premi Risiko
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
besar pada periode ke-4 sebesar 113% dan terus meningkat rata-rata 80%. Setiawan (2010) menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar memiliki respon tercepat dan terbesar dalam merespon guncangan faktor eksternal. Hal ini merepresentasikan bahwa dampak guncangan faktor eksternal disalurkan melalui saluran nilai tukar. Gambar 10 Akumulasi Respon Kurs IDR/USD terhadap Guncangan Capital Flow
Sumber: Lampiran G.2 Selanjutnya, guncangan capital outflow sebesar satu standar deviasi menyebabkan perubahan kurs IDR/USD sebesar 16% pada periode pertama dengan arah negatif (kurs IDR/USD terapresiasi) sampai dengan akhir periode yaitu periode ke-36. Gambar 9 Respon Kurs IDR/USD terhadap Guncangan Capital Flow
Sumber : Lampiran G.1 Secara akumulasi, guncangan capital outflow direspon negatif oleh kurs IDR/USD. Guncangan capital outflow terhadap kurs IDR/USD direspon paling 188
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Sumber : Lampiran G.2 Perubahan nilai tukar IDR/USD selanjutnya akan direspon oleh tingkat suku bunga BI rateyang ditampilkan pada Gambar 20. Guncangan nilai tukar IDR/ USD sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan perubahan BI rate sebesar 0.016% pada periode ke-2 dengan arah positif, sedangkan pada periode pertama tidak direspon. Hal ini sesuai dengan penetapan suku bunga BI rate yang bersifat forward looking dan antisipatif. Pada periode ke-4 sampai periode ke-12 guncangan kurs IDR/USD direspon negatif oleh BI rate. Namun pada perode selanjutnya, respon kembali positif. Perubahan BI rate akibat guncangan nilai tukar IDR/USD meningkat ksaran 0.02%. Peningkatan tingkat suku bunga BI rate yang relatif kecil mencerminkan sikap BI
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
yang berlandaskan prinsip kehati-hatian (prudential) dalam menetapkan arah kebijakan moneter. Gambar 11 Respon BI rate terhadap Guncangan Kurs IDR/USD
Sumber : Lampiran G.1 Secara akumulasi, guncangan kurs IDR/ USD terhadap suku bunga BI rate direspon positif. Gambar 12 Akumulasi Respon BI Rate terhadap Guncangan Kurs IDR/USD
kenaikan BI rate. Hal ini menunjukkan kebijakan moneter yang diterapkan BI akan menyesuaikan dengan tingkat suku bunga dunia (r* dalam hal ini suku bunga target the Fed rate) dan sesuai dengan asumsi teori Mundell-Flemming. Maka dapat disimpulkan, terdapat kesesuaian dengan hipotesis ketiga dimana dampak kebijakan moneter konvensional the Fed (target the Fed rate) direspon positif oleh BI rate. Analisis Hasil Variance Decomposition Hasil analisis variance decomposition disajikan pada sebagai berikut. Tabel 2 Hasil Variance Decomposition Horizon waktu
Persentase kontribusi
1
Target the Premi Capital Kurs IDR/ Fedrate Risiko Flow USD 00.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
4
9.093.830 5.597.623 1.276.207 0.023237 2.164.634
8
7.493.503 1.958.176 2.231.945 0.805357 2.445.902
12
6.821.586 2.476.052 3.261.569 1.153.403 2.608.642
18
5.578.142 3.304.394 3.291.536 1.735.562 6.147.546
24
4.205.692 3.981.515 2.546.882 3.685.286 1.189.577
36
3.646.124 4.416.295 1.692.237 4.624.358 1.305.922
BI rate
Sumber : Data sekunder yang diolah
Sumber : Lampiran G.4 Berdasarkan hasil impulse response bahwa dampak target the Fed rate terhadap kebijakan moneter BI (BI rate) melalui transmisi capital flow direspon positif oleh BI rate. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Juoro (2013), dimana kenaikan target the Fed rate akan diikuti oleh
Berdasarkan hasil variance decomposition yang ditunjukkan pada Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dinamika kebijakan moneter BI (dinamika BI rate) pada periode pertama paling besar dijelaskan oleh BI rate itu sendiri yaitu sebesar 100%. Pada periode ke-4 sampai dengan periode ke-24 dinamika BI rate sebagian besar masih dijelaskan oleh variabel BI rate itu sendiri meskipun mengalami penuruan jika dibandingkan Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
189
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
dengan besaran kontribusi di periode pertama. Pada periode terakhir, dinamika BI rate paling besar dijelaskan oleh target the Fedrate. Sedangkan variabel lain yang juga cukup besar dalam menjelaskan dinamika BI rate yaitu kurs IDR/USD yaitu sebesar 2.16% pada periode ke-2 dan terus meningkat hingga sebesar 13% pada akhir periode. Gambar 13 Persentase Besaran Kontribusi Variance Decomposition
Sumber : Data sekunder yang diolah Variabel capital flow menjelaskan dinamika BI rate sebesar 0.2% pada periode ke-2 dan mengalami peningkatan paling besar pada periode ke-8 sebesar 4.62%. Untuk variabel premi risiko memberikan kontribusi paling kecil dalam menjelaskan dinamika BI rate yaitu sebesar 1.2% pada periode ke-2 dan terus mengalami peningkatan sampai periode ke18. Pada periode ke-36 besaran kontribusi premi risiko mengamali penuruan menjadi sebesar 1.67%. Berdasarkan uraian hasil analisis variance decomposition, bahwa variabel target the Fed rate memiliki kontribusi paling besar dalam menjelaskan dinamika BI rate.
