Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
IMPLEMENTASI NILAI SOSIAL UKHUWAH ISLAMIAH DI PONDOK PESANTREN Oleh: Iqbal Arpannudin Jurusan PKnH Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Abstrak Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat dijadikan sebagai sebuah model pengembangan konsep-konsep civics dalam rangka memenuhi life skill warga negara. Sebagian besar aktifitas di pondok pesantren adalah membangun kehidupan santri insan kamil yang mempunyai ketangguhan iman dan kemampuan beramal soleh yang membentuk nilai-nilai perilaku (behavioural values). Pengembangan nilai-nilai perilaku dalam pembentukan individu insan kamil sejalan dengan pengembangan struktur nilai dasar spiritual sebagai pengakuan terhadap martabat manusia (human dignity) yang memunculkan nilai tanggung jawab sosial sebagai bagian dari nilai sosial. Di dalam komunitas pesantren tanggung jawab sosial didasari oleh nilai spiritual yang terkandung dalam konsep ukhuwah islamiah. Kata kunci: pesantren, nilai sosial, ukhuwah islamiyah.
Kelemahan ini tidaklah disebabkan
PENDAHULUAN Umat
beragama
keagamaan
di
dan
Indonesia
lembaga
karena sedikitnya jumlah umat Islam,
merupakan
melainkan rendahnya kualitas sumber daya
potensi besar dan modal dasar dalam
manusianya.
pembangunan mental spiritual bangsa serta
rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di
merupakan
kalangan
potensi
Salah
untuk
materil
bangsa
rendahnya penghayatan terhadap nilai-nilai
Indonesia. Namun demikian salah satu
Islam, rendahnya solidaritas antar sesama
masalah yang dihadap umat Islam di
muslim, saling mencurigai satu sama lain,
Indonesia sekarang ini adalah rendahnya
dan faktor luar yang tidak kalah kuat
rasa kesatuan dan persatuan sehingga
merongrong keukhuwahan umat Islam ini.
kekuatan
Oleh karena itu maka perlu dipikirkan
fisik
mereka
menjadi
lemah.
Kelemahan umat Islam Indoensia
ini
terjadi hampir di semua sektor kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.
kembali
solusi
Islam
penyebab
nasional
pembangunan
umat
satu
adalah
untuk
karena
menyelesaikan
permasalahan tersebut. Melihat paparan di atas seyogyanya pendidikan agama tidak dapat diabaikan dalam
penyelenggaraan
pendidikan 1
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
nasional.
Dengan
pendidikan
dan
Keberadaan pesantren di Indonesia
pengajaran agama, warga negara akan
dimulai sejak Islam masuk ke negeri ini
memperoleh pendidikan moral dan budi
dengan mengadopsi sistem pendidikan
pekerti yang akan membentuk bangsa
keagamaan yang sebenarnya telah lama
Indonesia menjadi warga negara yang
berkembang sebelum kedatangan Islam.
bermoral, bertanggung jawab, dan tahu
pesantren berkembang sebagai produk
nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi
budaya
oleh bangsa Indonesia (Usman, 2011: 19).
keagamaan
Indonesia dan
dalam
pendidikan
sebagai
lembaga
Pendidikan dalam Islam memiliki
pendidikan yang berandil besar terhadap
makna sentral yang berarti pencerdasan
proses penyelenggaraan pendidikan bangsa
secara utuh untuk mencapai kebahagiaan
Indonesia.
pendidikan
pesantren berkembang sistem pendidikan
lembaga
pendidikan
keagamaan yang berbentuk pendidikan
untuk
memahami,
formal, non formal, dan informal yang
dan mengamalkan ajaran
senantiasa berkembang sesuai kebutuhan
agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan
pendidikan masyarakat dengan mengikuti
menekankan pentingnya
arus perkembangan jaman.
akhirat
Pesantren adalah tradisional
Islam
menghayati,
Islam
sebagai
2003:
proses
21).
dunia
(Mas’ud,
Dalam
moral agama
pedoman
hidup
Pondok pesantren hadir menjawab
bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:
kebutuhan untuk meningkatkan kualitas
6). Pesantren sama halnya dengan sekolah
manusia Indonesia yang tidak hanya dalam
umum sebagai lembaga pendidikan yang
pemajuan
mempersiapkan peserta didik. Pesantren
teknologi, namun juga iman dan takwa. Itu
sebagai lembaga pendididikan merupakan
semua diarahkan pada pencapaian kualitas
sarana utama setelah keluarga dalam
hidup manusia agar memiliki kecakapan
pembentukan karakter santri / peserta
hidup yang seimbang antara duniawi dan
didik. Hal ini senada dengan pendapat
akhirat. Pesantren juga berperan sebagai
Crosnoe (2004: 267) tentang sekolah
lembaga dan kaderisasi, untuk mencetak
bahwa “Families and schools are two
dan melahirkan santri pilihan yang akan
primary sources of social capital in the
meneruskan tugas dakwah para wali, da’i
early life course”, yang dapat diartikan
dan ulama, serta bertujuan menciptakan
bahwa keluarga seperti halnya sekolah
manusia
adalah dua sumber utama modal sosial
masyarakat
ilmu
pengetahun
yang untuk
dan
berhidmat menegakkan
dan
kepada ajaran
dalam pelajaran hidup awal. 2
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
Islam
di
tengah-tengah
masyarakat
(Mastuhu, 1994: 87).
