IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam Jurusan/Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh:
Roh Agung Dwi Wicaksono NIM: 063111015
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
MOTTO
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
ii
ABSTRAK Judul
Penulis NIM
: Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang : Roh Agung Dwi Wicaksono : 06311105
Skripsi ini membahas tentang implementasi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran materi akidah akhlak di sebuah lembaga pendidikan. Kajiannya dilatar belakangi oleh konsep utama dari pendidikan karakter pada dasarnya merupakan pembentukkan akhlak peserta didik. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak? (2) Bagaimana implementasi pendidikan karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang. Madrasah tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan potret implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak. Datanya diperoleh dengan cara wawancara, observasi lokasi, dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis dengan pendekatan fenomenologi dan analisis deskriptif menggunakan logika induksi, deduksi, dan refleksi. Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak merupakan pendidikan dalam membentuk akhlak peserta didik yang didasarkan pada beberapa nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu: nilai ketuhanan (religiusitas), nilai adab, nilai persaudaraan. Pendidikan ini menekankan pada potensi peserta didik untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Hal tersebut diwujudkan dalam beberapa pembiasaan dan etika keseharian peserta didik. (2) pelaksanaan pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran akidah akhlak lebih ditekankan pada nilai ketuhanan (religiusitas). Pada dasarnya kunci utama membentuk karakter peserta didik menuju akhlakul karimah adalah membentuk karakter untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Kemudian nilai adab dan persaudaraan berupa penekanan pada etika seorang muslim dalam keseharian. Peserta didik diajarkan untuk terus melakukan kebaikan. Sekalipun kebaikan itu kecil, akan tetapi akan menampakkan efek yang cukup signifikan jika dilakukan terus menerus. Temuan tersebut memberikan contoh konkret untuk pelaksanaan pendidikan karakter peserta didik menuju akhlakul karimah.
vii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya. ا
a
ط
ṭ
ب
b
ظ
ẓ
ت
t
ع
„
ث
ṡ
غ
g
ج
j
ف
f
ح
ḥ
ق
q
خ
kh
ك
k
د
d
ل
l
ذ
ż
م
m
ر
r
ن
n
ز
z
و
w
س
s
ه
h
ش
sy
ء
‟
ص
ṣ
ي
y
ض
ḍ
Bacaan Madd:
Bacaan Diftong:
ā ī ū
= َا ْوau = َا ْوai
= a panjang = i panjang = u panjang
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada peneliti sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kehadirat beliau Nabi Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya. Skripsi yang berjudul "Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang", ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dengan selesainya penulisan skripsi ini peneliti sampaikan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Suja‟i, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Daviq Rizal, M.Pd, selaku dosen wali studi yang banyak memberikan masukan dan motivasi secara langsung maupun tak langsung pada peneliti dalam studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Ahmad Muthohar, M.Ag dan Drs. Sajid Iskandar selaku pembimbing skripsi peneliti yang telah bersedia meluangkan waktu dan mengoreksi naskah skripsi peneliti ditengah kesibukannya. 4. Dra. Noor Hidayah Budhi, guru mapel Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang berkenan membantu peneliti sebagai narasumber terkait penelitian yang dilakukan. 5. Segenap guru dan karyawan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang telah membantu untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti.
ix
6. Rohadi dan RochPujiati, Ayah dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan curahan perhatian, kasih sayang dan biaya kepada peneliti dalam menyelesaikan studinya. 7. Roh Bagus Eko Sugiarto, S.Pd dan Roh Ayu Tri Lestari, Kakak dan adikku tercinta, yang selalu menjadi inspirasi dan semangat kepada peneliti dalam menempuh studinya. 8. Ust. Harsono, selaku murobbi dan motivator peneliti di tengah keputus asaan yang terkadang mendera. 9. Akhi Ismaturrohman (Ais), Pamuji (Pam-Pam), Lukman, Nabawi, Jazuli (Jay), Bondan, Taufiq, Agus Qorib, teman-teman satu halaqoh yang selalu menyemangati peneliti untuk segera menyelesaikan studinya. 10. Saifulhaq (mr. Elf), Nasirudin, Fahmi, Slamet, Juli, Mukhlisin, Habib (Abi‟) adik-adik satu asrama di Ar-Raihan Pesma Qolbun Salim Walisongo dan semua santri Pesma Qolbun Salim yang tak akan pernah terlupakan inspirasi yang telah kalian hadirkan. 11. Semua saudaraku seaqidah yang telah berjuang bersama dalam wajihah dakwah KAMMI komisariat IAIN Walisongo Semarang peneliti sampaikan jazakumullah khoiron katsiron. 12. Segenap teman-teman penulis muda di Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting Ngaliyan yang telah bersama belajar untuk semakin memahami hakikat dari menulis. 13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang belum atau tak dapat disebutkan oleh peneliti dalam lembar yang terbatas ini.
x
Kepada mereka peneliti tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan terimakasih dan iringan doa semoga Allah swt membalas semua amal kebaikan kalian semua dengan sebaik-baik balasan. Peneliti
menyadari
bahwa
penulisan
skripsi
ini
belum
mencapai
kesempurnaan. Namun demikian peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 8 Juni 2011 Peneliti,
Roh Agung Dwi Wicaksono NIM: 063111015
xi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................... i MOTTO ................................................................................................. ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii PENGESAHAN ..................................................................................... iv NOTA PEMBIMBING .......................................................................... v ABSTRAK ............................................................................................ vii TRANSLITERASI ................................................................................ viii KATA PENGANTAR ........................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1 B. Penegasan Istilah ......................................................... 6 C. Rumusan Masalah ....................................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 7 E. Kajian Pustaka............................................................. 8
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK A. Konsep Pendidikan Karakter ........................................ 9 B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak ........................ 18 C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak ........................................................... 23
xii
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................ 39 B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................... 39 C. Pendekatan Penelitian .................................................. 39 D. Fokus Penelitian .......................................................... 39 E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 40 F. Teknik Analisis Data ................................................... 41
BAB IV
IMPLEMENTASI KARAKTER AKHLAK
DI
NILAI-NILAI
DALAM
PENDIDIKAN
PEMBELAJARAN
MADRASAH
ALIYAH
AKIDAH
NEGERI
SEMARANG A. Sekilas Profil Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang.. 43 B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang ...................................................... 52 C. Analisis Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang .......................................... 60
BAB V
PENUTUP A. Simpulan ...................................................................... 65 B. Saran ............................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponenkomponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah,
pelaksanaan
aktivitas
atau
kegiatan
kokurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.1 Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di sekolah sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Melihat dari uraian tersebut, maka karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah
individu
yang
dapat
membuat
keputusan
dan
siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.2 1
Akhmad Sudrajat, “Tentang Pendidikan Karakter”, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diakses 21 Desember 2010 2 Suyanto, ”Pendidikan Karakter”, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010
1
2
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan bertanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.3 Sebagai contoh, seorang siswa terkadang cenderung hanya menghormati atau mengenal para guru yang mengajar di kelasnya saja sedangkan selain itu kurang tahu bahkan tidak mengenal. Pak Khoiri mengajar kelas X.3 sedangkan pak Zaenuri mengajar kelas X.6; mereka berdua merupakan guru bahasa Arab. Suatu hari pak Khoiri tidak masuk kelas, kemudian digantikan oleh pak Zaenuri sementara. Saat KBM berlangsung ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan atau bahkan kurang begitu menghargai keberadaan guru yang mengajar di kelasnya. Kemudian mereka diminta untuk menghadap ke ruang BK. Saat ditanya mengapa melakukan hal tersebut dengan lugu mereka menjawab, “Beliau kan sebenarnya tidak mengajar kelas saya”. Inilah kelemahan kepribadian atau akhlak siswa saat ini. Mereka cenderung hanya segan pada guru yang mengajar di kelasnya, atau mungkin nasihat yang berpengaruh hanya yang berasal dari wali kelasnya, tidak dari guru lain. Hal inilah yang menjadi tugas para pendidik untuk siap menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran yang disampaikan. Jadi, tidak hanya sekedar teori yang mereka terima tetapi aplikasi nyata dalam kehidupan keseharian di sekolah. Berawal dari contoh tersebut, maka peneliti melakukan penelitian tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi melalui pembelajaran akidah akhlak yang berupa akhlak dalam berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta persatuan dan kesatuan.
3
Ibid.
3
Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan karakter, yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang mulia. Pembentukan budi pekerti/akhlak yang mulia adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah di dalam jiwa para muridnya, membiasakan mereka berpegang teguh kepada akhlakul karimah dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada keuntungan-keuntungan materi semata. 4 Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat.5 Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta. Akhlak adalah sama artinya dengan istilah tingkah laku atau kepribadian. Akhlak merupakan suatu sifat yang penting bagi kehidupan manusia. Akhlak akan terbawa dalam kepribadian seseorang, baik sebagai individu, masyarakat, maupun sebagai bangsa. Sebab kejatuhan, kejayaan, kesejahteraan dan kerusakan suatu bangsa tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka akan sejahtera lahir batinnya, tetapi apabila akhlaknya buruk, maka akan rusaklah lahir batinnya.6 Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya memiliki akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.7 Dengan begitu akhlak ialah suatu sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Akhlak merupakan perilaku yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu dan membentuk satu kesatuan tingkah laku akhlak yang dihayati dalam hidup kesehariharian. Hal ini tercermin dari firman Allah surat An-Nahl ayat 125;
4
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-4, 1970), hlm.10 5 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989), hlm. 87 6 Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996), hlm. 11. 7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147.
4
“Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”8 Konsep
utama
dari
pendidikan
karakter
sebenarnya
adalah
lebih
mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia. Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguhsungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.9 Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Bertolak dari deskripsi atau uraian tentang konsep pendidikan akhlak pada dasarnya kunci utamanya terletak pada keteladanan seorang pendidik kepada anak didik, dalam hal ini yaitu guru dengan siswa. Keteladanan merupakan metode yang paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah akhlak. Jadi, Contoh akhlak yang paling dekat yaitu guru/pendidik, sehingga diharapkan peserta didik akan mampu meniru pendidik dengan disadari atau tidak. Hal tersebut dikarenakan subjek didik tidak begitu saja lahir sebagai pribadi bermoral atau berakhlak mulia, tetapi perlu dididik, untuk itu bantuan dari berbagai pihak sangat diharapkan baik oleh guru atau orang tua.10 Sebagai muslim pada dasarnya juga ada contoh keteladanan yang jelas dari rasulullah Muhammad saw. Beliau merupakan sosok teladan terbaik dalam pembentukkan karakter kepribadian melalui Al-Qur’an, sebab setiap tingkah laku atau perilaku beliau tercermin dari pengamalan al-Qur’an. Hal tersebut tersurat dalam surat al-Ahzab ayat 21;
8
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm.
9
Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158. Tonny D. Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), hlm. 42
282. 10
5
“Sungguh, telah ada pada (diri) rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kadatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”11 Sesungguhnya keteladanan memang memberikan pengaruh yang lebih besar daripada sekedar omelan atau nasihat. Menurut Jaudah Muhammad Awwad, posisi pendidik sangat memiliki peran penting. Sebab karakter siswa dapat terbentuk setelah melihat secara langsung perilaku gurunya. Maka, beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang guru saat berhadapan dengan siswa misalnya; harus menjauhkan diri dari sikap dusta agar anak-anak tidak belajar berdusta, tidak boleh memanjangkan kukunya agar anak tidak meniru memanjangkan kukunya, tidak boleh membuang sampah sembarangan, serta memiliki sikap toleran terhadap anak didik yang melakukan kesalahan dan menasihatinya dengan bahasa yang lembut tanpa bermaksud memanjakan agar anak-anak terbiasa memaafkan kesalahan dan berlaku santun terhadap orang lain.12 Dengan demikian pendidikan karakter itu sesungguhnya banyak sekali pengaruhnya yang berasal dari implementasi sikap/perilaku sang pendidik itu sendiri. Mengulang pemaparan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini peneliti akan meneliti implementasi nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin ke dalam beberapa hal yang terintegrasi dari pembelajaran akidah akhlak, yaitu akhlak dalam berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta persatuan dan kesatuan.
11
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 421. Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (edisi terjemahan), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm 13-14 12
6
B. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pemahaman, judul Skripsi “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang”, maka lebih dahulu perlu dijelaskan pengertiannya. 1. Nilai-nilai pendidikan karakter Nilai maksudnya sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya13. Sedangkan pendidikan merupakan proses, cara, perbuatan pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan14. Kemudian, karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.15 Maka yang dimaksud oleh peneliti adalah sesuatu hal yang terdapat dalam proses pembelajaran, yang akhirnya melahirkan sebuah kepribadian yang melekat. 2. Pembelajaran Akidah Akhlak Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di madrasah aliyah yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.16 Maka, pembelajaran akidah akhlak merupakan proses pembentukkan siswa untuk belajar memiliki al-akhlakul-karimah (akhlak yang mulia). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti meneliti pembelajaran akidah akhlak pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang sedang berlangsung. 13
Pusat Bahasa Depdiknas RI, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan”, dalam www.kbbi_daring.net.id diakses 23 Maret 2011 14 Ibid. 15 Doni Koesoema A., ”Pendidikan Karakter”, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010 16 Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun 2008, (Jakarta: t. p., 2008), hlm. 83.
7
C. Rumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini adalah: 1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak? 2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak. 2. Implementasi pendidikan karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang. Harapan peneliti disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut. 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan lain yang hendak menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. 2. Pengetahuan dalam implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan lain yang akan menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran lebih hidup dan bermakna dalam kepribadian siswa. 3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti lebih lanjut tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak ini lebih luas. 4. Sebagai bahan pustaka bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo berupa penelitian pendidikan karakter dalam sebuah proses pembelajaran.
8
E. Kajian Pustaka Sebagai sebuah sekolah menengah yang memiliki latar belakang atau latar belakang pendidikan islam, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang berusaha meletakkan pendidikan karakter sebagai langkah untuk pembentukkan akhlakul karimah pada diri para siswa. Berikut beberapa literatur yang terkait dengan pendidikan karakter yang terkhususkan pada pendidikan akhlak, yaitu; 1. Ainun Nadziroh: 3102221, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 02 Putri Benda Sirampog Brebes, di dalam skripsi tersebut dijelaskan
tentang konsep pembentukkan akhlak pada santri serta
implementasi dari pendidikan akhlak tersebut terhadap Allah, manusia, dan lingkungan.17 2. Hidayah: 3502059, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya terhadap Keberagamaan Anak di Desa Cangkring Karanganyar Demak, di dalam skripsi tersebut dijelaskan konsep pola pendidikan akhlak, tujuan keberagamaan,
serta
relevansinya
pendidikan
akhlak
dengan
tujuan
keberagamaan setiap anak.18 3. Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami, tahun 1996. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana proses pembentukkan karakter anak sesuai dengan akhlak islami melalui pembiasaan sehari-hari. 4. Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, 2004. buku ini menjelaskan tentang metode pendidikan pembentukkan akhlak seorang muslim berawal dari kehidupan keluarga. Rutinitas kebaikan yang dilakukan, tilawah alqur’an, berpikir positif, pengarahan dalam tekhnologi pendidikan, hingga bahan bacaan yang dikonsumsi oleh seorang anak.
