10
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Partisipasi Partisipasi masyarakat menurut Soemarto (2003) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok social dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.
Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pelestarian
kegiatan
dengan
memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil (PTO PNPM PPK, 2007)
Mardikanto (2003) Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat.
Sebab, kesempatan dan
kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun.
Kemauan merupakan aspek emosi dan
perasaan berupa reaksi psikis dari dalam diri manusia yang dapat menimbulkan
11
tindakan melaksanakan sesuatu dengan kemampuan dan kesempatan yang ada (Supendy, 1999).
Menurut Oakley (1991) dalam Rangga (2014) mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu: 1.
Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interprestasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat
desa
menetapkan
sebelumnya
program
dan
proyek
pembangunan. 2.
Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara para praktisi dan teoritis mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakikat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai adanya proses partisipasi.
Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi
masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu: a.
Sumbangan pikiran (ide atau gagasan).
b.
Sumbangan materi (dana, barang, alat).
c.
Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja).
d.
Memanfaatkan atau melaksanakan pelayanan pembangunan.
12
2.1.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Partisipasi Petani Dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT)
Fitri dan Dedy (2013 ) dalam penelitiannya Partisipasi Petani Anggota Kelompok Tani Dalam Penerapan Teknologi Padi Tanam Sebatang Di Desa Taratak Bancah Kecamatan Silungkang Kota Sawah Lunto, menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhungan dengan partisipasi petani dalam penerapan teknologi PTS antara lain : (1) Umur, (2) Pendidikan, (3) Luas lahan garapan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi tokoh masyarakat desa dalam pembinaan perkumpulan petani pemakai air (P3A) Tirta Jaya di Desa Purwodadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah menurut penelitian Sari (2005), antara lain : (1) Sifat kekosmopolitan, (2) Pendidikan formal, (3) Luas lahan, (4) Tingkat pengetahuan, (5) Tingkat pendapatan, (6) Status keanggotaan.
Malta (2013) dalam penelitiannya Faktor-faktor yang berhubungan dalam Pengambilan keputusan untuk Berkelanjutan Usahatani, antara lain :(1) Pendidikan formal, (2) Pengalaman berusaha tani, (3) Keaktifan mencari informasi, (4) Luas penguasaan lahan, (5) Keterlibatan dalam kelompok tani, (6) Interaksi dengan penyuluh.
2.1.3 Pengertian Petani
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya dibidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan perikanan, dan pemungutan hasil laut, peranan
13
petani sebagai pengelola usahatani berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor produksi yang diketahui (Hernanto, 1993).
Perkumpulan petani pemakai air yang selanjutnya disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi(Permen PU No. 30 Tahun 2015).
Lembaga koordinasi dan komunikasi antara Kabupaten/Kota, P3A daerah irigasi, pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya, dan unsur masyarakat yang berkepentingan dalam pengelolaan irigasi yaitu lembaga swadaya masyarakat, wakil perguruan tinggi, dan wakil pemerhati irigasi lainnya, pada wilayah kerja Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Gabungan petani pemakai air yang
selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. Induk petani pemakai air yang selanjutnya disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi (Permen PU No.31 Tahun 2007).
Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Irigasi berfungsi mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk
14
mencapai hasil pertanian yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian 2015).
Upaya memposisikan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai bagian penting dari peran serta masyarakat, khususnya petani pemakai air (P3A) maka diperlukan suatu pemahaman bahwa sistem irigasi merupakan sumberdaya yang bersifat sumberdaya milik bersama (common pool resources). Kemudian hal-hal yang terkait dengan partisipasi perkumpulan petani pemakai air dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, sudah diatur pada pasal 26 dan pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari kedua pasal tersebut
diantaranya:
1.
Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan dan pelaksanaan
kegiatan
dalam
pembangunan,
peningkatan,
operasi,
pemeliharaan dan rehabilitasi. 2.
Partisipasi masyarakat petani dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dan dana.
3.
Partisipasi masyarakat petani dilakukan secara perseorangan atau melalui perkumpulan petani pemakai air.
4.
Partisipasi masyarakat petani didasarkan atas kemauan dan kemampuan masyarakat petani serta semangat kemitraan dan kemandirian.
5.
Partisipasi masyarakat petani dapat disalurkan melalui perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya.
15
2.1.4 Irigasi
Berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air pasal 41 ayat (1) mengandung definisi irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.14/PRT/M/2015, Menyebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
untuk
penyediaan,
pembagian,
pemberian,
penggunaan,
dan
pembuangan air irigasi. Ada beberapa jenis jaringan irigasi yaitu: 1.