Interaksi pembelajaran di lingkungan pondok pesantren melibatkan konsep-
Sebagai lembaga pendidikan yang
konsep Agama Islam terutama dalam
telah lama berkembang di negeri ini,
pembentukan individu insan kamil yang
pondok pesantren diakui memiliki andil
mempunyai
yang sangat besar terhadap perjalanan
kemampuan beramal soleh ini menjadi hal
sejarah
yang
bangsa,
terutama
dalam
ketangguhan
perlu
iman
diseimbangkan
dan
dengan
penyelenggaraan pendidikan keagamaan
pembentukan life skill warga negara yang
dengan berbagai bentuk pendidikan seperti,
baik
pendidikan
mengetahui
formal,
non
formal,
dan
terutama
warga hak
negara
dan
yang
kewajiban
informal. Pondok pesantren sebagai sebuah
bermasyarakat dengan ukhuwah islamiah
komunitas pendidikan secara konsepsional
sebagai acuan dasar bermasyarakat dalam
relatif dapat dijadikan sebuah model
Islam.
pengembangan
konsep-konsep
civics
Kualitas hidup manusia Indonesia
dalam rangka memenuhi life skill warga
diharapkan dapat dipenuhi melalui proses
negara.
pendidikan
yang
diarahkan
untuk
Jika disandingkan dengan lembaga
mencapai kecakapan hidup warga negara
pendidikan Islam di Indonesia, pondok
(life skill) yang diantaranya seperti yang
pesantren mempunyai ciri-ciri tersendiri,
digambarkan
dan tradisi keilmuan yang berbeda dengan
Organization
tradisi keilmuan lembaga-lembaga lain.
sebagai keterampilan atau kemampuan
Dengan
menjadi
untuk dapat beradaptasi dan berperilaku
lembaga pendidikan yang unik, tidak saja
positif, yang memungkinkan seseorang
karena keberadaannya yang sudah lama,
mampu menghadapi berbagai tuntutan dan
tetapi juga karena kultur, metode dan
tantangan
penyajian yang diterapkan oleh lembaga
(Nurmalina, 2008: 65).
demikian
pesantren
pendidikan agama ini yang khas. Dari segi historis,
menurut
Nurcholis
Madjid
oleh
untuk
Health
bahwa kecakapan hidup
kehidupan
Pesantren
World
secara
memiliki
meningkatkan
efektif
kemampuan
kualitas
hidup
(Masyhud, 2003: 1) pondok pesantren
manusia Indonesia. Nilai nilai sosial di
tidak
makna
dalam pesantren dapat dijadikan pedoman,
keislaman, tetapi juga mengandung makna
rujukan, dan penguatan karakter santri
keaslian Indonesia (indigenous).
yang berakhlak mulia.
hanya
identik
dengan
Nilai merupakan
perwujudan dari domain afektif pada diri 3
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
seseorang sebagai kesatuan yang utuh yang
keluarga, kelompok, dan manusia secara
menentukan
kepribadian
keseluruhan”. Hal-hal yang berguna dalam
seseorang (Dzahiri, 1985). Oleh karena itu
pengertian amal soleh tersebut ditunjukan
pesantren memegang peranan yang sangat
dalam
penting
(behavioral values).
perilaku
untuk
dan
memberikan penguatan
pilihan-pilihan nilai yang menentukan perilaku
seseorang
tersebut.
Hal
bentuk
nilai-
nilai
perilaku
Amal soleh dalam pembelajaran
ini
Agama Islam menjadi hal yang perlu
sebagaimana pendapat Sztompka bahwa
pengkajian bersama pembentukan nilai-
nilai menjadi preference (pilihan) dari
nilai perilaku dalam kehidupan asyarakat
perilaku seseorang yang menjadi ukuran
Indonesia yang plural. Nilai-nilai yang
kepatutan atau kepantasan. Seseorang akan
dimaksud merupakan petunjuk-petunjuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang terinternalisasi di dalam ekspresi
perbuatan tergantung pada sistem nilai
perilaku
yang dipegangnya (Rudi & Haikal, 2014:
(Mulyana, 2004: 26). Pengembangan nilai-
30).