17
Ainun Nadziroh, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 02 Putri Benda Sirampog Brebes. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. 18 Hidayah, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya terhadap Keberagamaan Anak di Desa Cangkring Karanganyar Demak. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2005.
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK
A. Konsep Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah ”segala usaha orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.”1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan merupakan “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.”2 Sedangkan menurut al Syaibani, yang mengatakan bahwa ”pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.”3 Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas), dijelaskan juga bahwa; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.4 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses dalam pembentukkan sesuatu dalam diri peserta didik baik dalam menyangkut kehidupan pribadi, masyarakat, maupun lingkungan sekitarnya. 1
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarnya, 2003), cet. ke-12., hlm. 11. 2 Pusat Bahasa Depdiknas RI, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan”, dalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 5 Mei 2011 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399. 4 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 1
9
10
Berikutnya mengenai karakter, mengutip pengertian Ahmad Sudrajat, yaitu nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, baik itu diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.5 Sedangkan menurut Prof. Suyanto, Ph. D., ”karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.”6 Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti juga mengambil pengertian pendidikan karakter sendiri dari Ahmad Sudrajat; yaitu Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.7 Menurut Thomas Lickona yang dikutip dalam ”Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an”, bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, kerja keras dan sebagainya. Sedangkan menurut Bambang Q-Anees, M. Ag dan Drs. Adang Hambali, M. Pd., pendidikan karakter merupakan upaya untuk menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik
5
Akhmad Sudrajat, “Tentang Pendidikan Karakter”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diakses 21 Desember 2010 6 Suyanto, “Urgensi Pendidikan Karakter”, http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010. 7 Akhmad Sudrajat, Loc. Cit.
dalam dalam
11
mampu
menumbuhkan
kehidupannya.
karakter
khasnya
pada
saat
menjalani
8
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa pendidikan karakter merupakan proses pembentukkan cara berpikir dan berperilaku seorang peserta didik serta menjadi ciri khas mereka dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
2. Dasar Pendidikan Karakter Membangun karakter bukanlah sebuah pekerjaan instan yang dapat dilakukan dalam sekejap, melainkan membutuhkan proses yang tidak sebentar dan bertahap. Dalam hal ini langkah-langkah tersebut merupakan serangkaian hal yang mengerucut pada satu tujuan, yaitu terbentuknya karakter peserta didik yang berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah. Di dalam Al-Quran terdapat sebuah pembelajaran berharga yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya. QS. Luqman (31): 13 menyebutkan
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar keẓaliman yang besar."9 Menurut Sayyid Quthb, nasihat yang diberikan Lukman kepada putranya merupakan nasihat yang bijak. Nasihat tersebut tidak menuduh, karena orang tua tidak menginginan bagi anaknya melainkan kebaikan, dan orang tua menjadi penasihat untuk anaknya. Larangan untuk berbuat syirik merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Luqman, karena ia
8
Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm. 103. 9 Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm. 413.
12
juga menjelaskan bahwa kemusyrikan itu adalah dosa yang besar. Hal tersebut merupakan perkara tauhid.10 Sedangkan menurut Ibnu Katsir, beliau menyampaikan bahwa Allah telah menyebut Lukman dengan sebutan yang terbaik dan memberinya hikmah, kemudian ia berwasiat kepada putranya yang paling dikasihi dan dicintainya. Anaknya laik diberitahu pengetahuan terbaiknya. Oleh karena itu, Lukman berwasiat terlebih dulu tentang beribadah kepada Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya (syirik).11 Luqman menggunakan kata-kata “Wahai anakku,” mengisyaratkan sebuah kasih sayang yang terpancar dari ayah terhadap putranya. Perasaan ayah yang berarti rasa sayang, cinta dan kasih, akan membuat anak menjadi patuh karena mencintai ayahnya. Setelah anak merasakan kasih sayang tersebut dari ayahnya ia akan siap memasang telinga, hati, seluruh raga, serta mengolah hatinya untuk menanamkan etika dan akhlak baik dalam dirinya. Kemudian, saat sang ayah menyampaikan “jangan menyekutukan Allah”, ditelinga anak, ini menjadi sebuah prioritas paling penting. Saat itulah peristiwa pendidikan pertama yang diajarkan ayah terhadap putranya tentang tauhid (mengesakan Allah). Sehingga anak diajarkan untuk tidak menyembah atau beribadah selain kepada Allah.12 Ayat tersebut mengisyaratkan tentang pendidikan karakter dalam hal pendidikan akidah peserta didik. Bagaimana peran seorang ayah sekaligus pendidik mengajarkan tentang kepada Allah yang ditunjukkan oleh Luqman. Peserta didik diajarkan bahwa jangan pernah menyekutukan Allah, karena jika itu dilakukan merupakan sebuah keẓaliman yang besar atau dosa besar.
10
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin dkk., Tafsir Fi Zilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hlm. 173. 11 Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir, terj. M. Abdul Ghoffar E. M. dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2008), hlm. 205. 12 Ibrahim bin Fathi Abdulmuqtadir, Washoya Luqmanun, terj. Umar Mujtahid, Wisdom of Luqman El-Hakim: 12 Cara Membentengi Kerusakan Akhlak, (Solo: Aqwam, 2008), hlm. 41.
13
Dengan demikian pendidik secara langsung telah mengajarkan inti dari akidah seorang muslim, yaitu hanya menyembah Allah dengan tidak mempersekutukan-Nya.
Ini merupakan pelajaran penting sebelum
melangkah ke tahap membentuk karakter peserta didik menjadi seorang muslim yang memiliki akhlakul karimah. Setelah itu pada ayat 16, Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa setiap perbuatan apa pun yang dilakukan oleh manusia pasti akan mendapatkan balasan.
“(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.13 Menurut Ibnu Katsir, keżaliman dan kesalahan sekalipun seberat biji sawi, maka Allah akan menghadirkannya pada hari kiamat ketika Dia mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Pada ayat tersebut terdapat dhomir sya‟n (innahā) yang menjelaskan keadaan di hari kiamat. Jika kebaikan, maka dia akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan, dia akan dibalas dengan keburukan.14 Sedangkan Sayyid Quthb, menjelaskan bahwa ayat tersebut berbicara tentang beban-beban akidah, berupa perintah untuk ‘amar ma’ruf dan nahi munkar serta bersabar atas segala konsekuensinya. Semua hal tersebut merupakan resiko yang harus dihadapi oleh pemegang akidah ketika dia melangkahkan kakinya atas akidahnya tersebut.15 Berkenaan dengan ayat tersebut „Aidh al-Qarni menjelaskan pada tafsir lafadz “Allah maha halus lagi maha mengetahui” bahwa, Allah itu mahalembut terhadap semua hamba-Nya, Dia membawa hal yang disukai 13
Departemen Agama RI, Loc. Cit. Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Op. Cit., hlm. 208. 15 Sayyid Quthb, Op. Cit., hlm. 164. 14
14
kepada mereka dan mencegah hal yang tak disukai dari mereka dengan cara yang paling halus. Dia maha mengetahui, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya ataupun tidak terlihat oleh-Nya.16 Ayat tersebut menjelaskan bahwa perbuatan atau perilaku manusia yang baik atau buruk selalu diawasi oleh Allah. Oleh karena itu sebagai pendidik harus selalu mengarahkan serta mengajarkan kepada peserta didik untuk selalu melakukan etika seorang muslim. Salah satunya adalah jujur terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini, maka pendidik berupaya untuk mengajarkan etika seorang muslim untuk membentuk karakter peserta didik menuju pribadi yang hanif. Kemudian pada ayat 17, Luqman mengajarkan anaknya untuk ṣalat, mengajak orang lain untuk bersama melakukan kebaikan, mengingatkan orang lain jika ada yang berbuat buruk, serta bersabar terhadap musibah yang menimpa. Pada dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban dari Allah.
“Hai anakku, dirikanlah ṣalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”17 Pada ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakkan ṣalat dengan sempurna sebagaimana dalam syari‟at. Sebab, ṣalat merupakan tiang agama dan pencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Kemudian Luqman juga menyuruh anaknya untuk menyeru orang berbuat ma’ruf. Dia juga berpesan untuk mencegah perbuatan munkar dengan lemah lembutdan bijaksana. Menyeru orang berbuat ma’ruf dan mencegah 16
„Aidh al-Qarni, At-Tafsir Al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2008), hlm. 375. 17 Departemen Agama RI, Loc. Cit..
15
perbuatan munkar, maka akan mendapatkan gangguan dari orang-orang tersebut, demikianlah jalan yang ditempuh oleh nabi dan rasul.18 Ibnu Katsir menegaskan bahwa menjalankan ibadah ṣalat sesuai dengan waktu-waktunya. Kemudian menyuruh anaknya untuk tetap bersabar saat menyeru yang ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Pada dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban dari Allah.19 Ayat tersebut menjelaskan bahwa kewajiban seorang muslim bukan hanya beribadah kepada Allah untuk diri sendiri saja, melainkan juga wajib untuk mengajak orang lain. Dengan demikian peserta didik diajarkan untuk peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Bukan hanya menjadi manusia yang baik untuk dirinya sendiri melainkan juga mendatangkan manfaat untuk orang-orang di sekelilingnya. Selanjutnya pada ayat 18 dan 19, Luqman mengajarkan kepada anaknya untuk bersikap rendah hati, tidak sombong, angkuh, serta membanggakan diri.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”20 Menurut Sayyid Quthb, bersamaan dengan perintah amar ma‟ruf dan nahi munkar, Luqman juga mengingatkan anaknya agar tidak
18
„Aidh al-Qarni, Loc. Cit. Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Loc. Cit. 20 Departemen Agama RI, Loc. Cit. 19
16
sombong terhadap manusia. Sebab, hal tersebut akan merusak perkataan baik yang telah ia serukan dengan contoh buruk yang dilakukannya.21 Luqman melarang anaknya untuk memalingkan wajah karena sombong atau meremehkan orang, melainkan hadapkanlah wajah kepada setiap orang dan tersenyumlah dengan manis. Bersikap lunaklah terhadap hamba-hamba Allah dan jangan berjalan di muka bumi dengaan sikap sombong dan angkuh. Karena, Allah tidak menyukai setiap orang yang tinggi hatidan tinggi lidah serta berbangga diri. Pada ayat 19, lebih diperjelas dengan bersikap rendah hatilah ketika berjalan serta janganlah mengeraskan suara melebihi yang diperlukan, karena hal tersebut merupakan etika yang baik dan menunjukkan kesempurnaan akal. Akhir ayat ditegaskan bahwa suara paling buruk, paling keji, dan paling jelek adalah suara kedelai.22 Dengan demikian, ayat tersebut menjelaskan bahwa setelah peserta didik dapat mempengaruhi teman-temannya atau orang lain untuk bersama-sama melakukan kebaikan, maka ia pun juga diharapkan untuk tetap bersikap rendah hati. Peserta didik diajarkan untuk tidak sombong, angkuh, atau membanggakan diri. Maka, pada tahap ini peserta didik telah memiliki kepribadian yang sudah tertata rapi. Karakter yang dibangun mulai dapat terlihat dengan jelas. Berdasarkan ayat-ayat
tersebut memperjelas bahwa proses
pendidikan karakter dengan penanaman nilai-nilai kebaikan tidak terjadi begitu saja melainkan melalui proses yang tidak sebentar. Dengan demikian sebagai pendidik hal ini penting untuk dilaksanakan agar tetap sabar dan mengikuti proses yang ada tahap demi tahap.
3. Tujuan Pendidikan Karakter Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU no. 20 tahun 2003 21 22
Sayyid Quthb, Op. Cit. hlm. 165. „Aid Al-Qarni, Op. Cit., hlm. 376
17
tentang
sistem
pendidikan
nasional
(sisdiknas)
pasal
3,
yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.23 Berkenaan dengan itu sesungguhnya amanah UU no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Seorang insan pendidikan yang belum memiliki kepribadian atau karakter positif, maka pada dasarnya dirinya masih kering dari nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Sesungguhnya tujuan diberlakukannya pendidikan karakter yang mengarah pada visi pendidikan nasional merupakan salah satu bagian dari strategi pembangunan pendidikan nasional yang terdapat pada penjelasan penjelasan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pendidikan
nasional
mempunyai
visi
terwujudnya
sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.24 Berdasarkan hal tersebut tujuan dari adanya pendidikan karakter sangatlah jelas, yaitu menyiapkan peserta didik untuk menjadi manusia yang berkualitas dengan akhlak yang mulia (akhlakul karimah) serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
23
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 3 Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) bab Umum 24
18
B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak 1. Pembelajaran Akidah Akhlak Pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan mempelajari sesuatu atau proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.25 Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.26 Sedangkan aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-‘Aqdu yang berarti ikatan. Kemudian menurut istilah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat.27 Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta. Akhlak adalah sama artinya dengan istilah tingkah laku atau kepribadian.28 Melihat beberapa pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran akidah akhlak merupakan proses untuk menjadikan peserta didik belajar memiliki keyakinan kuat terhadap agamanya serta diimplementasikan dalam kepribadian dan perbuatan.
2. Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak Pondasi pertama untuk membangun kepribadian peserta didik adalah meletakkan keyakinan yang kokoh terhadap Allah dan rasul-Nya. Itulah yang menjadi alasan utama mengapa pembelajaran akidah akhlak
25
Pusat Bahasa Depdiknas RI, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan”, dalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 23 Maret 2011 26 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 20 27 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989), hlm. 87 28 Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996), hlm. 11.
19
merupakan langkah awal dan utama untuk mengarahkan anak menjadi seseorang gemar melakukan kebaikan. Dalam Peraturan menteri agama republik Indonesia no. 2 tahun 2008 dijelaskan bahwa mata pelejaran akidah akhlak memiliki dua aspek pembelajaran, yaitu aspek akidah dan aspek akhlak.29 a. Aspek Akidah terdiri atas: prinsip-prinsip akidah dan metode peningkatannya, al-asma’ al-husna, macam-macam tauhid seperti tauhid ulūhiyah, rubūbiyah, ash-shifat wa al-af’al, rahmāniyah, mulkiyah dan lain-lain, syirik dan implikasinya dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu kalam serta hubungannya dengan ilmuilmu lainnya, dan aliran-aliran dalam ilmu kalam (klasik dan modern). b. Aspek akhlak terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti husnuzh-zhan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, ridha, amal sholih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tasawuf. Ruang lingkup akhlak tercela meliputi: riya, aniaya, dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengonsumsi narkoba), israaf, tabdzir, dan fitnah. 3. Tujuan Pembelajaran Akidah Akhlak Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di madrasah aliyah yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.30 Dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) RI no. 2 tahun 2008 dijelaskan tentang tujuan pembelajaran akidah akhlak, yaitu; a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindariakhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam 29
Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun 2008, (Jakarta: t. p., 2008), hlm. 88. 30 Ibid, hlm. 83.
