IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU LUKMAN AL HAKIM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Ranti Wulandari NIM 12110241024
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET 2017
i
PERSETUJUAN Skripsi yang berjndul "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU LUKMAN AL HAKIM INTERNASIONAL" yang disusun oleh Ranti Wulandari NIM. 12110241024 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, 7 Febuari 2017 Pembimbing Skripsi,
ii
MOTTO “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, „berilah kelapangan di dalam majelis-majelis‟, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, „berdirilah kamu‟, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dari apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Mujadalah: 11) “orang yang hidup untuk dirinya sendiri, akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Akan tetapi, orang yang hidup untuk oranglain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar” (Sayyid Qutbh)
iv
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Allah dengan segala nikmat-Nya. 2. Kedua orangtua (Ermawati dan Upi Supriyatna) atas sabar dan doa yang tak terbatas. 3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Agama, nusa, dan bangsa.
vi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU LUKMAN AL HAKIM INTERNATIONAL Oleh Ranti Wulandari NIM 12110241024 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kebijakan gerakan literasi sekolah di SDIT LHI, implementasi berdasarkan 4 isu pokok Edward III yaitu komunikasi, sumber daya, komitmen, dan struktur birokrasi serta akan mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di SDIT LHI selama bulan Desember 2016-Januari 2017. Subjek penelitian ialah Kepala Sekolah, Kepala Perpustakaan, Kadiv Akademik dan Kurikulum yang menjabat sebagai guru serta siswa kelas I. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Serta dilakukannya triangulasi sumber dan teknik untuk memastikan keabsahan data. Hasil penelitian ialah sebagai berikut: (1). Bahwa program yang menunjang kebijakan gerakan literasi di SDIT LHI adalah: Reading Group, Morning Motivation, Mini library, Pengadaan perpustakaan, Best Reader of The Month, Books Lover, Oktober bulan bahasa, World book day, Waqaf buku, Story Telling, Mading, Library class; (2). implementasi kebijakan ini kemudian didukung oleh a). Komunikasi agen-agen pelaksana melalui rapat elemen sekolah seperti manajemen, orangtua, dan guru; b). Sumber daya yang mendukung kegiatan ini seperti adanya potensi guru, dana dari orangtua, sekolah, dan pemerintah serta sponsor; c). Komitmen dari para agen pelaksana; d). Struktur birokrasi baik dari pihak sekolah; (3). Faktor pendukung berupa tersedianya sarana untuk mensosialisasikan kebijakan, hibah buku dari orangtua, waktu dan dana, guru-guru mempunyai semangat belajar, mahasiswa PPL juga membantu dalam pelaksanaan program-program perpustakaan, serta semua warga sekolah terlibat aktif dalam program yang dibuat sekolah. Sedangkan faktor penghambat nya guru masih harus diingatkan terkait SOP kebijakan dan program yang harus dilakukan, buku yang kaya akan nilai serta gambar-gambar menarik sulit didapatkan di Indonesia, terkadang surat edaran untuk orangtua tidak sampai, perlu adanya pengembangan program agar tidak monoton, belum adanya evaluasi dari berbagai program.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Gerakan Literasi Sekolah, SDIT LHI
vii
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GERAKAN LITERASI SEKOLAH DI SEKOLAH
DASAR
ISLAM
TERPADU
LUKMAN
AL
HAKIM
INTERNASIONAL” dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan untuk penelitian ini. 2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menyetujui skripsi ini. 3. Ibu Prof. Dr. Farida Hanum, M. Si., selaku Dosen Pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi selama proses menyelesaikan masa studi. 4. Ibu Ariefa Efianingrum, M. Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingannya hingga tersusunnya skripsi ini. 5. Ibu Fourzia Yunisa Dewi, S. Pd., selaku Kepala Sekola SDIT LHI yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 6. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kedua orangtua yang selalu memberikan doa dan dukungan secara langsung maupun tidak langsung. 8. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesain tugas ini.
viii
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................
viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 8 C. Batasan Masalah ................................................................................
9
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 9 E. Tujuan Masalah .................................................................................. 9 F. Manfaat Penelitian .............................................................................
10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Implementasi Kebijakan Pendidikan .......................
11
1.
Pengertian Kebijakan ..................................................................
11
2.
Implementasi Kebijakan .............................................................
14
x
3.
Syarat Implementasi Kebijakan ..................................................
18
Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Pendidikan ................................................................. B. Deskripsi Teori Gerakan Literasi Sekolah
19
4.
1.
Pengertian Literasi ......................................................................
23
2.
Komponen Literasi ...................................................................... 27
3. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) a. Landasan Filosofis ......................................................................... 31 b. Landasan Hukum ........................................................................... 32 c. Tujuan ............................................................................................ 33 d. Ruang Lingkup ..............................................................................
33
e. Sasaran ........................................................................................... 34 f. Target Pencapaian .........................................................................
34
4. Prinsip-prinsip Literasi ....................................................................... 34 5. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah .................................. 36 6. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah ....................................................
40
C. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 44 D. Kerangka Berpikir .............................................................................. 45 E. Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 47 BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...............................................................................
48
B. Setting Penelitian ...............................................................................
49
C. Subjek dan Objek Penelitian ..............................................................
49
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 50 1. Wawancara ................................................................................... 50 2. Observasi ...................................................................................... 50 3. Dokumentasi ................................................................................
xi
50
E. Instrumen Penelitian ..........................................................................
51
F. Teknik Analisis Data .......................................................................... 52 G. Keabsahan Data .................................................................................
53
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...............................................................
55
1. Profil Sekolah ............................................................................... 55 2. Visi Misi dan Tujuan Sekolah ...................................................... 56 3. Kurikulum Sekolah ......................................................................
57
4. Jumlah Siswa dan Ruangan di SDIT LHI .................................... 60 5. Potensi Guru dan Karyawan ........................................................
61
B. Deskripsi Subjek Penelitian ...............................................................
62
1. Kepala Sekolah ............................................................................
62
2. Kepala Perpustakaan ....................................................................
62
3. Guru Kelas ...................................................................................
62
4. Perwakilan Siswa Kelas I ............................................................. 63 C. Hasil Penelitian ..................................................................................
63
1. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional ................................... 63 2. Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional ............... 86 a. Komunikasi ............................................................................ 86 b. Sumber Daya ..........................................................................
88
c. Disposisi .................................................................................
92
d. Struktur Birokrasi ...................................................................
93
xii
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional ................................................. 95 a. Faktor Pendukung .................................................................. 95 b. Faktor Penghambat ................................................................
96
D. Pembahasan ........................................................................................ 97 1.
Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional .................................. 97 2. Implemetasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional .............. 101 a. Komunikasi ............................................................................ 101 b. Sumber Daya .......................................................................... 103 c. Disposisi ................................................................................. 106 d. Struktur Birokrasi ................................................................... 107 3.
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional ................................................. 108 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................
111
B. Saran ..................................................................................................
114
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
115
LAMPIRAN ................................................................................................... 117
xiii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Pihak Pelaksana Komponen Literasi ...............................................
27
Tabel 2. Ekosistem Sekolah yang Literat ......................................................
37
Tabel 3. Tahap 1 GLS Tahap Pembiasaan ..................................................... 40 Tabel 4. Tahap 1 GLS Tahap Pengembangan ...............................................
41
Tabel 5. Tahap 1 GLS Tahap Pembelajaran ..................................................
42
Tabel 6. Tabel Kisi-Kisi Instrumen ...............................................................
50
Tabel 7. Jumlah Siswa SDIT LHI .................................................................. 60
xiv
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Kerangka Pikir .............................................................................
46
Gambar 2. Komponen Analisis Data Miles dan Huberman ..........................
53
Gambar 3. Aktivitas Morning Motivation .....................................................
65
Gambar 4. Pojok Baca di Setiap Kelas .......................................................... 67 Gambar 5. Best Reader of The Month ............................................................ 71 Gambar 6. Oktober Bulan Bahasa .................................................................
73
Gambar 7. World Book Day ........................................................................... 74 Gambar 8. Story Telling from Parent to Child ..............................................
77
Gambar 9. Mading Sekolah ...........................................................................
78
Gambar 10. Membumi (Membaca Buku Sepuluh Menit) ............................. 81 Gambar 11. Koleksi Buku di Perpustakaan ADIBA .....................................
85
Gambar 12. Matriks Program Perpustakaan .................................................. 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen ...................................................................
117
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ......................................
118
Lampiran 3. Pedoman Wawancara Kepala Perpustakaan .............................. 119 Lampiran 4. Pedoman Wawancara Guru .......................................................
120
Lampiran 5. Pedoman Studi Dokumentasi ....................................................
121
Lampiran 6. Catatan Lapangan ......................................................................
122
Lampiran 7. Hasil Studi Dokumentasi ........................................................... 127 Lampiran 8. Transkrip Wawancara Setelah Reduksi ..................................... 128 Lampiran 9. Triangulasi ................................................................................. 142 Lampiran 10. Peraturan Menteri Tentang Penumbuhan Budi Pekerti ...........
157
Lampiran 11. Jenis Biaya Pendidikan ............................................................ 165 Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian .................................................................
xvi
166
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk dapat memanusiakan manusia. Artinya diharapkan dengan proses transformasi pendidikan, manusia dapat meningkatkan seluruh potensi kognitif, afektif dan psikomotornya. Selama proses pendidikan, peserta didik memperoleh bekal pengusaan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keterampilan fungsional. Hal itu dikemas melalui kurikulum sekolah sebagai acuan kepada semua peserta didik secara tuntas. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Disebutkan juga dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Artinya pendidikan mempunyai peran penting bagi warga negara Indonesia agar tercerdaskan secara intelektual. Salah satu indikator keberhasilan dari suksesnya pendidikan yang terselenggara di Indonesia adalah dengan meningkatnya angka melek huruf pada warga Indonesia.
1
Dilansir dari kompasiana.com, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat melek huruf masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis dan reflektif. Sesungguhnya permasalahan umum dalam dunia literasi di Indonesia adalah rendahnya ikatan emosional terhadap sumber informasi salah satunya buku bacaan dan kegiatan pemanfaatan sumber informasi tersebut atau kegiatan membaca. Terkait dengan buku sebagai salah satu sumber informasi, rendahnya minat dan gairah membaca sebagian berakar dari masih kuatnya tradisi lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat Indonesia. Teknologi yang menawarkan kemudahan untuk mendapatkan informasi telah menjadi jalan pintas untuk menghindari bacaan berupa bacaan cetak. Akibatnya, pengguna teknologi sering mengalami „gagap membaca media informasi‟ yang ditandai dengan kurangnya sikap kritis dalam memilah dan
mengevaluasi
2
akurasi
informasi,
kurangnya
pemahaman terhadap informasi, atau menyalahgunakan informasi secara tidak tepat (misalnya dalam kasus plagiasi). Transisi dari tradisi lisan ke budaya literasi ini mengalami tantangan gempuran teknologi dalam bentuk popularitas media dan alat komunikasi (gadget) yang menyajikan teks dengan cara pembacaan yang unik dan berbeda sehingga membutuhkan pendekatan yang utuh dalam menguatkan literasi dasar di sekolah dasar. Dikutip dari republika.com, budaya literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Ketua Forum Pengembangan Budaya Literasi Indonesia Satria Darma mengatakan, berdasarkan survei banyak lembaga internasional, budaya literasi masyarakat Indonesia kalah jauh dengan negara lain di dunia. Hasil penelitian PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) menyatakan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca siswa kelas IV Indonesia (405) berada signifikan di bawah ratarata internasional (500). Indonesia berada pada posisi 41 dari 45 negara (negara bagian) peserta. Ia pun melansir data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen. Rendahnya budaya literasi di Indonesia membuat pendidikan di Indonesia tertinggal dari negera-negara tetangga. Menurut Badan Penelitian
dan Pengembangan Kemendikbud, kemampuan
membaca anak usia 15 tahun hanya 37,6 persen anak membaca tanpa bisa
3
menangkap makna. Dalam persoalan menulis, Indonesia hanya mampu menghasilkan 8.000 buku per tahun, tertinggal dari Vietnam yang mampu menghasilkan 15.000 buku per tahun. Masyarakat global dituntut untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan keterbaruan atau kekinian. Deklarasi Praha (UNESCO, 2003) mencanangkan information literacy, yaitu kemampuan untuk pentingnya literasi informasi (mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan sosialnya). Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada
tahun
menjelaskan
2005
(sebagaimana
bahwa
literasi
dirilis
informasi
dalam
adalah
www.unesco.org) kemampuan
untuk
melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus menerus. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengevaluasi informasi
secara
kritis,
mengorganisasikan
dan
mengintegrasikan
informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis. Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat. Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual,
4
dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi atau memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak (www.academia.edu). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mengatasi minat baca yang rendah pada siswa di Indonesia. GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. GLS dikembangkan berdasarkan 9 agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Salah satu kegiatan di dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15
5
menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sekolah
mempunyai
peran
penting
sebagai
wadah
pengorganisasian pembelajaran. Banyak anggapan mengenai Gerakan Literasi
Sekolah
(GLS)
ini
tidak
bisa
sepenuhnya
membantu
meningkatkan budaya literasi siswa. Hal ini juga disebabkan karena ketersediaan sarana dan prasarana yang berbeda di setiap sekolah. Namun hal tersebut tidak dijumpai di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional (SDIT LHI). Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional merupakan sekolah dasar yang memiliki misi mewujudkan generasi Islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan dan berwawasan global. Hal ini dapat diwujudkan apabila kegiatan pembelajaran di sekolah sudah mendukung untuk terbentuknya siswa yang memiliki wawasan yang luas dan mempunyai cara pandangan internasional. Salah satunya dengan
6
membudayakan kegiatan literasi di sekolah. Di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional sudah membiasakan budaya literasi di sekolah dengan adanya pojok baca di setiap kelas agar siswa dapat dengan mudah mengakses sumber literasi yang menunjang kebutuhan setiap siswa untuk berwawasan luas. Terdapat aktivitas “Reading Group” yang mendukung para siswa untuk meningkatkan budaya literasi. Reading Group masuk ke dalam kurikulum sekolah sehingga aktivitas membaca didukung oleh kurikulum yang menunjang hal tersebut. Teknis pelaksanaan Reading Group adalah dengan meminta siswa untuk membaca buku yang dipilih oleh siswa kemudian siswa tersebut menceritakan hasil dari bacaannya. Selain itu perpustakaan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan informasi juga banyak mengadakan kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDIT LHI telah mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan budaya literasi pada siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai “Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional” untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan tersebut dan mengetahui faktor yang mendukung serta menghambat terlaksananya program. Penelitian ini juga dapat menjadi rekomendasi khususnya pada kebijakan Gerakan Literasi Sekolah itu sendiri.
7
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang dan hasil observasi yang telah dilakukan, maka ditemukan masalah sebagai berikut: 1. Minat baca yang rendah di kalangan siswa Indonesia. 2. Teknologi
yang
menawarkan
kemudahan
untuk
mendapatkan
informasi telah menjadi jalan pintas untuk menghindari bacaan berupa tekstual dan bacaan cetak. 3. Adanya kendala sarana berupa penyediaan sumber literasi yang membuat faktor penghambat Gerakan Literasi Sekolah tidak dapat diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesi. 4. Kurangnya pemahaman sekolah mengenai kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. 5. SDIT LHI telah mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan budaya literasi pada siswa. 6. SDIT LHI dapat menjadi referensi bagi sekolah lainnya untuk mengembangkan budaya literasi di sekolah. C. Batasan Masalah Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada tataran implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional.
8
D. Rumusan Masalah Dari latar belakang serta identifikasi masalah yang telah dilakukan diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional? b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mendeskripsikan implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. 2. Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah dapat menjadi masukan atau rekomendasi bagi warga sekolah dalam meningkatkan minat baca dan budaya literasi pada siswa.
9
b. Bagi Pemerintah dapat menjadi sebuah
gambaran terkait
implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah yang sudah dirancang. c. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi cara mendidik anak agar tumbuh minat membaca. 2. Manfaat Teoritis a. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penelitian terkait implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan teori dalam pendidikan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Implementasi Kebijakan Pendidikan 1. Pengertian Kebijakan Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis. Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan. James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: (1). bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2). bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3). bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, (4). bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau
11
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5). bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif). Dalam pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Tahap-tahap yang dilakukan dalam kebijakan yaitu: a. Penyusunan agenda Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.
12
b. Formulasi kebijakan Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan. c. Adopsi kebijakan Sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan. d. Implementasi kebijakan Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusanrumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil
13
dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin. e. Evaluasi kebijakan Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan. Penelitian ini akan memotret tahapan kebijakan pada tataran implementasi.
Sehingga
penelitian
ini
akan
menggambarkan
pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. 2. Implementasi Kebijakan Terdapat banyak teori terkait implementasi kebijakan. Teori pertama adalah teori klasik, yakni teori yang perkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn ( 1975 ). Teori ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan public, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukan sebagai variabel yang memepengaruhi kebijakan publik adalah variabel: aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi; karakteristik dari agen pelaksana atau implementor, kondisi ekonomi, social dan politik, kecenderungan (Disposition) dari pelaksana atau implementor.
14
Teori kedua adalah teori yang di kembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Teori Mazmaian dan Sabatier disebut kerangka analisis implementasi (A Framework for implementation Analysis). Dalam teori ini dinyatakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi yaitu karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan atau undang-undang (ability of statute to structure implementation), dan variabel lingkungan (non statutory variables affecting implementation). Teori ketiga adalah teori Brian W. Hoodwood dan Lewis A. Gun (1978). Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat. Syarat pertama berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang di hadapi oleh lembaga atau badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar. Syarat kedua adalah apakah untuk melaksanakanya tersedia sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya waktu. Syarat ketiga apakah perpaduan sumber-sumber yang di perlukan benar-benar ada. Syarat
keempat
adalah
apakah
kebijakan
yang
akan
di
implementasikan di dasari hubungan kausal yang andal. Syarat kelima adalah seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Syarat keenam adalah apakah hubungan yang saling ketergantungannya kecil. Syarat ketujuh adalah pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
15
terhadap tujuan. Syarat kedelapan adalah bahwa tugas-tugas telah dirinci dan ditetapkan dalam urutan yang benar. Sebenarnya teori Hood Wood dan Gun mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok. Teori keempat adalah teori Mericlee S. Grindle (1980: 9). Teori Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar nya adalah bahwa setelah kebijakan di tranformasikan, maka implementasi
kebijakan
dilakukan.
Menurutnya
keberhasilan
implementasi kebijakan ditentukan oleh content of implementation dan context of implementation. Content of implementation mencakup kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, jenis manfaat yang dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, siapa pelaksana program, dan sumber daya yang dikerahkan.
Context
of
implementation
mencakup
kekuasaan,
kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap. Teori kelima adalah teori yang di kembangkan secara terpisah oleh Richard Elmore (1979), Michael Lipsky (1971), dan Benny Hjren dan David O‟ Porter (1981). Teori ini di mulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas dan kontak-kontak yang mereka miliki. Teori implementasi ini di dasarkan pada jenis kebijakan
16
publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi
kebijakanya
atau
masih
melibatkan
kebijakan
pemerintah namun hanya di tataran rendah. Oleh karena itu, kebijakan yang di buat harus sesuai dengan harapan, keinginan, publik yang menjadi target atau klien nya dan sesuai pula dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan teori ini biasanya di prakarsai oleh masyarakat, baik secara langsung atau pun lembagalembaga nirlaba kemasyarakatan (LSM) . George Edward III (1980:1) ia menegaskan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic structures. Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan kepada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana stuktur organisasi pelaksana kebijakan. Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia, hal yang berkenaan dengan
kecakapan
dari
pelaksana
kebijakan
publik
untuk
melaksanakan kebijakan secara efektif. Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Stuktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian
organisasi
birokrasi
17
yang
menjadi
penyelenggara
implementasi kebijakan public. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi missed comunication, hal ini menjadikan proses implementasi jauh dari efektif. Di Indonesia, sering disebutkan bahwa inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan. Ini merupakan contoh dari dimensi keempat yang disebutkan oleh Edward III. Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori Edward III. Dengan empat isu pokok yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. 4 hal pokok ini dapat menjadi acuan dalam penggambaran implementasi kebijakan berhasil dilaksanakan atau tidak. Peneliti merasa teori yang dikemukan oleh Edward sudah komprehensif mencakup 4 pokok yang menggambarkan implementasi sebuah kebijakan. Berbeda dengan teori-teori sebelumnya yang hanya melihat keberhasilan sebuah implementasi kebijakan dari beberapa sudut pandang. 3. Syarat Implementasi Kebijakan Putusan kebijakan dapat dilaksanakan dengan optimal jika memenuhi
berbagai
Mazmanian
persyaratan
mengemukakan
implementasi.
beberapa
Sabatier
persyaratan
dan dalam
implementasi kebijakan adalah: a.
