Implementasi Biosensor Glukosa Berbasis Surface Acoustic Wave Azwardi 1*, Muhammad Rivai2* Jurusan Teknik Komputer, Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang1* sylvanums@gmailcom Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya2*
[email protected] Abstrak Kebutuhan akan sensor yang mampu mengsetimasi konsentrasi glukosa
semakin
meningkat. Ada beberapa cara dan metode untuk mengestimasi konsentrasi glukosa dalam larutan, salah satunya adalah dengan memodifikasi material yang mampu membangkitkan Surface Acoustic Wave (SAW). Karakteristik dari komponen tapis berbasis SAW adalah tanggapan frekuensi akan berubah jika elektroda yang terdapat pada komponen tersebut terpapar suatu analit glukosa dengan konsentrasi tertentu. Pada penelitian ini telah berhasil dibuat biosensor glukosa berbasis surface acoustic wave dengan memodifikasi tapis analog berfrekuensi dasar 46Mhz. Karakteristik frekuensi resonansi yang berubah saat menyerap molekul glukosa menghasilkan respon frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap konsentrasi sampel analit glukosa . Pergeseran frekuensi tersebut akan dihitung oleh pencacah frekuensi 32 bit dan diakuisisi oleh mikrokontroler. Data frekuensi tanggapan sensor yang berbeda-beda tersebut akan diproses menggunakan statistical quality control. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap konsentrasi sampel analit glukosa yang berbeda akan menghasilkan โf yang berbeda juga. Katakunci: glukosa biosensor, surface acoustic wave 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini sensor mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan. Bidang biosensor merupakan bidang interdisiplin yang menyangkut bidang biologi, kimia, ilmu material
termasuk fisika material, elektronika maupun mikroelektronika (Muhammad Barmawi 2003). Biosensor adalah suatu sensor yang dapat digunakan untuk menelaah fungsi suatu material biologis atau jasad hidup, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui berfungsinya jasad tersebut. Biosensor pertama kali dibuat adalah glucose sensor. Gula darah yang berbentuk glukosa pada awalnya diukur secara kimiawi ole para peneliti dari perusahaan Ames di Indiana, Amerika Serikat, Ernie Adams dan Anton Clemens adalah dua tokoh dalam pengembangan paper strip (potongan kertas) yang dapat berubah warna karena reaksi kimia dengan glukosa. Akan tetapi produk ini kurang popular karena banyak mengandung kelemahan seperti akurasi rendah, kecepatan pengukuran lambat. Kebutuhan akan biosensor sebagai perangkat analis yang mampu merespons secara selektif terhadap sampel analit yang bersesuaian dan mengubah konsentrasinya menjadi sinyal listrik melalui sistem rekognisi yang merupakan kombinasi antara unsur biologis dan tranduser physico-chemical. Biosensor dapat memberikan alternatif yang kuat dan murah untuk strategi analitis konvensional, untuk pengujian spesies kimia dalam matriks yang kompleks, biosensor dapat membedakan analit target dari sejumlah zat yang tidak dapat bereakasi dan berpotensi menginterferensi proses kimiawi, kemudian menidentifikasi sampel yang diujikan (R. Lowe Christopher at al, 1990). Aplikasi gelombang akustik saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang sensor
termasuk
penginderaan
fisik,
sensor
kimia
dan
biosensor.
Dalam
merealisasikannya dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang berhubungan dengan pengetahuan mengenai bahan, sifat gelombang akustik, desain perangkat (Moussa Hoummadyy, et al, 1997). Pengembangan
gelombang akustik dalam media
piezoelektrik memungkinkan implementasinya untuk diwujudkan menjadi biosensor yang peka. (J.C. Andle, et al, 1994). perangkat gelombang akustik telah digunakan secara komersial selama lebih dari enam puluh tahun. Industri telekomunikasi adalah pengguna terbesar dari perangkat ini, mengkonsumsi sekitar tiga miliar filter gelombang akustik setiap tahun, terutama untuk sel mobile telepon dan BTS. Perangkat ini biasanya Surface Acoustic Wave (SAW) , berfungsi sebagai bandpass filter
baik di RF dan IF bagian dari rangkaian transceiver elektronika. Ada beberapa aplikasi yang baru muncul untuk perangkat gelombang akustik sebagai sensor yang akhirnya bisa sama dengan permintaan pasar telekomunikasi. Ini termasuk aplikasi dalam dunia otomotif (torsi dan sensor tekanan ban), aplikasi medis (biosensor), dan industri dan aplikasi komersial (uap, kelembaban, temperatur, dan sensor massa). Sensor gelombang akustik dengan harga yang kompetitif, sangat sensitif, dan intrinsik dapat diandalkan. Beberapa juga mampu menjadi rangkaian pasif dan terintegerasi secara nirkabel (sensor tanpa sumber daya yang diperlukan).( Bill Drafts, IEEE vol. 49, No.4, April 2001).