190
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan : 1. Semua variabel penelitian terdapat kausalitas satu arah kecuali variabel capital flows. Variabel target the Fed rate memiliki kausalitas satu arah ke BI rate; kurs IDR/USD memiliki kausalitas satu arah ke BI rate; dan BI rate memiliki kausalitas satu arah ke premi risiko. 2. Secara bersama-sama variabel target the Fed rate, capital flow, kurs IDR/ USD dan premi risiko berpengaruh terhadap variabel BI rate 3. Dampak kebijakan moneter the Fed (target the Fed rate) terhadap kebijakan moneter BI yang ditransmisikan melalui saluran capital flow direspon positif oleh BI rate. 4. Dampak kebijakan moneter the Fed terhadap BI rate sebagian besar dijelaskan oleh target the Fed rate dengan persentase sebesar 44%. Saran Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel makroekonomi untuk dapat menjelaskan dampak kebijakan moneter the Fed terhadap kebijakan moneter BI yang ditransmisikan melalui sektor riil. Daftar Pustaka Awaluddin, Imam, 2004,” Nilai Tukar Rupiah Riil Equilibrium Sebelum dan Selama Masa Krisis”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. vol.4, no. 2 Bank Indonesia. 2007. Laporan
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Perekonomian
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Indonesia.
tahun
2007 : Bab 11 Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional. Jakarta ____________. 2009. Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 20092014. Jakarta ____________. 2005. Laporan Tahunan Perekonoman Indonesia. Jakarta Bernanke, Ben S. 2009.‖The Crisis and the Policy Response‖. Federal Reserve System Bisnis Indonesia. 2014. Setelah Pimpin The Fed Apa yang Dilakukan Janet Yellen. Diakses dari http:// m.bisnis.com/quick-news pada tanggal 18 Maret 2014 Board of Governors of the Federal Reserve System, 2014 Purpose and Functions of the Federal Reserve System. http:// www.ferederalreserve.gov Blanchard et.al., 2010. Rethinking Macroeconomic policy.IMF Carlson,et.al., 2009. Credit Easing: A Policy for a Time of Financial Crisis. FRB of Cleveland. Cheng, Jen-Chi and Virjverberg, Cgu-Ping. 2012. ―Economic Shocks and The Fed‘s Policy—The Transmission Conduit and Its International Linkage‖. Barton School of Business, Wichita State University, USA. Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest Rate Determination in Developing Countries. IMF Staff Paper No. 32. Fawley, Brett W., and Juvenal, Luciana.