Sasaran kebijakan harus memiliki derajat ketepatan dan kejelasan
yang
berlaku
18
secara
internal
maupun
dalam
keseluruhan program yang dilaksanakan oleh para pelaksana atau agen pelaksana. Derajat ketepatan dan kejelasan tersebut harus dapat dipahami tidak hanya pihak internal tetapi termasuk pihak eksternal pengguna kebijakan. Dengan demikian seluruh pihak dapat memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. b.
Sumber
dana
untuk
melaksanakan
kebijakan
tersebut
mencukupi. Sumber dana harus mencukupi baik keperluan gaji, staff,
analisis
teknis
dalam
pengembangan
peraturan,
administrasi perizinan, dan monitoring kebijakan. c.
Sumber daya manusia atau agen pelaksana adalah orang-orang yang memberikan dukungan terhadap kebijakan serta memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kebijakan, dengan demikian tujuan dari putusan kebijakan dapat tercapai secara optimal. Implementasi dilakukan dengan menunjuk orang-orang atau lembaga yang memiliki orientasi kebijakan yang sejalan dengan kebijakan tersebut.
d.
Perlu adanya koordinasi yang kuat antar berbagai agen atau lembaga implementor. Masyarakat harus menaruh kepercayaan kepada
pemerintah
pusat
dan
lembaga
lokal
dalam
menyelesaikan rincian program. Sosialisasi dan sanksi perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan kepada seluruh masyarakat dan pelaksana.
19
e.
Perlu dukungan dari seluruh pihak baik internal maupun eksternal. Seluruh sub unit harus dilibatkan dalam pelaksanaan kebijakan (Sudiyono, 2007: 93-97). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat yang
harus dipenuhi dalam implementasi kebijakan terdiri dari aspek kebijakan, aspek sumber dana dan sumber daya, aspek koordinasi, dan aspek dukungan. 4. Faktor
Keberhasilan
yang
Mempengaruhi
Keberhasilan
Implementasi Kebijakan Pendidikan Suatu implementasi kebijakan akan menghasilkan keberhasilan yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dan kelompok yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Arif Rohman (2009: 147) menyatakan, bahwa ada 3 faktor yang dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam implementasi kebijakan, yaitu: a. Faktor yang terletak pada rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan, menyangkut kalimatnya jelas atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah dipahami atau tidak, mudah diinterprestasikan atau tidak, dan terlalu sulit dilaksanakan atau tidak. b. Faktor yang terletak pada personil pelaksana, yakni yang menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan.
20
Termasuk dalam personil pelaksana adalah latar belakang budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian masing-masing. Semua itu akan sangat mempengaruhi cara kerja mereka secara kolektif dalam menjalankan misi implementasi kebijakan. c. Faktor yang terletak pada sistem organisasi pelaksana, yakni menyangkut jaringan sistem, hirarki kewenangan masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pemimpin organisasinya, aturan main organisasi, target masingmasing tahap yang ditetapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih. Sedangkan menurut sabatier dan Mazmanian (Sudiyono, 2007: 90100) mengemukakan adanya berbagai kondisi yang mendukung agar implementasi dapat dilaksanakan secara optimal, yaitu: a. Program harus mendasarkan diri pada sebuah kajian teori yang terkait dengan perubahan pelaku kelompok sasaran guna mencapai hasil yang telah ditetapkan. Kebanyakan pengambilan atau perumusan kebijakan didasarkan pada teori sebab akibat. Teori ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1) adanya keterkaitan antara pencapaian dengan tolak ukur atau hasil yang diharapkan, 2) khusus mengenai cara pelaksanaan kebijakan yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran. b. Undang-undang atau peraturan tidak boleh ambigu atau bermakna ganda. Dalam hal ini pemerintah harus dapat mengkaji ulang
21
produk-produk hukum. Sasaran kebijakan harus memiliki derajat ketepatan dan kejelasan, dimana keduanya berlaku secara internal maupun dalam keseluruhan program yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana. c. Para pelaku kebijakan harus memiliki kemampuan manajerial, politis dan komitmen terhadap tujuan yang akan dicapai. Para pemimpin dan perumus kebijakan dapat mengambil langkah baik pada ranah merencanakan sebuah peraturan maupun dalam pengangkatan personil baru non layanan masyarakat, guna meningkatkan
isi
dan
keterdukungan
pemimpin
terhadap
pencapaian tujuan undang-undang. d. Program harus didukung oleh para pemangku kepentingan (pemilih, perumus undang-undang, pengadilan yang mendukung). e. Prioritas umum dari sasaran perundang-undangan tidak signifikan direduksi oleh waktu dengan adanya kebijakan yang sangat darurat pada publik, atau perubahan keadaan sosial ekonomi yang sesuai dan didasarkan pada teori perundang-undangan secara teknis ataupun memperoleh dukungan publik. Oleh karenanya, disimpulkan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dari sebuah kebijakan. Melalui 2 pandangan ini, maka keberhasilan suatu implementasi kebijakan bergantung pada faktor yang ada pada rumusan kebijakan tersebut baik berupa teori yang mendukung serta dilindungi dengan
22
konstitusi yang kuat, faktor pada tataran pelaksana kebijakan, dan faktor pada sistem pengorganisasian pelaksanaan kebijakan. Jika dikaitkan dengan teori Edward, maka dalam penelitian ini akan melihat faktor keberhasilan sebuah kebijakan berdasar pada 4 isu pokok yang dijabarkan sebagai berikut: a. Kebijakan akan efektif dilaksanakan apabila komunikasi yang dilakukan merata sampai pada tataran masyarakat paling bawah. Sehingga sosialisasi yang dilakukan agen pelaksana kebijakan harus tertuju kepada seluruh element yang terlibat dalam sebuah kebijakan. b. Sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tersebut terpenuhi. Baik sumber daya manusia sebagai agen pelaksana, sampai sumber dana serta alokasi waktu khusus untuk melaksanakan kebijakan. c. Setiap agen pelaksana kebijakan mempunyai komitmen serta cakap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. d. Yang terakhir ialah berkenaan dengan struktur birokrasi dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan. B. Deskripsi Teori Gerakan Literasi Sekolah (GLS) 1. Pengertian Literasi Literasi dalam bahasa Inggris bertuliskan literacy, kata ini berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang memiliki definisi melibatkan
23
penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut: “Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturallysituated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic – not static – and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.” (Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubunga-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural).
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan kemampuan yang kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/ digunakan dalam komunitas wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-lain. Terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu
berkenaan
dengan
interpretasi,
kolaborasi,
konvensi,
pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan penggunaan
24
bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi. Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu: a. Literasi melibatkan interpretasi Penulis/ pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/ pendengar kemudian mengiterpretasikan. interpretasi penulis/ pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia. b. Literasi melibatkan kolaborasi Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan membaca/ pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai
suatu
pemahaman
bersama.
Penulis/
pembicara
memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/ dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/
pendengarnya.
Sementara
pembaca/
pendengar
mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna. c. Literasi melibatkan konvensi Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/ kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk
25
tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan aturan bahasa baik lisan maupun tertulis. d. Literasi melibatkan pengetahuan kultural. Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut. e. Literasi melibatkan pemecahan masalah. Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubunganhubungan di antara katakata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan
duniadunia. Upaya
membayangkan/
memikirkan/ mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah. f. Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri. Pembaca/ pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan
apa
yang
telah
mereka
katakan,
mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut. g. Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
26
bagaimana
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tertulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/ diskursus. Dari poin diatas maka prinsip pendidikan literasi adalah literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa. 2. Komponen Literasi Secara konsep, literasi dipahami lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di era ini, kemampuan yang dimaksud ialah sebagai literasi informasi.
Clay
(2001)
dan
Ferguson
(www.bibliotech.us)
menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Literasi Dini (Early Literacy) Yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dirumah.
27
Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar. b. Literasi Dasar (Basic Literacy) Yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis
untuk
menghitung
(calculating),
mempersepsikan
informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi. c. Literasi Perpustakaan (Library Literacy) Memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi,
memanfaatkan
koleksi
referensi
dan
periodikal,
memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan
katalog
dan
pengetahuan
dalam
memahami
menyelesaikan
sebuah
pengindeksan,
tulisan,
hingga
informasi penelitian,
ketika
memiliki sedang
pekerjaan,
atau
mengatasi masalah. d. Literasi Media (Media Literacy) Yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (radio, televisi), media
digital
(media
penggunaannya.
28
internet),
dan
memahami
tujuan
e. Literasi Teknologi (Technology Literacy) Yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, literacy)
pemahaman
yang
menggunakan
didalamnya
mencakup
komputer
(computer
menghidupakan
dan
mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoprasikan
program
perangkat
lunak.
Sejalan
dengan
membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. f. Literasi Visual (Visual Literacy) Adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan leterasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi
dan
hiburan
yang
berdasarkan etika dan kepatutan.
29
benar-benar
perlu
disaring
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan pada tabel berikut: Tabel. 1. Pihak Pelaksanaan Komponen Literasi No Komponen Literasi Pihak yang Berperan Aktif 1
Literasi Usia Dini
Orangtua dan keluarga, guru/ PAUD, pamong atau pengasuh
2
Literasi Dasar
Pendidikan Formal
3
Literasi Perpustakaan
Pendidikan Formal
4
Literasi Teknologi
Pendidikan Formal dan Keluarga
5
Literasi Media
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan sosial
6
Literasi Visual
Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah) Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen dari literasi terdiri 6 kemampuan yang berbeda dari setiap komponen literasi. Seperti literasi media yang menuntut agar siswa dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda. Berbeda dengan literasi visual yang menghendaki pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi. Hal ini membuktikan bahwa literasi tidak hanya didefinisikan sebagai aktivitas membaca dan menulis saja. 3. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya
literat
sepanjang
30
hayat
melalui
pelibatan
publik.
Berdasarkan buku panduan yang dibuat oleh Kemendikbud terkait kebijakan ini, GLS memiliki: a. Landasan Filosofis Sumpah pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing sesuai dengan keperluannya.” 1) Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional. 2) Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa, khususnya mikrokulturmikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III). 3) Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima komponen yang esensial dari literasi informasi itu adalah basic literacy, library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy.
31
b. Landasan Hukum Landasan hukun dari Gerakan Literasi Sekolah yang tertuang dalam desain induk GLS ialah: 1) Undang-Undang
Dasar
1945,
Pasal
31,
Ayat
2:
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan
serta
akhlak
mulia
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.” 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. 4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 6) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksaan
UU
Nomor
Perpustakaan.
32
43
Tahun
2007
tentang
c. Tujuan GLS mempunyai tujuan umum dan khusus, berikut ini adalah tujuan dari Gerakan Literasi Sekolah: 1) Tujuan Umum Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. 2) Tujuan Khusus a) Menumbuhkembangkan budaya literasi di Sekolah. b) Meningkatkan kapasistas warga dan lingkungan sekolah agar literat. c) Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan. d) Menjaga
keberlanjutan
pembelajaran
dengan
menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. d. Ruang Lingkup Ruang lingkup GLS berupa: 1) Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan sarana prasarana literasi).
33
2) Lingkungan sosial dan afektif (dukungan dan partisipasi aktif seluruh warga sekolah). 3) Lingkungan
akademik
(program
literasi
yang
menumbuhkan minat baca dan menunjang kegiatan pembelajaran di SD). e. Sasaran Sasaran dari GLS ini adalah pendidik, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di SD f. Target Pencapaian GLS di SD menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang: 1) Menyenangkan
dan
ramah
peserta
didik,
sehingga
menumbuhkan semangat warganya dalam belajar. 2) Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama. 3) Menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan 4) Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya. 5) Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD 4. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah Menurut Beers (2009), praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut:
34
a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling berirusan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka. b. Program literasi yang baik bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja. c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi disekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.
35
d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun Misalnya dengan menulis surat kepada presiden atau membaca untuk ibu merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna. e. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran dikelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan. f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural. 5. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy
Instruction,
menyampaikan
beberapa
strategi
menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, yaitu:
36
untuk
a. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang diseluruh area sekolah termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selai itu, karya –karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca disemua kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literasi. b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan
interaksi
seluruh
komponen
sekolah.
Hal
itu
dapat
dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik disemua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk
37
memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting disepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk fesival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orangtua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi. c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksaan
gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya
memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit
sebelum
pelajaran
berlangsung.
Untuk
menunjang
kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksaan dan keterlaksanaannya.
38
Tabel 2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik. Tabel 2. Ekosistem Sekolah yang Literat A. Lingkungan Fisik 1 Karya peserta didik dipajang disepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling). 2 Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberikan kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik. 3 Buku dan materi bacaan lain tersedia dipojok-pojok baca disemua ruang kelas. 4 Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orangtua/ pengunjung dikantor dan ruangan selain ruang kelas. 5 Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak. 6 Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah B. Lingkungan Sosial dan Afektif 1 Penghargaan terhadap peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/ bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan. 2 Kepala Sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi. 3 Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca suratsuratnya. 4 Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing 5 Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya. 6 Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi. C. Lingkungan Akademik 1 Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesment dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak
39
eksternal. 2 Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and tell presentation). 3 Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain. 4 Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksaan gerakan literasi sekolah. 5 Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan. 6 Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah. 7 Ada kesempatan pengembangan profesional tentang lietasi yang diberikan untuk staf, melalui kerjasama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain). 8 Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar. (Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah) Aspek-aspek
tersebut
adalah
karakteristik
penting
dalam
pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaanya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut. 6. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah Berikut ini tahapan Gerakan Literasi Sekolah: a. Tahap
ke-1:
Pembiasaan
kegiatan
membaca
yang
menyenangkan di ekosistem sekolah Pembiasaan ini bertujuan
40
untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik. Tabel 3. Tahap 1 GLS Tahap Pembiasaan
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah) b. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan
kemampuan
memahami
bacaan
dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan
menanggapi
Krathwol, 2001).
41
bacaan
pengayaan
(Anderson
&
Tabel 4. Tahap 1 GLS Tahap Pengembangan
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah c. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi. Kegiatan
literasi
mengembangkan
pada
tahap
kemampuan
pembelajaran memahami
bertujuan teks
dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukung
42
pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas. Tabel 5. Tahap 1 GLS Tahap Pembelajaran
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
Tahapan yang peneliti pilih ialah tahap 1 yaitu tahap pembiasaan. Karena pada tahap ini merupakan tahapan yang penting untuk menumbuhkan budaya literasi pada anak-anak. Maka peneliti akan fokus pada program sekolah yang menunjang pembiasaan budaya literasi di Sekolah.
43
C. Penelitian yang Relevan 1. Nuruls Sofa. 2010. Skripsi Universitas Indonesia: “Penerapan Literasi Informasi di Sekolah Alam Indonesia Rawa Kopi. Skripsi ini membahas tentang penerapan literasi informasi melalui penulisan proyek penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian ini membahas tentang proses penelitian yang dikaitkan dengan beberapa aspek literasi seperti pemanfaatan perpustakaannya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa langkah-langkah dalam penulisan penulisan proyek penelitian hampir sama dengan model literasi yang ada. Dari penelitian ini juga disarankan agar perpustakaan dilibatkan dalam penulisan proyek penelitian sebagai tempat sumber literasi.” 2. Yati Kurniawati. 2016. Karya Ilmiah: “Upaya Mewujudkan Sekolah Melek Literasi Melalui Gelis Batuk. Gelis Batuk merupakan program peningkatan kemampuan literasi peserta didik melalui Gerakan Literasi Sekolah Baca Tulis Karya, dengan reward hasil karya terbaik dipublikasikan oleh sekolah dalam bentuk buku kumpulan karya. Gelis Batuk dilaksanakan dengan manajemen partisipatif, kepala sekolah menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran dengan melibatkan berbagai unsur. Dengan menerapkan Gelis Batuk diharapkan dapat mewujudkan SMP Negeri 10 Salatiga sebagai Sekolah Melek Literasi. Upaya mewujudkan sekolah melek literasi melalui implementasi Gelis Batuk dilakukan dengan prosedur
44
tindakan: penguatan perpustakaan sekolah, membentuk tim literasi, sosialisasi ke seluruh warga sekolah, pelaksanaan gerakan literasi sekolah, evaluasi secara berkala, dan pemilihan karya terbaik.” Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Penilitian ini akan berfokus pada implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah disekolah dasar. Melihat bagaimana program ini dijalankan dengan berbagai faktor yang dapat mendukung maupun menjadi penghambat. Penelitian ini menjadi menarik karena akan melihat proses dibalik jalannya sebuah kebijakan yang menjadi penentu dari keberhasilan gerakan ini dalam meningkatkan budaya literasi pada siswa sekolah dasar. D. Kerangka Berpikir Kerangka pikir dari penelitian ini diawali dengan adanya 4 permasalahan mendasar pada pendidikan. Rendahnya budaya literasi siswa sekolah mendasar merupakan permasalahan terkait mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mengeluarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang kemudian diturunkan dengan kebijakan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya untuk menumbuhkan budaya literasi pada anak. Dalam implementasinya, banyak faktor yang menjadi pendukung maupun penghambat kebijakan ini diimplementasikan. Penelitian ini akan melihat bagaimana proses dari kebijakan ini dilakukan dengan melihat 4 pokok bahasan yaitu: komunikasi, sumber daya, komitmen dan struktur birokrasi dari pelaksana kebijakan tersebut
45
Permasalahan Pendidikan
Mutu Pedidikan
Pemerataan
Relevansi
Pendidikan
Pendidikan
Efektivitas dan efisiensi Pendidikan
Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan Budi Pekerti
Kemendikbud
Dinas Pendidikan Gerakan Literasi Sekolah Satuan Pendidikan/ Sekolah
Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI
1. 2. 3. 4.
Faktor Pendukung dan penghambat
Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Peningkatan Budaya Literasi Gambar 1. Kerangka Pikir
46
E. Pertanyaan Penelitian 1. Program apa saja yang diselenggarakan sekolah dalam rangka mewujudkan Gerakan Literasi di Sekolah? 2. Bagaimana pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI? a. Bagaimana komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? b. Bagaimana sumber daya dalam pelaksaan kebijakan tersebut? c. Bagaimana komitmen dari agen pelaksana kebijakan tersebut? d. Bagaimana struktur birokrasi dari kebijakan tersebut? 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI?
47
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Suharsimi (2005: 234) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Bogdan dan Taylor
(1975) dalam
Lexy J. Moleong (2005: 4)
mendefinisikan metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan fenomena yang terjadi di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berusaha untuk memdeskripsikan sebuah fenomena dimana peneliti melakukan penelitian. Dengan
demikian
penelitian
ini
akan
mendeskripsikan
implementasi Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. Dari hasil penelitian tersebut
akan
diperoleh data mengenai implementasi Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional.
48
B. Setting Penelitian Setting dalam penelitian ini adalah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional yang beralamat di Jl. Karanglo, Jogoragan, Banguntapan Bantul, Yogyakarta. Peneliti akan fokus pada jenjang sekolah dasar tingkah bawah (kelas 1 dan kelas 2) karena pada tingkatan ini adalah tingkatan untuk menumbuhkan pembiasaan kepada siswa. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Desember 2016 sampai dengan Januari 2017. Penentuan waktu mempertimbangkan fokus penelitian dan kemampuan peneliti dalam menginterprestasikan sebuah fenomena. Dengan penjabaran proses penelitian yang diawali dari koordinasi dengan pihak sekolah baik kepala sekolah, guru, dan warga sekolah yang lain. dilanjutkan dengan melakukan tahap observasi pertama, observasi kedua, dan seterusnya kemudian diakhiri dengan pemeriksaan hasil penelitian. C. Subyek dan Obyek Penelitian Dalam hal ini yang menjadi subyek penelitian adalah warga sekolah yang meliputi kepala sekolah, kepala perpustakaan sekolah, Kadiv. Akademik dan Kurikulum yang menjabat juga sebagai guru kelas I, dan beberapa siswa kelas I. Sedangkan obyeknya adalah situasi sosial dan interaksi sosial yang menggambarkan implementasi Gerakan Literasi Sekolah.