20
kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah islam.31 Melihat penjelasan sebelumnya bahwa konsep utama dari pendidikan karakter untuk mewujudkan tujuan pendidikan islam, yaitu lebih mengutamakan pada pembentukkan akhlak. Maka dari itu, peserta didik perlu dikuatkan dulu dalam akidahnya, kemudian implementasinya berupa akhlak keseharian. Sedangkan proses untuk mewujudkan akhlak yang baik (akhlakul karimah) itu tidak mudah. Berikut ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses mewujudkan peserta didik yang memiliki akhlakul karimah. a. Konsep Akidah yang Benar Mengenalkan konsep akidah yang benar merupakan kewajiban bagi para pendidik. Bagaimana proses dalam peletakkannya yang kemudian menerapkannya sebagai konsep dalam hidup. Akidah merupakan sesuatu yang ada dalam diri seorang manusia yang diyakini kebenarannya tanpa keraguan sedikitpun. Oleh karena itu, penanaman akidah islam kepada anak didik harus tegas dan dimulai dari dalam diri pendidik. Seperti yang dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim as. Dalam surat Al-Baqarah ayat 132;
“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟qub. “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”32 Dengan demikian penanaman akidah yang benar bukanlah hal yang dikesampingkan jika menginginkan pembentukkan karakter islami pada diri anak didik. Berawal dari penerapan akidah yang benar itulah, maka
31 32
Ibid., hlm. 84. Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 21.
21
anak didik akan lebih mudah diarahkan untuk membentuk kepribadian yang benar menurut al-qur‟an dan sunnah rasul. Bercermin dari hal tersebut seorang pendidik perlu memberi penekanan pada konsep akidah yang benar. Konsep yang berlandaskan pada sumber utama hukum islam, yaitu al-qur‟an dan sunnah rasul. Dalam firman Allah SWT. surat An-Nisa‟ ayat 36;
.... “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun ….”33 Tujuan akhir dari penanaman konsep akidah yang benar apabila peserta didik telah melakukan ibadah yang disyari‟atkan dengan ikhlas tanpa beban. Peserta didik menunaikan ibadah seperti ṣalat, tilawah AlQur‟an, berbuat baik, dan ibadah lainnya bukan lagi karena dilihat gurunya melainkan karena Allah. Hal ini mungkin terkesan sulit, tetapi insya Allah jika seorang pendidik yakin dan rutin dalam memberikan pemahaman ini maka tak ada sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penggambaran tersebut Allah SWT jelaskan dalam surat Al-An‟am ayat 162;
”Katakanlah: ”Sesungguhnya ṣalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Tuhan semesta alam.”34 Penanaman akidah yang benar bukanlah sebuah perkara yang sulit, jika hal tersebut dilakukan secara intensif. Menurut syaikh Fuhaim Musthafa, bahwa para guru hendaknya memberikan pengertian kepada anak didik betapa pentingnya akidah islam dalam kehidupan manusia. Bahkan, sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan.35
33
Ibid., hlm. 85. Ibid. hlm. 151. 35 Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim terj. Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin, (Jakarta Selatan: Mustaqiim, 2003), hlm. 72. 34
22
b. Pembentukkan Akhlak Islami Sesungguhnya pembentukkan akhlak islami merupakan tahap berikutnya setelah peserta didik mengerti akan konsep akidah yang benar. Di sinilah peran seorang pendidik sangat kuat, karena akhlak yang baik (akhlakul karimah) akan tumbuh dengan sendirinya melalui keteladanan yang dicontohkan secara langsung oleh pendidik Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya memiliki akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami.36 Berkenaan dengan itu, maka seorang pendidik wajib untuk mengajarkan serta mencontohkan seperti apa moral yang baik itu. Moral yang baik dapat diperoleh dengan berjuang untuk menyucikan jiwa, mengarahkannya untuk berbuat ta‟at, dan menjauhkan diri dari berbagai perbuatan dosa dan maksiat.37 Merunut dari penjelasan sebelumnya bahwa akhlak islami akan terbentuk dengan bertahap, tetapi semua itu berawal dari pemahaman akidah yang benar. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dikatakan bahwa kebaikan itu sesungguhnya berawal dari pengamalan rukun iman.
.... “Berbakti (dan beriman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam ṣalat) ke arah timur dan barat, tetapi berbakti (dan beriman) yang sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari akhirat, para malaikat, kitab-kitab dan Nabi- Nabi…”38 Terlepas dari hal tersebut peran guru tetaplah sangat penting, karena seorang guru wajib mendampingi perkembangan akhlaknya. Bagaimana mereka bergaul, seperti apa tontonan mereka, bagaimana etika 36
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147. Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 216. 38 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 28 37
23
mereka ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, seperti apa temanteman mereka, bacaan apa yang mereka konsumsi, semua itu hanya bisa terdeteksi melalui pengawalan yang intensif namun tidak terkesan memaksakan kehendak.
C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan karakter, yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang mulia. Pembentukan budi pekerti atau akhlak yang mulia adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah di dalam jiwa para muridnya, membiasakan mereka berpegang teguh kepada akhlakul karimah dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada keuntungan-keuntungan materi semata. 39 Oleh karena itu pembelajaran akidah akhlak tidak bisa hanya dipelajari saja dengan cara membaca buku atau mendengarkan ceramah guru. Pembelajaran akidah akhlak seharusnya tetap disampaikan dengan langkah penjelasan materi yang kemudian dicontohkan dalam praktik keseharian. Konsep utama dari pendidikan karakter sebenarnya adalah lebih mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia. Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.40 Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya.
39
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-4, 1970), hlm.10 40 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158.
24
Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang mengambil dasar melalui tafsir surat Luqman ayat 13 dan 16 sampai 19, maka pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan dalam setiap pembelajaran. Khususnya pembelajaran akidah akhlak, berikut urgensi pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak; a. Kunci utama pendidikan karakter terletak pada keteladanan seorang pendidik kepada peserta didik, karena keteladanan merupakan metode yang paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah akhlak. b. Melalui pembentukkan karakter peserta didik, pada dasarnya mereka telah diarahkan untuk menjadi manusia berakhlak mulia (ahlakul karimah). c. Melalui pendidikan karakter, peserta didik memahami materi yang disampaikan bukan hanya sekedar materi semata. Melainkan peserta didik akan memahaminya sebagai pengalaman hidup yang dapat dijalankan. Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak dapat dilaksanakan dalam beberapa situasi lingkungan. Pada setiap lingkungan tersebut pendidikan karakter yang diterapkan akan berpengaruh pada lingkungan yang setelahnya, sebab pada dasarnya di mana pun peserta didik berada maka ia akan terus belajar tentang sesuatu. 1. Lingkungan Pendidikan Karakter a. Keluarga Keluarga merupakan sekolah pertama bagi seorang anak (peserta didik). Sebelum melangkah pergi semuanya berawal dari kehidupan dalam keluarga. Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu, di mana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan nalar peserta didik. 41 Keluarga juga dinilai sebagai lapangan pertama, di mana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-pengaruh dan unsurunsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya. Hal itu terbukti dalam
41
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 42.
25
menentukan pentingnya peran keluarga pada tahap pertama kehidupan peserta didik. Melalui pendidikan pertama yang terjadi dalam lingkungan keluarga ini akan menghasilkan beberapa hal dalam diri mereka, seperti kepribadiannya, pola pikirnya, kebiasaannya, atau kemampuan sosialnya. Keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukkan karakter di fasefase tumbuh kembangnya peserta didik. Peran penting yang dimiliki keluarga cukup besar, karena pengawasan utama pada peserta didik lebih dominan pada lingkungan keluarga. Maka dari itu amanah besar yang ada ini akan mempengaruhi kepribadian dan akhlak seorang peserta didik saat mereka berada pada linkungan yang berbeda. Pendidikan yang terjadi dalam keluarga pun juga berupa pendidikan dasar yang akan mengantarkan pada pendidikan yang lebih
luas
nantinya. Misalnya adalah menghargai pendapat anak. Menghargai dan membuat anak merasa bahwa dirinya punya hak merupakan salah satu pendidikan dalam keluarga yang sangat penting.42 b. Sekolah Sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak institusi yang dinilai sebagai sesuatu yang sangat penting dalam masyarakat Islam. Karena sekolah sangat berperan dalam pembentukkan keseimbangan diri dan sisi sosial anak.43 Sekolah benar-benar telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menanamkan berbagai pemahaman dan kepercayaan bagi seorang anak terpelajar, sebagaimana sekolah juga telah ikut andil bagian dalam membentuk tingkah laku dan kepribadian anak.
42
Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-„Adawi, Fiqh Tarbiyah Abna Wa Tha’ifah Min Nasha’ih Al-Athibba, terj. Umar Mujtahid dan Faisal Saleh, Fikih Pendidikan Anak : Membentuk Kesalehan Anak Sejak Dini (Dilengkapi Nasehat Para Dokter dan Psikolog Anak), (Jakarta: Qisthi Press, 2006), hlm. 90. 43 Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 64.
26
Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan mensukseskan pendidikan dan pengajaran anak. Tentunya, pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan pada metode yang benar. Sekolah benar-benar telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di masa sekarang dalam bidang pendidikan. Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan sekolah lebih dekat pada pendidikan sosial peserta didik. Misalnya, etika bergaul yang baik dengan teman, menghormati ibu dan bapak guru, menjaga kerapian dalam berpakaian. Dengan demikian, sekolah sekolah dapat dikatakan sebagai lembaga sosial yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang tercerahkan, mampu menjalankan peran positifnya di tengah-tengah masyarakat, serta memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kemajuan masyarakat. c. Masyarakat Masyarakat merupakan lingkungan dengan wilayah terbesar yang akan dialami peserta didik. Di mana ujian penerapan akhlak dibuktikan saat peserta didik telah berada bersama masyarakat umum. Bagaimana peserta didik bersikap, bertutur kata, berpakaian, bergaul, berpendapat, maupun kegiatan lain yang melibatkan atau terlibat dengan masyarakat. Ketika peserta didik telah berada bersama masyarakat, maka hal yang harus dilakukan adalah menerapkan hasil pembelajaran akidah akhlak yang telah didapat selama di lingkungan sebelumnya. Karena, lingkungan ini terkadang membuat seorang manusia dewasa sekalipun tenggelam dalam arus yang tidak jelas. Seperti yang diungkapkan oleh Ali el-Makassary, di tengah gelombang kehidupan yang dahsyat, generasi penerus seakan tak lagi mengenal dirinya sendiri. Menurut mereka agama bukanlah hal yang sakral, melainkan hanya sekedar formalitas.44
44
Ali el-Makassary, Yang Muda Yang Takut Dosa, (Klaten: Wafa Press, 2006), hlm. 34.
27
Sebuah realita yang menyedihkan jika membayangkan ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan karakter di masyarakat hanya bisa dilakukan jika kondisi peserta didik sudah baik saat berada di lingkungan sebelumnya. Pendidikan karakter yang diperoleh di masyarakat biasanya berasal dari keragaman masyarakat itu sendiri. Misalnya, peserta didik melihat ada seseorang yang sangat rajin pergi ke masjid untuk ṣalat berjama‟ah, maka peserta didik dapat menirunya. Contoh lain, ketika ada seseorang yang saat bertemu dengan tetangganya selalu menyapa atau mengucap salam, hal ini juga dapat ditiru oleh peserta didik. Hanya saja pendidikan karakter di wilayah ini intensitasnya tidak seperti lingkungan keluarga ataupun sekolah. Berdasarkan uraian di atas hanya akan dijelaskan tentang pendidikan karakter dalam lingkungan sekolah, yaitu implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang. 2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam pendidikan karakter terdapat beberapa nilai-nilai yang patut di ajarkan kepada peserta didik. Nilai-nilai tersebut diuraikan dari tujuan pendidikan nasional yang di ambil dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sidiknas. Menurut Prof. Suyanto, P. Hd, terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan bertanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.45
45
Suyanto, ”Pendidikan Karakter”, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010
28
Berikut ini beberapa nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi dari Permenag no. 2 tahun 2008. a. Nilai Ketuhanan (Religiusitas) Nilai Ketuhanan (religiusitas) merupakan integrasi dari karakter cinta kepada Tuhannya dan segenap ciptaan-Nya. Nilai ini merupakan unsur paling penting dalam membina karakter peserta didik, sebab keberadaan nilai ini akan mempengaruhi penanaman nilai-nilai yang lain. Sebelum nilai Ketuhanan ini benar-benar sepenuh hati tertanam dalam jiwa peserta didik, maka akan sulit menerapkan nilai-nilai berikutnya pada diri mereka kelak. Nilai Ketuhanan bukan hanya tentang sikap peserta didik untuk mengenal Tuhannya melainkan dapat tulus ikhlas beribadah karena-Nya. Oleh karena pada dasarnya manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dalam hal ini dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56;
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”46 Pendidikan untuk membentuk karakter cinta terhadap Tuhan beserta ciptaan-Nya dapat dilakukan dengan melakukan banyak pembiasaan untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan pendidik melalui interaksi yang intensif terhadap peserta didik. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menuju pembiasaan tersebut; 1) Mengajarkan prinsip-prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah Dalam hal ini pendidik menjelaskan prinsip-prinsip akidah serta metode-metode peningkatan kualitas akidah dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, bagaimana langkah untuk menerapkannya dalam kehidupan.
46
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 524.
29
2) Menanamkan prinsip Tauhid dan perilaku orang yang bertauhid Dalam hal ini peserta didik diajarkan tentang macam-macam tauhid seperti tauhid ulūhiyah, rubūbiyah, ash-shifat wa al-af’al, rahmāniyah, mulkiyah dan lain-lain. Kemudian menunjukkan bagaimana perilaku orang yang ber-tauhid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 3) Menghindari Syirik dalam Islam Maksudnya, pendidik menjelaskan pengertian syirik, kemudian peserta didik dapat mengidentifikasi macam-macam syirik. Setelah itu peserta didik juga mengerti perilaku orang yang berbuat syirik serta akibat dari perbuatan syirik. Oleh karena itu, mereka diarahkan jangan sampai melakukan perbuatan tersebut. 4) Meningkatkan keimanan kepada Allah dengan meneladani sifatsifatnya dalam al-asma’ al-husna Melalui al-asma’al-husna peserta didik dapat meningkatkan keimanannya yang diuraikan dari nama-nama Allah yang baik. Hal tersebut diimplementasikan dalam perbuatan keseharian, kemudian meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam al-asma’ alhusna untuk diamalkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
b. Nilai Adab Nilai Adab merupakan integrasi dari karakter etika (akhlak) seorang muslim. Etika seorang muslim terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, misalnya mengajarkan sifat ihsan, menerapkan sifat amanah, menanamkan ikhlas, membiasakan sabar, dan sifat-sifat lainnya. Nilai Adab sesungguhnya lebih menunjukkan tentang karakter seorang muslim. Kepribadian seorang muslim akan terlihat ketika muslim itu berperangai dalam kebiasaan kesehariannya. Oleh karena itu, seorang pendidik wajib membangun kebiasaan baik atau adab baik pada peserta didik supaya mereka melakukan kebiasaan baik itu tanpa merasa dipaksa.