Gambar 2.16 Skematika Piranti Surface Acoustic Wave (Venkata S. Chivukula et. Al. 2007) Sensor gelombang akustik memiliki mekanisme deteksi pada permukaan sensor berupa getaran mekanis, atau rambatan gelombang akustik. Perambatan gelombang akustik melalui
permukaan material, setiap perubahan karakteristik pada jalur
propagasi mempengaruhi kecepatan
atau amplitudo gelombang. Perubahan
kecepatan dapat dipantau dengan mengukur frekuensi atau karakteristik fase sensor dan kemudian dapat dihubungkan dengan besaran fisik yang diukur. Hampir semua perangkat gelombang akustik dan sensor menggunakan material piezoelectrik untuk menghasilkan gelombang akustik. Sifat-sifat piezoelektrisitas ditemukan oleh Pierre dan Paul-Jacques Curie di 1880, dilanjutkan oleh Wilhelm Hankel tahun 1881, dan pengembangannya terus dilakukan sampai tahun 1921, ketika Walter Cady menemukan resonator kuarsa untuk menstabilkan rangkaian osilator elektronika. Sifatsifat piezoelektrisitas mengacu pada keluaran besaran listrik dikarenakan adanya tekanan mekanis pada permukaan sensor fenomena ini timbal balik. Jika piezoelektrik diberikan
medan listrik yang sesuai dengan bahan piezoelektrik maka akan
menciptakan tekanan mekanis. Sensor gelombang akustik piezoelektrik menggunakan osilasi medan listrik untuk membuat gelombang mekanis, yang menyebar melalui substrat dan kemudian diubah kembali ke medan listrik untuk pengukuran gelombangnya.(Bill Drafts, IEEE Vol 49 No.4, April 2001.) Kopling tersebut sangat mempengaruhi amplitudo dan kecepatan gelombang. Fitur ini memungkinkan sensor SAW dapat secara langsung mendeteksi perubahan massa dan getaran mekanis. Gerakan yang terjadi pada permukaan sensor juga memungkinkan perangkat ini
digunakan sebagai microactuators. Gelombang ini
memiliki kecepatan rambat sekitar lima lipat lebih lambat dari gelombang elektromagnetik yang bersesuaian, membuat gelombang Rayleigh paling lambat untuk menyebar dalam benda padat. Amplitudo gelombang biasanya sekitar 10 ร
dan kisaran panjang gelombang dari 1 hingga 100 ยตm. (.(Bill Drafts, IEEE Vol 49 No.4, April 2001.) Pengembangan dan pemanfaatan perangkat analisis untuk deteksi, kuantifikasi dan monitoring zat kimia yang spesifik telah menyebabkan munculnya biosensor. Estimasi metabolisme zat kimia seperti glukosa, urea, kolesterol dan asam laktat dalam darah adalah hal yang penting dalam hal diagnosik di bidang klinis. Pemanfaatan biosensor banyak digunakan dalam teknologi diagnostik khususnya di dunia klinis. Biosensor adalah perangkat yang memiliki elemen penginderaan biologis yang terkait erat atau terintegrasi dalam tranduser. Tujuannya adalah untuk menghasilkan sinyal digital, yang sebanding dengan konsentrasi zat kimia tertentu (Manju Gerard et al, 2001). Perangkat gelombang akustik serba guna, memiliki kepekaan yang cukup baik, kecil, murah, mudah dirancang untuk merespons berbagai aplikasi pengukuran, dinamis dalam luas jangkauan, dan deployable sebagai unit nirkabel. Oleh karena itu perangkat gelombang akustik ini alternatif yang menarik untuk aplikasi sensor. Banyak pengembangan perangkat SAW dan fitur uniknya
yang dikembangkan untuk
perangkat CMOS yang kompatibel dengan SAW, membuktikan bahwa CMOS-SAW perangkat bisa memberikan alternatif untuk teknologi yang ada yang digunakan untuk biosensing dengan memberikan tingkat sensitivitas dan kinerja yang lebih baik dengan biaya rendah (Onur Tigli, et al, 2010 ).
Gelombang akustik menyebar melalui permukaan dari material, perubahan karakteristik akan mempengauhi kecepatan dan amplitudo dari gelombang tersebut. Perubahan kecepatan tersebut dapat dimonitor dengan mengukur perubahan frekuensi (Ballatine et al., 1997). Gelombang SAW dapat dicapai dengan aplikasi dari memberikan sinyal sinusoidal yang berasal dari generator ke metal film inter digital tranducer (IDT) yang disimpan pada permukaan substrate piezoelectric. Konfigurasi dari basic SAW memerlukan dua buah IDT. Salah satu dari IDT tersebut berfungsi sebagai devais input dan akan merubah variasi sinyal tegangan ke dalam gelombang akustik mekanik. IDTs yang lain berfungsi sebagai output yang akan merubah getaran mekanik SAW kembali menjadi tegangan (Campbell 1989). Keuntungan dari sensor SAW ini antara lain ukurannya kecil, mempunyai sensitivitas tinggi dan harga relatif murah. Sifat alamiah dari perangkat ini kebanyakan tergantung kepada material piezoelectric seperti kecepatan gelombang dan koefisien electromecanical coupling ( Amol V. C et al., 2004). Dalam penelitian ini diimplementasikan Surface Acoustic Wave sebagai piranti yang dapat berfungsi sebagai sebuah biosensor yang digunakan untuk mengestimasi konsentrasi kandungan glukosa yang berasal dari sampel analit glukosa dengan menggunakan
mikrokontroler
sebagai
tempat interfacing
pemrosesan
data.
Selanjutnya data hasil pengukuran berupa selisih frekuensi akan ditampilkan di komputer. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana merealisasikan Surface Acoustic Wave agar dapat berfungsi sebagai sebuah biosensor. Metode penggunaan enzim glucose oxidase untuk mendeteksi analit glukosa di permukaan Surface Acoustic Wave dalam mengukur atau mengestimasi konsentrasi kandungan glukosa pada sampel analit glukosa. Bagaimana penggunaan uap glutaraldehyde untuk mengimmobilisasi enzim glucose oxidase sehingga tercipta matriks ikatan Crosslinking antara enzim glucose oxidase dan uap glutaraldehyde.
Bagaimana
menggunakan
rangkaian
pengkondisi
sinyal
dan
mikrokontroler untuk mengolah data yang diperoleh dari sensor. Sehingga nantinya
diharapkan peralatan biosensor mampu mengukur konsentrasi kandungan glukosa dengan selektifitas dan sensitifitas yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah merealisasikan pembuatan biosensor yang berbasis SAW untuk mengestimasi konsentrasi kandungan glukosa pada sampel analit glukosa. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai dasar penelitian untuk membuat biosensor yang bisa dikembangkan untuk tahap selanjutnya. 2. Metode Penelitian 2.1 Sistim Sensor Sistim estimasi konsentrasi glukosa dalam penelitian ini terdiri komponen tapis analog dengan frekuensi dasar 46 MHz yang telah dimodifikasi dan sebuah komponen tapis analog sejenis yang masih sesuai kondisi fabrikasinya sebagai referensi. Frekuensi resonansi sensor akan menurun saat molekul glukosa yang diujikan terserap di permukaannya akibat reaksi biokimia antara enzim glucose oxidase dengan glukosa namun frekuensi resonansi akan kembali normal setelah molekul mokekul sampel glukosa dihilangkan. Sensor ini selanjutnya diletakkan dalam sebuah fluid cell tempat uji sampel. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan pada Gambar 3. Fluid cell tempat uji sampel menggunakan material plastik dengan tinggi 3cm dan diameter 1.7cm selanjutnya sampel uji ditaruh ke dalam fluid cell dengan dengan menggunakan syringe. Sampel uji berupa analit glukosa dengan konsentrasi masing-masing 25%, 35%, dan 50%, percobaan dilakukan dengan cara memberikan sampel ke permukaan sensor yang telah dilapisi dengan enzim glucose oidase kemudian diimmobilisasi dengan uap glutaraldehyde Metode penelitian meliputi: Pembuatan perangkas keras meliputi bagian sensor SAW, bagian rangkaian pengkondisi sinyal dan bagian antar muka Pembuatan perangkat lunak, yaitu perangkat lunak untuk bagian antar muka dan perangkat lunak untuk komputer Setiap komponen tapis analog referensi dan sensor masing-masing dihubungkan ke sebuah rangkaian osilator yang akan membangkitkan frekuensi dasar dari masing-masing komponen tersebut. Tanggapan dari rangkaian osilator ini kemudian dihubungkan pada rangkaian pencampur untuk mengetahui selisih frekuensi antara komponen tapis analog yang difungsikan sebagai sensor dengan komponen tapis analog referensi.
Sampel analit glukosa yang masuk ke dalam fluid cell akan mengakibatkan perubahan frekuensi resonansi SAW pada komponen tapis analog yang berfungsi sebagai sensor. Perubahan frekuensi tersebut akan dicacah oleh sebuah pencacah frekuensi 32 bit. Hasil perhitungan dari pencacah frekuensi tersebut kemudian dikirimkan ke komputer menggunakan mikrokontroler 89S51 untuk diolah. Antarmuka yang digunakan untuk menghubungkan antara sistem sensor dengan komputer adalah komunikasi data serial RS-232. Data yang dihasilkan oleh sensor tersebut ditampilkan dan dianalisa di komputer untuk mengetahui pergeseran frekuensi resonansi antara sebelum dan sesudah pemaparan uap. Sebelum pengukuran dimulai frekuensi resonansi semua komponen tapis analog harus dipastikan dalam keadaan stabil. Sampel yang diujikan menghasilkan respon frekuensi yang berbeda-beda tergantung dari konsentrasinya yang terpapar padanya. Respon frekuensi tersebut terdiri baseline dan respon kemudian dianalisa menggunakan statistical quality control sebelum di inputkan ke persamaan berikut. โf ๐๐
%=
(๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ โ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ) ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
x 100
Gambar 3. Skematika Sistem Estimasi Konsentrasi Glukosa 2.2 Penerapan Statistical Quality Control 2.2.1 Unit Pengendali Variabel Banyak karakteristik kualitas yang dapat dinyatakan dalam bentuk ukuran angka. Misalnya, diameter bantalan poros dapat diukur dengan makrometer dan dinyatakan dalam millimeter. Suatu karakteristik kualitas yang dapat diukur, seperti dimensi berat,
atau volume dinamakan variable. Grafik pengendali untuk variabel digunakan secara luas. Biasanya grafik-grafik itu merupakan prosedur pengendali yang lebih efisien dan memberikan informasi tentang penampilan proses yang lebih banyak daripada grafik pengendali sifat. 2.2.2 Grafik Pengendali Unit Individual Banyak keadaan yang menggunakan ukuran sampel n = 1 untuk pengendalian proses. Ini sering kali terjadi apabila digunakan teknologi pemeriksaan dan pengukuran otomatis dan setiap unit yang diproduksi diperiksa. Ini juga terjadi apabila tingkat produksi terlalu lamban untuk dapat menggunakan ukuran sampel n > 1 dengan enak, atau apabila pengukuran-pengukuran berulang hanya berbeda karena kesalahan laboratori atau analisis, seperti dalam banyak proses kimia. Dalam hal seperti itu, grafik pengendali unit individual akan berguna. Prosedur pengendaliannya menggunakan rentang bergerak dua observasi yang berurutan guna menaksir variabel proses. Mungkin juga untuk membentuk grafik pengendali rentang bergerak dua observasi berurutan. Parameter grafik pengendali pengukuran individual adalah BPA
d2
= ๐๐๏ฟฝ โ 3
d2
Garis tengah = ๐๐๏ฟฝ BPB
๏ฟฝ R
= ๐๐๏ฟฝ + 3
๏ฟฝ R
Jika digunakan rentang bergerak n = 2 observasi, maka ๐๐2 = 1, 128 didapatkan dari
tabel.
