30
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari 2015, dengan tahapan kegiatan pengambilan sampel kulit udang di P.T Lola Mina, di Labuhan Maringgai, isolasi dan karakterisasi kitin, serta pengukuran konsentrasi glukosamin hasil fermentasi secara spektrofotometri UV-Vis, dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, bejana tahan asam dan basa, termometer, spatula, batang pengaduk, oven, pipet mikro, neraca digital Wiggen Houser, Heating Magnetic Stirrer, Autoklaf Tomy SX-700, Laminar Air Flow, Incubator Memmer-Germany/INCO2, Shaker incubator, Freezer, Waterbath Wiggen Hauser, Freezdryer Scanvac, neraca digital, Sentrifuge, FTIR Varian 2000 Scimiter series, Spektrometer UV-Vis Varian, HPLC Varian 940-LC, detektor ELSD Varian 385-LC, kolom C18 (125 mm × 4,6 mm).
31
Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk kulit udang, akuades, kertas saring, kapas, kain kasa, indikator universal, metanol, kitin dan glukosamin standar produk WAKO Jepang, agar for microbiology, dekstrosa, yeast extract, isolat Actinomycetes ANL-4, air laut steril, cycloheximide, nalidixic acid, NaOH, HCl, (NH4)2SO4, NaCl, K2HPO4, MgSO4, CaCl2, CH3COONa dan PITC (phenyl isothiocyanate).
C. Prosedur Penelitian
1.
Isolasi Kitin
Isolasi kitin dilakukan melalui tahap deproteinasi dan demineralisasi. Deproteinasi dilakukan untuk memisahkan protein dari serbuk kulit udang, sedangkan demineralisasi untuk memisahkan mineralnya.
1.1 Preparasi Kulit Udang
Langkah awal isolasi kitin ini adalah preparasi sampel kulit udang. Kulit udang dipisahkan dari isi kepalanya, dibersihkan dan dicuci dengan air. Kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 15-20 menit. Selanjutnya diangkat, ditiriskan dan dikeringkan dibawah sinar matahari. Kulit udang yang sudah kering kemudian diperkecil ukurannya dengan menggunakan blender dan diayak hingga diperoleh serbuk kulit udang. Serbuk kulit udang disimpan pada tempat yang kering dan selanjutnya siap digunakan untuk proses deproteinasi dan demineralisasi.
32
1.2 Deproteinasi
Deproteinasi dilakukan dengan cara sebanyak 100 gram serbuk kulit udang ditambahkan dengan 1000 ml larutan NaOH 20% dengan perbandingan 1:10 g mL-1, ditempatkan pada bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer, lalu dipanaskan di atas penangas air selama 1 jam pada suhu 90°C (Pariera, 2004). Setelah kondisi tercapai, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh diuji dengan CuSO4 sehingga protein yang telah terpisah berikatan dengan Cu membentuk kompleks berwarna ungu. Residu dicuci dengan akuades hingga pH 7 menggunakan indikator universal, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam.
1.3 Demineralisasi
Demineralisasi dilakukan dengan cara kitin kasar hasil deproteinasi (Residu dari proses deproteinasi) ditambahkan larutan HCl konsentrasi 1,25 N dengan perbandingan1: 10 g mL-1, dimasukkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 1 jam pada suhu 90oC (Pariera, 2004). Setelah kondisi tercapai, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Kemudian filtrat diuji dengan (NH4)2C2O4 menghasilkan endapan berwarna putih. Residu dicuci dengan akuades hingga pH 7 menggunakan indikator universal dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam.
33
2.
Karakterisasi Kitin dengan FTIR
Analisis spektroskopi FT-IR secara umum digunakan untuk identifikasi gugusgugus fungsional yang terdapat pada suatu senyawa. Kitin yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared (FT-IR) dengan cara kitin dibuat pelet dengan KBr, lalu discanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400cm-1. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan pembacaan kitin standar.
3.
Pembuatan Media
3.1 Media ISP-2 (International Streptomyces Project-2)
Media ISP-2 dapat dibuat dari 0,4 gram yeast extract; 1 gram malt extract; 0,4 gram dekstrosa, dan 2 gram agar, dilarutkan dalam 100 ml air laut steril dan kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 2 atm (Khamna et al., 2010). Selanjutnya, media dimasukkan dalam Laminar Air Flow, di-UV selama 5 menit dan ditambahkan masing-masing 25 µL cycloheximide dan nalidixic acid (Margavey et al., 2004).
3.2 Larutan Mineral Garam Actinomycetes ANL-4
Larutan garam mineral terdiri dari 0,4 % (NH4)2SO4, 0,6 % NaCl, 0,1 % K2HPO4, 0,01 % MgSO4, 0,01 % CaCl2, dan 1 % kitin. Larutan ini, disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.
34
4.
Pertumbuhan Actinomycetes ANL-4
Media ISP-2 dituang ke dalam cawan petri dan tabung reaksi (media agar miring) yang telah disterilisasi sebelumnya dan dibiarkan menjadi padat. Setelah media menjadi padat, ditumbuhkan strain Actinomycetes ANL-4 di dalam media ISP-2 dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30 oC. Pertumbuhan Actinomycetes diamati setelah ± 7 hari waktu inkubasi.
5.
Persiapan Inokulum
Actinomycetes ANL-4 yang telah ditumbuhkan selama 7-9 hari, diambil dan dipisahkan spora kulturnya. Kemudian spora kultur dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml yang berisi larutan mineral garam yang telah disterilisasi. Media inokulum ini dibuat sebanyak 4 replikat. Selanjutnya labu erlenmeyer diletakkan pada shaker inkubator dengan kecepatan 175 rpm pada suhu 30oC selama 7 hari.
6.
Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)
Kitin hasil isolasi, dipanaskan dalam larutan 0,5 % NaOH dengan perbandingan 1:1 selama 1 jam. Kemudian dibilas dengan akuades hingga pH 7, lalu filtratnya dipisahkan dengan penyaringan dan dikeringkan. Kitin ini digunakan sebagai substrat dalam fermentasi batch.
35
Kitin sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Kemudian substrat ditambahkan dengan 10 ml larutan garam mineral yang terdiri dari 0,4% (NH4)2SO4, 0,6% NaCl, 0,1% K2HPO4, 0,01% MgSO4, 0,01% CaCl2. Media fermentasi ini juga dibuat 4 replikat. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kultur awal diinokulasikan dalam media kitin dengan perbandingan 1:1, media cair kemudian difermentasikan pada 30oC dengan kecepatan 250 rpm selama 4 jam.
Hasil dari fermentasi bacth, setiap selang waktu 1 jam dalam 4 jam fermentasi dipanaskan dengan waterbath pada suhu 70oC selama 45 menit. Kemudian, ditambahkan 5 ml air suling dan diletakkan pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam. Selanjutnya, campuran disaring dengan menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtrat. Filtrat disentrifugasi pada suhu 4oC (Khamna et al., 2010) dan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit. Semua filtrat yang diperoleh, dibekukan dalam freezer selama 24 jam, lalu diliofilisasi menggunakan freeze dry sampai terbentuk kristal glukosamin.
7.
Analisis Glukosamin dengan Spektofotometer UV-Vis
Sampel yang akan dianalisis adalah rendemen hasil fermentasi 4 jam setiap selang waktu 1 jam, yang telah diliofilisasi dengan freeze dry.
36
7.1 Persiapan Standar dan Sampel Glukosamin
7.1.1 Pembuatan standar Glukosamin
Glukosamin standar sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 100 mL CH3COONa 0,10 M dan didiamkan selama ± 24 jam agar larutan stabil, sehingga diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/L . Larutan standar ini untuk selanjutnya diencerkan secara bertahap hingga diperoleh konsentrasi masing-masing 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/L.
7.1.2
Pembuatan Sampel Glukosamin
Sebanyak 10 mg glukosamin hasil fermentasi yang telah diliofilisasi menggunakan freezedryer masing-masing dilarutkan dalam CH3COONa 0,10 M dan didiamkan selama ± 24 jam sehingga diperoleh konsentrasi akhir 1000 mg/L. Kemudian larutan 1000 mg/L ini masing-masing diencerkan hingga diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/L. Selanjutnya larutan ini masing-masing diencerkan lagi hingga diperoleh konsentrasi akhir 6 mg/L.
7.1.3
Pembuatan Larutan Stok Phenyl isothiocyanate (PITC) 100 mg/L
Larutan Phenyl isothiocyanate (PITC) pekat sebanyak 0,92 mL ditambahkan dengan metanol dalam labu volumetrik 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 mg/L. Kemudian diambil 1 mL dari larutan PITC 10.000 mg/L, diencerkan lagi dalam labu volumetrik 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi
37
1000 mg/L. Selanjutnya, diambil 10 mL dari larutan PITC 1000 mg/L diencerkan dalam labu volumetrik 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/L.
7.2 Optimasi panjang gelombang
Optimasi panjang gelombang ini bertujuan untuk menentukan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan salah satu larutan standar. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar pada panjang gelombang maksimum dan dilanjutkan dengan pengukuran absorbansi sampel.
7.3 Pembuatan Kurva Standar Glukosamin
Larutan glukosamin standar konsentrasi 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/L masing-masing ditambahkan phenyl isothiocyanate (PITC) 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/L) dengan konsentrasi yang sama yaitu dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian campuran larutan dihomogenkan dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UVVis pada panjang gelombang 273 nm. Selanjutnya nilai absorbansi yang diperoleh diplotkan terhadap konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar dan persamaan garis yang menunjukkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi glukosamin.
38
7.4 Analisis Kadar Glukosamin
Sebanyak 10 ml larutan sampel glukosamin direaksikan dengan 10 ml larutan phenil isothiocyanate dengan perbandingan 1:1, dihomogenkan. Kemudian campuran ini diukur absorbansinya dengan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 273 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi linear dari kurva standar glukosamin sehingga diperoleh konsentrasi sampel glukosamin.