nilai perilaku tersebut dirumuskan dalam
yang
ditampilkan
seseorang
Ketangguhan iman adalah nilai dasar
tujuan utama pendidikan seperti yang
spiritual yang harus dimiliki warga negara
dikemukakan oleh Mulyana (2004: 106)
di lingkungan pesantren. Nilai dasar ini
bahwa tujuan utama pendidikan adalah
diarahkan
untuk
menjangkau
“menghasilkan kepribadian manusia yang
kesadaran
supralogis
membuat
matang secara intelektual, emosional, dan
dirinya lebih dari sekedar “manusia” (man
spiritual”. Karena itu, komponen esensial
more than man) perwujudan dimensi
kepribadian manusia adalah nilai (values)
spiritual ini adalah keimanan, sedangkan
dan kebajikan (virtues)”. Konsep nilai
semangat keimanan itu disebut spiritualitas
(values) dan kebajikan (virtues) memiliki
(Mulyana, 2004: 108). Tenaga spritual
kecenderungan
dapat menumbuhkan ketaatan berdasarkan
ketangguhan
kewajiban serta menjadi sebuah motivasi
beramal
untuk membangkitkan, mempertahankan,
pembentukan
dan
paripurna atau insan kamil.
soleh.
mengontrol
mampu yang
minat-minat
Muhammad
Abduh
beramal
sama dengan konsep iman
soleh
dan
kemampuan
terutama
martabat
manusia
dalam yang
(Dahlan,
Martabat manusia (human dignity)
Yaswirman, Raya, & Ritonga, 2000: 94)
dianggap sebagai nilai yang tertinggi
mendefinisikan amal soleh sebagai “segala
dalam
membangun
perbuatan yang berguna bagi pribadi,
efektif.
Menurut
pendidikan
yang
UNESCO (Mulyana, 4
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
2004:
107)
mengungkapkan
bahwa
merespon dan betindak di lingkungannya
penghargaan terhadap martabat manusia
yang didasarkan kepada pendapat Gross
dianggap sebagai nilai yang tidak terbatas
dan Zeleny bahwa diperlukan tiga hal
dan dapat mendorong manusia untuk
dalam hubungan antara warga negara dan
memilih nilai-nilai dasar
yang berkisar
lingkungannya antara lain kepekaan sosial
di sekelilingnya. Nilai dasar ini, menurut
(socially senstive), tanggung jawab sosial
UNESCO,
kesehatan,
(socially responsible), dan kecerdasan
nilai kebenaran, nilai kasih sayang, nilai
sosial (socially intelegence) (Wahab &
tanggung jawab sosial, nilai efisiensi
Sapriya, 2011: 31).
meliputi
nilai
ekonomi, nilai solidaritas global, dan nilai nasionalisme.
Tanggung
jawab
sosial
dalam
komunitas pesantren berakar dari konsep
Penelitian ini hanya mengambil
ukhuwah
islamiah
yang
satu subsistem nilai dasar yaitu tanggung
komunitas
tersebut.
Dalam
jawab sosial sebagai bagian dari nilai
komunitas
pesantren,
sosial
sosial didasari oleh nilai spiritual yang
dengan
alasan
bahwa
dalam
konteks
tanggung
jawab
kehidupannya seorang peserta didik dapat
terkandung
melepaskan diri dari lingkungan sosial. Ia
islamiah.
melakukan
setidaknya terdapat empat hal, yaitu: (1)
maupun
interaksi kelompok.
secara
individual
Konsep
konsep
ukhuwah
ukhuwah
islamiah
yang
ukhuwah ubudiyah, (2) ukhuwah insaniah,
dilakukan ditandai oleh adanya kepedulian
(3) ukhuwah wathaniah, dan (4) ukhuwah
terhadap
orang
fid dinul Islam (Shihab, 1996: 489).
sesama,
kasih
lain,
Interaksi
dalam
mengikat
kebaikan
sayang,
antar
kebebasan,
Pendidikan dalam Islam memiliki
persamaan, dan penghargaan atas hak asasi
makna
sesamanya. Nilai sosial tersebut tergambar
menyeluruh dan utuh untuk pembangunan
dalam rentang yang menurut Spranger
manusia dalam mengarungi kehidupan
adalah
kadar nilai yang bergerak pada
dunia dan mempersiapkan kebahagiaan di
rentang antara kehidupan individualistik
akhirat kelak. Pesantren berperan sebagai
dengan yang altruistik (Mulyana, 2004:
lembaga dan kaderisasi, untuk mencetak
34).
dan melahirkan santri pilihan yang akan Pembentukan tanggung jawab sosial
warga
negara
pembelajaran pembentukan
dalam
lingkungan
didasarkan warga
negara
pada dalam
yang
sangat
penting
dan
meneruskan tugas dakwah para wali, da’i dan ulama, serta bertujuan menciptakan manusia masyarakat
yang untuk
berhidmat menegakkan
kepada ajaran 5
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
Islam
di
tengah-tengah
masyarakat
(Mastuhu, 1994: 55–56). Pesantren
mengungkapkan tiga unsur utama dalam pesantren yaitu pelaku (kiai, ustadz, santri
dari
pola
dan pengurus), sarana (masjid, pondok,
Islam
telah
kelas), dan prasarana (kurikulum, sumber
menguatkan jati dirinya untuk mengikuti
belajar, cara belajar dan evaluasi belajar),
pola perkembangan kehidupan masyarakat.
seperti di bawah ini:
pendidikan
Pondok Islam
berawal
tradisional
pesantren
sebagai
tradisional
di
pendidikan
Indonesia
dan
keberadaan sistem “boarding school ini dapat
dilacak
(Srimulyani,
pada
2007:
tersebut, tidak utamanya
abad
Pengurus; b. sarana perangkat keras: mesjid,
ke-18
Namun
pondok, gedung sekolah;
hal
c. Sarana perangkat lunak: tujuan,
lepas dari inti tugas
kurikulum, sumber belajar, cara
yaitu
88)
a. pelaku: Kiai, Ustadz, Santri, dan
mengamalkan
ajaran
belajar, dan evaluasi belajar.
agama Islam atau tafaqquhfiddin. Mastuhu (1994:
6)
pesantren
mengungkapkan
bahwa
Tipologi pesantren sendiri terdiri dari
lembaga
pendidikan
tiga bentuk yang ada, yaitu (1) salafi,
untuk
memahami,
Pesantren yang tetap mempertahankan
dan mengamalkan ajaran
pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan
adalah
tradisional menghayati, agama
Islam
Islam
dengan
menekankan
tanpa diberikan pengetahuan umum, dan
pentingnya moral agama Islam sebagai
metodenya
pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
diterapkan dalam pesantren salaf yaitu
Tujuan pendidikan di pesantren adalah
dengan
menciptakan
bandongan (Masjkur, 2007: 26–27), (2)
dan
mengembangkan
sebagaimana
metode sorogan,
lazim
weton,
khalafi
dan
dan
pengajaran klasikal (madrasi), memberikan
bermanfaat bagi masyarakat (Qomar, 2002:
ilmu umum dan ilmu agama serta juga
6–7).
memberikan Proses
berakhlak
mulia
keterampilan
(Hielmy, 1999: 35). Kedua bentuk ini
pesantren dipengaruhi unsur-unsur yang
setidaknya menghasilkan lulusan yang
membangun pondok pesantren tersebut.
sesuai dengan harapan santri dan orang
Unsur-unsur
tuanya
hal
pesantren.
tersebut
di
pendidikan
sistem
dalam
dalam
pembelajaran
menerapkan
dan
kepribadian muslim, yaitu yang bertakwa beriman,
yang
yang
saling
berkaitan
pengembangan
pondok
Mastuhu
(1994:
58)
yaitu
berakhlakhul
karimah,
tafaqquh fi al-din dan menguasai IPTEK (Mustari, 2010: 22) 6
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
Bila dilihat dalam konteks kehidupan
lembaga pendidikan yang unik, tidak saja
pesantren, di mana hubungan atau interaksi
karena keberadaannya yang sudah lama,
antar kiai, ustadz dan santri terjalin dengan
tetapi juga karena kultur, metode dan peny
erat. Hubungan yang terjalin erat itu bisa
ajian
jadi, merupakan pengembangan dari tradisi
pendidikan agama ini yang khas yang
dan nilai-nilai Islam yang ditanamkan oleh
mengandung
penyebar Islam dan disandarkan pada
kelokalan dalam konteks keindonesiaan.
ajaran Rasullullah SAW. Seperti halnya
Karakteristik Islami ditampilkan oleh para
cara
secara
pemangku
dan
(boarding
memandang
keseluruhan
kehidupan
sebagai
ibadah,
yang
diterapkan
oleh
lembaga
mengandung
kepentingan school),
makna
di
pesantren
sebagaimana
yang
keikhlasan atau ketulusan belajar dan
diajarkan nabi Muhammad, yaitu Islam
bekerja untuk tujuan bersama-sama. Nilai-
yang mengembangkan dan membangun
nilai tersebut dijadikan landasan pijakan
intifah, tawassuth, musawah dan tawazun,
dan ruh dalam pengelolaan pesantren
serta menjadi agen peradaban nilai-nilai,
dengan tetap berpegang pada moral agama
norma dan pesan agama yang penuh
sebagai kunci sukses dalam hidup bersama,
harmoni,
yang dalam hal ini adalah perilaku
termasuk mempertahankan nilai-nilai dan
keagamaan
ketertiban
yang
memandang
semua
kegiatan sehari-hari sebagai ibadah kepada
persatuan
dan
perdamaian,
keharmonisan
sosial
di
sekitarnya (Sirajuddin, 2010: 39).
Allah Swt (Rudi & Haikal, 2014). Mastuhu menyatakan pula bahwa kiai adalah tokoh
PEMBAHASAN
kunci yang menentukan corak kehidupan pesantren
(1994:
58).
tidak
yang dikembangkan pada pesantren khalafi
menutup kemungkinan bahwa dua unsur
pada dasarnya mengedepankan prinsip
lainnya
keseimbangan
berpengaruh
Namun,
Kurikulum berimbang dan terpadu
besar
terhadap
dalam
pengembangan
perkembangan pesantren secara umum
kurikulum antara kurikulum pesantren dan
serta kualitas santri secara khusus.
kurikulum umum atau yang dikembangkan
Jika disandingkan dengan lembaga pendidikan Islam di Indonesia,
pondok
oleh
kementerian
prinsip
pendidikan.
keseimbangan
Tujuan dalam
pesantren mempunyai ciri-ciri tersendiri,
pengembangan kurikulum adalah untuk
dan tradisi keilmuan yang berbeda dengan
terjalinnya perpaduan yang lengkap dan
tradisi keilmuan lembaga-lembaga lain.
menyeluruh yang satu sama lainnya saling
Dengan
memberikan
demikian
pesantren
menjadi
sumbangan
terhadap 7
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
pengembangan
pribadi
peserta
didik
(Sagala, 2003).
kelas), dan prasarana (kurikulum, sumber belajar, cara belajar dan evaluasi belajar).
Mata pelajaran yang dikembangkan
Kiai adalah tokoh kunci yang menentukan
dibagi menjadi mata pelajaran agama dan
corak kehidupan pesantren. Namun, tidak
umum.
menutup kemungkinan bahwa dua unsur
Hal tersebut
bertujuan untuk
membentuk karakter yang handal dalam
lainnya
bidang
perkembangan pesantren secara umum
keilmuwan
dan
kemampuan
berpengaruh
interaksi sosial anak yang berlandaskan
serta
agama
Jenis
(Mastuhu, 1994).
sistem
Proses
dan
pesantren
akhlakul
khalafi
karimah.
menerapkan
kualitas
santri
besar
terhadap
secara
khusus.
interaksi
sosial
pengajaran klasikal (madrasi), memberikan
kewarganegaraan santri dalam lingkup
ilmu umum dan ilmu agama serta juga
poros
memberikan
keterampilan
pencapaian kurikulum sekolah termasuk
(Hielmy, 1999: 35). Oleh karena itu, hal
bidang mata pelajaran umum Pendidikan
tersebut
prinsip
Kewarganegaraan.
Bahan
pendidikan
Kewarganegaraan
menurut
pendidikan
mengedepankan
keseimbangan
untuk
pola
kelas
terikat
oleh
keharusan
Pendidikan Nu’man
pesantren yang berlandaskan pada nilai
Somantri (Nurmalina, 2008) harus mampu
dasar spiritualitas berupa ketangguhan
menumbuhkan berpikir kritis, analitis, dan
iman. Perwujudan dimensi spiritual adalah
kreatif agar siswa dapat melatih diri dalam
keimanan akan menyertai minat beramal
berpikir, bersikap, dan berbuat sesuai
soleh yang berupa behavioral values yang
dengan perilaku demokratis terbawa juga
merupakan
yang
dalam proses interaksi di ranah pesantren
terinternalisasi dalam ekspresi prilaku yang
baik di masjid, kelas, dan asrama serta
ditempilkan seseorang (Mulyana, 2004).
dalam organisasi siswa di lingkungan
Behavioral values ini dikembangakn santri
pesantren tersebut
petunjuk-petunjuk
di pesantren setidaknya dalam tiga ranah
Pesantren tidak
hanya
berfungsi
yaitu kelas, masjid dan asrama. Ranah atau
sebagai lembaga pendidikan tetapi juga
unsur ini saling berkaitan dalam hal
lembaga sosial dan penyiaran agama
pengembangan pondok pesantren. Lebih
(Mastuhu, 1994: 111). Sistem pendidikan
luas
pesantren
lagi
Mastuhu
(1994:
58)
didasari,
digerakkan,
dan
mengungkapkan tiga unsur utama dalam
diarahkan oleh nilai-niai kehidupan yang
pesantren yaitu pelaku (kiai, ustadz, santri
bersumber pada ajaran dasar Islam. Ajaran
dan pengurus), sarana (masjid, pondok,
Islam
ini
menyatu
dengan
struktur 8
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
kontekstual
atau realitas sosial
yang
tradisi keilmuan lembaga-lembaga lain.
digumuli dalam hidup keseharian. Hal
Dengan
inilah
konsep
lembaga pendidikan yang unik, tidak saja
pembangunan dan peran kelembagaaan
karena keberadaannya yang sudah lama,
pesantren (Malik, 2005: 4).