49
D. Teknik pengumpulan data Dalam
mengumpulkan
data-data
dilapangan
peneliti
akan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara, observasi dan dokumentasi yang biasa disebut dengan trianggulasi data. Trianggulasi data adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada (Sugiyono, 2007: 194). Teknik pengumpulan data berupa: 1.
Wawancara Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan semistruktur, yaitu untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapatnya, dan ide-idenya. Wawancara akan dilakukan pada sebagian anggota di sekolah seperti kepala sekolah,kepala perpustakaan, dan subjek penelitian lainnya untuk menggali informasi terkait implementasi gerakan literasi di sekolah. Peneliti akan mewawancarai kepala sekolah tentang implementasi gerakan giterasi di sekolah.
Peneliti juga akan
mewawancarai kepala perpustakaan dan guru untuk menggali informasi peran mereka dalam pengimplemtasian kebijakan tersebut. 2.
Observasi Observasi akan dilakukan untuk mengamati implementasi gerakan literasi yang berkembang di sekolah, maupun
tentang
program-program
artefak yang mendukung, yang
menunjang.
Peneliti
menggunakan observasi partisipatif aktif yaitu observasi yang diikuti
50
oleh peneliti sesuai apa yang dilakukan oleh narasumber tetapi belum sepenuhnya lengkap. 3.
Dokumentasi Dokumentasi ini dilakukan untuk memperkuat data mengenai implementasi gerakan literasi di sekolah. Dokumentasi ini berupa dokumen, foto, video, dan data-data yang ada di sekolah. Dokumentasi tersebut digunakan sebagai suatu bukti data yang mendukung pengamatan peneliti dilapangan.
E. Instrumen Penelitian Instrumen dari penelitian kualitatif adalah si peneliti itu sendiri. Peneliti kualilatif sebagai human instrument memiliki fungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan dari temuannya (Sugiyono, 2013). Namun peneliti juga harus menggunakan pedoman dalam mengumpulkan sebuah data. Baik itu pedoman wawancara maupun pedoman studi dokumen yang membantu peneliti dalam mengumpukan data dilapangan. Oleh karena itu, peneliti menyusun kisi-kisi instrumen untuk menjadi landasan dan membantu peneliti dalam pengumpulan data. Berikut ini kisi-kisi yang dibuat oleh peneliti: Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Penelitian No Aspek yang Diteliti 1 Implementasi Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional
51
Teknik Studi dokumentasi dan wawancara
a. Program
berdasarkan
putusan
kebijakan b. Sosialisasi Kebijakan c. Sumber daya manusia yang terlibat d. Alokasi anggaran dan waktu dalam pelaksanaan kebijakan e. Komitmen dari agen pelaksana f. Struktur Birokrasi 2
Faktor
pendukung
dan
penghambat
implementasi Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional a. Faktor
pendukung
implementasi
Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al
Wawancara
Hakim Internasional b. Faktor penghambat implementasi Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional
F. Teknik Analisis Data Data penelitian dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan model kualitatif dari Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2007: 337) sebagaimana lazim digunakan adalah:
52
1.
Reduksi Data (Data Reduction) Peneliti memilih data yang relevan, penting dan bermakna, dan data yang tidak berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Lalu menyederhanakan dengan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data.
2.
Sajian Deskripsi Data (Data Display) Menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian deskriptif dapat diwujudkan dalam narasi. Alur sajiannya sistematik.
3.
Penyimpulan/ Penarikan Kesimpulan (Conclusion/Verification) Penarikan kesimpulan atas apa yang disajikan merupakan intisari dari analisis yang memberikan pernyataan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
data model Miles dan Huberman. Adapun model analisis data Miles dan Huberman (1992: 20) dapat digambarkan sebagai berikut: Data collection Data display
Data reduction Conclusions: drawing/ verifying
Gambar 2. Komponen Analisis Data (Interactive Model) Miles & Huberman
53
G. Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan sebuah data, diperlukan teknik dalam pemerikasaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong (2005: 330) ada 4 kriteria yang dapat digunakan untuk menetapkan keabsahan data: 1) Kredibilitas,
2) Transferbilitas, 3)
Dependendabilitas, 4) Confirmabilitas. Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data dalam menguji kredibilitas data. Lexy J. Moleong juga menjelaskan
triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi metode dan sumber data. Triangulasi metode menekankan penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapannya. Cara yang dilakukan dapat dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara serta studi dokumentasi yang dilakukan. Sedangkan triangulasi sumber menekankan penggunaan metode yang sama pada sumber yang berbeda. Cara yang dilakukan untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi sumber adalah menggunakan teknik wawancara dengan tema yang sama pada sumber yang berbeda
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Profil Sekolah Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember 2016 sampai dengan Januari 2017. Lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional yang terletak di Jalan Karanglo, Jogoragan, Bangutapan Bantul, Provinsi Yogyakarta. SDIT LHI berdiri diatas tanah wakaf milik dewan dakwah Qatar serta dibawah Yayasan Mecca Foundation. Secara umum, struktur pengurus yayasan adalah sebagai berikut: Dewan Pembina Yayasan
: Sukamta, Ph. D (ketua) Cholid Mahmud, S. T., M. (anggota) Drs. H. Sunardi Syahuri (anggota)
Pendiri Yayasan
: Dr. Mujidin, M. Si
Ketua Yayasan
: Dr. Mujidin, M. Si
Sekretaris Yayasan
: Koesmarwanti, M. Pd., M.A
Bendahara Yayasan
: Ahmad Tawfiequrrahman Y, D.Eng
Divisi SDM
: Dr. Siti Urbayatun
Divisi Kurikulum
: Diana Setiawati, Ph. D
Ketua BPH
: Ady Purwanto, S. Pd
Pengawas
: Dr. Dadan Rosana, M. Si Dr. Muhammad K. Herliansyah
55
Sedangkan struktur manajemen sekolah ialah sebagai berikut: Dewan Sekolah
: Surono Achmad, S. Pd
Kepala Sekolah
: Fourzia Yunisa Dewi, S. Pd
Kadiv. Akademik & Kurikulum : Mulatiningsih, S. Pd Kadiv Kerumahtanggaan
: Kentri Layun Kinayungan, S. Psi
SDIT Lukman Al Hakim didirikan atas dasar kemerosotan moral yang terjadi saat ini. Generasi Islam semakin hari semakin jauh dari nilai-nilai keislaman padahal tantangan abad ke 21 semakin kompleks dan dinamis. SDIT Lukman Al Hakim yang kemudian disingkat SDIT LHI berdiri pada tanggal 18 November 2007 dengan mengembangkan konsep baru berupa pendidikan yang integral holistik berbasis nilainilai ke-Tauhid-an. Peserta didik tidak hanya mempelajari tentang Islam tetapi siswa akan dididik menjadi seorang muslim yang Kaffah (menyeluruh). Peserta didik juga dibekali dengan attitude (sikapsikap),
skills
(kecakapan-kecakapan),
dan
knowledge
(ilmu
pengetahuan) yang dibutuhkan untuk menjawab peluang dan tantangan abad ke 21. 2. Visi Misi dan Tujuan Sekolah SDIT Lukman Al Hakim Internasional memiliki keunggulan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student center). LHI juga menggabungkan pembelajaran yang relevan dengan kehidupan yang nyata menggabungkan antara teori dan praktek ilmu dan amal. Pendidikan nilai yang ditanamkan di SDIT LHI berorientasi pada
56
pengembangan kepribadian dan karakter. SDIT LHI memiliki Visi “Terwujudnya Generasi Islami yang Memiliki Karakter Kuat, Menguasai
Dasar-Dasar
Keilmuan, Dan Berkontribusi
Untuk
Kebaikan Dunia”. Dengan misi mewujudkan generasi Islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan dan berwawasan global. kemudian dijabarkan dengan tujuan sebagai berikut: a. Siswa mengenal serta mencintai Allah dan ciptaan-Nya dalam berfikir, merasa dan bertindak. b. Siswa meneladani Rasul dalam menjalankan hidup, memegang teguh integritas, dan berakhlak Islami. c. Siswa mempunyai keterampilan belajar, mencintai belajar dan mampu menyelesaikan masalah. d. Siswa sehat lahir batin agar bisa istiqomah menjalankan perannya. e. Siswa pandai berkomunikasi, bekerjasama untuk meraih cita-cita bersama. f. Siswa menjadikan Islam sebagai identitas dirinya dan gaya hidupnya. g. Anak peduli pada sesama, amanah dan siap melayani umat. 3. Kurikulum Sekolah Kurikulum di SDIT LHI memadukan National Curriculum of UK dan kurikulum Nasional (Kemendikbud) serta konsep pendidikan integral holistik yang dikembangkan oleh praktisi pendidikan asal
57
USA DR. Dawud Tauhidi. Kurikulum yang diterapkan di SDIT LHI dibangun dengan seven education standart yaitu spiritual, moral, intelectual, physical, interpersonal, cultural and social literacy. Hal ini yang menjadikan SDIT LHI berbeda dengan sekolah dasar lainnya. Para guru pun dituntut untuk terus belajar agar dapat mendapatkan hasil pendidikan seperti apa yang diharapkan. Sekolah juga merancang proses belajar dengan menekankan proses pembelajaran pada 7M, yaitu: a. Mengagumi Siswa mengagumi tanda-tanda kebesaran Allah dalam objek pembelajaran sebagai cara mengasah kecerdasan spiritulanya. b. Menghayati Siswa menghayati peran dirinya di hadapan Allah sebagai hamba dan sebagai khalifah pemelihara alam semesta sehingga tertanam sifat kerendahan hati, mengetahui dan memahami peran dirinya di dalam penciptaan atau kejadian yang Allah tentukan, sebagai cara mengasah kecerdasan moralnya. c. Meneliti Siswa mengasah kecerdasan intelektualnya dengan melakukan proses pembelajaran discovery. Siswa belajar bagaimana belajar, mencintai belajar dan mempunyai kecakapan untuk menemukan solusi masalah.
58
d. Mendalami Siswa merealisasikan pemahaman baru dengan mempraktikannya dalam karya nyata sebagai cara mengasah kecerdasan fisiknya. e. Mengkolaborasi Menekankan pada aspek perkembangan emosi dan interpersonal siswa dengan tujuan agar mempunyai interaksi yang baik. Siswa melakukan proses pembelajaran kooperatif, diskusi kelompok, dan komunikasi lisan ataupun tulisan. f. Mengaktualisasi Mampu mengambil pelajaran dari masa lampau, menjalankan kehidupan dengan baik dimasa sekarang, mempunyai visi yang jelas dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Cara siswa mengaktualisasi hasil pemahaman barunya dan mempromosikan hasil temuannya kepada oranglain. g. Memberi Melayani Allah dengan melayani alam. Dimulai dari mengasah rasa keadilan dan perdamaian, pelayanan yang baik, dan dapat menjadi contoh atau teladan. Kurikulum serta proses belajar yang dirancang tersebut bertujuan agar dapat mencapai visi, misi, serta tujuan sekolah. Peningkatan budaya literasi pun menjadi fokus dari SDIT LHI dalam pembelajarannya. Bahkan sekolah membuat kebijakan terkait buku bacaan siswa. Sekolah sangat mendorong siswa untuk cinta membaca
59
dengan memberikan fasilitas buku bacaan yang baik untuk siswa di perpustakaan sekolah. Sekolah memberikan rekomendasi buku yang memenuhi kriteria living book untuk dibaca oleh siswa. Kriteria living book diantaranya buku mempunyai ilustrasi yang baik dan menstimulus cita rasa keindahan pada diri anak. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sastrawi bukan bahasa gaul atau bahasa pasaran, dan isi bacaan menumbuhkan motivasi positif, membawa pesan moral yang baik dan menumbuhkan motivasi positif, membawa pesan moral yang baik dan menumbuhkan inspirasi atau gagasan. Sekolah tidak merekomendasikan buku yang berbau melenceng dari akidah. Contohnya ialah penghambaan pada ramalan maupun sihir. Disini sekolah tidak sendirian untuk mewujudkan itu semua. Orangtua mempunyai
peran penting untuk memperhatikan buku
yang
dikonsumsi oleh anak. Orangtua diharapkan dapat mensortir buku yang dibaca oleh anak. Secara lengkap akan dipaparkan kebijakan terkait literasi pada sub bab hasil penelitian dan pembahasan. 4. Jumlah Siswa dan Ruangan di SDIT LHI Pada tahun ajaran 2016/2017 SDIT LHI memiliki siswa sebanyak: Tabel 7. Jumlah siswa SDIT Lukman Al Hakim Internasional Jumlah Kelamin Kelas Jumlah Laki-laki Perempuan I.A 11 9 20 I.B 10 10 20 I.C 10 11 21 II.A 15 11 26 II.B 15 11 26 III.A 15 11 26
60
III.B 14 IV.A 13 IV.B 13 V.A 14 V.B 13 VI.A 10 VI.B 10 TOTAL 163 (Sumber: Dokumentasi SDIT LHI)
12 13 13 9 11 14 14 149
26 26 26 23 24 24 24 312
Sekolah ini memiliki 13 ruang kelas untuk paralel II-VI serta tiga kelas untuk kelas I. Selain itu terdapat pos satpam, kantor, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, perpustakaan, ruang rapat, ruang guru, masjid, ruang UKS, lapangan upacara, lapangan olahraga, dining room, dapur, area ketangkasan, serta ruang bimbingan dan konseling. 5. Potensi Guru dan Karyawan Sekolah tentu memiliki potensi baik dari guru maupun karyawan. Hasil penelitian menunjukkan adanya tenaga pengajar/guru di SDIT LHI berjumlah 44 orang. Jumlah ini sudah termasuk kepala sekolah, wali kelas, dan guru bidang studi tambahan, seperti BTHCQ (Baca Tulis Huruf Chot Al Quran). Masing-masing kelas terdapat 2 guru berupa guru wali kelas dan pendamping. Kaulifikasi pendidikan tenaga pengajar/guru di SDIT LHI adalah lulusan S1. Jumlah karyawan yang ada di SDIT LHI adalah 16 orang. Jadi, jumlah guru dan karyawan sebanyak 60 orang. Guru dipilih melalui beberapa tahapan seleksi. Kepala sekolah biasanya memprioritaskan mereka yang baru saja menyelesaikan studinya untuk mendapatkan gelar sarjana. Hal ini dikarenakan fresh graduate masih memiliki idealisme dan semangat
61
menyesuaikan perkembangan jaman. Seleksi ini dilakukan agar mendapatkan guru yang profesional dan selalu memiliki komitmen serta semangat belajar. B. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Kepala Sekolah Setelah melalui tahap observasi dan wawancara, subjek penelitian awal adalah Kepala Sekolah. Kepala Sekolah SDIT LHI ini berinisial FY berstatus guru tetap dan juga mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris. Latar belakang pendidikan FY ini adalah sarjana pendidikan dengan lebih spesifik berasal dari pendidikan bahasa Inggris. FY sudah menjabat menjadi kepala sekolah selama 2 periode. 2. Kepala Perpustakaan Kepala Perpustakaan ADIBA ini berinisial RI. RI telah lama menjadi kepala perpustakaan dengan riwayat pendidikan S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan di Internasional Islamic University Islamabad Pakistan untuk meraih gelar S2. RI mendapatkan ilmu tentang pengelolaan perpustakaan dari diklat-diklat serta bimbingan teknis yang beliau ikuti. 3. Guru Wali Kelas I sekaligus sebagai Kadiv. Akademik dan Kurikulum Subjek selanjutnya ialah guru wali kelas I. Peneliti memilih untuk mewawancarai MT yang berstatus sebagai wali kelas IC. Selain menjadi wali kelas, beliau juga menjadi Kadiv. Akademik dan Kurikulum. Pemilihan subjek ini bukan tanpa alasan, karena ada
62
beberapa program yang terintegrasi dari divisi akademik dan kurikulum. MT sendiri merupakan lulusan sarjana pendidikan agama Islam. 4. Siswa Peneliti memilih 2 siswa dari kelas I yang akan menjadi subjek penelitian. Siswa dimintai keterangannya terkait pengalaman dan kesan yang diperoleh terkait program-program yang telah dipaparkan oleh subjek penelitian diatas. Terpilihlah DF dan CC sebagai subjek penelitian. C. Hasil Penelitian 1. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI ini kemudian diturunkan dengan berbagai program, yaitu: a. Reading Group Aktivitas Reading Group masuk kedalam kurikulum pembelajaran bahasa. Program ini merupakan kegiatan siswa untuk mengasah kemampuan membaca. Reading Group dilakukan didalam kelas dengan membagi siswa untuk berkelompok. 1 kelompok dalam terdiri dari 5-6 siswa. Aktivitas yang dilakukan adalah setiap siswa diminta untuk membaca buku yang telah dipilihnya. Buku-buku yang menjadi referensi yaitu buku yang bercirikan: karakter kuat, sastra yang bagus, dan ilustrasi yang
63
hidup. Setelah siswa selesai membaca, kemudian siswa diminta untuk menceritakan kembali isi buku yang telah dibacanya. Terlihat bahwa aktivitas reading group mengajak siswa untuk membaca dan dapat mengambil makna dari apa yang dibacanya. Melalui
program
ini, diharapkan siswa
mampu memiliki
kemampuan membaca tingkat tinggi. FY juga menyampaikan: “Dibentuknya Reading Group di kelas untuk menunjang pembelajaran bahasa di kelas”. (FY/11/1/2017)
MT sebagai wali kelas dan Kadiv Akademik dan Kurikulum juga menyampaikan bahwa: “karena sekolah kita memakai kurikulum UK dimana reading comprehension adalah salah satu target capaiannya, maka kami tim akademik dan kurikulum memutuskan untuk membuat program reading group. Supaya anak-anak juga gak bosen kalau belajarnya dari kawan-kawannya sendiri”. (MT/11/1/2017)
Dari hasil pengamatan pun siswa terlihat sangat senang dan antusias ketika mendengarkan cerita dari hasil bacaan teman yang lain. Anak-anak juga menyampaikan isi buku dengan gayanya masing-masing yang mudah dipahami dengan teman sebayanya. b. Morning Motivation Sama halnya dengan program reading group, morning motivation juga terintegrasi dalam kurikulum pembelajaran seluruh siswa. Aktivitas ini dilakukan setiap pagi selama 30 menit sebelum para siswa memulai aktivitas belajar mengajarnya. Kegiatan ini
64
berupa cerita inspiratif untuk memberikan motivasi positif kepada siswa disetiap pagi. Cerita inspiratif bisa berasal dari buku, pengalaman, maupun sumber literasi yang lain. Bahkan aktivitas morning motivation ini mendapat pujian dari pihak luar sehingga memunculkan ide bahwa aktivitas morning motivation akan dibukukan. Sejalan dengan apa yang disampaikan FY: “kemarin ada yang menyampaikan, ini kegiatan nya bagus nih. Inspirasinya segar terus. Coba dibuatkan project untuk guru menulis buku”. (FY/11/1/2017)
Itu yang menjadi motivasi FY untuk mencoba membuat buku yang terinspirasi dari kisah-kisah yang disampaikan dikegiatan morning motivation. Sedangkan MT menyebutkan: “kegiatan morning motivation sebenarnya bukan hanya memberikan motivasi aja, tapi juga biasa untuk menyelesaikan beberapa insiden-insiden di kelas. Misalnya ada yang lagi marahan karna botol minumnya tumpah kesenggol temennya. Nah nanti saya selaku wali kelas akan memasukkan materi itu di morning motivation. Jadi suasana belajarnya gak melulu dari buku, tapi juga bisa dari pengalaman”. (MT/11/1/2017)
Aktivitas morning motivation tergambar seperti berikut: Gambar 3. Aktivitas Morning Motivation
65
Anak-anak duduk dengan posisi siswa laki-laki di depan dan siswa perempuan di belakang. Aktivitas pada kejadian digambar tersebut adalah untuk memberikan motivasi kepada siswa yang tidak menggunakan seragamnya. Guru menyampaikan bahwa Rasulullah menyukai keindahan dan kerapihan, sehingga anak-anak yang meneladani Rasulullah, ia anak yang excelent dan ia berhak mendapatkan bintang. Pemberian bintang di kelas adalah bentuk penghargaan kepada siswa yang telah menjadi contoh dan mendengarkan apa yang diminta oleh wali kelas. Di akhir kegiatan ini, terlihat salah satu siswa laki-laki membantu temannya yang belum
mengenakan
seragam
untuk
segera
mengenakan
seragamnya. c. Mini Library atau Pojok Baca disetiap Kelas Program ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sumber literasi di sekolah. Penyediaan sumber bacaan yang dapat diakses di kelas dengan membuat pojok baca bagi anak yang diletakkan di pojok setiap kelas. Anak-anak diperkenankan untuk membawa buku dari rumah dan meletakkannya di pojok baca kelasnya agar teman-teman yang lain dapat melihat dan membacanya. Program ini bertujuan agar anak-anak dekat dengan buku sebagai sumber literasi. Hal ini juga senada dengan yang disampaikan oleh FY: “anak-anak membawa buku dari rumah kemudian ditaro di rak bukunya itu, kemudian yang lain juga boleh baca. Itu
66
termasuk mini library juga untuk program penunjang literasi biar anak-anak dekat dengan buku. Tidak hanya bisa membaca tapi juga senang dengan buku”. (FY/ 11/1/2017) Gambar 4. Pojok Baca di Setiap Kelas
Dari hasil pengamatan, buku yang tersedia di pojok baca tidak mencapai jumlah siswa disetiap kelas. Keadaannya pojok baca dibeberapa kelaspun terlihat tidak terawat. Bahkan tidak terlihat siswa menghampiri pojok baca ketika waktu istirahat. Peneliti mencoba untuk bertanya kepada guru kelas tentang program ini, kemudian MT menjawab: “program pojok baca ini sebenernya belum berjalan maksimal. Karena guru kelas di kelas I ada 2 orang tapi tugas kami sudah cukup banyak. Yang pertama terkadang belum sempat untuk cek buku-buku yang dibawa siswa ke sekolah itu adalah buku yang standar atau tidak, terus juga dari sekolah belum ada sanksi tegas untuk siswa yang belum membawa buku untuk nantinya diletakkan dipojok baca ini”. (MT/11/1/2017)
67
d. Pengadaan Perpustakaan sebagai Sumber Literasi Perpustakaan SDIT LHI bernama ADIBA Library dengan motto perpustakaan “Today a Reader tomorrow a Leader”. Perpustakaan ini tidak terpisahkan dari misi sekolah untuk mendukung kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. Sehingga perpustakaan ini memiliki tujuan: 1). Menumbuhkembangkan minat baca tulis siswa, guru serta karyawan sekolah, 2). Mengenalkan teknologi informasi dengan bimbingan dari para guru, 3). Membiasakan para siswa untuk percaya diri dalam mengakses informasi secara mandiri, 4). Mampu memupuk bakat dan minat civitas akademik. Selain memiliki tujuan, perpustakaan ADIBA memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1) Perpustakaan
berfungsi
sebagai
sarana
pendidikan.
Perpustakaan menyediakan bahan informasi yang dikelola perpustakaan dan dimanfaatkan dalam aktivitas sekolah sebagai proses pendidikan secara mandiri. Bahan informasi yang dikelola dapat berupa buku teks, majalah, buku ajar, kumpulan karya siswa, kumpulan karya guru, dan lainnya. Sehingga seluruh element sekolah dapat memanfaatkan sumber ini sebagai sarana pendidikan. 2) Perpustakaan berfungsi sebagai tempat belajar. Dari hasil penelitian, didapat bahwa perpustakaan dapat juga digunakan
68
sebagai tempat melakukan kegiatan belajar mandiri atau belajar kelompok. 3) Perpustakaan memiliki fungsi penelitian sederhana. Melalui perpustakaan, para siswa dan guru dapat menyiapkan dan melaksanakan
penelitian
sederhana.
Para
guru
dapat
mengarahkan siswa untuk mencari tema-tema penelitiaan melalui
sumber-sumber
informasi
di
perpustakaan.
Di
perpustakaan juga dapat dilakukan kajian dan penelitian literer pada topik-topik tertentu sehingga penelitian tidak hanya dilakukan di laboratorium saja. 4) Perpustakaan memiliki fungsi sebagai tempat pemanfaatan teknologi informasi. Perpustakaan dimanfaatkan sebagai media aplikasi teknologi informasi seperti internet dan media CD yang disedikan oleh perpustakaan dengan pengawasan guru. 5) Berdasarkan hasil penelitian, perpustakaan ini juga berfungsi sebagai kelas alternatif. Perpustakaan menyediakan ruang baca yang dapat digunakan sebagai ruang kelas cadangan subjek tertentu dan ruang pertemuan. 6) Perpustakaan
sebagai
fungsi
rekreasi.
Perpustakaan
dimanfaatkan pengunjung untuk mengembangkan minat kreasi pengguna melalui berbagai bacaan dan pemanfaatan waktu senggang. Hal tersebut yang mendasari di perpustakaan ini
69
memiliki koleksi mainan yang dapat menunjang berbagai kegiatan kreatif serta hiburan yang positif. Selain memiliki tugas dan fungsi, perpustakaan ADIBA juga memiliki program khusus yang menunjang kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. Seperti apa yang disampaikan oleh FY saat diwawancarai: “Di perpustakaan juga banyak program-program yang menarik untuk menggalakan kegiatan literasi siswa di perpustakaan juga banyak program-program yang menarik untuk menggalakan kegiatan literasi siswa”. (FY/ 11/1/2017)
Berikut ini adalah program yang dibuat oleh pihak perpustakaan: 1) Best Reader of The Month Program ini merupakan pemberian penghargaan bagi siswa yang rajin mengunjungi dan membaca di perpustakaan setiap bulannya. Foto siswa akan ditampilkan dan akan disebutkan diupacara bendera sebagai bentuk motivasi bagi siswa yang mendapat penghargaan dan juga untuk siswa yang lain agar tumbuh semangat membaca di perpustakaan. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data pengunjung perpustakaan ADIBA. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara berturut-turut. Hal ini disebabkan tujuan dari pemberian penghargaan ini untuk memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber literasi. Peneliti mewawancarai CC yang pernah
70
mendapat predikat Best Reader of The Month dibulan sebelumnya. Ia menyampaikan: “seneng keperpustakaan. Aku sukanya baca sama tementemenku. Soalnya deket dari kelas”. (CC/17/1/2017)
Berikut ini adalah dokumentasi dari program Best Reader of The Month selama 1 tahun. Info ini ditempel didepan perpustakaan sehingga mudah dilihat oleh siswa. Gambar 5. Best Reader of The Month
2) Books Lover Penghargaan yang diberikan kepada siswa yang memiliki predikat peminjam buku terbanyak di perpustakaan ADIBA. Penghargaan ini sama halnya dengan program Best Reader of The Month yang diadakan selama satu bulan satu kali. Tujuan dari progam ini juga untuk meningkatkan minat baca buku siswa bukan hanya di perpustakaan atau di sekolah saja, tapi memiliki
71
minat baca juga di rumah. Untuk menentukan pemenang ditiap bulannya, dilihat dari data peminjaman buku perpustakaan ADIBA. Setiap anak tidak akan mendapat penghargaan secara berturut-turut. Hal ini disebabkan oleh tujuan dari pemberian penghargaan ini ialah untuk memberikan motivasi membaca siswa dengan mendatangi perpustakaan sebagai sumber literasi. Program ini sama dengan Best Reader of The Month. 3) Oktober Bulan Bahasa Dari namanya tentu program ini dilaksanakan pada bulan Oktober setiap tahunnya. Program ini sudah terselenggara sebanyak 3 kali. Program ini biasanya dilaksanakan dengan mengadakan lomba-lomba yang disesuaikan dengan levelnya masing-masing berdasarkan tahun kelas. Perlombaan yang biasa diselenggarakan yaitu seperti lomba membaca puisi, lomba cerpen, lomba pidato. Kegiatan pada Oktober Bulan Bahasa ini pustakawaan menjalin kerjasama dengan guru-guru kelas dan wali kelas siswa. Kegiatan ini bertujuan agar anak-anak memiliki kemampuan berbahasa dan menulis yang baik. Program ini wajib diikuti oleh seluruh kelas dari kelas I sampai dengan kelas VI. Perpustakaan akan bekerjasama dengan guru kelas, guru bahasa, dan juga bersama divisi akademik dan kurikulum untuk menyelenggarakan agenda tersebut. walaupun dalam perjalanannya, pihak perpustakaan yang akan menjadi
72
pelaksana teknis kegiatan ini. Yang akan menjadi juri adalah guru-guru yang memang berkompeten dibidangnya. Setiap tahunnya, hasil karya siswa dari program Bulan Bahasa ini akan dibukukan seperti terdapat pada gambar berikut: Gambar 6. Oktober Bulan Bahasa
4) World Book Day Program
ini
biasa
dilakukan
dibulan
Mei
untuk
memperingati hari buku sedunia. Program ini berisikan kegiatan story telling, wakaf buku, dan membaca buku sepuluh menit. Berikut ini adalah dokumentasi dari program World Book Day.
73
Gambar 7. World Book Day
5) Wakaf Buku Wakaf
buku
adalah
salah
satu
program
khusus
perpustakaan ADIBA untuk pemenuhan sumber literasi di perpustakaan. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari program World Book Day. Secara rinci kegiatan ini adalah penerimaan buku dari donatur (dapat berupa perusahaan/orangtua/dll). Tentu buku yang boleh diwakafkan ialah buku yang sesuai dengan standar yang ditentukan pihak sekolah. Para donatur dapat mewakafkan buku ke LHI dengan mudah. Donatur dapat datang
74
secara langsung atau mendelegasikan perwakilan untuk mengisi blanko kesediaan wakaf. 6) Story Telling Program ini juga merupakan serangkaian dari program World Book Day. Kegiatan Story Telling ini dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu: a) Story Telling Class Kegiatan ini dilakukan oleh guru kelas dengan menggunakan fasilitas perpustakaan berupa tempat dan sumber bacaan yang akan digunakan. Dalam kegiatan story telling class, siswa-siswa dituntut untuk percaya diri bercerita didepan kelas. Kegiatan ini serupa dengan program
reading
group,
hanya
saja
aktivitasnya
dilakukan diluar kelas dan dihadapan teman-teman sekelas. Story telling class tidak rutin dilaksanakan dan tidak mempunyai jadwal yang tetap. Jika dirasa siswa mulai bosan belajar di kelas dengan pelajarannya, maka story telling menjadi alternatif kegiatan. b) Story Telling Librarian Story Telling Librarian merupakan kegiatan yang dilakukan pustakawan kepada siswa. Peran pustakawan disini
lebih
mengarah
kepada
teacher
librarian.
Pustakawan sewaktu-waktu akan mengadakan kegiatan
75
bercerita dengan tema tertentu sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan sekolah. Kegiatan ini tidak diwajibkan untuk kelas tertentu. Kegiatan ini diperuntukkan untuk mereka yang sedang berkunjung di perpustakaan dan ingin mendengarkan cerita yang disampaikan oleh pustakawan. c) Story Telling from Parent to Child Program Story telling from Parent to Child adalah kegiatan bercerita yang dilakukan oleh wali siswa didepan anaknya dan teman-teman sekelasnya. Muatan cerita yang disampaikan oleh wali siswa adalah hal yang dapat
memotivasi siswa. Pelaksanaan kegiatan ini
dilakukan pada saat World Book Day dan pustakawan menjalin kerjasama dengan wali siswa serta guru. Bagi orangtua yang berminat dapat mengisi blanko partisipasi yang sudah disiapkan pihak sekolah atau menghubungi guru atau pustakawan secara langsung mengenai waktu dan tema apa yang akan dibawakan. Sekolah akan menyediakan bingkisan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada wali siswa yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya. Kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan pihak sekolah dengan orangtua dan memberikan peran kepada mereka.
76
Gambar 8. Story Telling from Parent to Child
Saat peneliti melakukan penelitian, terdapat 2 wali siswa yang bersedia untuk bercerita kepada anak-anak. Ia adalah kakak dari salah satu siswa kelas 1 yang bersekolah di LHI dan memiliki
pengalaman
bersekolah
di
Australia.
Beliau
menceritakan bagaimana kondisi Australia dan membawa bukubuku yang menggambarkan Australia. Siswa terlihat antusias dan
memperhatikan
betul
apa
yang
disampaikan
oleh
narasumber. Terlebih ketika narasumber menunjukkan buku dimana buku itu berisikan gambar-gambar tentang Australia. Diakhir kegiatan narasumber bertanya kepada siswa terkait apa yang telah diceritakannya. 7) Mading Program
ini
merupakan
upaya
penyediaan
sumber
informasi yang mudah diakses di luar perpustakaan berupa majalah dinding. Mading ini berisi informasi kegiatan dari perpustakaan dan isu-isu yang mengundang value untuk siswa.
77
Mading dibuat oleh pustakawan dengan desain yang menarik. Mading dipasang tepat di depan perpustakaan. Berikut ini adalah mading yang telah dibuat: Gambar 9. Mading Sekolah
Informasi yang disajikan di mading sekolah adalah seputar kegiatan dan informasi yang bersifat edukasi. Pada bulan ini, mading berisikan informasi kegiatan world book day dimana didalamnya terdapat dokumentasi kegiatan wakaf buku, story telling, dan kegiatan perpustakaan lainnya. Sisi sebelahnya dimuat informasi edukasi tentang makanan yang sehat. Bahasa yang disampaikan di mading ini pun sangat mudah dicerna oleh siswa dan tampak siswa tertarik untuk melihat mading tersebut. 8) Library Class Kegiatan ini memberikan pengarahan kepada siswa-siswa tentang perpustakaan dan peraturan perpustakaan. Hal ini bertujuan
untuk
memberikan
pendidikan
pemakaian
perpustakaan kepada siswa. Kegiatan ini biasa dilakukan pada 78
tahun
ajaran
baru
setiap
tahunnya.
Selain
itu,
RI
mengungkapkan bahwa: “kegiatan ini dilakukan setahun sekali dan setiap tahun dilakukan refresh tata tertib perpustakaan. Kegiatan ini berisikan pengarahan bagaimana meminjam, bagaimana menggunakan fasilitas perpustakaan, ada juga waktu untuk mereka praktek bagaimana mengembalikan buku yang sudah dibaca. Nah kadang-kadang saya juga menceritakannya dengan metode story telling, jadi mereka seneng”. (RI/17/1/2017)
Aktivitas ini dilakukan di perpustakaan dan dipandu oleh pustakawan dari perpustakaan ADIBA. Program ini biasa dilaksanakan
ketika
ada
siswa
baru.
Pustawaan
akan
menjelaskan dan memberikan demonstrasi tentang berbagai peraturan dan tata cara pemanfaatan perpustakaan. Berikut ini ialah SOP di perpustakaan yang berlaku untuk seluruh warga sekolah: a) Memasuki ruang perpustakaan dengan mengucapkan salam. b) Saling menjaga kebersihan ruang perpustakaan. c) Saling menghormati hak milik orang lain. d) Ruang perpustakaan bebas dari makanan dan minuman. e) Pengunjung
perpustakaan
tidak
diperbolehkan
membawa barang yang tidak diperlukan seperti jas, jaket, dll.
79
Selain terdapat SOP terkait pemanfaatan perpustakaan, di sini juga terdapat peraturan peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan yang dibawa oleh pulang siswa. Peraturan ini dibuat agar terdapat keteraturan terkait sirkulasi buku dan pemanfaatan sumber literasi. Berikut ini adalah tata tertib peminjaman dan pengembalian buku: a) Siswa wajib memberitahukan kepada pustakawan yang bertugas ketika meminjam dengan membawa kartu perpustakaan. b) Waktu peminjaman dan pengembalian buku dimulai pukul 09.00 – 13.00. c) Siswa meminjam buku perpustakaan maksimal 1 buku. d) Ketika meminjam, kartu siswa ditinggal di perpustakaan. Kartu dikembalikan ketika siswa mengembalikan buku perpustakaan yang dipinjam. e) Pengembalian buku perpustakaan diserahkan kepada pustakawan yang bertugas. Siswa tidak mengembalikan sendiri di rak buku. f) Tempo
peminjaman
selama
7
hari.
Boleh
memperpanjang waktu peminjaman 2 kali setelah dibawa/ dicatat terlebih dahulu. g) Siswa memperbaiki buku yang rusak pada saat dipinjam.
80
h) Siswa mengganti dengan buku yang baru jika buku hilang atau rusak dan tidak bisa diperbaiki. i) Buku yang terlambat dikembalikan, maka didenda Rp. 100,00 per hari. 9) Membumi (Membaca Buku Sepuluh Menit) Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan membaca pada siswa. Setiap siswa membawa buku dari rumah yang sesuai dengan level kemampuan membaca mereka. Siswa juga diperkenankan untuk meminjam dari perpustakaan sekolah atau perpustakaan kelas. Alokasi waktu yang disediakan adalah 10 menit setelah sholat Dhuha. Anak-anak didorong untuk membaca dalam hati serta untuk berdiskusi selama tidak mengganggu teman-teman yang lain. Gambar 10. Membumi (Membaca Buku Sepuluh Menit)
Dari gambar tersebut terlihat bahwa siswa antusias untuk mengikuti program tersebut. Siswa memilih buku sesuai dengan apa yang ia sukai. Dari hasil pengamatan, jenis buku yang dipilih anak81
anak adalah jenis buku bergambar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, koleksi literatur anak di perputakaan ADIBA memiliki jenis yang berbeda-beda, yaitu: a. Picture Book (buku bergambar) Buku ini berisikan gambar untuk membentuk suatu makna dari cerita. Ada beberapa macam picture book antara lain: buku alphabet, buku berhitung, buku informasi yang berisi gambargambar dengan sedikit tulisan dan pop up. Pemanfaatan picture book lebih sering digunakan oleh siswa kelas I. b. Komik Buku
bacaan
yang
menyerupai
cerita
bergambar
dan
menggabungkan dengan sedikitnya teks serta terdiri dari berbagai bentuk untuk menunjukkan berbagai maksud. Komik sering dimanfaatkan oleh siswa kelas bawah dikarenakan alur cerita yang mudah dipahami serta sedikitnya teks yang terdapat dalam komik. c. Sastra tradisional Cerita-cerita yang termasuk sastra tradisional adalah cerita rakyat yang meliputi legenda, mite, dan dongeng. Koleksi sastra tradisional biasa digunakan oleh siswa-siswa untuk lebih mengenal cerita rakyat dari suatu daerah. d. Fantasi Modern Cerita berupa dongeng-dongeng modern yang banyak mengambil elemen-elemen cerita rakyat. Koleksi fantasi modern sudah ada di
82
perpustakaan ADIBA dan pemanfaatannya oleh siswa sudah terlihat. Tapi belum banyak jenis buku fantasi modern di perpustakaan ini. e. Fiksi Realistis Yaitu fiksi yang diset dimasa modern dan dapat dibayangkan terjadi pada kehidupan manusia yang nyata dan ceritanya terjadi di dunia. Fiksi realistis biasanya bercerita tentang petualangan detektif, misteri, humor, cerita tentang masalah pribadi seperti kebahagiaan, kesedihan, dan sebagainya. f. Fiksi Sejarah (fiksi historis) Berisi cerita sejarah biasanya tidak merekam nama rakyat biasa, tetapi hanya menceritakan “orang-orang besar saja”. Sedangkan fiksi sejarah bercerita tentang rakyat biasa, dan peristiwa sejarah menjadi latarbelakang dan menjadi sumber inspirasi. Koleksi fiksi sejarah di perpustakaan ADIBA masih sedikit jumlahnya dan pemanfaatannya yang masih kurang. g. Puisi Puisi merupakan kumpulan kalimat-kalimat yang indah susunan dan maknanya. Koleksi puisi di perputakaan ADIBA masih minim. Adapun koleksi puisi di perpustakaan ini adalah koleksi puisi bahasa Inggris atau poetry rhymes. Puisi ini tidak begitu digemari oleh siswa-siswa karena minimnya gambar-gambar yang tersedia pada sumber referensi ini.
83
h. Buku Informatif Buku informasi untuk anak-anak pun diberi foto dan ilustrasi, buku dikemas dalam bentuk cerita namun juga harus akurat, otentik, dan menggunakan fakta-fakta. Perpustakaan ADIBA sudah banyak memiliki koleksi buku informatif seperti sains, buku science fiction, buku multikultural, buku social science. Buku informatif di perpustakaan sering dimanfaatkan oleh pengguna dalam hal pencarian informasi atau melakukan eksperimen ketika akan mengikuti kegiatan science fair. i. Buku Biografi Jenis buku ini berisi tentang kisah para tokoh atau pahlawan. Biografi ini sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan siswa untuk mengetahui tokoh-tokoh besar dan perannya masing-masing. Sayangnya buku biografi ini belum banyak ditemukan di perpustkaan ini. Beberapa jenis literatur yang telah disebutkan di atas, siswa dapat menggunakannya sebagai bahan pemanfaatan literasi informasi apapun. Pemanfaatan koleksi fiksi di suatu perputakaan sangat penting bagi siswa karena karya fiksi mampu memberikan hiburan segar dan juga
memberikan
inspirasi
baru
bagi
para
pembaca
serta
mengapresiasikannya sesuai dengan kadar kemampuan dan imajinasi para siswa. Dengan membaca karya fiksi siswa mendapatkan inspirasi dan diajarkan untuk mempunyai khayalan atau angan-angan agar
84
nantinya dapat dituangkan kedalam bentuk tulisan sesuai dengan imajinasinya. Selain pemanfaatan secara fiksi, siswa juga dapat mengambil
banyak manfaat
dari sumber literasi
non fiksi.
Kesimpulannya adalah literatur anak baik fiksi maupun nonfiksi memberikan pengetahuan kepada siswa baik pengetahuan science maupun sosial. Gambar 11. Koleksi Buku di Perpustakaan ADIBA
Gambar diatas terlihat bahwa pihak terpustakaan sudah membagi buku sesuai dengan jenisnya masing-masing. Sehingga anak-anak dapat dengan mudah memilih jenis buku mana yang akan dibacanya. Berdasarkan hasil penelitian dan studi dokumentasi yang dilakukan, perpustakaan ADIBA dimanfaatkan warga sekolah sebagai sumber informasi dengan mekanisme baca ditempat dan atau peminjaman buku. Bagi warga sekolah yang sudah terdaftar menjadi anggota perpustakaan, dapat meminjam buku atas keanggotaannya. Maksimal buku yang dipinjam adalah 2 buku. Itupun berlaku untuk seluruh siswa. Perpustakaan ADIBA juga digunakan untuk pemanfaatkan
85
literatur diwaktu luang. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, beberapa siswa memanfaatkan waktu luang dan waktu istirahat untuk datang ke perpustakaan. Selain membaca, siswa juga dapat bermain di area perpustakaan karena dari pihak perpustakaan menyediakan permainan edukatif yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Tidak jarang juga perpustakaan dijadikan tempat untuk mengadakan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebosanan pada siswa apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas mereka. 2. Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional Berdasarkan program-program yang telah disampaikan di atas, berikut ini adalah gambaran implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah dilihat dari teori Edward III yang mementingkan 4 isu pokok, yaitu: a. Komunikasi Komunikasi
berkaitan
dengan
sosialisasi
tentang
kebijakan kepada organisasi dan/atau publik serta para agen pelaksana yang terlibat.
Komunikasi
dalam
implementasi
kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Sosialisasi dilakukan melalui rapat kerja, rapat manajemen, dan surat pemberitahuan kepada orangtua. Selain melalui sarana itu, setiap minggu ketika upacara
86
bendera juga selalu diingatkan terkait program-program dan beberapa tagihan guru. Hal ini disampaikan oleh FY: “saya juga suka mengingatkan ketika upacara bendera. Tapi sebelumnya akan saya sampaikan dulu ucapan penghargaan dan terima kasih kepada guru-guru yang sudah membantu berjalannya program dan mengingatkan program apa yang harus dilaksanakan pada minggu ini”. (FY/11/1/2017)
Untuk program-program penunjang literasi yang diinisiasi oleh perpustakaan, penyebaran informasinya bersifat internal karena
program-program
lebih
banyak
diperuntukkan
dan
melibatkan internal sekolah walaupun ada beberapa program yang melibatkan orangtua siswa. Dalam hal ini orangtua siswa masih menjadi bagian dari internal sekolah. Hal ini disampaikan oleh RI bahwa alur sosialisasi program perpustakaan sebagai berikut: “Pertama-tama diforum guru-guru lalu dibuatkan surat kepada orangtua. Dan surat pemberitahuan itu akan diberikan kepada wali siswa untuk nantinya wali siswa dapat memberikan informasi kepada orangtua. Selain itu, sebagai bentuk publikasi aktivitas apa saja yang sudah dilakukan, foto-foto kegiatan akan dimuat dikalender perpustakaan dan website sekolah serta website perpustakaan. Kalau untuk warga sekolah biasanya disampaikan melalui grup whatsapp sekolah yang berisi guru-guru dan karyawan. Dan di grup itu akan diposting poster kegiatan yang akan diselenggarakan”. (RI/17/1/2017) Peneliti juga mewawancarai MT selaku guru kelas sekaligus menjadi Kadiv. Akademik dan Kurikulum. Berikut ini jawaban beliau ketika ditanyai terkait sosialisasi kebijakan terkait literasi sekolah:
87
“kalau untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya langsung dari sekolah, tentu guru-guru akan selalu menjadi target utama apalagi tentang literasi. Karna kan kami juga yang akhirnya harus mem breakdown program itu ke adik-adik. Kalau untuk program dari perpustakaan biasanya guru-guru diingatkan di whatsapp. Atau pemberitahuan langsung dari ustadzah Rima biasanya”. (MT/11/1/2017)
Dapat disimpulkan bahwa sosialisasi program dilakukan melalui rapat kerja, rapat manajemen, surat pemberitahuan kepada orangtua, website sekolah, penyebaran poster, dan melalui postingan poster via media sosial berupa whatsapp. Hal ini dilakukan agar sebuah program mendapat dukungan melalui penyebaran informasi dari agen pelaksana kebijakan. b. Sumber Daya Aspek ini berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk pelaksanaan program agar dapat berjalan dengan baik. Sumber daya tersebut meliputi: 1) Sumber daya manusia Diperlukannya sumber daya manusia untuk mendukung berjalannya sebuah kebijakan. Sumber daya manusia atau agen pelaksana adalah orang-orang yang memberikan dukungan terhadap dalam
kebijakan
serta memiliki komitmen yang tinggi
melaksanakan
kebijakan.
Dalam
implementasi
kebijakan gerakan literasi sekolah di SDIT LHI juga diperlukan agen-agen pelaksana yang terlibat. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa seluruh elemen sekolah menjadi
88
agen pelaksana kebijakan GLS ini. Hal ini juga disampaikan oleh FY ketika diwawancarai terkait sumber daya yang terlibat untuk kebijakan GLS: “Manajemen terbuka terhadap masukan-masukan. Dari pihak manajemen nanti disampaikan ke guru-guru. sehingga kebijakan atau program tidak hanya berasal dari kepala sekolah. Orangtua juga dilibatkan. dalam proses ini Kita berkolaborasi dengan seluruh guru dan karyawan. Semuanya dilibatkan. Sehingga tujuan semuanya tercapai jika melibatkan seluruh warga sekolah”. (FY/11/1/2017)
Pendapat ini diperkuat oleh apa yang disampaikan RI kepada peneliti bahwa: “Semuanya dilibatkan ust, baik kepala sekolah sebagai stakeholder, siswa pasti, guru sebagai subjek, karyawan, dan pihak perpustakaan sebagai penanggungjawab dan fasilitator”. (RI/17/1/2017)
Serupa apa yang disampaikan oleh MT: “Sumber daya manusianya ya kita-kita semua ini ust. Misalnya kegiatan reading book itu kan jelas dihandle langsung oleh guru-guru kelas masing-masing, morning motivtaion juga begitu. Terus kalau ada lomba-lomba dari perpustakaan juga yang jadi juri atau menyeleksi karyanya itu juga guru-guru dari kelas”. (MT/11/2017)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia yang terlibat untuk mendukung kebijakan GLS ini adalah seluruh warga sekolah baik kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua siswa. Dengan adanya dukung serta
89
komitmen dari agen pelaksana ini, maka tidak ada alasan kebijakan tidak dapat berjalan dengan baik. 2) Sumber dana Didapat hasil bahwa secara khusus memang tidak dialokasikan anggaran untuk kebijakan Gerakan Literasi Sekolah, tapi sekolah menyiapkan alokasi dana untuk programprogram yang menunjang budaya literasi. Seperti apa yang disampaikan oleh FY bahwa: “Secara khusus untuk GLS memang tidak ada, tapi lebih kepada program-program yang menunjang hal tersebut. dari program-program ini berbasis divisi. Alokasi yang diberikan pun based on divisi. Untuk pengadaan buku sudah ada alokasi dananya sendiri, untuk perputakaan pun seperti itu”. (FY/11/1/2017)
Data ini juga diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh RI. Bahkan RI menjabarkan secara rinci sebagai berikut: “Setiap tahun ajaran baru, 1 orang siswa dibebankan biaya Rp. 100.000,00 untuk keperluan perpustakaan. Selain itu, setiap tahunnya juga perpustakaan mendapat anggaran tersendiri untuk sirkulasi dan kegiatan-kegiatan ringan lainnya. Tapi untuk buku, sekolah sudah mempunyai alokasi khusus menggunakan dana BOS dari pemerintah untuk pengadaan buku. Selain itu, untuk program-program besar juga kita biasa mengajukan proposal kegiatan kepada orangtua siswa yang memang memiliki unit usaha”. (RI/17/1/2017)
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pihak sekolah mengalokasikan dana sesuai dengan programnya masing-
90
masing. Baik itu program yang bersifat kegiatan maupun penyediaan sumber informasi literasi. 3) Alokasi Waktu Dari hasil wawancara yang dilakukan dan penelitian di lapangan didapat bahwa SDIT LHI mengalokasikan waktu khusus untuk program-program yang menunjang kebijakan GLS ini. Karena peningkatan literasi siswa merupakan tujuan yang diinginkan oleh sekolah. Hal ini diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh FY: “kita punya alokasi-alokasi khusus untuk programprogram yang menunjang literasi”. (FY/11/1/2017)
Program yang menunjang literasi juga terintegrasi dari kurikulum sekolah, hal ini diinformasikan MT kepada peneliti: “untuk beberapa program memang langsung turunan dari kurikulum sekolah. Misalnya reading group itu masuk kedalam pembelajaran bahasa. Terus morning motivation juga masuk kedalam jadwal tetap setiap pagi untuk seluruh siswa”. (MT/11/1/2017)
Karena program-program yang menunjang kebijakan GLS ini sangat banyak, maka pihak sekolah dan perpustakaan pun membuat matriks kerja dan matriks program agar tidak terjadi benturan program diwaktu tertentu. Ini juga disampaikan oleh RI selaku kepala perpustakaan ADIBA yang lebih banyak membuat program pendukung kebijakan GLS:
91
“Tentu kita sudah mengalokasikan waktu untuk program-program tersebut. dibuatkan matriks juga supaya kita bisa ingat terus dibulan ini harus berjalan program apa dan seterusnya. Dan kita sesuaikan dengan program-program kelas”. (RI/17/1/2017)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pihak sekolah sudah mengalokasikan
waktu
khusus
sebagai
upaya
untuk
peningkatan literasi siswa. Berikut ini adalah gambar matriks program perpustakaan yang dapat memperkuat data hasil wawancara: Gambar 12. Matriks Program Perpustakaan
c. Disposisi Komitmen dari agen-agen memiliki pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Berikut ini gambaran komitmen agen pelaksana berdasarkan FY: “Mereka sangat berkomitmen. Karena memang itu ruhnya. itu sudah menjadi kebutuhan. Ya umumnya kita rekrut fresh gradute itu karena masih bisa di instal pemikirannya, karena virus-virusnya belum terlalu banyak. Idealismenya masih tinggi dan masih mau diajak untuk mencari hal-hal yang baru. Saya juga menuntut
92
para guru untuk belajar. Walaupun semuanya tidak mempunyai basic yang sesuai dengan program ini. Secara pribadi kita dituntut untuk melakukan improvisasi”. (FY/11/1/2017) dan yang disampaikan oleh RI: “Semua berkomitmen dan guru-guru yang bersangkutan ikut terlibat aktif dalam program yang dibuat. Masalah kemampuan, saya juga sering dapet pelatihan dan bimtek (bimbingan teknis) tentang kepustakaan. Jadi gak ada alesan kalau gak berkopeten untuk ngurusin perpustakaan”. (RI/17/1/2017)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh MT, bahwa: “saya selaku kadiv akademik dan kurikulum biasanya suka memberikan orientasi dulu tentang suatu program. Supaya guru-guru paham seberapa urgent program ini untuk diterapkan ke anak-anak. Kalau terkait kemampuan manajerial, ya kita sering juga dapet pelatihan-pelatihan, diminta ikut seminar tertentu, dan ad juga yang diberi beasiswa dari sekolah”. (MT/11/1/2017)
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti
di
lapangan
bahwa
seluruh
warga
turut
aktif
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Untuk kemampuan manajerial, pihak sekolah memfasilitasi para guru untuk terlibat dalam seminar, pelatihan, bimbingan teknis dan melanjutkan studi agar tidak gagap merespon kebijakan yang telah ditetapkan. d. Struktur Birokrasi Kebijakan GLS ini dikendali secara langsung oleh kepala sekolah. Artinya yayasan tidak terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut. seperti apa yang disampaikan oleh FY:
93
“Alurnya dari rapat manajemen kemudian akan dibawa ke forum besar seperti rapat kerja yang mengundang seluruh warga sekolah kemudian memberikan pemberitahuan kepada orangtua. Terkadang, untuk program tertentu kami melibatkan orangtua dan mengundang orangtua untuk mendapatkan bimbingan teknis secara langsung agar sekolah dan orangtua samasama bersinergis dalam pelaksanaan suatu program”. (FY/11/1/2017)
Sedangkan
untuk
program-program
yang
disusun
oleh
perpustakaan, RI menyampaikan sebagai berikut: “Untuk program-program perpustakaan dirancang tentunya didalam internal pengurus perpustakaan itu terlebih dahulu, kemudian ketika konsepnya sudah matang, saya selaku kepala perpustakaan akan berbicara dengan kepala sekolah. Jika program disetujui oleh kepala sekolah, maka nantinya akan dibuatkan surat pemberitahuan kepada guru dan karyawan agar ikut membantu pelaksanaan program tersebut. kurang lebih seperti itu struktur birokrasinya”. (RI/17/1/2017)
Disimpulkan bahwa garis struktur birokrasi kebijakan terkait literasi sekolah adalah dari pihak manajemen akan menyampaikan program yang diusulkan untuk kemudian disetujui oleh kepala sekolah. Program yang sudah disetujui kemudian disosialisasikan kepada pihak-pihak yang terkait agar diberikan arahan dan SOP (Standar Operational Procedure) dari program yang akan dilaksanakan.
94
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. Dalam implementasi suatu kebijakan, tentu terdapat faktor-faktor yang
akan
mendukung
maupun
menjadi
penghambat
bagi
implementasi sebuah kebijakan. Berikut ini akan dipaparkan faktor yang menjadi pendukung maupun penghambat dari implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah di SDIT LHI: a. Faktor Pendukung Sebuah kebijakan dapat berhasil dilaksanakan apabila memiliki faktor-faktor yang mendukung terlaksananya kebijakan tersebut. Dari hasil penelitian di lapangan, berikut ini adalah faktor pendukung terlaksananya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI: 1) Adanya sarana untuk mensosialisasikan kebijakan atau program dari sekolah. Sarana itu berupa rapat kerja guru, rapat manajemen, pertemuan orangtua, dan masih banyak sarana yag lain untuk menyampaikan kebijakan yang sudah dirancang. 2) Adanya perkembangan media juga sangat membantu. 3) Adanya hibah buku atau wakaf buku dari orangtua. Program ini menjadi faktor pendukung untuk ketersediaan sumber literasi untuk anak. Selain itu, ketua yayasan bekerjasama dengan teman-teman beliau di Manchester University sehingga
95
sekolah mendapatkan hibah buku yang menambah wawasan internasional siswa. 4) Selain itu sekolah juga mengaloakasikan waktu dan dana untuk menunjang kecakapan literasi siswa. 5) Guru-guru mempunyai semangat belajar yang baik. 6) Adanya alokasi dana untuk membuat poster, surat edaran, dan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan. 7) Selain itu, adanya mahasiswa PPL juga membantu dalam pelaksanaan program-program perpustakaan. 8) Semua warga sekolah terlibat aktif dalam program yang dibuat oleh perpustakaan. b. Faktor Penghambat 1) Guru harus selalu diingatkan terkait SOP kebijakan dan program yang akan dilakukan. Hal ini dikarenakan tagihan para guru yang banyak sehingga pencapaian literasi bukan satu-satunya prioritas dari para guru. 2) Buku yang kaya akan nilai-nilai serta gambar-gambar menarik sulit didapatkan di Indonesia. Sehingga terjadi kebosanan bagi anak-anak terhadap sumber bacaan. 3) Terkadang surat tidak sampai ke orangtua karena anak-anak lupa menyampaikan surat edaran yang dititipkan pihak sekolah kepada siswa.
96
4) Selain itu, kesibukan masing-masing guru berdampak pada proses pembuatan surat atau poster yang mendadak karena keterbatasan sumber daya manusia. 5) Perlu adanya pengembangan program agar tidak monoton dan terjadi kebosanan.. 6) Belum adanya evaluasi dari berbagai program. D. Pembahasan 1. Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional Beers (2009) dalam Buku Induk Gerakan Literasi Sekolah menyampaikan bahwa praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Sekolah memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka. SDIT LHI menerapkan prinsip ini dengan menentukan program yang disesuai dengan tingkatan siswa. Untuk tahap pembiasaan, siswa kelas I biasa melakukan kegiatan-kegiatan yang sarat akan pembiasaan literasi. Dengan melakukan pembelajaran di perpustakaan dan terdapat pojok baca di setiap kelas agar siswa lebih dekat dengan sumber literasi.
97
b. Program literasi yang baik bersifat berimbang. Strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Di SDIT LHI menerapkan prinsip ini melalui program reading group. Membaca bersama, menceritakan kembali hasil bacaan dan membaca terpandu. Hal ini menjadi strategi menumbuhkan budaya membaca yang divariasikan. Selain itu, adanya leveling buku didalam perpustakaan juga merupakan upaya sekolah untuk menerapkan program literasi yang baik dan berimbang. c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum. Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru disemua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Sama halnya dengan program literasi yang diterapkan di SDIT LHI. Terdapat beberapa program yang terintegrasi dengan kurikulum
sehingga
budaya
literasi
secara
profesional
dikembangkan diseluruh mata pelajaran. d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun dan dimanapun. Adanya pojok baca, mading, dan perpustakaan merupakan penerapan dari prinsip tersebut. Siswa dengan mudah mengakses buku sebagai sumber literasi. Bahkan adanya pojok baca, akan
98
semakin mendekatkan anak-anak dengan buku. Sehingga anakanak akan terbiasa dengan budaya membaca. Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, Beers, dkk (2009) dalam buku A principal’s Guide to Literacy
Instruction,
menyampaikan
beberapa
strategi
untuk
menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, itu: a. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi. Lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik di area sekolah. Hal tersebut terlihat di Perpustakaan ADIBA yang telah memajang karya-karya peserta di area Perpustakaan. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca kelas, kantor, dan area lain di sekolah. di SDIT LHI baru terdapat pojok baca di setiap kelas belum tersebar di seluruh area sekolah. b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dilakukan ketika upacara bendera setiap minggu kepada siswa. Bukan hanya saat upacara bendera saja, pemberian penghargaan juga terjadi di dalam kelas. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik saja, tetapi juga sikap peserta didik. Prestasi yang berkaitan dengan
99
budaya literasi yang telah diterapkan di SDIT LHI adalah best reader of the month yang memberikan penghargaan bagi siswa yang rajin mengunjungi dan membaca di perpustakaan setiap bulannya. Selain itu, ada books lover yang memberikan penghargaan kepada siswa yang memiliki predikat peminjaman buku terbanyak disetiap bulannya. c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat. Ini dapat terlihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Tergambar dalam kurikulum sekolah yang sudah mengalokasikan program reading group, morning motivasi dan kegiatan-kegiatan yang berasal dari perpustakaan untuk membudayakan gerakan literasi. Pemaparan diatas merupakan gambaran dari budaya literasi yang tumbuh di SDIT LHI. Tentunya untuk menciptakan budaya literasi dibutuhkan program-program yang menunjang tumbuhnya budaya tersebut di sekolah. untuk pencapaiannya yang optimal, kebijakan harus dibuat secara matang dan terintegrasi pada kurikulum sekolah. 2. Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional Berdasarkan program-program yang telah disampaikan diatas, maka diperlukannya beberapa aspek yang mendukung pelaksanaan program tersebut. berdasarkan teori Edward III dalam H.A.R Tilaar
100
dan Riant Nugroho (2008: 222-223) menyatakan bahwa suatu putusan kebijakan tanpa implementasi tidak akan mencapai kesuksesan. Edward menyatakan untuk memperhatikan
empat isu pokok agar
implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu: a. Komunikasi Komunikasi
berkaitan
dengan
sosialisasi
tentang
kebijakan kepada organisasi dan/atau publik serta para agen pelaksana yang terlibat.
