IDENTIFIKASI Drug Related Problems (DRPs) PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X” KLATEN TAHUN 2010
NASKAH PUBLIKASI
KHOIRUN NISA
Oleh: KHOIRUN NISA K100080050
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2012
1
IDENTIFIKASI Drug Related Problems (DRPs) PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X” KLATEN TAHUN 2010 IDENTIFY THE DRUG RELATED PROBLEMS AT HYPERTENSION PATIENT IN HOSPITAL “X” KLATEN IN 2010 Khoirun Nisa*, Tri Yulianti*. *Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ABSTRAK Drug Related Problems(DRPs) merupakan kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang dihubungkan dengan terapi obat. Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak ditemukan di RS “X” Klaten dengan jumlah kunjungan pada tahun 2010 sebanyak 2.284 pasien. Rata-rata pemberian obat hipertensi di RS “X” Klaten lebih dari dua macam obat. Hal ini dapat menimbulkan polifarmasi yang dapat meningkatkan ketidaktepatan pemilihan obat, dosis dan interaksi obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kejadian dan jumlah DRPs potensial kategori obat salah, dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat pada pasien hipertensi rawat jalan di RS “X” Klaten tahun 2010. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dan dilakukan secara observasional yang datanya diambil secara retrospektif. Subyek penelitian adalah pasien dewasa hipertensi primer dengan atau tanpa penyakit penyerta rawat jalan di RS “X” Klaten tahun 2010, yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data yang diambil dianalisis secara deskriptif non analitik meliputi karakteristik pasien, karakteristik obat dan identifikasi DRPs potensial. Hasil penelitian dari 110 pasien yang memenuhi kriteria inklusi menunjukkan bahwa sebanyak 7 kasus obat salah (6,36%), 2 kasus dosis kurang (1,82%), tidak terdapat kasus dosis lebih dan 18 kasus interaksi obat (16,36%). Kata kunci : DRPs, hipertensi, RS “X” Klaten. ABSTRACT Drug Related Problems(DRPs) are unwanted incidences that happen to patients associated with drug therapy. Hypertensive is cardiovascular disease most commonly found in the RS “X” Klaten with the number of visits in the year 2010 as many as 2.284 patients. Average hypertension drug in RS “X” Klaten more than two kinds of drugs. This can lead to polypharmacy which may increase the inappropriateness of drug selection, dosage, and drug interactions. Purpose of this study was to determine the incidence and number of potential DRPs category of wrong drugs, less dosage, more dosage and drug interactions in ambulatory hypertensive patients in RS “X” Klaten in 2010. This study includes the type of research conducted in non-experimental and observational data are
1
taken retrospectively. Study subjects were adult patients with primary hypertension with or without comorbidities in out patient RS “X” Klaten in 2010, taken by puposive sampling technique. data collected were analyzed using descriptive non analytical include patient characteristics, drug characteristics and identification of potential DRPs. Study of 110 patients who met the inclusi criteria show that as many as seven cases of wrong drug (6,36%), less dosage 2 cases (1,82%), there are no cases of more dosage and 18 cases from the interaction of drugs (16,36%). Keyword : DRPs, hypertensive, RS “X” Klaten.
I.
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang banyak ditemukan di
RS “X” Klaten dengan jumlah kunjungan pada tahun 2010 sebanyak 2.284 pasien dan menduduki peringkat 5 besar dari 10 besar kunjungan pasien yang berobat di RS “X” Klaten. Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan seumur hidup. Dampak dari penyakit hipertensi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi seperti gangguan jantung, gangguan ginjal dan stroke. Penting sekali untuk dokter mencoba mengenali dan mengobati penderita-penderita hipertensi pada masyarakat (Tagor, 2004). Mortalitas dan morbiditas yang diakibatkan oleh obat adalah masalah yang penting dan membutuhkan perhatian yang mendesak. Berdasarkan data dari program riset Boston Collaborative Drug Surveilance Program (BCDSP) ditemukan bahwa diantara 24.462 pasien perawatan medis, 24 atau 0,9% per 1000 dianggap telah meninggal akibat obat atau kelompok obat (Cipolle, 1998). Ketidaktepatan obat adalah salah satu DRPs yang paling berpotensi dalam kegagalan terapi serta timbulnya efek yang tidak diinginkan. Kontraindikasi lebih mudah untuk diamati dan diobservasi karena adanya data tentang indikasi dan data laboratorium dari pasien. Rata-rata obat hipertensi yang diberikan di RS “X” Klaten lebih dari dua macam obat. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya polifarmasi, sehingga kemungkinan terjadi ketidaktepatan obat, ketidaktepatan dosis dan interaksi obat makin besar.