30
Pada dasarnya nilai adab merupakan perbuatan untuk membiasakan perilaku terpuji dan menghindari perilaku tercela. Beberapa contoh kebiasaan baik yang dapat diterapkan untuk dilakukan oleh peserta didik, seperti; 1) Mengajarkan perilaku ihsan Seorang
pendidik
diharapkan
dapat
mengajarkan
dan
mencontohkan perilaku ihsan. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah berikut;
...اك َ ك تَ َراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َر َ َّأَ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكأَن “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”(H.R. Muslim)47 Salah satu contoh perilaku ihsan adalah sikap husnuzh-zhan. Apabila dalam jiwa peserta didik sedikitnya telah mulai tertanam sikap ini, maka tiada hari tanpa berbuat baik. Inilah langkah-langkah sukses dalam membentuk karakter baik peserta didik. Khususnya dalam menghadapi orang lain. Sebagai seorang muslim harus selalu menanamkan sikap husnuzh-zhan. Menganggap atau berprasangka baik kepada siapa pun. 2) Menanamkan sikap adil Bersikap adil merupakan salah satu sikap seorang mukmin. Karena dengan bersikap adil adalah lebih dekat dengan takwa. Dengan bersikap adil tidak akan ada jiwa yang terẓalimi ataupun teraniaya. Peserta didik dibiasakan untuk menerapkan sikap adil dalam situasi apapun. Baik dalam masalah yang kecil ataupun masalah yang besar. Hal ini Allah jelaskan dalam QS. Al-Ma‟idah ayat 8;
47
Imam An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawi, terj. Wahid Ahmadi, (Solo: Era Intermedia, 2005), hlm. 19.
31
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”48 3) Menghindari sifat riya’ Menghindari sifat riya’ merupakan nilai adab yang berkaitan tentang hubungan manusia dengan manusia lain. Hal ini termasuk dalam
menghindari
perbuatan
tercela.
Riya’
merupakan
menampakkan sesuatu karena mengharapkan pujian dari makhluk. Ketika melakukan kebaikan dihadapan orang lain terlihat sungguhsungguh padahal hanya mengharapkan pujian dari orang lain, tetapi ketika tidak ada orang lain ia tidak pernah terlihat semangat. Hal tersebut termaktub jelas dalam QS. An-Nisa‟ ayat 142;
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk ṣalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan ṣalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”49 4) Menghindari perbuatan fitnah Fitnah merupakan salah satu perbuatan keji. Karena menuduh orang lain berbuat sesuatu tanpa bukti nyata yang benar itu sangat 48 49
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 109. Ibid., hlm. 102.
32
menyakitkan. Bagi peserta didik terkadang sakit hati yang disebabkan perilaku teman seringkali terjadi. Maka, jika tidak hatihati rasa sakit hati tersebut dapat menimbulkan rasa iri, setelah itu berkembang menjadi dengki. Berikutnya rasa dengki
yang
berkepanjangan akan berperilaku hasud, dari sanalah kemudian perbuatan fitnah terjadi. Allah menegaskan bahwa berbuat fitnah itu lebih besar dosanya dan bahayanya daripada membunuh. Hal ini ada dalam QS. Al-Baqarah ayat 191 dan 217;
…. “Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan …”50
…. “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh …”51 5) Menghindari perbuatan dosa besar Dalam hal ini merupakan dosa-dosa besar yang berkaitan dengan kebiasaan buruk dalam hidup. Misalnya, mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, ataupun mengonsumsi narkoba. Saat ini perbuatan tersebut banyak menghinggapi kehidupan para peserta didik di masa sekarang ini. Oleh karena itu, hal ini penting untuk diajarkan oleh pendidik. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219;
…. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”52 50
Ibid., hlm. 31. Ibid., hlm. 35. 52 Ibid. 51
33
Begitu pula perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan buruk. Allah sangat tidak menyukai perbuatan ini. Oleh karena itu disebut dengan sebuah jalan yang buruk dalam QS. Al-Isra‟ ayat 32;
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”53 6) Mengajarkan perilaku jujur Sebagai seorang pendidik sebuah pantangan berbohong tentang yang diajarkan atau mengingkari janji yang diucapkan. Karena, peserta didik akan ikut meniru perilaku gurunya. Peserta didik hendaknya diajarkan memiliki sifat jujur, baik dalam perkataannya maupun perbuatannya. Sehingga ia selalu melakukan maupun berkata sesuai dengan realita yang ada.
54
Allah
berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 23;
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggununggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).”55 7) Menanamkan etika berpakaian yang benar Salah satu hal penting yang sering dilalaikan dalam membentuk karakter peserta didik adalah dalam hal berpakaian. Pakaian yang menutup aurat dianggap kurang modern atau ketinggalan zaman. Sedangkan pakaian yang memperlihatkan aurat
53
Ibid., hlm. 286. Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 219. 55 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 422. 54
34
atau memamerkan sebagian dari tubuh yang seharusnya bagian dari aurat dianggap sah-sah saja. Al-Qur‟an menjelaskan dengan terang hakikat pakaian taqwa kepada Allah dalam QS Al-A‟raf ayat 26;
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”56 c. Nilai Persaudaraan Nilai Persaudaraan merupakan integrasi dari karakter cinta damai, gotong royong, toleransi, saling menolong, keadilan maupun kesatuan. Hal ini merupakan karakter penting yang harus dimiliki peserta didik saat terjun dalam ranah sosial. Peserta didik akan mengenal banyak orang, maka dari itu ia akan menemui banyak karakter yang berbeda. Oleh karena itu, peserta didik perlu untuk dibentuk karakter kepekaan sosialnya. Nilai Persaudaraan merupakan nilai pendidikan karakter yang akan menguatkan fisik seorang muslim dengan muslim lainnya. Dengan membina persatuan yang kuat, maka peserta didik akan menjadi muslim yang selalu peduli pada saudaranya, temannya, ataupun orang lain di sekitarnya. Pembelajaran yang dilakukan untuk peserta didik dapat berupa; 1) Mengarahkan pergaulan yang baik Mengarahkan pergaulan peserta didik juga merupakan bagian dari pendidikan karakter. Berawal dari sebuah pergaulan pula peserta didik dapat terlihat bagaimana akhlaknya terbentuk 56
Ibid., hlm. 154.
35
Teman ada yang baik dan mengajak untuk mengingat Allah serta beribadah kepada-Nya. Namun, sebaliknya ada juga teman yang mengajak pada kemungkaran, kemaksiatan, dan dosa. Jika peserta didik selepas keluar dari rumah atau sekolah bertemu dengan teman yang pertama, tentu ia akan menjadi muslim sholih. Sebaliknya, jika peserta didik bertemu dengan teman yang kedua, senantiasa berbuat maksiat dan dosa, ia pun juga akan ikut terbawa.57 Peran pendidik sangat penting dalam mengarahkan pergaulan peserta didik ke arah yang positif. Oleh karena Islam sangat menekankan tentang kondisi pergaulan umatnya. Dalam QS. Luqman ayat 15;
…. …. “….dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku….”58 Al-Qur‟an juga menyarankan untuk mencari kawan yang baik semasa di dunia, agar tidak ada penyesalan di akhirat kelak. Hal ini dijelaskan dalam QS. Az-Zukhruf ayat 67;
“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.”59 2) Mengajarkan etika hormat terhadap orang lain Islam itu sangat menghargai pribadi pemeluknya maupun di luar itu. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya juga diterapkan etika hormat kepada siapapun, baik itu setara, lebih tua, atau lebih muda. Etika hormat terhadap orang lain yang paling mudah adalah saling menebar salam. Pada dasarnya salam yang diucapkan
57
Abdullah Nashih Ulwan, Mencintai Dan Mendidik Anak Secara Islami. (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 192. 58 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 413. 59 Ibid., hlm. 495.
36
merupakan do‟a keselamatan bagi yang mengucapkan, maupun yang membalasnya.60 Tata cara menjawab salam telah tertulis di dalam Al-Qur‟an secara jelas. Bagi siapa yang diberi penghormatan, maka balaslah dengan lebih baik atau minimal setara. Begitulah Rasulullah SAW mengajarkannya. Hal tersebut terdapat dalam QS. An-Nisa‟ ayat 86;
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”61 Begitu pula ketika berbicara dengan orang lain, seorang pendidik harus membiasakan untuk berkata yang baik. Berkata yang baik itu berarti tidak menyinggung perasaan lawan bicara ataupun menyakitinya. Hal tersebut terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 83;
…. … “… Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia ...”62 3) Mengajarkan pentingnya silaturahmi Maksud dari silaturahmi di sini adalah berbakti dan berbuat baik kepada orang tua serta kaum kerabat. Di samping, menjaga hakhak para tetangga dan orang-orang lemah.63 Tujuan dari silaturahmi tidak lain untuk mempererat ikatan kekeluargaan, baik itu kepada kerabat sendiri maupun orang lain. Setelah itu merujuk pada tujuan utamanya yaitu semakin
60
Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-„Adawi, Op. Cit., hlm. 91 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 92. 62 Ibid., hlm. 13. 63 Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 223. 61
37
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam QS. Ar-Ra‟d ayat 21;
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.”64 Pada dasarnya kebaikan itu akan terus terbangun ketika tali silaturahmi terus terjalin. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mengarahkan pentingnya menjalin silaturahmi, bahkan jangan sampai bercerai berai. karena, dengan demikian ikatan persaudaraan akan dapat tumbuh dengan baik. Sesuai firman Allah dalam QS. AliImran ayat 103;
…. ”Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada (tali) agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara...”65 4) Etika bertamu dan menerima tamu Dalam Islam ada langkah atau tata cara dalam bertamu ke rumah orang lain. Pendidik mengajarkan etika dalam bertamu ke rumah orang lain. Sebelum memasuki rumah orang lain ada tata caranya dengan mengucapan salam dan meminta izin. Dijelaskan dalam QS. An-Nuur ayat 27;
64 65
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 253. Ibid., hlm. 64.
38
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”66 Apabila belum ada jawaban atau belum diperkenankan untuk masuk ke dalamnya, maka sebagai seorang tamu hendaknya tidak masuk dengan sendirinya. Itulah tata cara dalam bertamu yang telah diuraikan dalam QS. An-Nuur ayat 28;
“Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”67
66 67
Ibid., hlm. 353. Ibid., hlm. 354.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang disajikan tidak berupa angka-angka atau rumus statistik. Ciri dari tulisan dalam penelitian kualitatif menyampaikan data secara naratif perkataan orang atau kutipan, berbagai teks, atau wacana lain.1
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang terletak di jalan Brigjen Sudiarto, kecamatan Pedurungan. Waktu penelitian ini ini berlangsung selama 2 minggu.
C. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis. Menurut Creswell yang dikutip dalam “Pedoman Metode Penelitian Kualitatif”, pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat di mana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.
D. Fokus Penelitian Fokus pembahasan yang akan dipaparkan dalam penelitian ini terkait dengan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak, kemudian dilihat implementasi dari niali-nilai pendidikan karakter tersebut dalam perilaku keseharian siswa.
1
Septiawan Santana K., Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Buku Obor, 2007.,
hlm. 30.
39
40
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Studi Lapangan (Field Research), di mana data yang diteliti diperoleh melalui penelitian di lokasi penelitian. Ada beberapa teknik yang digunakan, yaitu sebagai berikut. a. Observasi Metode observasi adalah metode yang dilakukan melalui pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera.2 Dalam penelitian ini peneliti meninjau langsung terhadap subjek penelitian serta berperan serta untuk mendekati subjek penelitian, yakni para siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang. Tujuan observasi tersebut untuk mendapatkan data langsung dari implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak yang diterapkan di MAN 1 Semarang. b. Wawancara Metode ini identik dengan interviu yang secara sederhana dapat diartikan sebagai dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini peneliti menggunakan jenis wawancara tidak berstruktur, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dengan wawancara terpimpin. Teknisnya adalah pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.3 Peneliti akan mewawancarai guru-guru pengampu mapel aqidah akhlak dan beberapa siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang. Tujuan dari wawancara tersebut untuk memperoleh informasi dari guru pengampu mapel akidah akhlak tentang proses pembelajaran dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter di MAN 1 Semarang, kendala-kendala yang terjadi, pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan selama di madrasah, teguran (sanksi) untuk peserta didik yang melanggar aturan serta penghargaan (reward) yang diberikan pada peserta didik yang berbuat baik. Kemudian, wawancara dengan beberapa siswa MAN 1 Semarang untuk mengetahui sejauh mana proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tersebut berdampak pada diri mereka. 2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta), cet 12, hlm. 132 3 Ibid, hlm. 132
41
Berikut pula kebiasaan-kebiasaan selama di madrasah maupun di luar madrasah sebagai gambaran umum tercapainya keberhasilan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tersebut. c. Dokumentasi Dokumentasi
artinya
barang-barang
tertulis.
Maksudnya,
peneliti
menyelidiki dokumen-dokumen dan sebagainya sebagai sumber data yang dibutuhkan. Dalam metode ini yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi yang berhubungan atau berkaitan dengan proses pembelajaran akidah akhlak seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus materi akidah akhlak, maupun proses pembelajaran dan aktivitas siswa yang berkaitan dengan proses penelitian. Tujuan dari dokumentasi tersebut untuk memperoleh data berupa rincian detail mengenai aspek-aspek pembelajaran yang dilakukan di MAN 1 Semarang, seperti perencanaan (planning), proses pembelajaran yang akan berlangsung, manajemen kelas yang dilakukan, serta penilaian (assesment) yang digunakan oleh guru pengampu mapel akidah akhlak di MAN 1 Semarang.
F. Teknik Analisis Data Pada dasarnya analisis data merupakan penguraian data melalui tahapan: kategorisasi dan klasifikasi, perbandingan, dan pencarian hubungan antar data yang spesifik.4 Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola, kategori
dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan dan dapat
dirumuskan seperti yang disarankan oleh data-data tersebut. Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasi, kategorisasi, kemudian diinterpretasikan secara logis. 5 Pada penelitian ini digunakan teknik analisis deskriptif. Proses analisis dilakukan secara interaktif (berkelanjutan) dari mulai penetapan masalah, pengumpulan data maupun setelah data dikumpulkan. Setelah data terkumpul,
4
Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm.66. 5 STAIN Cirebon, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Cirebon: STAIN Cirebon Perss , 2006), hlm. 128
42
langkah selanjutnya adalah dilakukan analisis terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan metode ini. Metode analisis ini digunakan untuk menyampaikan hasil penelitian yang diwujudkan bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.6 Adapun langkah-langkah yang peneliti tempuh untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Data yang telah diperoleh diproses dengan aturan atau prosedur yang telah direncanakan 2. Data diproses secara sistematis, diklasifikasi mana data yang sesuai dengan kategori serta mana yang tidak. 3. Analisis data dilakukan berlandaskan konsep teoretiknya. 4. Hasil analisis data kemudian dimanifestasikan dalam sebuah laporan hasil riset yang tersusun sistematis.
6
hlm. 64
Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989),
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG
A. Sekilas Profil Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang 1. Latar Belakang Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang lebih dikenal dengan MAN 1 Semarang, terletak di Pedurungan Kidul, tepatnya di jalan Brigjen Sudiarto, kecamatan Pedurungan. Dahulu sekolah ini disebut ”SP IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”. Kemudian dengan menggunakan SK Menteri Agama no. 17 tahun 1978 diubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang.
Berawal pada tahun 2004, MAN 1 Semarang ditunjuk menjadi pilot proyek (piloting projects) dalam rangka pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) bersama 12 (dua belas) madrasah aliyah se-Indonesia, yaitu
7
(tujuh)
madrasah
aliyah
negeri
(MAN)
dan
5
(lima) madrasah aliyah swasta (MAS). Menyikapi hal tersebut, stake holders madrasah telah bersepakat untuk mempersiapkan diri dengan memberikan pelatihan baik dalam
43
44
bidang manajemen, metodologi pembelajaran, penataan administrasi, pelatihan kepemimpinan bagi Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Pramuka, atau Palang Merah Remaja (PMR). Tujuannya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dari warga madrasah. Berkenaan dengan mempersiapkan kualitas MAN 1 Semarang, maka MAN 1 Semarang meningkatkan kualitas pelayanan berupa membuka kelas Immersi (immersion class). Kelas Immersi (immersion class) memiliki program pengajaran dan belajar dengan menggunakan bahasa Inggris atau proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan bahasa pengantar berupa bahasa Inggris. Di sisi lain para guru pun juga mempersiapkan
untuk
dapat
menjalankan
proses
KBM
dengan
menggunakan bahasa Inggris. Pengadaan program tersebut masih berada dalam bimbingan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Madrasah juga telah menyediakan asrama untuk tempat tinggal siswa, khususnya untuk mereka yang masuk dalam program kelas Immersi (immersion class). Mereka tinggal di asrama untuk peningkatan kurikulum supaya lebih baik. Mereka juga akan belajar agama lebih baik.
2. Sarana dan Prasarana Madrasah MAN 1 Semarang memiliki beberapa fasilitas pribadi milik madrasah sebagai berikut.
No. Nama
Volume
1.
Luas Bangunan
3.765 m2
2.
Luas Tanah
11.463 m2
3.
Kantor Kepala Madrasah
1
4.
Ruang Kelas
33
5.
Kantor Tata Usaha (TU)
1
6.
Ruang Peralatan Olahraga
1
7.
Ruang Guru
1
45
8.
Ruang OSIS
1
9.
Ruang UKS
1
10.
Ruang GC
1
11.
Ruang Multimedia
1
12.
Masjid
1
13.
Gedung Serbaguna
1
14.
Perpustakaan
1
15.
Ruang Pertemuan (Rapat)
1
16.
Laboratorium
7
17.
Gudang
1
18.
Workshop
1
19.
Kantin
5
20.
Toilet Siswa
25
21.
Tempat Parkir
2
22.
Rumah Dinas
-
23.
Toilet Guru
6
24.
Asrama Sekolah
3
3. Visi dan Misi MAN 1 Semarang Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang sebagai lembaga pendidikan dasar berciri khas Islam perlu mempertimbangkan harapan Peserta Didik, orang tua Peserta Didik, lembaga pengguna lulusan madrasah dan masyarakat dalam merumuskan visi dan misinya. Berikut merupakan visi dan misi MAN 1 Semarang. 1
1
Dokumentasi milik MAN 1 Semarang
46
a. Visi Membangun generasi yang beriman, bertaqwa, berprestasi dan berakhlakul karimah. b. Misi 1) Menjadikan Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang sebagai madrasah yang mengembangkan pengajaran IPTEK dan IMTAQ 2) Menjadikan Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang sebagai lingkungan pendidikan yang Islami penuh ukhuwah, sederhana, disiplin dan berkreasi 3) Membiasakan peserta didik dengan ajaran agama melalui kebiasaan beribadah baik maghdloh maupun ghoiru maghdloh 4) Meningkatkan kemampuan professional tenaga pendidikan sesuai perkembangan jaman 5) Menyiapkan lulusan Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang agar bisa diterima di perguruan tinggi negeri maupun swasta favorit dengan memiliki prestasi akademik yang baik 6) Mencetak generasi yang bermanfaat bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama 7) Menyiapkan calon pemimpin dan mubalighul Islam yang kreatif, inovatif, dan aspiratif, dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah swt melalui Boarding School 4. Kepala MAN 1 Semarang Sampai saat ini MAN 1 Semarang telah dipimpin oleh 11 orang kepala madrasah sejak tahun 1978, yaitu; a. K. H. Achmad Daroji, M.Si b. Drs. H. Abdul Karim Husein c. H. Abdul Fatah d. Drs. H. Sunhadi Rachmat e. Drs. H. Ismono f. Drs. H. Rachmat Shofi g. Drs. H. Muhammad h. Drs. Agus Hadi Susanto i. Drs. H. Haryano j. Drs. H. Basuki, M. Ag. k. Drs. Syaefudin, M. Pd.
47
5. Guru dan Karyawan MAN 1 Semarang Berikut ini merupakan data guru dan karyawan MAN 1 Semarang tahun pelajaran 2010/2011 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang nomor Ma.11.59/PP.00.6/667/2010 pada tanggal 28 Juli 2010.
a. Data Guru No 1
Nama Drs. Syaefudin, M. Pd
Gol / Ruang IV/b
Jabatan Ka. MAN
Mapel Bahasa Inggris Koord
Bahasa
Jawa 2
Katibin, S. Pd
III/c
Wakakur
Fisika
3
Anshori, S. Pd
IV/a
Wakasis
Sastra Indonesia
4
Dra. Hj. Sukrisnawati, IV/a
Waka Humas
Biologi
MM 5
Drs. Sukri
IV/a
Waka Sarpras
Matematika
6
Ahmad Alfan, S. Ag
III/b
Staf Kurikulum
SKI,BTA, Fiqih
7
Sih Hartini, S.Pd, M.Si
IV/a
Staf Kurikulum
Biologi
8
Drs. Widodo
IV/a
Staf Kesiswaan
PKn
9
Drs. Sudarko
IV/a
Staf Kesiswaan
Fiqih
10
Siswoyo, S. Pd
III/a
Staf Kesiswaan
Penjaskes
11
Ani Rahmawati, S.Ag, III/d
Staf Kesiswaan
Ilmu
M.SI 12
Edi Kristiana, S.Pd
Kalam,
BTA, Aqidah III/b
Staf Humas Extra Kesenian Kesenian
13
Misbah, S.Kom
III/c
Staf Sarpras
Komputer
14
Drs. Dwi Raharjo, S.Pd
IV/a
Litbang/Akademis
Matematika
15
Nurul Hidayah, S. Pd
III/b
Koord BK
16
Imam Suadi, S. Pd.
III/a
Staf BK
48
Piket 17
Beta Nur Bety Tsani, S.Pd III/b
Staf BK
18
Drs. Sugiyanta
Lab. Bahasa
IV/a
Bahasa Inggris
Wali Kelas XI 3 19
Drs. Budi Santoso
IV/a
Lab. Biologi
Biologi
20
Dra. Siti Rochmah
IV/a
Lab. Kimia
Kimia
21
Aris Fahkrudin, S.Pd
III/b
Lab. Fisika
Fisika
22
Siti Himmatul Aliyah, III/a
Lab. Ketrampilan
Ketrampilan
S.Pd 23
A. Sakhowi, S.Kom
GTT
Koord. Lab Kom
Komputer
24
M. Taufik, S.Ag
III/a
Wali Kelas X 1
Bahasa
Arab,
Hadits 25
Chomsatun, S.H
IV/a
Wali Kelas X 2
PKn, Ketrampilan
26
Dra. Rochmatah
IV/a
Wali Kelas X 3
Matematika
27
Anwar Rifa'i, S.Pd
III/b
Wali Kelas X 4
Sejarah, Geografi
28
Eko Sukaryono, S. Pd
III/b
Wali Kelas X 5
Bahasa Jawa
Extra Paskibra 29
Drs. Supardi
IV/a
Wali Kelas X 6
Sosiologi, Sejarah
30
Musa Al Hadi, S.Ag
III/a
Wali Kelas X 7
BTA, Qur’an
Extra Rebana 31
Sri Penggalih, S. Pd
III/a
Wali Kelas X 8
Bahasa Indonesia
32
Drs. Mulyanto, M.Pd
III/b
Wali Kelas X 9 Penjaskes Extra Bola Basket
33
Siti Salamah, S.Pd
IV/a
Wali Kelas X 10
Bahasa Indonesia
34
Solastri, S.Pd
III/b
Wali Kelas X 11
Matematika
49
35
Drs. Zaenuri Siroj
IV/a
Wali
Kelas
XI Bahasa Arab
Kelas
XI Antropologi,
Agama 36
37
Tri Marheni, SPd
Drs. Sutarno
III/a
IV/a
Wali Bahasa
Ekonomi
Wali Kelas XI IPA 1
Biologi, Ketrampilan
38
Nur Farida, S.Pd.I
III/a
Wali Kelas XI IPA 2
SKI, Ketrampilan
39
Nur Hadi, S.Ag, M.Pd
III/a
Wali Kelas XI IPA 3
Bahasa Arab
Extra KIR 40
Puji Lestari, S.Pd
III/d
Wali Kelas XI IPA 4
Matematika
41
Drs. M. Sholeh
IV/a
Wali Kelas XI IPA 5
Bahasa Inggris
Koord Imersi 42
Endang Purwaningrum, GTT
Wali Kelas XI IPS 1
S.Pd
Ketrampilan, Ekonomi
43
Drs. Makmun
IV/a
Wali Kelas XI IPS 2
Geografi
44
Drs. Herry Paryono
IV/a
Wali Kelas XI IPS 4
Ekonomi, Sejarah
45
Dra. Siti Asmah
IV/a
Wali
Kelas
XII Aqidah
Kelas
XII Bahasa Inggris
Agama 46
Agustin Sri Hartatik, S.Pd
IV/a
Wali
Bahasa 1 Counters Parts 47
Drs. M. Badi
III/c
Wali
Kelas
XII Bahasa Inggris
Bahasa 2 48
Ari Priyono, S.Pd
IV/a
Wali
Kelas
XII Fisika
Kelas
XII Fisika
IPA 1 Piket 49
Ellya Nur Chasanah, IV/a
Wali
50
S.Pd, M.Sc
IPA 2 Piket
50
Yuli Wahyuningsih, S.Pd
III/a
Wali
Kelas
XII Bahasa Inggris
Kelas
XII Kimia
Kelas
XII Kimia
IPA 3 51
Sri Hidayati, S.Pd
III/b
Wali IPA 4
52
Dra. Kanti Setiati
IV/a
Wali IPA 5
53
Siti Fitriyah, S. Pd
III/b
Wali Kelas XII IPS 1
Bahasa Indonesia
54
Ali Firdaus, S.Pd
IV/a
Wali Kelas XII IPS 2
Matematika
55
Dra. Hj.Yetty Musyaviroh
IV/a
Wali Kelas XII IPS 3
Ekonomi, Sejarah
56
Dra. Noor Hidayah Budhi
III/a
Piket
Aqidah
57
Dra. Siti Khoiriyah
IV/a
Piket
Fiqih
58
Drs. Isnandar
IV/a
Piket
Matematika
59
Drs. Asrori
III/d
Piket
Matematika
60
Dra. Hj. Sih Widayatun
IV/a
Piket
Qur’an Hadits
61
Drs. RM. Djupriyanto, IV/a
Piket
Biologi
Piket
PKn,
M.Pd 62
Irfan Dwi Putranto, S.Pd
III/b
Bahasa Indonesia
63
Halimur Rosyad, A. Md III/a
Piket
Bahasa Jepang,
Extra Pramuka
Bahasa Inggris
64
Suhardi, S.Pd
III/a
Piket
Fisika
65
Tasmiyanto, SH
III/c
Piket
Sosiologi, Bahasa Jawa
66
Drs. Joko Siswono
IV/a
BK Kelas XII Piket
67
Drs. Agung Wibowo
III/a
Piket
Bahasa Inggris
51
68
Widhi Astono, SE
III/b
Piket
Sosiologi, Ekonomi
69
Drs. Muslih
IV/a
Piket
Sejarah, Sosiologi
70
Samidi, S. Pd
GTT
Extra Bola Voli
Penjaskes, Orkes
71
Muawanah, S.Pd
III/a
Extra Jumalistik
Bahasa Indonesia
72
Joko Wahyono, S. Ag
III/a
Extra Pencak Silat
Qur’an Hadits
73
Sulasih, S.Pd
III/b
Extra PMR/UKS
Geografi
74
Zulia Ulfa, S.Ag
III/a
Extra Pramuka
Qur’an Hadits
75
Beny Prasaja, S.Pd
GTT
Extra Sablon Foto
Kesenian
76
Syafa’ah, S. Pd
III/a
Bahasa Indonesia
b. Data Pegawai dan Karyawan TU
No.
Nama Pegawai
Jabatan
1.
H. Arif Budiman, SH
Kepala Urusan Tata Usaha
2.
Abdul Rachman
Tata Usaha
3.
Abdul Rachman
Tata Usaha
4.
Asrori
Tata Usaha
5.
Rianingsih
Tata Usaha
6.
Siti Rokhani
Tata Usaha
7.
Endang Sri Rahayu
Tata Usaha
8.
Herry Sadewo
Tata Usaha
9.
Suharno
Tata Usaha
10.
Nur Farida, SPd
Tata Usaha
11.
Benny Indra Jaya, AMd
Tata Usaha
12.
Abda Noor Isna Zaeni'mah, SH
Tata Usaha
52
13.
Siti Alfiyah
Pegawai Tidak Tetap
14.
Ngatno
Pegawai Tidak Tetap
15.
Agung Tristiyanto
Pegawai Tidak Tetap
16.
Muhajir
Pegawai Tidak Tetap
17.
Sarmiyah
Pegawai Tidak Tetap
18.
Ahmad
Pegawai Tidak Tetap
19.
Sukisno
Pegawai Tidak Tetap
20.
Musholli
Pegawai Tidak Tetap
B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang Akidah Akhlak merupakan salah satu mata pelajaran konsentrasi agama di MAN 1 Semarang. Merujuk dari Peraturan Menteri Agama no. 2 tahun 2008 bahwa mata pelajaran akidah akhlak bertujuan untuk membentuk dan membina akidah serta akhlak peserta didik. Oleh karena itu, secara materi sebenarnya tidak sulit, namun dalam penerapannya tidak mudah untuk dilakukan. Dengan demikian pembelajaran akidah akhlak juga menerapkan proses belajar pembiasaan. Proses pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang tidak hany dilakukan dalam 2 jam pelajaran di kelas. Peserta didik diajarkan untuk membiasakan beberapa hal yang merupakan implementasi dari materi akidah akhlak. 1. Pembelajaran Materi Akidah Akhlak Penyampaian materi akidah akhlak selama tiga tahun di MAN 1 Semarang akan merasakan peningkatan dalam hal penekanan nilai-nilai akhlak yang hendak dibangun. a. Kelas Sepuluh (X) Peserta didik
yang masih kelas sepuluh (X), mereka
mendapatkan pendidikan konsep akidah yang benar dan meningkatkan kualitas akhlak yang baik. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan bukan berupa soal saja, melainkan lebih pada penerapan keseharian.