Koordinasi
yang
dilakukan
dalam
pelaksanaan kebijakan oleh agen pelaksana sesuai dengan syarat implementasi bahwa pelaksanaan kebijakan memerlukan adanya koordinasi
yang kuat antar berbagai agen atau lembaga
implementor dan memerlukan dukungan dari seluruh pihak baik internal maupun eksternal (Sudiyono, 2007: 93-97). Sedangkan di SDIT LHI, sosialisasi program dilakukan melalui: 1) Rapat kerja yang diikuti oleh seluruh elemen sekolah baik guru, kepala sekolah dan seluruh karyawan. Rapat kerja ini biasa dilakukan diawal semester. Rapat kerja berfungsi untuk menentukan program-program yang akan dilakukan di semester selanjutnya dan mensosialisasikan apa saja peran dari masingmasing agen yang ada di sekolah. 2) Rapat manajemen sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, kadiv akademik dan kurikulum, kadiv kesiswaan, tata usaha, dan beberapa staff yang berkaitan dengan manajemen sekolah. Rapat
101
manajemen dilaksanakan sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada alokasi waktu kapan diadakan rapat manajemen, tetapi intensitas
rapat
manajemen
masih
lebih
banyak
jika
dibandingkan dengan rapat kerja. 3) Surat pemberitahuan kepada orangtua. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan pihak sekolah agar orangtua terlibat aktif dalam tercapainya tujuan dari sekolah. orangtua juga dituntut untuk mendukung program yang diselenggarakan sekolah. 4) Sosialisasi juga dilakukan melalui website sekolah. dalam perjalanannya, website sekolah belum dioperasikan secara optimal sehingga postingan-postingan di website tidak diupdate secara rutin. 5) Penyebaran
poster
khusus
untuk
kegiatan-kegiatan
dari
perpustakaan agar seluruh elemen sekolah mengetahui program apa yang akan diselenggarakan. 6) Sosialisasi juga dilakukan melalui postingan poster via media sosial berupa whatsapp. Sekolah memiliki beberapa grup whatsapp yang melibatkan pihak-pihak terkait. Grup tersebut terdiri dari grup yang berisi seluruh guru dan karyawan, grup orangtua siswa berdasarkan kelas, dan grup para guru. Hal ini dapat memudahkan sekolah untuk penyebaran informasi. Intensitasnya ditentukan oleh jenis sosialisasi yang dilakukan. Hal ini dilakukan agar seluruh elemen sekolah memahami tentang
102
suatu kebijakan dan program yang telah ditetapkan. Aktivitas rapat bukan hanya sarana untuk mensosialisasikan program saja, tapi juga mengkordinasikan apa yang menjadi pendukung dan penghambat
berjalannya
sebuah
kebijakan.
Dalam
implementasinya, di SDIT LHI telah tersedia sarana untuk mengkomunikasikan segala kebijakan kepada pihak-pihak yang terkait. b. Sumber Daya Aspek ini berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk pelaksanaan program agar dapat berjalan dengan baik. Sumber daya tersebut meliputi: 1) Sumber daya manusia Menurut Sabatier dan Mazmanian implementasi dilakukan dengan menunjuk orang-orang atau lembaga yang memiliki orientasi kebijakan yang sejalan dengan kebijakan (Sudiyono, 2007: 93-97). Sehingga diperlukan sumber daya manusia untuk mendukung berjalannya sebuah kebijakan. sumber daya manusia atau agen pelaksana adalah orang-orang
yang
memberikan dukungan terhadap kebijakan serta memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia yang terlibat untuk mendukung kebijakan GLS di SDIT LHI adalah seluruh warga sekolah baik kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua siswa. Agar
103
memiliki komitmen yang baik, dalam proses seleksi karyawan dan guru, pihak sekolah membuat tes yang terstandar. Pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah tidak hanya melihat dari latar belakang pendidikan si calon saja, tapi juga melihat bagaimana
pandangannya
terhadap
dunia
pendidikan,
kreativitas, dan tentunya motivasi apa yang menjadikan seorang calon guru atau karyawan untuk menjadi bagian dari SDIT LHI. Sehingga diharapkan dapat terjaring guru-guru serta karyawan yang memiliki komitmen bersama untuk mencapai visi misi dan tujuan sekolah. 2) Sumber Dana Salah satu syarat pelaksanaan kebijakan yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian adalah tersedianya sumber dana. Sumber
daya
keuangan
yang
dimaksud
adalah
untuk
melaksanakan kebijakan harus mencukupi, baik keperluan gaji, staff, analisis teknis, perizinan, dan monitoring kebijakan (Sudiyono,
2007:
93-97).
Pihak
sekolah
SDIT
LHI
mengalokasikan dana sesuai dengan programnya masingmasing. Baik itu program yang bersifat kegiatan maupun penyediaan sumber informasi literasi. Alokasi dana ini digunakan untuk program-program yang menunjang budaya literasi. Sumber dana berasal dari bantuan oprasional sekolah (BOS) yang nantinya akan digunakan untuk pemenuhan
104
kebutuhan sumber literasi berupa pengadaan buku, sumber dana juga berasal dari orangtua siswa yang membayar diawal tahun. Setiap siswa dikenakan biaya sebanyak Rp. 100.000,00 dan dana itu dialokasikan untuk pengembangan perpustakaan, serta berasal
dari
pihak
sponsor.
Untuk
beberapa
kegiatan
perpustakaan seperti lomba, biasanya panitia penyelenggara akan membuat proposal dan mencari dana sponsor dari orangtua siswa yang memiliki usaha. Selain itu, panitia juga akan mencari bantuan dana dari yayasan. Sehingga implementasi kebijakan ini didukung oleh sumber dana yang memadai. 3) Alokasi Waktu Lineberry (1978) menyampaikan bahwa salah satu komponen dalam pelaksanaan kebijakan adalah harus mengalokasikan sumber daya termasuk sumber daya waktu untuk memperoleh dampak kebijakan (Sudiyono, 2007: 80-81). Pihak sekolah sudah mengalokasikan waktu khusus sebagai upaya untuk peningkatan literasi siswa. Alokasi waktu yang disediakan terintegrasi dalam pembelajaran sekolah disetiap harinya dan/ atau sesuai dengan bulan yang sudah ditentukan. Hal ini guna memperoleh dampak kebijakan yang sesuai dengan tujuan. Ada beberapa program yang terintegrasi dari kurikulum sekolah seperti reading group dan morning motivation. Reading group terintegrasi dari mata pelajaran bahasa sedangkan morning
105
motivasi berlaku untuk seluruh kelas dan diselenggarakan disetiap pagi sebelum dimulainya jam belajar. Selain itu, dari perpustakaan juga sudah mengalokasikan bulan Oktober sebagai bulan bahasa dan diselenggarakan beberapa program yang menunjang kebijakan literasi. Sehingga dalam pelaksaan proses pembelajaran dan program-program sekolah di SDIT LHI telah mengalokasikan waktu untuk mengimplementasikan kebijakan gerakan literasi sekolah. c. Disposisi Komitmen dari
agen-agen memiliki
pengaruh
yang kuat
dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Para pelaku kebijakan harus memiliki kemampuan
manajerial,
dan
komitmen
terhadap
tujuan yang akan dicapai (Sudiyono, 2007: 90). Agen-agen yang terlibat sangat berkomitmen dengan program yang dibuat. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan bahwa seluruh warga turut aktif mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dalam menunjang kemampuan manajerial agen pelaksana, pihak sekolah memberikan fasilitas berupa melibatkan guru untuk mengikuti seminar, pelatihan dan/ atau bimbingan teknis yang diselenggarakan oleh instansi tertentu agar para agen pelaksana kebijakan di sekolah mempunyai kecapakan terkait kebijakan yang sudah ditetapkan. Agar memiliki komitmen yang baik, dalam proses seleksi karyawan dan guru, pihak sekolah
106
membuat tes yang terstandar. Pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah tidak hanya melihat dari latar belakang pendidikan dari si calon saja, tapi juga melihat bagaimana pandangannya terhadap dunia pendidikan, kreativitas, dan tentunya motivasi apa yang menjadikan seorang calon guru atau karyawan untuk menjadi bagian dari SDIT LHI. Sehingga diharapkan dapat terjaring guruguru serta karyawan yang memiliki komitmen bersama untuk mencapai visi misi dan tujuan sekolah. d. Struktur Birokrasi Organisasi pelaksana menyangkut jaringan sistem, hirarki kewenangan masing- masing peran, dan aturan main organisasi (Arif Rohman
2014:
147-150). Sejalan dengan apa yang
disampaikan Lineberry (1978) bahwa komponen implementasi perlu menciptakan dan menyusun staff sebuah agen baru untuk melaksanakan kebijakan (Sudiyono, 2007: 8-081). Garis struktur birokrasi kebijakan terkait literasi sekolah adalah dari pihak manajemen akan menyampaikan program yang diusulkan untuk kemudian disetujui oleh kepala sekolah. Program yang sudah disetujui kemudian disosialisasikan kepada pihak-pihak yang terkait agar diberikan arahan dan SOP (Standart Operational Procedure) dari program yang akan dilaksanakan. Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan gerakan literasi sekolah, SDIT
107
LHI telah didukung oleh sumber daya manusia berupa agen-agen yang terlibat untuk mengimplementasikan kebijakan, alokasi dana dari berbagai sumber pemasukkan, dan alokasi waktu untuk mengimplementasikan kebijakan atau program tersebut. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. Suatu implementasi kebijakan akan menghasilkan keberhasilan yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dan kelompok yang menjadi sasaran kebijakan tersebut apabila memenuhi indikator . Arif Rohman (2009:147) menyatakan, bahwa ada 3 faktor yang dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan, yaitu: a. Faktor yang terletak pada rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan, menyangkut kalimatnya jelas atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah dipahami atau tidak, mudah diinterprestasikan atau tidak, dan terlalu sulit dilaksanakan atau tidak. Untuk faktor ini, sekolah telah membuat SOP (Standart Operational Procedure) terkait gerakan literasi sekolah. hal tersebut menjadi upaya sekolah untuk dapat membantu seluruh elemen sekolah dalam memahami program yang telah ditetapkan. SOP yang dibuat dapat dijadikan sebagai panduan untuk menjalankan program.
108
b. Faktor yang terletak pada personil pelaksana, yakni yang menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan. Termasuk dalam personil pelaksana adalah latar belakang budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian masing-masing. Semua itu akan sangat mempengaruhi cara kerja agen pelaksana secara kolektif dalam menjalankan misi implementasi kebijakan. Terlihat bahwa guru memiliki komitmen yang baik terhadap kebijakan tersebut. hal ini telah disampaikan oleh subjek penelitian terkait sumber daya. Untuk menjadi guru di SDIT LHI, sangat memprioritaskan kemampuan, komitmen, dan motivasi belajar yang baik dari guru sehingga hal tersebut dapat membantu berjalannya program tanpa hambatan. c. Faktor yang terletak pada sistem organisasi pelaksana, yakni menyangkut jaringan sistem, hirarki kewenangan masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pemimpin organisasinya, aturan main organisasi, target masingmasing tahap yang ditetapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih. Berkaitan dengan hirarki kewenangan, dalam pelaksanaan kebijakan gerakan literasi sekolah berada
ditangan
kepala
sekolah
secara
langsung.
Gaya
kepemimpinan dari kepala sekolah SDIT LHI adalah terbuka
109
dengan
segala
masukan.
Artinya
seluruh
elemen
sekolah
mempunyai hak untuk memberikan saran terkait kebijakan tersebut. sayangnya, belum ada program monitoring untuk melihat ketercapaian dari program-program yang telah ditetapkan. Evaluasi pun belum pernah dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah program.
110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan: 1. Program yang menunjang kebijakan gerakan literasi di SDIT LHI adalah sebagai berikut: 1). Reading Group; 2). Morning Motivation; 3). Mini library; 4). Pengadaan perpustakaan; 5). Best Reader of The Month, 6). Books Lover; 7). Oktober bulan bahasa; 8). World book day; 9). Waqaf buku; 10). Story Telling; 11). Mading; 12). Library class. 2. Pelaksanaan kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI ialah sebagai berikut: a. Komunikasi Sosialisasi
program
dilakukan
melalui
rapat
kerja,
rapat
manajemen, surat pemberitahuan kepada orangtua, website sekolah, penyebaran poster, dan melalui postingan poster via media sosial berupa whatsapp. b. Sumber Daya 1) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terlibat untuk mendukung kebijakan GLS ini adalah seluruh warga sekolah baik kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua siswa.
111
2) Sumber Dana Pihak sekolah mengalokasikan dana sesuai dengan programnya masing-masing. Baik itu program yang bersifat kegiatan maupun penyediaan sumber informasi literasi. Alokasi dana berasal dari BOS (Bantuan Oprasional Sekolah), Sumbangan dari orangtua, dan pihak sponsor. 3) Alokasi Waktu Pihak sekolah sudah mengalokasikan waktu khusus sebagai upaya
untuk
peningkatan
literasi
siswa
dengan
mengintegrasikan kedalam kurikulum, dan terdapat bulan tertentu sebagai bulan bahasa. c. Disposisi Agen-agen yang terlibat sangat berkomitmen dengan program yang dibuat. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti
di
lapangan
bahwa
seluruh
warga
turut
aktif
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Selain itu, dalam proses menyeleksi guru dan karyawan dilakukan tes dan wawancara untuk mengetahui dan menumbuhkan komitmen seluruh warga sekolah. d. Struktur Birokrasi Garis struktur birokrasi kebijakan terkait literasi sekolah adalah dari pihak manajemen akan menyampaikan program yang diusulkan untuk kemudian disetujui oleh kepala sekolah. Program yang sudah disetujui kemudian disosialisasikan kepada pihak-pihak
112
yang terkait agar diberikan arahan dan SOP (Standar Operational Procedure) dari program yang akan dilaksanakan. 3. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI: a. Adanya sarana untuk mensosialisasikan kebijakan atau program dari sekolah. b. Perkembangan media juga sangat membantu. c. Adanya hibah buku atau wakaf buku dari orangtua. d. Selain itu sekolah juga mengaloakasikan waktu dan dana. e. Guru-guru mempunyai semangat belajar yang baik. f. Adanya alokasi dana untuk membuat poster, surat edaran, dan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan. g. Selain itu, adanya mahasiswa PPL juga membantu dalam pelaksanaan program-program perpustakaan. h. Semua warga sekolah terlibat aktif dalam implementasi program yang dibuat oleh perpustakaan. 4. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di SDIT LHI: a. Buku yang kaya akan nilai-nilai serta gambar-gambar menarik sulit didapatkan di Indonesia. b. Terkadang surat tidak sampai ke orangtua karena anak-anak lupa menyampaikan surat edaran yang dititipkan pihak sekolah kepada siswa.
113
c. Kesibukkan masing-masing guru yang biasa menjadikan proses pembuatan surat atau poster yang mendadak karena keterbatasan sumber daya manusia. d. Program terlalu monoton. e. Setiap guru memiliki tugas utamanya masing-masing sehingga guru-guru tentunya lebih memprioritaskan tugas tersebut. f. Belum adanya evaluasi dari berbagai program B. SARAN Setelah peneliti melakukan penelitian terkait implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah di SDIT LHI, maka peneliti memberikan saran perlunya penambahan personil khususnya untuk pengelolaan perpustakaan sehingga kebutuhan teknis tidak dilakukan oleh guru kelas yang sudah mempunyai tugas utama. Selain itu, perlu adanya pengembangan program agar tidak terjadi kebosanan pada siswa dan disarankan juga untuk melakukan evaluasi pada program yang telah berjalan agar dapat dilihat keefektifan sebuah program untuk tujuan tertentu. SDIT LHI juga dapat menjadi rujukan atau model bagi sekolah lainnya untuk mengembangkan budaya literasi dimasing-masing sekolah.
114
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin Mahmud. (2016). Membangun Budaya Literasi. Diakses dari: http://www.kompasiana.com/amirudinmahmud/membangun-budayaliterasi_570261c7a623bd58094c29f9. Pada tanggal 21 November 2016. Arif Rohman. (2014). Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Beers, C. S. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York: Guilford Press. Daniel Fifaldo. (2015). Filsafat Pendidikan dalam Pendidikan Karakter. Diakses dari: www.academia.edu. Pada tanggal 21 November 2016. Joko Widodo. (2008). Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Jatim: Bayumedia Publishing. Kemendikbud. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kemendikbud. (2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kemendikbud. (2016). Survey Internasional PIRLS. Diakses dari : http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pirls. Pada tanggal 6 Maret. Moleong, Lexy J. (1995). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda karya. Nanang Fattah. (2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda karya. Nurul Sofa. (2010). Penerapan Literasi Informasi di Sekolah Alam Indonesia Rawa Kopi. Skripsi Universitas Indonesia. Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
115
Redaktur Media. (2015). Literasi Indonesia Sangat Rendah. Diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840literasi-indonesia-sangat-rendah. pada tanggal 21 November 2016. Riant Nugroho. (2007). Kebijakan Pendidikan yang Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Solichin Abdul Wahab. (2014). Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Penyusunan Model- Model Implementasi Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara. Sudiyono. (2007). Buku Ajar: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: UNY. Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. ------------. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Tilaar, HAR & Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ---------. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar UNESCO. 2003. The Prague Declaration. “Towards am Information Literate Society”. Diakses dari: www.unesco.com. Pada tanggal 6 Maret 2017. Yosal Iriantara & Usep Syaripudin, M.Ed. (2013). Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Yoyon Bahtiar Irianto. (2012). Kebijakan Pembaharuan Pendidikan: Konsep, Teori, dan Model. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
116
Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen KISI-KISI INSTRUMEN Implementasi Kebijakan Berdasarkan Teori Edward III No 1
Isu Pokok Komunikasi
Deskripsi Berkaitan
Pertanyaan Penelitian
dengan
1. Bagaimana
komunikasi kebijakan
dari
kepada
seluruh
Gerakan
sikap
Sekolah?
elemen
serta
dan tanggapan dari para
pihak
yang
terlibat
tanggapan
adanya
Literasi
2. Bagaimana yang
kebijakan
sosialisasi
dilakukan
kebijakan
yang
atas telah
ditetapkan? 3. Apa
saja
faktor
pendukung
dan
penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? 2
Sumber Daya
Berkaitan
dengan
4. Siapa saja agen
ketersediaan sumber
terlibat
daya
pelaksanaan
dalam
mendukung kebijakan
yang dalam
kebijakan
tersebut? 5. Bagaimana yang
pendanaan
digunakan
melaksanakan
untuk
kebijakan
tersebut? 6. Bagaimana alokasi waktu dalam
melaksanakan
kebijakan tersebut? 7. Apa saja yang menjadi faktor
pendukung
penghambat
117
dan
berkaitan
dengan sumber daya? 3
Disposisi
Berkaitan
dengan
komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan tersebut
8. Bagaimana
komitmen
dari masing-masing agen? 9. Bagaimana agen
kecakapan
pelaksana
dalam
melaksanakan tugas dam fungsinya? 10. Apa
saja
faktor
pendukung penghambat
dan berkaitan
dengan komitmen para aktor
dalam
melaksanakan kebijakan? 4
Struktur
Berkaitan
dengan
Birokrasi
kesesuaian organisasi
birokrasi dalam pelaksaan
birokrasi
kebijakan tersebut?
yang
menjadi penyelenggara implementasi kebijkan
118
11. Bagaimana
struktur
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Kepala Sekolah A. Identitas Diri Nama
:
Jabatan
:
Pendidikan Terakhir :
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 3. Program apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? 6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya? 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut?
119
Lampiran 3. Pedoman Wawancara Kepala Perpustakaan SDIT LHI
A. Identitas Diri Nama
:
Jabatan
:
Pendidikan Terakhir :
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 3. Program perpustakaan apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? 6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya? 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut?
120
Lampiran 4. Pedoman Wawancara Guru SDIT LHI
A. Identitas Diri Nama
:
Jabatan
:
Alamat
:
Pendidikan Terakhir :
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 3. Program perpustakaan apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? 6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya? 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut?