tetapi juga karena kultur, metode dan
yang
mendasari
demikian
pesantren
menjadi
Oleh karena itu harapan besar bahwa
penyajian yang diterapkan oleh lembaga
pesantren diharapkan mampu mencetak
pendidikan agama ini yang khas yang
kader-kader
mengandung
agamawan
(ulama)
yang
mengandung
makna
mampu memainkan peran kenabiannya pada
kelokalan dalam konteks keindonesiaan.
masyarakat
Karakteristik Islami ditampilkan oleh para
secara umum. Oleh karena
itu tujuan kaderisasi ulama di pondok
pemangku
pesantren sesuai dengan tujuan pendidikan
(boarding
pesantren secara umum yang diungkapkan
diajarkan nabi Muhammad, yaitu Islam
Mastuhu (1994: 55–56) yaitu menjadi
yang mengembangkan dan membangun
pelayan
sebagaimana
intifah, tawassuth, musawah dan tawazun,
kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti
serta menjadi agen peradaban nilai-nilai,
sunah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas,
norma dan pesan agama yang penuh
dan
harmoni,
masyarakat
teguh
dalam
kepribadian,
kepentingan school),
persatuan
di
pesantren
sebagaimana
dan
yang
perdamaian,
menyebarkan agama atau menegakkan
termasuk mempertahankan nilai-nilai dan
Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-
ketertiban
tengah masyarakat dan mencintai ilmu
sekitarnya (Sirajuddin, 2010: 39). Oleh
dalam
karena itu melalui model pengembangan
rangka
mengembangkan
kepribadian Indonesia.
ini
Konsep boarding school sebagai bentuk
model
pengembangan
pondok
maka
keharmonisan
bermunculan
sosial
sumber
di
daya
manusia yang berkompetensi dalam ilmu pengetahuan dan akhlaqul karimah.
pesantren dalam lembaga pendidikan yang
Pembelajaran
model
asrama
maju dan bersaing untuk mengembangkan
(boarding school) semacam pesantren ini
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
bisa jadi merupakan sebuah harapan
berbasis pada nilai-nilai dasar spiritual.
ditengah situasi persekolahan sekarang ini
Jika
yang
disandingkan
dengan
pendidikan Islam di Indonesia,
lembaga
kurang
maksimal
memberikan
pondok
layanan penuh karena dibatasi oleh jam
pesantren mempunyai ciri-ciri tersendiri,
sekolah ditengah kesibukan keluarga yang
dan tradisi keilmuan yang berbeda dengan
akhirnya mempercayakan penuh sekolah 9
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
untuk
pendidikan
anak-anaknya.
Tak
jarang terjadi hubungan antara guru dengan
keutamaan hidup secara dinamis bagi suluruh umat manusia (Nashir, 2015).
murid, antara anak dengan orang tua
Proses
perubahan
dalam
dikembangkan
dalam
bersifat impersonal, bagaikan hubungan
pembelajaran
pembeli dengan pelayan toko (Nurrohman,
pembelajaran nilai dalam bentuk nilai
2003: 92). Dalam hubungan semacam itu
perilaku
hampir-hampir tidak ada keterikatan batin.
ditampilkan dalam setiap individu-individu
Lain halnya kalau ada sekolah yang
santri
berbentuk atau memiliki asrama, atau
masyarakat yang memiliki aturan baku
keluarga yang orang tua sangat intens
berdasarkan ajaran Islam. Oleh karena itu
hubungannya dengan anak-anaknya, tentu
pengalaman belajar mereka tidak hanya di
hubungan guru dan murid atau orang tua
dalam kelas namun terpadu dalam lingkup
dan anak menjadi lebih bersifat personal.
siklus kehidupan mereka sehari-hari di
(behavioural
sebagai
values)
bagian
dari
yang
lingkup
Pembelajaran sistem boarding school
pondok. Hal ini sebagaimana tawaran
menyatukan antara pembelajaran reguler
Mead (Budimansyah & Suryadi, 2008)
dengan pembelajaran nilai pengabdian
tentang
terhadap agama, masyarakat, dan negara
Menurutnya
sebagai perwujudan ibadah kepada Allah.
pengalaman anak yang sedang tumbuh
Kegiatan pembinaan santri oleh pembina
menjadi fokus utama yang berarti sekolah
menjadi bagian utama dalam pembelajaran
harus mampu
nilai dengan proses utama pembentukan
kehidupan riil siswa dengan pengalaman
kader
belajat yang diperoleh di sekolah. Pondok
ulama
Muhammadiyah
dengan
pendekatan dalam
pembiasaan. pendekatan
ini
mensinergiskan antara
konsep islahiyah dan konsep tabsyiriah
pesantren
sebagai salah satu bentuk pembangunan
pengembangan pembelajaran nilai sosial
karakter untuk membentuk jati diri para
kewarganegaraan dengan mengedepankan
santri yang berakhlakul karimah dalam
sarana-sarana pembelajara di lingkungan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
pondok
Sebagaimana
sebagai
masyarakat. Oleh karena itu menurut
basis ideologi yang mendasari banyak
Nurrohman (2003: 92) dalam kondisi
pesantren di Indonesia memandang Islam
seperti terakhir inilah sosialisasi nilai
yang berkemajuan menyemaikan benih-
kiranya baru akan efektif dan sungguh
benih kebenaran, kebaikan, kedamaian,
beralasan kalau banyak orang mengatakan
keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan
bahwa sistem
muhammadiyah
harus
pesantren
mendukung
sebagai
upaya
miniatur
sekolah dewasa ini baru 10
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
berhasil menanamkan nilai dalam ranah
itu ekstrakurikuler pengembangan diri,
kognitif,
study club, olahraga dan bela diri.
