IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)
DYAH AYU PUTRI PERTIWI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Pola Hutan Rakyat dan Penutupan Lahan Lain Menggunakan Citra Landsat 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Dyah Ayu Putri P. E14100056
ABSTRAK DYAH AYU PUTRI PERTIWI. Identifikasi Pola Hutan Rakyat dan Penutupan Lahan Lain Menggunakan Citra Landsat 8 OLI (Studi Kasus Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo). Dibimbing oleh Dr Ir Muhamad Buce Saleh MS. Landsat 8 merupakan citra satelit baru yang memiliki sensor Operational Land Imager (OLI) dengan resolusi spasial 30m x 30m sebanyak 8 band. Data dan informasi tentang tutupan lahan hutan rakyat masih jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola hutan rakyat dan kelas tutupan lahan lain menggunakan Landsat 8. Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan yaitu metode Maximum Likelihood dan Support Vector Machine (SVM). Berdasarkan hasil analisis separabilitas menggunakan 8 band, pola hutan rakyat di APHR Wonosobo ternyata belum dapat diidentifikasi dengan baik dan diperoleh 6 kelas tutupan lahan yaitu pemukiman, badan air, semak/pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, serta kebun campuran. Metode terbaik yang mengklasifikasikan tutupan lahan di APHR Wonosobo adalah metode maximum likelihood dengan Kappa accuracy sebesar 76.59% dan memiliki kesesuaian tinggi dengan hasil klasifikasi visual. Kata kunci: Tutupan lahan, Landsat 8, klasifikasi terbimbing, maximum likelihood
ABSTRACT DYAH AYU PUTRI PERTIWI. Identification Type of Comunity Forest and Land Cover by Use Landsat 8 OLI. Supervised by Dr Ir Muhamad Buce Saleh MS. Landsat 8 is new satelit has a sensor Operational Land imager (OLI) with a spatial resolution 30m x 30m and consist of eight spectral bands. Data and informations about comunity forest land cover is rarely done. The aims of this research are to identify comunity forest type and other land cover by use Landsat 8. The using method supervised classification in research are maximum likelihood and Support Vector Machine (SVM). Based on separability analysis using eight spectral bands, the type of comunity forest in APHR Wonosobo turned out not to be identified with either and acquired six land cover classes are residential, water body, shrub/dry land farming, rice field, open land, and mixed farm. The best method to classify land cover in APHR Wonosobo is maximum likelihood method with value of Kappa accuracy of 76.59% and has a high conformity by the visual image interpretation. Keywords: Land cover, Landsat 8, supervised classification, maximum likelihood
IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)
DYAH AYU PUTRI PERTIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Identifikasi Pola Hutan Rakyat dan Penutupan Lahan Lain Menggunakan Citra Landsat 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) Nama : Dyah Ayu Putri Pertiwi NIM : E14100056
Disetujui oleh
Dr Ir Muhamad Buce Saleh MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman MSc F Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah pemetaan tutupan lahan, dengan judul Identifikasi Pola Hutan Rakyat dan Penutupan Lahan Lain Menggunakan Citra Landsat 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhamad Buce Saleh MS selaku pembimbing, keluarga besar Laboratorium GIS dan Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan yang selama ini telah membantu dalam pengolahan data. Segenap kerabat FORCI Development, seluruh kawan-kawan Pengurus Pusat Sylva Indonesia, dan keluarga besar Manajemen Hutan 47 yang memberikan motivasi dan support, serta sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan dan motivasi selama ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada anggota APHR Wonosobo dan teman teman satu bimbingan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014 Dyah Ayu Putri P.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODOLOGI
2
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Analisis Data
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Identifikasi Objek di Lapangan
6
Kombinasi Band Terbaik
7
Analisis Separabilitas
9
Klasifikasi Tutupan Lahan
11
Analisis Akurasi
14
Interpretasi Visual Citra
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kriteria tingkat keterpisahan antar kelas dari nilai Transformed Divergence Contoh matrix kontingensi Jenis tutupan lahan dan pola hutan rakyat di APHR Wonosobo Jenis tutupan lahan dan pola hutan rakyat di APHR Wonosobo (lanjutan) Karakteristik citra Landsat 8 OLI
5 5 6 7 7
DAFTAR GAMBAR Peta sebaran titik pengamatan lapangan di APHR Wonosobo Kombinasi band a) 875, b) 853, c) 654 Diagram proses regroup pada analisis separabilitas Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode maximum likelihood 5 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Linier 6 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Polynomial 7 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Radial Basis Function 8 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Sigmoid 9 Kappa accuracy hasil klasifikasi tutupan lahan 10 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo hasil interpretasi visual 1 2 3 4
4 9 10 12 13 13 14 14 15 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Analisis separabilitas pada 13 kelas tutupan lahan di APHR Wonosobo menggunakan 8 band OLI Matrik kontingensi pada metode klasifikasi maximum likelihood dengan 8 band OLI Hasil analisis visual citra berdasarkan elemen-elemen interpretasi Hasil analisis visual citra berdasarkan elemen-elemen interpretasi (lanjutan)
20 21 22 23
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rakyat merupakan lahan hutan di luar kawasan hutan negara yang banyak berkembang di Pulau Jawa. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura (2012) diperoleh informasi bahwa luas indikatif sebaran hutan rakyat di Pulau Jawa pada tahun 2006-2008 mengalami peningkatan luas dan potensi hutan rakyat semakin meningkat. Pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat secara lestari dan berkelanjutan penting dilakukan karena tanpa disadari hutan rakyat selama ini telah berkontribusi besar dalam menjaga stabilitas alam, pengaturan tata air, dan sosial ekonomi masyarakat pemilik hutan rakyat maupun ekonomi daerah. Pengelolaan hutan rakyat yang terintegrasi perlu didukung oleh data dan informasi dasar tentang kondisi fisik hutan rakyat. Jenis penutupan lahan merupakan suatu data yang dibutuhkan untuk dapat menerapkan sistem pengelolaan sumber daya alam yang tepat, sesuai dengan kondisi lokasi yang akan dikelola. Perlu diketahui pula data dan informasi tentang jenis penutupan lahan hutan rakyat ini masih belum banyak diketahui dan dilakukan penelitian. Salah satu upaya untuk mengetahui kondisi penutupan lahan suatu daerah dapat dilakukan secara lengkap, cepat, dan akurat menggunakan teknologi penginderaan jauh. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Prasetyo (2013), penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Teknologi penginderaan jauh berkembang pesat sejak diluncurkan satelit penginderaan jauh Landsat 1 yang terus mengalami perkembangan hingga peluncuran Landsat 7. Pada tanggal 11 Februari 2013 NASA meluncurkan satelit Landsat 8 yang menggunakan sensor Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Peluncuran Landsat 8 untuk melanjutkan misi dari Landsat 7 yang mengalami kerusakan sejak Mei 2003. Landsat 8 ini memiliki 11 saluran yang terdiri dari 9 band pada sensor OLI dan 2 band pada sensor TIRS (USGS 2014). Penambahan band dan pergeseran panjang gelombang yang dimiliki oleh Landsat 8 ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan citra dalam mengidentifikasi kelas tutupan lahan dan pola hutan rakyat di Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo. Tujuan Penelitian Mengidentifikasi pola hutan rakyat dan kelas tutupan lahan di APHR Wonosobo menggunakan Citra Satelit Landsat 8 OLI dengan metode Maximum Likelihood dan Support Vector Machine. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi perkembangan penutupan lahan hutan rakyat di APHR Wonosobo sehingga dapat membantu dalam pengelolaan hutan rakyat dan perencanaan tata ruang wilayah.
2
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei-Oktober di Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo Kabupaten Wonosobo yang terdiri dari 4 desa yaitu Durensawit, Jonggolsari, Kalimendong, dan Manggis. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2014. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, alat tulis, Global Positioning System (GPS Receiver), kamera, laptop yang dilengkapi software ERDAS IMAGINE 9.1, ArcGIS 9.3, ENVI 4.5, Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007. Bahan yang digunakan dalam penunjang penelitian ini adalah Citra Landsat 8 OLI path 120 dan row 65 perekaman tanggal 10 Mei 2014, Peta Rupa Bumi Kabupaten Wonosobo skala 1: 50 000. Prosedur Analisis Data Pra Pengolahan Citra Pra pengolahan citra merupakan langkah awal sebelum melakukan pengolahan citra. Beberapa langkah dalam pra-pengolahan citra meliputi import data citra, penggabungan band, koreksi radiometrik, pemotongan citra. 1. Perubahan format (Import data) Import data citra merupakan proses pengubahan data citra dari format *TIFF menjadi format *img. Citra yang digunakan yaitu Landsat 8 OLI perekaman tahun 2014. 2. Penggabungan citra (Layer stack) Citra Landsat 8 terdiri dari 9 saluran band Operasional Land Imager (OLI) dan 2 saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) yang terdiri dari layer sejumlah band tersebut. Penggabungan citra ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data citra multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak (visible), TIR, NIR, SWIR dan Cirrus pada Landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya menggunakan satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi objek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna. Penelitian ini menggunakan citra multiband meliputi band 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9 yang memiliki resolusi spasial sama yaitu 30 m x 30 m. 3. Koreksi geometrik Citra hasil perekaman sensor satelit merupakan hasil representasi bentuk muka bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan yang dipengaruhi oleh kelengkungan bumi ataupun kesalahan sensor. Walaupun pada hasil citra, muka bumi berbentuk datar sesungguhnya terjadi kesalahan. Koreksi geometrik dilakukan untuk mendapatkan posisi citra yang sama dengan posisi koordinat geografis. Hal ini dilakukan pada citra untuk mendapatkan nilai piksel pada posisi yang tepat.
3
Pada citra Landsat 8 ini sudah terorthorektikasi Level 1T artinya sudah dilakukan koreksi dengan data standart correction (koreksi tegak) berdasarkan Data Elevation Model (DEM) dan Global Land Surveys (GLS) 2000 (USGS 2014). 4. Pemotongan citra (Subset image) Pemotongan citra bertujuan untuk mengetahui secara jelas daerah penelitian yang akan digunakan sesuai dengan fokus lokasi penelitian. Citra dipotong menggunakan peta administrasi Desa Kalimendong, Manggis, Jonggolsari, dan Durensawit dari Peta Rupa Bumi Indonesia. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong citra yang sudah terkoreksi pada lokasi penelitian menggunakan software ERDAS IMAGINE 9.1 dan ArcGis 9.3. 5. Perhitungan Optimum Index Factor (OIF) Penelitian ini diawali dengan dilakukannya orientasi data citra untuk mengetahui tentang pola sebaran dan penentuan lahan yang akan digunakan sebagai daerah penelitian. Dalam penyajian citra digital dengan multiband di komputer digunakan kombinasi 3 band yaitu red, green, dan blue agar didapatkan komposit warna. Banyaknya informasi yang dimuat pada suatu citra komposit, dapat diketahui menggunakan penghitungan nilai OIF (Optimum Index Factor). Secara matematis, OIF ini diformulasikan dengan rumus sebagai berikut: Si S j S k OIFijk rij r jk rik Si, Sj, dan Sk adalah simpangan baku dari band ke-i, j dan k. Sedangkan rij, rik, dan rjk adalah koefisien korelasi antara bandnya (Jaya 2010). Perhitungan nilai OIF yang menghasilkan kombinasi citra komposit bertujuan untuk membantu dalam identifikasi penutupan lahan menggunakan metode interpretasi visual. Selain menggunakan nilai OIF dalam interpretasi citra yang dilakukan dalam penelitian ini juga mempertimbangkan tampilan visual citra yang mudah dilakukan identifikasi tutupan lahan dengan warna yang mudah dibedakan. Interpretasi Visual Citra Interpretasi visual merupakan proses mengidentifikasi ciri objek secara spasial yang tergambar dalam citra (Purwadhi 2001 dalam Mentari 2013). Karakteristik objek dapat dikenali dengan memperhatikan elemen-elemen interpretasi yaitu warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, letak dan asosiasi kenampakan objek. Pengambilan Data Lapangan (Ground check) Penentuan titik dan pengambilan data dilakukan secara purposive sampling yang direncanakan berdasarkan kondisi tutupan lahan dan hutan rakyat di APHR Wonosobo. Pengamatan lapangan dilakukan untuk melihat jenis, kondisi tutupan lahan yang sebenarnya secara langsung di daerah penelitian. Pengamatan lapangan ini dilakukan dengan mengambil titik pada citra minimal satu titik pengamatan lapang dan memungkinkan untuk dijangkau (aksesibilitas baik). Jumlah sampling yang diambil mungkin berbeda untuk masing-masing tutupan lahan dengan pertimbangan luasan masing-masing tutupan lahan. Proses
4
pengambilan data lapangan menggunakan alat GPS Receiver sebagai alat bantu dalam pengambilan koordinat titik pengamatan sebanyak 83 titik pengamatan. Data yang diambil berupa kondisi tutupan lahan, kondisi topografi, koordinat titik lapangan, dan foto lapangan. Sebaran titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta sebaran titik pengamatan lapangan di APHR Wonosobo
Pengolahan Citra Pengolahan citra dalam klasifikasi tutupan lahan dilakukan menggunakan analisis klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (signature class). Penciri kelas ini merupakan satu data set yang diperoleh dari pembuatan training area dan klaster. Pada pengambilan keputusan masing-masing memerlukan suatu atribut sebagai input yang umumnya disimpan dalam file signature. Pada analisis ini setiap piksel yang diasumsikan berkarakteristik homogen, dilakukan penentuan atau pemilihan area contoh untuk mencari kelompokkelompok objek yang secara spektral terpisah satu dengan yang lain sehingga pola-pola respon spektral yang terdapat pada citra dapat diekstrak. 1. Penentuan area contoh (training area) Penentuan area contoh (training area) dalam klasifikasi terbimbing dilakukan sesuai dengan data lapangan berupa titik pengamatan kategori tutupan lahan. Training area diperlukan pada setiap kelas yang akan dibuat dan diambil dari areal yang cukup homogen. Pada pengambilan training area harus dilihat perbedaan antar kategori tutupan lahan pada tampilan citra. Training area ini dilakukan untuk mendapatkan penciri kelas seperti ragamperagam, mean, minimum, maksimum. Secara teoritis jumlah piksel yang diambil per kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu
5
(N+1). Namun pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (10N-100N) (Jaya 2010). 2. Analisis separabilitas Analisis separabilitas merupakan analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan training area dari setiap kelas berbentuk ukuran statistik antar dua kelas. Separabilitas ini dapat dihitung untuk setiap kombinasi band. Pada penelitian ini dilakukan pengurangan kombinasi band yang digunakan pada layer stack untuk melihat kombinasi band yang optimum digunakan dalam identifikasi penutupan lahan. Band yang dipilih merupakan band dengan nilai korelasi antar band rendah. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Transformed Divergence (TD) yang digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD akan berkisar 0 sampai 2000. Menurut Jaya (2009) kriteria tingkat keterpisahan antar kelas dari nilai TD dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria tingkat keterpisahan antar kelas dari nilai Transformed Divergence Nilai transformed divergence
Deskripsi
2000 1900 - <2000 1800 - <1900 1600 - <1800 <1600
Sangat baik (excellent) Baik (good) Cukup (fair) Kurang (poor) Tidak terpisahkan (inseparable)
3. Klasifikasi tutupan lahan Klasifikasi tutupan lahan merupakan proses pengelompokan kelas tertentu pada tutupan lahan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised). Menurut Prahasta (2008), klasifikasi terbimbing merupakan metode yang diperlukan untuk mentransformasikan data citra multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial. Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maximum likelihood dan support vector machine (SVM). 4. Evaluasi akurasi Akurasi perlu diukur untuk mengetahui tingkat kesalahn yang terjadi pada klasifikasi area contoh. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix) yaitu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasikan seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Contoh matrix kontingensi Data referensi
Diklasifikasi ke kelas
A B C D Jumlah User’s accuracy
A X11 X21 X31 X41 X+1 X11/X+1
B X12 X22 X32 X42 X+2 X22/X+2
C X13 X23 X33 X43 X+3 X33/X+3
Jumlah D X14 X24 X34 X44 X+4 X44/X+4
X1+ X2+ X3+ X4+ N
Producer's accuracy X11/X1+ X22/X2+ X33/X3+ X44/X4+
6
Akurasi yang bisa dihitung adalah akurasi pembuat (producer's accuracy), akurasi pengguna (user's accuracy), akurasi keseluruhan (overall accuracy), dan akurasi kappa (kappa accuracy). Secara matematis rumus dari akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut: Producer's accuracy = User's accuracy = ∑
Overall accuracy keterangan: Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh Menurut Jaya (2010), overall accuracy umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi. Akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa yang menggunakan semua elemen dalam matrik. Secara matematis akurasi Kappa ini dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kappa (K)
∑
∑ ∑
keterangan: = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xii X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Objek di Lapangan Identifikasi objek di lapangan merupakan proses pengamatan langsung pola hutan rakyat dan penutupan lahan di lokasi penelitian dengan mengambil koordinat tipe tutupan lahan yang sudah diinterpretasikan sebelumnya menggunakan citra Landsat 8 OLI resolusi spasial 30 m x 30 m. Pengambilan data lapangan pada penelitian ini diambil di Desa Jonggolsari, Kalimendong, Manggis, dan Durensawit Kabupaten Wonosobo yang merupakan desa anggota Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo. Tabel 3 Jenis tutupan lahan dan pola hutan rakyat di APHR Wonosobo No 1 2 3 4 5 6
Titik pengamatan Pemukiman Badan air Lapangan Kebun campuran Kebun salak Kebun singkong/PLK*
Jumlah titik 10 3 2 15 2 4
7
Tabel 4 Jenis tutupan lahan dan pola hutan rakyat di APHR Wonosobo (lanjutan) No Titik pengamatan 7 Pinus 8 Sawah 9 Semak 10 Sengon nanas 11 Sengon kakao 12 Sengon kopi 13 Sengon salak *PLK : Pertanian lahan kering
Jumlah titik 2 7 1 2 6 8 20
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan ditemukan 9 jenis tutupan lahan dan 4 pola hutan rakyat dari 83 titik pengamatan. Jenis kelas tutupan lahan yang banyak ditemukan pada saat di lapangan berdasarkan Tabel 3, berupa kebun campuran dan pola hutan rakyat sengon salak. Pengambilan objek di lapangan ini dilakukan dengan memperhatikan aksesibilitas dan banyaknya tipe tutupan lahan yang ada. Kombinasi Band Terbaik Citra Landsat 8 ini memiliki dua instrumen yang digunakan yaitu sensor Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Landsat 8 OLI merupakan citra lanjutan dari Landsat 7 dengan spesifikasi yang baru. Landsat 8 ini memiliki keunggulan, khususnya terkait dengan spesifikasi band yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektomagnetik yang ditangkap. Resolusi Spektral band dari sensor OLI yang hampir sama dengan Landsat 7 ETM+. Landsat 8 menyediakan perbaikan dari Landsat sebelumnya dengan penambahan 2 saluran band yaitu coastal blue (band 1) untuk mendeteksi wilayah pesisir dan saluran inframerah (band 9) untuk mendeteksi awan cirrus (USGS 2014). Adapun karakteristik dari citra Landsat 8 OLI yaitu sebagai berikut: Tabel 5 Karakteristik citra Landsat 8 OLI Saluran Panjang gelombang (µm) 1 Coastal Blue 0.43 - 0.45 µm 2 Blue 0.45 - 0.51 µm 3 Green 0.53 - 0.59 µm 4 Red 0.64 - 0.67 µm 5 NIR 0.85 - 0.88 µm 6 SWIR 1.57 - 1.65 µm 7 SWIR 2.11 - 2.29 µm 8 PAN 0.50 - 0.68 µm 9 Cirrus 1.36 - 1.38 µm 10 TIRS 1 10.6 - 11.19 µm 11 TIRS 2 11.5 - 12.51 µm *Sumber : USGS (2014)
Resolusi spasial (m) 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 15 m 30 m 100 m 100 m
Pada penyajian multiband biasanya dilakukan penghitungan nilai OIF yang merupakan banyaknya informasi yang dimuat pada citra komposit. Menurut
8
Wahyunto et al. (2004) dalam analisi atau klasifikasi data digital citra satelit perlu dicari gabungan (composite) dari 3 band yang tampilan datanya dapat memberikan gambaran dan detil informasi yang jelas dan tajam tentang penggunaan lahan/vegetasi. Display yang digunakan pada citra komposit menggunakan 3 saluran. Masing-masing band akan diset pada Red, Green dan Blue (RGB). Perhitungan nilai OIF bertujuan untuk mengetahui kombinasi band terbaik pada display RGB. Semakin besar nilai OIF maka semakin banyak informasi yang didapatkan dari kombinasi citra komposit tersebut (Jaya 2010). Penghitungan nilai OIF didapatkan hasil nilai OIF dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai optimum index factor (OIF) citra Landsat 8 OLI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Kombinasi band 8-7-5 8-5-3 8-6-5 8-5-4 8-5-2 8-5-1 7-5-3 6-5-3 7-6-5 6-5-4 6-5-2 8-6-4 6-5-1 7-5-4 7-5-2 7-5-1 8-6-2 8-7-6 8-6-1 5-4-2 5-4-3 8-6-3 5-3-2 5-3-1 5-4-1 5-2-1 8-7-4 8-7-3
Nilai OIF 12732.45 8175.14 6771.31 5263.94 5201.20 5166.74 3805.05 3776.27 3654.38 3543.59 3468.77 3459.36 3430.94 3108.87 3085.81 3048.33 2907.99 2841.97 2827.94 2510.40 2508.11 2444.29 2411.49 2404.04 2123.79 1957.66 1824.12 1675.30
No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Kombinasi band 8-7-2 7-6-4 8-7-1 7-6-2 7-6-1 7-6-3 6-4-2 6-4-1 6-4-3 6-3-2 6-3-1 6-2-1 8-4-3 8-4-2 7-4-3 8-4-1 7-4-2 7-4-1 7-3-2 7-3-1 8-3-2 8-3-1 7-2-1 8-2-1 4-3-2 4-3-1 4-2-1 3-2-1
Nilai OIF 1557.29 1515.80 1499.43 1388.51 1357.33 1349.41 1311.38 1289.42 1272.69 1118.28 1096.14 1084.47 983.78 903.19 875.08 866.85 829.85 811.09 768.48 748.92 730.18 690.34 687.83 582.07 540.65 525.02 479.02 410.77
Hasil perhitungan Tabel 5 diperoleh nilai OIF tertinggi pada kombinasi 8-75. Secara teoritis, kombinasi 8-7-5 akan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan kombinasi band lainnya, namun jika digunakan identifikasi tutupan lahan kenampakan secara visual kurang memberikan informasi karena tidak ada spektrum sinar tampak sehingga tidak dipilih sebagai kombinasi terbaik. Pada kombinasi 8-5-3 yang merupakan kombinasi band dengan nilai OIF tertinggi kedua juga masih kurang baik jika dilihat kenampakan visualnya seperti awan berwarna biru keputihan tidak seperti warna asli.
9
Sedangkan pada kombinasi band 6-5-4 yang terdiri dari band 6 (SWIR 1), band 5 (NIR), dan band 4 (visible) kenampakan visual dari citra lebih baik dan informasi yang disajikan lebih banyak dapat digunakan untuk identifikasi tutupan lahan walaupun nilai OIF lebih rendah dibandingkan dengan 2 kombinasi sebelumnya. Menurut Jaya (2010) pada penginderaan jauh sistem optik spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan mulai inframerah sedang (SWIR), inframerah dekat (NIR), dan sinar tampak yang akan ditampilkan pada display RGB. Perbedaan antara ketiga kombinasi band dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Kombinasi band a) 875, b) 853, c) 654
Kombinasi 3 band ini yang akan digunakan dalam membantu penentuan area contoh (training area) dan interpretasi citra visual. Dalam menentukan lokasi area contoh diperlukan pemahaman mengenali pola spektral tutupan lahan yang terdapat dalam citra. Training area diambil sesuai dengan titik pengamatan di lokasi penelitian yang dikelompokkan sesuai tipe tutupan lahan, walaupun ada beberapa area contoh yang diambil berdasarkan kesamaan kenampakan visual pada display monitor. Analisis Separabilitas Analisis separabilitas merupakan analisis kuantitatif keterpisahan antar kelas secara statistik yang didapatkan dari kelas yang dibuat pada saat penentuan training area. Selain melihat keterpisahan antar kelas, analisis separabilitas ini juga digunakan untuk mengetahui kombinasi band-band yang dipakai pada penggabungan citra. Analisis separabilitas dilakukan untuk mengetahui suatu jenis objek dapat teridentifikasi atau terdiskriminasi secara statistik sekaligus untuk mengetahui kombinasi band yang baik (Jaya 2002). Proses yang dilakukan sebelum analisis separabilitas yaitu pembuatan training area. Pembuatan training area ini menggunakan 13 kelas tutupan lahan yang ditemukan di lapangan dengan kombinasi 8 band. Dari 13 kelas tutupan lahan yang dijadikan training area ternyata belum dapat memberikan hasil keterpisahan antar kelas yang baik. Berdasarkan data hasil analisis separabilitas 13 kelas tutupan lahan, ditemukan beberapa kelas yang nilai separabilitasnya <1600 dan <1800. Hasil keterpisahan 13 kelas dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada penelitian ini tingkat keterpisahan paling rendah yang diinginkan yaitu tingkat cukup baik keterpisahannya (>1800). Tingkat keterpisahan yang rendah dapat mengurangi nilai akurasi pada proses klasifikasi. Keterpisahan kelas yang masih dibawah dari ketentuan nilai separabilitas minimum perlu dilakukan proses penggabungan kelas tutupan lahan (regroup) agar mendapatkan nilai separabilitas
10
yang tinggi. Proses regroup ini dilakukan selain berdasarkan nilai separabilitas rendah, juga berdasarkan kedekatan kenampakan visual yang ditemukan di lapangan. Hasil training area 13 kelas tutupan lahan yang memiliki nilai separabilitas di bawah standar yaitu kelas kebun campur, salak, sengon dan nanas, sengon dan kopi, serta sengon dan salak. Dari 13 kelas tutupan lahan tersebut digabungkan menjadi 6 kelas tutupan lahan. Proses regroup dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil lapangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Regroup
Badan air 1. Badan air Pemukiman 2. Pemukiman Sawah 3. Sawah Kebun campuran 4. Kebun campuran Kebun salak 5. Semak/PLK Sengon nanas 6. Tanah terbuka Sengon kopi Sengon salak Sengon kakao Hutan pinus Semak Kebun singkong/PLK Tanah terbuka Gambar 3 Diagram proses regroup pada analisis separabilitas
Proses regroup yang menghasilkan 6 kelas tutupan lahan ini dianalisis separabilitas lagi untuk mengetahui apakah dari hasil regroup tersebut nilai keterpisahannya sudah baik atau belum. Dari hasil analisis separabilitas 6 kelas tutupan lahan didapatkan bahwa secara umum kelas-kelas tersebut dapat dipisahkan secara baik yang artinya nilai separabilitas antar kelas >1900, walaupun masih ada 1 kelas yang memiliki nilai separabilitas cukup baik yaitu >1800. Berdasarkan nilai separabilitas hasil regroup yang dihasilkan, dapat dikatakan bahwa citra Landsat 8 belum mampu mengidentifikasi pola hutan rakyat karena terdapat 4 kelas pola hutan rakyat yang digabung kedalam kelas kebun campuran yaitu sengon dan nanas, sengon dan kopi, sengon dan salak, serta sengon dan kakao. Hasil separabilitas proses regroup 6 kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil separabilitas 6 kelas tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan 8 band OLI pada citra Landsat 8 Tutupan lahan
Kelas
1
2
3
4
5
6
Badan air
1
0
2000
1931
2000
2000
2000
Pemukiman
2
2000
0
2000
2000
2000
2000
Sawah
3
1931
2000
0
2000
2000
2000
Tanah terbuka
4
2000
2000
2000
0
2000
2000
Kebun campur
5
2000
2000
2000
2000
0
1880
Semak/PLK
6
2000
2000
2000
2000
1880
0
11
Selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan mengurangi jumlah band optimal yang membedakan 6 kelas tutupan lahan. Pengurangan jumlah band bertujuan untuk mengetahui jumlah band optimal yang dapat membedakan 6 kelas tutupan lahan tersebut. Pemilihan band yang akan digunakan diambil berdasarkan nilai korelasi antar band yang rendah dari matriks korelasi antar band. Hasil tersebut dipilihlah 6 band yaitu band 1, band 4, band 5, band 6, band 7, dan band 9 yang akan dianalisis keterpisahannya. Hasil dari nilai separabilitas menggunakan 6 band dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil separabilitas 6 kelas tutupan lahan di APHR Wonosobo menggunakan 6 band OLI pada citra Landsat 8 Tutupan lahan Badan air Pemukiman Sawah Tanah terbuka Kebun campuran Semak/PLK
Kelas
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6
0 2000 1893 2000 2000 2000
2000 0 2000 2000 2000 2000
1893 2000 0 2000 2000 2000
2000 2000 2000 0 2000 2000
2000 2000 2000 2000 0 1842
2000 2000 2000 2000 1842 0
Dapat dilihat pada Tabel 7 nilai separabilitas yang didapatkan dengan menggunakan 6 band ternyata mengalami penurunan pada kelas tutupan lahan sawah dengan badan air dan semak dengan kebun campuran. Namun penurunan yang terjadi tidak begitu signifikan dan nilai separabilitas kelas-kelas tutupan lahan tersebut masih di atas kriteria yang ditetapkan. Klasifikasi Tutupan Lahan Klasifikasi merupakan proses penyusunan dan pengelompokan piksel citra digital sebagai unit yang homogen menggunakan data citra yang diolah berdasarkan kriteria atau kondisi objek. Menurut Buono et al. (2004), klasifikasi merupakan suatu metode untuk memberikan label pada piksel berdasarkan karakter spektral yang dimiliki oleh piksel tersebut. Klasifikasi citra merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokan semua piksel yang terdapat di dalam band citra ke dalam beberapa kelas berdasarkan kriteria sehingga menghasilkan peta tematik (Prahasta 2008). Klasifikasi terbimbing merupakan salah satu klasifikasi citra digital yang identitas dan lokasi kelas-kelas tipe penutup lahan sudah diketahui sebelumnya dengan pengambilan data lapangan (ground check) berupa training area. Tahap ini merupakan identifikasi dan klasifikasi piksel-piksel melalui training area, yang selanjutnya akan lebih didetailkan lagi berdasarkan survey kondisi lapangan (Wibowo et al. 2013). Kelas tutupan lahan yang digunakan pada klasifikasi terbimbing ini adalah kelas hasil analisis separabilitas yaitu badan air, pemukiman, sawah, tanah terbuka, kebun campuran, semak/PLK. Pada penelitian ini klasifikasi terbimbing menggunakan metode maximum likelihood dan SVM. Klasifikasi berdasarkan kemiripan maximum (maximum likelihood) merupakan teknik klasifikasi yang memperhitungkan peluang dari satu piksel untuk dikelaskan ke dalam kategori tertentu. Suatu piksel yang merupakan vektor nilai piksel itu sendiri akan dikelaskan ke dalam kelas tertentu jika peluang
12
terjadinya piksel di dalam kelas tersebut merupakan peluang terbesar dibandingkan dengan peluang kejadian di kelas lainnya (Mukhaiyar 2013). Menurut Purwadhi (2001) dalam Mentari (2013), klasifikasi menggunakan kemiripan maksimum menyangkut beberapa dimensi, sehingga pengelompokan objek dilakukan pada objek yang mempunyai nilai piksel sama dan identik pada citra. Metode maximum likelihood merupakan metode standar yang sering digunakan dalam klasifikasi multispektral. Klasifikasi menggunakan SVM merupakan metode klasifikasi yang pengklasifikasiannya mencari garis pemisah (hyperplane) terbaik dari alternatif yang mungkin. Metode SVM termasuk ke dalam supervised learning karena membutuhkan contoh agar dapat mencari fungsi pemisah antar kelas-kelas. Fungsi pemisah atau hyperplane merupakan fungsi dengan nilai margin yang maksimal. Margin adalah jarak antar hyperplane dengan support vector masing-masing objek yang ditraining (Muflikha et al 2013). Pencarian garis pemisah dilakukan sebagai proses training dengan memasukkan data hasil training ke bentuk vektor dan kemudian mencari suatu hyperplane optimal untuk memisahkan kelas dari data training (Supribadi 2004). Klasifikasi tutupan lahan ini dilakukan pada citra komposit menggunakan 8 band sensor OLI, dan 6 band sensor OLI. Hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan metode maximum likelihood menggunakan 8 band OLI dan 6 band OLI dapat dilihat pada Gambar 4. Klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan dengan menggunakan metode maximum likelihood terlihat berbeda dibandingkan dengan menggunakan metode SVM pada keempat fungsinya yaitu fungsi linier, polynomial, radial basis function, dan sigmoid. Namun hasil klasifikasi SVM tidak begitu berbeda jauh antara keempat fungsinya. Peta hasil klasifikasi menggunakan SVM dengan keempat fungsinya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 5, 6, 7, dan 8.
Gambar 4 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode maximum likelihood
13
Gambar 5 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Linier
Gambar 6 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Polynomial
14
Gambar 7 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Radial Basis Function
Gambar 8 Peta klasifikasi tutupan lahan APHR Wonosobo menggunakan metode SVM Sigmoid
15
Analisis Akurasi Analisis akurasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar citra Landsat 8 OLI merepresentasikan keadaan sesungguhnya di lapangan dan untuk mengetahui ketelitian hasil dari klasifikasi. Analisis akurasi pada penelitian ini menggunakan matrik kesalahan (confusion matriks) atau matrik kontingensi. Dalam matrik kontingensi ada beberapa informasi yang didapatkan yaitu producer's accuracy, users's accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy. Producer's accuracy dan user's accuracy merupakan penduga dari ketelitian keseluruhan (overall accuracy) Producer's accuracy adalah akurasi yang diperoleh dari penjumlahan nilai piksel yang benar dibagi dengan jumlah total piksel tiap kelas. Menurut Khoiriah dan Nur (2012), nilai akurasi produser ini berfungsi sebagai penilaian secara tematik yaitu menunjukkan tingkat kebenaran hasil klasifikasi terhadap kondisi di lapangan. Sedangkan user's accuracy adalah nilai akurasi yang diperoleh dari penjumlahan piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam kolom. Overall accuracy didapatkan dengan menjumlahkan piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam diagonal matriks, namun akurasi ini umumnya bersifat over estimate sehingga jarang digunakan untuk indikator keberhasilan suatu klasifikasi citra (Jaya 2010). Akurasi yang dianjurkan menggunakan Kappa accuracy karena akurasi ini menggunakan seluruh elemen yang ada dalam matriks kontingensi. Hasil dari perhitungan akurasi Kappa dapat dilihat pada Gambar 11. 8 band OLI
80,00%
6 Band OLI
76.59% Nilai Akurasi Kappa
75.55% 74.31%
75,00%
75.51%
74.79%
73.88%
74.08%
71.85% 71.76%
71.68% 70,00%
65,00%
60,00% Maximum Likelihood
SVM Linier
SVM Polynomial
SVM Radial Basis Function
SVM Sigmoid
Metode Klasifikasi
Gambar 9 Kappa accuracy hasil klasifikasi tutupan lahan Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa metode maximum likelihood dengan menggunakan 8 band sensor OLI memiliki akurasi tertinggi sebesar 76.59%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah piksel terklasifikasi dengan cukup baik walaupun masih ada beberapa piksel yang terklasifikasikan dari dan ke kelas lain. Menurut Khoiriah dan Nur (2012) nilai kappa akurasi ini dihitung dengan mempertimbangkan faktor kesalahan pada proses klasifikasi. Dari semua metode
16
yang digunakan pemakaian citra komposit 8 band OLI memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra komposit 6 band OLI. Hasil nilai Kappa pada pemakaian 6 band OLI didapatkan nilai tertinggi sebesar 74.31% pada metode SVM fungsi linier dan terendah pada metode maximum likelihood. Pada metode SVM linier ini nilai kappa pada penggunaan 8 band masih tetap memiliki nilai tertinggi yang tidak begitu jauh berbeda dengan nilai pada metode maximum likelihood, sehingga metode SVM linier ini juga dapat digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan. Secara umum pengkelasan kemiripan maksimum diperlukan perhitungan yang banyak dan agak rumit untuk mengklasifikasikan setiap piksel. Walaupun demikian, teknik klasifikasi ini lebih teliti dibandingkan dengan klasifikasi lainnya. Menurut Purwadhi (2001) dalam Mentari (2013) secara intuitif semakin banyak saluran yang dapat digunakan dalam pengkelasan kemiripan maksimum akan membuahkan hasil klasifikasi yang lebih baik. Pada Lampiran 2, matrik kontingensi pada metode maximum likelihood dengan 8 band sensor OLI. Nilai user's accuracy tertinggi pada tutupan lahan tanah terbuka sebesar 91.67% yang artinya dari 24 piksel tanah terbuka 1 masuk ke dalam kelas kebun campuran, 1 pemukiman, dan 22 dikelaskan secara benar dalam kelas tutupan lahan tanah terbuka. Sedangkan producer's accuracy tertinggi pada tutupan lahan badan air sebesar 98.65%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah piksel yang terklasifikasikan dengan baik walaupun masih ada beberapa piksel yang dikelas lain. Nilai producer's accuracy terendah adalah tutupan lahan semak/PLK sebesar 51.22% artinya dari 82 piksel 39 piksel masuk kedalam kelas kebun campuran/pinus, 1 piksel sawah, dan 42 terklasifikasikan dengan benar pada kelas tutupan lahan semak/PLK. Interpretasi Visual Citra Interpretasi visual merupakan salah satu cara atau metode klasifikasi citra yang digunakan untuk mengidentifikasi objek berdasarkan elemen-elemen penafsiran yang membangun citra itu sendiri. Metode ini dilakukan dengan cara digitasi objek secara manual dimana informasi kategori objek berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Terdapat beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam interpretasi visual yaitu warna/tone, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, asosiasi, dan site (Jaya 2010). Interpretasi visual ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang sebaran tutupan lahan yang ada di APHR Wonosobo berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan elemen-elemen penafsiran. Dari hasil intepretasi secara visual didapatkan 8 jenis tutupan lahan yaitu hutan pinus, semak, pemukiman, tanah terbuka, pertanian lahan kering (PLK), kebun campuran, sawah, dan badan air. Berbeda dengan hasil interpretasi citra digital yang hanya menghasilkan 6 kelas tutupan lahan yaitu semak/PLK, pemukiman, tanah terbuka, kebun campuran, sawah, dan badan air. Hasil dari klasifikasi tutupan lahan melalui interpretasi secara visual dapat dilihat pada Gambar 10.
17
Gambar 10 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo hasil interpretasi visual
Pada interpretasi visual kelas hutan pinus, pertanian lahan kering, dan semak dapat dibedakan, sedangkan pada interpretasi digital kelas semak dan pertanian lahan kering bergabung menjadi 1 kelas pada proses regroup yang didasarkan oleh nilai keterpisahan masing-masing kelas. Hal ini disebabkan karena interpretasi citra digital menggunakan training area dan nilai statistik keterpisahan antar kelas pada citra dalam proses klasifikasi jenis tutupan lahan serta mengelompokkan piksel-piksel yang memiliki tingkat kemiripan spektral oleh komputer. Sedangkan interpretasi visual mempertimbangkan kenampakan citra dalam hal ini elemen penafsiran yang membangun tiap objeknya. Pada pembuatan kelas tutupan lahan dilakukan secara manual sesuai dengan data yang ada di lapangan. Hasil interpretasi visual dapat dilihat pada Lampiran 3. Kedua metode klasifikasi yang dibandingkan dapat dikatakan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Metode maximum likelihood secara umum lebih baik dalam mengkelaskan semak/PLK, pemukiman, kebun campuran, sedangkan SVM lebih baik dalam mengkelaskan tanah terbuka, dan badan air karena lebih sesuai dengan interpretasi visual. Metode maximum likelihood memiliki ketepatan yang lebih sesuai dibandingkan metode SVM pada seluruh fungsinya. Untuk itu dapat dikatakan bahwa metode maximum likelihood lebih baik dibandingkan dengan metode SVM dalam klasifikasi tutupan lahan berdasarkan kesesuaian dengan interpretasi visual yang didukung dengan nilai akurasi tertinggi sebesar 76.59%.
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis separabilitas dan interpretasi visual, tipe kelas pola hutan rakyat belum dapat diidentifikasi menggunakan citra Landsat 8 OLI. Analisis separabilitas pada tutupan lahan lainnya dapat dibedakan dengan baik secara nilai digital sebanyak 6 kelas yang meliputi badan air, pemukiman, kebun campuran, semak/PLK, sawah, dan tanah terbuka. Dari 6 tutupan lahan tersebut metode yang terbaik untuk melakukan klasifikasi tutupan lahan yaitu metode maximum likelihood karena menghasilkan tingkat akurasi yang paling tinggi yaitu sebesar 76.59% dan memiliki kesesuaian yang tinggi dengan hasil klasifikasi visual. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada lokasi lain untuk mengidentifikasi pola hutan rakyat menggunakan citra beresolusi tinggi.
DAFTAR PUSTAKA [BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura. 2012. Potret Hutan Jawa-Madura. Yogyakarta (ID): Direktorat Jenderal Planalogi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Tersedia dari http://bpkhjogja.net/ [USGS] United States Geological Survey. 2014. Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) and TIRS (Thermal Infrared Sensor) [Internet]. Tersedia dari http://landsat.usgs.gov Buono A, Marimin, Putri D. 2004. Klasifikasi Penutup dan Penggunaan Lahan pada Multispektral Image dari Landsat Thematic Mapper Menggunakan Probabilistic Neural Network. JIIK. 2(2):1-13. Jaya INS. 2002. Separabilitas Spektral Beberapa Jenis Pohon Menggunakan Citra Compact Airbone Spectograph Imager (CASI): Studi Kasus di Kebun Raya Bogor. J Man Hut Trop.8(2):57-73. Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Khoiriah IF dan Nur MF. 2012. Perbandingan Akurasi Klasifikasi Penutup Lahan Hasil Penggabungan Citra ALOS AVNIR-2 dan ALOS PALSAR pada Polarisasi Berbeda dengan Transformasi Wavelet. Jurnal Bumi Indonesia. 1(2). Mentari B. 2013. Identifikasi Karakteristik dan Pemetaan Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 (OLI) di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muflikha L, Achmad R, dan Jendi H. 2013. Klasifikasi Kondisi Penderita Penyakit Hepatitis dengan menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM). Jurnal Mahasiswa PTIIK UB. 2(5). Mukhaiyar R. 2010. Klasifikasi Penggunaan Lahan dari Data Remote Sensing. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan. 2 (1).
19
Prahasta E. 2008. Remote Sensing : Praktis Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Bandung (ID): Informatika. Prasetyo SH. 2013. Aplikasi Citra Landsat 8 untuk Identifikasi Kelas Tutupan Lahan di Kabupaten Ciamis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supribadi K. 2004. Analisis Metode Support Vector Machine (SVM) Untuk Klasifikasi Penggunaan Lahan Berbasis Penutup Lahan Pada Citra ALOS AVNIR-2. [Disertasi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Wahyunto, Sri RM, dan Sofyan R. 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Jurnal Informatika Pertanian. 13. Wibowo LA, Mochamad S, Rispiningtati, dan Runi A. 2013. Penggunaan Citra Aster dalam Identifikasi Peruntukan Lahan pada Sub DAS Lesti (Kabupaten Malang). Jurnal Teknik Pengairan. 2(1):39-46.
1
20
Lampiran 1 Analisis separabilitas pada 13 kelas tutupan lahan di APHR Wonosobo menggunakan 8 band OLI 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
0
2000
1945
2000
2000
2000
2000
1966
2000
1998
1939
2000
2000
2
2000
0
2000
2000
2000
2000
1931
2000
2000
2000
2000
2000
2000
3
1945
2000
0
2000
1941
1532
2000
1318
1996
1551
929
2000
2000
4
2000
2000
2000
0
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
5
2000
2000
1941
2000
0
1971
2000
1993
1987
1899
1965
2000
2000
6
2000
2000
1532
2000
1971
0
2000
1724
1999
1888
1873
2000
2000
7
2000
1931
2000
2000
2000
2000
0
2000
2000
2000
2000
2000
2000
8
1966
2000
1318
2000
1993
1724
2000
0
2000
1792
1475
2000
2000
9
2000
2000
1996
2000
1987
1999
2000
2000
0
1867
2000
2000
2000
10
1998
2000
1551
2000
1899
1888
2000
1792
1867
0
1633
2000
2000
11
1939
2000
929
2000
1965
1873
2000
1475
2000
1633
0
2000
2000
12
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
0
2000
13
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
0
Keterangan : 1) Semak, 2) Badan air, 3) Kebun campuran, 4) Pemukiman, 5) Pinus, 6) Salak, 7) Sawah, 8) Sengon nanas, 9) Sengon kakao, 10) Sengon kopi, 11) Sengon salak, 12) Singkong, 13) Tanah terbuka. = Nilai separabilitas <1800
21
Lampiran 2 Matrik kontingensi pada metode klasifikasi maximum likelihood dengan 8 band OLI Data
Badan air
Badan air Kebun campuran/Pinus Pemukiman Sawah Semak / PLK Tanah terbuka Column Total User's Acc
73 11 0 5 0 1 90 81.11%
N Xii OA
652 544 83.44%
∑ Xi+ . X+i Kappa
124303 76.59%
Kebun Pemukiman campuran/Pinus 1 263 5 10 39 6 324 81.17%
0 6 121 0 0 8 135 89.63%
Sawah 0 4 0 23 1 0 28 82.14%
Semak / PLK 0 6 0 2 42 1 51 82.35%
Tanah terbuka 0 1 1 0 0 22 24 91.67%
Row Total 74 291 127 40 82 38 652
Producer Acc 98.65% 90.38% 95.28% 57.50% 51.22% 57.89%
22
Lampiran 3 Hasil analisis visual citra berdasarkan elemen-elemen interpretasi No
Tutupan lahan
Tampilan sebenarnya di lapangan
Warna
Ukuran
Bentuk
Tekstur
Pola
Site
Asosiasi
Badan air
Biru keunguan
Kecilbesar
Tidak teratur
Halus
Tidak teratur
Datar
-
2.
Pemukiman
Merah muda magenta
Kecilbesar
Teratur
Halus
Teratur mengelompok
Datar
Aksesibilitas mudah
3.
Sawah
Hijau keunguan
Kecilbesar
Tidak teratur
Kasar
Mengelompok tersebar
Datar
Dekat dengan pemukiman
4.
Tanah terbuka
Mozaik merah muda keputihan
Kecilbesar
Tidak teratur
Kasar
Tidak teratur
Datar
Aksesibilitas mudah
1.
Tampilan citra
23
Lampiran 4 Hasil analisis visual citra berdasarkan elemen-elemen interpretasi No
Tutupan lahan
Tampilan citra
Tampilan sebenarnya di lapangan
Warna
Ukuran
Bentuk
Tekstur
Pola
Site
Hijau muda-hijau tua
Kecilbesar
Tidak teratur
Haluskasar
Tidak teratur
Datar bergelombang
Asosiasi
5.
Kebun campuran
-
6.
Semak
Kuning merah muda
Kecil
Tidak teratur
Haluskasar
Tidak teratur
Datar Dekat bergelom- dengan sungai/ bang badan air
7.
Pertanian Lahan Kering
Mozaik hijaukuningmerah muda
Kecilbesar
Tidak teratur
Kasar
Tidak teratur
Datar bergelombang
8.
Hutan Pinus
Hijau tua
Kecilbesar
Tidak teratur
Kasar
Mengelompok
Datar bergelombang
Dekat dengan pemukiman
-
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri, 9 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Bapak Sunaryo, S Pd dan Ibu Nunik Rahayu S Pd. Penulis menjalani masa pendidikan di SD Campurejo II Kediri Jawa Timur tahun 1999-2004, SMP 3 Kediri Jawa Timur tahun 2004-2007, SMA 5 Kediri Jawa Timur tahun 2007-2010 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2010 melalui jalur USMI serta diterima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dalam Unit kegiatan mahasiswa bidang olahraga Panahan tahun 2010-2012, unit kegiatan mahasiswa bidang seni "Gentra Kaheman" tahun 2010-2012. Selain itu penulis juga aktif sebagai anggota Kelompok Studi Planologi tahun 2011-2012, anggota divisi Kajian Strategi dan Advokasi Pengurus Cabang Sylva Indonesia tahun 2011-2012, Sekertaris Departemen Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Pengurus Pusat Sylva Indonesia tahun 2012-2014, serta menjadi volunteer di FORCI Development tahun 2012 sampai sekarang. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat dan KPH Kamojang Jawa Barat pada tahun 2012; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), KPH Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat pada tahun 2013 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di APHR Wonosobo, Jawa Tengah dan Badan Layanan Umum Pusat Pengengembangan Pengelolaan Hutan ( Pusat P2H) Kementerian Kehutanan pada tahun 2014.
19