IDENTIFIKASI MIKROSKOPIK TANAH SULFAT MASAM DARI DESA MUARA SUGIH, KECAMATAN TELANG KELAPA Shanti D. Simbolon, SP., MSi. Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Jl. Sutomo No. 4 A Medan e-mail :
[email protected]
Abstrak: The effect of water management was conducted using soil column with treatment of period of drying. Drying treatment was applied in three periods namely 4, 8 and 12 weeks, respectively. After drying treatment, identify soil microskopic by thin section. Micromorphology represents the surest way of identifying all the process in the soil. In each drying treatment there were various description of soil physical properties, e.q. measure and number of porosity. There were also various description of soil chemistry properties e.q. pyrite, soil organic matter and ferrum. A part of pyrite grains or framboids are occasionally found in soil surface and concentrate at granular soils and also associate with soil organic matter. The recognition of organics components in this thin section is possible by their cellular structure. Because of drying treatment, pyrite grains oxides at soil granular surface. Keyword : drying, micromorphology, thin section, pyrite
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan agro-industri yang semakin pesat menuntut adanya peningkatan produksi pertanian, sementara itu lahan pertanian semakin menyusut. Karena itu pengembangan pertanian perlu diarahkan kepada lahan-lahan marginal, seperti daerah pasang surut. Salah satu jenis tanah yang banyak tersebar di daerah pasang surut adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam sesungguhnya merupakan tanah yang potensial untuk kegiatan pertanian. Tanah ini memiliki topografi datar dan ketersediaan air yang cukup. Di Indonesia terdapat sekitar 6.7 juta ha tanah sulfat masam yang meliputi tanah sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam aktual, tersebar di kawasan pantai timur Sumatera dan Kalimantan (Widjaya Adhi et al., 1990). Namun demikian tanah sulfat masam ini memiliki sifat fisika dan kimia yang tidak menguntungkan, antara lain drainase buruk, tanah belum berstruktur dan belum matang, pH yang sangat rendah dan konsentrasi Al dan Fe yang tinggi. Drainase tanah yang buruk pada tanah sulfat masam menurut Somasiri (dalam Craswell dan Pusparajah, 1989) disebabkan tingginya liat dan bahan organik tanah dalam kondisi yang terjenuhi yang selanjutnya akan menghambat perkembangan struktur tanah pada horison tanah bagian dalam. Kandungan liat yang relatif tinggi menyebabkan pori makro menjadi sedikit sehingga dapat menyebabkan konduktivitas hidrolik menjadi rendah. Tanah sulfat masam memiliki ciri khas yaitu adanya senyawa bahan sulfidik yang mengandung pirit dan pH sangat rendah. Pembentukan pirit dipengaruhi oleh tersedianya sulfur dan bahan organik yang cukup tinggi, adanya senyawa-senyawa besi yang mobil, keadaaan yang reduktif dan perubahan senyawa sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif (van Beers,1962). Dalam keadaan tergenang, pirit relatif stabil dan tidak membahayakan bagi pertumbuhan tanaman, tetapi apabila dilakukan pengeringan hingga mencapai tinggi muka air tanah sama atau lebih dalam dari lapisan pirit maka pirit akan teroksidasi menghasilkan besi III, asam sulfat dan ion hidrogen. Hal ini menyebabkan pH tanah menjadi rendah sekali dan berbahaya bagi tanaman. Dengan adanya kemasaman tanah, mula-mula akan terbentuk struktur yang lebih baik akibat bertambahnya kation bervalensi tinggi, seperti ion Al dan Fe pada permukaan kompleks adsorbsi liat dan bahan organik (Baver, 1959). Tetapi menurut Dent (1986) kehilangan air oleh proses pengeringan akan meruntuhkan struktur mikro awal yang akan mengakibatkan pengkerutan dan pembentukan
1
retakan-retakan pada tanah, sehingga luas bidang kontak antar individu partikel tanah dan agregat tanah meningkat dan selanjutnya daya kohesi tanah meningkat. Perubahan sifat fisik lainnya yang cukup penting untuk diamati adalah keadaan pori tanah yang erat kaitannya dengan proses oksidasi pirit. Pengeringan menyebabkan terbentuknya pori-pori aerasi. Perubahan pori ini terjadi akibat pengkerutan tanah karena pengeringan. Beberapa perubahan yang terjadi di dalam tanah baik secara fisik maupun kimia akibat pengeringan dapat diamati secara mikromorfologi. Mikromorfologi tanah merupakan kumpulan konsep yang didukung oleh alat dan teknik yang digunakan untuk memperoleh suatu informasi spesifik tentang tanah, yang tidak mungkin diperoleh secara langsung dengan menggunakan metode analitis lain. Ilmu ini ditujukan untuk untuk mengetahui bagaimana tanah terbentuk dan bagaimana tanah berfungsi. Mikromorfologi adalah cabang dari ilmu tanah dan ilmu-ilmu bumi yang berhubungan dengan deskripsi, interpretasi, dan pengukuran, terhadap komponen, gambaran, dan fabric pada tanah, pada tingkat pengamatan mikroskopik dan submikroskopik (Bullock et al., 1985). Untuk keperluankeperluan deskripsi, interpretasi dan pengukuran tersebut, biasanya digunakan contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample) untuk melihat susunan dan pengaturan partikel-partikel tanah individual yang ada di alam. Pembesaran yang digunakan untuk pengamatan menggunakan Mikroskop Electron Transmisi (MET). Fragmen tersebut dibuat pada suatu sayatan tipis (Thin Section). Sayatan tipis adalah irisan tanah atau sedimen yang diimpregnasi/diperkeras dengan menggunakan plastik, lem, dan resin pada suatu gelas dan kemudian diiris dalam bentuk suatu irisan dengan ketebalan persis dan tertentu, sehingga mendekati transparan. Berdasarkan hal-hal di atas, diperlukan penelitian identifikasi mikroskopik dari perilaku sifat fisik dan kimia tanah yang lebih mendalam melalui identifikasi mikroskopis untuk mengetahui kondisi sebenarnya yag terjadi di dalam tanah sulfat masam akibat perlakuan pengeringan. Tujuan : Mengidentifikasi sifat fisik maupun kimia tanah secara mikroskopis melalui deskripsi thin section (sayatan tipis tanah) pada Tanah sulfat masam Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang Kelapa akibat akibat pengaruh waktu pengeringan selama 4, 8 dan 12 minggu.
METODE Bahan yang digunakan terdiri dari tanah sulfat masam yang berasal dari Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang Kelapa, H2O2 30%, akuades, parafin, oksigen, HCl 0.1 N, KCl, resin dan aseton. Alat yang digunakan adalah paralon berdiameter 20 cm dan panjang 95 cm, sekop, gerinda, bor listrik, kertas ampelas, plastik, label, mangkuk, lem, box, bak perendam, jam, mistar, eksikator, botol semprot, preparat glass, mikroskop dan alat tulis. Pengambilan Kolom Tanah di Lapangan Pengambilan kolom tanah utuh (tidak terganggu) dilakukan di Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang Kelapa. Jumlah kolom tanah sebanyak 13 buah, terdiri atas 1 buah kolom untuk analisis pendahuluan dan 12 kolom di beri perlakuan. Cara pengambilan kolom tanah dilakukan sebagai berikut : mula-mula ditentukan areal pengambilan kolom tanah. Setelah itu tanah diambil dengan menggunakan paralon yang berdiameter 20 cm dan panjang 95 cm dengan cara memasukkannya ke dalam tanah secara tegak lurus dengan perlahan agar keutuhan tanah tetap terjaga. Kemudian tanah di sekeliling tabung digali dengan sekop dan tanah diiris sampai hampir mendekati tabung. Tanah pada dasar tabung digali dan disekop sehingga paralon dapat diangkat. Tanah berlebih yang berada di dasar paralon diiris sampai rata dengan ujung paralon, kemudian ditutup dengan penutup paralon. Lalu bagian atas tabung digenangi air yang berasal dari lapang atau air bebas ion setinggi kurang lebih 5 cm dari permukaan tanah dan dipertahankan sampai perlakuan penelitian dilakukan.
2
Desain Penelitian Desain penelitian didasari atas perbedaan masing-masing perlakuan. Adapun susunan perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : T0 : Penggenangan setinggi 5 cm dari permukaan tanah secara terus menerus. T1 : Pengeringan melalui dasar paralon selama 4 minggu T2 : Pengeringan melalui dasar paralon selama 8 minggu T3 : Pengeringan melalui dasar paralon selama 12 minggu Penetapan Mikromorfologi Persiapan Contoh Contoh tak terganggu yang diambil dari paralon (kolom tanah) dengan kotak dari bahan logam (aluminium) berukuran 10 x 6 x 4 cm disiapkan untuk pembuatan sayatan tipis. Pengeringan Pengeringan dilakukan pada temperatur kamar (±40oC), namun karena pengeringan mengakibatkan contoh pecah-pecah (pengerutan atau pembentukan celahan secara buatan), maka dilakukan pembekuan (freezedried). Dalam pori tanah air cepat diubah menjadi es amorf atau mikrokristalin. Anasir pembeku yang biasa dipakai adalah nitrogen cair dan freon cair. Impregnasi (Umum) Proses impregnasi contoh tanah dimaksudkan untuk membuat contoh tanah menjadi keras oleh bahan perekat berupa resin, sehingga mempermudah pekejaan pengayakan/pengasahan hingga diperoleh sayatan tipis. Proses Pengerasan Plastik poliester untuk pengerasan contoh terdiri dari larutan poliester tak jenuh dan reaktif dalam monomer venyl atau allyl (biasanya monostiren). Polimer ini sebenarnya memiliki struktur linier, artinya bahan ini menjadi keras melalui fase gel sebagai akibat kopolimerisasi poliester dan stren (ikatan melintang). Perlakuan Impregnasi a. Ukuran contoh tanah dalam box Ukuran box yang dipakai untuk mengambil contoh tanah tak terganggu dari paralon. Contoh ini dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 18 jam. b. Pengerasan (Hardening Process) Pengerasan contoh tanah dalam box yang sudah kering segera ditempatkan dalam alat impregnasi vakum. Penurunan resin ke dalam box impregnasi dilakukan dengan penetesan selama 36 jam. Resin yang dipakai telah dicampur dengan cyclonox sebagai katalis dan Coactoate sebagai akselerator. c. Penyayatan Tipis (Thin Section) Contoh tanah yang sudah mengeras dipotong dua bagian; atau bagian untuk cadangan/arsip dan yang lain diproses terus sampai sayatan tipis dengan catatan step perlakuan sebagai berikut :
3
Tabel 1. Step Perlakuan Pemotongan hingga Penyayatan Tipis. No. 1 2
Langkah/Perlakuan Pemotongan I Penghalusan permukaan potongan
Alat dan Bahan Bruyaux Klaiber dan meja penghalusan manual
3
Pemasangan contoh pada gelas
Bahan perekat antara permukaan contoh dan permukaan gelas preparat; resin Synolite+Coortoater+Cyclonox
preparat
mengandung gelombang udara
Contoh yang menempel pada gelas prep. Setebal ±1/2 cm
4
Pemotongan II
Bruyaux
5
Penipisan dan penghalusan permukaan Penutupan contoh sayatan tipis
Klaiber dan hand polishing Cover glass dengan perekat yang sama
6
Catatan Mesin potong diammont board Sebelum contoh dipasang di atas gelas preparat Hasil pasangan contoh tidak boleh
Ketebalan harus mencapai 25 33 mikron Tak boleh mengandung gelombang udara
Peralatan Untuk memperoleh pandangan mikroskopik yang luas diperlukan peralatan optik yang terdiri dari : a. Mikroskop Polarisasi Alat mikropolarisasi yang diperlukan untuk pekerjaan deskripsi adalah VANOX Olympus PM 10 dan Leitz Wetalar Orthoplan masing-masing memiliki alat fotomikrografik. Disamping kemampuan alat ini untuk deskripsi mikromorfologik, juga pengambilan slides, print dan polaroid. b. Stereomikroskop Selain mikroskop polarisasi masih dibutuhkan stereomikroskop untuk keperluan orientasi sebelum dilakukan deskripsi mikromorfologik. Deskripsi Mikromorfologik Deskripsi ini meliputi 2 obyek pengamatan utama pada preparat sayatan tipis, yaitu : a. Groundmass Groundmass adalah bagian massa dasar tanah yang dibatasi oleh void (rongga) dan terbagi dalam : Sebaran besar butir : plasma dan skeleton gram Keteraturan susunan/plasmic fabric (pophyroskelic, sepic, asepic plasmic fabric, dll). Pada sebaran butir kasar (skeleton) dan pengikatan dibedakan dalam pola berikut : Monic related coarse versus fine Orthoporphyric related coarse versus fine b. Ciri-Ciri Khusus (Spesial Features) Ciri mikromorfologik yang dibedakan, yakni : 1. Plasma reorientation (misalnya sepic) 2. Clay illuviction (cutans)
4
3. 4. 5. 6. 7.
Others illuviction (organan) Hydromorphic feturas (iron redistribution, pseudogley, etc.) Secondary formation (calcitan) Other briogenic featires (channels) Relicts (sedimentary, bio, litho relief)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Mikroskopik Hasil identifikasi mikroskopik tanah sulfat masam dari Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang Kelapa menghasilkan karakteristik sebagai berikut (Hardjowigeno, 1990) : 1. Matriks Tanah S-matriks terdiri dari liat berwarna kuning kecoklatan yang bersifat lebih homogen, sebagian matriks berwarna gelap karena tercampur dengan bahan organik halus. Related distribution pattern (pola hubungan distribusi) adalah porphyroskelik, (c/f : open porphyrik ). Orientasi bahan matrix halus (plasma fabric) adalah Vomasepik dan sebagian unistrial. 2. Voids Pada akhir perlakuan pengeringan selama 12 minggu banyak ditemui voids berbentuk rekahan yang memanjang. Voids bersifat vertical planar yang memisahkan agregat tanah, dan planar voids bersifat sangat umum. 3. Bahan Organik Sisa-sisa bahan organik/remnant bahan organik terdistribusi secara acak pada seluruh horizon. Bahan organik yang halus sebagian tercampur dengan liat menghasilkan bahan tanah yang berwarna kehitaman. 4. Pedologycal Features Terdapat nodule berwarna kuning, kuning kemerahan tersebar pada paralon. Plasma fabrik terbentuk sangat kuat mengisi bahan tanah yang berwarna gelap, menunjukkan variasi yang besar dari sphere city dan roundness. Butiran pirit terdapat pada sebagian matrix horizon dan terkonsentrasi pada permukaan butiran tanah atau juga berasosiasi dengan fragment bahan organik.
5
Foto-foto berikut ini menunjukkan hasil-hasil pengamatan mikroskopik pada tanah sulfat masam dari Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang kelapa.
Foto 1. Matrix tanah yang terdiri dari liat berwarna kuning kecoklatan yang lebih homogen dan tercampur dengan butiran bahan organik halus.
Foto 2. Orientasi bahan matrix halus (liat) yang unistrial (orientasi plasma searah) yang menunjukkan adanya tekanan dibawah kondisi basah.
6
Foto 3. Rekahan dan retakan yang terbentuk pada perlakuan pengeringan 4 minggu.
Foto 4. Rekahan dan retakan yang terbentuk pada perlakuan pengeringan 8 minggu.
7
Foto 5. Rekahan & retakan yang terbentuk pada perlakuan pengeringan 12 minggu.
Foto 6. Proses dekomposisi bahan organik mengakibatkan rusaknya sisa-sisa jaringan tanaman.
8
Foto 7. Besi sebagai sementing agen yang dijumpai pada tanah sulfat masam Desa Muara Sugih, Kecamatan Telang Kelapa.
Foto 8. Kadar pirit yang semakin tinggi akibat pengeringan selama 12 minggu. Dari hasil analisis mikroskopik ini dapat diuraikan karakteristik tanah sebagai berikut : Pada tanah sulfat masam, proses hidrolisis yang bersifat lambat ataupun cepat dapat terjadi setiap saat. Hal tersebut menyebabkan endapan besi yang terbentuk umumnya sebagai goetit. Pembentukan tanah sulfat masam merupakan proses yang sangat kompleks, merupakan kombinasi adanya pirit, bahan organik, mikroflora pada sedimen dengan kondisi hidrologi yang spesifik.
9
Nodules pada tanah sulfat masam sebagian besar terdiri dari mineral liat yang bercampur dengan senyawa besi. Sebagian dengan batas yang tajam merupakan allochtonous, sedangkan yang mempunyai batas diffuse menunjukkan autochtonous. Sayatan tipis menunjukkan pula features yang spesifik. Endapan besi umumnya goetit dan jarosit. Jarosit merupakan kristal tidak berwarna, membentuk lapisan di sekeliling pori-pori tanah. Jarosit secara termodinamik tidak stabil dibandingkan goetit terutama pada keadaan pH rendah. Neoferrans dapat pula mengalami transformasi menjadi quasi ferrans yang menunjukkan selama fase reduksi besi dapat mobil dan hilang. Fenomena diatas merupakan ciri khas adanya fase alternatif keadaan oksidasi dan reduksi (Bullock et al., 1983) Ukuran pori yang terdapat pada setiap perlakuan berbeda. Semakin lama pengeringan yang dilakukan maka semakin besar pori yang terbentuk dan semakin besar jumlahnya. Adanya pengeringan menyebabkan terjadinya dekomposisi dalam intensitas yang tinggi sehingga kandungan bahan organik menurun pada saat akhir pengeringan. Besi sebagai sementing agent yang terdapat pada permukaan matriks tanah dan terkonsentrasi pada permukaan pori.
KESIMPULAN 1. 2. 3.
Pengeringan menyebabkan terjadinya perubahan pada ukuran dan jumlah pori dalam tanah pada tanah sulfat masam. Butiran pirit terdapat pada sebagian matrix horizon dan terkonsentrasi pada permukaan butiran tanah atau juga berasosiasi dengan fragment bahan organik. Pengeringan juga menyebabkan teroksidasinya kadar pirit yang terdapat pada permukaan butiran tanah.
DAFTAR PUSTAKA Baver LD.1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York. Bronswijk JJB, Evers-Vermeer JJ.1990. Shrinkage of Duty Clay Soil Aggregates in H. Bronswijk, 1991. Magnitude, modelling and significance of swelling and shrinkage processes in clay soils. Staring Centrum te Wageningen. Netherlands Journal of Agricultural Science 38 (1990): 175 – 194. Bullock P., Fedoroff N., Stoops G., Tursina T., Babel U. 1985. Handbook for Soil Thin Section Description. Waine Research Publications. England. Bullock P and Murphy CP. 1983. Soil Micromorphology. Volume I. Techniques and Aplications. Volume II. Soi Genesis. Proceedings 6th International Working Meeting Soi Micromorphology, AB Academic Publishers, Berkhamsted. Craswell ET, Pusparajah E. 1989. Management of Acid Soil in the Humid Tropics of Asia. Copublished by Australian Centre for International Agriculture Research and International Board for Soil Research and Management, Canberra. Dent DL. 1986. Acid Sulphate Soil : A Base Line Research And Development. ILRI Publs. 39. Wageningen. Netherlands. Hardjowigeno S. 1990. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah – IPB. Bogor.
10
Widjaya Adhi IPG, Subiksa IGM, Partohardjono S, Radjagukguk B. 1990. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Pasang Surut Studi Kasus Karang Agung, Sumatera Selatan. Risalah Seminar Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamp II. Bogor. Van Beers WJF. 1962. Acid Sulphate Soils. International Institute Land Reclamation Improvement. Bull.
11
-:l
CL t:
E:l Il> ::r; _.
.... ::1
"aq -'"
§
~
s-
p
$»
~
0 ~
~S-I!>a
~
(,I!::;
III ....
0-
2......
~
'-0
c:
-. ..,
~ 00
_.
-
t '"::to ~ ~~. e;:c
0 ~
.... .,J.
!!l. n
~n 3
e. I»
>'-"~3 o "'0
:;o as. ~ tr n
Q...
...,~~ o.... riC § ~ (0.
..
;:J
r
:J
... ~ "
r/i ~ e
o
~ ~
~
~
~
;:Q
~
~ ~
I')
~
~
~
~
~
~
~
=1 == =
~
0
~
-. S ..-.
;Q
~
f"1
3 -:: ;Q
~ ~
....
•
,,=,
~
.....
i» ~
CT
tI> ('1)
::»
~
5'
p.>
~
..en
0 t-t 0 2:
== tI:I
'"..... U2 '"0
ct.
""t
!»
'V
.....
,,~
~ ~
E....
en
-
c, ::..
s,
I': ~
;::-
~
!>:
;::-
@l
~
tw
~
~
~
@t
-