121
Lampiran 5. Pedoman Studi Dokumentasi Pedoman Studi Dokumen A. Aspek studi dokumen 1. Profil SDIT Lukman Al Hakim Internasional 2. Visi dan Misi SDIT Lukman Al Hakim Internasional 3. Peraturan sekolah 4. Dokumen jumlah siswa 5. Dokumen biaya pendidikan 6. Dokumen aktivitas siswa 7. Dokumen prestasi siswa
B. Keberadaan objek amatan No 1
Arsip/ Dokumen Profil Profil Sekolah SDIT Lukman Al Hakim Internasional
2
Visi dan Misi Profil Sekolah SDIT Lukman Al Hakim Internasional
3
Peraturan sekolah
4
Dokumen jumlah siswa
5
Dokumen biaya pendidikan
6
Dokumen aktivitas siswa
7
Dokumen Prestasi Siswa
122
Ada/ Tidak Ada
Ket
Lampiran 6. Catatan Lapangan Kode
: CL-1
Hari/ tanggal : Selasa, 27 Desember 2016 Tempat
: Ruang Penerimaan Tamu SDIT LHI
Peneliti menyerahkan surat ijin penelitian kepada pihak sekolah SDIT LHI. Sayangnya kepala sekolah sedang berada diluar sekolah sehingga surat ijin tidak dapat diproses secara langsung apakah disetujui atau tidak. Pihak sekolah menerima surat perijinan yang peneliti berikan dan memberikan estimasi hari untuk memproses surat perijinan tersebut.
Kode
: CL-2
Hari/ tanggal : Kamis, 29 Desember 2016 Tempat
: Ruang Penerimaan Tamu SDIT LHI
Peneliti kembali menanyakan kelanjutan surat yang telah diberikan. Kemudian pihak sekolah memberikan jawaban bahwa kepala sekolah menyetujui untuk melakukan penelitian di SDIT LHI. Saat itu sekolah sedang melaksanakan rapat kerja dan persiapan untuk kegiatan belajar disemester yang baru. Info yang didapat dari salah satu bagian administrasi adalah rapat kerja berlangsung selama 1 minggu dengan agenda pembahasan yang variatif. Kegiatan rapat kerja mengundang element-element sekolah yaitu pihak manajemen sekolah, yayasan, para guru, dan seluruh wali siswa dihari yang berbeda.
123
Kode
: CL-3
Hari/ tanggal : Senin, 9 Januari 2017 Tempat
: Ruang Penerimaan Tamu SDIT LHI dan lingkungan sekolah
Peneliti menemui Kepala Sekolah untuk memulai penelitian hari pertama. Kepala
Sekolah
mengajak
peneliti
untuk
mengelilingi
sekolah
dan
memperkenalkan peneliti dengan guru-guru yang menjadi subjek penelitian. Guru-guru yang menjadi subjek penelitian adalah kepala sekolah itu sendiri, kadiv akademik dan kurikulum, serta kepala perpustakaan. Pihak sekolah sangat menyambut baik peneliti dan membantu memudahkan peneliti dengan memberikan fasilitas tempat untuk peneliti mengelola data yang dikumpulkan. Penelitian hari pertama berfokus pada situasi sekolah dan melakukan studi dokumentasi. Didapat dokumentasi berupa profil, visi, misi, peraturan sekolah, aktivitas siswa, dan prestasi siswa. Dokumen ini sudah termuat dalam buku panduan untuk guru, siswa dan orangtua yang diberikan kepala sekolah untuk peneliti.
Kode
: CL-4
Hari/ tanggal : Selasa, 10 Januari 2017 Tempat
: Lingkungan SDIT LHI
Peneliti
bertemu
dengan
Kepala
Sekolah
serta
dengan
Kepala
Perpustakaan untuk menentukan jadwal wawancara. Selain itu, peneliti melakukan observasi lapangan dan mengamati aktivitas yang berkaitan dengan implementasi kebijakan gerakan literasi sekolah. Memotret artefak yang mendukung, melakukan pengematan dikelas, dll. Peneliti mendapatkan banyak informasi dan hari hasil penelitian hari ini.
124
Kode
: CL-5
Hari/ tanggal : Kamis, 11 Januari 2017 Tempat
: Ruang Kepala Sekolah
Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah. Wawancara dilakukan pada siang hari bertempat diruang Kepala Sekolah. Ruang Kepala Sekolah mendukung aktivitas wawancara karena terdapat ruang tamu yang digunakan sebagai lokasi wawancara. Hal ini mengurangi sekat antara Kepala Sekolah dan peneliti. Alur wawancara mengikuti pedoman wawancara yang telah dibuat peneliti sebelumnya. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 1 jam 23 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan kajian dokumentasi sebagai data pendukung dari apa yang sudah disampaikan Kepala Sekolah pada saat wawancara. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Kadiv Akademik dan Kurikulum. Selain menjabat sebagai kadiv akademik dan kurikulum, beliau juga menjabat sebagai guru wali kelas kelas IA. Penelitian dilakukan diperpustakaan sambil menunggu dan menemani adik-adik dijemput oleh orangtuanya.
125
Kode
: CL-6
Hari/ tanggal : Selasa, 17 Januari 2017 Tempat
: Perpustakaan ADIBA
Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Perpustakaan. Wawancara dilakukan pada siang hari bertempat di Perpustakaan ADIBA SDIT LHI. Terdapat ruang diskusi yang mendukung aktivitas wawancara. Alur wawancara mengikuti pedoman wawancara yang telah dibuat peneliti sebelumnya. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 53 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan kajian dokumentasi sebagai data pendukung dari apa yang sudah disampaikan Kepala Perpustakaan pada saat wawancara dan melakukan triangulasi data dengan hasil pengamatan serta kajian dokumentasi.
126
Lampiran 7. Hasil Studi Dokumentasi
A. Aspek studi dokumen 1. Profil SDIT Lukman Al Hakim Internasional 2. Visi dan Misi SDIT Lukman Al Hakim Internasional 3. Peraturan sekolah 4. Dokumen jumlah siswa 5. Dokumen biaya pendidikan 6. Dokumen aktivitas siswa 7. Dokumen prestasi siswa
B. Keberadaan objek amatan No 1
Arsip/ Dokumen
Ada/ Tidak Ada
Profil Profil Sekolah SDIT Lukman Ada Al Hakim Internasional
2
Visi dan Misi Profil Sekolah SDIT Ada Lukman Al Hakim Internasional
3
Peraturan sekolah
Ada
4
Dokumen jumlah siswa
Ada
5
Dokumen biaya pendidikan
Ada
6
Dokumen aktivitas siswa
Ada
7
Dokumen Prestasi Siswa
Ada
127
Ket
Lampiran 8. Transkrip Wawancara Setelah Reduksi A. Identitas Diri Nama
: Fourzia Yunisa Dewi, S. Pd
Kode
: FY
Jabatan
: Kepala Sekolah
Pendidikan Terakhir : Sarjana Pendidikan
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Kebijakan GLS ini memang belum lama dicanangkan oleh pemerintah, kebijakan ini lahir disaat Bapak Anies Baswedan menjabat. Ketika masa kepemimpinan beliau, sudah semakin terbuka paradigma pendidikannya sehingga tidak konvensional sebuah kebijakan yang diterapkan. Termasuk kebijakan GLS lahir dari kebutuhan dan hasil research yang dilakukan oleh PISA. Peluncuran kurikulum 2013 pun menjadi pendukung kebijakan GLS ini untuk diterapkan. 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Kebijakan ini merupakan kemajuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan dimana kebijakan ini harus dilaksanakan diseluruh sekolah di Indonesia untuk mengatasi angka literasi yang rendah pada siswa di Indonesia. Walaupun implementasinya akan berbeda-beda disetiap satuan pendidikan disesuaikan dengan kesanggupan dari masingmasing sekolah. Kami sangat support sekali dengan kebijakan ini karena sesuai dengan kebutuhan kami di Sekolah. 3. Program apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban:
128
Sebelum Dinas menginstruksikan untuk membuat program yang menunjang kebijakan GLS, kami hanya melakukan upaya mix and match dari apa yang diinginkan oleh Dinas. Hal ini dikarenakan program untuk menunjang literasi sudah ada sebelum kebijakan ini resmi disosisalisasikan. Program-program yang menunjang kegiatan literasi di SDIT LHI yaitu program membaca dipagi hari dan yang akan lebih banyak berkaitan dengan literasi adalah perpustakaan. Selain program yang sudah disebutkan tadi, kebijakan GLS ini juga dimasukkan kedalam kurikulum sekolah khususnya Bahasa. Maka dari itu untuk anak kelas 1 dan 2 lebih banyak mata pelajaran bahasa untuk tahap pembiasaan. Dibentuk juga Reading Group dikelas untuk menunjang pembelajaran bahasa di kelas. Di perpustakaan juga banyak program-program yang menarik untuk menggalakan kegiatan literasi siswa. Didalam kelas juga terdapat mini library atau biasa dikenal pojok bahasa yang bertujuan agar anak dekat dengan buku. Untuk lebih lengkap lagi saya rekomendasikan untuk mewawancarai kepala perpustakaan karena dari perpustakaan yang akan lebih banyak membuat program berkaitan dengan literasi. 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? Jawaban: Sosialisasi dilakukan melalui rapat kerja, rapat manajemen, dan surat pemberitahuan kepada orangtua. Selain melalui sarana itu juga setiap minggu diingatkan juga ketika upacara. Memberikan penghargaan, mohon bantuannya para guru dan karyawan, serta mengingatkan program-program yang sudah ditetapkan ketika rapat kerja. 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? Jawaban: Pendukung:
129
Kita punya wadahnya jika ingin mensosialisasikan kebijakan atau program dari sekolah. Media juga sekarang sudah sangat membantu. Pengahambat: Guru masih harus terus diingatkan terkait SOP kebijakan dan program yang harus dilakukan. Hal ini karena tagihan para guru yang juga banyak sehingga pencapaian literasi bukan satu-satunya prioritas. 6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? Jawaban: Kepala Sekolah, Kurikulum dan Kesiswaan, serta Perpustakaan.dan dimanajemeni oleh Kepala Sekolah. Meeting setiap pekan (jika ada program baru kita bicarakan bersama lalu menentukan SOP yang kemudian di share jadi lebih kepada manajemen sekolah. Dam ketika diraker tetap ada masukkan-masukkan itu yang menjadi revisi dan menjadi ketetapan bersama. Manajemen terbuka terhadap masukkan2. Dari pihak manajemen -> ke guru-guru . sehingga kebijakan atau program tidak hanya berasal dari kepala sekolah. Orangtua juga dilibatkan dalam proses ini 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Secara khusus untuk GLS memang tidak ada, tapi lebih kepada program-program yang menunjang hal tersebut. dari program-program ini berbasis divisi. Alokasi yang diberikan pun based on divisi. Untuk pengadaan buku sudah ada alokasi dananya sendiri, untuk perputakaan pun seperti itu. 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Kita punya alokasi-alokasi khusus untuk program-program yang menunjang literasi. 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya?
130
Jawaban: Pendukung: Adanya hibah buku atau waqaf buku dari orangtua. Program ini menjadi faktor pendukung untuk ketersediaan sumber literasi untuk anak. Selain itu, ketua yayasan bekerjasama dengan teman-teman beliau di Manchester University sehingga sekolah mendapatkan hibah buku dan menambah wawasan internasional siswa. Selain itu sekolah juga mengaloakasikan waktu dan dana untuk menunjang kecakapan literasi siswa. Penghambat: Buku yang kaya akan nilai-nilai serta gambar-gambar menarik sulit didapatkan di Indonesia. Sehingga terjadi kebosanan bagi anak-anak yang sudah membaca buku yang sama diperpustakaan. 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? Jawaban: Mereka sangat berkomitmen. Karena memang itu ruhnya. itu sudah menjadi kebutuhan. Ya umumnya kita rekrut fresh gradute itu masih bisa di instal pemikirannya, karena virus-virusnya belum terlalu banyak. Idealismenya masih tinggi. Dan masih mau diajak untuk mencari hal-hal yang baru. Dan menuntut para guru untuk belajar juga. Walaupun semuanya tidak mempunyai basic yang sesuai dengan program ini. Secara pribadi kita dituntut untuk melakukan improvisasi. 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? Jawaban: Ketika guru awal masuk ke sekolah ada training PHI. Pembahasan terkait kurikulum, apa esensi dari kurikulum yang diterapkan.Semua guru dan warga sekolah serta orangtua mendapatkan training ini. Kegiatan ini wajib diikuti oleh pihak-phak yang terkait untuk mendapatkan output yang sesuai. Selain itu, pernah diselenggarakan juga training literasi melibatkan perpustakaan juga tapi karyawan
131
enggak tapi guru-guru yang terlibat. Dan pembiacara nya berasal dari UGM (Diana Setyawati dan dian). Selain itu juga adanya training pembuatan worksheet bagi guru. Sekolah juga membuat project yang melibatkan para guru untuk membuat buku. Selain itu, pihak sekolah juga memberikan beasiswa kepada guru yang belum mempunyai background pendidikan untuk berkuliah lagi dibidnag pendidikan. 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? Jawaban: Faktor pendukung: Guru-guru mempunyai semangat belajar yang baik. Selain pihak sekoah memberikan motivasi-motivasi, kretaifitas guru juga lahir dari kesadaran pribadi. Faktor pengahmbat: Warga sekolah harus selalu diingatkan karna masih ada saja guru atau karyawan yang lupadengan tanggungjawabnya. 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut? Jawaban: Untuk kebijakan GLS ini murni dimanajemeni langsung oleh Kepala Sekolah. Artinya yayasan tidak terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut, sifatnya hanya pemberitahuan. Alurnya dari rapat manajemen kemudian akan dibawa ke forum besar seperti rapat kerja yang mengundang
seluruh
warga
sekolah
kemudian
memberikan
pemberitahuan kepada orangtua. Terkadang, untuk program tertentu kami
melibatkan
orangtua
dan
mengundang
orangtua
untuk
mendapatkan bimbingan teknis secara langsung agar sekolah dan orangtua sama-sama bersinergis dalam pelaksanaan suatu program.
132
A. Identitas Diri Nama
: Rima Indah Puspa, S. Ag. MA
Kode
: RI
Jabatan
: Kepala Perpustakaan
Pendidikan Terakhir : Magister Pendidikan Agama
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Di LHI sudah lebih dulu menggencarkan Gerakan literasi sebelum pada akhirnya pak Anies Baswedan akhirnya mengeluarkan kebijakan tersebut. tapi memang saya belum tahu secara detail bagaimana kebijakan yang dimaksud. Tapi awal tahun 2016 saya mendapat kiriman dari salah satu dosen UNY, dan beliau mengirimkan buku panduan gerakan literasi sekolah yang disusun oleh kementrian pendidikan. Secara garis besar, program-program yang dirancang LHI tidak bersebrangan dengan pedoman dari pemerintah. 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Saya sangat mendukung kebijakan tersebut, bahkan saya selaku kepala perpustakaan
sering
membuat
inovasi-inovasi
terkait
kegiatan
perpustakaan untuk menunjang literasi siswa. Letak perpustakaan yang berada diantara kelas 1 dan 2 adalah agar mereka terbiasa mengunjungi perpustakaan sehingga kebiasaan itu sudah melekat. 3. Program apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah dari perpustakaan? Jawaban: Banyak sekali program perpustakaan yang menunjang aktivitas literasi siswa. Diantaranya: story telling, morning motivasi yang dilakukan ustadzah/ ustad setiap paginya, library class, Best Reader of The
133
Month, Books Lover, Oktober Bulan Bahasa, World Book Day, Waqaf Buku, Membumi (Membaca Buku Sepuluh Menit), mading, dan masih banyak lagi. Itu adalah program yang langsung dihandle oleh perpustakaan. Karena ada beberapa program yang menunjang literasi tapi program nya itu masuk kedalam kurikulum secara langsung. 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? Jawaban: Penyebaran informasinya bersifat internal tidak keluar sekolah. Pertama-tama diforum guru-guru lalu dibuatkan surat kepada orangtua. Dan surat pemberitahuan itu akan diberikan kepada wali siswa untuk nantinya wali siswa dapat memberikan informasi kepada orangtua. Selain itu, sebagai bentuk publikasi aktivitas apa saja yang sudah dilakukan, foto-foto kegiatan akan dimuat dikalender perpustakaan dan website sekolah serta website perpustakaan. Kalau untuk warga sekolah biasanya disampaikan melalui grup whatsapp sekolah yang berisi guru-guru dan karyawan. Dan di grup itu akan diposting poster kegiatan yang akan diselenggarakan. 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? Jawaban: Pendukung: Adanya alokasi dana untuk membuat poster, surat edaran, dan untuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu, adanya mahasiswa PPL juga membantu dalam pelaksanaan program-program perpustakaan. Penghambat: Terkadang surat tidak sampai ke orangtua karena anak-anak lupa menyampaikan surat edaran yang dititipkan. Selain itu, kesibukkan masing-masing guru yang biasanya menjadikan proses pembuatan surat atau poster yang mendadak karena keterbatasan sumber daya manusia juga.
134
6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? Jawaban: Kita berkolaborasi dengan seluruh guru dan karyawan. Semuanya dilibatkan. Baik kepala sekolah sebagai stakeholder, siswa pasti, guru sebagai
subjek,
karyawan,
dan
pihak
perpustakaan
sebagai
penanggungjawab dan fasilitator. 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Setiap tahun ajaran baru, 1 orang siswa dibebankan biaya Rp. 100.000,00 untuk keperluan perpustakaan. Selain itu, setiap tahunnya juga perpustakaan mendapat anggaran tersendiri untuk sirkulasi dan kegiatan-kegiatan ringan lainnya. Tapi untuk buku, sekolah sudah mempunyai alokasi khusus menggunakan dana BOS dari pemerintah untuk pengadaan buku. Selain itu, untuk program-program besar juga kita biasa mengajukan proposal kegiatan kepada orangtua siswa yang memang memiliki unit usaha. Sehingga tidak ada kendala untuk pendanaan. 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Tentu kita sudah mengalokasi waktu untuk program-program tersebut. dibuatkan matriks juga supaya kita bisa ingat terus dibulan ini harus berjalan program apa dan seterusnya. Dan kita sesuaikan dengan program-program kelas. 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya? Jawaban: Pendukung: Alhamdulillah semua mendukung program-program yang sudah dibuat oleh perpustakaan. Selain itu pendanaan juga didukung Penghambat:
135
Perlu adanya pengembangan program agar tidak monoton 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? Jawaban: Semua berkomitmen dan guru-guru yang bersangkutan ikut terlibat aktif dalam program yang dibuat oleh perpustakaan. 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? Jawaban: Kami tidak melihat dari latarbelakang pendidikan dari seorang guru, tapi melihat dari kemampuan yang dimiliki oleh guru. Disini banyak sekali guru-gru yang tidak sesuai dengan background knowlegde nya. 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? Jawaban: Pendukung: Semua berkomitmen dan guru-guru yang bersangkutan ikut terlibat aktif dalam program yang dibuat oleh perpustakaan. Penghambat: Setiap dari kita memiliki tugas utamanya masing-masing sehingga guru-guru tentunya lebih memprioritaskan tugas tersebut walaupun jarang terjadi guru tidak membantu program sekolah atau perpustakaan karna ini sudah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk fokus pada aktivitas membaca dan menulis anak. 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut? Jawaban: Untuk program-program perpustakaan dirancang tentunya didalam internal pengurus perpustkaan itu terlebih dahulu, kemudian ketika konsepnya sudah matang, saya selaku kepala perpustakaan akan berbicara dengan kepala sekolah. Jika program disetujui oleh kepala sekolah, maka nantinya akan dibuatkan surat pemberitahuan kepada
136
guru dan karyawan agar ikut membantu pelaksanaan program tersebut. kurang lebih seperti itu struktur birokrasinya.