2012. Quantitative Easing:Lessons We‘ve Learned. The Regional Economist of Federal Reserve Bank of St. Louis. Federal Reserve System. 2005. Purpose and Functions.Washington DC:Board of Governor of the Federal Reserve System. Diakses dari www.federalreservegov.gov pada 18 Maret 2014 Ho,Corrinne. 2008.―Implementing Monetary Policy in the 2000s : Operating Procedures in Asia and Beyond‖, Monetary and Economic Department, BIS Working Papers No.253. Diakses dari http:// ssrn.com/abstract=1165178 pada 18 Maret 2014 Indawan, dkk.2013.Capital Flows di Indonesia : Perilaku, Peran, dan Optimalitas Penggunaannya bagi Perekonomian. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Diakses dari www.bi.go.id pada 18 Maret 2014 Joyce, M., Miles, D., Scott, A., & Vayanos, D,.2012. “Quantitative Easing and Unconventional Monetary PolicyAn Introduction”. The Economic Journal. Vol.122 no.564, hal.271288 Juoro, Umar. 2013. Model Kebijakan Moneter Dalam Perekonomian Terbuka Untuk Indonesia. Bank Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Diunduh dari www.bi.go.id pada 18 Maret 2014 Kamin, B Steven. 2010. Financial Globalization and Monetary Policy. Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
191
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Federal Reserves. Diakses dari www.federalreservegov.gov pada 18 Maret 2014 Mankiw, N. Gregory. Teori Makro Ekonomi Edisi Kelima. Harvard Univesity. McCharthy, Jonathan. 2011. The Federal Reserve and Monetary Policy. The Federal Reserve Bank of New York. Diakses dari www.newyorkfed.org pada 18 Maret 2014 Mishkin, Federic S. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, Buku 2 Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat Muelgini, et,al. 2005. Domestic and International Transmission Effect on Inflation in Indonesia. “Makalah Disajikan pada Seminar Akademik Tahunan Ekonomi II Indonesian Economy under Gobal Changes : Strengthening Monetary-Fiscal Stability and Real Sector to Accelerate Economic Growth” Kerjasama FEUI-BI. Jakarta Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi Teori, Masalah, dan Kebijakan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Nobili, Andrea, and Stefano Neri. 2006. The Transmission of Monetary Policy Shocks From US to the Euro Area. Bank of Italy. Nopirin.1992. Ekonomi Moneter, Buku I Edisi 4. BPFE.Yogyakarta Pratama, Indra. 2012.”Analisis Penerapan Friedman Rule, Mccullum Rule, dan Taylor Rule Pada Kebijakan Moneter Indonesia Periode 2000:01 -2005:06 dan 2005:072011:12”.Universitas Lampung 192
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Prastowo, Nugroho Joko. 2008. Dampak BI Rate terhadap Pasar Keuangan : Mengukur Signifikansi Respon Instrumen Pasar Keuangan Terhadap Kebijakan Moneter. Bank Indonesia. Working Paper/21/2007. Diakses di www.bi.go.id pada 18 Maret 2014 Richard et al. 2002. ―A Simple Framwork for International Monetary Policy Analysis.” National Beurau of Economic Research. Cambrige Sasmita, TyasDwi. 2011. “Analisis Dampak Langsung (Pass-Through Effect) Nilai Tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode 200.01 -2010.12)‖.Universitas Lampung Setiawan, Wawan. 2010. “Analisis Dampak Fluktuasi Perekonomian Global Terhadap Kebijakan Moneter‖. Universitas Indonesia Senbet, Dawit, 2008, “Measuring the Impact and International Transmssion of Monetary Policy: A Factor-Augmented Vector Autoregressive (FAVAR) Approach”. European Journal of Economics, Finance and Administrative Science. Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Raja Grafiindo Persada. Jakarta Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan UndangUndang No. 29 Tahun 1999
Thomas Andrian Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Tentang Bank Indonesia Widarjono, Agus. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisia, Yogyakarta Yahya, Ibnu. 2007. ”Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Menangani Dampak Variabel Shock Eksternal pada Rezim Nilai Tukar Mengambang Bebas (Model Structural VAR : Periode 1997:8-2006:12)‖. Skripsi. Universitas Indonesia Jakarta
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
193
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
PENGARUH MODERASI TAX MORALE TERHADAP HUBUNGAN VARIABEL SOSIO DEMOGRAFI DAN TAX AVOIDANCE PAJAK PENGHASILAN DI KPP PRATAMA JEPARA Subadriyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara Email :
[email protected] Kata kunci : Sosio Demografi, Tax Morale, Tax Avoidance
Abstrak Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh moderasi tax morale antara hubungan variabel sosiodemografi (umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan) terhadap upaya penghindaran pajak (tax avoidance) di wilayah KPP Pratama Jepara. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Metode pengambilan sampling dengan menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sosio demografi yaitu : umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax moral. Variabel sosio demografi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance. Pengaruh tidak langsung yang paling memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance) pajak penghasilan di wilayah kerja KPP Pratama Jepara adalah jalur tiga yaitu dimulai dari tingkat pendidikan-tax moral-tax avoidance.
Keywords : Sosio Demographics, Tax Morale, Tax Avoidance
Abstract This study aimed to examine the moderating influence tax morale variable relationship between the demographic characteristics (age, gender and education level) to potential Tax Avoidance in the KPP Pratama Jepara. This study is a Explanatory research using path analysis by using random sampling method. The results showed that socio-demographic variables (age, gender, and level of education) have a significant influence on tax morale. Socio-demographic variables also have a significant influence on the tax Avoidance. The highest indirectly influences on Tax Avoidance in the KPP Pratama Jepara is in the line three that is starting from education tax morale - tax Avoidance.
194
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Subadriyah
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Pendahuluan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa pada tahun 2012 dari sekitar 24,8 juta wajib pajak, hanya 30 % atau delapan juta wajib pajak yang aktif membayar pajak. Angka tersebut belum termasuk perusahaan yang berusaha melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion). Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
bayaran pajak. Namun demikian dilihat dari temuan-temuan empiris diketahui bahwa model hubungan antar variabelvariabel tersebut sangat tidak konsisten dan fluktuatif.
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan perundangan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi pajak tersebut didukung dengan sistem pemungutan pajak penghasilan self assesment yang memungkinkan wajib pajak untuk berusaha menyajikan laporan yang memungkinkan pembayaran pajaknya sekecil mungkin sepanjang tidak menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku (loopholes). Salah satu strategi yang dapat dila-
perundang-undangan perpajakan yang berlaku atau mencuri pajak, walaupun tidak bisa dihindari tentang adanya strategi tax planning yang berusaha mengeksplorasi kelonggaran peraturan (loopholes) yang tidak diniatkan oleh pembuat undangundangan. Lyons sebagaimana dikutip oleh Suandy (2008) mendefinisikan tax avoidance sebagai berikut: ―Tax avoidance is a term used to describe the legal arrangements of tax payer‘s affairs so as to reduce his tax liability. It‘s often to pejorative overtones,
kukan wajib pajak dalam menekan pembayaran pajak yang legal menurut hukum adalah tax avoidance. Dilihat dari sisi etika moral, tindakan tersebut merupakan tindakan oportunis yang bertujuan meningkatkan keuntungan pribadi. Variabel-variabel seperti moral-etika, sosio demografi (umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan) merupakan variabel-variabel penting yang terkait dengan masalah-masalah perpajakan
for example it is use to describe avoidance achieved by artificial arrangements of personal or business affair to take advantage of loopholes, ambiguities, anomalies‘or other deficiencies of tax law. Legislation designed to counter avoidance has become more common place and often involves highly complex provision.‖
seperti kesadaran membayar pajak, perilaku membayar pajak dan ketaatan dalam pem-
Moral pajak merupakan motivasi intrinsik untuk membayar pajak yang tim-
Tinjauan Pustaka Tax Avoidance Tax avoidance merupakan bagian dari tax planning yang sama sekali bukan dalam pengertian dilakukan dengan caracara yang melanggar ketentuan peraturan
Tax Morale
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
195
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
bul dari kewajiban moral untuk membayar pajak atau kepercayaan dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan membayar pajak (Cummings et al., 2005 dalam Lasmana dan Tjaraka, 2011). Etika pajak (tax ethics) menurut Song dan Yarbrough (1978) dalam Lasmana dan Tjaraka (2011) dapat diartikan norma prilaku yang mengatur warga negara sebagai wajib pajak dalam berhubungan dengan pemerintah yang mempunyai dampak yang besar terhadap perilaku kepatuhan. Peneli-
Suardana (2011) menyatakan bahwa demografi sebagai ilmu yang mempelajari tentang ukuran, karekteristik serta perubahannya. Komponen demografi digunakan dalam penelitian sosial dengan variabel seperti komposisi rumah, umur, jenis kelamin, etnis, status perkawinan, penghasilan, status ekonomi, pekerjaan, status pekerjaan dan agama (Vaus, 2002 dalam Suardana 2011).
tian yang dilakukan melihat etika pajak dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang sikap dan sudut pandang prilaku. Sudut pandang sikap melihat etika pajak sebagai sikap normatif wajib pajak terhadap kewajiban pajaknya, sedangkan sudut pandang perilaku melihat etika pajak dalam kegiatan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Bukti empiris menyatakan bahwa etika pajak digambarkan sebagai salah satu kepercayaan yang timbul dari moral imperative seseorang yang harus jujur ketika berhadapan dengan pajak, berhubungan dengan perilaku membayar pa-
Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), untuk menjelaskan hubungan melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1995). Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menyebarkan kuesioner pada responden.
jak.
patan per tahun sebagai subjek penelitian. Wajib Pajak Badan terdaftar sampai akhir tahun 2013 secara keseluruhan adalah 2.580 WP badan. Sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus penarikan sampel Taro Yamane (Bungin, 2005: 105). Yaitu:
Sosio Demografi Menurut Multilingual Demographic Dictionary, demografi adalah: ―…… the scientific study of human populations in primarily with the respect to their size, their structure (composition) and their development (change)‖. Sosiodemografi berasal dari dua kata utama, yaitu sosio dan demografi. Anderson dan McFarlene (2000) dalam 196
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh Wajib pajak badan yang ada di wilayah KPP Pratama Jepara dengan berbagai jenis usaha dan tingkat penda-
Dimana n = jumlah sampel
Subadriyah
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
N = jumlah populasi d = Presesi (10%) Berdasarkan rumus di atas, akan diketahui berapa banyak sampel yang akan diambil yang mewakili populasi wajib pajak badan adalah sebanyak 96, 27 responden yang dibulatkan menjadi 100 responden. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah dengan teknik simple random sampling (sampel acak sederhana).
