3
II LANDASAN TEORI 2.1 Peubah Kompleks dan Fungsi Kompleks Sebuah bilangan kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk z = x + jy,
(2.1)
dengan x dan y adalah bilangan-bilangan real dan j = − 1 . Bilangan x disebut bagian real dari z dan ditulis x = Re(z),
(2.2)
dan bilangan y disebut bagian imajiner dari z dan ditulis y = Im(z).
(2.3)
Konjugat dari bilangan kompleks z = x + jy adalah z = x − jy .
(2.4)
Dalam bentuk polar, z = x + jy dapat dinyatakan sebagai z = |z| (cos θ + sin θ) = |z| e jθ.
(2.5)
(Fisher 1990). Jika bagian real dan/atau bagian imajiner dari bilangan kompleks terdiri dari peubah-peubah, maka bilangan kompleks disebut suatu peubah kompleks. Pada transformasi Laplace, notasi s menyatakan sebuah peubah kompleks, yaitu s = σ + jω
(2.6)
dengan σ bagian real, ω bagian imajiner (Ogata 1997). Sebuah fungsi kompleks F(s) adalah suatu fungsi dari s yang mempunyai bagian real dan bagian imajiner, atau F ( s ) = Fx + jFy
(2.7)
dengan Fx dan Fy adalah kuantitas-kuantitas real (Ogata 1997). 2.2 Fungsi Analitik Definisi 1 Suatu fungsi dari peubah kompleks z adalah analitik pada titik z0, jika fungsi tersebut turunannya ada, tidak hanya pada titik z0, tetapi pada setiap titik z di sekitar z0. Suatu fungsi adalah analitik di daerah R, jika fungsi tersebut analitik pada setiap titik di dalam R (Curchill & Brown 1990).
4
2.3 Transformasi Laplace Transformasi Laplace adalah suatu metode yang bermanfaat untuk menemukan penyelesaian dari suatu persamaan diferensial dengan lebih mudah, yaitu dengan cara mengubah bentuk suatu persamaan diferensial menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Definisi 2 Misalkan f adalah suatu fungsi dari waktu t sedemikian sehingga f(t) = 0 untuk t < 0, dan s adalah suatu peubah kompleks, maka transformasi
Laplace dari f(t) didefinisikan: ∞
L { f (t )} = F ( s ) = e − st f (t ) dt .
∫
(2.8)
0
Transformasi Laplace suatu fungsi f(t) dikatakan ada, jika integral (2.8) konvergen untuk suatu nilai s, jika tidak demikian maka transformasi Laplace dikatakan tidak ada (Ogata 1997). Definisi 3 (Kontinuitas Sebagian-Sebagian) Suatu fungsi f dari t dikatakan kontinu sebagian-sebagian pada interval [a ,b] , jika: (i) interval
[a ,b]
dapat dibagi menjadi subinterval-subinterval berhingga
banyaknya yang menyebabkan f (t ) kontinu pada subinterval-subinterval tersebut, (ii) limit kiri dan limit kanan dari f (t ) pada setiap ujung subinterval bernilai hingga (Andrews 1991). Definisi 4 (Terbatas Eksponensial) Suatu fungsi f mempunyai eksponen berorder α, jika terdapat konstanta M > 0 dan α sedemikian sehingga untuk beberapa t0 ≥ 0 , berlaku f (t ) ≤ Meα t ; t ≥ t0 .
(Schiff 1999).
5
Sifat-sifat transformasi Laplace
(1) Sifat linear. Jika L { f1 (t )} = F1 ( s ) dan L { f 2 (t )} = F2 ( s ) , maka untuk suatu konstanta c1 dan c2 berlaku: L {c1 f1 (t ) + c2 f 2 (t )} = c1F1 ( s ) + c2 F2 ( s ) .
(2.9)
(2) Sifat pergeseran. Jika L
{ f (t )} = F ( s ) , maka berlaku: L {eat f (t )} = F (s − a) .
(2.10)
(3) Transformasi Laplace dari turunan fungsi. Jika f (t ), f& (t ), &f&(t ) adalah
fungsi-fungsi
yang
kontinu
dan terbatas
eksponensial, maka berlaku:
dan Secara
umum,
L { f& (t )} = sF ( s) − f (0) ,
(2.11)
L { &f&(t )} = s 2 F ( s ) − sf (0) − f& (0) .
(2.12)
jika
f (t ),
df (t ) d 2 f (t ) d ( n −1) f (t ) d n f (t ) , , , , K dt dt 2 dt ( n −1) dt n
adalah
fungsi-fungsi yang kontinu dan terbatas eksponensial, maka berlaku: ⎧⎪ d n f (t ) ⎫⎪ df (0) d n − 2 f (0) d n −1 f (0) L ⎨ = s n F ( s ) − s n −1 f (0) − s n − 2 −L− s − n ⎬ dt ⎪⎩ dt ⎪⎭ dt n − 2 dt n −1
dengan F ( s ) = L
(2.13)
{ f (t )}.
(4) Transformasi Laplace dari integral fungsi. Jika L
{ f (t )} = F ( s ) , maka: ⎧t ⎫ F ( s) ⎪ ⎪ . L ⎨ f (u ) du ⎬ = s ⎪⎩ 0 ⎪⎭
∫
(2.14)
(Ogata 1997). 2.4 Fungsi Alih, Zeros, dan Poles Sistem Kontinu
Kegunaan dari transformasi Laplace adalah mengubah suatu persamaan diferensial menjadi suatu persamaan aljabar. Persamaan aljabar ini selanjutnya dinyatakan dalam ekspresi fungsi rasional. Sehingga ekspresi fungsi hasil
6
transformasi Laplace disebut juga fungsi transfer atau fungsi alih. Fungsi alih sistem persamaan linear parameter konstan didefinisikan sebagai perbandingan dari transformasi Laplace keluaran (fungsi respon) dan transformasi Laplace masukan (fungsi penggerak) dengan menganggap semua nilai awal adalah nol, dinyatakan dalam bentuk: H (s) =
Y ( s ) b0 s m + b1s m −1 + L + bm −1s + bm = n ; n≥m U (s) s + a1s n −1 + L + an −1s + an
(2.15)
dengan Y(s) dan U(s) tidak memiliki faktor persekutuan (Ogata 1997). Jika pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) dari H(s) pada persamaan (2.15) masing-masing difaktorkan, serta keduanya tidak memiliki faktor persekutuan (coprime), maka persamaan tersebut dapat diubah menjadi
H (s) =
Y ( s) K ( s − z1)( s − z2 )L( s − zm ) = ; dengan n ≥ m . U ( s) ( s − p1)( s − p 2 )L( s − pn )
(2.16)
Zeros dan poles berturut-turut didefinisikan sebagai akar-akar dari persamaan Y(s) = 0 dan U(s) = 0. Sehingga s = zi dengan i = 1,2, …, m disebut zeros dari H(s), dan s = pi dengan i = 1,2, …, n disebut poles dari H(s). Jika Re(pi) < 0, maka poles dikatakan stabil, dan selainnya poles dikatakan takstabil. Jika Re(zi) < 0, maka zeros mempunyai fase minimum, dan selainnya zeros mempunyai fase tidak minimum (Seron et al. 1997). 2.5 Kestabilan Sistem Kontinu
Diberikan sistem persamaan linear fungsi masukan dan fungsi keluaran sebagai berikut:
x& (t ) = Ax(t ) + Bu(t )
(2.17)
y(t ) = Cx(t ) + Du(t ) .
(2.18)
Sistem persamaan (2.16) dan (2.17) dapat ditulis dalam simbol ∑ = ( A, B, C , D) dengan A ∈ R nxn , B ∈ R nxm , C ∈ R rxn , dan D ∈ R rxm . Adapun x ∈ R n adalah state dari sistem, u ∈ Rm adalah fungsi masukan (input), dan y ∈ R r adalah fungsi keluaran (output).
7 Definisi 5 Suatu sistem persamaan linear ∑ = ( A, B, C , D) adalah
(1) stabil, jika lim sup x(t ) < ∞ t →∞
untuk setiap penyelesaian x(t) dari x&(t ) = Ax(t ) ; (2) stabil asimtotik, jika lim x(t ) < 0 t →∞
untuk setiap penyelesaian x(t) dari x& (t ) = Ax(t ) ; (3) takstabil, jika sistem tidak stabil (Lewis 2004). Sistem
∑ = ( A, B, C, D) dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi alih berikut H (s) =
Y (s) = C ( sI − A)−1 B + D U ( s)
(2.19)
dengan U(s) menyatakan fungsi masukan dan Y(s) menyatakan fungsi keluaran. 2.6 Transformasi–Z
Seperti halnya transformasi Laplace, transformasi–Z pun merupakan suatu metode yang bermanfaat untuk mengubah suatu persamaan. Transformasi–Z mengubah suatu persamaan beda dalam peubah waktu diskret menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Definisi 6 (Transformasi–Z Dua Sisi).
Transformasi–Z dari barisan bilangan x(k) dengan k = 0, ±1, ±2, ... didefinisikan: ∞
X ( z ) = Z ( x( k ) ) = ∑ x(k ) z − k . k = −∞
(2.20)
(Ogata 1995). Sifat-sifat transformasi–Z
Misalkan x(k) dapat ditransformasi–Z kan dan x(k) = 0 untuk k = –1, –2, …. (1) Sifat linear. Misalkan x(k) dapat dibentuk oleh kombinasi linear x(k) = c1 f1 (k) + c2 f2(k). Jika F1(z) dan F2(z) berturut-turut adalah transformasi–Z dari f1(k) dan f2(k), serta c1 dan c2 adalah skalar, maka transformasi–Z dari x(k) adalah X(z) = c1 F1(z) + c2 F2(z).
(2.21)
8
(2) Perkalian dengan ak. Jika X (z ) adalah transformasi–Z dari x (k ) , maka:
(
)
⎛z⎞ ⎝a⎠
Z a k x(k ) = X ⎜ ⎟ .
(2.22)
(3) Teorema pergeseran. Jika X (z ) adalah transformasi–Z dari x (k ) dan k = 0,1, 2,L, maka:
Z (x ( k − n) ) = z − n X ( z )
(2.23)
⎛
n −1
⎞
⎝
k =0
⎠
Z (x (k + n) ) = z n ⎜⎜ X ( z ) − ∑ x( k ) z − k ⎟⎟ .
dan
(2.24)
(Ogata 1995). 2.7 Fungsi Alih, Zeros, dan Poles Sistem Diskret
Seperti hasil fungsi pada transformasi Laplace, ekspresi hasil fungsi transformasi–Z juga sering dinyatakan dalam bentuk fungsi rasional berikut: b z m + b1 z m −1 + L + bm −1 z + bm H d (z) = 0 n ; n≥m z + a1 z n −1 + L + an −1 z + an
(2.25)
(Seron et al. 1997). Pada persamaan (2.25) akar-akar dari pembilang dinamakan zeros dan akarakar dari penyebut disebut poles. 2.8 Kestabilan Sistem Diskret
Diberikan suatu persamaan beda P
∑
k =0
Q
Ak yk + n =
∑ Bk uk + n , n = 0,1, 2,L .
(2.26)
k =0
P dan Q adalah bilangan-bilangan bulat tak negatif; A0, …, AP dan B0, …, BQ adalah bilangan-bilangan real atau kompleks. Barisan-barisan bilangan {uk} dan {yk} berturut-turut disebut fungsi masukan (input) dan fungsi keluaran (output) sistem. Adapun y0, …, yP–1 adalah syarat awal yang ditentukan (Fisher 1990). Dengan asumsi bahwa syarat awal adalah nol, yaitu y0, …, yP–1 = 0, masukan (input) untuk u0, …, uQ–1 = 0, dan P ≥ Q maka bentuk eksplisit transformasi–Z dari persamaan (2.26) adalah
9
Yd(z) = Hd(z)Ud(z) H d (z ) =
dengan
∑Qk= 0 Bk z k ∞ f k . = ∑ ∑ kP= 0 Ak z k k = 0 z k
(2.27) (2.28)
(Fisher 1990). Definisi 7 Diberikan sistem persamaan linear fungsi masukan {uj} dan fungsi
keluaran {yn} sebagai berikut: yn =
n
∑ f k un − k .
(2.29)
k =0
Sistem persamaan linear ini adalah stabil, jika diberikan fungsi masukan yang terbatas menghasilkan fungsi keluaran yang terbatas juga (Fisher 1990). 2.9 Transformasi Möbius Definisi 8 Suatu transformasi
az + b ; (ad ≠ bc) (2.30) cz + d dengan a, b, c, dan d adalah bilangan-bilangan kompleks disebut transformasi s = T ( z) =
pecahan linear atau dikenal dengan transformasi Möbius (Churchill & Brown 1990).