IMAN KEPADA AL QUR’AN A. KEDUDUKAN ALQUR’AN Al Qur’an adalah firman Allah swt. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril, menggunakan bahasa Arab, merupakan mukjizat, sebagai petunjuk hidup serta mendapatkan pahala dan hidayah Allah swt. bagi siapa saja yang membacanya dan mendengarkannya. Adapun kedudukan Al Qur’an dalam Islam adalah : a. Sebagai sumber hukum Islam b. Sebagai mukjizat, bahwa Nabi saw. betul-betul Rasulullah. c. Sebagai Kitab Allah swt. yang turun terakhir untuk menjadi petunjuk bagi segenap manusia guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. d. Sebagai bukti kekuasaan Allah swt. dan kerasulan Nabi Muhammad saw. Al Qur’an tidak dapat ditiru atau dipalsu oleh siapapun, terjamin keasliannya dan terpelihara dari perubahan dan pergantian sampai akhir zaman. a. Al Qur’an sebagai wahyu Allah swt. Perhatikan firman Allah swt. berikut : [ 193 ] (pada arab yang baru nomor 26 a)
ـﻪﻠَﻴـﺎ ﻋﻨﻤﻴﻬﻣﺘَـﺎﺏِ ﻭﺍﻟْﻜـﻦﻣـﻪﻳﺪﻳﻦﻴﺎﺑﻤﻗًﺎﻟﺪﺼﻣﻖﺑِﺎﻟْﺤﺘَﺎﺏ ﺍْﻟﻜﻚﺎﺇِﻟَﻴﺰﻟْﻨ ْﺃَﻧﻭ ﻜُـﻞﱟﻟـﻖﺍﻟْﺤﻦﻙَﻣﺎﺀﺎ ﺟﻤ ﻋﻢﻫﺍﺀﻮﺃَﻫﻟَﺎﺗَﺘﱠﺒِﻊ ﻭﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎﺃَﻧْﺰﺑِﻤﻢﻬﻨﻴﺑﻜُﻢﻓَﺎﺣ ﻦﻟَﻜ ﻭﺓﺪﺍﺣﺔً ﻭﺃُﻣﻠَﻜُﻢﻌﻟَﺠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎﺀ ﺷﻟَﻮﺎ ﻭﺎﺟﻬﻨﻣﺔً ﻭﻋﺮ ﺷﻜُﻢﻨﺎﻣﻠْﻨﻌﺟ ﻜُﻢﺟِﻌ ـﺮﻣﺇِﻟَــﻰ ﺍﻟﻠﱠ ـﻪﺍﺕ ـﺮـﺘَﺒِﻘُﻮﺍﺍﻟْﺨَﻴﻓَﺎﺳﺍﺗَــﺎﻛُﻢــﺎ ﺀــﻲﻣﻓﻛُﻢﻠُـﻮﺒﻴﻟ 48 : ﺍﳌـﺎﺋـﺪﺓﻔُﻮﻥﺗَﺨْﺘَﻠﻴﻪﻓﺘُﻢﺎ ﻛُﻨﺑِﻤﺌُﻜُﻢﺒﻨﺎﻓَﻴﻴﻌﻤﺟ Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap yang lain itu, maka putuskanlah menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan”. QS. Al Ma’idah : 48
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Al Qur’an sebagai wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. mengandung kebenaran mutlak tentang apa saja yang terkandung di dalamnya, merupakan petunjuk yang harus diikuti dan dipatuhi. Al Qur’an juga membenarkan isi dari kitab-kitab suci yang diturunkan Allah swt. sebelumnya, tentang penyembahan kepada Allah swt., beriman kepada Rasul-rasulNya, petunjuk untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, di samping itu Al Qur’an juga menunjukkan dan menjelaskan kesalahan dan perubahan pada Kitab-kitab terdahulu yang disebabkan adanya perubahanperubahan yang dilakukan oleh manusia karena menuruti hawa nafsunya. Perubahan yang ada pada Kitab-kitab terdahulu inilah yang menyebabkan adanya perbedaan dengan Al Qur’an yang datang kemudian, padahal semestinya memiliki kesamaan ajaran yaitu ajaran Tauhid. Perhatikan dua firman Allah swt. berikut :
ﺎﺑِـﻪﻨـﻴﺻـﺎ ﻭﻣ ﻭـﻚـﺎﺇِﻟَﻴﻨﻴﺣﻱﺃَﻭﺍﻟﱠـﺬـﺎ ﻭﻧُﻮﺣـﻰﺑِـﻪﺻـﺎ ﻭﻳﻦِﻣ ﺍﻟـﺪﻦﻣﻟَﻜُﻢﺮﻉ ﺷ 13 : ﺍﻟﺸﻮﺭﻯﻴﻪﻗُﻮﺍﻓﻟَﺎﺗَﺘَﻔَﺮ ﻭﻳﻦﻮﺍ ﺍﻟﺪﻴﻤﺃَﻗﻰﺃَﻥﻴﺴﻋﻰ ﻭﻮﺳﻣ ﻭﻴﻢﺍﻫﺮﺇِﺑ Artinya : “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. QS. As Syura : 13
