JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
Implementasi Circular Hough Transform untuk Deteksi Kemunculan Bulan Sabit Ike Mardiya Sari, Agus Zainal Arifin, dan Anny Yuniarti Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Kemunculan bulan sabit dapat digunakan untuk menentukan penanggalan awal pada bulan Hijriyah. Namun bentuk bulan sabit yang tampak menjelang tanggal 1 Hijriyah tersebut relatif sulit untuk dilihat dengan mata telanjang terutama karena kemiripannya dengan awan hitam di sore (petang) hari dan ukurannya yang sangat tipis. Dalam Tugas Akhir ini dibuat suatu sistem untuk mendeteksi kemunculan bulan sabit dengan metode Circular Hough Transform. Metode ini terdiri dari empat tahap yaitu preprocessing, segmentasi, pencarian kandidat obyek, dan deteksi obyek dengan Circular Hough Transform. Hasil uji coba pada sejumlah citra hasil pengamatan menunjukkan keberhasilan sistem sebesar 75% dalam mendeteksi kemunculan bulan sabit. Kata Kunci— bulan sabit, Circular Hough Transform, deteksi obyek, region properties.
P
I. PENDAHULUAN
ENENTUAN awal bulan Hijriyah sangat penting artinya bagi segenap kaum muslimin. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan awal kalender bulan Hijriyah diantaranya hisab (perhitungan), rukyat (melihat hilal) dan hisab imkan al-rukyat (hisab yang menyatakan hilal mungkin untuk dapat dilihat). Perkembangan komputer yang pesat diharapkan dapat mendukung pelaksanaan hisab dan rukyat al-hilal, sehingga perbedaan-perbedaan yang terjadi di masyarakat yang berkisar seputar hasil hisab dan rukyat dapat diminimalkan. Teknologi komputer yang sifatnya deterministik dapat digunakan sebagai sarana bantu untuk memperkecil kesalahan-kesalahan manusiawi yang biasa terjadi. Untuk mengatasi hal itu, pemanfaatan pengolahan gambar (citra) hasil video ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) dapat dilakukan. Pengolahan citra disini disajikan untuk dapat membantu mengolah frame-frame hasil ektraksi video pengamatan visibilitas hilal tersebut. Pengolahan citra dilakukan dengan mendeteksi obyek yang ada pada citra, dalam hal ini adalah obyek bulan sabit. Metode detesi obyek yang berbentuk lingkaran maupun sebagian melingkar telah banyak dikembangkan. Diantaranya Geometric Symmetry[1], Least Square Technique[2], dan metode berbasis intersection of pair of chords[3]. Metodemetode tersebut di atas yang menghasilkan nilai maksimal pada saat akumulasi selalu menghasilkan kandidat ‘peak’, tapi tidak dapat memberikan jaminan bahwa ‘peak’ yang dipilih benar-benar sesuai untuk lingkaran. Metode-metode tersebut
hanya berhasil ketika pola lingkaran yg ingin dideteksi sangat kontras terhadap background yang uniform[4]. Untuk mengatasi hal tersebut, metode Circular Hough Transform adalah metode yang robust yang dapat digunakan untuk mengandung banyak noise. Metode ini pernah diterapkan pada pengenalan bola secara otomatis[4] dan deteksi obyek buah kelapa[5]. Karena kemiripan bentuk geometris bulan sabit dengan obyek bola dan buah kelapa, maka dalam Tugas Akhir ini menggunakan Circular Hough Transform untuk deteksi obyek bulan sabit. Cahaya bulan sabit sangat redup bila dibandingkan dengan cahaya matahari ataupun cahaya senja, sehingga sangat sulit untuk mengamati bulan sabit yang berusia sangat muda. Semakin muda usia bulan sabit maka semakin dekat posisinya dengan matahari, sebaliknya makin tua usia bulan sabit, bulan sabit semakin menjauhi matahari. Pada saat konjungsi, bulan dan matahari berada di bujur ekliptika yang sama. Setelah melewati konjungsi, keduanya berangsur-angsur menjauh. Pada bulan sabit yang sangat muda, beda azimut antara bulan dan matahari sangat kecil sehingga mengakibatkan jarak sudut antara keduanya kecil, begitu juga dengan luas bulan sabit yang memantulkan sinar matahari. Karena dekatnya jarak sudut bulan-matahari ini, bulan sabit akan terbenam beberapa saat setelah matahari terbenam dan dengan tipisnya bulan sabit yang memantulkan sinar matahari maka diperlukan latar yang gelap untuk bisa mengamati penampakan bulan sabit. Jadi mengamati bulan sabit bukanlah pekerjaan yang ringan, sebab meskipun bulan sabit berada di atas ufuk saat matahari terbenam tetapi bulan sabit belum tentu bisa diamati. Penyebabnya adalah cahaya bulan sabit yang sangat redup tersebut kalah dengan cahaya senja. Artinya, agar mata manusia dapat mengamati bulan sabit dengan baik maka diperlukan kondisi langit yang gelap. Permasalahannya adalah makin muda usia bulan sabit makin dekat kedudukannya dengan matahari, sehingga tidak ada cukup waktu untuk menunggu senja meredup agar bulan sabit bisa teramati. Dengan kata lain bulan sabit akan segera terbenam saat langit masih cukup terang. Sebenarnya dengan makin meningkatnya usia bulan sabit, kesulitan di atas dengan akan dapat teratasi karena pada saat itu beda azimut bulan-matahari sudah membesar sehingga pengamat punya cukup waktu untuk menyaksikan bulan sabit di atas ufuk setelah matahari terbenam maupun menunggu redupnya senja[6].
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 II. METODOLOGI A. Data Data masukan adalah data awal yang akan diproses yaitu citra yang akan dilakukan proses deteksi kemunculan bulan sabit. Data tersebut merupakan citra berwarna hasil ekstraksi frame dari video ru’yatul hilal yang berukuran 240x320 piksel. B. Tahap Preprocessing Citra hasil ektraksi video ru’yatul hilal memiliki banyak noise dikarenakan beberapa sebab. Pertama, intensitas cahaya bulan sabit sangat redup dibanding dengan cahaya matahari, serta ukurannya yang sangat tipis. Kedua, obyek target hanya terlihat sedikit karena tertutup noise yang dapat mengganggu proses pendeteksian, misalnya awan hitam di sore hari pada saat menjelang maghrib. Sehingga noise ini perlu dihilangkan dengan metode tertentu sehingga obyek yang ingin dideteksi dapat terlihat lebih jelas. Preprocessing ini digunakan untuk memperbaiki kualitas citra. Tahap preprocessing citra meliputi tophat filtering dan peningkatan kontras citra dengan adjustment citra. Tophat filtering berfungsi menyelaraskan pencahayaan background dengan foreground. Proses ini melakukan filtering berupa operasi morfologi tophat pada citra grayscale dan citra biner menggunakan structuring element[7]. Tophat filtering ini dapat digunakan untuk mengoreksi iluminasi yang tidak rata ketika background yang dimiliki citra cenderung gelap. Gambar 4(a) menunjukkan citra masukan yaitu citra berwarna hasil ekstraksi frame video ru’yatul hilal, sedangkan Gambar 4(b) menunjukkan citra hasil proses tophat filtering. Dari citra tersebut dapat dilihat bahwa background terlihat lebih gelap dan obyek bulan sabit terlihat lebih terang. Setelah dilakukan tophat filtering, citra akan memiliki background yang uniform tetapi terlihat sedikit gelap dibandingkan obyek bulan sabit. Lalu akan dilakukan adjustment citra untuk mengatur kekontrasan citra. Gambar 4(c) merupakan citra hasil perbaikan kontras dengan adjustment citra. Setelah dilakukan perbaikan kontras, maka gambar bulan sabit tampak semakin jelas terlihat dibandingkan sebelum dilakukan perbaikan kontras dengan adjustment citra. C. Tahap Segmentasi Citra dengan kontras yang meningkat telah didapatkan dari proses sebelumnya, yaitu preprocessing, sehingga obyek yang ingin dideteksi terlihat lebih jelas. Tahap segmentasi memerlukan dua tahap yaitu deteksi tepi dan operasi morfologi. Proses deteksi tepi ini sangat penting karena informasi tepi diperlukan untuk proses Circular Hough Transform[8]. Berbagai metode deteksi tepi telah diterapkan untuk berbagai aplikasi. Di antara metode deteksi tepi, deteksi tepi Canny dipilih untuk diaplikasikan terhadap citra. Canny memberikan tepi yang tipis dibandingkan dengan Sobel [8]. Selanjutnya akan dilakukan operasi morfologi closing dan opening pada citra hasil deteksi tepi. Operasi closing cenderung akan memperluas obyek pada citra, tetapi dengan cara menyambung pecahan-pecahan dan menghilangkan
2 lubang-lubang kecil pada obyek sehingga closing ini berfungsi untuk menghilangkan noise yang kecil pada citra. Sedangkan opening cenderung akan memperhalus obyek pada citra, memutus sambungan yang sempit dan menghilangkan efek pelebaran pada obyek sehingga opening ini berfungsi untuk membuka celah antar obyek pada citra[9]. Citra hasil proses segmentasi dapat dilihat pada Gambar 4(d). D. Tahap Pencarian Kandidat Obyek Pencarian kandidat obyek dilakukan supaya obyek yang diinginkan benar-benar diperoleh dengan menerapkan kriteria tertentu pada obyek yang akan dipilih. Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan properti dari region (segmen) yang diperoleh pada tahap segmentasi. Perhitungan properti dari region pada citra dilakukan dengan mengukur sekumpulan properti-properti dari setiap region yang telah dilabeli dalam matriks label L. Bilangan integer positif yang merupakan elemen dari L berkorespondensi dengan region yang bersesuaian. Panjang major axis dan panjang minor axis merupakan sebagian dari properti yang digunakan pada tahap awal pencarian kandidat obyek ini. Panjang major axis dan minor axis dari sebuah obyek direpresentasikan sebagai sebuah region dengan pendekatan bentuk elips. Gambar 1 menunjukkan sebuah region dari kumpulan piksel berwarna putih yang direpsentasikan dengan pendekatan bentuk elips. Pada Gambar 2 terlihat garis biru yang menunjukkan major axis dan minor axis serta titik merah sebagai foci dari bentuk elips tersebut.
Gambar. 1. Representasi region dengan pendekatan bentuk elips[7]
Gambar. 2. elips[7]
Major axis, minor axis, dan titik foci pada bentuk
Properti dari region yaitu panjang major axis dan minor axis akan digunakan untuk perhitungan ratio dari tiap-tiap region dengan persamaan sebagai berikut :
𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑚𝑎𝑗𝑜𝑟 𝑎𝑥𝑖𝑠 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 𝑎𝑥𝑖𝑠
(1)
Dari hasil perhitungan ratio tiap-tiap region akan dipilih tiga ratio terbesar untuk menjadi tiga kandidat obyek. Proses selanjutnya yaitu untuk mengetahui kriteria kelengkungan bulan sabit. Dari tiga kandidat obyek hasil proses sebelumnya akan dilakukan perhitungan kembali untuk
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
3
mengambil panjang minor axis. Obyek yang memiliki minor axis paling besar memiliki kemungkinan besar bahwa obyek tersebut melengkung. Maka obyek yang memiliki panjang minor axis terbesar akan dipilih sebagai kandidat obyek. Hasil pencarian kandidat obyek dapat dilihat pada Gambar 4 (e). Pencarian kandidat obyek juga didasarkan pada kriteria major axis dan minor axis dari obyek yang diasumsikan sebagai bulan sabit. Pencarian kriteria ini dilakukan terhadap 50 citra sampel dimana di dalam citra tersebut terdapat bulan sabit. Dari data 50 sampel citra telah diperoleh sebuah batas ambang atau threshold untuk mendapatkan kriteria bahwa suatu obyek disebut sebagai bulan sabit. Threshold yang diperoleh yaitu nilai minimum dan maksimum dari panjang major axis dan minor axis. Threshold minimum major axis yaitu 56 dan threshold maksimum major axis yaitu 116. Sedangkan threshold minimum minor axis yaitu 13 dan threshold maksimum minor axis yaitu 31. Suatu bentuk kandidat obyek yang memiliki nilai major axis dan minor axis di luar threshold tersebut maka akan dianggap bukan bulan sabit. Setelah didapatkan satu kandidat obyek yang tersisa, maka akan dihitung jari-jari lingkaran yang digunakan sebagai parameter pada proses Circular Hough Transform. Jari-jari lingkaran R diperoleh melalui persamaan sebagai berikut :
𝑅=
𝑚𝑎𝑗𝑜𝑟 𝑎𝑥𝑖𝑠 2
(2)
Diasumsikan bahwa kandidat obyek di-cover oleh sebuah lingkaran. Bentuk kandidat obyek kira-kira membentuk busur seperempat lingkaran. Garis yang dibentuk oleh panjang major axis serta kedua jari-jari lingkaran akan membentuk segitiga siku-siku, sehingga perhitungan dapat memanfaatkan rumus phytagoras. Penjelasan gambar dari perhitungan jarijari dapat dilihat pada Gambar 3. Dari asumsi tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jari-jari sesuai persamaan (2).
E. Tahap Deteksi Obyek Deteksi obyek ini menggunakan metode Circular Hough Transform karena obyek yang akan dideteksi berbentuk sebagian dari komponen melingkar. Hasil proses segmentasi berupa citra skeletonisasi dan jari-jari lingkaran akan digunakan sebagai parameter masukan pada proses Circular Hough Transform. Algoritma Circular Hough Transform disini menggunakan titik tepi (edge point) pada citra skeletonisai untuk menggambar lingkaran di ruang akumulator. Titik tepi tersebut akan digunakan sebagai pusat lingkaran ketika menggambar lingkaran pada ruang akumulator. Persamaan lingkaran yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝑅2 = (𝑥 − 𝑎)2 + (𝑦 − 𝑏)2
Dimana a dan b adalah pusat lingkaran dan R adalah jarijari lingkaran yang diperoleh dari hasil perhitungan pada proses sebelumnya. Pasangan titik a,b pada akumulator yang overlap oleh banyak lingkaran akan menjadi titik pusat dari obyek lingkaran pada citra asli[11]. Hasil dari Circular Hough Transform yang berupa koordinat titik pusat obyek ini kemudian akan digunakan untuk menggambar lingkaran yang meng-cover obyek bulan sabit pada citra asli sesuai dengan jari-jari yang dihasilkan pada proses pencarian kandidat obyek dengan persamaan (2), dimana a,b adalah titik pusat lingkaran, dan R adalah jari-jari lingkaran. Hasil plotting lingkaran dengan titik pusat hasil dari Circular Hough Transform dapat dilihat pada Gambar 4(g). III. HASIL DAN UJICOBA Uji coba dilakukan dengan menghitung akurasi dari hasil deteksi kemunculan bulan sabit Perhitungan akurasi digunakan untuk menghitung kinerja algoritma dalam mendeteksi kemunculan bulan sabit pada citra masukan, yakni apakah di dalam sebuah citra terdapat kemunculan bulan sabit atau tidak dengan mendeteksi adanya obyek bulan sabit pada citra tersebut. Perhitungan akurasi ini menggunakan persamaan berikut [12]:
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
Gambar. 3. Perhitungan jari-jari untuk parameter Circular Hough Transform
Dari satu kandidat obyek yang tersisa juga akan dilakukan proses skeletonisasi untuk menipiskan bagian obyek sehingga memudahkan proses deteksi dengan Circular Hough Transform. Proses skeletonisasi ini dilakukan dengan menghilangkan piksel-piksel sehingga obyek akan menjadi kerangkanya saja. Operasi ini menghilangkan piksel-piksel pada pinggiran obyek tanpa membuat obyek pecah[5]. Hasil proses skeletonisasi pada kandidat obyek dapat dilihat pada Gambar 4(f).
(3)
𝑇𝑃+𝑇𝑁 𝑇𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑃+𝐹𝑁
(4)
Dimana, TP (True Positive) : pada citra masukan terdapat komponen bulan sabit, pada citra keluaran dideteksi terdapat bulan sabit. TN (True Negative) : pada citra masukan tidak terdapat komponen bulan sabit, pada citra keluaran dideteksi tidak terdapat bulan sabit. FP (False Positive) : pada citra masukan terdapat komponen bulan sabit, pada citra keluaran dideteksi tidak terdapat bulan sabit. FN (False Negative) : pada citra masukan tidak terdapat komponen bulan sabit, pada citra keluaran dideteksi terdapat bulan sabit. Tujuan dari uji coba ini adalah menentukan nilai parameter yang tepat untuk deteksi kemunculan bulan sabit. Sehingga dengan adanya parameter yang tepat ini diharapkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 dapat menghasilkan citra yang dapat menjadi input yang baik untuk deteksi kemunculan bulan sabit. Input yang baik adalah input yang apabila dilakukan proses deteksi kemunculan bulan sabit akan menghasilkan deteksi yang benar atau sesuai obyek yang ada. Parameter uji coba yang digunakan yaitu structuring element. Parameter structuring element merupakan parameter yang digunakan pada proses tophat filtering, closing, dan opening. Uji parameter structuring element dilakukan pada semua citra dalam dataset. Uji coba dilakukan dengan cara mencoba berbagai bentuk structuring element beserta ukurannya.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Gambar 4. (a) Citra masukan; (b) Citra hasil tophat filtering; (c) Citra hasil adjusment; (d) Citra hasil segmentasi; (e) Citra hasil pencarian kandidat obyek; (f) Citra hasil skeletonisasi; (g) Citra hasil deteksi obyek dengan Circular Hough Transform
A. Evaluasi Hasil Uji Coba Parameter Structuring Element pada Proses Tophat Filtering Nilai parameter structuring element yang tepat adalah nilai structuring element yang dapat menyelaraskan kecerahan background dan obyek, yaitu dimana obyek akan terlihat lebih terang daripada background. Dari uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai
4 structuring element, maka kecerahan background hampir menyamai kecerahan obyek. Nilai parameter structuring element yang tepat untuk dataset citra keseluruhan adalah structuring element yang berukuran kecil, karena jika structuring element berukuran terlalu besar kecerahan background hampir menyamai kecerahan obyek, sehingga akan menjadi masalah ketika melakukan peningkatan kontras pada citra. Hasil paling optimal dari keseluruhan dataset uji coba adalah ketika structuring element berbentuk ‘disk’ dengan ukuran radius SE=3. Tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran SE yang tepat adalah SE=3 karena menghasilkan akurasi sistem yang optimal yaitu 75%. B. Evaluasi Hasil Uji Coba Parameter Structuring Element pada Proses Closing Nilai parameter structuring element yang tepat adalah nilai structuring element yang dapat menghasilkan segmen citra yang menyerupai obyek bulan sabit, artinya obyek bulan sabit tidak terlihat terlalu tipis, apalagi terlalu tebal. Dari uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran structuring element maka akan semakin tebal atau tumpul segmen yang didapat. Nilai parameter structuring element yang tepat untuk dataset citra keseluruhan adalah structuring element yang berukuran kecil, karena jika structuring element berukuran terlalu besar maka obyek bulan sabit akan kelihatan tumpul atau tebal sehingga tampak bukan seperti bulan sabit . Hasil paling optimal dari keseluruhan dataset uji coba adalah ketika structuring element berbentuk ‘disk’ dengan ukuran radius SE=3. Tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran SE yang tepat adalah SE=3 karena menghasilkan akurasi sistem yang optimal yaitu 75%. C. Evaluasi Hasil Uji Coba Parameter Structuring Element pada Proses Opening Nilai parameter structuring element yang tepat adalah nilai structuring element yang dapat menghasilkan segmen citra yang menyerupai obyek bulan sabit, artinya obyek bulan sabit tidak terlihat terlalu tipis, apalagi terlalu tebal. Dari uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran structuring element maka akan semakin tebal atau tumpul segmen yang didapat karena ketika ukuran structuring element semakin besar maka maka celah yang kecil yang akan dipisahkan menjadi tersambung. Nilai parameter structuring element yang tepat untuk dataset citra keseluruhan adalah structuring element yang berukuran kecil, karena jika structuring element berukuran terlalu besar maka obyek yang akan dipisahkan akan menyambung.. Hasil paling optimal dari keseluruhan dataset uji coba adalah ketika structuring element berbentuk ‘disk’ dengan ukuran SE=3. Tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran radius SE yang tepat adalah SE=3 karena menghasilkan akurasi system yang optimal yaitu 75%.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
5
Tabel 1. Hasil uji coba parameter structuring element berbentuk ‘disk’
Jenis operasi Tophat filtering Operasi closing Operasi opening
Ukuran radius structuring element 1 3 5 7 9 74 % 61 % 57 % 93 % 80 % 80 % 91% 85 % 78 % 93 % 85 % 80 % 76 % 93 % 89 %
D. Evaluasi Ketepatan Hasil Deteksi Dari evaluasi hasil uji coba di atas, akan dilakukan evaluasi terhadap hasil True Positive, yaitu evaluasi ketepatan hasil deteksi. Perhitungan akurasi ketepatan hasil deteksi menggunakan persamaan sebagai berikut : 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑇𝑟𝑢𝑒 +𝐹𝑎𝑙𝑠𝑒
(5)
Dimana, True : lingkaran hasil Circular Hough Transform tepat melingkari obyek bulan sabit. False : lingkaran hasil Circular Hough Transform tidak tepat melingkari obyek bulan sabit. Tabel 2 menunjukkan akurasi ketepatan hasil deteksi. Dapat dilihat juga bahwa structuring element dengan radius 3 memiliki akurasi tertinggi. Tabel 2. Hasil uji coba ketepatan hasil deteksi True Positive
Jenis operasi Tophat filtering Operasi closing Operasi opening
Ukuran radius structuring element 1 3 5 7 9 69 % 71 % 70 % 75 % 72 % 70 % 71 % 69 % 75 % 73 % 69 % 66 % 60 % 75 % 70 % IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu: 1. Dengan melihat hasil uji coba terbukti bahwa metode Circular Hough Transform mampu mendeteksi kemunculan bulan sabit dengan menunjukkan adanya sebuah lingkaran yang meng-cover obyek bulan sabit tersebut. 2. Dari hasil uji coba bisa disimpulkan penggunaan structuring element yang tepat adalah berbentuk ‘disk’ dengan radius SE=3. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5]
C. Ho, L.H. Chen, A fast ellipse/circle detector using geometry symmetry, Pattern Recognition 28 (1) (1995) 117–124. W. Gander, G.H. Golub, R. Strebel, Least-square fitting of circles and ellipses, BIT 43 (1994) 558–578 H.S. Kim, J.H. Kim, A two-step circle detection algorithm from the intersecting chords, Pattern Recognition Lett. 22 (6/7) (2001) 787–798 D’Orazio, T., C.Guaragnella, M. Leo and A. Distante, 2004. A new algorithm for ball recognition using circle Hough transform and neural classifier. Pattern Recognition, 37: 393-408 Mohamed Rizon, Haniza Yazid, Puteh Saad, Ali Yeon Md Shakaff, Abdul Rahman Saad, Masanori Sugisaka, Sazali Yaacob, M.Rozailan Mamat, M.Karthigayan. 2005. Object Detection using Circular Hough
[6] [7] [8]
[9] [10] [11]
[12]
Transform, American Journal of Applied Sciences 2 (12): 16061609. ISSN 1546-9239. Judhistira Aria Utama. Sekilas Pengetahuan Kriteria Visibilitas Hilal. R2008a Documentation – Image Processing Toolbox - MATLAB Yazid, H., M. Rizon, P Saad, A.Y.M. Shakaff, S. Yaacob, A.R.M. Saad and M. Sugisaka. 2005. An approach of coconuts detection using edge information. Proc. of Intl. Advanced Technology Cong., CDROM. Sri Huning Anwariningsih, Agus Zainal Arifin, Anny Yuniarti. 2010. Estimasi Bentuk Structuring Element Berdasar Representasi Obyek. Jurnal Ilmiah Kursor. ISSN 0216 – 0544. Wijaya, Ch., Marvin, dan Prijono, Agus. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Bandung : Informatika. Simon Just Kjeldgaard Pedersen. Circular Hough Transform. Aalborg University, Vision, Graphics, and Interactive Systems. November 2007 Prakosa, Bagus, Puruhito. 2010. Segmentasi Citra Medis dengan Algoritma Deteksi Tepi Kontur Berbasis Pelacakan Target secara Dinamis. Buku Tugas Akhir Teknik Informatika FTIf ITS Surabaya.