Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007
IDENTIFIKASI SASARAN MODIFIKASI PERILAKU PEKERJA SEBAGAI FAKTOR PENCEGAH KECELAKAAN KERJA BERDASARKAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS M. Asad Abdurrahman Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar,
[email protected]
ABSTRAK Salah satu metode dalam program keselamatan kerja adalah melakukan memodifikasi perilaku pekerja. Untuk ini diperlukan identifikasi terhadap perilaku pekerja untuk memperoleh keputusan terbaik dalam menentukan metode yang sesuai untuk modifikasi perilaku pekerja tersebut. Penelitian ini mengidentifikasi empat kategori perilaku pekerja, yaitu disiplin, pengalaman, kesehatan dan konsentrasi. Alternatif untuk memodifikasi perilaku pekerja ini dilakukan dengan metode pelatihan, kampanye keselamatan dan kompensasi. Alternatif-alternatif yang sesuai untuk memodifikasi perilaku dianalisis dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis menunjukkan bahwa disiplin dan konsentrasi memiliki nilai prioritas terbesar yang harus dijadikan sebagai sasaran modifikasi perilaku. Prioritas selanjutnya adalah pengalaman pekerja terhadap tugasnya dan sebagai prioritas terakhir adalah kesehatan pekerja. Sintesa AHP terhadap prioritas alternatif solusi, secara keseluruhan dalam usaha memodifikasi perilaku pekerja, metode pelatihan dan kampanye memperlihatkan nilai prioritas yang tidak jauh berbeda. Sedangkan metode kompensasi memiliki prioritas terkecil. Sehingga untuk memodifikasi keempat perilaku pekerja sebagai faktor internal pekerja untuk mereduksi terjadinya kecelakaan akibat kesalahan manusia, maka metode pelatihan dan kampanye harus diterapkan secara simultan dalam program keselamatan kerja Kata kunci: petunjuk, penulisan, seminar
1.
PENDAHULUAN
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor-sektor yang rawan kecelakaan seperti pada sektor konstruksi, belum merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Setiap tahun terjadi puluhan ribu kecelakaan kerja dalam bidang industri di Indonesia. Konsekuensi yang ditimbulkan kecelakaan ini diantaranya berakibat fatal dan cacat badan tetap serta cacat sementara atau tidak dapat bekerja untuk sementara waktu. Dari data yang diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terindikasi bahwa angka kecelakaan kerja di kalangan pekerja sampai saat ini masih cukup tinggi. Tahun 2005 mencapai 95.418 kecelakaan yang menyebabkan 6.114 pekerja mengalami cacat, 2.932 pekerja cacat sebagian dan 66 pekerja cacat total, dan 1.736 meninggal [1]. Keselamatan dan keamanan kerja pada bidang konstruksi dipengaruhi oleh beberapa variabel, yakni variabel individu, teknis, lingkungan, dan organisasi pada tingkat mikro dan makro. Masalah penerapan sebuah pekerjaan yang aman dirumitkan dengan fakta bahwa sifat pekerjaan, lingkungan yang berlaku, dan orang-orang yang terlibat berubah secara konstan. Persyaratan keselamatan dapat berlainan secara keseluruhan antara satu gugus tugas dengan gugus tugas yang lainnya, dan persyaratan secara ISBN 979.9243.80.7
217
M. Asad Abdurrahman
konstan berubah sebagaimana pekerjaan beralih dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Selama lingkungan fisik ditransformasikan, resiko dan hambatan baru tercipta untuk pekerja sebagaimana mereka bergerak di lokasi pekerjaan. Pekerja baru berdatangan secara kontinu di lokasi pekerjaan untuk mengambil alih tempat dan pekerjaan dari pekerja sebelumnya yang telah menyelesaikan tugas khususnya. Mereka mudah mendapatkan ancaman kecelakaan, sampai mereka menjadi waspada terhadap bahaya di lokasi pekerjaan dan mempelajari bagaimana menanggulanginya.
2.
METODOLOGI PENELITIAN
Informasi tentang faktor penyebab kecelakaan kerja akibat kesalahan manusia dilakukan dengan kajian literatur dan wawancara dengan narasumber yang merupakan pelaksana konstruksi. Pemecahan dari masalah yang bersifat multi-kriteria ini adalah dengan membagi permasalahan ke dalam sub-masalah dan mengkajinya secara terpisah. Ada beberapa metode pemecahan masalah multi-kriteria, kerangka penelitian ini mengaplikasikan metode analytic hierarchy process (AHP). Pengukuran menggunakan metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas Saaty [2] banyak digunakan dalam pengambilan keputusan multi-kriteria, perencanaan, prediksi, alokasi sumberdaya, penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi konflik dan sebagainya.. AHP menyediakan pendekatan alternatif dalam pemecahan masalah yang melibatkan multi sasaran. Inti dari AHP adalah merinci suatu keadaan yang kompleks atau tidak berkerangka kedalam komponen-komponennya kemudian mengatur bagianbagian dari komponen tersebut kedalam hirarki yang memberikan pertimbangan dan pada akhirnya melakukan sintesis dari pertimbangan tadi untuk menentukan variabel mana yang lebih memiliki prioritas tertinggi. Proses penyelesaian terdiri dari langkahlangkah utama sebagai berikut: a. b. c. d.
Dekomposisi atau penyusunan hirarki, Melakukan perbandingan berpasangan dalam dalam elemen hirarki, Sintesa hasil yakni transformasi perbandingan menjadi bobot, Memeriksa konsistensi dalam perbandingan yang dilakukan sebelumnya.
3. 3.1.
KAJIAN LITERATUR Perilaku Pekerja
Dedobbeleer [3] mengemukakan hipotesa mengenai model perilaku keselamatan, dimana perilaku keselamatan pekerja bergantung pada tiga faktor utama, yaitu: a. Faktor terhadap kecenderungan yang berhubungan pengetahuan, pendirian, karakteristik pribadi yang lain dari pekerja, b. Faktor kemampuan yang berhubungan dengan ketersediaan dari pelatihan, peralatan dan pedoman keselamatan, dan c. Faktor penguat yang berhubungan dengan sikap manajemen terhadap keselamatan, pelaksanaan atasan atas praktek dan kondisi keselamatan, dan sikap pekerja terhadap keselamatan. Model dari Furnham [3] memperlihatkan bahwa kegagalan dalam mempersepsikan dan mengenali bahaya (tingkat 1 & 2) akan menjurus kepada perilaku tidak aman.
218
ISBN 979.9243.80.7
Identifikasi Sasaran Modifikasi Perilaku Pekerja Sebagai Faktor Pencegah Kecelakaan Kerja Berdasarkan Analytic Hierarchy Process
Modifikasi perilaku yang diusahakan mempunyai pengaruh terhadap pekerja ditargetkan pada di tingkat 3, “keputusan untuk menghindari bahaya”.
Gambar 1. Model Rangkaian Penyebab Kecelakaan Kerja oleh Furnham Di sisi lain, Larry Wilson [4] membangun model dimana kecelakaan kerja akibat kesalahan manusia berasal dari 4 faktor utama: (a) Kecerobohan, (b) Frustrasi, (c) Kelelahan, dan (d) Rasa puas terhadap diri sendiri (complacency).
Gambar 2. Model Rangkaian Penyebab Kecelakaan Kerja oleh James Wilson Anatasia E. dan Tri Joko W. [5], yang meneliti faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja di 6 proyek konstruksi gedung pusat perbelanjaan di Surabaya, menggambarkan bahwa faktor manusia mendominasi penyebab kecelakaan kerja (tabel 1).
ISBN 979.9243.80.7
219
M. Asad Abdurrahman
Tabel 1: Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja Kejadian Terbentur Tertangkap Terpukul Jatuh dari ketinggian yang berbeda Penghisapan dan penyerapan Jatuh dari ketinggian yang sama Tergelincir Tersentuh aliran listrik Lain-lain Terpapar Legenda: : Sangat Berpengaruh zzz : Berpengaruh zz : Sedikit Berpengaruh z : Tidak Berpengaruh -
Faktor Manusia zz zzz zz zzz zzz zz zz zzz -
Faktor Peralatan zzz zzz zz zz -
Faktor Manajemen z zz -
Faktor Lingkungan zzz zz zzz zzz -
Penelitian ini menguraikan 3 penyebab utama kecelakaan kerja akibat kesalahan manusia, yaitu: (a) Tidak sesuai prosedur, (b) Kelelahan, dan (c) Kelalaian.
Gambar 3. Model Rangkaian Penyebab Kecelakaan Kerja oleh Anatasia dan Tri Joko 3.2.
Metode Modifikasi Perilaku
Menyangkut metode modifikasi perilaku pekerja, praktisi keselamatan kerja umumnya menekankan pentingnya pelatihan pada pekerja. Menurut lembaga Health and Safety Executive di Inggris [6], perilaku pekerja sangat dipengaruhi oleh kewaspadaan pekerja. Sehingga, dengan minimnya kewaspadaan maka pekerja dengan cepat akan terdeviasi dari peraturan keselamatan di tempat kerja. Penelitian oleh Lingard dan Yesilyurt [7] terhadap pekerja konstruksi di Australia memaparkan bahwa pelatihan mempunyai dampak positif dalam pencegahan kecelakaan kerja. Pelatihan mampu mengubah persepsi pekerja terhadap K3 dan membawa perubahan dalam perilaku kerja pekerja tersebut.
220
ISBN 979.9243.80.7
Identifikasi Sasaran Modifikasi Perilaku Pekerja Sebagai Faktor Pencegah Kecelakaan Kerja Berdasarkan Analytic Hierarchy Process
Namun adalah penting untuk dicatat, bahwa menurut beberapa studi yang mengkaji hubungan antara pelatihan dan hasil program K3 menyimpulkan bahwa pelatihan keselamatan saja tidak bisa menjamin kesuksesan program K3. Komaki, Heinzman dan Lawson [8] meneliti dengan melibatkan sebuah grup pekerja dalam pelatihan kerja saja dan grup lain pada pelatihan yang digabungkan dengan perlakuan umpan balik berupa kampanye keselamatan. Mereka mendapatkan bahwa dengan hanya melaksanakan pelatihan, kinerja K3 tidak dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Hal yang serupa diperoleh oleh Ray, Bishop dan Wang [9] pada penelitiannya terhadap pekerja otomotif. Mereka menyimpulkan bahwa pelaksanaan pelatihan yang dikombinasikan dengan program peningkatan motivasi mempunyai korelasi positif yang kuat dengan peningkatan kinerja K3. Berkenaan dengan insentif keselamatan berupa kompensasi penghargaan terhadap pekerja, beberapa praktisi keselamatan menggangap metode tersebut dapat meningkatkan kinerja K3. Beberapa perusahaan menerapkan safety award kepada pekerjanya baik secara individual maupun kelompok yang mampu menerapkan zero accident dalam lingkungan kerjanya. Namun, Geller [10] menekankan bahwa perusahaan harus berhati-hati dalam menerapkan metode ini karena insentif keselamatan bisa saja justru”lebih banyak mudarat daripada manfaatnya” yang pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja K3. Sebagaimana dipaparkan oleh Geller, hal ini berdasarkan fakta bahwa pekerja cenderung menyembunyikan insiden yang terjadi. Hal yang serupa pernah penulis dapatkan pada pekerja konstruksi di perusahaan pertambangan nikel. Beberapa pekerja lebih memilih tidak melaporkan luka minor yang dideritanya kepada supervisor K3 karena tekanan untuk mensuksekan target zero accident pada gugus kerjanya.
4.
ANALISA DATA
Permasalahan yang diuraikan pada tabel 3 didekomposisi dalam hirarki yang terdiri atas: a. Tujuan yang ingin dicapai yakni penilaian atas perilaku pekerja sebagai faktor pencegah kecelakaan. b. Node kriteria dalam hirarki adalah: disiplin, pengalaman, konsentrasi, dan kesehatan. c. Node subkriteria yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari kriteria yang ada. Subkriteria terdiri atas: pengetahuan prosedural, kepatuhan, motivasi, tindakan aman, kendali diri, keterampilan, keseriusan, kesadaran motorik, kesehatan mental, pengetahuan kesehatan, dan kewaspadaan. d. Alternatif pemecahan atas node subkriteria adalah: pelatihan, kompensasi dan kampanye keselamatan.
Gambar 4. Hirarki permasalahan ISBN 979.9243.80.7
221
M. Asad Abdurrahman
Tabel 3. Uraian hirarki dan alternatif solusi No 1.
2.
3. 4.
Penyebab Kecelakaan Karena Faktor Manusia
Kategori Perilaku
Respon yang tidak semestinya; seperti telah mendeteksi bahaya tapi tidak berbuat apa-apa.
- Kebiasaan bertindak aman - Pengetahuan prosedural - Motivasi berbuat aman - Kebiasaan bertindak aman - Kepatuhan - Motivasi berbuat aman - Kewaspadaan - Kesadaran motorik - Kewaspadaan - Kesehatan mental - Pengendalian diri - Kebiasaan yang aman - Pengetahuan prosedural - Keterampilan - Kebiasaan bertindak aman - Kepatuhan - Motivasi berbuat aman - Kesadaran motorik - Kewaspadaan - Pengendalian diri - Kesadaran motorik - Kewaspadaan - Kebiasaan bertidak aman - Motivasi diri berbuat aman - Kebiasaan bertidak aman - Motivasi diri berbuat aman
Tidak mengacuhkan keselamatan atau menghilangkan/memindahkan tandatanda bahaya
Pengaruh lingkungan; seperti suara, gangguan, pencahayaan. Emosional, stress
5.
Instruksi yang tidak dimengerti secara jelas
6.
Tidak mengacuhkan standar operasi pekerjaan
7.
8. 9.
Terkejut/kaget terhadap sesuatu saat bekerja sehingga mengalami kecelakaan Kesehatan yang kurang baik karena lembur yang berlebihan Sudah menjadi kebiasaan dari pekerja yang sering melakukan tindakan yang tidak aman
10.
Kelakar yang sesama pekerja
11.
Tidak waspada dalam melaksanakan tugas Mengerjakan pekerjaan yang belum begitu dikuasainya
12.
berlebihan
antara
13.
Pengaruh minuman keras
14.
Pendidikan yang rendah/kurang terlatih dalam tugas yang dikerjakannya Belum dan tidak bisa mendeteksi keberadaan bahaya dari pekerjaan tertentu
15.
- Kewaspadaan - Pengetahuan prosedural - Keterampilan - Kesadaran motorik - Kewaspadaan - Pengetahuan prosedural - Keterampilan - Pengetahuan prosedural - Keterampilan
Sasaran Modifikasi Perilaku
Rekomendasi Solusi
Pengalaman Disiplin
Pengalaman Disiplin Konsentrasi Kesehatan Konsentrasi Kesehatan Disiplin Pengalaman Disiplin Pengalaman
Pengalaman Disiplin
Kesehatan Konsentrasi Kesehatan Konsentrasi Pengalaman Disiplin
Pelatihanpelatihan untuk peningkatan pemahaman dan keterampilan. Kampanye Keselamatan melalui safety talk, tool box meeting, poster, slogan, tanda peringatan, dan lain-lainlain-lain. Kompensasi berupa reward atau insentif.
Pengalaman Disiplin
Konsentrasi Disiplin Pengalaman Kesehatan Konsentrasi Disiplin Pengalaman Disiplin Pengalaman
Menurut metode AHP, perbandingan berpasangan menerapkan skala numerik 1 sampai 9. Namun, penggunaan skala numerik dalam pembobotan cenderung menyebabkan inkonsistensi. Untuk meminimalisasi hal ini, beberapa metode ditawarkan dalam penerapan skala kepentingan, salah satunya oleh Finan [11] menawarkan penggunaan skala numerik 1, 31/4, 31/2, 3, 9. Sedangkan analisa data
222
ISBN 979.9243.80.7
Identifikasi Sasaran Modifikasi Perilaku Pekerja Sebagai Faktor Pencegah Kecelakaan Kerja Berdasarkan Analytic Hierarchy Process
dalam penelitian ini mengadopsi usulan dari Kim [12] untuk lebih cenderung menerapkan skala verbal dalam perbandingan berpasangan (tabel 3). Tabel 3. Derajat kepentingan Numerikal 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8
Verbal Sama penting (equal importance ) Sedikit lebih penting (moderate importance ) Kepentingan lebih kuat (strong importance ) Kepentingan sangat kuat (very strong importance ) Kepentingan ekstrim (extreme importance ) Nilai tengah dari skala intensitas di atas
Perbandingan berpasangan dari 4 kriteria terhadap tujuan dilakukan sebagai prosedur awal. Setelah 7 perbandingan, diperoleh matriks perbandingan berpasangan seperti pada gambar 5. Disiplin Disiplin Pengalaman Kesehatan Konsentrasi
Pengalaman 3
1/3 1/7 1
Kesehatan 7 7
1/7 3
Konsentrasi 1 1/3 1/7
7
Gambar 5. Matrix perbandingan berpasangan kriteria terhadap tujuan Ordo matriks adalah 4x4, karena tiap kolom dan baris mempunyai koresponden terhadap tiap kriteria. Jika matriks ini dinotasikan sebagai A={aij}, semua entri diperoleh dengan menilai kepentingan satu kriteria dengan kriteria lain berkaitan dengan tujuan. Entri untuk tiap pasang kriteria berelasi dengan baris dan kolom yang berseberangan. Sebagai contoh, jika kriteria B1 (Disiplin) mempunyai dominasi sangat kuat terhadap kriteria B3 (Kesehatan), maka entri a13 dari matriks diisi dengan nilai 7. Untuk konsistensi maka entri a31 adalah 1/7. Demikian sehingga semua entri diagonal utama bernilai 1.
5. 5.1.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN Sasaran Modifikasi Perilaku
Hasil analisa perbandingan berpasangan memperlihatkan bahwa disiplin dan konsentrasi memiliki nilai prioritas terbesar yang harus dijadikan sebagai sasaran modifikasi perilaku (gambar 6). Hal ini disebabkan dapat karena disiplin pekerja merupakan kondisi internal pekerja yang dibentuk oleh sikap, budaya dan pendidikan dari pekerja, dan secara langsung membentuk motivasi dan kebiasaan aman dalam beraktifitas (safe act) seperti kepatuhan terhadap standar operasi dan regulasi keselamatan. Faktor penting dari konsentrasi adalah kewaspadaan
ISBN 979.9243.80.7
223
M. Asad Abdurrahman
Disiplin
38.9%
Pengalaman
17.8%
Kesehatan
4.3%
Konsentrasi
38.9% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
Gambar 6. Bobot prioritas sasaran modifikasi terhadap tujuan Prioritas selanjutnya sebagai sasaran modifikasi perilaku adalah pengalaman pekerja terhadap tugasnya. Hal ini dapat disebabkan karena umur pengalaman pekerja akan menentukan seberapa besar kemampuan pekerja tersebut untuk dapat mendeteksi suatu resiko atau bahaya yang dikandung dalam pekerjaannya sehingga pekerja tersebut dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. Sebagai prioritas terakhir adalah kesehatan pekerja. Walaupun perilaku ini mempunyai nilai prioritas kecil, tetapi perilaku ini juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena kesehatan pekerja mempengaruhi kesadaran motorik pekerja yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya. Perilaku ini tidak murni dibentuk oleh kondisi internal pekerja tetapi juga dibentuk oleh kondisi tempat pekerjaan, sehingga modifikasi perilaku secara tidak langsung terterapkan oleh modifikasi kondisi eksternal pekerja (good house keeping, lokasi ergonomis). 5.2.
Alternatif-alternatif Solusi
Dari sintesa AHP terhadap prioritas alternatif solusi (gambar 7), secara keseluruhan dalam usaha memodifikasi perilaku pekerja, metode pelatihan dan kampanye memperlihatkan nilai prioritas yang tidak jauh berbeda. Sedangkan metode kompensasi memiliki prioritas terkecil. Nilai prioritas alternatif masing-masing adalah pelatihan 44,3%, kampanye 44,9% dan kompensasi 10,8%. Sehingga untuk memodifikasi keempat perilaku pekerja sebagai faktor internal pekerja untuk mereduksi terjadinya kecelakaan akibat kesalahan manusia, maka metode pelatihan dan kampanye harus diterapkan secara simultan dalam program keselamatan kerja. Sebaliknya, metode kompensasi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap modifikasi perilaku pekerja. Hal yang menarik ditemui dalam penelitian oleh Simon [13], dia menyimpulkan bahwa insentsif keselamatan justru mempunyai dampak negatif terhadap hasil program K3. Kampanye
44.9%
Pelatihan
44.3%
Kompensasi
10.8%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Gambar 7. Bobot prioritas metode modifikasi terhadap tujuan Untuk sasaran tertentu dalam usaha modifikasi perilaku pekerja, terlihat bahwa metode pelatihan lebih efektif dalam memodifikasi pengalaman dan kesehatan pekerja. Sedangkan dalam memodifikasi sikap disiplin dan meningkatkan konsentrasi
224
ISBN 979.9243.80.7
Identifikasi Sasaran Modifikasi Perilaku Pekerja Sebagai Faktor Pencegah Kecelakaan Kerja Berdasarkan Analytic Hierarchy Process
pekerja, metode kampanye dan pelatihan secara simultan sebaiknya diterapkan (gambar 8). Disiplin 75%
50%
25%
Konsentrasi
Pengalaman
0%
Kesehatan Pelatihan
Kampanye
Kompensasi
Gambar 8. Prioritas alternatif terhadap tujuan dan sasaran modifikasi perilaku
6. DAFTAR PUSTAKA 1.
Pikiran Rakyat 13 Januari (2006), http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/ 012006/13/0603.htm, akses 10 Juli 2006.
2.
Saaty, T. L. (1980), The analytical hierarchy process: Planning, priority setting, resource allocation. London: McGraw-Hill International Book Co.
3.
Barlow, D.H. and Hersen, M. (1984), Single Case Eksperimental Designs: Strategies for Studying Behaviour Change. New York: Pergamon Press
4.
Wilson, Larry (2001), The “Dumb Worker” . . . A New Perspective. Occupational Health & Safety Magazine, Januari, Dallas
5.
Anatasia E. dan Tri Joko W. (2007), Penyebab dominan kecelakaan kerja proyek konstruksi gedung di Surabaya. Prosiding Seminar Teknik Sipil III, 20 Februari 2007, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
6
Health and Safety Executive (1995), Improving Compliance With Safety Procedures: Reducing Industrial Violations. Health and Safety Executive: UK
7
Lingard, H. and Yesilyurt, Z. (2003), The effect of attitudes on the occupational safety actions of Australian construction workers: the results of a field study. Journal of Construction Research, Vol. 4, no. 1, pp. 59-69
8.
Komaki, J., Heinzman, A.T., and Lawson, L. (1980), Effect of Training and Feedback: Component Analysis of a Behavioural Safety Program. Journal of Applied Psychology, Vol. 65, pp.261-270.
ISBN 979.9243.80.7
225
M. Asad Abdurrahman
9.
Ray, P.S. and Bishop, P.A. (1995), Can Training Alone Ensure a Safe Workplace? Professional Safety, Edisi April
10. Geller, E.S. (1996), The Truth About Safety Incentives. Professional Safety, Vol.41, No.10, October, pp.34-39. 11. Finan, J. S., & Hurley,W. J. (1999), Transitive calibration of the AHP verbal scale. European Journal of Operational Research, Vol. 112, pp. 367-372. 12. Kim, Sung Chul (2000), Statistical Issues in Combining Expert Opinions for Analytic Hierarchy Process. Department of Statistics, Soongsil University, Korea 13. Simon, R.A. (1996), The Trust Factor in Safety Performance. Professional Safety, Edisi October
226
ISBN 979.9243.80.7