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum (Hasan, 2011). Pengambilan sampel dilakukan dengan datang langsung ke lokasi responden. Definisi Operasional Variabel Definisi variabel, indikator variabel dan skala yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1 Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Indikator
Skala
Sosio Demografi (X)
Perkembangan struktur pen- 1. Umur Nominal duduk menurut umur, jenis kelamin dan tingkat pendidi- 2. jenis kelamin kan menarik untuk dijadikan model dalam penelitian 3. tingkat pendidikan dalam bidang perpajakan (Multilingual Demographic Dictionary) Tax Avoidance (Y) ―Tax avoidance is a term 1. Pembebanan biaya sumbangan interval used to describe the legal arrangements of tax payer‘s 2. menggunakan karyawan lepas affairs so as to reduce his tax liability.. (Lyons dalam Su3. perusahaan memberikan tunjanandy , 2008) gan dan fasilitas kepada pegawai 4. perusahaan membayar asuransi kesehatan, kecelakaan,asuransi jiwa 5. kompensasi kerugian Tax Morale (Z)
Moral pajak merupakan moti- 1. Pemahaman kewajiban perpajakan interval vasi intrinsik untuk membayar pajak yang timbul dari 2. Pemahaman peraturan perpajakan kewajiban moral untuk membayar pajak atau kepercayaan dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan membayar pajak (Cummings et al., 2005). Sumber : Data sekunder yang diolah
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
197
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis data dengan analisis jalur (path analysis) dengan mengolah data yang diperoleh dari responden. Langkah-langkah Path Analysis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Menghitung koefisien korelasi (r) Koefisien korelasi ini akan menentukan tingkat keeratan hubungan antara variabel yang di teliti. Menghitung koefisien korelasi antara X1 dan X2 menggunakan rumus koefisien sederhana yaitu :
(Kusnaedi, 2005: 16) Koefisien korelasi ini akan besar jika tingkat hubungan antara variabel kuat. Demikian sebaliknya, jika hubungan antara variabel tidak kuat maka nilai r akan kecil. 2. Pengujian secara simultan menggunakan rumus sebagai berikut:
Subadriyah
Sedangkan
meru-
pakan koefisien yang menyatakan determinan total dari semua variabel 4.
penyebab terhadap variabel akibat. Menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung Pengaruh langsung dapat dicari dengan mengkuadratkan koefisien korelasi dikalikan 100%, sedangkan pengaruh tidak langsung dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien-koefisien regresi (beta-β) dari variabel pemberi efek.
Pembahasan Deskripsi Responden Data Profil Responden dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan karakteristik demografis menurut: usia, pendidikan, dan jenis kelamin daripada responden. Berdasarkan dari kuesioner yang disebar menampilkan hasil sebagai berikut: 1. Usia Responden Tabel 1 Usia Responden
Kusnaedi (2005 : 17)
3.
Keterangan: Pyxi = koefisien jalur dari variabel Xi terhadap Y bYxi = koefisien regresi dari variabel Xi terhadap Y Pengujian faktor residu / sisa Kusnaedi (2005 : 18) Dimana
198
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Usia
Jml responden
Persentase
21 - 30 tahun
60
60%
31 - 40 tahun
24
24%
41 - 50 tahun
12
12%
51 - 60 tahun
4
4%
Jumlah
100
100%
Sumber : data sekunder yang diolah
Subadriyah
2.
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Pendidikan Responden Tabel 2 Pendidikan Responden Pendidikan SMP SMA sederajat D III S1 S2 Jumlah
Jml responden 4 43 8 41 4 100
Sumber : data sekunder yang diolah
Identitas Responden Responden dalam penelitian ini terdiri dari 100 responden yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50 responden perempuan. 3.
Analisis Korelasi antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan, Tax Morale dan Tax Avoidance Berdasarkan output statistik diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi (r) antara Umur dan Jenis kelamin adalah sebesar 0.693. Korelasi antara umur dan Pendidikan sebesar 0.345, korelasi antara umur dengan Tax Morale sebesar 0.506. Sedangkan korelasi antara Jenis kelamin dan Pendidikan sebesar 0.446, korelasi antara Jenis Kelamin dengan Tax Morale sebesar 0.549. Korelasi antara Pendidikan dan Tax morale sebesar 0.477. Korelasi antara Tax Avoidance dan Umur 0.575, dengan Jenis kelamin 0.590, denganPendidikan 0.463, dengan Tax Morale 0.533. Dari hubungan antara variabel tersebut diatas nilai p-value korelasi yang didapatkan lebih kecil dari (< 0.00) yang menunjukkaan bahwa korelasi tersebut adalah signifikan. Tingkat keeratan hubungan korelasi antara Umur dan Jenis kelamin yang memiliki keeratan hubungan kuat. Sedangkan kategori hubungan rendah
pada korelasi antara Umur dengan Pendidikan. Analisis Jalur Struktur hubungan untuk path analysis akan dibagi menjadi 2 model yaitu: Struktur 1 Pada sub-struktur 1 menghubungkan antara variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Tax Morale. Jalur hubungan keempat variabel tersebut dilakukan dengan analisis regresi. Variabel Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan sebagai variabel independen dan variabel Tax Morale sebagai variabel dependen. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel Umur sebesar 0.223 dan p-value 0.046. Nilai koefisien regresi variabel Jenis Kelamin sebesar 0.269 dan p-value 0.022 sedangkan koefisien regresi variabel Pendidikan sebesar 0.279 dan p-value 0.002. Karena nilai pvalue yang didapatkan masing-masing variabel lebih kecil (< 0.05) maka dapat terbukti bahwa variabel Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Tax Morale. Besarnya pengaruh keempat variabel tersebut dapat dilihat dari R Square yang menunjukkan 0,394. Jadi variabel Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan mampu mempengaruhi variabel Tax Morale sebesar 39,4% dan sisanya sebesar 60.6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Struktur 2 Struktur 2 menghubungkan antara variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
199
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Tax Morale dan Tax Avoidance. Jalur hubungan kelima variabel tersebut dilakukan dengan analisis regresi. Variabel Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale sebagai variabel independen dan variabel Tax Avoidance sebagai variabel dependen menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel Umur sebesar 0.260 dan p-value 0.016. Nilai koefisien regresi variabel Jenis Kelamin sebesar 0.224 dan p-value 0.049. Variabel Pendidikan nilai koefisien regresi sebesar 0.181 dan p-value 0.042. Sedangkan koefisien regresi variabel Tax Morale sebesar 0.193 dan p-value 0.048. Karena nilai p-value yang didapatkan masingmasing variabel lebih kecil (< 0.05) maka dapat terbukti bahwa variabel Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Tax Avoidance. Besarnya pengaruh kelima variabel tersebut adalah 46,8 %. Adapun model jalur secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Model jalur
Subadriyah
(PKL) dan Pengaruh Kausal Tidak Langsung dari setiap variabel yang diteliti. Berikut ini hasil tersebut yang ditampilkan dalam bentuk tabel: Tabel 3 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Pengaruh Tidak Langsung Langsung
Pengaruh Variabel
Koefisien Jalur
X1 terhadap Y1
0.223
0.223
-
0.223
X2 terhadap Y1
0.269
0.269
-
0.269
X3 terhadap Y1
0.279
0.279
-
0.279
0.260
0.223 x 0.193 = 0.043
0.303
0.224
0.269 x 0.193 = 0.052
0.276
0.235
0.193 0.778 0.729
X1 terhadap Y2 X2 terhadap Y2
0.260
0.224
X3 terhadap Y2
0.181
0.181
0.279 x 0.193 = 0.053
Y1 terhadap Y2 ε1 ε2
0.193 0.778 0.729
0.193 0.778 0.729
-
Total
Sumber : data sekunder yang diolah
Sumber : data sekunder yang diolah
Hubungan langsung antara variabel dapat dilihat berdasarkan persamaan struktural yang dibentuk oleh pengaruh atau efek yang diberikan oleh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil diagram jalur diatas dapat dilihat bahwa variabel sosio demografi yaitu: umur, jenis kelamin, dan tingkat pen-
Berdasarkan seluruh koefisien
didikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax morale (R Square = 0,394).
jalur dari hubungan kausalitas yang ada, dapat diketahui Pengaruh Kausal Langsung
Variabel sosio demografi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
200
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Subadriyah
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
avoidance (R Square= 0,468). Pengaruh langsung dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi umur (X1) terhadap tax morale (Y1) adalah sebesar 5%
2.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi jenis kelamin (X2) terhadap tax morale (Y1) adalah: 7,2%
3.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi tingkat pendidikan (X3) terhadap tax morale (Y1) adalah: 7,8%
4.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi umur (X1) dapat berpengaruh langsung terhadap tax avoidance (Y2) adalah 6,8%
5.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi jenis kelamin (X2) dapat berpengaruh langsung terhadap tax avoidance (Y2) adalah 5%
6.