Jaringan Irigasi Primer adalah jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
2.
Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringn irigasi yang terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuanganya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
3.
Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan Irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarer, serta bangunan pelengkapnya.
Pengklasifikasian sistem irigasi ditinjau dari sudut pengelolaannya dapat dibagi mejadi dua, yaitu irigasi pedesaan dan irigasi pekerjaan umum (PU) atau negara.
16
Irigasi pedesaan merupakan suatu sistem irigasi yang dibangun oleh masyarakat dan pengelolaan seluruh bagian jaringan dilakukan oleh masyarakat. Irigasi PU adalah suatu sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dimana pengelolaan jaringan utama terdiri dari bendung, saluran primer, saluran sekunder, dan seluruh bangunan dilakukan oleh Negara, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum atau Pemerintah Daerah setempat, sedangkan tersier dikelola oleh masyarakat tani (PP No.20 Tahun 2006 Tentang Irigasi).
Pasandaran (1991), dilihat dari segi kontruksi jaringan maka sistem irigasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu : 1.
Irigasi sederhana
yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga air tidak dapat diatur dan tidak terukur, serta efisiensinya rendah. 2.
Irigasi setengah teknis
yaitu suatu sistem irigasi dengan kontruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja sehingga air hanya teratur dan terukur pada head work saja dan diharapkan efisiensinya sedang. 3.
Irigasi teknis
yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan bangunan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi. 4.
Irigasi teknis maju
yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali. Berdasarkan hal tersebut di
17
atas bahwa pengkategorian sistem irigasi dapat dilihat dari kelengkapan bangunan dan saluran yang ada serta harapan tingkat efisiensi dari sistem irigasi yang bersangkutan.
Menurut Pusposutardjo dan Susanto (1993), beberapa ketentuan dalam pembangunan irigasi diantaranya ialah: a.
Pembangunan irigasi merupakan satu kesatuan dalam pembangunan pengairan yang sifatnya selain meningkatkan kemampuan penyediaan air, juga berusaha mengembangkan, mengatur, dan menjaga kelestarian sumber air.
b.
Diperlukan dorongan terhadap petani untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia terutama untuk mengembangkan persawahan dan intensifikasi pendayagunaannya.
c.
Diperlukan peran serta petani dalam pengembangan jaringan terminal (jaringan tersier).
d.
Diperlukan peningkatan kesadaran, kemampuan petani dan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan, perawatan, dan pendayagunaan sarana irigasi yang ada dengan mengikuti peraturan pemanfaatan air secara efisien.
2.1.5 Kebijakan pengelolaan Irigasi
Kebijkan pemerintah dalam pengelola Sumber Daya Air (SDA) yang secara implisit dan eksplisit tertuang dalam peraturan perundang-undangan untuk saat ini harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Menurut Pasandaran (2005), UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan pada hakekatnya memberi lingkup yang lebih luas terhadap Algemeen Water Reglement (AWR) dan memberi kewenangan
18
kepada Pemerintah dalam berbagai dimensi pembangunan dan pengelolaan dibidang
pengairan
termasuk
didalamnya
irigasi,
pengendalian
banjir,
pengembangan air tanah,dan pengusahaan air untuk berbagai keperluan dan memberikan landasan hukum pada pelaksanaan berbagai program pembangunan yang sedang berjalan termasuk didalamnya perbaikan dan perluasan irigasi memberikan sumbangan yang besar bagi pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 bersama-sama dengan teknologi pertanian, dan kebijakan inseftif harga yang memadai (Nono dan Effendi, 2014).
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, proses desentralisasi dan penyerahan kewenangan lembaga pengelola yang yang harus terus dilaksanakan termasuk di dalamnya mekanisme dan penyaluran pendanaan yang memberikan ruang partisipasi dan otonomi yang lebih luas kepada pemerintah daerah dan masyarakat petani pemakai air. Dalam hal pengelolaan irigasi, telah dikeluarkan kebijakan pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi (PKPI) yang dicanangkan oleh presiden dan dituangkan dalam impres No.3 tahun 1999 tanggal 26 April 1999. Pembaharuan tersebut terdiri dari 5 (lima) agenda, yaitu : 1.
Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi.
2.
Pemberdayaan masyarakat petani pemakai air.
3.
Penyerahan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air (P3A).
4.
Penggalian sumber pendapatan untuk membiayai operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi dan pembangunan.
5.
Pencegahan alih fungsi lahan, sehingga jaringan irigasi dapat terjaga (Sulaksono,2009).
19
Kedaulatan pangan tetap menjadi prioritas pemerintah, langkah yang kini tengah pemerintah atasi adalah menyelesaikan akar persoalan yang selama ini menghambat peningkatan produksi pangan.
Salah satunya adalah perbaikan
irigasi. Perbaikan irigasi menjadi skala prioritas pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan nasional, terutama padi.
Selama tiga tahun (2015-2017)
pemerintah akan memperbaiki tiga juta hektar lahan sawah irigasi atau satu juta hektar/tahun. Alokasi kegiatan pengembangan atau rehabilitasi jaringan irigasi tersier berasal dari dana kontingensi tahun 2014 yang tersebar di dua belas provinsi untuk luas 460 ribu hektar dan APBN 2015 untuk luasan satu hektar (Sinar Tani, 2015)
Perbaikan jaringan irigasi merupakan kegiatan guna mengembalikan atau meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula sehingga menambah luas areal tanam atau meningkatkan intensitas pertanaman (IP).
Tujuannya
antaralain (1) Meningkatkan kinerja jaringan irigasi tersier sehingga dapat meningkatkan fungsi layanan irigasi. (2) Meningkatkan produksi padi melalui penambahan luas areal tanam dan/atau layanan jaringan irigasi. (3) Meningkatkan partisipasi petani dalam pengelolaan jaringan irigasi. Sasarannya antara lain (1) Terehabilitasi dan/atau meningkatnya fungsi jaringan irigasi tersier di 27 (dua puluh tujuh ) provinsi seluas 469.532 hektar. (2) Meningkatnya produksi padi melalui penambahan intensitas pertanaman (IP). (3) Meningkatnya partisipasi petani terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2016).
20
2.2 Penelitian Terdahulu
Novi Afrianti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Partisipasi Dalam Pengelolaan Irigasi di Daerah Irigasi Limau Manis Kota Padang Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi petani dalam pengelolaan Irigasi di Daerah Irigasi Limau Manis berada pada kategori sedang, kategori rendah untuk petani yang berada dihulu dan kategori sedang untuk petani yang berada di hilir. Masih rendahnya partisipasi petani dalam pengelolaan irigasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Diantara kedua faktor
tersebut yang paling mempengaruhi secara signifikan yaitu faktor eksternal yang meliputi luas lahan, jarak antara saluran dan lahan serta letak lahan dalam Daerah Irigasi. Untuk itu, perlu kesadaran petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi bisa dirasakan secara maksimal dan diharapkan agar semua motivasi petani dapat meningkatkan partisipasi petani dalam pengelolaan irigasi.
Rangga (2014) , dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Sosiologi Hukum Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah No 12 Tahun 2009 tentang Sistem Irigasi di Kecamatan Barebbo Kabupaten Bone. Hasil dari penelitian antara lain adalah : (1) Secara umum masyarakat di Kecamatan Barebbo cukup berpartisipasi dalam pelaksanaan Perda No. 12 Tahun 2009 tentang SistemIrigasi. Namun ditemukan adanya perbedaan tingkat partisipasi masyarakat pada dua gabungan Perkumpulan Petani pengguna air (GP3A) yang ada di Kecamatan Barebbo, (2) Faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Perda tersebut yang terdapat pada salah satu GP3A disebabkan oleh cakupan wilayah GP3A yang lebih luas sehingga menimbulkan rendahnya
21
intensitas interaksi pengurus GP3A dengan masyarakat yang berakibat pada potensi partisipasi yang tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu
kesadaran masyarakat yang tergabung pada salah satu GP3A masih rendah jika dibandingkan dengan GP3A yang lain.
Mukhtiadi (2014), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Keberhasilan Pembangunan Fisik Di Desa Sukaratu Kecamatan Cikkeusal Kabupaten Serang. Metode yang digunakan adalah metode assosiatif. Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling dengan cara solvin dengan 91 sampel. Kesimpulan dalam penelitian tersebut terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pembangunan fisik di Desa Sukaratu Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang. Kontribusi partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pembangunan fisik sebesar 76,9 % sedangkan sisanya merupakan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pemerintah yang terbuka, bertanggung jawab, dan berkesinambungan.
2.3 KerangkaPemikiran
Pembangunan pertanian khususnya komoditas tanaman padi memiliki tujuan dalam meningkatkan produksi, meningkatkan volume dan mencapai swasembada beras, mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan kesejahteraan para petani.
Dalam rangka upaya khusus meningkatan produksi padi, salah satu program yang dilakukan pemerintah yaitu kebijakan merehabilitasi jaringan irigasi yang
22
merupakan faktor penting dalam proses usahatani yang berdampak langsung terhadap kuantitas dan kualitas tanaman khususnya tanaman padi.
Berdasarkan observasi pendahuluan, di Desa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur, Pelaksanaan kebijakan pembangunan pertanian di Kecamatan Pekalongan salah satu tercermin dari program Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT) diDesa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur yang telah dimulai sejak 2013 sampai saat ini.
Pengambilan faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari gabungan berbagai pendapat. Diantaranya pendapat Fitri dan Dedy (2013 ) dalam penelitiannya Partisipasi Petani Anggota Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Padi Tanam Sebatang Di Desa Taratak Bancah Kecamatan Silungkang Kota Sawah Lunto. Pendapat Sari (2005) dalam penelitiannya Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi tokoh masyarakat desa dalam pembinaan perkumpulan petani pemakai air (P3A) Tirta Jaya di Desa Purwodadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.
Pendapat Malta (2013) dalam
penelitiannya Faktor-faktor yang berhubungan dalam pengambilan keputusan untuk berkelanjutan usahatani.
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT) di Desa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur meliputi:(1) Umur (X1), (2) Pendidikan formal (X2,), (3) Pendapatan (X3), (4) Luas lahan garapan (X4), (5) Status kepemilikan lahan (X5).
23
Umur merupakan usia atau umur petani yang akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal baru dalam menjalankan usahataninya (Hernanto, 1984). Kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2003).
Pendidikan Formal merupakan struktur dari suatu sistem pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari prasekolah sampai dengan perguruan tinggi (Suhardiyono, 1992). Pendapatan merupakan hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan/reveneu) dikurangi dengan biaya pengorbanan (pengorbanan/cost) yang harus dikeluarkan (Mubyarto, 1995).
Luas Lahan garapan merupakan luas lahan garapan yang diusahakan oleh petani dalam berusaha tani, semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin cepat seseorang dalam mengadopsi, karena memiliki ekonomi yang lebih baik (Mardikanto, 1993).
Status kepemilikan lahan, dilihat dari hubunganya dengan lahan status kepemilikan lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pemilik penggarap (owner operator), penyewa (cash tenan), penggarap atau penyakap (share tenant). Status kepemilikan lahan yang berbeda secara teoritis akan menentukan tingkat keragaman usaha tani yang berbeda pula (Soekartawi, 2003). Dari uraian –uraian diatas selanjutnya lima variabel tersebut dapat diidentifikasi sebagai variabel X.
Pengkajian partisipasi petani pada penelitian ini mengacu pada konsep yang dikemukakan Parmuji (1997) dalam Mardliyah (2009) ada empat indikator
24
partisipasi masyarakat yaitu: (1) partsipasi dalam pengambilan keputusan (perencanaan), (2) partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, (3) partisipasi dalam mengendalikan kegiatan, (4) partisipasi dalam menerima manfaat hasil dalam kegiatan.
Diantara ke empat tahapan tersebut yang paling tinggi tingkatan
keterlibatannya adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan serta dalam pelaksanaan (Slamet,1993), khusus pada penelitian ini peneliti hanya mengangkat faktor 1 dan 2 dalam hal ini adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan dan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan.
Dengan demikian partisipasi petani
dalam pengambilan keputusan dan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan dapat diidentifikasi sebagai variabel Y.
Untuk lebih jelasnya hubungan variabel (X) dengan variabel (Y) dapat pada gambar 1 berikut.
25
Faktor-faktor yang
Partisipasi Petani dalam
berhubungan dengan
Kebijakan Optimalisasi dan
Partisipasi Petani dalam
Pemeliharaan JITUT
Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT (Variabel X) :
(Variabel Y) : 1. Partisipasi petani dalam pengambilan keputusan
1. Umur (X1) 2. Pendidikan Formal (X2) 3. Pendapatan (X3) 4. Luas lahan garapan (X4) 5. Status kepemilikan lahan (X5)
(perencanaan). 2. Partisipasi petani dalam
pelaksanaan a. Mengikuti program JITUT. b. Pemeliharaan JITUT. c. Mengikuti rapat anggota. d. Iuran pelayanan irigasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT).
26
2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT) diDesa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur Tinggi. 2. Diduga terdapat hubungan nyata antara (umur, pendidikan formal, pendapatan, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan) dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT).