II. DISTRIBUSI SPASIAL HUJAN ASAM DI WILAYAH INDUSTRI CIBINONG-CITEUREUP BOGOR
2.1. Pendahuluan Deposisi asam adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan turunnya zat asam dari atmosfir ke permukaan bumi. Zat asam turun ke bumi melalui dua cara: pertama, melalui deposisi kering (dry deposition) yaitu zat asam di udara terserap oleh partikel debu (partikulat) dan karena gaya beratnya partikel turun ke bumi. Kedua, melalui deposisi basah (wet deposition) yaitu polutan di udara bereaksi dengan oksidan dan uap air membentuk asam dalam air hujan sehingga air hujan memiliki pH<5,6 dan dikenal sebagai hujan asam. Dua polutan penting yang berperan dalam pembentukan hujan asam adalah gas SOx dan NOx. Kedua polutan ini tersebar dari sumbernya berdasarkan arah dan kecepatan angin, besarnya sumber, dan ketinggian sumber emisi polutan, besarnya curah hujan, serta ada tidaknya partikel debu halus (aerosol) sebagai penyerap yang membatasi gerak polutan. Partikel debu memiliki kemampuan menyerap polutan dan uap air (Manahan, 2005). Partikel debu (PM 10 ) memiliki gaya berat yang menyebabkan penyebaran dari sumbernya dalam jarak yang terbatas. Selain itu curah hujan, sinar matahari, dan suhu menjadi faktor penting deposisi asam. Jumlah asam terdeposisi melalui hujan asam (wet deposition) merupakan perkalian faktor deposisi (Fd) dengan curah hujan (CH). Sinar matahari berperan dalam reaksi fotokimia di atmosfir termasuk didalamnya reaksi pembentukan ozon latar belakang yang menjadi oksidan bagi gas NOx dan SOx menjadi nitrat dan sulfat, sedangkan suhu berpengaruh terhadap tetapan kelarutan gas dalam air. Polutan gas SOx dan NOx menyebabkan hujan asam dengan pH<5,6 tergantung kepada konsentrasi keduanya di atmosfer. Kadar NO 2 di udara sebesar 300 ug m-3, dengan konstanta Henry 3,5 mol L-1 atm-1 (Calpuff, 2000) tentang kelarutan gas NO 2 dalam air, dapat menurunkan pH air hujan menjadi 4,26. Kadar SO 2 di udara sebesar 300 µg m-3, dengan mengambil konstanta Henry 4 x 10-2 mol L-1 atm-1 (Calpuff, 2000) untuk kelarutan SO 2 dalam air, dapat menurunkan pH air hujan menjadi 4,06.
10
SOx bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara) khususnya pada kegiatan PLTU batubara. Namun demikian semakin berkembangnya teknologi desulfurisasi pada berbagai industri deposisi sulfur semakin menurun mencapai sekitar 16,57 kg ha-1 tahun-1, sehingga diramalkan pada tahun 2010 deposisi sulfur tak lagi berdampak pada lingkungan. Perkembangan pertumbuhan lalu lintas di Czhech dapat menaikkan kecenderungan deposisi nitrogen dari 15,4 kg ha-1 tahun-1 pada tahun 1990 menjadi 25,7 kg ha-1 tahun-1 pada tahun 2001. Jika kecenderungan ini berlangsung terus maka deposisi nitrogen akan mencapai 37,8 kg ha-1 tahun-1 pada tahun 2015 yang berarti nitrogen memegang peran penting dalam hujan asam (Hrkal et al., 2006). Di kota-kota besar di Indonesia, tingkat polusi udara yang tinggi ditimbulkan oleh kegiatan transportasi dan industri, karena didomidasi penggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan mesin berbasis motor bakar. Kontribusi transportasi terhadap turunnya kualitas udara di berbagai kota besar mencapai 70 % atau lebih (Tietenberg, 2003). Konsumsi bahan bakar untuk kendaraan bermotor semakin hari akan semakin meningkat sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Pada tahun 1980 penduduk Indonesia sebanyak 151,02 juta jiwa dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 231,82 juta jiwa (Anonim, 2008). Jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis terus meningkat, dari 18.224.149 unit pada tahun 1999 menjadi 65.273.451 unit pada tahun 2009. Komsumsi bahan bakar minyak di Indonesia tahun 2009 mencapai 38,5 Juta kiloliter (BPS, 2009). Pemantauan kualitas air hujan di tiga stasiun: Bandung, Serpong, dan Jakarta, menunjukkan kecenderungan penurunan nilai pH air hujan. Di Jakarta, nilai pH air hujan menurun dari 5,46 pada tahun 2001 menjadi 4,56 pada tahun 2007. Serpong mengalami hujan asam dengan intensitas paling tinggi pH 4,63 pada tahun 2001 menjadi 4,62 pada tahun 2008 tetapi tidak menunjukkan perubahan pH yang berarti selama 5 tahun. Kota Bandung memiliki pH air hujan selama 7 tahun sekitar 4,99 (Eanet, 2007). Pada tahun 1999 hujan asam di wilayah industri Cibinong-Cireureup Bogor dalam kisaran pH 4,0–5,40 dengan rata-rata kadar nitrat 0,550 ppm dan kadar sulfat 4,50 ppm (Sutanto et al., 2000). Pada tahun 2001 air hujan terukur pH 3,75–5,50 dengan rata-rata kadar nitrat 3,33 ppm dan rata-rata kadar sulfat 3,58 ppm (Iryani,
11
2002). Data ini membuktikan bahwa kondisi udara setempat semakin lama semakin buruk dan menyebabkan intensitas hujan asam semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan: (1) identifikasi ikllim di wilayah penelitian; (2) monitoring dan evaluasi hujan asam; (3) memetakan intensitas hujan asam di wilayah penelitian dan menetukan atau mengidentifikasi daerah yang sering atau secara terus menerus mengalami hujan asam; (4) menentukan pola perubahan intensitas hujan asam pada kedua daerah tersebut di wilayah industri CibinongCiteureup Kabupaten Bogor.
2.2. Metoda Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan dari tahun 2006 sampai 2009 dengan melibatkan data penelitian sebelumnya (data tahun 1999, dan data 2001). Lokasi penelitian adalah di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor. Letak dan kondisi wilayah penelitian Wilayah industri tempat penelitian terletak antara Kota Jakarta dan Kota Bogor. Sebelah utara wilayah penelitian adalah Kota Jakarta, sebelah selatan wilayah penelitian adalah Kota Bogor, sebelah timur wilayah penelitian adalah Kabupaten Bekasi dan sebelah barat adalah Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Wilayah penelitian di Kabupaten Bogor meliputi kecamatan Cibinong, kecamatan Citeureup, dan Kecamatan Gunung Putri, dan Kecamatan Klapanunggal dengan luas cakupan wilayah penelitian ±100 km2. Peta lokasi penelitan dapat dilihat pada Gambar 3. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan meliputi: peralatan sampling; botol/jerigen sampling kapasitas 3 liter, alat penampung air hujan dan statif, kertas pH universal (Merk), pH meter (LUTRON). Bahan-bahan yang digunakan adalah: air suling akuabides, kertas pH, larutan buffer pH 4, larutan buffer pH 7 dan larutan buffer pH 10. Selain itu digunakan perangkat lunak Surfer 6,0, excel 2003, WR plot, Arc Wiew 3.3, dan melibatkan data sekunder pH air hujan tahun 1999 dan 2001.
12
Lokasi Penelitian 6.44
6.45
Selat Sunda
Jakarta
Bogor
6.46
6.47
75 Km
6.48
LS 6.49
6.50
6.51 Stasiun Cuaca Titik sampling air
6.52
6.53
2 Km 106.82
106.83
106.84
106.85
106.86
106.87
106.88
106.89
106.90
106.91
106.92
106.93
BT
Gambar 3. Peta lokasi penelitian Cara kerja : 2.2.1. Evaluasi dan Pemantauan Hujan Asam a. Metoda Pengumpulan Data Pemantauan hujan asam dilakukan dengan sampling air hujan dan pengukuran pH. Titik atau lokasi sampling sebanyak 16 dan terdistribusi di wilayah penelitian seperti terlihat pada Gambar 3. Penampungan air hujan dilakukan dengan wadah plastik bersih pada tempat terbuka, bebas dari halangan bangunan maupun pohonan. Pengambilan sampel air hujan dipertimbangkan berdasarkan jarak antara titik dan kemudahan dicapai. Pertimbangan lain adalah sering terjadinya hujan lokal di Bogor. Berdasarkan pertimbangan–pertimbangan ini lokasi sampling air hujan ditentukan berdasarkan jarak antara titik sekitar 1-3 km. b. Parameter yang Diamati Analisis air hujan meliputi parameter suhu, daya hantar listrik, dan pH. Pengukuran pH dilakukan di lapangan secara langsung menggunakan pH meter elektronik yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4, 7, dan 9, dan dikonfirmasi dengan kertas pH universal.
13
c. Metoda Analisis Data Data air hujan disajikan dalam bentuk data de facto yang merupakan deskripsi rata-rata pH air hujan dalam satu titik di berbagai titik pengamatan dalam kurun waktu 11 tahun dari tahun 1999 sampai 2009. 2.2.2. Memetakan Intensitas Hujan Asam Pemetaan intensitas hujan asam dilakukan dengan data pH hujan asam tahun 1999, 2001, 2006, 2008, dan 2009. Masing-masing data dibuat isopleth pH, yaitu suatu garis kontur yang menghubungkan lokasi-lokasi (koordinat) yang memiliki pH air hujan yang sama. Antara dua nilai pH dilakukan diinterpolasi data denhgan teknik krigging biasa sehingga diperoleh garis kontur yang lebih rapat. Untuk pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer surfer 6,0 sehingga dihasilkan peta isopleth pH. Peta isopleth pH kemudian di-overlay diatas peta wilayah yang menggambarkan distribusi dan intensitas hujan asam di wilayah penelitian pada tahun tertentu sehingga secara keseluruhan diperoleh 5 peta distribuís spasial hujan asam. Dari peta–peta ini diidentifikasi pulau asam yaitu suatu daerah mana dan berapa luasnya yang memiliki beban pencemaran asam sangat tinggi (pH<5,0) secara terus menerus selama lima periode pengamatan dalam kurun waktu 11 tahun. 2.2.3. Membuat Pola Kecenderungan Penurunan Kualitas Air Hujan Pola kecenderungan penurunan kualitas dibuat untuk rata-rata pH air hujan. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 1999, 2001, dan data primer tahun 2006, 2008, dan 2009. Persamaan matematik dan visualisasi grafik kecenderungan tersebut diperoleh dengan bantuan komputer program Excel. Data rata-rata pH air hujan pada daerah hujan asam intensitas tinggi diplot terhadap waktu pengamatan dan memunculkan persamaan garis yang menghasilkan nilai koefisien diterminasi tertinggi. 2.3. Hasil dan Pembahasan 2.3.1. Iklim di Wilayah Penelitian a. Arah dan Kecepatan Angin Arah dan kecepatan angin di daerah penelitian berdasarkan data dari lapangan udara terdekat yaitu LANUD Atang Sanjaya Bogor, yang berjarak sekitar 30 km
14
dari lokasi penelitian dengan elevasi 164 m dari permukaan laut. Data lengkap arah dan kecepatan angin disajikan pada Lampiran 5. Pengamatan arah dan kecepatan angin selama sepuluh tahun terakhir diolah dengan program WR plot dari Lake Environment dan hasilnya disajikan dalam grafik bar bersama gambar bunga angin (wind rose) sehingga nampak arah dan kecepatan angin sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4. Arah angin dominan kabupaten Bogor adalah dari arah utara dan barat, dan sebagian kadang-kadang dari barat laut, barat daya dan dari selatan dalam frekuensi kejadian yang kecil. Nampak bahwa kecepatan angin di Bogor rata-rata rendah antara 0,5-2,1 m detik-1 (warna hitam) dan tertinggi mencapai 4-7 m detik-1 (warna kuning) pada Gambar 4 (b). Angin dengan kecepatan rendah (Calm) terjadi sebanyak 16,35 %. Frekuensi dominan angin dengan kecepatan >2,1 m detik-1 mencapai 80,8 % ditunjukkan pada Gambar 4 (a). Artinya daerah penelitian dapat dikatakan selalu terdapat angin yang bertiup kecepatan rendah. (a) (b) U Kecepatan angin (m det-1)
B
T
Th 1999-2008
S
U = utara S = selatan B = barat T = timur Arah angin: dari Klas angin ( m det-1)
Gambar 4. Distribusi kecepatan (a), dan arah angin (b) Kabupaten Bogor (sumber data: LANUD ATS Bogor 1999-2008). Tahun 1999 sampai tahun 2002 angin bertiup dari arah utara terjadi pada bulan-bulan Juni sampai bulan November (data arah dan kecepatan angin disajikan pada Lampiran 5). Bulan Desember sampai Mei angin bertiup dari arah barat. barat laut dan sedikit dari selatan. Tahun 2003 angin bertiup dari arah utara terjadi pada bulan Maret sampai Agustus, dan pada bulan September sampai Mei angin bertiup
15
dari arah barat, barat laut dan sedikit dari arah barat daya. Tahun 2004-2007 angin bertiup dari arah barat, barat laut, dan barat daya terjadi hampir sepanjang tahun. kecuali bulan Juni dan November 2005 dan 2006 angin bertiup dari arah selatan. Pada tahun 2008 bulan April sampai Agustus angin bertiup dari arah timur ke barat. Suatu arah angin yang tidak pernah terjadi selama 8 tahun terkhir. Arah dan kecepatan angin ini akan menentukan sebaran polutan secara umum. Tahun 2006 angin permukaan bertiup dari arah barat, barat laut, dan barat daya terjadi hampir sepanjang tahun, kecuali bulan Juni 2006 angin bertiup dari arah selatan ke utara. Pada tahun 2008 bulan April sampai Agustus angin bertiup dari arah timur ke barat. Perubahan arah dan kecepatan angin ini merupakan salah satu penyebab berubahnya curah hujan. Besarnya curah hujan akan berdampak kepada jumlah deposisi basah polutan udara ke bumi.
b. Curah Hujan Curah hujan di wilayah penelitian khusunya pada musim penghujan antara bulan November sampai Februari tahun berikutnya ditunjukkan seperti pada Gambar 5. Stasiun Cibinong berada di wilayah penelitian sebelah barat sedangkan stasiun Cileungsi berada diluar daerah penelitian namun sangat dekat pada lokasi di sebelah timur. Pada bulan-bulan sampling air hujan curah hujan semakin menurun dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Namun demikian umumnya curah hujan >200 mm kecuali tahun 2009. .
Gambar 5. Curah hujan bulan Nopember-Februari dari tahun 2006 sampai 2009 di stasiun Cibinong dan stasiun Cileungsi Kabupaten Bogor (Sumber Data: BMG Bogor)
16
Pola distribusi curah hujan tahunan disajikan dalam bentuk peta isoplet curah hujan pada Gambar 6. Pada tahun 2006 curah hujan tahunan antara 3500-4000mm. Curah hujan menurun antara 1400-3000 mm pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 sedikit meningkat menjadi antara 2600-3200 mm. Distribusi rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 2003 sampai 2009 diperlihatkan pada Gambar 7.
industri Jl. TOL Jagorawi Jl. Raya Sungai Setu
Curah hujan annual tahun 2006 Stasiun Cuaca Wilayah Pednelitian
-6,34 -
-6,40 -
LS
-6,50 -
-6,60 -
106,80
BT
106,90
Th 2008
107,00
106,80
BT
106,90
107,00
Th 2009
Gambar 6. Peta isopleth curah hujan di wilayah industri Cibinong Citeureup Kabupaten Bogor, tahun 2006, 2008, dan 2009. LS = Lintang Selatan, BT = Bujur Timur.
17
PETA PENELITIAN WILAYAH INDUSTRI CITEUREUP KABUPATEN
-6.35
Area Industri Jalan TOL jAGORAWI
-6.40
Jalan Raya Sungai Set Wilayah penelitian
-6.45
Stasiun Cuaca
-6.50 Isoplet rata-rata Curah Hujan tahunan (mm) Tahun 2003-2009
-6.55
2km
-6.60
U
-6.65 106.60
106.65
106.70
106.75
106.80
106.85
106.90
106.95
107.00
107.05
107.10
Gambar 7. Peta isopleth curah hujan rata-rata tahunan, tahun 2003-2009.
Gambar 8. Rata-rata curah hujan (CH) bulanan di Stasiun Cuaca Cibinong Bogor tahun 2003 sampai 2009 (error bar 10%). Gambar 8 memperlihatkan rata-rata curah hujan bulanan di lokasi penelitian. Bulan Juni sampai September adalah bulan kering dengan curah hyujan < 200 mm.
18
Klasifikasi Iklim di Wilayah Penelitian Secara makro wilayah Indonesia mengalami dua musim karena pengaruh angin musim yaitu musim kering dan musim basah. Angin musim (monsoon) membawa hujan saat angin bertiup dari arah laut. Wilayah penelitian meliputi luas area lebih kurang ±100 km2 atau ±10.000 ha. Pada area seluas ini terdapat lima setu (Setu Cikaret, Setu Gunung Putri, Setu Tlajung Udik, Setu Pemda Bogor, dan Setu Cibuntu) yang luas total mencapai ±30 ha. Bangunan-bangunan industri dan perumahan terdapat di wilayah ini. Suhu udara pada siang hari antara 30-33 oC. Berdasarkan besarnya curah hujan suatu wilayah dapat dibagi atas bulan basah dengan curah hujan >200 mm, dan bulan kering dengan curah hujan <200 mm bulan-1. Bulan kering terjadi pada bulan Juni sampai September dan bulan basah antara bulan Oktober sampai Mei, puncaknya terjadi pada bulan Desember-Januari. Gambar 8 memperlihatkan curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 2003 sampai 2009.
Gambar 9. Klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951). Berdasarkan klasifikasi menurut Oldeman bahwa bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm dan bulan kering <100 mm (Lakitan, 1994) maka wilayah penelitian merupakan wilayah yang selalu basah sepanjang tahun. Namun demikian terjadi bulan kering pada bulan Juni, Juli dan Agustus dengan curah hujan antara 100-200 mm. Zona iklim berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson yaitu nisbah bulan kering terhadap bulan basah
19
dengan nilai nisbah Q sebesar 33% sehingga termasuk kondisi iklim basah. Gambar 2.7 memperlihatkan diagram segitiga klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson. Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering di wilayah penelitian termasuk zona iklim C.
2.3.2. Kualitas Udara Kualitas udara di wilayah penelitian dipantau oleh berbagai sumber disajikan pada Tabel 2. Parameter penting kualitas udara yang berhubungan dengan hujan asam adalah kadar polutan gas SO 2 dan NO 2, selain itu juga kadar O 3 (ozon), serta debu. Ozon adalah oksidan dengan adanya air akan mengubah gas SO 2 menjadi ion sulfat (SO 4 =) dan mengubah gas NO 2 menjadi ion nitrat (NO 3 -) pada pembentukan asam sulfat (H 2 SO 4 ) dan asam nitrat (HNO 3 ) dalam air hujan. Debu akan menyerap uap air dan kedua polutan gas tersebut sehingga sebaran akan berpengaruh terhadap sebaran hujan asam. Kadar polutan SO 2 diberbagai lokasi nampak masih jauh dibawah baku mutu. Akan tetapi kadar polutan NO 2 di beberapa lokasi telah melebihi baku mutu kualitas udara ambien menurut PP 41 tahun 1999. Tabel 2. Rangkuman rata-rata hasil pengukuran kualitas udara tahun 2009 ( semua satuan dalam µg m-3) No.
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Narogong 1) 2) Pt. Tol G Putri2) Pt. Tol Citrp2) Ps Citeureup 2) Jl. Pancasila2) Tari kolot2) Depan ITC Cibinong 2) Dpn Ps. Cibinong 2) Desa Lulut3) Hambalang, ds Tapos 3) Jln. Sainembah Sukahati 3)
Baku mutu udara ambient PP 41 tahun 1999 waktu pengukuran 1 jam
SO 2
CO 2
NO 2
Debu
O3
23,98 30,00 30,96 20,00 42,17 18,41 90,00 70,67 16,31 15,00 94,90
602,38 574 679,17 541,25 597,17 606,17 559,50 577,00 2,29 2,18 700,00
26,12 101 36,44 85,11 28,16 2,46 700,00 709,3 18,78 16,34 1,41
118,90 315,74 249,50 285,69 244,33 200,38 73,22 166,16 22,98 17,12 176,52
14,80 5,13 7,01 13,20 16,95 58,74 27,14 10,23 112,00 92,00 49,21
900
-
400
230
235
Sumber data: 1) PT Holchim 2) Dinas Tataruang dan Lingkungan Hidup Bogor, 3) PT Indocement
20
2.3.3. Keasaman Air Hujan Data dan posisi sampling disesuaikan sehingga memperlihatkan suatu data seri yang dapat digunakan untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas air hujan. Tabel 3 memperlihatkan data rata-rata pH air hujan dari tahun 1999 sampai 2009. Nampak bahwa hanya terdapat dua lokasi sampling yang memilki pH>5,6 yaitu di Wanaherang dan Narogong. Kriteria hujan asam menurut Manahan (2005) adalah hujan dengan pH<5,6, nilai pH ini didasarkan kepada kesetimbangan kelarutan gas karbon dioksida (CO 2 ) dalam air hujan dengan asumsi konsentrasi ambient gas CO 2 di atmosfir sebesar 300 ppm. Kadar CO 2 ambient berdasarkan di beberapa lokasi menunjukkan sekitar 600-700 µg m-3 (DTRLH, 2009). Berdasarkan data Tabel 3 dapat dikatakan bahwa sebagian daerah di wilayah penelitian telah terjadi hujan asam dengan intensitas sedang (pH antara 5,05,6) dan sebagian daerah lagi mengalami intensitas tinggi (pH<5,0). Secara keseluruhan di wilayah penelitian dapat dikatakan telah mengalami hujan asam. Kecuali sampel dari Narogong (pH 8,23). Tingginya pH air hujan di daerah Narogong dimungkinkan karena dekat dengan pertambangan kapur. Tabel 3. Data rata-rata pH air hujan di wilayah penelitian Lokasi sampling Kr.Asem Barat Puspasari Kranggan Kr.Asem Timur Puspanegara Gn. Putri Tlajung Udik Citeureup Wanaherang Cibinong Cirimekar Jl. Baru Sentul Tajur Ctrp GBJ Narongong Simpang Pemda
19991) 5,40 4,92 5,42 4,49 5,5 5,07 5,39 4,54 4,94 5,09 -
AH1 AH2 AH3 AH4 AH5 AH6 AH7 AH8 AH9 AH10 AH11 AH12 AH13 AH14 AH15 AH16
Sumber data: 1) Sutanto et al., 1999
2)
20012) 4,48 4,64 5,5 4,61 4,77 5,95 4,95 4,16 4,51 -
2006*) 5,03 4,45 5,29 4,45 5,66 4,95 4,95 5,02 4,95 5,06 5,63 4,04
Iryani 2001 , *) data primer
2008*) 4,36 5,40 4,70 5,14 5,35 5,35 5,28 5,63 4,72 5,51
2009*) 3,65 4,66 5,3 5,72 4,24 5,30 4,83 4,15 5,19 5,64 5,9 8,23 3,8
21
2.3.3. Koordinat Sampling dan Peta Distribusi intensitas hujan asam dibuat melalui overlay peta isopleth pH dengan peta lokasi penelitian berdasarkan pada koordinat lintang. Koordinat sampling diperlukan untuk keperluan pembuatan peta isopleth. Hasil identifikasi kordinat lintang dengan bantuan program Google Earth menunjukkan posisi paling barat diwakili simpang Bambu Kuning (106,8177o BT) dan paling timur Indosat Narogong (106,9353o BT). Posisi paling utara diwakili Pertigaan Cilodong (6,4362oLS) dan paling selatan Pintu TOL Sentul (6,5326o LS). Koordinat sampling air hujan paling barat pada koordinat 6,4850 LS dan 106,8432 BT dan paling timur 6,4459 LS dan 106,9127 BT. Posisi paling utara adalah Cimpaeun Cilangkap 6,4457 LS dan 106,8563 (BT), dan paling selatan Pintu Tol Sentul 6,5305 LS dan 106,8512 BT. Koordinat peta wilayah dan titik sampling air hujan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. 6.44
6.45
6.46
6.47
6.48
LS 6.49
6.50
6.51
6.52
6.53
106.82
106.83
106.84
106.85
106.86
106.87
106.88
106.89
106.90
106.91
106.92
BT
Gambar 10. Lokasi penelitian: wilayah industri Cibinong-Citeureup hasil penelusuran dengan Google earth 2008.
106.93
22
2.3.4. Peta Isopleth pH Hujan Asam Data pH air hujan dipetakan dengan bantuan komputer program surfer 6.0 menghasilkan peta isopleth pH. Peta wilayah diperoleh dari penelusuran dengan computer program Google Earth kemudian peta dilakukan digit ulang dengan bantuan computer program GIS ArcView 3.3 menghasilkan peta wilayah penelitian. Peta isopleth pH selanjutnya di-overlay dengan peta wilayah penelitian menghasilkan pola distribusi hujan asam di wilayah penelitian. Hasil penelusuran Google Earth wilayah penelitian diperlihatkan pada Gambar 10. Penampakan warna-putih adalah bangunan pabrik/industri. Warna putih melebar adalah lokasi penambangan batuan yang digunakan untuk bahan baku pabrik semen. Jalan bebas hambatan (Tol) Jagorawi membentang di tengah gambar dari Kota Bogor menuju ke Jakarta. Berdasarkan identifikasi warna ini kemudian ditandai sebagai daerah poligon yang menyatakan lokasi industri di wilayah penelitian. Hasil digitasi peta wilayah penelitian disajikan pada Gambar 11.
6.44
Lokasi Penelitian
6.45 Selat Sunda
6.46
Jakarta
Bogor
6.47 75 Km
6.48
L S
6.49
6.50
6.51
6.52
6.53
2 Km 106.82
106.83
106.84
106.85
106.86
106.87
106.88
106.89
106.90
106.91
106.92
106.93
BT
Gambar 11. Peta wilayah penelitian hasil digitasi Gambar 12 memperlihatkan peta isopleth pH yang dibuat berdasarkan data pH air hujan tahun 1999. Kisaran pH air hujan terukur antara pH 4,5 sampai 5,4. Hujan
23
dengan pH <5,0 terjadi pada daerah disekitar Pasars Citeureup dan desa Gunung Putri. Kecepatan angin di wilayah penelitian merujuk pada data arah dan kecepatan angin lapangan udara Atang Sanjaya (ATS) Semplak Bogor, dan di tampilkan dengan bunga angin seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Pada periode pengamatan arah dan kecepatan angin yaitu bulan November 1999 sampai Februari 2000 ratarata angin bertiup dari arah utara dan barat laut, dari arah utara mencapai 70% dan dari arah barat laut 30%. Kecepatan angin bertiup sangat rendah antara 0,5–2,1 m detik-1. Dari peta isopleth pH (Gambar 12) nampak bahwa daerah yang mengalami hujan asam cukup tinggi (pH<5,0) adalah daerah Citeureup (Puspanegara), dan daerah Gunung Putri. Daerah ini merupakan daerah industri semen. Selain kepadatan kendaraan cukup tinggi, polutan dari industri semen sangat mungkin menjangkau daerah ini sehingga intensitas hujan asam cukup tinggi. Lokasi Penelitian
6.44
6.45 Selat Sunda 6.46
Jakarta Bogor
6.47
75 Km
LS 6.48
6.49
6.50
6.51
6.52 2 Km 6.53 106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93
BT
Gambar 12. Peta isopleth pH air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup (dibuat dengan pemetaan ulang data pH air hujan tahun 1999, LS = lintang Selatan, BT= Bujur Timur)
24
Kecepatan angin (m det-1)
Th 1999
Gambar 13. Bunga angin tahun periode sampling November 1999 sampai Februari 2000. Sumber data: Lanud ATS Bogor
Pada bulan-bulan dilakukan sampling air hujan arah angin dominan datang dari arah utara dan barat laut. Arah angin ini dapat mendorong polutan kearah timur dan selatan sehingga daerah hujan asam selain Desa Puspanegara Kecamatan Citeureup dan Desa Gunung Putri (Kecamatan Gunung Putri) juga meliputi Desa Tajur (Kecamatan Citeureup) yang posisinya berada di sebelah tenggara daerah industri. Dari peta isopleth pH tersebut nampak bahwa seluruh daerah di bagian timur dan tenggara daerah industri mengalami hujan asam intensitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa arah dan kecepatan angin yang menyebabkan terjadinya arah sebaran polutan sehingga menyebabkan arah dan sebaran/distribusi hujan asam. Luas daerah hujan asam dan jauhnya dari daerah industri dapat diperkirakan berdasarkan data: tipe sumber polutan, besarnya sumber polutan, ketinggian sumber (cerobong), laju emisi polutan, arah dan kecepatan angin, kestabilan angin, dan juga data curah hujan. Mengingat daerah industri yang menjadi tempat penelitian terdapat lebih dari satu sumber yaitu sumber titik dan sumber garis, masing-masing sumber lebih dari satu tempat maka secara keseluruhan memperlihatkan sumber area. Sumber titik yang dimaksud adalah cerobong asap di berbagai industri, dan sumber garis yang dimaksud adalah jalan raya dengan kendaraan yang melaluinya mengemisikan polutan. Karena masing-masing sumber berbeda ketinggian, berbeda laju emisi, dan berbeda besarnya sumber, serta tak terdapatnya data yang pasti mengenai sumber masing-masing maka prediksi luas daerah yang mengalami hujan asam tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu penjelasan analitik kuantitatif luas daerah hujan asam akibat besarnya sumber polutan tak dapat disampaikan dan hanya arah distribusi hujan asam berdasarkan data arah angin yang dapat
25
menjelaskan secara deskriptif. Berdasarkan alasan ini distribusi dan luas daerah hujan asam tahun selanjutnya dibahas secara deskriptif. Distribusi hujan asam tahun 2001 (Gambar 14) mirip dengan pola distribusi hujan asam tahun 1999 (Gambar 12). Peta isopleth pH memperlihatkan bahwa hampir 90 % luas area penelitian tahun 2001 dari daerah industri sampai di sebelah selatan daerah industri mengalami hujan asam intensitas cukup tinggi (pH <5,0). Hal ini disebabkan arah angin dari utara meskipun kecepatan angin sangat rendah (0.5-2,1 m detik-1) medekati calm (Gambar 15). Daerah Puspanegara Citeureup mengalami hujan asam dengan intensitas sangat tinggi dengan pH air hujan terukur 3,61 dan 3,95, dan rata-rata keseluruhan air hujan mencapai pH 4,63. Hal ini dapat disebabkan pada daerah ini merupakan pusat kegiatan industri.
Lokasi Penelitian
6.44
6.45 Selat Sunda
Jakarta
6.46
Bogor LS 6.47
75 Km
6.48
6.49
6.50
6.51
6.52 2 Km 6.53 106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93 BT
Gambar 14. Peta isopleth pH air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup (dibuat dengan pemetaan ulang data pH air hujan tahun 2001)
26
Kecepatan angin (m det-1)
Th 2001
Gambar 15. Arah dan kecepatan angin Kabupaten Bogor tahun 2001 bulan September 2001-Januari 2002, (Sumber data: LANUD ATS Bogor) Gambar 16 memperlihatkan peta isopleth pH hujan asam tahun 2006. Intensitas hujan asam tinggi teridentifikasi di daerah Citeureup dan Cibinong. Dibandingkan tahun 2001, nampak bahwa daerah hujan asam tinggi bergeser ke arah barat. Berdasarkan data angin tahun 2006 (Gambar 17) saat-saat sampling air hujan dilaksanakan bahwa arah angin berubah-ubah dari bulan September 2006 hingga Januari 2007. Angin dari arah tenggara kemungkinan yang menggeser pola distribusi hujan asam di wilayah ini. Hujan asam dengan intensitas tinggi (pH<5,0) terjadi di daerah Citeureup dan Cibinong meliputi daerah yang cukup luas hingga Desa Cibinong Tengah.
Gambar 16. Peta isopleth pH air hujan di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup (dibuat dengan data pH air hujan tahun 2006)
27
Kecepatan angin (m det-
Th
Gambar 17. Arah dan kecepatan angin Kabupaten Bogor tahun 2006 bulan September 2006-Januari 2007, (Sumber Data: LANUD ATS Bogor) Pada tahun 2006 hujan asam di wilayah penelitian terrendah 4,04 yaitu di Simpang Pemda Bogor dan tertinggi 5,66 di Wanaherang. Namun demikian di daerah Puspanegara dan sekitar pasar Citeureup intensitas hujan asam tetap tinggi dengan pH 4,45. Gambar 18 memperlihatkan peta isopleth pH air hujan berdasarkan data tahun 2008. Peta isopleth pH ini memperlihatkan bahwa daerah hujan asam tersebar hampir 50 % area penelitian. Hujan asam intensitas cukup tinggi terjadi mulai dari daerah Wanaherang, Tlajung Udik,
Gunung Putri, Citeureup, Tajur, hingga
Cibinong. Hujan asam intensitas sangat tinggi (pH<4,5) terjadi di daerah Karang Asem Barat (pH 4,36) dan Puspanegara Citeureup. 6.43 Lokasi Penelitian 6.44
Selat Sunda
6.45
Jakarta Bogor
6.46 75 Km 6.47
LS 6.48
6.49
6.50
6.51
2 Km
6.52
6.53 106.8
106.8
106.8
106.8
106.87 106.88 106.8
106.9
106.9
106.9
106.93
BT
Gambar 18. Peta isopleth pH air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup (dibuat dengan data pH air hujan tahun 2008)
28
Kecepatan angin (m det-1)
Th 2008
Gambar 19. Arah dan kecepatan angin Kabupaten Bogor tahun 2008 bulan September 2008-Januari 2009, (Sumber Data: LANUD ATS Bogor) Gambar 19 memperlihatkan arah angin pada bulan-bulan pengamatan air hujan tahun 2008. Angin 70 % didominasi dari arah barat ke timur tetapi dengan kecepatan 0,5-2,1 m detik-1 dan hanya sedikit (25 %) angin dari arah timur. Angin dari arah barat dengan kecepatan hingga 3 m detik-1 nampak mempengaruhi pola distribusi hujan asam mulai dari daerah diatas wilayah industri hingga kearah timur wilayah industri. 6.44
Lokasi Penelitian
6.45 Selat Sunda 6.46
LS
Jakarta Bogor
75 Km
6.47
6.48
6.49
6.50
6.51
6.52
2 Km
6.53 106.8
106.8
106.8
106.8
106.9
106.9
106.9
BT
Gambar 20. Peta isopleth pH air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup (dibuat dengan data pH air hujan tahun 2009)
29
Gambar 20 memperlihatkan peta isoplet pH air hujan yang dibuat berdasarkan dapat pengamatan pH air hujan tahun 2009. Daerah intensitas hujan asam tinggi teridentifikasi pada Desa Kranggan Kecamatan Gunung Putri dan Kecamatan Cibinong, dan sebagian Kecamatan Citereup, yang mencakup hampir ¾ wilayah penelitian. Air hujan memiliki kisaran pH dari 3.66 hingga 8.3 dengan rata-rata 5.09. Pada Bulan Desember arah angin dominan dari utara dengan kecepatan 2,1 km jam-1 sampai 3 km jam-1. Dari data arah angin bulan September sampai Desember 2009 (Gambar 21) yaitu bulan-bulan dilakukan sampling air hujan menunjukkan arah angin dari barat, barat laut, utara, dan dari timur. Hujan asam terdistribusi disebelah barat lokasi industri. Hal ini dapat disebabkan saat sampling dilakukan angin dominan dari timur menuju barat, sehingga polutan penyebab hujan asam terdistribusi di sebelah barat lokasi industri. Kecepatan angin (m det-1)
Th 2009
Gambar 21.
Arah dan kecepatan angin Kabupaten Bogor tahun 2009 bulan September -Desember 2009, (Sumber Data: PT Holchim, 2009)
2.3.5. Daerah Penelitian yang Sering Mengalami Hujan Asam Intensitas Tinggi. Gambar 22 memperlihatkan daerah-daerah di wilayah penelitian yang mengalami hujan asam dari tahun 1999 sampai 2009. Daerah yang mengalami hujan asam intenstitas tinggi ditandai dengan daerah yang diarsir warna merah. Daerah hujan asam intensitas tinggi selanjutnya disebut “pulau hujan asam”. Pulau hujan asam akan bergeser-geser, kesegala arah, dapat melebar, dan dapat juga menyempit tergantung kepada arah dan kekuatan angin. Angin yang bertiup kencang akan mendistribusikan polutan khususnya debu hingga Jangkauan yang lebih luas, efeknya terhadap hujan asam adalah menurunkan intensitas hujan asam. Hasil pengukuran pH air hujan diberbagai lokasi sampling tahun 1999, 2001, 2006, 2008, dan 2009 secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa di wilayah penelitian telah mengalami hujan asam dengan intensitas yang tidak merata.
30
TH 2001
L S
TH 2006
6.4
6.44
6.4
6.45
6.4
6.46
6.4
6.47
6.4
6.48
6.4
6.49
6.5
6.50
6.5
6.51
6.5
6.52
6.5
6.53 106.8 106.8 106.8 106.85 106.8 106.87 106.8 106.89 106.9 106.9 106.9 106.9
106.82 106.83 106.84 106.85 106.8 106.8 106.8 106.89 106.9 106.91 106.9 106.93
BT BT
2001
2006 Th 2009
Th 2008 6.43 6.44 6.44 6.45 6.45 6.46 6.46 6.47 6.47 6.48 LS
6.48 6.49 6.49 6.50 6.50 6.51 6.51 6.52 6.52 6.53 6.53 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93 106.82
106.84
106.86
2008
106.88
106.90
106.92
BT
BT
2009
Gambar 22. Daerah hujan asam intensitas tinggi (diarsir merah) di wilayah penelitian pada tahun 2001, 2006, 2008, dan 2009. =Bukit
106.94
31
Pada tahun 1999 daerah yang mengalami intensitas hujan asam tinggi meliputi Puspanegara, Citeureup dan Gunung Putri. Namun pada tahun 2001, 2006, 2008 dan 2009 pola distribusi intensitas hujan asam mengalami pergeseran. Terjadinya pergeseran pola distribusi hujan asam intensitas tinggi di wilayah penelitian menunjukkan bahwa suatu daerah dalam wilayah penelitian tidak selalu/jarang mengalami intensitas hujan asam tinggi. Namun demikian terdapat beberapa daerah yang selalu/sering mengalami hujan asam intensitas tinggi. Daerah-daerah yang jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi akan memiliki dampak yang berbeda terhadap lingkungan hidup dibandingkan dengan daerah yang selalu mengalami hujan asam intensitas tinggi. Daerah mana saja yang mengalami hujan asam intensitas tinggi perlu diidentifikasi. Identifikasi daerah yang terus-menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi dilakukan dengan overlay peta isopleth pH dari tahun 1999 sampai 2009. Daerah intensitas hujan asam tinggi yang dimaksud adalah daerah irisan (interseksi) hasil overlay berbagai tahun peta isopleth pH. Garis kontur yang menyatakan pH>5,0 pada hasil overlay ditiadakan guna memudahkan pengamatan hasil overlay peta isopleth pH. Hasil overlay merupakan daerah irisan berbagai peta isopleth pH ditandai sebagai daerah yang sering mengalami hujan asam. Daerah ini ditampilkan dalam Gambar 23 diberi tanda berwarna kemerahan, yaitu meliputi desa: Cibinong (sebagian), Kranggan (sebagian), Puspasari, Gunung Putri (sebagian), Citeureup, Karanga Asem Barat (sebagian), dan Karang asem timur, diperhitungkan mencapai ±18,00 km2 (±1800 ha) merupakan daerah yang terus-menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi dengan pH<5,0 bahkan dapat mencapai pH<4,0. Tingginya intensitas dan seringnya hujan asam di daerah ini disebabkan pada daerah ini terdapat banyak industri yang mengakibatkan polusi udara. Seringnya mengalami hujan asam intensitas tinggi di Desa Puspanegara dan Citeureup dimungkinkan karena kedua desa ini merupakan sentral wilayah industri Cibinong-Citeureup yang memiliki potensi pencemaran udara tinggi, kerapatan kendaraan paling tinggi karena pertemuan dari berbagai jurusan seperti kendaraan dari dan ke Kota Bogor, Babakan Madang, Cileungsi dan Bekasi serta ke Jakarta. Dareah ini mengandung banyak partikel debu yang memiliki potensi menyerap polutan asam dan uap air. Kualitas udara khususnya debu di daerah ini melebihi ambang batas baku mutu
32
menurut PPRI No. 41 tahun 1999. Kadar debu mencapai 285 µg m-3, kadar NO 2 mencapai 700 µg m-3, dan O 3 sebagai salah satu oksidan yang menjadi faktor pembentukan asam di udara mencapai 58,74 µg m-3 (BLH, 2009). Daerah lainnya seperti Sentul, Klapanunggal (Narogong), Wanaherang, Tajur, Cibinong bagian barat, dan Cilangkap jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi. Lokasi Penelitian
6.44
6.45 Selat Sunda
Jakarta Bogor
6.46 75 Km 6.47
6.48
LS
6.49
6.50
6.51
6.52 2 Km 6.53
Daerah Hujan asam Intensitas tinggi (pH<5,0)
106.82 106.83 106.84 106.85 106.86 106.87 106.88 106.89 106.90 106.91 106.92 106.93 BT
Gambar 23. Identifikasi daerah yang sering mengalami hujan asam tinggi dari hasil overlay peta isopleth pH th 1999-2009 di Wilayah Industri CiteureupCibinong Kabupaten Bogor 2.3.6. Pola Perubahan Keasaman Air Hujan Daerah yang secara terus menerus mengalami hujan asam tingkat keasaman air hujan berubah cenderung menurun. Data keasaman dapat dilihat pada Tabel 4. Nampak bahwa rata-rata pH air hujan dibawah 5,0 dan semakin menurun dari tahun ketahun. Pola perubahan penurunan pH air hujan disajikan pada Gambar 24. Kecenderungan peningkatan keasaman (penurunan nilai pH) air hujan dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya polusi udara terutama NO 2 di wilayah penelitian. Data kadar debu di daerah ini antara 96,15-114 µg m-3 pada tahun 2007 meningkat menjadi antara 200-315 µg m-3 pada tahun 2009, kadar NO 2 antara 24,06–57,62 µg m-3 meningkat mencapai 700 µg m-3 pada tahun 2009 (DTRLH,
33
2009) yaitu peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan kadar SO 2 relatif kecil <10 µg m-3 (BLH, 2009). Tabel 4. Rata-rata hasil pemantauan pH air hujan (November- Januari) di daerah yang sering mengalami hujan asam di wilayah industri Cibinong Citeureup Kabupaten Bogor. Lokasi sampling
19991)
20012)
2006*)
2008*)
2009*)
Kr.Asem Barat Puspasari Kr.Asem Timur Puspanegara Gn. Putri
5,4 4,92 4,49 5,50 5,07
4,48 4,64 4,61 4,77
5,03 4,45 5,29
4,36 4,55 4,70 5,14
3,75 4,66 5,79 4,94 5,35
Ps.Citeureup
4,54
4,95
4,45
5,35
4,98
Ps.Cibinong
5,09
4,91
4,95
4,95
4,28
Rata-rata [H+]
1,386E-05
2,018E-05
1,932E-05
1,912E-05
4,003E-05
Rata-rata pH
4,86
4,71
4,72
4,40
Sumber data:
1)
Sutanto et al., 1999
4,70 2)
Iryani 2001 ,
*)
data primer
5,80
Batas pH Hujan Asam (pH <5,6)
5,60
Rata-rata pH air hujan
5,40 5,20
Batas pH Hujan Asam internsitas tinggi (pH<5,0)
5,00 4,80 4,60 4,40 4,20 4,00 98 0
99 1
00 2
01 3
02 4
03 5
04 6
05 7
06 8
07 9
08 10
09 11
12
Waktu (tahun pengamatan)
Gambar. 24. Pola perubahan keasaman (pH) air hujan pada daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi (pH<5) di wilayah industri (error bars 5%) Daerah di wilayah penelitian yang jarang mengalami hujan asam tinggi memiliki pH air hujan sekitar lima. Selama 11 tahun terakhir mengalami fluktuasi pH dari pH 5,10 menjadi 4,67 (Gambar 25). Fluktuasi pH rata-rata air hujan ini terjadi disebabkan fluktuasi kadar polutan akibat arah dan kecepatan angin sehingga polusi udara mengalami penyebaran terbatas dari pusat industri dan terkadang tidak menjangkau daerah ini.
34
Tabel 5. Data rata-rata pH air Hujan di Wilayah Penelitia yang jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi Lokasi sampling
19991)
20012)
20063)
20084)
20095)
Tlajung Udik Wanaherang Cibinong Cirimekar Jl. Baru Sentul Tajur Ctrp GBJ Narongong Simpang Pemda
5,39 4,94 5,09 -
5,95 4,16 4,51 -
5,55 5,66 5,05 4,95 5,02 4,95 5,06 5,63 4,04
5,42 5,2 5,35 5,28 5,63 4,72 5,51
5,68 5,85 5,65 6,35 5,66 5,64 5,9 8,3 -
7,89E-06
3,3736E-05
4,64E-06
4,8594E-06
1,91E-06
5,10
4,47
5,33
5,31
5,72
Rata-rata [H+] Rata-rata pH
Batas pH hujan asam (pH =5,6) Batas pH hujan asam intensitas tinggi (pH < 5,0)
Gambar 25. Grafik perubahan pH air hujan di wilayah penelitian pada daerah yg jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi 2.4. Simpulan Wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor menurut klasifikasi Schmith-Ferguson memiliki zona iklim C dengan rasio bulan kering/bulan basah (Q) 33%. Wilayah ini secara umum telah mengalami hujan asam dengan intensitas tidak sama, sebagian daerah mengalami hujan asam terus-menerus dengan intensitas tinggi (pH<5,0) dan sebagian lagi jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi. Daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi yaitu Desa Cibinong (sebagian), Desa Kranggan (sebagian), Desa Puspasari, Desa Gunung Putri (sebagian), Desa Citeureup, Desa Karanga Asem Barat (sebagian), dan Karang
35
Asem Timur. Luas daerah hujan asam tinggi mencapai ±1800 ha. Daerah yang jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi meliputi: Desa Sentul, Klapanunggal (Narogong), Wanaherang, Tajur, Cibinong bagian barat, dan Desa Cilangkap Kabupaten Bogor. Pada daerah yang terus menerus mengalami hujan asam intensitas tinggi keasaman air hujan cenderung meningkat (pH menurun). Pada daerah yang jarang mengalami hujan asam intensitas tinggi pH air hujan cenderung mendekati normal air hujan alami.