2
Dampak negatif dari ketidaktepatan pemilihan obat antihipertensi sangat luas dan kompleks, dapat mengakibatkan tekanan darah sulit dikontrol dan menyebabkan penyakit lain seperti stroke, serangan jantung, penyakit ginjal (Chobanian et al., 2003). Pemberian dosis yang kurang dan berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya keberhasilan dan kemungkinan bisa menimbulkan reaksi toksik (Joenoes, 2004). Sedangkan interaksi obat dapat mengakibatkan meningkatnya toksisitas, sampai terjadinya kematian atau turunnya efek terapi pengobatan yang menyebabkan kegagalan pengobatan (Harkness, 1989). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis menganggap perlu dilakukan penelitian tentang Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien hipertensi rawat jalan dengan kategori obat salah, dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat di RS “X” Klaten Tahun 2010. Dengan maksud untuk mengetahui kejadian DRPs potensial yang terjadi pada pengobatan penyakit hipertensi.
II.
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Penelitian Alat: alat yang digunakan untuk menganalisis rekam medik adalah: British National Formulary 57 (2009), JNC VII Report, Drug Interaction, Drug Interaction Fact, Obat-obat penting: khasiat, penggunaan & efek-efek sampingnya (Tjay dan Rahardja, 2007). Bahan: bahan penelitian yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien hipertensi rawat jalan di RS “X” Klaten tahun 2010. B. Cara Penelitian Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik purposive sampling yaitu menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah: semua pasien hipertensi rawat jalan di RSI Klaten tahun 2010. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat
3
jalan di RSI Klaten Tahun 2010 yang sesuai dengan kriteria inklusi. Yang menjadi kriteria inklusi adalah: 1. Pasien yang didiagnosa hipertensi primer dengan atau tanpa penyakit penyerta di RS “X” Klaten Tahun 2010. 2. Menerima pengobatan antihipertensi dan obat lain. 3. Usia pasien lebih dari 18 tahun. 4. Karakteristik pasien meliputi: nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, gejala dan diagnosa, pemeriksaan tekanan darah, jenis obat, dosis, frekuensi pemberian. 5. Pengambilan data rekam medik periode Oktober-Desember tahun 2010
D. Metode Analisis Hasil penelitian dianalisis dengan metode deskriptif untuk memperoleh gambaran jenis-jenis DRPs yang terjadi dan persentase kejadian berupa: 1. Obat salah: Persentase obat salah diperoleh dari jumlah kasus obat salah dibagi jumlah kasus dalam penelitian dikalikan 100%. 2. Dosis kurang: Persentase dosis kurang diperoleh dari jumlah kasus dosis kurang dibagi jumlah kasus dalam penelitian dikalikan 100%. 3. Dosis lebih: Persentase dosis lebih diperoleh dari jumlah kasus dosis lebih dibagi jumlah kasus dalam penelitian dikalikan 100%. 4. Interaksi obat: Persentase interaksi obat diperoleh dari jumlah kasus interaksi obat dibagi kasus dalam penelitian dikalikan 100%.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada 110 pasien hipertensi primer yang masuk
kriteria inklusi dari 491 pasien yang didapatkan dari rekam medik yang menggunakan antihipertensi dan obat lain rawat jalan di Rumah Sakit “X” Tahun 2010.
4
A. Karakteristik Pasien 1. Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan tabel 2, rentang usia tertinggi adalah 46-59 th sebanyak 76 kasus atau sebesar 69,09%. Ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur, tekanan darah juga semakin tinggi (Chobanian et al., 2003). Tekanan darah juga meningkat sesuai usia akibat bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh (Tjay dan Rahardja, 2007). Tabel 2. Distribusi Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di RS “X”Klaten tahun 2010 No 1 2 3
Usia (th) 18-31 32-45 46-59
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah % Jumlah % 1 0,91 1 0,91 10 9,09 22 20 33 30 43 39,09
Total Jumlah 2 32 76
% 1,82 29,09 69,09
2. Penyakit Penyerta Berdasarkan distribusi penyakit penyerta pasien hipertensi primer rawat jalan di RS “X” Klaten tahun 2010 dapat diketahui penyakit penyerta yang banyak dijumpai adalah dislipidemia sebanyak 11 kasus atau sebesar 10% (tabel 3). Dislipidemia dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko utama kardiovaskular dan sebaiknya dikontrol pada penderita pasien hipertensi (Dipiro et al., 2008). Tabel 3. Distribusi Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan Berdasarkan Penyakit Penyerta di RS “X” Klaten tahun 2010 No 1
Penyakit Penyerta Dislipidemia
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Dispepsia Hiperurisemia Diabetes mellitus IHD Vertigo Cephalgia Myalgia HHD Pharingitis Ansietas CHF Pneumonia ISK Osteoartritis Asma Menorraghia
No Kasus 6, 11, 19, 34, 44, 68, 70, 75, 86, 94, 108 2, 7, 8, 40, 73, 81, 92, 93, 98 3, 75, 94, 107 11, 32, 63, 89 9, 12, 34 28, 67, 69 48, 106, 110 30, 46 49, 79 74, 88 65 70 75 78 89 109 73
Jumlah 11
Persentase (%) 10
9 4 4 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
8,20 3,64 3,64 3,64 2,72 2,72 1,82 1,82 1,82 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91
Ket: Persentase dihitung dari jumlah penyakit penyerta dibagi jumlah pasien (110) dikalikan 100%.
5
3. Pemeriksaan Tekanan Darah Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa diagnosa yang paling banyak pada pasien hipertensi primer adalah hipertensi stage II yaitu sebanyak 50 atau sebesar 45,46%. Tabel 4. Distribusi Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan Berdasarkan Tekanan Darah di RS “X”Klaten tahun 2010 No 1
Klasifikasi Tekanan Darah Pre hipertensi
Jumlah 19
% 17,27
41
37,27
50
45,46
110
100
SBP (120-139 mm Hg)* DBP (80-89 mm Hg)*
2
Hipertensi stage I SBP (140-159 mm Hg)* DBP (90-99 mm Hg)*
3
Hipertensi stage II SBP (≥ 160 mm Hg)* DBP (≥ 100 mm Hg)*
Total *Menurut JNC VII
B. Karakteristik Obat Karakteristik obat pada penelitian ini meliputi golongan obat antihipertensi dan golongan obat lain yang digunakan pada terapi pasien hipertensi primer di RS “X” Klaten tahun 2010. 1.
Penggunaan Obat Antihipertensi
Tabel 5. Distribusi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RS “X” Klaten Tahun 2010. No 1.
Golongan Obat CCB (Calcium channel blocker)
Nama Obat Amlodipin (Amdixal, Amlodipin, Divask, Tensivask)
Nifedipin (Adalat, Adalat Oros, Nifedipin) 2.
ACE-Inhibitor Captopril (Captopril)
Imidapril hidroklorida (Inhitril, Tanapress) Lisinopril (Interpril, Noperten) Ramipril (Hyperil) Perindopril (Prexum) 3.
Diuretik Hidroklorotiazid (HCT)
No. Kasus 3, 5, 7, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 26, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 46, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 56, 60, 62, 63, 66, 69, 73, 75, 83, 84, 85, 87, 88, 91, 92, 94, 95, 96, 97, 100, 101, 102, 105, 108, 109, 110 14, 22, 23, 59, 72, 103, 1, 5, 8, 10, 11, 12, 13, 16, 23, 27, 31, 36, 38, 44, 45, 47, 50, 55, 56, 57, 63, 65, 67, 71, 77, 80, 82, 86, 90, 99, 106, 107 4, 35, 46, 61, 89 39, 60, 68, 70, 73, 76, 84, 97, 104, 108, 109 64 38 3, 17, 20, 21, 25, 28, 64, 74, 78, 94, 96, 98
Jumlah 61
% (n=110) 55,45
6
5,45
33
30
5
4,55
11
10
1 1 12
0,91 0,91 10,90
6
Furosemid (Furosemid, Lasix) Spironolakton (Letonal) 4
ARB (Angiotensin receptor blocker)
Irbesartan (Irtan) Valsartan (Valsartan)
5
Beta-blocker
6
α-blocker
Losartan (Losartan) Bisoprolol (Bicor, Bisoprolol, Maintate) Terazosin Hcl (Hytrin)
2, 23, 29, 37, 49, 55, 62, 70, 84
9
37 6,8, 9, 28, 68, 70, 73, 78, 79, 83 7, 16, 21, 30, 31, 32, 42, 51, 58 102 29, 53, 61, 74, 81, 83, 93, 94, 100 55
1
0,91
10
9,09
9
8,20
1 9
0,91 8,20
1
0,91
8,20
Ket: Persentase dihitung dari jumlah obat dibagi jumlah pasien (110) dikalikan 100%.
Berdasarkan tabel 5, diperoleh obat antihipertensi yang sering diberikan yaitu amlodipin sebanyak 61 atau sebesar 55,45%. Amlodipin merupakan golongan CCB (Calsium channel blocker) yang menurunkan tekanan darah dengan jalan menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Sebagai monoterapi CCB memberikan efektivitas yang sama dengan obat antihipertensi yang lain. CCB tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap, lipid, gula darah, maupun asam urat (Nafrialdi, 2007). Menurut JNC VII pilihan pertama pada pasien hipertensi adalah diuretik thiazid. Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan teori, hal ini kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. 2. Penggunaan Obat Lain Selain diberikan obat antihipertensi, pasien hipertensi juga diberikan obat lain. Pada tabel 6, dapat dilihat penggunaan obat lain yang paling sering diberikan adalah golongan analgesik yaitu sebanyak 27 atau sebesar 24,55%, obat lain yang sering digunakan adalah antitukak yaitu sebanyak 26 atau sebesar 23,64%. Banyaknya penggunaan obat lain kemungkinan digunakan untuk mengatasi keluhan yang dirasakan oleh pasien. Tabel 6. Distribusi Penggunaan Obat Lain Pada Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RS “X” Klaten tahun 2010. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Golongan Obat Analgesik Antitukak Vitamin dan Mineral Penurun Kolestrol Antiinflamasi Antibiotik Sal. Nafas Antiplatelet Ansietas Obat Hipoglikemik Oral Antiangina Gout Antivertigo
Jumlah 27 26 19 14 12 9 6 5 5 5 4 4 2
% (n=110) 24,55 23,64 17,27 12,73 10,90 8,20 5,45 4,54 4,54 4,54 3,64 3,64 1,82
7
14 15 16 17 18 19
Hemostatik Antimigrain Penghambat Neuromuskular Vasodilator Antihistamin Asma
2 2 2 2 1 1
1,82 1,82 1,82 1,82 0,91 0,91
Ket: Persentase dihitung dari jumlah obat dibagi jumlah pasien (110) dikalikan 100%.
C. Identifikasi Drug related problems Jenis-jenis DRPs yang diidentifikasi meliputi obat salah, dosis kurang, dosis lebih dan interaksi obat. Dari 110 kasus hipertensi primer terdapat 7 kasus obat salah atau sebesar 6,36%, dosis kurang sebanyak 2 kasus atau sebesar 1,82%, tidak ditemukan kasus dosis lebih dan interaksi obat sebanyak 18 kasus atau sebesar 16,36%. 1. Obat Salah Obat salah adalah obat yang memiliki kontraindikasi dan obat bukan pilihan utama pada hipertensi dibandingkan dengan The Joint National Committe 7 Report (JNC 7). Pada penelitian ini terdapat 7 kasus obat salah atau sebesar 6,36%. Penggunaan ACEI (Captopril dan lisinopril) memiliki efek samping batuk kering dan bronkospasme atau asma. Sehingga tidak direkomendasikan untuk hipertensi disertai batuk dan asma karena dapat memperburuk gejala pada pasien (Tjay dan Rahardja, 2007). Penggunaan hidroklorotiazid dikontraindikasikan pada pasien
hipertensi
dengan
hiperurisemia
karena
hidroklorotiazid
dapat
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga dapat mencetuskan serangan gout akut (Nafrialdi, 2007). Intunal F merupakan obat saluran nafas, yang mengandung senyawa antara lain fenilpropanolamin HCl. Obat ini harus dihindarkan pada pasien hipertensi, karena dapat meningkatkan tekanan darah (BPOM, 2008). Hytrin (Terazosin) merupakan obat antihipertensi yang bukan pilihan utama untuk penanganan hipertensi (Dipiro, et al., 2008) (tabel 7). Tabel 7. Distribusi DRPs Potensial Obat Salah yang Terjadi Pada Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RS “X” Klaten tahun 2010 No. Kasus 80, 109
Nama Obat Captopril dan Lisinopril
Kontraindikasi Batuk dan asma
3, 94
Hidroklorotiazid
Hiperurisemia
20, 48,
Intunal F
Hipertensi
Drug of choice
Gejala dan kondisi pasien Hipertensi dengan batuk dan asma Hipertensi dengan hiperurisemia Hipertensi
Jumlah 2
% (n=110) 1,82
2
1,82
2
2,72
8
110 55
Hytrin
Bukan pilihan utama pada pasien hipertensi
Hipertensi Stage I
1
0,91
*ket: persentase dihitung dari jumlah kasus obat salah dibagi dengan jumlah pasien (110) dikalikan 100%.
2. Dosis Kurang Dosis kurang adalah pasien menerima obat dengan dosis dibawah dosis lazim atau frekuensi pemberian tidak sesuai dengan dosis standar. Kejadian DRPs akibat dosis yang tidak adekuat atau efektif merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menambah biaya terapi bagi pasien (Cipolle et al., 1989). Standar yang digunakan untuk menganlisa dosis kurang adalah British National Formulary 57 (2009). Pada penelitian ini terdapat 2 kasus dosis kurang atau sebesar 1,82%. Tabel 8. Distribusi DRPs Potensial Dosis Kurang yang Terjadi Pada Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RS “X” Klaten tahun 2010 No. Kasus 59 4
Nama Obat Nifedipin Tanapress
Dosis yang diberikan 10 mg 2 x 1 2,5 mg 1 x 1
Dosis menurut standar 10 mg 3 x 1* 5-10 mg 1 x 1*
Jumlah 1 1
% (n=110) 0,91 0,91
*Standar acuan British National Formulary 57. ket: persentase dihitung dari jumlah kasus dosis kurang dibagi dengan jumlah pasien (110) dikalikan 100%.
Nifedipine adalah obat hipertensi golongan CCB (Calsium channel blocker), yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat pemasukan ion Ca ekstrasel ke dalam sel dan dengan demikian dapat mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi myocard serta dinding pembuluh. Tanapress (Imidapril hidroklorida) adalah obat hipertensi golongan ACE-inhibitor yang menurunkan tekanan darah dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron (Nafrialdi, 2007). 3. Dosis Lebih Dosis lebih adalah pasien menerima obat dengan dosis diatas dosis lazim atau frekuensi pemberiannya melebihi dosis standar. Pemberian dosis yang berlebihan
dapat
mengakibatkan
terganggunya
keberhasilan
terapi
atau
kemungkinan bisa menimbulkan reaksi toksik. Penggunaan berlebihan dari semestinya ini dapat juga menyebabkan alergi atu efek yang berlebihan, mungkin
9
sampai keracunan sehingga berbahaya bagi pasien (Joenoes, 2004). Analisis dosis lebih menggunakan standar British National Formulary 57 (2009). Pada penelitian ini tidak terdapat kasus dosis lebih.
4. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa yang mana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Acuan yang digunakan untuk menganalisis interaksi obat adalah Drug Interaction dan Drug Interaction Fact. Pada penelitian ini terdapat 18 kasus atau sebesar 16,36% (tabel 9). Tabel 9. Distribusi Interaksi Obat Potensial Pada Pasien Hipertensi Pimer Rawat Jalan di RS “X” Klaten tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Obat yang berinteraksi Allopurinol dan Captopril Allopurinol dan Hidroklorotiazid Furosemid dan ACE I Captopril dan Aspirin Captopril dan ARB Atorvastatin dan Gemfibrozil Diklofenak dan Ranitidin Furosemid dan Aspirin Kalium klorida dan Spironolakton Spironolakton dan Lisinopril
Interaksi Meningkatkan risiko efek hipersensitifitas (3)* Peningkatan hipersensitivitas dari allopurinol (5)* Menurunkan efek diuresis (6)* Menurunkan efek hipotensi dan vasodilator dari ACE I (4)* Meningkatkan risiko hipotensi, gangguan ginjal, dan hiperkalemia pada pasien dengan gagal jantung ** Memperparah myopathy atau rhabdomyolisis (2)* Perubahan aksi terapeutik dari NSAIDs (7)* Terganggunya respon diuresis pada pasien sirosis dan ascites (8)* Peningkatan retensi potasium dan memperparah hiperkalemia (1)* Peningkatan konsentrasi serum potassium pada gagal ginjal (2)*
No. Kasus 107
Jumlah 1
% 0,91
3, 94
2
1,82
23, 55, 70, 84 55
4
3,64
1
0,91
8, 16, 31, 68, 73 94
5
4,54
1
0,91
98
1
0,91
55
1
0,91
37
1
0,91
70
1
0,91
Ket: *tingkat keparahan dan dokumentasi menurut Tatro 2001 (angka dalam kurung pada kolom interaksi), ** menurut Stockley 2008. 1 = mayor, established. 2 = mayor, suspected. 3 = mayor, possible. 4 = mayor, unlikely. 5 = moderat, possible. 6 = minor, suspected. 7 = minor, posibble. 8 = minor, unlikely.
10
a. Captopril dan Allopurinol Dua kasus telah dilaporkan meliputi terkena reaksi hipersensitivitas pada pasien yang menerima alllopurinol dan ACE-inhibitor captopril. Reaksi hipersensitivitas yang parah telah dilaporkan dengan kedua captopril dan allopurinol ketika diberikan sendiri. Efek: risiko hipersensitif dari allopurinol ditingkatkan. Pengatasannya adalah: Hentikan kedua obat, jika terjadi reaksi hipersensitiva (Tatro, 2001). b. Allopurinol dan Hidroklorotiazid Efek: diuretik tiazid yang diberikan dengan terapi allopurinol telah dihubungkan
dengan
peningkatan
kejadian
reaksi
hipersensitivitas
dari
allopurinol. Pengatasannya adalah jika reaksi hipersensitivitas dari allopurinol berkembang, menilai status klinik dari pasien untuk menentukan agen penyebab. Pengubahan terapi jika diperlukan (Tatro, 2001). c. Furosemid dan ACE I Efek:
loop
diuretik
mungkin
diturunkan.
Pengatasannya
adalah:
Monitoring status cairan dan berat badan pada pasien saat terapi ACE I dimulai (Tatro, 2001). d. Captopril dan Aspirin Efek hipotensi dan vasodilator dari ACEI mungkin menjadi berkurang. Pengatasannya adalah: monitor tekanan darah, parameter hemodinamik. Jika mungkin hentikan salisilat jika ada efek hemodinamik yang muncul (Tatro, 2001). e. Captopril dan ARB ACE-inhibitor dan ARB dapat mempunyai efek samping ginjal dan dapat menyebabkan hiperkalemia. Pada studi double-blind pada pasien dengan gagal jantung, kombinasi valsartan dan captopril menghasilkan efek samping yang lebih tinggi daripada bila obat diberikan sendiri. Efek: Meningkatkan risiko hipotensi, gangguan ginjal dan hiperkalemia pada pasien dengan gagal jantung. Pengatasannya adalah: monitor fungsi renal dan serum potasium secara hati-hati ketika digunakan bersama (Stockley, 2008).
11
f. Atorvastatin dan Gemfibrozil FDA melaporkan menerima 12 kasus dari myolisis dan rhabdomyolisis yang dihubungkan dengan pemberiaan bersamaan lovastatin dan gemfibrozil. Efek: Myophaty dan rhabdomyolisis yang parah mungkin terjadi. Pengatasannya adalah: jika kombinasi dari kedua agen tidak dapat dihindari, monitor pasien secara sering dari tanda dan gejala myopathy atau rhabdomyolisis (Tatro, 2001). g. Diklofenak dan Ranitidin Aksi terapetik dari NSAIDs mungkin dirubah. Pengatasannya adalah: tidak ada perlakuan klinis yang dibutuhkan (Tatro, 2001). h. Furosemid dan Aspirin Respon loop diuretik mungkin diganggu dengan pasien sirosis dan ascites. Pengatasannya adalah: tidak ada intervensi klinik yang dibutuhkan. Untuk pasien dengan sirosis dan ascites yang menerima loop diuretik, gunakan salisilat dengan hati-hati (Tatro, 2001). i. Kalium klorida dan Spironolakton Efek: spironolakton akan meningkatkan retensi potasium dan dapat menghasilkan hiperkalemia yang parah. Mekanisme: pengurangan eliminasi ginjal dari ion potasium. Pengatasannya adalah: jika tanpa data dari pasien dengan gejala klinik hipokalemia tidak perlu menggunakan kombinasi. Jika kombinasi dibutuhkan, pasien seharusnya konseling diet yang keras dan monitoring konsentrasi serum potasium (Tatro, 2001). j. Spironolakton dan Lisinopril Efek: kombinasi ACE I dan spironolakton mungkin menghasilkan kenaikan konssentrasi serum potasium pada pasien tertentu dengan faktor risiko yang tinggi (gagal ginjal). Pengatasannya adalah: monitor fungsi ginjal dan konsentrasi serum potasium. Disiapkan terapi tambahan jika diperlukan (Tatro, 2001). IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat kejadian DRPs pada pasien hipertensi primer rawat jalan di RS “X” Klaten tahun 2010 kategori obat salah sebanyak 7 kasus (6,36%), dosis kurang 12
sebanyak 2 kasus (1,82%), tidak terdapat kasus dosis lebih dan interaksi obat sebanyak 18 kasus (16,36%). B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kategori jenis-jenis DRPs yang lain pada pasien hipertensi. 2. Perlu adanya komunikasi dan kerjasama yang baik antara farmasis, dengan tenaga profesional lainnya seperti dokter dan perawat. Hal ini sebagai bagian dari Pharmaceutical care dalam rangka mencegah terjadinya Drug Related Problems pada pasien. 3. Perlu dihindari kombinasi obat yang dapat berpotensi menimbulkan keparahan penyakit.
V. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis banyak memperoleh bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepAada Ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt sebagai pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan. VI.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Chobanian, A. V., Bakris, C.L., Black, H.R., Green, L. A., Joseph, L. I., 2003, The Seventh Report of The Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), 1-4, National Institute of US Departement of Health and Human Servis, New York. Cipolle, R.J, Strand, LM, and Morley, P., 1998, Pharmaceutical Care Practice, 82-83, 115, The McGraw-Hill Companies. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M., 2008, Pharmacotheraphy A Pathopysiologic Approach, Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies Inc., USA
13
Harkness, R., 1989, Interaksi Obat, 13a, diterjemahkan oleh Agoes, G., dan Widianto, M.B., Penerbit ITB, Bandung. Joenoes, Nanizar, Z., 2004, ARS Prescribend, Resep yang Rasional I, Edisi 21, 49-66, Airlangga Universitas Press, Surabaya. Nafrialdi., 2007, Antihipertensi dalam Sulistia Gan Gunawan, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Hal 343-346, 348-350, 354-359, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sukandar, Y. E., Andrajati, R., Sigit, I., J., Adyana, K., I., Setiadi, P., Kusnandar., 2008, ISO Farmakoterapi, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Stockley, I.H., 2008, Drug Interaction, Cambridge University Press, Cambridge. Tagor, GM., 2004, Hipertensi Esensial, Dalam: Rilantono Lily, I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono Poppy, S., Buku Ajar KARDIOLOGI, 197, Balai Penebit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, A wolterss Kluwer Company, St Louis Missouri. Tjay, T. H., dan Raharja, K., 2007, Obat-obat Penting (Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi 6), PT Elex Media Komputindo; Jakarta.
14