belum masuk wilayah afeksi,
psikomotor,
ataupun living
together
(kesadaran hidup bersama). Kegiatan
Pengorganisasian
santri
untuk
pembelajaran nilai sosial di poros kelas
ekstrakulikuler
di
dan mesjid bisa dilakukan dengan metode
lingkungan pondok pesantren khalafi tidak
ceramah (tak’lim), diskusi (mujadalah),
berneda dengan sekolah pada umumnya.
dan pemecahan masalah-masalah sosial
Sama halnya dengan keberadaan sekolah
kewarganegaraan
sebagai lembaga pendidikan merupakan
dengan banyak menggunakan model VCT
salah satu tempat mempersiapkan generasi
(Value Clarification Technique). Selain itu
muda mendatang menjadi manusia dewasa
dalam kegiatan pembinaan di poros asrama
dan berbudaya (Dzahiri, 1985). Hal ini
metode bisa menggunakan model uswatun
mengandung pengertian bahwa perhatian
hasanah dengan pembina sebagai role
sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak
model yang ditiru santri dan motode
hanya
aspek
pembiasaan dengan keberadaan tata tertib
dan
sebagai model kontrak sosial dari model
menitikberatkan
kognitif,
tetapi
dalam
aspek
afektif
psikomotoriknya.
solving)
yang lebih luas dalam kontrak sosial
Aspek kognitif berhubungan dengan perilaku
(problem
dan
pola role model ini bahwa karakteristik
afektif
Islam dikembangkan oleh stakeholder di
berhubungan dengan sikap, nilai-nilai,
pesantren sebagaimana yang diajarkan
apresiasi
Nabi
pemecahan
berfikir, masalah.
dan
mengetahui
bermasyarakat dan bernegara. Pentingnya
Aspek
termasuk
penyesuaian
peranan sosial kewarganegaraan
Muhammad,
yaitu
Islam
yang
yang
mengembangkan dan membangun intifah,
berbasis ukhuwah islamiah. Disamping itu,
tawassuth, musawah dan tawazun, serta
aspek psikomotor berhubungan dengan
menjadi agen peradaban nilai-nilai, norma
keterampilan yang bersifat manual dan
dan pesan agama yang penuh harmoni,
motorik. Oleh karena itu pencapaian tujuan
persatuan
dalam rangka pengembangan pendidikan
mempertahankan nilai-nilai dan ketertiban
bagi santri tidak hanya di dalam kelas saja
keharmonisan
namun dalam proses yang lainnya seperti
(Sirajuddin, 2010: 39).
dan
perdamaian,
sosial
di
termasuk
sekitarnya
kegiatan ekstrakurikuler yang dipilih oleh
Ukhuwah Islamiah terbentuk karena
para santri yang bentuknya beragam, baik
komponen pembelajaran yaitu individu santri
bersama
komponen
yang 11
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
membelajarakan
yaitu
ustad/ustadzah
termanifestasikan dalam
bentuk
kasih
merasa pernah ada dalam satu kesatuan
sayang kepada sesama manusia yang
proses
sangat tergantung pada interaksi umat
belajar
hal
ini
sebagaimana
pandangan oleh Shihab (1996: 499) bahwa
Islam terhadap ajarannya.
untuk memantapkan ukhuwah islamiah, yang dibutuhkan bukan sekedar penjelasan segi-segi persamaan pandangan agama,
SIMPULAN Pendidikan dalam Islam memiliki
atau sekedar toleransi mengenai perbedaan
makna
pandangan, melainkan yang lebih penting
menyeluruh dan utuh untuk pembangunan
lagi adalah langkah-langkah bersama yang
manusia dalam mengarungi kehidupan
dilaksanakan oleh umat, sehingga seluruh
dunia dan mempersiapkan kebahagiaan di
umat merasakan nikmatnya makna dari
akhirat kelak. Pondok pesantren sebagai
ukhuwah islamiah dalam pembelajaran
lembaga pendidikan dijadikan sebagai
nilai sosial yang dilakukan tidak hanya
sebuah model pengembangan konsep-
dalam unsur pembelajar namun dari unsur
konsep civics dalam rangka memenuhi life
yang membelajarkan baik dari pimpinan
skill warga negara. Semua aspek kegiatan
pondok, pembina, atau ustad/ustadzah.
pembelajaran santri dikembangkan dalam
Ukhuwah hubungan
Islamiah
sesama
merupakan
lingkup
sangat
penting
kegiatan
santri
dan
di
tanpa
lingkungan pondok. Lingkup kegiatan
membedakan luas dan sempitnya kapasitas
santri pada kenyataanya dapat dimisalkan
hubungan, mulai dari hubungan keluarga,
seperti miniatur masyarakat luar pesantren.
masyarakat kecil sampai hubungan antar
Proses perubahan dalam pembelajaran
bangsa, hubungan ini mempunyai bobot
dikembangkan dalam pembelajaran nilai
religius (Hasan, 2003: 185). Dengan
dalam bentuk nilai perilaku (behavioural
demikian
yang
values) yang ditampilkan dalam setiap
merupakan perekat persaudaraan sesama
individu-individu santri sebagai bagian
muslim yang harus senantiasa dipelihara
dari lingkup masyarakat yang memiliki
melintasi batas-batas teritorial suku bangsa
aturan baku berdasarkan ajaran Islam. Oleh
dan teritorial negara. Ukhuwah Islamiah
karena itu pengalaman belajar mereka
merupakan menifestasi umat yang beriman
tidak hanya di dalam kelas namun terpadu
dan bertakwa sebab ukhuwah Islamiyah
dalam lingkup siklus kehidupan mereka
tidak
sehari-hari di pondok.
pentingnya
akan
lepas
muslim
seluruh
yang
ukhuwah
dari
keduanya.
Ketundukan dan kelembutan hati yang 12
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
Pondok pesantren harus mendukung upaya pengembangan pembelajaran nilai sosial
kewarganegaraan
dengan
mengedepankan sarana-sarana pembelajara di lingkungan pondok pesantren sebagai miniatur
masyarakat.
Pembelajaran di
dalam pondok pesantren sangat penting dengan alasan bahwa sistem sekolah dewasa ini baru berhasil menanamkan nilai dalam ranah kognitif, belum masuk wilayah afeksi,
psikomotor,
ataupun
living together (kesadaran hidup bersama). Proses perubahan bagi para santri yang tersusun secara sistematis dalam sebuah visi misi pondok untuk mencapai setiap tujuan-tujuan pembelajaran dibentuk dalam miniatur masyarakat luar tersebut. Nilai sosial ukhuwah islamiah tertanam dalam diri santri yang ditempa dalam proses pembelajaran dan dari tiga ranah dalam lingkup pesantren selama mereka di pondok.
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, D., & Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Dahlan, H. A. A., Yaswirman, Raya, A. T., & Ritonga, D. B. G. (2000). Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dzahiri, A. K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif Nilai, Moral, VCT, dan Games dalam VCT. Bandung: Jurusan Pendidikan Moral Pancasila Dan Kewarganegaraan FPIPS IKIP Bandung. Hasan, T. (2003). Prospek Islam Dalam Menghadapi Tatanan Zaman. Jakarta: Lantabora Press. Hielmy, I. (1999). Pesan Moral Dari Pesantren. Bandung`: Nuansa. Malik, J. (2005). Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Mas’ud, A. (2003). Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta: Gema Media. Masjkur, A. (2007). Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren (1st ed.). Surabaya: Diantama. Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. Masyhud, S. (2003). Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva. Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mustari, M. (2010). Pesantren Training in Tasikmalaya Regency. International Journal of Pesantren Studies, 4(1), 19–32. Nashir, H. (2015). Memahami Ideologi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Nurmalina, K. S. (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKn Universitas Pendidikan Idonesia. Nurrohman. (2003). Sosialisasi Nilai Di Pesantren. Apa dan Bagaimana? Jurnal Kependidikan Islam, 1 Februari(1), 83–93. Qomar, M. (2002). Pesantren: dari transformasi metodologi menuju 13
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
demokratisasi institusi. Jakarta: Erlangga. Rudi, L., & Haikal, H. (2014). Modal Sosial Pondok Pesantren. Jurnal Harmoni Sosial, 1, 27–42. Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Shihab, M. Q. (1996). Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan. Sirajuddin, M. (2010). The Application of Multicultural Education In Pesantren (A Case Study in the Pesantren Pancasila Bengkulu. International Journal of Pesantren Studies, 4(1), 34–52. Srimulyani, E. (2007). Muslim Women and Education in Indonesia: The pondok pesantren experience. Asia Pacific Journal of Education, 27(1), 85–99. http://doi.org/10.1080/021887906011 45564 Usman, M. I. (2011). Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Lembaga Pendidikan Islam Pare-Pare Kediri. Wahab, A. A., & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.
14
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
21