53
Dalam hal tilawah Al-qur’an mereka akan diminta untuk membaca bersama atau sendiri bergantian. Sedangkan untuk ṣalat, peserta didik akan terus diarahkan untuk ṣalat berjama’ah di masjid milik madrasah, khususnya ṣalat ẓuhur.
b. Kelas Sebelas (XI) Peserta yang duduk di kelas sebelas (XI), mereka akan mendapatkan pendidikan untuk penguatan konsep akidah yang benar serta beberapa akibat buruk dari perbuatan tercela yang sering dilakukan oleh remaja masa kini. Penguatan akidah tersebut berupa analisis aliran-aliran ilmu kalam yang pernah merebak di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, maksud dari materi tersebut adalah peserta didik diharapkan dapat menghargai jika ada umat Islam di masyarakat yang memiliki kefahaman berbeda dari yang biasa peserta didik tahu. Kemudian, ditekankan pentingnya berbusana, bertamu, maupun bepergian sesuai dengan akhlak seorang muslim. Hal ini mungkin sederhana, tapi penerapannya sangat menunjukkan ciri khas dari siswa MAN 1 Semarang. Selanjutnya untuk akhlak tercela, peserta didik akan diingatkan tentang bahayanya beberapa dosa besar yang terkesan sebagai corak budaya modern. Misalnya, kebiasaan minum-minuman keras, berjudi, zina, mencuri, maupun mengonsumsi narkoba. Beberapa hal tersebut kesannya adalah budaya modern remaja saat ini, sesungguhnya merupakan perilaku tercela yang dapat merusak moral pemuda generasi pembangun bangsa.
c. Kelas Dua Belas (XII) Peserta didik kelas dua belas (XII) merupakan puncak pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang. Mereka menjadi tolak ukur atau contoh bagi adik-adiknya di kelas bawah. Oleh karena
54
itu, peserta didik di kelas ini mereka selalu ditekankan untuk terbiasa melakukan kebiasaan baik yang pernah diajarkan di kelas sebelumnya untuk terus dipraktikkan. Peserta didik dibiasakan untuk menjadi teladan bagi peserta didik di kelas bawah. Misalnya, dalam hal berpakaian benar-benar sudah tidak perlu untuk terlalu diarahkan. Mereka sudah membiasakan diri untuk bersikap rapi dan santun. Dalam sikap hormat ke guru mereka seperti menghormati orang tuanya sendiri. Dalam hal ṣalat mereka sering menjadi imam bagi teman-temannya sendiri. Ketika, diminta untuk menjadi penceramah peserta didik sudah terbiasa untuk tampil sebagai mubaligh, bahkan saat ditugaskan untuk mengisi tausiyah di masjid-masjid sekitar MAN 1 Semarang. Kemudian berkaitan untuk pembelajaran materi akidah akhlak peserta didik di kelas ini mendapatkan materi penerapan akhlak terpuji di masyarakat. Peserta didik dibiasakan untuk mengasah jiwa peduli lingkungan dalam penerapan akhlak terpuji di dalam madrasah ataupun di luar madrasah.
2. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Upaya untuk menerapkan pendidikan karakter di MAN 1 Semarang sesungguhnya dilakukan dalam berbagai sektor. Namun, pembiasaan dalam sektor pendidikan religiusitas lebih ditekankan sebagai ciri khas MAN 1 Semarang. MAN 1 Semarang yang berkeinginan untuk melahirkan output siswa yang beriman, bertakwa, berprestasi, tapi tetap berakhlakul karimah. Oleh karena itu, upaya tersebut terwujud dalam beberapa pembiasaan akhlak seorang muslim di lingkungan madrasah. Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di MAN 1 Semarang berupa pembinaan akhlak seorang muslim dalam perilaku keseharian. Pada dasarnya di MAN 1 Semarang evaluasi pembelajaran akidah akhlak lebih sering dilakukan dalam taraf praktik pengamalan keseharian, khususnya di lingkungan MAN 1 Semarang.
55
Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di MAN 1 Semarang adalah sebagai berikut.2 a. Nilai Ketuhanan (Religiusitas) 1) Membaca Al-Qur’an Membaca Al-Qur’an merupakan bagian dari pembelajaran akidah akhlak. Sebelum memulai pelajaran guru meminta salah satu atau beberapa siswa untuk membaca Al-Qur’an. Hal ini bertujuan untuk membiasakan peserta didik untuk rutin membaca al-qur’an
setiap
hari.
Harapannya
pun
mereka
dapat
mempraktikkan hal tersebut juga ketika di luar KBM. 2) Meneladani Asma‘ul Ḥusna Membaca asma‘ul ḥusna sering dilakukan pada pagi hari setelah membaca dan menyimak al-qur’an. Hal tersebut dilakukan bersama-sama. Biasanya peserta didik sudah disiapkan lembar foto copy asma‘ul ḥusna, kemudian mereka tinggal membacanya bersama-sama. Cara membacanya pun bukan sekedar membaca, tetapi juga menggunakan irama lagu yang bagus sehingga terlihat menarik. Dalam pembelajaran akidah akhlak, asma‘ul ḥusna bukan hanya sekedar dibaca dan dimengerti artinya, melainkan juga meneladani makna yang terkandung di dalamnya. Merujuk dari Permenag nomor 2 tahun 2008, ada 10 asma‘ul ḥusna yang dipelajari serta diteladani, yaitu; al-Muqsiṭu (Yang Maha adil), alWāriṡu (Yang Maha mewarisi), an-Nāfi‘u (Yang Maha memberi manfaat), al-Bāsiṭu (Yang Maha melapangkan), al-Ḥafiẓu (Yang Maha memelihara), al-Walī (Yang Maha memerintah), al-Wadūdu (Yang Maha mencintai), ar-Rāfi‘u (Yang Maha meninggikan), al-
2
Implementasi nilai-nilai pendidikan ini diambil dari menelaah Permenag nomor 2 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
56
Mu‘izu (Yang Maha memuliakan), al-‘Afuwwu (Yang Maha pemaaf). Berdasarkan
asma‘ul
ḥusna
tersebut,
kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan keseharian. Misalnya, anNāfi‘u (Yang Maha memberi manfaat), peserta didik diajarkan untuk menjadi manusia yang selalu memberi manfaat kepada orang lain, bukan sebaliknya selalu meresahkan. Kemudian, al-‘Afuwwu (Yang Maha pemaaf), peserta didik diajarkan untuk menjadi manusia yang pemaaf dan tidak pendendam atau mudah marah. Hal ini bertujuan untuk menanamkan rasa mengenal Allah lebih dekat lewat nama-nama-Nya yang indah. Harapannya asma‘ul ḥusna bukan hanya sekedar menjadi bacaan rutin, melainkan dapat menghayati dan meneladani maknanya dalam pengamalan perilaku keseharian. 3) Hafalan Surat-Surat Pendek (Juz ‘Amma) Hafalan surat-surat pendek (juz ‘amma) merupakan salah satu evaluasi
pembelajaran
dalam
pembelajaran
akidah
akhlak.
Biasanya setoran hafalan dilakukan sepekan sekali setelah proses KBM mata pelajaran akidah akhlak. Sesuai penuturan ibu Noor Hidayah, selaku guru pengampu mata pelajaran akidah akhlak, beliau mengatakan bahwa hafalan ini untuk menanamkan rasa cinta para siswa terhadap al-qur’an. Oleh karena itu, dengan menghafalkan surat-surat dalam al-qur’an secara langsung akan menumbuhkan kebiasaan peserta didik untuk membaca al-qur’an juga. Selain itu bacaan tersebut bukan hanya dilafadzkan dan dihafal, tetapi juga akan dapat merasuk dalam hati peserta didik.
57
4) Meningkatkan kualitas akhlak dalam ibadah Peningkatan kualitas akhlak dalam hal ibadah merupakan salah satu pendidikan dalam meningkatkan kualitas akhlak keseharian peserta didik. Dalam mata pelajaran akidah akhlak, hal ini dipraktikkan dalam pembiasaan ṣalat ḍuḥa, selain ṣalat ẓuhur yang juga dibiasakan saat istirahat siang bersama para guru. Waktu ṣalat ḍuḥa diberikan saat jam istirahat pertama sekitar setengah jam atau 30 menit, selebihnya mereka dapat pergi ke kantin. Waktu istirahat sengaja diperlama supaya peserta didik dapat menunaikan ṣalat ḍuḥa bersama-sama. Peserta didik kelas awal (sepuluh) biasanya mereka diarahkan untuk ṣalat oleh guru pengampu akidah akhlak atau guru yang lain. Tetapi, peserta didik yang kelas atas (sebelas dan dua belas) biasanya mereka sudah langsung menuju masjid dengan sendirinya. Hal ini bertujuan untuk menanamkan jiwa mencintai ṣalat sunnah, khususnya ṣalat ḍuḥa yang juga dicontohkan oleh rasulullah saw. Di samping itu hal tersebut sebagai langkah untuk mewujudkan pendidikan untuk meningkatkan kualitas akhlak peserta didik, khususnya dalam ibadah.
b. Nilai Adab 1) Menerapkan Perilaku Terpuji dalam Pergaulan Remaja Dalam pembelajaran akidah akhlak dipaparkan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan merupakan penerapan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja. Misalnya, etika bertemu muslim lainnya di mana pun peserta didik berada, yaitu adab mengucapkan salam. Adab kebiasaan mengucap salam dilakukan di setiap tempat yang dimasuki oleh peserta didik, kecuali kamar mandi atau WC. Sebelum masuk ruang guru, perpustakaan, kelas, ruang OSIS, ruang Pramuka, dan ruang lain. Hal tersebut juga dilakukan saat
58
mereka keluar ruangan. Selain itu mengucap salam atau menjawab salam juga dilakukan saat proses KBM sebelum dan setelah berlangsung. Begitu pula saat bertemu di koridor atau bertemu di luar kelas, peserta didik dibiasakan untuk mengucapkan salam. Hal ini bertujuan untuk terbiasa saling mendo’akan antara muslim yang satu dengan yang lain. Di samping itu juga sebagai bentuk penghormatan terhadap orang lain, baik itu setara, lebih tua, maupun lebih muda. Dengan demikian, peserta didik ditanamkan untuk senantiasa menyapa saudaranya seakidah maupun orang lain, secara tidak langsung bentuk perhatian terhadap orang lain.
2) Menerapkan Perilaku Sopan Santun Perilaku sopan dan santun terhadap guru merupakan pembiasaan rasa hormat peserta didik terhadap pendidiknya. Pada dasarnya adab tersebut bukan hanya dilakukan hanya kepada guru, melainkan juga kepada warga sekolah yang lain. Misalnya, karyawan TU, kepala madrasah, petugas perpustakaan, bahkan kepada penjual kantin, satpam, dan tukang kebun madrasah. Perilaku tersebut diajarkan dalam mata pelajaran akidah akhlak sebagai langkah membentuk manusia yang menghargai manusia lainnya. Namun, dalam implementasinya hal tersebut juga di arahkan untuk menjadi kebiasaan keseharian. Etika untuk menyapa, mencium tangan guru, konsultasi permasalahan (share) kepada guru, berdialog dengan satpam maupun tukang kebun dilakukan dengan tanpa beban. Peserta didik menjadikan kebiasaan ini menjadi sebuah perilaku yang baik di madrasah. Hal ini bertujuan supaya dalam jiwa peserta didik tertanam rasa kebersamaan, serta tidak saling membedakan antara yang satu dengan yang lain. Selain itu, juga menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati kepada siapapun.
59
3) Etika Berpakaian Rapi dan Santun Etika berpakaian rapi dan santun merupakan bagian dari pendidikan akhlak yang diterapkan di MAN 1 Semarang. Siswa laki-laki memakai celana panjang rapi seragam sesuai ketentuan madrasah, sedang yang perempuan berseragam panjang berjilbab rapi dan tidak menampilkan sosok seksi. Setiap seragam harus sesuai dengan ketentuan madrasah, tidak boleh membuat seragam model sendiri. Dalam proses KBM mata pelajaran akidah akhlak, etika berpakaian rapi dan santun merupakan salah satu hal yang ditekankan. Bila berpakaian kurang rapi, biasanya langsung ditegur oleh ibu Noor Hidayah dan tidak diperkenankan untuk ikut belajar sebelum merapikan pakaiannya. Hal ini bertujuan untuk menanamkan sikap peduli terhadap menjaga aurat. Karena, sebagai seorang muslim menjaga aurat merupakan kewajiban dari Allah swt dan mencerminkan pribadi muslim. Berawal dari hal-hal kecil inilah pembentukkan karakter dapat dilakukan.
c. Nilai Persaudaraan 1) Mengajarkan pentingnya silaturahmi Silaturahmi merupakan kebiasaan yang mulai pudar di kalangan remaja saat ini. Dalam pembelajaran akidah akhlak hal tersebut dijelaskan dengan sedemikian rupa agar peserta didik memahaminya dengan seksama dan mulai mempraktikkannya. Praktik yang dilakukan bisa dimulai dari silaturahmi kepada teman sebayanya, kemudian guru-guru yang mengajar, hingga ke orang lain. Hal tersebut mengajarkan kepada peserta didik untuk peduli dan perhatian kepada saudaranya atau orang lain, sebagai bentuk ciri seorang muslim.
60
2) Etika bertamu ke rumah orang lain Selain
mengajarkan
pentingnya
silaturahmi,
dalam
pembelajaran akidah akhlak juga diajarkan untuk memahami etika saat mengunjungi rumah orang lain. Di dalam Islam pun diuraikan secara jelas bahwa untuk bertamu ke rumah orang lain melalui beberapa prosedur yang tak boleh diabaikan. Meminta izin kepada pemilik rumah merupakan kaidah utama sebelum melangkah masuk. Jika memang diizinkan, barulah tamu tersebut masuk ke rumah. Apabila sebaliknya, maka tamu tak boleh memaksa. Dengan demikian, peserta didik diajarkan untuk berperilaku sopan dan santun saat bertamu ke rumah seseorang, sekalipun itu teman sebayanya sendiri. Sebab, kebiasaan seseorang saat bertamu dapat mencerminkan sebagian dari sifat atau karakter tamu tersebut.
C. Analisis
Implementasi
Nilai-Nilai
Pendidikan
Karakter
dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi, peneliti menganalisis implementasi atau penerapan dari nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang. Pembelajaran akidah akhlak yang terdapat di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang tak terlepas dari beberapa aspek pembelajaran yang biasa dilakukan dalam pembelajaran mata pelajaran lainnya. 1. Planning (Perencanaan) Dalam hal ini pendidik mempersiapkan hal-hal yang akan dilakukannya sebelum proses KBM berlangsung. Pendidik membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) serta mempersiapkan segala hal dalam kegiatan KBM nantinya. Contoh, materi tentang memahami tauhid. Pendidik menyiapkan RPP dengan tujuan pembelajaran peserta didik
61
mampu memahami dan menjelaskan tentang tauhid serta macammacamnya (ulūhiyah, rubūbiyah, mulkiyah, raḥmaniyah). Kemudian metode pembelajaran yang akan digunakan adalah inquiring minds want to know (melihat pengetahuan siswa). Metode tersebut, pendidik mengajak peserta didik untuk membuat perkiraan-perkiraan tentang sebuah pertanyaan yang pada akhirnya diarahkan untuk memahami materi yang sedang dijelaskan. 2. Proses Pembelajaran Setelah melalui tahap perencanaan, berikutnya adalah proses pembelajaran yang berlangsung. Pada tahap ini RPP yang telah dibuat dipraktikkan. Bagaimana pendidik menyampaikan dan mengarahkan materi ajar kepada peserta didik agar mereka memahaminya. Contoh, pada materi memahami tauhid tadi pendidik menjalankan RPP yang telah dibuatnya. Pendidik menggunakan metode inquiring minds want to know (melihat pengetahuan siswa). Mengawali pembelajaran pendidik memberi satu pertanyaan yang berkaitan dengan isi materi untuk mengantarkan. Pertanyaan tersebut yang dapat membangkitkan minat peserta didik untuk mengetahui lebih lanjut. Pendidik meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan dugaan yang mereka pikirkan. Setelah dugaan para siswa ditampung barulah pendidik membuat sebuah garis lurus untuk menyimpulkan dan menjelaskan materi yang akan mereka pelajari. 3. Manajemen Kelas Berikutnya aspek manajemen kelas, hal ini merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran selain penguasaan materi oleh pendidik. Sekalipun pendidik sangat menguasai materi ajar, tetapi jika aspek manajemen kelasnya kurang baik juga akan menghasilkan hasil yang kurang baik juga. Dalam penelitian ini peneliti melihat langsung proses pembelajaran yang dilakukan. Pendidik mengajak semua peserta didik untuk berdiskusi bersama dengan cara melemparkan sebuah pertanyaan tiba-tiba kepada
62
peserta didik secaa acak. Hal tersebut bertujuan untuk mengajak peserta didik tetap fokus terhadap proses pembelajaran, namun tetap tidak bosan. Selain penyampaian materi, pendidik juga mengaitkan materi dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar peserta didik. 4. Assessment (Penilaian) Kemudian yang terakhir assessment (penilaian) dari pembelajaran yang dilakukan. Timbal balik atau sikap peserta didik setelah mendapatkan materi yang telah disampaikan. Kepahaman peserta didik akan terlihat, jika peserta didik paling tidak dapat mengaplikasikan dalam perilaku atau sikap. Jika tak terlihat hal tersebut mungkin saja terdapat sesuatu yang perlu dibenahi agar dapat tercapai pembelajaran yang baik. Dalam pembelajaran yang dilakukan oleh ibu Noor Hidayah, guru akidah akhlak di MAN 1 Semarang beliau juga mencermati sedikitnya perilaku di luar kelas ketika peserta didik sedang berkunjung di ruang guru atau berpapasan saat di luar kelas. Selain itu beliau juga terkadang bertanya tentang keseharian yang dilakukan oleh peserta didik dengan metode share (bercerita). Tujuannya pendidik dapat memberi penilaian terhadap perkembangan pembinaan akhlak yang dilakukan selain aspek kognitif dalam hal kepahaman materi ajar.
Setelah menganalisis hasil penelitian dalam aspek-aspek pembelajaran tersebut, peneliti juga menemukan beberapa hal positif berupa kelebihan atau dampak baik dari implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak. Terlepas dari itu, peneliti juga menemukan hal negatif berupa kekurangan atau kelemahan dalam melakukan implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang.
63
1. Kelebihan
penerapan
nilai-nilai
pendidikan
karakter
dalam
pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang Berkenaan dengan kelebihan dalam penerapan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang adalah sebagai berikut. a. Penyampaian materi yang berupa uraian panjang dengan dengan berbagai istilah menjadi lebih mudah untuk dipahami oleh peserta didik. Sebab, penjelasan yang dilakukan bukan hanya sekedar ceramah saja melainkan ada praktik berupa penerapan. Misalnya, perilaku budaya bersih dalam mewujudkan jiwa yang bersih. Maka, guru mencoba menjelaskan dengan memperlihatkan perbandingan antara siswa yang berpakaian rapi dengan yang kurang rapi. Kemudian, guru meminta siswa untuk merapikan pakainnya. b. Transfer nilai-nilai pendidikan karakter dapat terlihat setahap demi setahap dalam diri peserta didik. Misalnya, peserta didik yang sebelumnya jarang atau tidak pernah membaca al-qur’an setiap harinya, kemudian dalam setiap pertemuan diharuskan untuk membaca al-quran. Lambat laun peserta didik tersebut akan bisa membaca al-qur’an dengan lancar. c. Peserta didik melaksanakan kebiasaan-kebiasaan baik yang menuju pada
pembentukkan
karakter
tersebut
merasa
nyaman
dalam
melakukannya. Hal ini lebih dikarenakan kebiasaan yang dibangun tersebut bukan dengan cara dipaksakan melainkan dicontohkan oleh guru yang mengajarkannya. d. Dalam hal ṣalat khususnya, guru pengampu mata pelajaran akidah akhlak selalu menjadi pendamping dalam penerapan kebiasaankebiasaan nilai ketuhanan (religiusitas) seperti ṣalat dhuha, ṣalat ẓuhur berjama’ah, hafalan surat pendek (juz ‘amma). Oleh karena itu, peserta didik merasa pembiasaan tersebut masih ada perhatian dari guru mereka.
64
e. Kebiasaan baik yang sudah terbangun pada jiwa peserta didik akan dilakukan tanpa pembiasaan dari guru mereka lagi. Misalnya, saat bertemu dengan guru siapapun atau memasuki ruangan guru atau ruangan lain peserta didik secara spontan mengucapkan salam terlebih dahulu baru kemudian masuk.
2. Kekurangan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidak akhlak di MAN 1 Semarang Terlepas dari hal-hal positif implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang, peneliti juga
menemukan
hal-hal
negatif
berupa
kekurangan
dalam
implementasinya. Sebagian besar kekurangan tersebut lebih dikarenakan masalah tekhnis pelaksanaan di lapangan. Kekurangan yang ditemukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. a. Tidak semua materi dalam materi akidah akhlak yang dapat diterapkan dalam bentuk penerapan praktik atau diaplikasikan. Karena, materi tersebut berkaitan dengan kepribadian peserta didik sendiri atau berupa materi dalam hal pemikiran. Misalnya, materi ilmu kalam atau taswuf yang tidak mudah untuk dicontohkan. b. Dalam hal penerapan kebiasaan baik keseharian di madrasah belum semua guru ikut memberikan contoh yang baik. Terkadang ada beberapa guru yang belum bisa ikut andil dalam memberikan contoh yang baik. Misalnya, saat pelaksanaan ṣalat ẓuhur berjama’ah, ketika ṣalat sudah akan dimulai, tetapi ada guru yang sengaja menunda-nunda untuk segera melakukannya. Bukankah hal tersebut secara tidak langsung akan memberikan citra dan contoh buruk seorang pendidik. c. Tidak semua perilaku peserta didik dapat terdeteksi oleh para pendidik. Sebab, jumlah siswa di MAN 1 Semarang lebih banyak dari jumlah guru yang mengajar. Oleh karena itu, jika ada peserta didik yang melakukan beberapa sikap yang kurang baik tidak ada yang mengingatkan secara langsung dengan tegas.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
implementasi
nilai-nilai
pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1 Semarang, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak ini, terdapat beberapa nilai. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti merangkumnya menjadi tiga buah nilai, yaitu nilai ketuhanan (religiusitas), nilai adab, dan nilai persaudaraan. a. Nilai Ketuhanan (Religiusitas) Nilai Ketuhanan (religiusitas) merupakan integrasi dari karakter cinta kepada Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Nilai ini merupakan unsur paling penting dalam membina karakter peserta didik, sebab keberadaan nilai ini akan mempengaruhi penanaman nilai-nilai yang lain. Sebelum nilai Ketuhanan ini benar-benar sepenuh hati tertanam dalam jiwa peserta didik, maka akan sulit menerapkan nilai-nilai berikutnya pada diri mereka kelak. b. Nilai Adab Nilai Adab merupakan integrasi dari karakter etika (akhlak) seorang muslim. Etika seorang muslim terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Nilai menunjukkan kepribadian seorang muslim dalam berperilaku. c. Nilai Persaudaraan Nilai Persaudaraan merupakan integrasi dari karakter cinta damai, gotong royong, toleransi, saling menolong, keadilan maupun kesatuan. Hal ini merupakan karakter penting yang harus dimiliki peserta didik saat terjun dalam ranah sosial. Peserta didik akan mengenal banyak orang, maka dari itu ia akan menemui banyak karakter yang berbeda.
65
66
Oleh karena itu, peserta didik perlu untuk dibentuk karakter kepekaan sosialnya. Nilai-nilai tersebut, kemudian dijabarkan dalam beberapa pembiasaan keseharian yang diintegrasikan dari permenag no. 2 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah. Pembahasaannya pada bab aspek materi ajar mata pelajaran akidah akhlak. 2. Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter yang diterapkan dalam rangka membentuk karakter peserta didik, tetaplah mengalami banyak kekurangan. Secara konsep sudah baik, tetapi belum tentu baik dalam penerapannya. Dalam praktik di lapangan peneliti melihat juga beberapa kendala yang terdapat dalam proses penerapannya. Beberapa diantaranya yang dapat terlaksana dengan baik, seperti membiasakan untuk membaca Al-Qur’an, pembiasaan ṣalat ḍuḥa dan ṣalat ẓuhur berjamaah di masjid Man 1 Semarang, mengucap salam saat masuk ruangan dan bertemu dengan guru, serta etika berpakaian rapi dan santun.
B. Saran Untuk Madrasah 1. Pertahankan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter yang sudah berjalan dengan baik untuk ditingkatkan menjadi lebih baik. Sedangkan implementasinya yang belum maksimal dibenahi supaya menjadi lebih maksimal. 2. Usahakan melibatkan semua pihak di lingkungan madrasah, khususnya para guru dalam implementasi nilai-nilai pendidikan karakter ini supaya tidak terkesan hanya tugas dari guru-guru pengampu mata pelajaran agama saja. Pada dasarnya semua guru merupakan pendidik yang memiliki tugas mulia untuk mengantarkan peserta didik memiliki akhlakul karimah.
67
Untuk Para Pendidik 1. Upayakan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam jiwa para pendidik agar secara tidak langsung peserta didik akan menirunya. 2. Diperkuat lagi persatuan para pendidik dalam usaha melakukan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter ini, supaya bukan terkesan hanya tugas beberapa guru yang berwenang saja. 3. Tumbuhkan budaya islami di setiap proses KBM yang sedang berlangsung, sehingga proses pendidikan karakter dapat terus berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir, terj. M. Abdul Ghoffar E. M. dan Abu Ihsan AlAtsari, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2008. Abdulmuqtadir, Ibrahim bin Fathi, Washoya Luqmanun, terj. Umar Mujtahid, Wisdom of Luqman El-Hakim: 12 Cara Membentengi Kerusakan Akhlak, Solo: Aqwam, 2008. Ainun Nadziroh, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok Pesantren AlHikmah 02 Putri Benda Sirampog Brebes. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. Al Thoumy Al Syaibani, Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Al-„Adawi, Abu Abdullah Musthafa, Fiqh Tarbiyah Abna Wa Tha’ifah Min Nasha’ih Al-Athibba, terj. Umar Mujtahid dan Faisal Saleh, Fikih Pendidikan Anak : Membentuk Kesalehan Anak Sejak Dini (Dilengkapi Nasehat Para Dokter dan Psikolog Anak), Jakarta: Qisthi Press, 2006. Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Albertus, Doni Koesoema, ”Pendidikan Karakter”, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010. Al-Qarni, „Aidh, At-Tafsir Al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, Jakarta Timur: Qisthi Press, 2008. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Awwad, Jaudah Muhammad,Manhajul Islami fit Tarbiyatil Athfal, terj. Shihabuddin, Mendidik Anak Secara Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. Bisri, Cik Hasan, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, Jakarta: Rajawali Pers, 2001. Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002.
Djatnika, Rahmat, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Surabaya: Pustaka Islam, 1996. Dokumentasi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang. El-Makassary, Ali, Yang Muda Yang Takut Dosa, Klaten: Wafa Press, 2006. Hidayah, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya terhadap Keberagamaan Anak di Desa Cangkring Karanganyar Demak. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2005. Imam An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawi, terj. Wahid Ahmadi, Hadits-Hadits Arba’in Nawawiyah, Solo: Era Intermedia, 2005.
M. Basyuni, Muhammad, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun 2008, Jakarta: t. p., 2008. Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989. Musthafa, Fuhaim, Manhajuth Thiflil Muslim; Dalilul Mu’alimin Wal Aba’IlatTarbiyati Abna’ Fi Riyadhil Athfal Wal Madrasatil Ibtidaiyah, terj. Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Jakarta Selatan: Mustaqiim, 2003. Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009. Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarnya, 2003. Pusat Bahasa Depdiknas RI, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan”, dalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 5 Mei 2011. Quthb, Sayyid, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin dkk., Tafsir Fi Zilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 9, Jakarta: Gema Insani Press, 2008. Santana K., Septiawan, Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Buku Obor, 2007. STAIN Cirebon, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Cirebon: STAIN Cirebon Perss , 2006.
Sudrajat, Akhmad, “Tentang Pendidikan Karakter”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diakses 21 Desember 2010.
dalam
Suyanto, “Urgensi Pendidikan Karakter”, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010. Ulwan, Abdullah Nashih, Mencintai Dan Mendidik Anak Secara Islami, Yogyakarta: Darul Hikmah, 2009. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Widiastono, Tonny D., Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta: Buku Kompas, 2004.
DAFTAR TABEL Tabel 1
Fasilitas Pribadi (Sarana dan Prasarana) milik MAN 1 Semarang, 45 46.
Tabel 2
Data Guru yang mengajar di MAN 1 Semarang dan jabatannya dalam struktur madrasah, 48 - 52.
Tabel 3
Data Pegawai dan Karyawan Tata Usaha (TU) di MAN 1 Semarang, 52-53.
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Denah Lokasi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang, 44.
DAFTAR SINGKATAN BK
: Bimbingan Konseling
BTA
: Baca Tulis Al-Qur’an
IMTAQ
: Iman dan Taqwa
IPTEK
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
KBK
: Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBM
: Kegiatan Belajar Mengajar
KTSP
: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Permenag
: Peraturan Menteri Agama
RPP
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sisdiknas
: Sistem Pendidikan Nasional
SK
: Surat Keputusan
SP
: Sekolah Pendidikan
UU
: Undang-Undang
DOKUMENTASI PENELITIAN
Dra. Noor Hidayah Budhi Guru Akidah Akhlak MAN 1 Semarang saat diinterviu oleh Peneliti
Siswa Putra MAN 1 Semarang saat diinterviu oleh Peneliti
Siswa Putri MAN 1 Semarang saat diinterviu oleh Peneliti
Proses Pembelajaran di kelas sedang berlangsung
SILABUS PEMBELAJARAN NAMA MADRASAH
: MAN 1 SEMARANG
MATA PELAJARAN
: AKIDAH AKHLAK
KELAS / SEMESTER
: X [SEPULUH] / I [GANJIL]
ALOKASI WAKTU
: 2 X 45 menit
NO. ASPEK SILABUS
DIKRIPSI ISI SILABUS
A
Standar Kompetensi
Memahami Tauhid
B
Kompetensi Dasar
a. Menjelaskan pengertian tauhid dan istilahistilah lainnya b. Menjelaskan macam-macam tauhid (ulūhiyah, rubūbiyah, mulkiyah, raḥmaniyah dan lainlain)
C
Indikator Hasil Belajar
Siswa mampu 1. Memahami pengertian tauhid 2. Memahami makna dari macam-macam tauhid (ulūhiyah, rubūbiyah, mulkiyah, raḥmaniyah dan lain-lain)
D
Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran peserta didik mampu memahami dan menjelaskan tentang tauhid serta macam-macamnya.