َـﺎﺃُﻧْـﺰِﻝﻣﺍﻟْﺈِﻧْﺠِﻴـﻞَ ﻭ ﻭﺍﺓﺭـﻮﺍ ﺍﻟﺘﱠـﻮﻴﻤﺘﱠـﻰﺗُﻘ ﺣﺀﻲﻠَﻰ ﺷ ﻋﺘُﻢﺘَﺎﺏِﻟَﺴﻞَﺍﻟْﻜﺎﺃَﻫﻗُﻞْﻳ 68 : ﺍﳌــﺎﺋـﺪﺓﻜُﻢﺑ ﺭﻦﻣﻜُﻢﺇِﻟَﻴ Artinya : “Katakanlah : Hai ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. QS. Al Maidah : 68 Turunnya Al Qur’an menjadi pertanda berakhirnya masa berlaku Kitab-kitab yang datang terdahulu, oleh karena Al Qur’an merupakan Kitab suci terakhir yang bersifat universal dan menjadi pengganti dan penyempurna dari ajaran Kitab-kitab terdahulu, yang masa berlakunya sampai akhir zaman serta berlaku untuk segenap umat manusia. b. Al Qur’an terpelihara keasliannya Setiap kali Rasul saw. menerima wahyu, beliau menghafalkannya dan menyuruh para sahabat untuk juga menghafal. Untuk menghindari terjadinya kesalahan maka sewaktu-waktu Nabi saw. mengadakan repetisi (ulangan) terhadap hafalan sahabat, Nabi saw. sendiri juga dikenakan repetisi oleh Allah swt. yang dilakukan oleh Malaikat Jibril dan biasanya berlaku setahun sekali pada setiap bulan Ramadlan. Pada tahun dimana Nabi saw. wafat repetisi terjadi sampai dua kali, dan inilah yang
kemudian dilakukan oleh umat Islam dengan mengadakan Tadarus Al Qur’an pada khususnya pada bulan Ramadlan. Di samping dihafal, Nabi saw. juga menyuruh untuk menulis Al Qur’an. Berhubung Nabi saw. sendiri tidak bisa menulis dan membaca, maka Beliau membentuk Tim Penulis Wahyu atau Kuttabul Wahyi, yang terdiri dari para ahli yaitu : Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Mereka bekerja di bawah petunjuk Rasul saw. dan yang paling rajin dan aktif dari mereka adalah Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Tim penulis wahyu ini menghasilkan catatan-catatan Al Qur’an yang ditulis pada kulit atau tulang-tulang binatang, batu, pelepah kurma, daun dan lain-lain. Hasil kerja tim ini menjadi dokumentasi resmi yang disimpan oleh Rasulullah saw., di samping itu para penulis wahyu ini juga menulis untuk dirinya sendiri yang disimpan di rumah mereka masing-masing. Ada juga penulis yang bersifat pribadi untuk kepentingan sendiri dan keluarganya. Yang perlu mendapat perhatian khusus bahwa Nabi saw. sejak dini sudah berusaha agar jangan sampai Al Qur’an yang tertulis itu kecampuran tulisan selain ayat Al Qur’an selama turunnya wahyu, maka Nabi saw. bersabda :
ِ ﺍﻟـﻘــﺮ ﺁﻥــﺮ ﻋـﻨــﻰ ﻏـﻴ ﻛـﺘــﺐ ﺍﻟـﻘـﺮ ﺁﻥِ ﻭﻣـﻦـﺮﻮﺍ ﻋـﻨـﻰ ﻏـﻴﺒـﻭﻻ ﺗــﻜـﺘـ ﻓﻠـﻴـﻤﺤـﻪ Artinya : “Janganlah kamu tulis apa yang kamu dengar dariku selain Al Qur’an, barang siapa yang telah menulis sesuatu selain Al Qur’an hendaklah dihapus”. Hadits Ketika Nabi saw. wafat, Al Qur’an sudah tertulis lengkap walaupun belum tersusun dalam satu naskah. Dan sudah banyak pula sahabat yang hafal secara utuh Kitab Al Qur’an, di samping yang hafal sebagian. Pada masa Khalifah Abu Bakar (11 - 13 H / 632 - 634 M) dilakukan penyempurnaan penulisan Qur’an, berhubung adanya usul Umar bin Khattab setelah wafatnya 70 orang penghafal Al Qur’an dalam perang Yamamah, bahkan sebelum itu telah gugur para Huffadh dengan jumlah hampir sama dalam pertempuran di sumur Ma’unah dekat Kota Madinah, di masa Nabi saw. belum wafat. Yang mendapat tugas suci ini adalah Zaid bin Tsabit, dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, kesemuanya hafal Al Qur’an 30 juz di luar kepala. Dikumpulkannya semua tulisan Al Qur’an yang telah mereka tulis pada zaman Nabi saw., baik naskah resmi yang disimpan oleh Nabi saw., maupun yang berada di tangan sahabat, mereka cocokkan dengan hafalan mereka bahkan dicocokkan pula dengan hafalan para sahabat lainnya, cara ini dilakukan untuk menghindari kesalahan transkripsi (penyalinan tulisan), dan dengan cara ini berhasillah tertulis naskah Al Qur’an yang refresentatif dan sangat dapat dipercaya secara ilmiah. Seluruh Al Qur’an tertulis dalam lembaran yang sama dan seragam, diikat men-jadi satu dan tersusun menurut tertib ayatnya seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. Lembaran Al Qur’an yang sudah terkumpul ini (disebut Mushaf) diserahkan kepada khalifah Abu Bakar untuk disimpan, seterusnya disimpan oleh Khalifa Umar bin
Khattab dan ketika Beliau wafat disimpan oleh Hafsah binti Umar, istri rasulullah saw.Pada masa Khalifah Usman bin Affan (23 - 25 H / 644 - 656 M) daerah Islam telah meluas meliputi Mesir, Syria, Irak, Persi dan Afrika. Dan ketika Isalm tidak hanya dianut oleh bangsa Arab, Al Qur’an tetap dibaca dan dijadikan pedoman hidup dimanapun mereka berada. Masalah baru lalu muncul, yaitu terjadi perbedaan qiroat atau cara membaca Al Qur’an (karena adanya perbedaan dialek) dan tentang tertib susunan surat/ayat dan ejaan tulisan dari Al Qur’an yang mereka miliki. Maka untuk mengatasi hal ini, dan menghindari akibat jelek dari perbedaan ini, maka atas usul Huzaimah Ibnul Yaman untuk ketiga kalinya dibentuk Tim oleh Khalifah Usman, yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit dengan anggota : Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam. Tugas panitia ini adalah membukukan Al Qur’an yaitu menyalin lembaranlembaran yang sudah menjadi buku, dalam pelaksanan tugas ini panitia/tim mendapat petunjuk dari Khalifah : Berpedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al Qur’an Jika di antara mereka terjadi perbedaan bahasa (bacaan), maka haruslah ditulis menurut dialek suku Quraisy, sebab Al Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka. Panitia bekerja berdasar naskah Al Qur’an yang sudah ditulis pada masa Khalifah Abu bakar, dan setelah selesai maka naskah tersebut dikembalikan kepada Ibu Hafsah binti Umar, istri Nabi saw. Hasil kerja tim/panitia ini diberi nama “Al Mushhaf”, oleh tim ditulis 5 buah Mushhaf dengan dialek yang sama, 4 Mushhaf masing-masing dikirim ke Makkah, Syria, Basrah dan Kufah untuk disalin dan di perbanyak, satu Mushhaf ditinggal di Madinah untuk Khalifah, dan inilah yang diberi nama “Mushhaf Al Imam” atau “Mushhaf Usmani”. Setelah tertulis 5 Mushhaf ini, Khalifah Usman memerintahkan untuk memusnahkan semua bentuk lembaran Al Qur’an yang ditulis sebelum Tim Usman. Dari 5 Mushhaf inilah, Al Qur’an ditulis dan dicetak ulang sehingga tersebar ke seluruh dunia sampai sekarang dalam keadaan murni tidak berubah sedikitpun. Sungguh benar firman Allah swt. berikut :