137
A. Identitas Diri Nama
: Mulatiningsih, S. Pd. I
Kode
: MT
Jabatan
: Kadiv. Akademik dan Kurikulum/ Guru Kelas I
Pendidikan Terakhir : Sarjana Pendidikan
B. Daftar Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui mengenai Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Saya mengetahui program ini jauh sebelum diluncurkan sebelumnya. Karena basic saya juga guru bahasa, makanya saya tertarik dengan program ini. Setelah saya cari-cari dari internet, dapetlah info tentang gerakan literasi. Saya juga mempunyai panduannya. 2. Bagaimana tanggapan dari adanya kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: Bagus dan sangat bermanfaat. Harapannya bisa berjalan di LHI dan dapat dikembangkan atau ada yang dimodifikasi agar tidak terjadi kebosanan. 3. Program perpustakaan apa saja yang menunjang Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah? Jawaban: karena sekolah kita memakai kurikulum UK dimana reading comprehension adalah salah satu target capaiannya, maka kami tim akademik dan kurikulum memutuskan untuk membuat program reading group. Supaya anak-anak juga gak bosen kalau belajarnya dari kawan-kawannya sendiri. kegiatan morning motivation sebenernya bukan hanya memberikan motivasi aja, tapi juga biasa untuk menyelesaikan beberapa insiden-insiden dikelas. Misalnya ada yang lagi marahan karna botol inumnya tumpah kesenggol temennya. Nah nanti saya selaku wali kelas akan memasukkan materi itu di morning
138
motivation. Jadi suasana belajarnya gak melulu dari buku, tapi juga bisa dari pengalaman. program pojok baca ini sebenernya belum berjalan maksimal. Karena guru kelas di kelas I ada 2 orang tapi tugas kami sudah cukup banyak. Yang pertama terkadang belum sempat untuk cek buku-buku yang dibawa siswa ke sekolah itu adalah buku yang standar atau tidak, terus juga dari sekolah belum ada sanksi tegas untuk siswa yang belum membawa buku untuk nantinya diletakkan dipojok baca ini. 4. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan atas kebijakan yang telah ditetapkan? Jawaban: Kalau untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya langsung dari sekolah, tentu guru-guru akan selalu menjadi target utama apalagi tentang literasi. Karna kan kami juga yang akhirnya harus mem breakdown program itu ke adik-adik. Kalau untuk program dari perpustakaan biasanya guru-guru diingatkan di whatsapp. Atau pemberitahuan langsung dari ustadzah Rima biasanya. 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam tahap sosialisasi? Jawaban: Pendukung: Secara keseluruhan sudah baik masalah komunikasi. Kami sangat memanfaatkan saranan-sarana digital juga. Penghambat: Terkadang tidak semua guru atau karyawan datang di rapat, jadi terkadang masih harus menyampaikan dua kali secara kultural. 6. Siapa saja agen yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? Jawaban: Sumber daya manusianya ya kita-kita semua ini ust. Misalnya kegiatan reading book itu kan jelas dihandle langsung oleh guru-guru kelas masing-masing, morning motivtaion juga begitu. Terus kalau ada
139
lomba-lomba dari perpustakaan juga yang jadi juri atau menyeleksi karyanya itu juga guru-guru dari kelas. 7. Bagaimana pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Kalau dari sekolah, sudah anggarannya sendiri untuk setiap divisi. Nanti ketika rapat kerja, seluruh divisi diminta untuk membuat anggaran. Sehingga program-program yang terintegrasi dari kurikulum bisa juga mendapatka alokasi dana. 8. Bagaimana alokasi waktu dalam melaksanakan kebijakan tersebut? Jawaban: Untuk beberapa program memang langsung turunan dari kurikulum sekolah. Misalnya reading group itu masuk kedalam pembelajaran bahasa. Terus morning motivation juga masuk kedalam jadwal tetap setiap pagi untuk seluruh siswa 9. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan sumber daya? Jawaban: Secara keseluruhan, sumber daya nya sangat mendukung menurut saya. 10. Bagaimana komitmen dari masing-masing agen? Jawaban: Saya selaku kadiv akademik dan kurikulum biasanya suka memberikan orientasi dulu tentang suatu program. Supaya guru-guru paham seberapa urgent program ini untuk diterapkan ke anak-anak. Kalau terkait kemampuan manajerial, ya kita sering juga dapet pelatihanpelatihan, diminta ikut seminar tertentu, dan ada juga yang diberi beasiswa dari sekolah. 11. Bagaimana kecakapan agen pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya? Jawaban:
140
Saya selaku kadiv akademik dan kurikulum biasanya suka memberikan orientasi dulu tentang suatu program. Supaya guru-guru paham seberapa urgent program ini untuk diterapkan ke anak-anak. Kalau terkait kemampuan manajerial, ya kita sering juga dapet pelatihanpelatihan, diminta ikut seminar tertentu, dan ada juga yang diberi beasiswa dari sekolah. 12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat berkaitan dengan komitmen para aktor dalam melaksanakan kebijakan? Jawaban: Secara keseluruhan saya apresiasi kepada guru-guru karena telah sama-sama berkomitmen untuk kesana. Walaupun bebannya menjadi lebih banyak, tapi ya itu sudah menjadi konsekwensi sebuah pekerjaan. Namanya juga mendidik, gak mungkin kalau gak cape. 13. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksaan kebijakan tersebut? Jawaban: Kebijakannya dari atas nanti diteruskan kebawah. Kebiasaannya nanti dari kepala sekolah secara struktur melalui rapat guru lalu ke pihakpihak yang berkaitan tergantung dari programnya. Kalau dari kurikulum, tetap saya tanyakan dulu ke kepala sekolah untuk perijinannya.
141
Lampiran 9. Triangulasi
NO 1
Observasi
Aspek yang Diteliti Program
Ya
yang √
Wawancara Kepala
Wawancara Kepala
Wawancara
Kajian
Sekolah
Perpustakaan
Guru
Dokumentasi
Tidak
Program-program
Banyak
sekali karena sekolah Terdapat
menunjang
yang
Kebijakan
kegiatan literasi di perpustakaan
Gerakan
SDIT
Literasi Sekolah
program membaca literasi dipagi yang
menunjang program
LHI
lebih telling,
berkaitan motivasi
ustad
perpustakaan.
paginya,
Selain yang disebutkan
morning n adalah salah target
literasi dilakukan ustadzah/ capaiannya,
adalah
setiap maka
kami
library tim akademik
program class, Best Reader dan kurikulum sudah of
The
tadi, Books
kebijakan GLS ini Oktober
142
yang
menunjang kebijakan
di SDIT LHI:
story comprehensio
yang satu
Program
gerakan literasi
siswa. reading
dan Diantaranya:
akan
dengan
yang kurikulum UK foto
yaitu menunjang aktivitas dimana
hari
banyak
kita memakai dokumentasi
Kesimpulan
Month, memutuskan
1. Reading Group 2. Morning Motivation 3. Mini library 4. Pengadaan perpustakaan 5. Best Reader
Lover, untuk
of
Bulan membuat
Month
The
juga
dimasukkan Bahasa, World Book program
6. Books Lover
kedalam kurikulum Day, Waqaf Buku, reading sekolah khususnya Membumi
group. Supaya
Bahasa. Maka dari (Membaca itu untuk anak kelas Sepuluh 1
dan
2
banyak
lagi.
tahap yang
pembiasaan. Dibentuk
dihandle
dikelas
kegiatan
program motivation
menunjang
yang
pembelajaran
literasi tapi program bukan
perpustakaan banyak program
menunjang sebenernya
itu
program- secara langsung. yang
aja,
tapi juga biasa untuk
143
hanya
masuk memberikan
juga kedalam kurikulum motivasi
9. Waqaf buku
11. Mading 12. Library class
ada morning
untuk beberapa
bahasa di kelas. Di nya
kawan-
oleh sendiri.
Group Karena
day
10. Story Telling
langsung kawannya
juga perpustakaan.
Reading
kalau
Itu belajarnya
program dari
bulan bahasa 8. World book
gak
lebih mading, dan masih bosen
bahasa adalah
untuk
Buku anak-anak Menit), juga
mata banyak
pelajaran
7. Oktober
menarik
untuk
menyelesaika
menggalakan kegiatan siswa.
n literasi
beberapa
insiden-
Didalam
insiden
kelas juga terdapat
dikelas.
mini library atau
Misalnya ada
biasa dikenal pojok
yang
bahasa
yang
marahan karna
bertujuan agar anak
botol inumnya
dekat dengan buku.
tumpah
Untuk lebih lengkap
kesenggol
lagi
temennya.
saya
lagi
rekomendasikan
Nah
nanti
untuk
saya
selaku
mewawancarai
wali
kelas
kepala perpustakaan
akan
karena
memasukkan
dari
perpustakaan yang
materi itu di
akan lebih banyak
morning
144
membuat
program
berkaitan
dengan
motivation. Jadi
literasi.
suasana
belajarnya gak melulu
dari
buku,
tapi
juga bisa dari pengalaman. program pojok baca
ini
sebenernya belum berjalan maksimal. Karena
guru
kelas di kelas I ada 2 orang tapi
tugas
kami
sudah
cukup banyak.
145
Yang pertama terkadang belum sempat untuk
cek
buku-buku yang
dibawa
siswa
ke
sekolah
itu
adalah
buku
yang
standar
atau
tidak,
terus juga dari sekolah belum ada
sanksi
tegas
untuk
siswa
yang
belum membawa buku
146
untuk
nantinya diletakkan dipojok
baca
ini.
2
Komunikasi
√
Sosialisasi
Pertama-tama
dilakukan
melalui diforum
kalau
untuk
guru-guru kegiatan-
sosialisasi program
rapat kerja, rapat lalu dibuatkan surat kegiatan yang
dilakukan
manajemen,
melalui
rapat
kerja,
rapat
dan kepada
orangtua. sifatnya
surat pemberitahuan Dan kepada Selain
surat langsung dari
orangtua. pemberitahuan melalui akan
itu sekolah, tentu
diberikan guru-guru
sarana itu, setiap kepada wali siswa akan minggu upacara
ketika untuk nantinya wali menjadi target bendera siswa
juga
selalu memberikan
diingatkan
terkait informasi
program-program dan
selalu
dapat utama apalagi tentang kepada literasi. Karna
orangtua. Selain itu, kan kami juga
beberapa sebagai
147
bentuk yang akhirnya
manajemen, surat pemberitahuan kepada orangtua, website sekolah, penyebaran poster, melalui
dan
tagihan guru
publikasi
aktivitas harus
mem
postingan
apa saja yang sudah breakdown
postervia media
dilakukan, foto-foto program itu ke
sosial
kegiatan
whatsapp
dimuat
akan adik-adik. dikalender Kalau
perpustakaan
untuk
dan program dari
website
sekolah perpustakaan
serta
website biasanya guru-
perpustakaan. Kalau guru untuk sekolah
warga diingatkan di biasanya whatsapp.
disampaikan melalui whatsapp
Atau grup pemberitahua sekolah n
langsung
yang berisi guru- dari ustadzah guru dan karyawan. Rima biasanya Dan di grup itu akan diposting
poster
kegiatan yang akan
148
berupa
diselenggarakan 3
Sumber Manusia
Daya √
Manajemen terbuka Semuanya
Sumber daya Terdapat
terhadap masukkan- dilibatkan ust, baik manusianya masukkan. pihak nanti
Dari kepala
sekolah ya
dokumentasi
kita-kita berkas-berkas
manajemen sebagai stakeholder, semua ini ust. surat disampaikan siswa
ke
pasti,
guru-guru. sebagai
guru Misalnya
daya
manusia
yang
terlibat
untuk
mendukung kebijakan GLS
subjek, kegiatan
sehingga kebijakan karyawan,
sumber
ini
dan reading book
adalah
seluruh warga
atau program tidak pihak perpustakaan itu kan jelas
sekolah
hanya berasal dari sebagai
dihandle
kepala sekolah,
kepala
langsung oleh
guru, karyawan,
guru-guru
siswa,
kelas masing-
orangtua siswa
sekolah. penanggungjawab
Orangtua
juga dan fasilitator
dilibatkan. proses
ini
dalam Kita
masing,
berkolaborasi
morning
dengan seluruh guru
motivtaion
dan
juga
begitu.
Semuanya
Terus
kalau
dilibatkan.
ada
karyawan.
149
lomba-
baik
dan
Sehingga
tujuan
semuanya
tercapai
jika
lomba
perpustakaan
melibatkan
seluruh
dari
juga yang jadi
warga
juri
sekolah
atau
menyeleksi karyanya
itu
juga
guru-
guru
dari
kelas
4
Sumber Dana
√
Secara
khusus Setiap tahun Kalau ajaran dari sekolah, sudah Terdapat
untuk GLS memang baru, 1 orang siswa anggarannya tidak ada, tapi lebih dibebankan kepada
program- Rp.
program menunjang tersebut.
yang untuk
keperluan Nanti
hal perpustakaan. dari Selain
program-program
itu,
tahunnya
ini berbasis divisi. perpustakaan
150
dokumentasi
biaya sendiri untuk jenis
100.000,00 setiap
rapat
pihak
sekolah
mengalokasikan
biaya dana
sesuai
divisi. pendidikan di dengan ketika SDIT LHI
programnya
kerja,
masing-masing.
setiap seluruh divisi juga diminta untuk membuat
Baik program
itu yang
bersifat kegiatan
Alokasi
yang mendapat anggaran anggaran.
diberikan pun based tersendiri on
divisi.
untuk Sehingga
Untuk sirkulasi
pengadaan
maupun penyediaan
dan program-
buku kegiatan-kegiatan
sumber
program yang
sudah ada alokasi ringan lainnya. Tapi terintegrasi dananya untuk
sendiri, untuk buku, sekolah dari
perputakaan sudah
pun seperti itu
mempunyai kurikulum
alokasi
khusus bisa
juga
menggunakan dana mendapatka BOS
dari alokasi dana.
pemerintah
untuk
pengadaan
buku.
Selain
untuk
itu,
program-program besar juga kita biasa mengajukan proposal
kegiatan
kepada
orangtua
siswa yang memang
151
informasi literasi
memiliki unit usaha 5
Alokasi Waktu
√
kita punya alokasi- Tentu alokasi untuk program
kita
sudah untuk
khusus mengalokasikan program- waktu
untuk program
yang program-program
menunjang literasi
beberapa
memang
tersebut. dibuatkan langsung matriks juga supaya turunan
dari
Terdapat
pihak
sekolah
dokumentasi
sudah
berupa foto
mengalokasikan waktu
khusus
sebagai
upaya
untuk
kita bisa ingat terus kurikulum
peningkatan
dibulan
literasi siswa
berjalan
ini
harus sekolah.
program Misalnya
apa dan seterusnya. reading group Dan kita sesuaikan itu dengan
masuk
program- kedalam
program kelas
pembelajaran bahasa. Terus morning motivation juga
masuk
kedalam
152
jadwal
tetap
setiap
pagi
untuk seluruh siswa
6
Disposisi
√
Mereka
sangat Semua
berkomitmen.
berkomitmen
Karena memang itu guru-guru ruhnya. itu sudah bersangkutan
saya
selaku Terdapat
dan kadiv
dokumentasi
yang akademik dan berupa foto ikut kurikulum
agen-agen yang terlibat
sangat
berkomitmen dengan program
menjadi kebutuhan. terlibat aktif dalam biasanya suka
yang dibuat. Hal
Ya umumnya kita program
ini juga sejalan
yang memberikan
rekrut fresh gradute dibuat
orientasi dulu
dengan
itu
masih
tentang suatu
penelitian yang
instal
program.
dilakukan
Supaya guru-
peneliti dilapangan
karena
bisa
di
pemikirannya, karena
virus-
guru
virusnya
belum
seberapa
bahwa
urgent
warga turut aktif
terlalu
banyak.
Idealismenya masih
paham
hasil
program
153
ini
seluruh
mengimplement
tinggi
untuk
asikan kebijakan
mau diajak untuk
diterapkan ke
tersebut
mencari
anak-anak.
yang
dan masih
hal-hal
baru.
Saya
Kalau terkait
juga menuntut para
kemampuan
guru untuk belajar.
manajerial, ya
Walaupun
kita
sering dapet
semuanya
tidak
juga
mempunyai
basic
pelatihan-
yang sesuai dengan
pelatihan,
program ini. Secara
diminta
pribadi kita dituntut
seminar
untuk
tertentu,
melakukan
improvisasi
ikut
dan
ad juga yang diberi beasiswa dari sekolah
7
Struktur
√
Alurnya dari rapat Untuk
154
program-
garis
struktur
Birokrasi
manajemen
program
kemudian
birokrasi
akan perpustakaan
kebijakan terkait
dibawa ke forum dirancang tentunya
literasi
sekolah
besar seperti rapat didalam
adalah
dari
kerja
yang pengurus
mengundang seluruh sekolah
internal
pihak
perpustkaan warga terlebih
kemudian kemudian
itu dahulu,
program
sudah
diusulkan untuk
konsepnya
pemberitahuan
matang, saya selaku
orangtua. kepala perpustakaan
Terkadang, program kami
untuk akan tertentu dengan
berbicara kepala
melibatkan sekolah.
Jika
dan program
disetujui
orangtua mengundang orangtua mendapatkan bimbingan
oleh kepala sekolah, untuk maka nantinya akan dibuatkan teknis pemberitahuan
155
menyampaikan
ketika
memberikan
kepada
manajemen akan
surat
yang
kemudian disetujui
oleh
kepala sekolah. Program
yang
sudah disetujui kemudian disosialisasikan kepada
pihak-
pihak
yang
terkait
agar
secara
langsung kepada
guru
dan
diberikan arahan
agar sekolah dan karyawan agar ikut
dan
orangtua
(Standar
sama
sama- membantu bersinergis pelaksanaan
dalam pelaksanaan program suatu program
Oprational
tersebut.
Prosedur)
kurang lebih seperti
program
itu
akan
birokrasinya
156
SOP
struktur
dari yang
dilaksanakan.
Lampiran 10. Tentang Penumbuhan Budi Pekerti SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a.
bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau tenaga kependidikan; b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya menjadi bagian proses belajar dan budaya setiap sekolah; c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orangtua; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penumbuhan Budi Pekerti;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019; MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Sekolah adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, sekolah pada jalur pendidikan khusus, dan sekolah swasta, termasuk satuan pendidikan kerja sama. 2. Penumbuhan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai sejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, sampai
157
dengan kelulusan sekolah.
158
3.
Masa orientasi peserta didik baru yang selanjutnya disebut MOPDB adalah serangkaian kegiatan pertama masuk sekolah pada setiap awal tahun pelajaran baru yang berlangsung paling lama 5 (lima) hari.
4.
Pembiasaan adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk generasi berkarakter positif.
5.
Kelulusan adalah berakhirnya proses pembelajaran siswa pada satuan pendidikan. Pasal 2
PBP bertujuan untuk: a. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan; b. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat; c. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga; dan/atau d. menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pasal 3 Pelaksana PBP adalah sebagai berikut: a. siswa; b. guru; c. tenaga kependidikan; d. orangtua/wali; e. komite sekolah; f. alumni; dan/atau g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pasal 4 (1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus. (2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) PBP dilaksanakan: a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan/atau tahunan; b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masyarakat. (4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
159
Pasal 6 Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 7 Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pasal 8 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2015 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA; TTD YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD
Ani Nurdiani Azizah NIP. 195812011986032001
160
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI A.
Pengantar Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan: a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar; b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia; c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di lingkungan sekolah, dan orangtua; d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas; e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri; g. penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan peran aktif orangtua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.
B.
Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. 1)
Sekolah Dasar Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
161
2)
C.
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstrakurikuler, intra kurikuler, sampai dengan lulus.
Jenis Kegiatan Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; Penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait.
D.
Cara Pelaksanaan Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan dengan nilai -nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.
E.
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masing-masing.
F.
Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan: I.
Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya. Kegiatan wajib: Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian di bawah bimbingan guru. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang sederhana dan hikmat.
II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan wajib: 1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah. 2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara;
162
3.
4.
Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme dan cinta tanah air. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai media dan kegiatan. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai media dan kegiatan. III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan Orangtua Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan orangtua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan yang efektif. Kegiatan wajib: Sekolah mengadakan pertemuan dengan orangtua siswa pada setiap tahun ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d) rencana capaian belajar siswa agar orangtua turut mendukung keempat poin tersebut. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah. • Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku. 2.
Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orangtua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/adat yang dibangun masing-masing keluarga; • Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian.
IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan pembelajaran dari rekan (peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar bersosialisasi. Kegiatan wajib: Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orangtua. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan. V.
Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek fisik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah serta diri. Kegiatan wajib: Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk kelompok lintas
163
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contdh pembiasaan umum: • Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara efisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa. • Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan. • Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangkunya masingmasing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah. • Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian regu. • Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas. • Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat. VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal agar siswa bias menemukenali dan mengembangkan potensinya. Kegiatan wajib: 1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari). 2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya). • Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan mengajukan pertanyaan; • Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi dirinya. VII. Pelibatan Orangtua dan Masyarakat di Sekolah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya melibatkan orangtua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orangtua dan masyarakat. Kegiatan wajib: Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan mengundang orangtua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Orangtua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar sekolah. • Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswa di dalam sekolah.
164
Lampiran 11. Jenis Biaya Pendidikan
165
Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian
166
167