E
Materi Pokok
Memahami tauhid
F
Metode Pembelajaran
INQUIRING MINDS WANT to KNOW (Melihat Pengetahuan Siswa)
G
Sumber Belajar, Bahan dan Alat
1. Lembar peraga peta konsep dan sketsa penerapan konsep. 2. Buku refrensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. 3. Lembar kegiatan siswa.
H
Penilaian
Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
Semarang, 10 Juli 2009 Mengetahui Kepala Madrasah
Penyusun Guru Mata pelajaran
Drs. Syaefudin, M Pd NIP. 19651015 199203 1 003
Dra. Noor Hidayah Budhi S NIP. 196504182005012001
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) NAMA MADRASAH
: MAN 1 SEMARANG
MATA PELAJARAN
: AQIDAH AKHLAK
KELAS / SEMESTER
: X [SEPULUH] / [GANJIL]
ALOKASI WAKTU
: 2 X 45 MENIT
Standar Kompetensi : Memahami Tauhid Kompetensi Dasar
:
1. Menjelaskan pengertian tauhid dan istilah-istilah tauhid lainnya 2. Menjelaskan macam-macam tauhid (ulūhiyah, rubūbiyah, mulkiyah, raḥmaniyah dan lain-lain) Indikator Siswa mampu
1.
Memahami pengertian tauhid
2.
Memahami makna dari macam-macam tauhid (ulūhiyah, rubūbiyah, mulkiyah, raḥmaniyah dan lain-lain)
1. Tujuan pembelajaran Setelah proses pembelajaran peserta didik mampu memahami dan menjelaska tentang tauhid serta macam-macamnya. 2. Materi Ajar Memahami Tauhid Tauhid yaitu 3. Metode pembelajaran INQUIRING MINDS WANT to KNOW (Melihat Pengetahuan Siswa)
Metode sederhana ini dapat membangkitkan keingintahuan siswa dengan meminta mereka
untuk
membuat
perkiraan-perkiraan
tentang
suatu
topik/suatu
pertanyaan.biasanya siswa cenderung diam ketika diajak untuk membahas materimateri yang belum terpecahkan pada pertemuan sebelumnya jika diminta untuk menjawab secara bersama-sama dalam satu kelas, siswa terlihat lebih kompak dan bersemangat dalam memberikan respon/tanggapan.
4. Langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal a. Mengamati dan mengarahkan sikap siswa agar siap memulai pelajaran b. Mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa c. Melakukan tes penjajakan (pre-tes) dan mengidentifikasi keadaan siswa d. Mengingatkan pelajaran yang telah diterima dan mengaitkan pada pelajaran baru e. Penjelasan singkat tentang tujuan dan proses pembelajaran yang akan dijalani siswa
Kegiatan Inti a. Buat satu pertanyaan tentang isi pelajaran yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mengetahui lebih lanjut atau mau mendiskusikannya dengan teman. Pertanyaan tersebut harus dibuat yang sekiranya hanya diketahui oleh sebagian kecil siswa. b. Anjurkan siswa untuk menjawab apa saja sesuai dengan dugaan mereka. Gunakan kata-kata; coba perkirakan, apa kira-kira? c. Jangan memberi jawaban secara langsung. Tampung semua dugaan-dugaan. Biarkan siswa bertanya-tanya tentang jawaban yang benar. d. Gunakan pertanyaan tersebut sebagai jembatan untuk mengerjakan apa yang akan anda ajarkan kepada siswa. e. Berikan kunci jawaban yang benar terhadap pertanyaan yang diajukan pada saat menyampaikan pembahasan materi pembelajaran. f. Berikan tugas mandiri untuk mendalami materi pembelajaran. Kegiatan Akhir a. Memberikan penegasan dan menyimpulkan materi ajar yang sudah di pelajari. b. Memberikan post tes untuk mengetahui hasil pembelajaran. c. Memberikan tugas mandiri untuk mendalami materi ajar.
5. Alat/Bahan/Sumber Belajar a.
Lembar peraga yang berisi peta kosep sesuai materi ajar.
b.
Lembar peraga yang berisi sketsa penerapan konsepsesuai materi.
c.
Buku referensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
d.
Lembar Kegiatan Siswa.
6. Penilaian a.
Kognitif [Tes Lisan / Tulis]
No
ITEM SOAL
Bobot
01
Jelaskan apa yang dimaksud dengan tauhid!
3
02
Bagaimana makna dari tauhid ulūhiyah!
4
03
Apa yang anda ketahui tentang tauhid rubūbiyah!
4
04
Jelaskan maksud dari tauhid raḥmaniyah!
4
05
Uraikan perbedaan dari tauhid ulūhiyah dengan tauhid
5
Catatan
rubūbiyah!
b.
Afektif [Pengamatan minat dan bakat] Aspek Penilaian Afektif
No
Nama Siswa
Respon
Disiplin
Kerja
Tuntas
Sama
Tugas
Jml Skor
Nilai
Catatan
Nilai
Catatan
01 02 03
c. No 01 02 03
Psikomotorik [Unjuk Kerja] Nama
Aspek Penilaian Psikomotorik
Jml
Siswa
Penguasaan Sistematika Kecakapan Kualitas
Skor
Semarang, 10 Juli 2009
Mengetahui
Penyusun
Kepala Madrasah
Guru Mata Pelajaran
Drs. Syaefudin, M. Pd NIP. 196510151992031003
Dra. Noor Hidayah Budhi S NIP. 196504182005012001
SILABUS PEMBELAJARAN NAMA MADRASAH
: MAN 1 SEMARANG
MATA PELAJARAN
: AKIDAH AKHLAK
KELAS / SEMESTER
: X [SEPULUH] / I [GANJIL]
ALOKASI WAKTU
: 2 X 45 menit
NO. ASPEK SILABUS
DIKRIPSI ISI SILABUS
A
Standar Kompetensi
Memahami Tauhid
B
Kompetensi Dasar
a. Menunjukkan perilaku orang yang bertauhid b. Menerapkan
perilaku
bertauhid
dalam
kehidupan sehari-hari C
Indikator Hasil Belajar
Siswa mampu 1. Menjelaskan perilaku orang yang bertauhid 2. Menjelaskan dan menerapkan tentang perilaku bertauhid dalam kehidupan sehari-hari
D
Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran peserta didik mampu memahami
dan
menjelaskan
tentang
perilaku
bertauhid E
Materi Pokok
Memahami tauhid
F
Metode Pembelajaran
SYNERGETIC TEACHING (Pengajaran Bersinergi)
G
Sumber Belajar, Bahan
1. Lembar peraga peta konsep dan sketsa penerapan konsep.
dan Alat
2. Buku referensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. 3. Lembar kegiatan siswa. H
Penilaian
Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
Semarang, 10 Juli 2009 Mengetahui Kepala Madrasah
Penyusun Guru Mata pelajaran
Drs. Syaefudin, M Pd NIP. 19651015 199203 1 003
Dra. Noor Hidayah Budhi S NIP. 196504182005012001
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) NAMA MADRASAH
: MAN 1 SEMARANG
MATA PELAJARAN
: AQIDAH AKHLAK
KELAS / SEMESTER
: X [Sepuluh] / [Ganjil]
ALOKASI WAKTU
: 2 X 45 menit
Standar Kompetensi : Memahami Tauhid Kompetensi Dasar
:
1. Menunjukkan perilaku orang yang bertauhid 2. Menerapkan perilaku bertauhid dalam kehidupan sehari-hari Indikator Siswa mampu 1.
Menjelaskan perilaku orang yang bertauhid
2.
Menjelaskan dan menerapkan tentang perilaku bertauhid dalam kehidupan sehari-hari
1. Tujuan pembelajaran Setelah proses pembelajaran peserta didik mampu memahami dan menjelaskan tentang perilaku bertauhid. 2. Materi Ajar Penerapan perilaku bertauhid dalam kehidupan sehari-hari 3. Metode pembelajaran SYNERGETIC TEACHING (Pengajaran Bersinergi)
Ini merupakan metode yang menggabungkan dua cara belajar yang berbeda. Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi hasil belajar dari materi yang sama dengan cara yang berbeda dengan membandingkan catatan. 4. Langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal a.
Mengamati dan mengarahkan sikap siswa agar siap memulai pelajaran
b.
Mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa
c.
Melakukan tes penjajakan (pre-tes) dan mengidentifikasi keadaan siswa
d.
Mengingatkan pelajaran yang telah diterima dan mengaitkan pada pelajaran baru
e.
Penjelasan singkat tentang tujuan dan proses pembelajaran yang akan dijalani siswa
Kegiatan Inti a.
Bagi kelas menjadi dua kelompok, pindahkan kelompok pertama ke kelas lain, atau tempat lain yang tidak memungkinkan mereka mendengarkan pelajaran anda untuk membaca bacaan dari topik yang akan anda pelajari.
b.
Pastikan bahwa bacaan dapat dipahami dengan baik dan sesuai dengan waktu yang anda perkirakan untuk pembelajaran.
c.
Dalam waktu yang sama, sampaikan materi tersebut kepada kelompok kedua dengan metode ceramah di kelas asal.
d.
Minta siswa untuk mencari pasangan kawan yang tadi menerima pelajaran dengan cara yang berbeda. Anggota kelompok satu akan mencari kawan dari anggota kelompok dua.
e.
Keduanya diminta untuk menggabungkan hasil belajar yang mereka peroleh dengan cara yang berbeda tersebut.
f.
Berikan kesempatan siswa untuk menyampaikan hasil belajar yang mereka peroleh didepan kelas.
g.
Sampaikan ulasan dan pembahasan untuk mempertajam pemahaman siswa.
Kegiatan Akhir a.
Memberikan penegasan dan menyimpulkan materi ajar yang sudah di pelajari.
b.
Memberikan post tes untuk mengetahui hasil pembelajaran.
c.
Memberikan tugas mandiri untuk mendalami materi ajar.
5. Alat/Bahan/Sumber Belajar a.
Lembar peraga yang berisi peta kosep sesuai materi ajar.
b.
Lembar peraga yang berisi sketsa penerapan konsep sesuai materi.
c.
Buku referensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
d.
Lembar Kegiatan Siswa.
6. Penilaian a.
Kognitif [Tes Lisan / Tulis]
No
ITEM SOAL
Bobot
01
Bagaimana cara anda menerapkan tauhid dalam
3
Catatan
lingkungan tempat tinggal anda! 02
Jelaskan ciri-ciri orang yang bertauhid!
4
03
Apa yang dimaksud dengan perilaku bertauhid!
4
04
Jelaskan perbedaan antara orang yang perilakunya
4
bertauhid dengan yang tidak bertauhid! 05
Berikan contoh orang yang melakukan tauhid!
b.
5
Afektif [Pengamatan minat dan bakat] Aspek Penilaian Afektif
No
Nama Siswa
Respon
Disiplin
Kerja
Tuntas
Sama
Tugas
Jml Skor
Nilai
Catatan
Nilai
Catatan
01 02 03
c. No 01 02 03
Psikomotorik [Unjuk Kerja] Nama
Aspek Penilaian Psikomotorik
Jml
Siswa
Penguasaan Sistematika Kecakapan Kualitas
Skor
Semarang, 10 Juli 2009 Mengetahui Kepala Madrasah
Penyusun Guru Mata Pelajaran
Drs. Syaefudin, M. Pd NIP. 196510151992031003
Dra. Noor Hidayah Budhi S NIP. 196504182005012001
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1. Nama Lengkap
: Roh Agung Dwi Wicaksono
2. Tempat dan Tanggal Lahir
: Semarang, 20 November 1988
3. NIM
: 063111015
4. Alamat Rumah
: Kebon Arum Utara VI no. 26 Rt.06 Rw.X Pucang gading, Mranggen, Demak
5. HP
: 024-70246728
6. E-Mail
:
[email protected]
7. Web-Blog
: http://raddywicaks.wordpress.com
B. Riwayat Pendidikan Pendidikan Formal
:
1. SDN Tirtoyoso 04 Semarang Lulus Tahun 2000. 2. SLTP N 32 Semarang Lulus Tahun 2003. 3. MAN 1 Semarang Lulus Tahun 2006. 4. IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2006
C. Pengalaman Organisasi Nama Organisasi
Jabatan
Tahun
UKMF BITA
Anggota
2006-2008
UKMI KSMW
Departemen
2008-2009
Pengembangan Wacana KAMMI Komisariat IAIN Departemen
2008-2009
Walisongo
Sosial Masyarakat
Forum Lingkar Pena (FLP)
Sekretaris Umum
2009-2010
Direktur
2009-2010
Ranting Ngaliyan Semarang Pesantren Mahasiswa (PesMa) Qolbun Salim Walisongo Semarang
Forum Lingkar Pena (FLP) Departemen Human Cabang Semarang
2009-2010
Resource Development (HRD)
D. Karya Yang Pernah Terpublikasikan 1. Artikel “Melihat Esensi Qurban” di Buletin Al-Hikam edisi 18/Desember 2008 M/Dzulhijah 1429 H. 2. Artikel “Menjadi Pemimpin Yang di-Idola-kan Umat” di buletin Al-HIkam edisi 19/Maret 2009 M/Robi„ul awal 1430 H. 3. Artikel “Copy Paste Ilmu Islam Oleh Barat” di Majalah Al-Hikam edisi 21/Maret 2011/Robi„uṡ ṡani 1432 H 4. Motivasi “Bercermin Dari Dirimu” di buletin Al-Qolam FLP Ranting Ngaliyan edisi 01/September 2009 5. Motivasi “Makna Sebuah Renungan” di Buletin Al-Qolam FLP Ranting Ngaliyan edisi 02/Mei 2010 6. Cerpen “Tekad Perubahan” sebagai Nominator dalam Lomba Cipta Cerpen Tingkat Mahasiswa dengan tema “Religiusitas Kepemimpinan” oleh Forum Sastra (ForSas) Semarang Maret 2009 7. Cerpen “Masih Ada Waktu” sebagai 6 Finalis Terbaik dalam Lomba Cipta Cerpen Tingkat Mahasiswa oleh SMF Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tahun 2009 8. Cerpen “Trouble Maker” dalam buku Antologi Cerpen “Sekolah Kolong Langit” FLP Ranting Ngaliyan-Semarang diterbitkan oleh PM Publisher Maret 2011 Semarang, 9 Juni 2011
Roh Agung Dwi Wicaksono NIM : 063111015