II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru (Ahmadi, 2001). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengetahuan dan pengalaman seseorang, semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin tinggi tingkat intelektualnya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa sumber ilmu pengetahuan tertentu yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang diperoleh melalui pengalaman, baik secara individual maupun dalam masyarakat. Pengetahuan masyarakat terhadap program KB sudah semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan peningkatan peserta KB baru sebanyak 374.043 peserta KB. Ini menandakan bahwa keingintahuan masyarakat terhadap pentingnya program KB sudah semakin tinggi, dimana masyarakat tidak lagi pasif menunggu untuk mendapatkan informasi dan pelayanan KB, tetapi aktif mendatangi tempat pelayanan KB seperti Klinik KB
6
Pemerintah, Klinik KB Swasta, Dokter Praktek Swasta, dan Bidan Praktek Swasta (BKKBN, 2013). Menurut BKKBN (2013) pengetahuan mengenai cara memilih alat kontrasepsi yang tepat merupakan hal penting dalam upaya perlindungan terhadap kesehatan reproduksi perempuan. Minimnya pengetahuan tersebut akan berdampak terhadap peningkatan angka kematian ibu hamil dan bersalin, angka kehamilan yang tidak diinginkan, dan angka kejadian penyakit menular seksual, serta angka kejadian gangguan kesehatan akibat efek samping kontrasepsi. Hasil penelitian Soedharto, (2000), yang meneliti keikutsertaan pasangan usia subur di Kelurahan Asanon dalam menggunakan alat kontrasepsi menunjukkan bahwa rendahnya penggunaan alat kontrasepsi berkaitan dengan rendahnya pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi. Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Semakin baik tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah untuk menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dengan kata lain pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Namun perlu diperhatikan bahwa perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, walaupun hubungan positif antara variabel pengetahuan dan variabel perilaku telah banyak diperlihatkan. Untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari enam peringkat:
7
1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2007). Dalam tingkatan ini, tekanan utama pada pengenalan kembali fakta, prinsip, aturan, atau strategi penyelesaian masalah. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur kemampuan tingkat tahu (know) antara lain: atur; kutip; urutkan; tetapkan; daftar; ingat-ingat; gambarkan; cocokkan; kenali; perkenalkan; sebutkan; hubungkan; beri nama; garis bawahi; nyatakan; ulangi; reproduksi; tabulasi; pilih (Shirran, 2008).
2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar (Notoatmodjo,2007). Dalam tingakatan pengetahuan ini, seseorang telah dapat menafsirkan fakta, menyatakan kembali apa yang ia lihat, menerjemahkan menjadi satu konteks baru, menarik kesimpulan dan melihat konsekuensi. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur tingkat pemahaman seseorang antara lain: perbaiki; pertahankan; uraikan; klasifikasi; cari ciri khasnya; jelaskan; pertajam; bedakan; perluas; ubah; berikan; generalisir; diskusikan; simpulkan; ringkas; laporkan; prediksikan; perkirakan; identifikasi; nyatakan kembali (Shirran, 2008).
8
3) Aplikasi (aplication) Aplikasi penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode, prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat aplikasi seseorang adalah: terapkan; demonstrasikan; siapkan; perhitungkan; buat eksperimen; temukan; pilih; buat; kaitkan; klasifikasikan; upayakan; selesaikan; kembangkan; ambil contoh; pindahkan; gambarkan; atur; pakai; tunjukkan; manfaatkan; hasilkan; tafsirkan (Shirran, 2008).
4) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan serta mampu menggambarkan hubungan antar ide (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan dalam pengukuran tingkat analisis antara lain: analisis; garis bawahi; bedakan; tunjukkan; rincikan; asosiasikan; gambarkan; bedakan; pisahkan; buat diagram; simpulkan; tegaskan; bedakan; hubungkan; kurangi dan bandingkan (Shirran, 2008).
5) Sintesis (synthesis) Sintesis
merupakan
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru (Notoatmodjo, 2007).
9
Beberapa kata kerja yang digunakan dalam mengukur tingkat sintesis adalah: kategorikan; susun; bangun; sintesiskan; desain; integrasikan; temukan; hipotesiskan; kombinasikan;
prediksikan;
hadapkan;
ciptakan;
rencanakan;
integrasikan; perluas;
susun;
formulasikan;
kumpulkan; hasilkan;
rencanakan;teorisasikan (Shirran, 2008).
6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan tingkat evaluasi seseorang adalah: taksir; pertahankan; dukung; pertimbangkan; kritik; kurangi; kontraskan; beri komentar; beri alasan; bandingkan; evaluasi; verifikasi; nilai; putuskan dan validasikan (Shirran, 2008).
2.2 Pendidikan Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Pendidikan terkait dengan nilainilai, mendidik berarti memberikan, menanamkan, menumbuhkan, nilai-nilai pada peserta didik (Sukmadinata, 2005).
10
Menurut Bastable (2002) proses pendidikan adalah rangkaian tindakan yang sistematis, berurutan, dan terencana, terdiri dari dua operasi utama yang interpenden. Menurut Depdiknas (2003), jalur pendidikan terdiri dari: 1. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lainnya sembilan tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan
bekal
kemampuan
dasar
kepada
peserta
didik
untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. 2. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia. 3. Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang menerapkan, mengembangkan, atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Dari hasil penelitian Bappenas (2002), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan positif dengan pemakaian alat kontrasepsi. Persentase pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi berpendidikan
11
tinggi (82,43%), lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berpendidikan menengah (62,71%) dan dasar (42,41%). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru. Wulansari dan Hartanto (2002), juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode kontrasepsi. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan faktor sosial, ekonomi, perilaku demografi seperti pendapat, gaya hidup dan status kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingginya tingkat intelegensinya.
2.3 Pengertian Kontrasepsi Menurut Winkjosastro,H (2008) kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Daya guna kontrasepsi terdiri atas daya guna teoritis atau fisiologik (theoretical effectiveness), daya guna pemakaian (use effectiveness), dan daya guna demografik (demographic effectiveness). Daya guna teoritis merupakan kemampuan suatu cara kontrasepsi bila dipakai secara tepat, sesuai dengan instruksi dan tanpa kelalaian. Daya guna pemakaian adalah perlindungan terhadap konsepsi yang ternyata pada kenyataan sehari-hari dipengaruhi oleh factor ketidakhati-hatian, tidak taat azas, motivasi, keadaan sosial ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Daya guna demografik menunjukkan berapa banyak kontrasepsi diperlukan untuk mencegah suatu kelahiran (Winkjosastro,H.2008).
12
2.4 Metode Kontrasepsi 2.4.1 Metode Amenorea Laktasi Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI). MAL efektif sebagai kontrasepsi apabila ibu menyusui secara penuh, belum haid, umur bayi kurang dari enam bulan,dan lebih efektif bila pemberian ASI lebih dari 8 kali sehari. Setelah enam bulan, kontrasepsi ini bekerja dengan cara penundaan atau penekanan ovulasi. Keuntungan kontrasepsi ini adalah efektivitas tinggi (keberhasilan 98%) pada enam bulan pertama pasca persalinan, segera efektif, tidak mengganggu senggama, tidak ada efek samping secara sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat atau alat, dan tanpa biaya (BKKBN dan Kemenkes R.I., 2012).
2.4.2 Keluarga Berencana Alamiah a. Metode Lendir Serviks/Metode Ovulasi Billings (MOB) Dasar metode billing adalah pengenalan ovulasi dengan memperhatikan perubahan pada jumlah dan konsistensi mukus servikscsebagai reaksi terhadap perubahan kadar hormon-hormon ovarium yangcada di dalam darah. Wanita yang ingin menghindari kehamilan haruscmenghindari hubungan seksual sejak saat dia menyadari akan terjadinya ovulasi sampai tiga hari setelah ovulasi. Mukus atau lendir serviks sangat penting artinya dalam membantu sperma untuk bergerak naik lewat serviks dan uterus. Pada saat ovulasi, mukus serviks dipersiapkan oleh kadar estrogen yang tinggi sehingga pada saat ini mukus menjadi encer, jernih, mudah mulur, dan dapat ditembus sperma (Farrer, 2003).
13
b. Sistem Kalender Menurut Farrer (2003) sistem ini berdasarkan perhitungan hari yang sederhana sejak periode haid terakhir, metode ini sangat tergantung pada keteraturan siklus haid dan fase luteal yang konstan.Cara ini tidak cocok bagi wanita yang siklus haidnya tidak teratur dan yang mendekati menopause. Metode ini juga tidak dapat dilaksanakan pada waktu laktasi, kecuali pada periode abstinensia yang lama. Angka kegagalan pada metode ini cukup tinggi dan sudah tidak dipakai lagi tidak diajarkan lagi oleh petugas kesehatan.
c. Metode Temperatur Metode ini dilaksanakan berdasarkan pengetahuan bahwa progesteron mempunyai efek termogenik (efek menaikkan suhu tubuh). Wanita yang ingin menggunakan metode ini harus mencatat suhu basalnya setiap pagi dan pada saat ovulasi, progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum akan menyebabkan kenaikan suhu tubuh sebesar kurang lebih 0,5°C. Kenaikan ini akan bertahan sampai korpus luteum mengalami degenerasi, yaitu beberapa hari sebelum dimulainya masa haid. Dengan metode ini, wanita tersebut tidak dapat meramalkan kapan ovulasi akan terjadi dan baru mengetahuinya setelah ovulasi terjadi. Karena itu penerapan metode ini secara ketat akan meliputi abstinensia (puasa senggama) sejak mulai menstruasi sampai tiga hari penuh setelah suhu tubuh naik. Keraguan dapat timbul akibat variasi temperatur oleh sebab-sebab lain, seperti infeksi (Farrer, 2003).
14
d. Metode Simtotermal Pada metode ini harus mendapat instruksi untuk metode lender serviks dan suhu basal, ibu dapat menentukan masa subur dengan mengamati suhu tubuh dan lendir serviks. Setelah darah haid berhenti, ibu dapat bersenggama pada malam hari kering dengan berselang sehari selama masa tak subur. Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, pada masa ini harus pantang senggama sampai masa subur berakhir (Saifuddin, 2003).
e. Senggama Terputus Menurut Sinclair (2001) Cara kerja metode ini dengan cara menarik keluar penis yang sedang ereksi dari vagina sebelum ejakulasi untuk mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Butuh pengalaman tentang orgasme dan kontrol diri dari pasangan masing-masing. Senggama terputus merupakan metode tertua di dunia, karena telah tertulis pada kitab tua dan diajarkan kepada masyarakat. Di Perancis abad ke-17, metode senggama terputus merupakan metode untuk menghindari kehamilan. Kekurangan metode ini adalah mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Kegagalan hamil sekitar 33% sampai 35% karena semen keluar sebelum mencapai puncak kenikmatan, terlambat mengeluarkan kemaluan, semen yang tertumpah di luar sebagian dapat masuk ke genitalia, dan dapat menimbulkan ketegangan jiwa kedua belah pihak (Manuaba, 2004).
2.4.3 Metode Barier a. Diafragma b. Kontrasepsi wanita yang mirip kondom
15
Bentuknya seperti topi yang menutupi mulut rahim, terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam rahim (Praputranto,2005). Diafragma vagina yang berupa kubah karet sirkular dengan garis tengah bervariasi yang diperkuat dengan cincin logam melingkar,dapat sangat efektif apabila digunakan bersama dengan jeli atau krim spermisida (Cunningham, 2005).
c. Spermisida Spermisida adalah zat kimia yang dapat melumpuhkan sampai mematikan spermatozoa yang digunakan menjelang hubungan seks. Setelah pemasangan sekitar 5 sampai 10 menit, hubungan seks dapat dilaksanakan agar spermisida dapat berfugsi. Kekurangan spermisida adalah merepotkan menjelang hubungan senggama, nilai kepuasan berkurang, dapat menimbulkan iritasi atau alergi, kejadian hamil tinggi ekitar 35% karena pemasangan tidak sempurna atau terlalu cepat melakukan hubungan senggama (Manuaba, 2004). Menurut Cunningham (2005), kontrasepsi ini dipasarkan dalam bentuk krim, jeli, supositoria, tissue (film) dan busa dalam wadah aerosol. Spermisida ini digunakan secara luas di negeri ini, terutama oleh wanita yang tidak dapat menerima kontrasepsi oral atau AKDR. Kontrasepsi ini bermanfaat terutama bagi wanita yang memerlukan perlindungan temporer, sebagai contoh selama minggu pertama setelah memulai kontrasepsi oral atau selagi menyusui.
16
2.4.4 Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi estrogen dan rogesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil, suntikan, atau susuk (Praputranto, 2005). Menurut Ridarineni (2006) fungsi utama dari kontrasepsi ini adalah untuk mencegah kehamilan (karena menghambat ovulasi), kontrasepsi ini juga biasa digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone di dalam tubuh. Harus diperhatikan beberapa faktor dalam pemakaian semua jenis obat yang bersifat hormonal, yaitu: a. Kontra indikasi mutlak (sama sekali tidak boleh diberikan): kehamilan, gejala trhomboemboli, kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati atau tumor dalam rahim. b. Kontra indikasi relatif (boleh diberikan dengan pengawasan intensif dari dokter): penyakit kencing manis, hipertensi, perdarahan vagina berat, penyakit ginjal dan jantung.
Menurut Manuaba (2004) sifat khas kontrasepsi hormonal adalah sebagai berikut: a. Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, retensi air dan garam, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak
saat
menstruasi,
meningkatkan
menimbulkan perlunakan serviks.
pengeluaran
leukorea,
dan
17
b. Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, akne, kulit dan rambut kering, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, dan liang senggama kering.
Macam-macam bentuk kontrasepsi hormonal : a. Pil KB Macam-macam bentuk pil KB adalah sebagai berikut: 1) Pil kombinasi: sejak semula telah terdapat kombinasi, komponen progesteron atau estrogen. 2) Pil sekuensial: mengandung komponen yang disesuaikan dengan sistem hormonal tubuh, dua belas pil pertama hanya mengandung estrogen, pil ketiga belas dan seterusnya merupakan kombinasi. 3) Progesteron: hanya mengandung progesteron dipergunakan ibu post partum. 4) KB darurat hormonal: digunakan segera setelah hubungan seks.
Sistem kemasan pil diatur dengan sistem 28 dan sistem 22/21, pada sistem 28 peserta KB pil terus minum pil tanpa pernah berhenti, sedangkan pada sistem 22/21 peserta KB pil berhenti minum pil selama 7 sampai 8 hari dengan mendapat kesempatan menstruasi (Manuaba, 2004). Cara mengkonsumsi pil KB: 1) Minumlah pil KB dengan teratur 2) Bila lupa, maka pil KB yang harus diminum menjadi dua 3) Bila perdarahan, tidak memerlukan perhatian karena belum beradaptasi
18
4) Gangguan ringan dalam bentuk mual, muntah, sebaiknya diatasi. Bila komplikasi yang berat dalam bentuk perdarahan dan mual muntah berlebihan penderita harus melakukan konsultasi atau dirujuk (Manuaba, 2004).
b. Suntik KB Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini dilakukan setiap 3 bulan sekali (depo provera), 10 minggu (norigest), dan setiap 1 bulan (cyclofem) (Praputranto, 2005). Menurut Varney (2001), efek samping yang mempengaruhi ibu adalah sebagai berikut: 1).Perubahan menstruasi, untuk beberapa bulan terjadi perdarahan dan bercak yang ireguler dan tidak dapat diduga sampai terjadi amenorea pada sebagian besar wanita. 2).Pemulihan fertilitas yang lambat setelah penghentian pemakaian 50% sampai 70% wanita menjadi hamil pada akhir tahun pertama pemakaian, namun dapat terjadi penundaan 18-24 bulan.
Menurut Manuaba (2004) keuntungan suntik KB : 1) Pemberiannya sederhana 2) Tingkat efektifasnya tinggi 3) Hubungan seks dengan suntikan bebas 4) Pengawas medis yang ringan 5) Dapat dipakai atau diberikan pasca prsalinan, pasca keguguran, atau pasca menstruasi
19
6) Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi 7) Suntikan KB cyclofem diberikan setiap bulan dan peserta KB akan mendapatkan menstruasi
c. Susuk KB/ Implan Merupakan alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus silastik (plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon atau levonorgestrel, susuk tersebut akan megeluarkan hormon tersebut sedikit demi sedikit (Praputranto, 2005). Menurut Manuaba (2004), setiap kapsul susuk mengandung 36 mgr levonorgestrel yang akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mcg. Konsep mekanisme kerjanya sebagai progesteron yang dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa, dan dapat menyebabkan situasi endometrium tidak siap menjdi tempat nidasi. Keuntungan metode susuk KB adalah: 1) Dipasang selama lima tahun 2) Kontrol medis ringan 3) Dapat dilayani di daerah pedesaan 4) Penyulit medis tidak terlalu tinggi 5) Biaya ringan
20
Kerugian metode susuk KB adalah 1) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi dan terjadi perdarahan yang tidak teratur 2) Berat badan bertambah 3) Menimbulkan akne, ketegangan payudara 4) Liang senggama terasa kering
2.4.5 Metode Mekanik a. Kondom Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan digunakan direndam dulu, kemudian terbuat dari linen, kini kondom terbuat dari karet yang tipis dan elastis, bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk kedalam vagina. Perlindungan tersebut efektif 90% (Praputranto, 2005). Menurut Cunningham, dkk (2005) apabila digunakan dengan benar kondom menghasilkan proteksi yang cukup besar tetapi tidak mutlak terhadap beragam penyakit menular seksual, termasuk infeksi HIV, gonorea, sifilis, herpes, klamidia, dan trikomoniasis. Kekurangan metode ini adalah mudah robek bila tergores kuku atau benda tajam lainnya, membutuhkan waktu untuk pemasangan, dan mengurangi sensasi seksual (Ridarineni, 2006).
b. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat ini berupa benda kecil terbuat dari plastik atau logam yang dimasukkan ke dalam kavum endometrium, AKDR atau sering disebut IUD (Intra
21
Uterine Device), dimasukkan ke dalam rahim (sebagai prosedur steril) setelah sebelumnya ditarik masuk ke dalam aplikator khusus. Setelah insersi, IUD tersebut akan kembali kepada bentuk semula, yaitu bentuk pegas, sebagian besar IUD memiliki seutas benang yang kecil. Benang ini menjulur ke dalam vagina sehingga wanita yang mengenakannya dapat mengecek keberadaan alat tersebut. Keberadaan benang tersebut di dalam vagina biasanya tidak mengganggu senggama (Farrer, 2003). Menurut Winkjosastro (2008), sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma. Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pasasi sperma (Winkjosastro, 2008).
Keuntungan AKDR adalah: 1) Dapat diterima masyarakat dengan baik 2) Pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit 3) Kontrol medis yang ringan 4) Penyulit tidak terlalu berat 5) Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik
22
Kerugian AKDR adalah: 1) Masih terjadi kehamilan dengan AKDR di dalam 2) Terdapat perdarahan spotting dan menometroragia 3) Leukorea sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih basah 4) Dapat terjadi infeksi 5) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekunder dan kehamilan ektopik 6) Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan porsio (Manuaba, 2004).
Di Indonesia telah banyak dicoba AKDR generasi kedua seperti spiral Margulis, lippes loop, AKDR M (Metal) dengan hasil yang baik. Kini telah dikembangkan AKDR generasi ketiga yang mengandung Cu atau hormonal diantaranya Seven Cupper, multiload, Cupper T380 A, Medosa, dan progestasert (AKDR dengan progesterone). BKKBN menggunakan Cupper T380 A sebagai standar yang dibuat oleh PT. Kimia Farma (Manuaba, 2004).
2.4.6 Kontrasepsi Mantap a. Tubektomi Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan alam jangka panjang sampai seumur hidup, kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti semula (Winkjosastro dkk, 2008).
23
Dahulu tindakan ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi medis, seperti kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak (Winkjosastro dkk, 2008). Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada abad ke-19, sterilisasi dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 50an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke- 19, dilakukan dengan mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukan pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi dibantu oleh anastesi umum dengan membuat sayatan atau insisi yang lebar dan harus dirawat di rumah sakit. Kini operasinya tanpa dibantu anastesi umum dengan hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit (Winkjosastro dkk, 2008). Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa interval haid. Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba uterine akan berkurang setelah hari 7-10 pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan (Winkjosastro dkk, 2008). Ada 4 cara tindakan untuk mencapai tuba uterin yaitu laparotomi biasa, laprotomi mini, kolpotomi posterior, dan laparoskopi. Ada 6 cara melakukan
24
tubektomi yaitu cara pomeroy, kroemer, irving, pemasangan cincin Falope, klip filshie dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Winkjosastro dkk, 2008).
b. Vasektomi Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia, sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria maupun pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin dkk, 2003). Dan kemudian ujung yang terpotong diputar balik serta disegel dengan diatermi. Prosedur vasektomi temporer kini juga sedang diteliti. Efek kontrasepsi pada tindakan ini baru tercapai setelah semua sperma yang tertinggal di atas bagian vasa deferensia yang dipotong itu sudah terdorong keluar dalam tubuh. Ekskresi sperma keluar tubuh ini memerlukan 20-30 kali ejakulasi (Farrer, 2003).
2.4.7. Pemakaian Alat Kontrasepsi Menurut Maryani (2002), banyak pasangan usia subur harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, pasangan usia subur harus menimbang berbagai faktor, termasuk
25
status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali (Maryani, 2002).
2.5. Kerangka Pemikiran 2.5.1
Kerangka teori
Menurut L.Green dalam Notoatmodjo disebutkan perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seperti yang tertera pada Bagan.1 (Notoatmodjo, 2007).
26
Faktor Perdisposisi (Predisposing factors) : Pengetahuan dan Pendidikan
Faktor Pemungkin (Enabling factors ): Ketersediaan dan Kenyamanan
Perilaku Penggunaan Alat Kontrasepsi
Faktor Penguat (Reinforcing factors) Peraturan –Peraturan, Pengawasan
Bagan 1. Modifikasi Teori Perilaku Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007).
2.5.2
Kerangka konsep
Berdasarkan bagan 2 di bawah ini, variable independen pada penelitian ini adalah pemgetahuan dan pendidikan. Variable dependen pada penelitian ini adalah pemakaian alat kontrasepsi. Variabel independen Pengetahuan
Variabel dependen
Pemakaian Alat Kontrasepsi
Pendidikan Bagan 2. Berbagai hubungan antar variabel.
27
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa : 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap pemakaian alat kontrasepsi 2. Ada hubungan antara pendidikan ibu terhadap pemakaian alat kontrasepsi