Pengaruh langsung varibel sosio demografi tingkat pendidikan (X3) dapat berpengaruh langsung terhadap tax avoidance (Y2) adalah 3,3%
7.
Pengaruh langsung tax morale (Y1) dapat berpengaruh langsung terhadap tax avoidance (Y2) adalah 3,3%
Sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung suatu variabel terhadap variabel
tertentu dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien-koefisien regresi (beta-β) dari variabel pemberi efek. Dibawah ini akan ditunjukkan pengaruh tidak langsung berdasarkan diagram analisis jalur dan tabel pengaruh langsung dan tidak langsung diatas. 1.
Besarnya pengaruh tidak langsung oleh variabel sosio demografi umur (X1) dan tax morale (Y1) terhadap tax avoidance (Y2) adalah 0,043
2.
Besarnya pengaruh tidak langsung oleh variabel sosio demografi jenis kelamin (X2) dan tax morale (Y1) terhadap tax avoidance (Y2) adalah 0,052
3.
Besarnya pengaruh tidak langsung oleh variabel sosio demografi tingkat pendidikan (X3) dan tax morale (Y1) terhadap tax avoidance (Y2) adalah 0,054
Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa pengaruh tidak langsung yang paling memili ki pengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance) pajak penghasilan di wilayah kerja KPP Pratama Jepara adalah jalur 3 yaitu dimulai dari tingkat pendidikan (X3)- tax morale (Y1)-tax avoidance (Y2). Selain variabel sosio demografi, tax morale dipengaruhi oleh variabel-variabel lain sebesar 0,778 (nilai residu (ε1)). Nilai residu (ε2) sebesar 0,729 menunjukkan koefisien pengaruh Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
201
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
variabel lain diluar penelitian ini yang dapat mempengaruhi Tax Avoidance.
a.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pengaruh moderasi tax morale terhadap hubungan variabel sosio demografi dan tax avoidance pajak penghasilan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hipotesis sub-struktur 1, yaitu Umur, Jenis Kelamin dan Pendidikan berkontribusi secara signifikan terhadap Tax Morale. Diperoleh hasil bahwa, secara simultan (keseluruhan) variabel Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Tax Morale. Secara individual kontribusi variabel Umur, Jenis ke-
2.
3.
lamin dan Pendidikan dinyatakan signifikan terhadap Tax Morale. Hipotesis sub-struktur 2, yaitu Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale berkontribusi secara signifikan terhadap Tax Avoidance. Diperoleh hasil bahwa, secara simultan (keseluruhan) variabel Umur, Jneis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Tax Avoidance. Secara individual kontribusi variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan variabel Tax Morale dinyatakan signifikan terhadap Tax Avoidance. Pengaruh tidak langsung dapat diuraikan sebagai berikut:
202
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
b.
c.
d.
4.
Subadriyah
Pengaruh tidak langsung variabel Umur terhadap Tax Avoidance sebesar 0.043. Pengaruh tidak langsung variabel jenis kelamin terhadap Tax Avoidance sebesar 0.052 Pengaruh tidak langsung variabel tingkat pendidikan terhadap Tax Avoidance sebesar 0.054 Nilai residu (ε1) sebesar 0,778 menunjukkan koefisien pengaruh variabel lain diluar peneli-
tian ini yang dapat mempengaruhi Tax Morale. Nilai residu (ε2) sebesar 0,729 menunjukkan koefisien pengaruh variabel lain diluar penelitian ini yang dapat mempengaruhi Tax Avoidance.
Saran Berdasarkan analisis dan pembahasan, penulis memberikan beberapa saran diantaranya 1. Bagi pihak fiskus sebaiknya melakukan pendekatan mengenai etika pajak dan manfaat pajak bagi Negara di tingkat pendidikan sehingga wajib pajak yang memiliki pendidikan tinggi tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman pajak tetapi secara sukarela melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan dan tidak berupaya melakukan penghindaran pajak. 2. Bagi peneliti selanjutnya dapat dilakukan penelitian variabel sosio demografi yang lain diantaranya besarnya omset perusahaan, besarnya aset perusahaan dan lain-lain.
Subadriyah
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Daftar Pustaka Bayu Sarjono, Pengaruh Variabel Sosio Demografi Terhadap Tax Evasion Pajak Penghasilan Melalui Tax Morale di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Sukomanunggal, Abstraksi, ADLN Perpustakaan UNAIR, Surabaya, 2009. Dany Darussalam., 2013, Kantor Pajak Mengincar 3 Juta Wajib Pajak Baru, diakses dari www.pajak online.com, pada 21 Agustus 2013.