9 : ﺍﳊﺠـﺮﻈُﻮﻥﺎﻓﻟَﺤﺇِﻧﱠﺎﻟَﻪ ﻭﺎ ﺍﻟﺬﱢﻛْﺮﻟْﻨﻧَﺰﻦﺇِﻧﱠﺎﻧَﺤ Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. QS. Al Hijr : 9 C. PENERAPAN AL QUR’AN DALAM DUNIA MODERN Maha benar firman Allah swt., Al Qur’an adalah Kitab suci, bukan sekedar karya ilmiah yang menerangkan fenomena alam, akan tetapi perhatikan pernyataan DR. Maurice Bucaille, ahli bedah dari Prancis dalam bukunya “Bibel, Qur’an dan Sains Modern” : “Memang Al Qur’an bukannya suatu buku yang menerangkan hukum-hukum alam. Qur’an mengandung tujuan keagamaan yang pokok. Ajakan untuk memikirkan tentang penciptaan alam dialamatkan kepada manusia dalam rangka penerangan tentang kekuasaan Tuhan. Ajakan tersebut disertai fakta-fakta yang dapat dilihat oleh manusia dan aturan-aturan yang diciptakan oleh Tuhan untuk mengatur alam, baik dalam bidang sains maupun dalam masyarakat kemanusiaan.
Sebagian dari fakta-fakta tersebut ada yang mudah difahami, akan tetapi sebagian lainnya tidak dapat difahami tanpa pengetahuan ilmiah”. Pemahaman terhadap Al Qur’an akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dan kebenarannya akan semakin nampak bila dibahas secara ilmiah dan konstekstual. Perhatikan contoh berikut : Dalam surat Al Mu’minun ayat 14 dijelaskan tentang perkembangan embrio di dalam peranakan atau rahim, dijelaskan oleh DR. Maurice Bucaille : “Setelah ‘sesuatu yang melekat’, Qur’an mengatakan bahwa embrio melalui tahap : daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampak tulang yang diselubungi dengan daging (diterangkan dengan kata lain yang berarti daging segar). Daging (seperti yang dikunyah) adalah terjemahan dari ‘muthghah’, daging (seperti daging segar) adalah terjemahan ‘Lahm’. Tulang yang sudah terbentuk dan dibungkus dengan otot-otot, inilah yang disebut dengan “lahm”. Dalam perkembangan embrio, ada beberapa daging yang muncul tidak seimbang proporsinya dengan yang akan menjadi manusia nanti, sedang bagian lain tetap seimbang, bukankah dalam surat Al Haj ayat 5 terdapat kata-kata ‘mukhallawah’ yang berarti dibentuk dengan proporsi seimbang”. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah, bahwa sebagian orang yang kurang faham tentang ilmu Biologi atau juga kedokteran, mereka mengartikan kata ‘alaq’ atau ‘alaqah’ dengan arti “segumpal darah’, hal ini kurang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sebab setelah bertemunya ovum dan sperma maka calon embrio itu melekat atau bergantung di dinding rahim, lalu terjadilah proses seperti tersebut di atas. Jadi kata ‘alaq’ atau ‘alaqah’ lebih tepat bila diartikan dengan ‘sesuatu yang melekat’ (di dinding rahim). Untuk itulah, maka pemahaman terhadap Al Qur’an pada masa kini haruslah betulbetul refresentatif, dalam arti menguasai ilmu Al Qur’an dan juga sains dan teknologi, tidak bisa semata-mata tekstual akan tetapi dalam beberapa hal haruslah secara konntekstual.