Pertimbangan penggunaan grafik pengendali individual dalam kaitannya dengan grafik rentang bergerak dalam keadaan berikut ini: Proses yang tidak mudah atau tidak mungkin memperoleh lebih dari satu pengukuran per sampel, atau jika mengulangi pengukuran hanya akan berbeda oleh kesalahan laboratori atau analisis. Contoh kerap kali terjadi dalam proses kimia. Proses yang teknologi pengujian dan pemeriksaannya otomatis memungkinkan pengukuran pada tiap unit yang diproduksi. Dalam keadaan ini, pertimbangan juga grafik pengendali jumlah kumulatif dan grafik pengendali rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan respon sensor dalam waktu terhadap beberapa sampel analit glukosa yang diujikan dengan variasi konsentrasi 25%, 35% dan 50%.
Gambar 4. respon sensor untuk konsentrasi 25% glukosa
Gambar 5. respon sensor untuk konsentrasi 35%
Gambar 6 respon sensor untuk konsentrasi 50%
Langkah-langkah analisa data Dari percobaan yang dilakukan didapat data di masing-masing konsentrasi sampel percobaan langkah berikutnya adalah: pertama menentukan sekumpulan data yang merupakan baseline dan respon sensor ( baseline data adalah data yang cenderung terus mengalami peningkatan, sedangkan data respons sensor adalah data yang tibatiba
menurun
akibat adanya reaksi
biokimia dipermukaan sensor. Kedua
mengabsolutkan data frekuensi baik baseline maupun respon hal ini dilakukan agar data dapat ditansformasikan ke dalam bentuk logaritma (log), (D. Rivera et al,2003). Ketiga menerapkan transformasi logaritma pada frekuensi baseline dan respons untuk meminimalisir nilai varians data dan dapat menormalkan data tanpa menghilangkan sifat asli data. Keempat Untuk mengetahui data yang bersifat outlier ( data yg keluar dari spek) digunakan metode quality control dengan menggunakan control chart (dengan bantuan software minitab). Dengan control chart dapat diketahui data yang keluar dari spek (outlier) dan data tersebut dibuang agar tidak mengganggu proses dan merusak kesimpulan. Kelima Menghitung rata-rata dari baseline dan rata-rata dari respon untuk mengetahui nilai โf. Respon frekuensi dihitung dalam bentuk perubahan persentase dari frekuensi baseline terhadap frekuensi respon dari samapel analit glukosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda. โf ๐๐
%=
โf ๐๐
%=
(๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ โ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ) x 100 ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
(1)
Didapat nilai โf untuk konsentrasi glukosa 25% (๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ โ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ) 4,491698โ4,557328 ) x 100 = x 100 = 1,4611 ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ 4,557328
Didapat nilai โf untuk konsentrasi glukosa 35% โf ๐๐
%=
(๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ โ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ) 4.570037 โ4.251289) x 100 = x 100 = 7,4977 ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ 4.251289
Didapat nilai โf untuk konsentrasi glukosa 50% โf ๐๐
%=
(๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ โ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ) ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐
x 100 =
4.203217 โ3.80216 ) 3.80216
x 100 = 10.5481
Scatterplot of Delta (f)/f x 100% vs Kadar Glukosa 14 12.6584
Delta (f)/f x 100%
12 10 8
7.4977
6 4 2
1.4611
0 25.00%
30.00%
35.00% 40.00% Kadar Glukosa
45.00%
50.00%
Gambar Scatterplot untuk nilai โfโf (%) pada masing-masing kadar glukosa yang digunakan Chart of Delta (f)/f x 100% 14 12.6584
Delta (f)/f x 100%
12 10 8
7.4977
6 4 2 0
1.4611
25.00%
35.00% Kadar Glukosa
50.00%
Bar chart untuk nilai โfโf (%) pada masing-masing kadar glukosa yang digunakan
Dari percobaan yang dilakukan di masing-masing konsentrasi terjadinya perubahan besarnya nilai โf dari konsentrasi 25%, konsentrasi 35%, dan konsentrasi 50%. Peningkatan nilai โf ini membuktikan bahwa terjadinya deposit massa di permukaan sensor ada kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi sampel analit glukosa yang diujikan. 4. Kesimpulan Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan implementasi tapis analog berbasis komponen surface acoustic wave sebagai sensor gas pada sistim identifikasi gas. Perbedaan tingkat kepolaran senyawa menyebabkan pola perubahan frekuensi yang khas untuk setiap jenis gas yang diujikan. Jaringan syaraf tiruan dapat dilatih untuk mengenali gas-gas yang diujikan dengan tingkat keberhasilan 99 %.