Sosio Demografi Terhadap Hubungan Antara Moral-Etika Pajak Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Di KPP Surabaya‖, Majalah Ekonomi Tahun XXI, Universitas Airlangga. Ning Rahayu, 2008, ―Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Pada Foreign Direct Investment Yang Berbentuk Subsidiary Company (PT. PMA) Di Indonesia (Suatu Kajian Tentang
Direktorat Jenderal Pajak. 2007. UndangUndang Republik Indonesia Nomor
Kebijakan Anti Tax Avoidance)‖, Disertasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sekaran Uma, 2006, Research Methods for Business, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survai, Penerbit LP3ES, Jakarta. Siti Resmi, 2009, Perpajakan: Teori dan
28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Penerbit Buku Berita Pajak. Duff, David G, Tax Avoidance in the 21st Century, diakses dari www.ssrn.com , pada tanggal 1 Agustus 2013. Suandy, Erly, Hukum Pajak, Edisi 4, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008. Ghozali, Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20, BPFE UNDIP, Semarang, 2012. Hasan, Erliana, 2011, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, Ghalia Indonesia, Bogor. Kusnaedi, Analisis Jalur dan Aplikasi dengan Program SPSS dan LISREL 8, PFIPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2005 Lasmana, Mienati Somya dan Tjaraka, Heru, 2011, ―Pengaruh Moderasi
Kasus Buku 1, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Suardana, Wayan, 2011, Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung. Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta Yuliana, 2012, ―Analisis Pengaruh Persepsi Pentingnya Etika Dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, Dan Keputusan Etis Terhadap Niat Berpartisipasi Dalam Penghindaran Pajak‖, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang.
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
203
Indeks Penulis Ika Indriasari 105 Nita Andriyani Budiman 126 Sholikul Hidayat 167 Sugiarto 146 Tetik Puji Lestari 180 Thomas Andrian 180 Widaryanti 115 Zuliyati 105 Subadriyah 194
204
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Indeks Keywords Arus modal 180, 186 Auditor 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 155, 156 Demografi 115, 116, 118, 120 Estimasi harga Exchange rate 180 Faktor eksternal 126, 128, 142 Faktor internal 126, 128, 141 Gender Intensi kewirausahaan 115, 116, 117, 118, 119 Kebijakan tingkat bunga 180 Keterlibatan kerja 146, 148, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157 Komitmen afektif 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157 Lembaga Keuangan Syariah 167, 168, 169 Modal intelektual 105, 106, 107, 108, 109,112 Modal manusia 105, 108 Modal pelanggan 105, 108, 110 Modal struktural 105, 108, 109 Pengalaman kerja 115, 118, 119 Penghentian prematur prosedur audit 126 Persepsi ketergantungan tugas 146, 162 Risk premium 180 Sharing pengetahuan 146 Sosio Demografi194, 195, 196, 200, 201, 202 Tax Aviodance 194 195 198, 200, 201, 202 Tax Morale 194, 195, 199, 200, 201, 202 UMKM 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112 VECM 182, 184 Lembaga keuangan syari‟ah PSAK syari‟ah 166
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
205
Penulis Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis Vol. 10 No 2 Tahun 2013 Zuliyati Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dharma Putera Semarang Widaryanti Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Nusantara Semarang. Alumnus Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang Nita Andriyani Budiman Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Ika Indriasari Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang. Alumnus Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang Sugiarto Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang. Alumnus Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang Sholikul Hidayat Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara Thomas Andrian Dosen di Universitas Lampung Tetik Puji Lestari Dosen di Universitas Lampung Subadriyah Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara
206
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA MITRA BESTARI Dewan Redaksi Jurnal JDEB mengucapkan terimakasih kepada mitra bestari berikut ini yang telah memberikan pertimbangan dalam penerbitan Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis volume 10 nomor 2 tahun 2013. Prof. DR. H. Purbayu Budi Santosa, M.S (Universitas Diponegoro, Semarang) Anis Chariri, M.Kom, Ph.D, Akt (Universitas Diponegoro, Semarang) Dr. H.M. Zainuri, MM (Universitas Muria, Kudus) Cholil Nafis, Lc,, M.A, Ph.D (Universitas Indonesia, Jakarta) Hormat Kami,
Dewan Redaksi
Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
207
Ketentuan Berlangganan Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara menerima permintaan berlangganan baik berupa jurnal fisik maupun e-jurnal dalam bentuk PDF. Untuk berlangganan silahkan kirimkan email permohonan anda meliputi : 1.Nama Lengkap 2.Asal dan Jabatan Institusi 3.Alamat Institusi 4. Nomor Hp Data dikirim ke email:
[email protected]
208
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis