IDEOLOGI, KONSEP DAN METODE BAUHAUS DALAM ARSITEKTUR THE BAUHAUS’S IDEOLOGY, CONCEPT AND METHOD IN ARCHITECTURE Naskah Publikasi
oleh R. Puspito Harimurti 23210/I-1/2378/05 kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008
Naskah Publikasi IDEOLOGI, KONSEP DAN METODE BAUHAUS DALAM ARSITEKTUR THE BAUHAUS’S IDEOLOGY, CONCEPT AND METHOD IN ARCHITECTURE oleh : R. Puspito Harimurti 23210/I-1/2378/05 Disetujui oleh : Pembimbing I
Ir. Djoko Wijono, M. Arch.
Tanggal :
Pembimbing II
Ir. Adi Utomo Hatmoko, M. Arch.
Tanggal :
IDEOLOGI, KONSEP DAN METODE BAUHAUS DALAM ARSITEKTUR The Bauhaus’s Ideology, Concept and Method in Architecture R. Puspito Harimurti1, Djoko Wijono2, dan Adi Utomo Hatmoko2 Program Studi Teknik Arsitektur Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada ABSTRACT The Bauhaus was an institution, and a school of thaught of arts and design in Germany in the early of 20th Century. As one of the early of the modern movement proponent, Bauhaus was confronted with a variaty of ‘ism’, from Expressionism, Cubism, Rationalism until Neue Sachlichkeit. This research was intended to know the Bauhaus principles, The Bauhaus’s ideology, concepts and method in Architecture. This research was based on the rasionalistic approach utilizing content analysis technique, to explore the principles of the master of forms of Bauhaus like Walter Gropius, Johannes Itten, Wassily Kandinsky, Paul Klee and Lazlo Moholy Nagy, to form a frame of conceptions of Bauhaus in architecture. This frame of conceptions were used to analyse three samples of the Bauhaus products in architecture (Sommerfeld House, Haus am Horn dan Bauhaus Dessau) to empirically indicative meanings. This research shows two results in general, that there are two parts of the Bauhaus concepts in architecture; the primary Bauhaus’s concepts on architecture (zeitgeist and gesamkunstwerk); and the secondary concepts (the rasionalistic-industrial arts, social arts and metaphysic). The second result of this research shows The Bauhaus as a melting pot in which many of the ‘ism’, artistic and architectural production merged. With the melting pot, Bauhaus succeeded in superimposed all ‘ism’, artistic and architectural production, as a conception of design as well as the education, by stating the universal principles co-exist with the spirit of the age. Key words: Zeitgeist, Gesamkunstwerk, Melting Pot, Duality, and fertilisation
1 2
Politeknik Negeri Pontianak, Kalimantan Barat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
cross-
PENGANTAR Bauhaus adalah suatu lembaga maupun aliran berpikir desain, yang memiliki arti khusus dalam pengembangan dan kristalisasi gerakan arsitektur modern di awal abad ke 20 (Wirjomartono, 1993 : 47). Sejumlah literatur mengenai sekolah Bauhaus serta para pengikutnya menyatakan kontribusi sekolah ini yang penting bagi seni dan pendidikan seni dalam abad ke 20. Sekolah Bauhaus lahir sebagai wujud implementasi gagasangagasan pembaharuan (reform) yang disampaikan dalam forum Deutsche Werkbund, meliputi: (1) Perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan, dan (2) Reformasi sosial dan kritik kultural terhadap pembentukan peradaban industrial (Wirjomartono, 1993 : 5). Masuknya sejumlah seniman maupun arsitek sebagai Master of Form dalam insititusi Bauhaus, telah memberikan beragam pengaruh pemikiran terhadap metoda berkarya dan pengajaran Bauhaus, dari rasionalisme, ekspresionisme, kubisme, konstruksivisme , futurisme, neo-plastisisme hingga pada esoterisme yang menuju pada mistisme (Ven, 1991 : 264). Keberagaman prinsip dan pemikiran ini menjadi dasar utama pembentukan gagasan Bauhaus (arah pendidikan, ideologi, konsep, dan metode Bauhaus dalam seni dan arsitektur) yang turut menimbulkan kerancuan dan keberagaman pemahaman akan pemikiran Bauhaus yang sesungguhnya. Selain itu, reaksi terhadap ide-ide Bauhaus menyangkut ideologi, konsep maupun metode Bauhaus telah menyebabkan adanya penyederhanaan (simplification), penilaian yang keliru (prejudes) dan pengaburan makna (misconception) akan pemikiran Bauhaus yang sesungguhnya (Hahn dalam Droste, 1993 : 6). Bauhaus dipandang sebagai sebuah lembaga yang memiliki kekokohan didaktik dan metodik yang sistematik dan cenderung menekankan
rasional semata ( Wirjomartono, 1993 : 5). Sementara, lembaga ini
menunjukkan pendekatan-pendekatan yang cenderung bertolak belakang terhadap dugaan-dugaan tersebut di awal pembentukannya Ke-dua hal tersebut diatas, memunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prinsip-prinsip yang membangun ideologi, konsep dan metode Bauhaus? 2. Dengan beragamnya faham-faham yang
mempengaruhi Bauhaus, maka
bagaimanakah sebenarnya ideologi, konsep dan metode Bauhaus selama kurun waktu 1919 hingga 1933?
Penelitian ini bertujuan menemukan prinsip-prinsip yang membangun ideologi, konsep dan metode Bauhaus dalam arsitektur serta menjelaskan secara utuh ideologi, konsep dan metode Bauhaus yang berkembang selama kurun waktu 1919 hingga 1933 Bauhaus lahir sebagai suatu hasil proses reformasi pendidikan seni terapan di Jerman yang telah dimulai pada tahun 1898 oleh gerakan Deutsche Werkstatten yang dipelopori oleh Karl Schmidt, dilanjutkan oleh Hans Poelzig, Peter Behrens, Hermann Muthesius, Theodor Fischer serta Henry Van de Velde dalam Deutsche Werkbund pada tahun 1913 (Frampton, 1985 : 123). Bauhaus telah merumuskan suatu model pendidikan berdasar pada pola workshop yang menjadi suatu revolusi dalam sistem pendidikan seni dan arsitektur modern. Bauhaus menyatukan seniman dan pengrajin dalam suatu kesetaraan dan kemitraan yang sederajat dengan arsitektur sebagai kulminasinya. Tujuan utama Bauhaus adalah melatih dan menghasilkan mitra kerja (kolaborator) bagi dunia industri dan kerajinan. Produk yang dihasilkan oleh workshop-workshop bauhaus, memiliki standar yang dapat digunakan bagi keperluan industri. Sistem pendidikan dalam sekolah Bauhaus, sebagaimana tercantum dalam Program Bauhaus di Weimar (Wingler, 1980 : 31) terdiri atas : 1. Vorkurs, adalah kelas persiapan yang diadakan untuk menyelidiki personalitas dan tingkat kreatifitas calon siswa serta untuk membuat kesetaraan pengetahuan bagi seluruh siswa yang akan mengikuti pendidikan di Bauhaus. 2. Formlehre atau Study of Form, adalah kelas-kelas yang diselenggarakan untuk memberikan instruksi-instruksi (lecturer) desain dalam pendidikan Bauhaus. 3. Werklehre atau kelas latihan berkarya adalah sebuah laboratorium atau studio bagi siswa Bauhaus dalam melatih keahlian dalam suatu bidang seni, craft atau arsitektur, untuk menghasilkan suatu produk prototipe atau model bagi Industri (Gropius dalam Whitford, 1992 :220) yang diselenggarakan di dalam workshopworkshop Bauhaus. Sekolah Bauhaus memiliki dua macam guru atau master. Pertama adalah para Workshop Master dengan keahlian khusus pada craftmen, yaitu para ahli dalam beragam disiplin seni, namun mengajarkan hanya satu jenis craft secara spesifik. Kedua adalah Master of Form yaitu seniman dan pelukis modern yang diberikan tanggungjawab pada
aspek kualitas estetik serta untuk membantu pemahaman siswa akan pemikiran (baru) konstruktifis dalam seni dan arsitektur melalui pemikiran-pemikiran modern dan konstruktif. Sumber utama penggalian gagasan-gagasan Bauhaus dalam seni dan arsitektur, terpusat pada pemikiran para Master of Form yang terlibat dalam Vorkurs dan Formlehre. Para Master of Form ini adalah pemegang peran utama perumusan dan perwujudan gagasan-gagasan Bauhaus terhadap seluruh siswa dan karya-karya yang dihasilkan Bauhaus (Curtis, 1996: 183 – 1999).
Gambar 1. Sistem Pendidikan Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Gropius, Itten, Nagy, Klee dan Bauhaus
Kandinsky digali dari berbagai literatur, dikategorisasikan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu ideologi, konsep dan metode guna menyusun sebuah kerangka konsepsual Bauhaus dalam arsitektur. Ideologi yang dikembangkan di dalam Bauhaus, baik oleh Gropius, Itten, Klee, Kandinsky maupun Moholy-Nagy adalah zeitgeist, namun dengan penekanan yang beragam. Gropius menekankan zeitgeist-nya dalam semangat pragmatis seperti dikatakan oleh Lesnikowski sebagai sober dan pragmatic yang berkaitan dengan hubungan antara seni dan arsitektur terhadap industri modern (Wingler, 1980 : 49). Itten menekankan pada romantisme ekspresionistik dengan kecenderungan esoterik, Klee menekankan pada konteks sosial politik, Kandinsky menekankan-nya dalam tataran gesamkunswerk dan
transedentalis. Sementara Nagy lebih menekankan prinsip-prinsip moral, sosial dan teknologi (mekanistik). Tabel 1. Perbandingan Prinsip Bauhaus menurut beberapa Master Of Form Sumber : Analisa penulis 2007 No. 1.
2.
3.
Subtansi Ideologi
Tujuan
Konsep
No. 1.
Gropius Pragmatis
2.
Zeitgeist
1.
Menciptakan struktur baru masyarakat industri yang sesuai dengan semangat jamannya Zeitgeist
2.
Unity dan sintesis seni dan kerajianan dengan arsitektur sebagai kulminasinya
3.
Penyatuan kerjasama antara seniman, pengusaha dan rekayasawan guna kemajuan bersama Rationalization and standardization Anti individualistic and historical style Zeitgeist Collaborationgesamkunswerk
Contrast and Tension
Zeitgeist
Synaesthethic
Rasionalistik
Inner Being-intuitif
Cosmology
‘And’
Social Art
Subjective Experience
Gesamkunstwerk
Simplify Machine esteticIndustrial art
Simplicity
Analogy
Metaphysic “I” and “You” saintifikempirik
1. 2. 3. 4.
4.
metode
1. 2. 3.
Itten Romantik ekspresionistik
menjernihkan dan menginterpretasikan esensi dan kontradiksi yang ada dari setiap material
Klee kosmologik Zeitgeist – social and political Penciptaan seni melalui harmoni visual yang terikat dalam sebuah sistem kosmik.
Kandinsky Zeitgeist Gesamkunstwerk Trancendentalis
Nagy Social and Moral Principle Zeitgeist
Merumuskan seni masa depan sebagai sebuah bentuk kolaborasi (synthesis) media yang dapat menciptakan kemakmuran
Seni maupun arsitektur sebagai produk dari kondisi organik, intellektual, sosial dan teknikal jamannya
kolaborasi seni baik individu maupun media dengan dikaitkan dengan perkembangan jamannya
Unity of work
Analytic
Mechanical
intuitif
metafisik
Synthesis Scientific/ analyticsynthetic
Mechanistic Simplicity
Konsep yang dikembangkan oleh para Master of Form dalam Bauhaus terdiri atas konsep rasionalisasi dan standarisasi, anti-individualistik dan historical style, zeitgeist, kolaborasi-gesamkunstwerk (Gropius), inner being-intuitif, subjective experience (Itten), zeitgeist, cosmology (Klee), synaesthetic, konsep “and”, dan gesamkunstwerk (Kadinsky) serta rasionalistik, social art, simplify, dan machine aesthetic-industrial art (nagy). Konsep-konsep tersebut diatas dapat dikategorisasikan ke dalam dua konsep utama (zeitgeist dan gesamkuntswerk), dan tiga konsep pendukung (rasionalistik-
industrial arts, metaphysic, dan social art) yang merupakan sintesis dari prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh para Master of Form seperti terlihat pada tabel 1 di atas. Konsep zeitgeist bermakna penyatuan dan sintesis seluruh komponen seni dalam total work of art yaitu arsitektur, bagi simbolisasi budaya jamannya. Konsep Gesamkunstwerk bermakna kesatuan proses kreatif dari seluruh disiplin seni terapan maupun kerajinan yang berbasis pada handycraft (manual), maupun mekanik (mesin). Konsep rasionalistik – industrial art adalah pendekatan yang memandang seni dengan lebih menekankan rasio terhadap intuisi, kolektif terhadap individual, menolak unsurunsur sejarah, eksklusifitas keunikan, kemewahan serta keterkaitannya terhadap konteks masyarakat industri. Konsep metaphysic adalah sebuah pendekatan yang berbasis pada intuisi dalam menemukan karakteristik ekspresi (inner meaning) dari suatu fenomena alam. Konsep social arts adalah konsep yang memandang seni dalam kerangka komitmen sosial melalui pendekatan industrialisasi terhadap produk karya seni (produksi masal). Metode-metode yang digunakan oleh para Master of Form meliputi: (1) gesamkunstwerk yang mempunyai kesesuaian dengan metode unity of work milik Gropius, dan
synthesis milik Kandinsky, (2) empirik yang mempunyai kesesuaian
dengan “I” and “You” milik Klee, dan analytic-synthetic milik Kandinsky, (3) simplicity yang mempunyai kesesuaian dengan simplicity milik Gropius dan simplicity milik Nagy, (4) Mechanical
yang mempunyai kesesuaian dengan mekanisasi milik Gropius dan
mekanisasi milik Nagy, (5) Metafisik yang mempunyai kesesuaian dengan contrast and tension, intuitif milik Itten dan metafisik milik Klee. Metode gesamkuntswerk adalah sebuah cara proses kreatif desain dengan menggabungkan seni secara umum, fine art, sains, dunia bisnis-industri dan kemajuan teknik, untuk menghasilkan sebuah produk optimal. Metode empirik adalah sebuah cara seniman dan artis mengamati hubungan antara dirinya terhadap obyek amatannya secara empirik. Metode simplicity adalah sebuah cara berkarya seni dengan mereduksi unsurunsur sejarah, individualistik, ekslusifitas, keunikan, serta kemewahan dengan lebih menekankan nilai ekonomis bagi tujuan industrialisasi. Metode mekanisasi bermakna utilisasi mesin dalam penciptaan sebuah karya yang dapat direproduksi secara masal. Metode metafisik adalah sebuah cara menyatukan hubungan antara artis dan seniman terhadap obyek-nya melalui inisiasi religius dan kontemplasi.
CARA PENELITIAN Penyusunan kerangka konsepsual Bauhaus dalam arsitektur didasarkan pada tiga kelompok kategorisasi prinsip-prinsip para Master of Form Bauhaus, yaitu metode, konsep dan ideologi. Metode meliputi : (1) gesamkunstwerk, (2) empirik, (3) simplicity, (4) Mechanical, dan (5) Metafisik. Konsep terdiri atas : (1) zeitgeist, (2) gesamkuntswerk,(3) rasionalistik-industrial arts, (4) metaphysic, dan (5) social art. Sementara ideologi adalah zeitgeist. Kerangka konsepsual ini digunakan untuk menganalisis sejumlah karya arsitektur Bauhaus yang diciptakan pada masa institusi tersebut aktif. Analisis terhadap karya-karya arsitektur Bauhaus ini, dilakukan dengan menemukan bentuk manifestasi dari ideologi, konsep dan metode Bauhaus pada karya-karya tersebut. Bentuk manifestasi ini, sepenuhnya didasarkan pada hasil dialog antar teks dari sejumlah literatur. Gambar 2. Kerangka Konsepsual Ideologi, Konsep dan Metode Bauhaus dalam Arsitektur Faham-faham R asionalism e
Melting Pot Dualisme dan Trinity
Fungsionalism e N eo P lasticism e
Konsep Utama
Metode Utama
Zeitgeist
Gesamkuntswerk
Gesamkuntswerk
Empirik
Konsep Pendukung
Metode Pendukung
K onstruktifism e N eo K lasikism e
Zeitgeist
P ositivism e E kspresionism e
Social arts
K ubism e
Rasionalistik-Industrial Arts
Futurism e S uprem atism e
Metaphysic
Mekanisasi Simplicity Metaphysic
Bauhaus dalam Arsitektur
Ideologi
Konsep
Metode
Untuk menentukan karya-karya arsitektur yang dipilih untuk dianalisis, digunakan dua pendekatan. Pertama, karya-karya arsitektur yang dipilih untuk dianalisis adalah karya-karya arsitektur yang dihasilkan oleh dan selama Bauhaus berdiri dari tahun 1919 hingga tahun 1933. Kedua, sejumlah kritikus dan sejarawan menyatakan karya-karya tersebut dapat mewakili konsep dan gagasan Bauhaus.
William Curtis dalam bukunya Modern Architecture Since 1900 (1996), menyatakan Sommerfeld House (1920–1921), dan Bauhaus Dessau (1925–1926) sebagai karya-karya arsitektur yang dapat mewakili Bauhaus. Sementara Kenneth Frampton dalam bukunya Modern Architecture, a Critical History (1984) menyebut Sommerfeld House dan Haus Am Horn (1923) sebagai karya-karya Bauhaus yang mewakili periode transisi dari pemikiran di dalam Bauhaus. Selain itu, gedung Bauhaus Dessau dinilai
Zeitgeist
Gesamkunstwerk
Rasionalistik- Industrial art
Gesamkunstwerk
Social arts Metaphysic
metode
Abstrak
Z e i t g e i s t
konsep
ideologi
Frampton (1984) sebagai karya Bauhaus dengan pendekatan yang lebih obyektif.
Mekanisasi
empirik
karya
Empirik simplicity Metaphysic
Sommerfeld House
Haus am Horn
Bauhaus Dessau
Gambar 3. analisis Ideologi, Konsep dan Metode Bauhaus terhadap tiga karya pokok arsitektur Bauhaus
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasar
analisis
terhadap
ke-tiga
kasus
ditemukan
bahwa
metode
gesamkunswerk dan empirik ditemukan manifestasinya dalam seluruh kasus. Disisi lain Metode simpificity dan mekanisasi hanya berlaku pada dua karya (Haus am Horn dan Bauhaus Dessau), sementara metode metaphysic hanya terindikasikan pada Sommerfeld House. Konsep gesamkuntswerk dan zeitgeist ditemukan indikasinya pada ke-tiga kasus karya arsitektur Bauhaus. Disisi lain, konsep rasionalistik-industrial arts dan konsep social arts ditemukan indikasinya pada Haus am Horn dan Bauhaus Dessau, sementara konsep metaphysic hanya berlaku pada Sommerfeld House.
Hal ini menunjukkan bahwa ke-dua karya (Haus am Horn dan Bauhaus Dessau) diciptakan setelah Bauhaus meninggalkan faham ekspresionisme, sementara Sommerfeld House dibangun ketika ekspresionisme masih menjadi sebuah pendekatan yang diakui di dalam Bauhaus. Dengan
demikian,
metode
gesamkuntswerk dan zeitgeist
gesamkunswerk
dan
empirik,
serta
konsep
dapat digunakan untuk menetapkan sebuah karya
arsitektur Bauhaus. Sementara ke-tiga metode (simpificity, mekanisasi dan metaphysic) dan ke-tiga konsep lainnya (rasionalistik-industrial arts,social arts, dan metaphysic) dapat digunakan untuk mengindikasikan fase sebuah karya arsitektur Bauhaus diciptakan (fase ekspresionisme atau post-ekspresionisme). Ideologi zeitgeist ditemukan indikasinya pada ke-tiga karya (Sommerfeld House, Haus am Horn dan Bauhaus Dessau). Ideologi zeitgeist dalam Sommerfeld House ditemukan indikasinya melalui implementasi gagasan-gagasan ekspresionisme menurut pemahaman kunstwollen dalam Sommerfeld House. Konteks kekinian dalam kasus ini mengacu pada pandangan kaum ekspresionis kunstwollen yang menginginkan adanya sebuah perubahan kultur sosial melalui kebebasan berekspresi artistik dalam berkarya seni dan arsitektur. Sementara ideologi zeitgeist dalam Haus am Horn ditemukan indikasinya melalui implementasi gagasan-gagasan industrialisasi dan sosial art yang terwujudkan dalam karakter tampilan bangunan. Konteks kekinian dalam kasus Haus am Horn lebih mengacu pada industrialisasi dan sosial art yang merupakan bagian dari masamasa transisional dari pengaruh ekspresionisme menuju pada pendekatan yang lebih obyektif (Neue Sachlickeit). Ideologi zeitgeist dalam Bauhaus Dessau ditemukan indikasinya melalui implementasi gagasan-gagasan Neue Bauen dalam Bauhaus Dessau. Konteks kekinian dalam kasus Bauhaus Dessau adalah dalam bingkai
fungsional-
rasionalis atau neue sachlichkeit, yang menawarkan sebuah bentuk seni dan arsitektur baru (Neue Bauen) yang bersesuaian terhadap tuntutan jamannya, yaitu machine age. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa Bauhaus mengalami fase-fase dari ekspresionisme-romantik yang lebih menekankan intuisi, menuju pada fase fungsionalrasionalistik (neue sachlichkeit) yang cenderung menekankan rasio. Hasil analisis ini juga menunjukkan adanya keberagaman dan polarisasi faham dalam pemikiran Bauhaus yang bersifat dinamis.
Gambar 4. Hasil analisis manifestasi Ideologi, Konsep dan Metode Bauhaus terhadap tiga karya pokok arsitektur Bauhaus
KESIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bauhaus merupakan media bagi pertemuan akan sejumlah faham-faham meliputi faham ekspresionisme, kubisme,
futurisme, suprematisme, neo plasticisme,
kontruktifisme, neue sachlichkeit, fungsionalisme hingga rasionalisme yang mempengaruhi perkembangan pemikiran di dalam institusi tersebut. 2. Bentuk dialog antara Bauhaus terhadap faham-faham yang mempengaruhi perkembangannya adalah melalui melting pot yang menawarkan prinsip-prinsip universal akan gagasan bentuk yang sempurna menuju pada bentuk obyektif yang sesuai dengan tuntutan peradaban jamannya. 3. Terdapat dualistik idealisme Bauhaus yang merupakan sebuah superimposisi dari ide-ide romantik dan positivist yang menuntut adanya ke-simultanan baik ide-ide konsepsual yang terbebaskan dari dominasi akan keutamaan material serta ide-ide non konsepsual yang merupakan bentuk deterministik yang diturunkan sepenuhnya dari praktek craft.
4. Ideologi Bauhaus adalah zeitgeist yang bersifat dinamis, tidak terikat oleh kondisi waktu dan tempat, menjadi payung bagi perkembangan sejumlah ‘ism’ di dalam Bauhaus, serta berada pada tingkat weltgeist. 5. Konsep zeitgeist dan gesamkunstwerk menjadi konsep utama Bauhaus, sementara konsep rasionalistik-industrial art dan social art menjadi konsep pendukung yang dapat menentukan sebuah karya Bauhaus tergolong dalam fase ekspresionisme ataukah post-ekspresionisme. Sebaliknya pada konsep metaphysic. 6. Metode gesamkunstwerk dan empirik menjadi metode utama Bauhaus, karena kedua metode ini terindikasikan manifestasinya pada seluruh kasus. Metode simplicity dan mekanisasi menjadi metode pendukung Bauhaus yang dapat menentukan suatu karya Bauhaus tergolong dalam fase ekspresionisme atau postekspresionisme (Neue Sachlichkeit). Sebaliknya pada konsep metaphysic. DAFTAR PUSTAKA Curtis, jr, W. 1996 . Modern Architecture since 1900. Phaidon Press Limited Droste, M. 1993. Bauhaus ; Bauhaus Archiv 1919-1933. Benedikt Taschen verlag GmbH Frampton, K. 1985. Modern Architecture : a Critical History. Thames and Hudson Ltd., London Gelernter, Mark, 1995, Source of Architectural Form : A Critical History of Western Design Theory, Manchester University Press, Manchester Klotz. H. 1988. The History of Postmodern Architecture. The M.I.T. Press Cambridge, Massachusetts Lesnikowski, W.G. 1982. Rationalism and Romanticism in Architecture. McGraw-Hill Sharp, D. 2002. Architectural In Detail :Bauhaus, Dessau Walter Gropius, Phaidon Press Limited Whitford, F. 1988. BAUHAUS. Thames and Hudson Ltd., London Wirjomartono, B. P, 1993. Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Postmodern. Universitas Atma jaya Yogyakarta Wingler, Hans M. 1980. The Bauhaus ; Weimar Dessau Berlin Chicago. MIT Press Paperback edition, Massachusett