IDENTIFIKASI BAKTERI ASAL SALURAN PERNAFASAN ATAS (Blowhole) LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI KAWASAN KONSERVASI PANTAI CAHAYA KENDAL JAWA TENGAH
ELOK PUSPITA RINI B04080190
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pernafasan Atas (Blowhole) Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengahadalah karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2012
Elok Puspita Rini B04080190
ABSTRACT ELOK PUSPITA RINI. Identification of Upper Respiratory Tract (Blowhole) Bacteria in Bottlenose Dolphin (Tursiops aduncus). Under supervision of AGUSTIN INDRAWATI and TITIEK SUNARTATIE. Recently years, dolphin conservations more active to do in Indonesia. The population of dolphin has declined because of illegal hunting. The concerned problems of dolphin conservations are health management which related with infectious diseases. The knowledge of microorganisms associated with dolphin is still limited, particularly which is bacteria in upper respiratory tract. The aim of this research was to identify the type of bacteria in upper respiratory tract of indo-pacific bottlenose dolphin (Tursiops aduncus). Swab sampling from the upper respiratory tract (blowhole) of 11 dolphins was cultured in selective media. This research found 15 types of bacteria in the upper respiratory tract such as Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., Bacillus sp., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Proteus sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Pasteurella sp., Edwardsiella tarda, Alcaligenes faecalis, and Yersinia sp. The frequent bacteria that found in dolphin upper respiratory tract are Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., and Bacillus sp. Some bacterias, such as Pseudomonas sp., Staphylococcus aureus., Staphylococcus epidermidis, Salmonellasp., Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., and Edwardsiella tarda are potentially patogen for dolphins. Keywords: Bottlenose dolphin¸ Tursiops aduncus, blowhole, upper respiratory tract bacteria.
RINGKASAN ELOK PUSPITA RINI. Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pernafasan Atas (Blowhole) Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah. Dibimbing oleh AGUSTIN INDRAWATI dan TITIEK SUNARTATIE. Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (Tursiops aduncus) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan laut Indonesia yang dipelihara di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah. Sampel swab blowhole diambil dari 11 ekor lumba-lumba yang dalam keadaan sehat tanpa menunjukkan gejala klinis sakit. Dari seluruh sampel swab blowhole yang diperiksa berhasil diisolasi 67 isolat bakteri. Bakteri yang berhasil diidentifikasi sebanyak 46 isolat dan sisanya sebanyak 21 isolat tidak dapat teridentifikasi. Isolat yang tidak teridentifikasi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya pertumbuhan bakteri pencemar yang merusak biakan isolat, pertumbuhan cendawan pengganggu, dan keterbatasan media untuk uji lanjutan. Hasil identifikasi 46 isolat tersebut didapatkan 15 jenis bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus, yang terdiri dari 12 jenis bakteri Gram negatif dan 3 jenis bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif yang berhasil diidentifikasi yaitu, Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Proteus sp, Pasteurella sp., Edwardsiella tarda, Alcaligenes faecalis, dan Yersinia sp. Bakteri Gram positif yang berhasil diidentifikasi yaitu, Bacillus sp., Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah Actinobacillus sp. Jenis bakteri seperti Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., Staphylococcus sp., Proteus sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Pasteurella sp., dan Edwardsiella sp. merupakan jenis-jenis bakteri yang dapat ditemukan di kulit, sistem respirasi, sistem digesti, sistem urogenital, dan sistem retikuloendotelial mamalia laut (Higgins 2000) termasuk lumbalumba. Morris et al. (2011) juga melaporkan bahwa jenis Bacillus sp. merupakan jenis bakteri yang umum ditemukan pada blowhole dan lambung lumba-lumba hidung botol atlantis (T. truncatus) di perairan laut tenggara Amerika Serikat. Kelompok Enterobacteriaceae merupakan bakteri Gram negatif yang sering ditemukan pada berbagai jaringan tubuh Pinnipidae, yaitu mencapai 75% dari total bakteri Gram negatif yang ditemukan (Thornton 1995). Keberadaan Enterobacteriaceae pada Pinnipidae ini juga mungkin ditemukan pada mamalia laut seperti lumba-lumba. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dunn et al. (2001) dan Foster et al. (1999) keberadaan bakteri-bakteri patogen seperti Pseudomonas sp., Staphylococcus sp., dan Salmonella sp. pada saluran pernafasan lumba-lumba berpotensi untuk terjadinya pneumonia. Streitfeld et al. (1976) juga
menyebutkan bahwa S. aureus merupakan mikroflora normal di dalam tubuh T. truncatus yang hidup liar. Dalam penelitian ini kondisi lumba-lumba yang digunakan untuk sampel swab blowhole dalam kondisi sehat, walaupun dari hasil identifikasi swab blowhole tersebut ditemukan 15 jenis bakteri yang beberapa diantaranya kemungkinan bersifat patogen. Hasil identifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri-bakteri yang berhasil diidentifikasi merupakan bakteri-bakteri yang umum ditemukan di dalam saluran pernafasan lumba-lumba, termasuk jenis T.aduncus di Indonesia. Keberadaan bakteri-bakteri patogen di dalam saluran pernafasan lumba-lumba yang berpotensi menyebabkan pneumonia perlu menjadi perhatian khusus dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit. Upaya ini bertujuan untuk mendukung kesuksesan usaha konservasi T. aduncus di Indonesia. Kata kunci: Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik, Tursiops aduncus, blowhole.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
IDENTIFIKASI BAKTERI ASAL SALURAN PERNAFASAN ATAS (Blowhole) LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI KAWASAN KONSERVASI PANTAI CAHAYA KENDAL JAWA TENGAH
ELOK PUSPITA RINI B04080190
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa NIM Program Studi
: Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pernafasan Atas (Blowhole) Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah : Elok Puspita Rini : B04080190 : Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. drh. Agustin Indrawati, M. Biomed 19650815 199103 2 001
drh. Titiek Sunartatie, MS 19620806 198703 2 001
Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB
drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet 19630810 198803 1 004
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pernafasan Atas (Blowhole) Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan. Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Papa, mama, dan adik tersayang (Fifi dan Ridwan) serta keluarga atas kasih sayang, doa, semangat, motivasi, dan nasihat yang membangun penulis. 2. Dr. drh. Agustin Indrawati, M.Biomed dan drh. Titiek Sunartatie, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, kritik, saran, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. PT. Wersut Seguni Indonesia (WSI) Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah atas kesediaan dan izin untuk melakukan penelitian. 4. Dr. drh Setyo Widodo selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasi selama di FKH IPB. 5. Andika Pandu Wibisono atas kasih sayang, perhatian, masukan, doa, dan semangat kepada penulis. 6. Tim lumba-lumba (Marlina dan Hana) atas kerjasama, semangat, motivasi, dan kebersamaan selama penelitian. 7. Sahabat dan saudara Bateng 23 (Teh Ayu, Teh Laras, Ambar, Anita, Lusi, Winda, Duti, Anggun, dan Nindi) atas semangat dan keceriaan. 8. Rahmah, Desray, Babang, dan Arca atas bantuan selama penelitian. 9. drh. Usamah Afiff, M.Sc., dosen laboratorium bakteriologi atas ilmu dan bimbingannya serta Pak Ismet dan Mbak Selyn laboran dan teknisi bakteriologi atas bantuan selama penelitian. 10. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membukakan gerbang pengetahuan bagi penulis. 11. Teman-teman Avenzoar FKH 45, HIMPRO HKSA, IMAKAHI Cabang FKH IPB, Civitas Akademika FKH IPB atas kebersamaan dan suasana kekeluargaan yang telah kita lalui selama masa pendidikan di IPB. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Terima kasih untuk kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor,
November 2012 Elok Puspita Rini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1989 di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sutoyo Supardi dan Sumarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 02 Klegen Madiun pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 01 Madiun. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 01 Madiun. Pada tahun yang sama penulis berhasil lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan di IPB penulis pernah menjadi reporter buletin Vetzone BEM FKH Kabinet Katalis, divisi keuangan IMAKAHI (2009-2010), Sekretaris II Himpro HKSA (2009-2010), Sekretaris umum Himpro HKSA (20102011), dan BPH Himpro HKSA (2011-2012). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, seperti Pelatihan Manajemen Satwa Akuatik (PMSA), Pet Care Day (PCD), dan Seminar Nasional IMAKAHI. Pada tahun 2011, penulis melakukan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) di Klaten Jawa Tengah. Pada tahun 2012 makalah ilmiah penulis berhasil lolos seleksi dalam Karya Ilmiah Veteriner Nasional (KIVNAS) yang ke-12 di Yogyakarta.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 I.1 Latar Belakang ........................................................................................1 I.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................3 I.3 Manfaat Penelitian ..................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4 II.1 Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) .............4 II.2 Bakteri ...................................................................................................7 II.3 Bakteri pada Tursiops aduncus..............................................................9 II.3.1 Aeromonas hydrophila ..........................................................10 II.3.2 Vibrio alginolyticus...............................................................11 II.3.3 Mycobacterium spp ...............................................................12 II.3.4 Nocardia ...............................................................................14 II.3.5 Staphylococcus aureus ..........................................................15 BAB III BAHAN DAN METODE ........................................................................17 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................17 III.2 Materi Penelitian ................................................................................17 III.3 Metode Penelitian ...............................................................................17 III.3.1 Pengambilan Sampel ...........................................................17 III.3.2 Isolasi Bakteri ......................................................................18 III.3.3 Pemurnian Bakteri dan Pewarnaan Gram............................18 III.3.4 Identifikasi Bakteri Gram Negatif .......................................19 III.3.5 Identifikasi Bakteri Gram Positif.........................................23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................26 IV.1 Hasil ...................................................................................................26 IV.2 Pembahasan ........................................................................................28 Actinobacillus sp. ...........................................................................30 Pseudomonas sp. ............................................................................32 Moraxella sp. ..................................................................................34 Bacillus sp. .....................................................................................36 Staphylococcus sp.. .........................................................................37 Citrobacter sp .................................................................................39 Salmonella sp..................................................................................41 Serratia sp. .....................................................................................43 Klebsiella sp. ..................................................................................44 Proteus sp. ......................................................................................45
Pasteurella sp .................................................................................46 Edwardsiella tarda . .......................................................................48 Alcaligenes faecalis ........................................................................50 Yersinia sp. .....................................................................................51 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................53 V.1 Simpulan ..............................................................................................53 V.2 Saran ....................................................................................................53 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................54 LAMPIRAN ...........................................................................................................58
DAFTAR TABEL Halaman 1 Bakteri pada sistem pernafasan lumba-lumba hidung botol .................................9 2 Karakteristik biokimiawi A. hydrophila..............................................................11 3 Karakteristik biokimiawi V. alginolyticus ..........................................................12 4 Kelompok Mycobacterium spp. patogen pada hewan ........................................13 5 Karakteristik biokimiawi Mycobacterium spp. ...................................................14 6 Karakteristik biokimiawi Nocardia spp. .............................................................14 7 Karakteristik biokimiawi S. aureus .....................................................................15 8 Hasil identifikasi bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus ....................27 9 Persentase bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus...............................27
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Distribusi T. aduncus ...........................................................................................5 2 Gambar morfologi T. aduncus.............................................................................6 3 Perbandingan kapasitas maksimum paru-paru dan jumlah total udara yang dapat dihirup oleh kuda, manusia, singa laut, berang-berang laut, lumba-lumba pantai (pelabuhan), lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus), paus hidung botol, dan paus sirip.. ..............................................................................7 4 Koloni A. hydrophila pada media agar darah ....................................................10 5 Koloni A. hydrophila pada media MacConkey agar .........................................11 6 Hemolisis pada agar darah oleh S. aureus. ........................................................16 7 Diagram alir identifikasi bakteri Gram negatif. ................................................20 8 Diagram alir identifikasi bakteri Gram positif ..................................................25 9 Diagram alir identifikasi bakteri famili Micrococcaceae ..................................25 10 Morfologi Actinobacillus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................31 11 Morfologi Pseudomonas sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................33 12 Morfologi Moraxella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................35 13 Morfologi Bacillus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ...36 14 Morfologi S. aureus dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X .......38 15 Morfologi S. epidermidis dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................39 16 Morfologi Citrobacter sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................40 17 Morfologi Salmonella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. .................................................................................................................42 18 Morfologi Serratia sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ...43 19 Morfologi Klebsiella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................44 20 Morfologi Proteus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ....46 21 Morfologi Pasteurella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................47 22 Morfologi Edwardsiella tarda dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ..................................................................................................................49 23 Morfologi Alcaligenes faecalis dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. .................................................................................................................50 24 Morfologi Yersinia sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X ...52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Morfologi Koloni Bakteri pada Media Blood Agar (BA) dan MacConkey Agar (MCA) ...............................................................................................................59 2 Hasil Identifikasi Bakteri Saluran Pernafasan Atas Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) .......................................................................62
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Perairan laut di Indonesia terkenal dengan keindahan laut dan potensi kekayaan sumber hayati yang beraneka ragam. Salah satu sumber hayati yang melimpah tersebut adalah banyaknya berbagai jenis ikan dan beberapa jenis mamalia laut. Mamalia laut merupakan salah satu anggota kelas mamalia yang telah beradaptasi untuk hidup di dalam air. Mamalia laut terdiri dari ordo Cetacea (paus, lumba-lumba besar, Porpoise atau lumba-lumba kecil), subordo Pinnipedia (anjing laut, singa laut, dan beruang laut) dan ordo Sirenia (dugong (duyung) dan Manatees). Semua anggota mamalia laut tersebut termasuk ke dalam satwa langka yang dilindungi di seluruh dunia. Lumba-lumba tergolong mamalia laut yang cerdas, memiliki empati, dan rasa sosial yang tinggi terhadap kelompoknya maupun pada manusia. Terdapat lebih dari 40 jenis lumba-lumba di dunia yang terbagi dalam 17 genus. Contoh lumba-lumba dari beberapa genus, diantaranya lumba-lumba moncong panjang dan moncong pendek dari genus Delphinus. Genus Tursiops terdiri dari lumbalumba hidung botol atlantis dan indo-pasifik. Northern dan southern rightwhale dolphin dari genus Lissodelphis. Genus Stenella terdiri dari atlantic spotted dolphin, clymene dolphin, spinner dolphin, pantropical spotted dolphin, dan lumba-lumba belang. Pesut dari genus Oracella dan lain sebagainya. Lumbalumba hidung botol indo-pasifik (Tursiops aduncus) merupakan salah satu jenis mamalia laut yang dapat ditemukan di perairan laut Indonesia. Lumba-lumba ini sering digunakan dalam pentas satwa dan sering muncul dalam tayangan televisi maupun iklan-iklan (Priyono 2008). Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sonar yang dihasilkan oleh lumba-lumba juga dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif penderita autis. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, T. aduncus merupakan salah satu fauna yang perlu dilindungi keberadaannya. Berdasarkan konvensi
2
internasional yang mengatur perdagangan tumbuhan dan satwa liar, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), T. aduncus dikategorikan ke dalam Appendix II yaitu daftar nama spesies yang tidak terancam kepunahan. Status T. aduncus ini mungkin saja berubah menjadi terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Persatuan organisasi konservasi dunia atau International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan bahwa status populasi lumba-lumba di Indonesia adalah dalam keadaan terancam (threatened) yang dikategorikan dalam red list. Beberapa tahun belakangan ini perhatian dunia tertuju pada penyebaran dan kelestarian Cetacea. Hal ini dikarenakan populasi Cetacea yang sudah semakin menurun akibat adanya penangkapan ilegal dan kerusakan lingkungan. Salah satu kelompok Cetacea yang mengalami penurunan jumlah populasi di Indonesia adalah T. aduncus. Penurunan jumlah populasi T. aduncus disebabkan oleh beberapa hal di antaranya kerusakan lingkungan, lalu lintas perairan, dan penangkapan tidak sengaja oleh jaring nelayan. Berkaitan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan potensi Indonesia sebagai negara kepulauan serta status populasi T. aduncus di Indonesia yang terancam punah menurut IUCN, maka diperlukan pengelolaan dan upaya konservasi terhadap T. aduncus sehingga populasi lumba-lumba tersebut dapat tetap terjaga. Salah satu informasi yang diperlukan agar upaya konservasi terhadap T. aduncus berhasil antara lain mengenai manajemen kesehatan satwa yang berkaitan dengan penyakit dan agen-agen penyebabnya. Penelitian tentang keberadaan bakteri, virus, protozoa, atau cendawan sebagai mikroflora normal maupun mikroorganisme patogen pada T. aduncus belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan masih sedikitnya informasi yang berhubungan dengan masalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksius pada T. aduncus. Identifikasi bakteri di saluran pernafasan T. aduncus merupakan salah satu usaha untuk membantu melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit yang lebih efektif pada T. aduncus, khususnya untuk lumba-lumba di kawasan konservasi. Oleh karena itu diperlukan penelitian terkait hal tersebut untuk mendukung keberhasilan upaya konservasi T. aduncus di Indonesia.
3
I.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang terdapat pada saluran pernapasan atas (blowhole) T. aduncus, sehingga dapat diketahui jenis-jenis bakteri yang berpotensi sebagai patogen pada T. aduncus.
I.3. Manfaat Penelitian Memberikan informasi tentang jenis-jenis bakteri yang terdapat pada saluran pernafasan atas (blowhole) T. aduncus, baik berupa flora normal ataupun bakteri patogen, sehingga mampu mendukung pelaksanaan upaya konservasi lumba-lumba di Indonesia dan di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah khususnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus) pada awalnya dikenal dengan nama Delphinus aduncus. Kata Tursiops diambil dari gabungan bahasa Yunani tursio yang artinya lumba-lumba dan ops yang berarti rupa atau berbentuk, sedangkan aduncus berasal dari bahasa latin yang berarti bengkok (rahang bawah sedikit membengkok ke belakang) (Perrin et al. 2001). Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik dapat diklasifikasikan ke dalam: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Cetacea
Famili
: Delphinidae
Genus
: Tursiops
Spesies
: Tursiops aduncus Status taksonomi atau klasifikasi dari T. aduncus masih diragukan sampai
sekitar tahun 2000. Wang et al. (2000) membuktikan bahwa terdapat perbedaan morfologi dari lumba-lumba hidung botol genus Tursiops, yaitu antara lumbalumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus) dengan lumba-lumba hidung botol atlantis (T. truncatus) yang merupakan kerabat dekatnya. Berdasarkan studi yang dilakukan Wang et al. (2000) tersebut dapat diketahui bahwa T. aduncus cenderung memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan T. truncatus, yaitu dengan panjang tubuh lebih kurang 2,5-2,7 m dan bobot badan 200 kg, namun secara lebih detail T. aduncus memiliki moncong yang lebih panjang dan totol atau bercak hitam pada bagian ventral tubuhnya. Salah satu faktor yang menyebabkan keraguan status taksonomi dari Tursiops adalah distribusi dari populasinya yang luas dan adaptasi lokal populasi dengan lingkungan perairan yang berbeda (Gambar 1) (Perrin et al. 2001).
5
Hipotesis distribusi Distribusi yang tercatat
Distribusi spesies yang telah beradaptasi
?
Distribusi yang belum pasti
Gambar 1 Distribusi T. aduncus(Perrin et al. 2001). Badan T. aduncus berbentuk streamline karena terdapat lapisan lemak atau blubber yang berfungsi untuk memperhalus bentuk badannya. Kulit yang halus juga memberikan kontribusi yang besar pada T. aduncus untuk membantu mengurangi hambatan saat berenang. T. aduncus tidak memiliki leher, sehingga kepalanya menyatu sempurna dengan badan. Begitu halnya dengan telinga bagian luar, T. aduncus hanya memiliki lubang kecil di sisi lateral kepalanya yang dilapisi lilin. Bagian mata tampak lebih menonjol ke arah lateral saat dilihat dari atas. Secara umum T. aduncus memiliki proporsi sirip dorsal (dorsal fin) dan sirip ventral (flipper) yang lebih besar dibandingkan T. truncatus bila dilihat dari ukuran tubuhnya yang lebih kecil (Perrin et al. 2001). Bentuk sirip ventral (flipper) yang kaku disebabkan karena adanya kerangka kaki depan dan jari-jari seperti pada mamalia lain, namun kerangka ini hanya dapat digerakkan pada bagian bahu saja, sehingga tidak dapat digerakkan sebebas kaki depan mamalia. Sirip ekor T. aduncus mengarah horizontal tidak seperti sirip ekor ikan hiu dan ikan lainnya yang mengarah vertikal, sehingga bentuk sirip ekor dapat dipakai T. aduncus sebagai kekuatan untuk berenang dan dibantu dengan otot-otot badan yang kuat. Organ reproduksi primer dan sekunder T. aduncus berada dalam suatu
6
kantong yang disembunyikan di dalam tubuhnya. Gambaran morfologi T. aduncus ditunjukkan pada Gambar 2.
ANS anus; AOR aorta; BLD vesica urinaria; BLO blowhole; DIA diafragma; EYE mata; HAR , jantung; KID ginjal; LIV hati; LUN paru-paru; MEL melon (otak); REC rektum; SPL limpa; STM lambung depan; TRA trakea; TRS septum transversal; TYR tyroid
Gambar 2 Gambar morfologi T. aduncus(Rommel& Reynolds2000). Ordo Cetacea adalah jenis mamalia laut yang paling sempurna beradaptasi di lingkungan laut di antara jenis mamalia laut lainnya. Hal ini dapat terlihat pada letak lubang pernafasan atau biasa disebut blowhole yang terletak di atas kepala. Kelompok mamalia laut lain selain Cetacea memiliki lubang pernafasan di antara mata dan mulut. Letak blowhole yang di atas kepala ini memungkinkan T. aduncus untuk mengambil udara di permukaan air dengan hanya memunculkan sebagian bagian dorsal tubuhnya tanpa harus berhenti berenang. Penggunaan oksigen dalam paru-paru T.
aduncus
lebih efisien
dibandingkan mamalia darat (Gambar 3). Pada saat bernafas, satu kali ekspirasi T. aduncus mampu mengeluarkan lebih dari 90% udara di dalam paru-paru selama kurang dari satu detik. Hal ini dapat terjadi karena jumlah kapiler paru-paru T. aduncus mampu menyerap 50% oksigen dalam satu kali siklus nafas dibandingkan mamalia darat yang hanya mampu menyerap oksigen 20% (Butler & Jones 1997). Besarnya kapasitas paru-paru ini memungkinkan T. aduncus untuk menyerap banyak oksigen di udara. Hal ini dapat juga meningkatkan resiko masuknya agen infeksius seperti bakteri, virus, dan cendawan melalui lubang pernafasan atau blowhole ke dalam saluran pernafasan T. aduncus.
7
Kapasitas maksimum paru-paru per 100 kg BB Jumlah udara yang dihirup dalam satu kali nafas sempurna per 100 kg BB
Gambar 3 Perbandingan kapasitas maksimum paru-paru dan jumlah total udara yang dapat dihirup oleh kuda, manusia, singa laut, berang-berang laut, lumba-lumba pantai (dermaga), lumba-lumba hidung botol indopasifik (T. aduncus), paus hidung botol, dan paus sirip (Slijper 1976). II.2 Bakteri Bakteri adalah sel prokariot yang tidak memiliki membran inti, bersifat uniseluler, dan memiliki organel sel yang sederhana. Reproduksi bakteri dilakukan secara aseksual melalui pembelahan biner sederhana. Sel-sel bakteri memiliki bentuk dasar yang khas, seperti batang, bulat, dan spiral serta bentuk modifikasi lain dari bentuk-bentuk dasar tersebut. Bakteri dapat dijumpai di manapun dan di berbagai lingkungan hidup. Bakteri ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik baik di aliran air sungai ataupun perairan laut serta di atmosfer. Keadaan lingkungan tempat hidup bakteri menentukan ciri-ciri dari suatu populasi bakteri (Pelczar & Chan 1986). Bakteri memiliki bentuk dan ukuran sel yang beragam, yaitu sekitar 0,51,0 µm dan panjang 1,5-2,5 µm. Sel-sel bakteri dapat berbentuk seperti elips,
8
bola, batang (silindris) atau spiral (heliks). Masing-masing ciri ini penting dalam mencirikan morfologi suatu spesies (Pelczar & Chan 1986). Sel bakteri yang berbentuk bulat seperti bola atau elips dinamakan kokus. Ada beberapa susunan atau penataan bakteri bentuk kokus yang khas bergantung pada spesiesnya, misalnya penataan bergerombol seperti buah anggur pada genus Staphylococcus, penataan berantai pada genus Streptococcus, dan penataan seperti bentuk kubus atau disebut sarkina pada genus Sarcina (Pelczar & Chan 1986). Sel bakteri berbentuk silindris atau seperti batang dinamakan basil. Ada banyak perbedaan dalam ukuran panjang dan lebar di antara berbagai jenis bakteri bentuk basil. Ujung beberapa bakteri basil tampak seperti persegi, bundar, meruncing atau lancip seperti ujung cerutu. Kadang bakteri basil saling melekat antara ujung yang satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk pola seperti rantai atau disebut streptobasil (Pelczar & Chan 1986). Bakteri berbentuk spiral atau spirulum banyak ditemukan sebagai individu-individu sel yang tidak saling melekat atau soliter seperti pada genus spirocheta ataupun melengkung seperti membentuk koma pada genus Vibrio (Pelczar & Chan 1986). Bakteri memiliki susunan sel yang sederhana dibandingkan dengan cendawan dan protozoa. Bakteri memiliki lapisan pelindung luar yang disebut dinding sel. Dinding sel ini bersifat kaku karena mengandung peptidoglikan sehingga mampu memberikan bentuk pada sel bakteri. Pada beberapa bakteri yang bersifat motil di bagian luar dinding sel dapat ditemukan flagel dan fimbriae. Flagel adalah filamen tipis seperti rambut yang berfungsi sebagai alat gerak bakteri. Fimbriae adalah filamen kecil, pendek, dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan flagel yang berfungsi sebagai alat pelekatan ke sel inang (Pelczar & Chan 1986). Pada bagian dalam dinding sel terdapat membran semipermeabel yang disebut sebagai membran sitoplasma dan mesosom. Mesosom adalah membran sitoplasma yang mengalami invaginasi atau melipat ke arah dalam. Secara umum organel-organel sel yang terdapat di dalam sitoplasma sel bakteri sangat sederhana. Organel-organel sel yang terdapat dalam sel bakteri yaitu bahan inti dan ribosom. Berbeda dengan kelompok sel eukariot, bahan inti dari bakteri tidak
9
dilapisi dengan membran inti, sehingga bahan inti atau DNA sel bakteri berada di dekat pusat sel dan terikat pada sistem mesosom. Beberapa jenis bakteri tertentu mampu menghasilkan spora baik eksospora maupun endospora. Spora ini berfungsi sebagai alat reproduksi vegetatif pada kondisi lingkungan tempat hidup yang buruk (Pelczar & Chan 1986).
II.3 Bakteri pada Tursiops aduncus Mikroorganisme seperti bakteri, cendawan, protozoa ataupun virus banyak ditemukan di lingkungan hidup baik di dalam tanah, lingkungan akuatik aliran sungai ataupun perairan laut dan di atmosfer atau udara. Mikroorganisme ini juga dapat ditemukan di dalam tubuh hewan ataupun manusia baik berupa flora normal ataupun bersifat patogen. Sebagian besar agen infeksius ini dapat beresiko menyebabkan penyakit baik bersifat lokal ataupun sistemik saat sistem pertahanan tubuh inangnya menurun (Tellez et al, 2010). Beberapa jenis bakteri dan cendawan mungkin saat ini sudah menjadi flora normal pada beberapa mamalia laut termasuk T. aduncus. Keterbatasan data rekam medik tentang penyakit, manifestasi klinis, dan lesio secara makroskopis dan mikroskopis dari agen infeksius pada T. aduncus menyulitkan untuk melakukan identifikasi penyakit yang muncul. Tahapan awal yang dilakukan untuk menginvestigasi kejadian penyakit adalah mengidentifikasi jenis agen-agen infeksius yang menginfeksi. Infeksi dari agen-agen tersebut menyebar secara luas mulai dari jaringan integumen (kulit), sistem pernafasan, pencernaan, urogenital, dan retikuloendotelial (Higgins 2000). Berikut disajikan data bakteri yang berhasil diidentifikasi dari sistem pernafasan lumba-lumba hidung botol pada Tabel 1. Tabel 1 Bakteri pada sistem pernafasan lumba-lumba hidung botol Nama Bakteri Aeromonas hydrophila Vibrio alginolyticus Mycobacterium spp. Nocardia asteroides Nocardia brasiliensis Nocardia caviae Staphylococcus aureus
Sumber: Higgins (2000).
Spesies Lumba-lumba hidung botol Lumba-lumba hidung botol Lumba-lumba hidung botol atlantis (T. truncatus) Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus) Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus) Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus) Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (T. aduncus)
10
II.3.1 Aeromonas hydrophila Aeromonas adalah bakteri yang banyak ditemukan di tanah, air, dan tempat pembuangan air. Bakteri ini hidup sebagai saprofit dengan menguraikan materi organik yang ada di sekitar lingkungan hidupnya, walaupun ada beberapa jenis yang bersifat parasit pada ikan, reptil, dan hewan lainnya. Jumlah Aeromonas di lingkungan dapat bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah bahan organik di lingkungan tempat hidupnya. Aeromonas hydrophila adalah flora normal yang biasa ditemukan di perairan yang terdapat ikan, seperti di kolam dan di tank air kolam. A. hydrophila adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang lurus dengan ukuran sel berkisar antara 0,5-0,8 x 3,0-4,0 µm. Bakteri Gram negatif ini bersifat anaerob fakultatif, katalase positif, motil dengan flagella bersifat polar serta mampu memfermentasi glukosa menjadi asam dan gas. A. hydrophila dapat tumbuh baik dalam media biakan agar darah dan agar MacConkey pada suhu 37 °C. Bakteri ini bersifat oportunistik dan dapat menyebabkan penyakit pada ikan dan reptil apabila sistem imun inangnya menurun (Quinn et al. 2004) Identifikasi penyakit yang disebabkan oleh A. hydrophila sedikit sulit, karena sampel yang diambil dari hasil swab ataupun kerokan jaringan yang diduga terinfeksi harus mendapat penanganan khusus dengan tetap menjaga kemurnian bakteri yang diambil dan menghindari kontaminasi pada media. Media selektif yang digunakan untuk mengisolasi A. hydrophila adalah agar darah dengan penambahan antibiotik ampicilin 10 mg/L. Secara makroskopis A. hydrophila pada agar darah adalah koloni besar dengan ukuran antara 2-3 mm, datar, berwarna keabu-abuan, bersifat β hemolisis, dan memiliki bau khas busuk (Gambar 4). Pada media agar MacConkey, koloni A. hydrophila tampak pucat karena tidak memfermentasi laktosa (Gambar 5) (Quinn et al. 2004).
Gambar 4 Koloni A. hydrophila pada media agar darah (Quinn et al. 2004).
11
Gambar 5 Koloni A. hydrophila pada media agar MacConkey (Quinn et al. 2004). Aeromonas hydrophila adalah bakteri Gram negatif yang bersifat motil serta mampu memproduksi asam dan gas dari hasil fermentasi glukosa, namun kurang reaktif terhadap fermentasi gula-gula lain seperti inositol dan maltosa. Berikut disajikan karakteristik biokimiawi A. hydrophila pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik biokimiawi A. hydrophila Karakteristik Biokimia β hemolisis pada agar darah Motilitas Indol Reduksi nitrat Urea Arginin dekarboksilase Oksidase Katalase Glukosa (gas) Manitol Maltosa Sukrosa Laktosa
A. hydrophila + + + + + + + + + + Bervariasi
Sumber: Quinn et al. (2004).
II.3.2 Vibrio alginolyticus Vibrio alginolyticus adalah bakteri Gram negatif berbentuk koma dengan ukuran sel berkisar antara 0,5-0,8 x 3,0-4,0 µm. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, katalase positif, motil dengan flagela bersifat polar serta mampu memfermentasi glukosa dan menghasilkan asam tanpa gas (Quinn et al. 2004). V. alginolyticus membutuhkan NaCl konsentrasi tinggi untuk pertumbuhannya, yaitu sekitar 6-8%. Kelompok bakteri Vibrio memiliki kemiripan dengan kelompok bakteri Aeromonas, yang membedakan di antara keduanya adalah kemampuan bakteri Vibrio dalam menghidrolisis asam amino arginin termasuk V. alginolyticus.
12
Berbeda dengan jenis bakteri Vibrio lainnya yang biasa ditemukan pada saluran pencernaan, V. alginolyticus ditemukan pada saluran pernafasan atau blowhole lumba-lumba, walaupun pernah juga ditemukan pada feses hewan laut, seperti singa laut dan berang-berang laut (Barrow et al. 1993). V. alginolyticus memiliki antigen H dan O (Sakazaki et al. 1968). Karakteristik biokimia dari V. alginolyticusdapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik biokimiawi V. alginolyticus Karakteristik Biokimia Tumbuh pada suhu 37 °C Motilitas Reduksi nitrat Arginin dekarboksilase Oksidase Glukosa (gas) Indol VP Sukrosa
V. alginolyticus + + + + + + +/-
Sumber: Barrow et al. (1993).
II.3.3 Mycobacterium spp. Mycobacterium spp. adalah bakteri Gram positif berbentuk batang kecil dengan panjang sel bervariasi antara 0,2-0,6 x 1,0-10,0 µm. Bakteri Gram positif ini tidak motil, tidak berspora, bersifat aerobik, dan oksidatif. Beberapa spesies Mycobacterium dapat memproduksi pigmen karotenoid (berwarna kekuningan) dan bersifat patogen pada hewan. Spesies Mycobacterium ini disebut sebagai kelompok Runyon, terdiri dari skotokromogen yang mampu memproduksi pigmen karotenoid saat diinkubasi di tempat gelap ataupun terang dan fotokromogen yang hanya mampu memproduksi pigmen pada kondisi terang (Quinn et al. 2004). Berdasarkan
kecepatan
pertumbuhannya,
Mycobacterium
spp.
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pertumbuhan lambat yang terdiri dari Mycobacterium golongan tuberkulosis, fotokromogen, skotokromogen, dan nonkromogen. Kelompok ini rata-rata membutuhkan waktu lebih dari 7 hari untuk tumbuh. Kelompok kedua adalah kelompok pertumbuhan cepat yang membutuhkan waktu pertumbuhan
13
kurang dari 7 hari dan sering terdapat pada sistem pencernaan hewan (Quinn et al. 2004). Mycobacterium spp. yang bersifat patogen dapat ditemukan pada beberapa jaringan atau organ tubuh hewan, misalnya discharge saluran pernafasan, feses, susu, urine, dan semen. Spesies Mycobacterium yang sering menyebabkan penyakit pada hewan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kelompok Mycobacterium spp. patogen pada hewan Spesies
Inang Pertumbuhan lambat
Kelompok tuberculosis M. tuberculosis M. bovis M. microti Kelompok fotokromogens M. kansasii M. simiae M. marinum Kelompok skotokromogen M. scrofulaceum Kelompok nonkromogen M. avium M. intracellulare M. ulcerans M. xenopi M. chelonae M. fortuitum M. phlei M. smegmatis M. paratuberculosis M. lepraemurium
Anjing, burung kenari dan burung Psittacine Sebagian besar mamalia Kelinci, marmut, dan anak sapi Keledai, babi, dan sapi Monyet Ikan laut, mamalia laut, dan amfibi Babi hutan, babi lokal, sapi, dan kerbau Unggas, burung liar, kuda, dan babi Unggas, burung liar, sapi, primata, dan babi Kucing Kucing dan babi Pertumbuhan cepat Ikan, kura-kura, sapi, kucing, dan babi Sapi, kucing, anjing, dan babi Kucing Sapi dan kucing Kelompok lain Sapi, domba, kambing, dan ruminansia lain Kucing dan rodensia
Sumber: Quinn et al. (2004). Pembiakan Mycobacterium spp. sulit untuk dilakukan karena pertumbuhan koloni bakterinya yang lambat, sehingga rentan terhadap kontaminasi bakteri lain dan membutuhkan perlakuan khusus. Identifikasi genus Mycobacterium dapat dilakukan melalui pengamatan langsung secara mikroskopis dengan pewarnaan tahan asam Ziehl-Neelsen atau dengan bantuan penyinaran UV yang mampu menghasilkan efek fluoroscent pada kelompok Mycobacterium berpigmen. Koloni bakteri Mycobacterium spp. yang tampak dalam pewarnaan Ziehl-Neelsen adalah merah, menandakan bahwa bakteri ini tahan terhadap asam. Media pertumbuhan yang biasa digunakan untuk membiakkan Mycobacterium spp. adalah LowensteinJensen dan Stonebrinks yang berbahan dasar telur. Dapat juga digunakan media
14
selektif Malachite Green untuk M. tuberculosis dan M. avium serta beberapa jenis Mycobacterium lain yang membutuhkan gliserol untuk pertumbuhan. Karakteristik biokimiawi dari Mycobacterium spp. terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik biokimiawi Mycobacterium spp. Karakteristik Biokimia Tipe pertumbuhan Morfologi koloni pada media dengan gliserol Reduksi nitrat Urea Arginin dekarboksilase Oksidase
M. tuberculosis Eugonik Tidak rata, keras, mengkilat, dan tidak mudah pecah 3-8 minggu + + +
M. bovis Disgonik Kecil, basahmengkilat, dan mudah pecah 3-8 minggu +
M. avium Eugonik Keputihan, berlendir, dan mudah pecah 2-6 minggu + -
Sumber: Quinn et al. (2004).
II.3.4 Nocardia Nocardia adalah bakteri kokoid Gram positif yang biasa ditemukan di saluran pernafasan atau blowhole T. aduncus. Nocardia sebenarnya adalah bakteri yang hidup di tanah dan dapat menginfeksi inang, namun bakteri ini juga dapat hidup di udara. Kemampuan hidup bakteri ini di udara memungkinkannya untuk ditemukan di saluran pernafasan T. aduncus (Barrow et al. 1993). Tabel 6 Karakteristik biokimiawi Nocardia spp. Karakteristik Biokimia Hidup di udara Spora Motilitas Katalase Oksidase Glukosa (asam) Maltosa Manitol Tahan asam Urea
N. asteroides
N. brasiliensis
N. caviae
+ + + Bervariasi +
+ + + Bervariasi + Bervariasi +
+ + + + Bervariasi +
Sumber: Barrow et al. (1993). Dinding
sel
Nocardia
juga
mengandung
lipid
seperti
halnya
Mycobacterium, namun kandungan lipid ini tidak sekuat dinding sel Mycobacterium yang tahan asam. Nocardia tidak tahan asam ataupun bereaksi lemah terhadap asam dengan memberikan warna biru sampai keunguan saat diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Nocardia adalah kelompok bakteri yang tidak bespora, tidak motil, dan aerob fakultatif. Ada beberapa jenis Nocardia
15
yang bersifat patogen pada mamalia laut, khususya pada lumba-lumba hidung botol, seperti N. asteroides dan N. brasiliensis. Berikut karakteristik biokimiawi dari Nocardia disajikan pada Tabel 6.
II.3.5 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk kokus dengan susunan bergerombol seperti buah anggur dengan diameter rata-rata 1,0 µm. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, koagulase positif, dan tidak motil serta bersifat patogen pada hewan dan manusia. Bakteri Gram positif ini tidak dapat tumbuh pada media agar MacConkey, namun dapat tumbuh dengan baik pada media agar darah dan nutrient agar. Jenis Staphylococcus patogen lain selain S. aureus adalah S. intermedius, dan S. hyicus, sedangkan S. epidermidis dan S. saprophyticus bersifat komensal di lingkungan. Tingkat patogenitas dari Staphylococcus berkaitan dengan enzim koagulase yang dihasilkan. Berikut karakteristik biokimia S. aureus yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik biokimiawi S. aureus Karakteristik Biokimia Hemolisis pada agar darah Uji koagulase Tumbuh pada media MSA Motilitas Urea Alkalin Fosfatase Oksidase Katalase Maltosa
S. aureus + + + Bervariasi + + +
Sumber: (Quinn et al. 2004). Staphylococcus dapat menginfeksi berbagai jenis mamalia, dengan spesies yang spesifik untuk masing-masing individu mamalia. Koloni dari Staphylococcus dapat ditemukan pada saluran pernafasan (blowhole) pada lumba-lumba, kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan. Staphylococcus dapat menghasilkan toksin dan enzim yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan, misalnya enterotoksin, Toxic Shock Syndrome (TSS), alfa toksin dan lain sebagainya. Media pertumbuhan yang biasa digunakan untuk membiakkan S. aureus adalah agar darah. Koloni S. aureus yang tumbuh pada media agar darah memiliki warna koloni kuning, namun koloni S. aureus dari anjing tidak menunjukkan
16
pembentukan warna kuning. Kemampuan S. aureus menghemolisis sel darah merah domba pada media agar darah dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri ini (Gambar 6).
Gambar 6 Hemolisis pada agar darah oleh S. aureus (Quinn et al. 2004).
BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah dan Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). III.2 Materi Penelitian Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel swab blowhole T. aduncus, media untuk membiakkan sampel, seperti brain heart infusion broth (BHIB), triptic soy agar (TSA), agar darah (blood agar), dan MacConkey agar (MCA), media untuk pengujian secara biokimiawi, seperti triple sugar iron agar (TSIA), media semisolid indol, Simmon’s citrate agar, kaldu Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP), kaldu gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa, manitol, maltosa), manitol salt agar (MSA), zat warna Gram (kristal violet, lugol, aseton alkohol, safranin), zat warna Ziehl Neelsen (karbol fuksin, asam alkohol, biru metilen), akuades, hidrogen peroksida 3% (H2O2 3%), KOH 3%, dan alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan meliputi mikroskop, pembakar Bunsen, ose, gelas objek, gelas penutup, inkubator, digital camera eyed pieces, dan lemari es. III.3 Metode Penelitian III.3.1 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada 11 ekor T. aduncus dengan melakukan 2 kali swab blowhole menggunakan cotton bud. Cotton bud dimasukkan ke dalam blowhole saat lumba-lumba sedang ekspirasi, yaitu saat blowhole terbuka. Cotton bud hasil swab blowhole yang pertama (B) kemudian dimasukkan ke dalam media BHIB untuk menjaga agar sampel swab tidak kering dan sebagai media penyubur. Cotton bud hasil swab blowhole yang kedua (B1) langsung digoreskan pada media agar darah dan MCA untuk isolasi bakteri, lalu diinkubasi pada suhu ruang. Sampel-sampel dalam BHIB dan yang telah
18
dibiakkan pada media agar darah dan MCA, kemudian dibawa ke Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik FKH IPB untuk diidentifikasi. III.3.2 Isolasi Bakteri Seluruh sampel swab dalam medium BHIB (sampel B) kemudian dibiakkan pada media agar darah dan MCA untuk dilakukan isolasi bakteri. Bakteri Gram negatif diharapkan mampu tumbuh pada media MCA, sedangkan bakteri Gram positif dan beberapa bakteri Gram negatif yang tidak dapat tumbuh pada media MCA, seperti genus Neisseria dapat tumbuh di media agar darah. Sampel diambil dengan menggunakan ose yang telah disterilkan terlebih dahulu di atas pembakar bunsen hingga pijar. Sampel diambil sebanyak 1-2 mata ose lalu digoreskan pada media agar darah dan MCA dengan teknik goresan T. Sampel yang telah digoreskan pada media agar darah dan MCA kemudian diinkubasi selama 24 jam di dalam inkubator dengan suhu 37 °C. Setelah 24 jam diinkubasi, seluruh koloni bakteri terpisah yang tumbuh kemudian dipindahkan ke dalam agar miring TSA dan dilakukan pelabelan sistematis untuk masing-masing koloni. Hal serupa juga dilakukan pada sampel B1. Seluruh koloni bakteri terpisah pada sampel B1 dipindahkan ke dalam agar miring TSA dan dilakukan pelabelan sistematis untuk masing-masing koloni. Koloni yang telah dipindahkan ke dalam media TSA, baik pada sampel B ataupun B1 kemudian diinkubasi di dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37 °C. Koloni-koloni bakteri yang tumbuh dalam media TSA akan diamati morfologi dan kemurniannya dengan pewarnaan Gram. III.3.3 Pemurnian Bakteri dan Pewarnaan Gram Masing-masing koloni yang tumbuh dalam media TSA baik sampel B ataupun B1 diwarnai dengan pewarnaan Gram untuk melihat morfologi, sifat Gram, dan kemurniannya. Cara melakukan pewarnaan Gram diawali dengan pembuatan preparat ulas. Ose disterilkan dengan dipanaskan di atas pembakar bunsen hingga pijar. Akuades diambil sebanyak 1-2 mata ose dengan menggunakan ose yang telah disterilkan dan diteteskan pada kaca objek. Biakan bakteri dari media TSA juga diambil sebanyak 1-2 mata ose dengan menggunakan
19
ose yang telah disterilkan lalu diulas pada permukaan gelas objek. Selanjutnya gelas objek dibiarkan kering udara dan difiksasi di atas pembakar bunsen. Preparat ulas bakteri pada gelas objek yang telah kering, kemudian diletakkan di rak untuk pewarnaan Gram. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah kristal violet diteteskan ke seluruh bagian ulasan bakteri dan didiamkan selama 1 menit. Tahap kedua preparat diberi larutan lugol dan didiamkan selama 1 menit lalu dicuci dengan akuades hingga bersih. Tahap ketiga preparat diberi larutan pemucat (aseton alkohol) lebih kurang 10 detik dan dicuci kembali dengan akuades hingga bersih. Tahap keempat preparat diberi zat warna safranin selama 15-20 detik lalu dicuci dengan akuades hingga bersih. Tahap terakhir preparat dikeringkan dengan kertas saring lalu diamati di bawah mikroskop perbesaran objektif 100 kali dengan bantuan minyak emersi. Pada pewarnaan ini apabila terdapat koloni bakteri yang belum murni, maka kembali dilakukan isolasi pada agar darah ataupun MCA dengan teknik goresan T. Hasil pewarnaan bakteri Gram positif adalah ungu, sedangkan bakteri Gram negatif adalah merah. Apabila hasil dari pewarnaan Gram kurang meyakinkan, maka dapat dilakukan uji KOH 3% untuk menentukan sifat Gram bakteri. Bakteri Gram negatif akan memberikan hasil adanya masa gelatin yang membentuk benang-benang halus saat diangkat dengan ose. III.3.4 Identifikasi Bakteri Gram Negatif Berdasarkan hasil pewarnaan Gram didapatkan kelompok bakteri Gram positif dan negatif yang telah murni biakannya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan identifikasi setiap isolat bakteri untuk menentukan genus melalui uji biokimia pada beberapa media. Uji yang dilakukan untuk kelompok bakteri Gram negatif adalah uji hidrogen sulfida di media TSIA, uji motilitas dan indol di media semisolid indol, uji sitrat di media Simmon’s citrate agar, uji fermentasi asam campuran atau fermentasi butanadiol di media cair MR-VP, dan uji fermentasi karbohidrat di media kaldu gula bertabung Durham. Secara singkat identifikasi bakteri Gram negatif ditampilkan pada Gambar 7.
20
Bakteri Gram negatif
Kokoid
Batang
TSIA Indol Sitrat MRVP
Fermentasi karbohidrat: Glukosa Sukrosa Laktosa Maltosa Manitol Gambar 7 Diagram alir identifikasi bakteri Gram negatif (Lay 1994). III.3.4.1 Uji Motilitas dan Indol Uji motilitas dan indol dilakukan pada media semisolid untuk mengetahui pergerakan atau motilitas bakteri dan kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim pengurai asam amino triptofan. Hasil penguraian asam amino triptofan akan digunakan sebagai sumber karbon dalam metabolisme sel bakteri. Tahapan pengujian motilitas dan indol diawali dengan tabung yang berisi media semisolid ditandai dengan nomor isolat yang digunakan untuk uji. Biakan bakteri diambil dengan menggunakan needle (ose ujung jarum) sebanyak 1 needle, lalu ditusukkan ke dalam media semisolid sampai kedalaman kurang lebih 3/4 bagian dari permukaan media. Media semisolid yang telah diinokulasikan isolat bakteri kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48 jam. Reagen Ehrlich-Bohme diteteskan sebanyak 10-12 tetes ke dalam media semisolid yang telah diinkubasi selama 48 jam dan ditunggu beberapa menit untuk melihat perubahan yang terjadi. Penumpukan indol pada permukaan media yang merupakan produk buangan dari hasil penguraian asam amino triptofan
21
ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. Pergerakan atau motilitas bakteri dapat dilihat melalui pertumbuhan bakteri di sekitar tusukan dan juga di permukaan media (Lay 1994). III.3.4.2 Uji Hidrogen Sulfida (TSIA) Uji hidrogen sulfida digunakan untuk mengidentifikasi bakteri penghasil enzim desulfurase yang dapat menghidrolisis asam amino yang mengandung gugus sulfur seperti sistein dan methionin sehingga dihasilkan asam sulfida (H2S). Media yang digunakan untuk uji ini adalah agar miring TSIA. Pada media ini pembentukan H2S ditandai dengan adanya warna hitam pada media. Media TSIA juga mengandung tiga macam gula, yaitu glukosa, laktosa, dan sukrosa, sehingga media ini dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu memfermentasikan ketiga jenis gula tersebut (Lay 1994). Tahapan pertama untuk menginokulasikan isolat bakteri di media TSIA adalah tabung media TSIA yang digunakan ditandai dengan nama isolat yang akan
diinokulasikan.
Tahap
kedua
isolat
yang
diinokulasikan
diambil
menggunakan needle steril sebanyak 1 needle lalu ditusukkan ke bagian butt (bagian dasar) dan digoreskan pada bagian slant (bagian miring). Media TSIA yang telah diinokulasikan isolat bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi pada media. Hasil fermentasi gula yang bersifat asam ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi kuning sedangkan perubahan warna media menjadi merah menunjukkan sifat basa akibat tidak terjadinya fermentasi gula. Pembentukan gas seperti H2 dan CO2 hasil fermentasi gula ditunjukkan dengan adanya retakan media di daerah butt (bagian dasar) (Lay 1994). III.3.4.3 Uji Sitrat Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Bakteri yang menggunakan sitrat sebagai sumber karbon akan mampu mengubah warna media Simmon’s citrate agar dari hijau menjadi biru. Tahapan untuk melakukan uji ini adalah tabung yang berisi media Simmon’s citrate agar ditandai dengan nama isolat yang akan diinokulasikan lalu isolat tersebut diambil sebanyak 1 mata ose dengan ose yang
22
steril dan digoreskan pada permukaan miring media. Media yang telah diinokulasikan isolat bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi pada media (Lay 1994). III.3.4.4 Uji Fermentasi Asam Campuran atau Butanadiol (MR-VP) Uji Methyl Red (MR) digunakan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri yang menghasilkan fermentasi glukosa yang bersifat asam campuran. Uji Voges-Proskauer
(VP)
digunakan
untuk
mengidentifikasi
bakteri
yang
memfermentasikan 2,3 butanadiol. Tabung kaldu MR-VP ditandai dengan nama isolat bakteri yang akan diinokulasikan. Isolat bakteri yang akan diinokulasikan diambil 1-2 mata ose dengan ose steril dan diinokulasikan di media kaldu MR-VP. Tabung kaldu MR-VP yang telah diinokulasikan isolat lalu diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah 24 jam masa inkubasi, kaldu MR-VP dibagi menjadi 2 bagian pada tabung reaksi yang terpisah. Tabung pertama diberi tanda MR dan tabung kedua diberi tanda VP beserta nama isolatnya. Pada tabung kedua (VP) ditambahkan 10 tetes larutan KOH 40% dan 15 tetes larutan alpha naphtol lalu dikocok hingga berbuih. Hasil reaksi dapat terlihat setelah 30 menit penambahan reagen. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna kaldu menjadi merah dan hasil negatif bila tidak terjadi perubahan warna. Tabung pertama (MR) diinkubasi kembali pada suhu 37 °C selama 4 x 24 jam. Setelah masa inkubasi 4 x 24 jam ditambahkan reagen methyl red ke dalam tabung dan didiamkan selama beberapa menit untuk melihat hasilnya. Hasil uji positif ditunjukkan dengan perubahan warna kaldu menjadi merah seperti pada uji VP dan hasil negatif ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi kuning atau jingga (Lay 1994). III.3.4.5 Uji Fermentasi Karbohidrat Uji fermentasi karbohidrat ini digunakan untuk menentukan jenis karbohidarat yang mampu difermentasi oleh bakteri. Indikator yang digunakan untuk menentukan hasil dari fermentasi karbohidrat adalah terbentuknya asam yang ditandai dengan perubahan warna media menjadi kuning dan pembentukan gas yang ditandai dengan adanya gelembung udara pada tabung Durham. Jenis
23
karbohidrat yang digunakan dalam uji ini adalah glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan manitol. Tabung kaldu karbohidrat ditandai dengan jenis karbohidrat dan nama isolat bakteri yang akan diinokulasikan. Isolat bakteri diambil 1-2 mata ose dengan ose steril dan diinokulasikan ke dalam kaldu karbohidrat dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Hasil fermentasi karbohidrat setelah diinkubasi diamati untuk melihat adanya pembentukan asam dan gas dari isolat yang diinokulasikan (Lay 1994). III.3.5 Identifikasi Bakteri Gram Positif Uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri Gram positif lebih sederhana. Berdasarkan pewarnaan Gram didapatkan kelompok bakteri Gram
positif
batang
dan
kokus.
Kelompok
bakteri
batang
berspora
dikelompokkan ke dalam Bacillus sp., sedangkan bakteri batang tidak berspora harus dilakukan pewarnaan tahan asam Ziehl Neelsen. Kelompok bakteri Gram positif kokus dilakukan uji katalase, uji fermentasi glukosa aerobik dan mikroaerofilik serta uji pertumbuhan bakteri pada media MSA. Identifikasi bakteri Gram positif secara singkat disajikan pada Gambar 8 dan 9. III.3.5.1 Pewarnaan Ziehl Neelsen Pewarnaan Ziehl Neelsen dilakukan pada kelompok bakteri yang lapisan dinding selnya mengandung lipid dan tahan terhadap asam. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah membuat preparat ulas. Akuades diambil 1-2 mata ose dengan ose yang steril kemudian ditambah 1-2 mata ose isolat bakteri Gram positif batang tidak berspora dengan menggunakan ose yang steril dan diulas pada gelas objek lalu difiksasi hingga terbentuk preparat ulas yang sempurna. Preparat ulas tersebut kemudian ditutup dengan sepotong kertas saring dan ditambahkan beberapa tetes larutan karbol fuksin lalu dipanaskan dengan pembakar bunsen selama 5 menit hingga terbentuk uap. Selesai dilakukan pemanasan, preparat dibiarkan dingin dan dibuang kertas saringnya lalu dicuci dengan akuades. Tahap selanjutnya preparat dicuci dengan asam alkohol selama 20 detik dan dicuci kembali dengan akuades. Terakhir preparat diwarnai dengan biru metilen selama 1 menit lalu dicuci kembali dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas saring.
24
Preparat yang telah kering diamati dengan mikroskop perbesaran objektif 100 kali dan bantuan minyak emersi. Bakteri tahan asam ditunjukkan dengan warna merah dan bakteri tidak tahan asam berwarna biru (Lay 1994). III.3.5.2 Uji Katalase Uji katalase digunakan untuk mengidentifikasi bakteri kokus Gram positif yang mampu menghasilkan enzim katalase untuk memecah hidrogen peroksida (H2O2) hasil metabolisme sel bakteri secara aerobik. Isolat bakteri yang akan diuji diambil 1-2 mata ose dengan menggunakan ose yang steril dan ditambahkan beberapa tetes larutan H2O2 3%. Hasil uji katalase positif ditandai dengan pembentukan gelembung udara (Lay 1994). III.3.5.3 Uji Fermentasi Glukosa Aerobik dan Mikroaerofilik Uji fermentasi glukosa aerobik dan mikroaerofilik ini digunakan untuk mengetahui kemampuan penggunaan oksigen oleh bakteri untuk melakukan metabolisme karbohidrat. Uji ini dilakukan menggunakan 2 tabung reaksi yang berisi kaldu glukosa. Tabung pertama untuk uji glukosa aerobik dan tabung kedua untuk uji glukosa mikroaerofilik. Isolat bakteri diambil 1-2 mata ose dengan ose steril dan diinokulasikan ke dalam kaldu glukosa pada tabung pertama dan tabung kedua. Tabung pertama diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37 °C selama 24 jam, sedangkan tabung kedua dimasukkan dalam anaerobic jar bersama dengan lilin yang menyala sebagai indikator keberadaan oksigen di dalam jar. Lilin yang padam mengindikasikan bahwa kadar oksigen di dalam jar minimal, sehingga tercipta suasana yang miskin oksigen di dalam jar. Setelah lilin mati, jar diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37 °C selama 24 jam. Hasil positif fermentasi glukosa dapat dilihat dengan perubahan warna media menjadi kuning.
25
Bakteri Gram positif
Batang
Berspora Bacillus sp
Kokus
Tidak berspora
Uji Katalase
Pewarnaan Ziehl Neelsen Tahan asam
Tidak tahan asam Listeria Nocardia Erysipelothrix Corynebacterium
Katalase positif
Katalasenegatif
Micrococcaceae
Streptococcus sp.
α-hemolytic
Mycobacteriumsp
ß-hemolytic -hemolytic
Gambar 8 Diagram alir identifikasi bakteri Gram positif (Lay 1994). Micrococcaceae Uji fermentasi glukosa secara aerobik dan mikroaerofilik Fermentasi glukosa aerobik (+) Fermentasi glukosa mikroaerofilik (+)
Fermentasi glukosa aerobik (-) Fermentasi glukosa mikroaerofilik (-)
Staphylococcus sp.
Micrococcus sp.
Mannitol Salt Agar (MSA) inkubasi 37 oC 24 Jam
(+) S. aureus
(-) Staphylococcus sp. non patogen
Gambar 9 Diagram alir identifikasi bakteri famili Micrococcaceae (Lay 1994).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Tursiops aduncus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan laut Indonesia yang dipelihara di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah. Ketika melakukan pengambilan sampel swab blowhole pada 11 ekor T. aduncus, lumba-lumba tersebut dalam kondisi sehat tanpa menunjukkan adanya gejala klinis sakit. Sebanyak 22 sampel swab blowhole yang telah diperiksa (sampel B dan B1), didapatkan 67 isolat bakteri. Isolat bakteri yang berhasil diidentifikasi sebanyak 46 isolat dan sisanya sebanyak 21 isolat tidak dapat teridentifikasi. Isolat yang tidak teridentifikasi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya pertumbuhan bakteri pencemar yang merusak biakan isolat, pertumbuhan cendawan pengganggu, dan keterbatasan media untuk uji lanjutan. Berdasarkan isolat yang berhasil diidentifikasi, terdapat 15 jenis bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus, yang terdiri dari 12 jenis bakteri Gram negatif dan 3 jenis bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif yang berhasil diidentifikasi yaitu, Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Proteus sp, Pasteurella sp., Edwardsiella tarda, Alcaligenes faecalis, dan Yersinia sp. Bakteri Gram positif yang berhasil diidentifikasi yaitu, Bacillus sp., Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Hasil identifikasi bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus dapat dilihat pada Tabel 8. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah Actinobacillus sp. (54,5%) dan ditemukan pada 6 ekor lumba-lumba. Selanjutnya Pseudomonas sp. (45,5%) ditemukan pada 5 ekor lumba-lumba. Moraxella sp. dan Bacillus sp. ditemukan pada 4 ekor lumba-lumba dengan persentase masingmasing sebesar 36,4%. S. aureus ditemukan pada 3 ekor lumba-lumba dengan persentase sebesar 27,3%. S. epidermidis, Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., dan Klebsiella sp. masing-masing memiliki persentase sebesar 18,2% yang ditemukan pada 2 ekor lumba-lumba. Bakteri lain seperti Pasteurella sp.,
27
Tabel 8 Hasil identifikasi bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus Nama Lumba-lumba Apri
Bakteri Gram Negatif
Jabaru
Actinobacillus sp. Pseudomonas sp. Citrobacter sp. Yersinia sp. Serratia sp. Actinobacillus sp. Moraxella sp. Klebsiella sp. Citrobacter sp. Salmonella sp. Actinobacillus sp. Proteus sp. Edwardsiella tarda Pseudomonas sp. Klebsiella sp. Alcaligenes faecalis Pasteurella sp Actinobacillus sp. Serratia sp. Salmonella sp. Actinobacillus sp. Pseudomonas sp. Moraxella sp. Actinobacillus sp. Pseudomonas sp. Moraxella sp. Pseudomonas sp.
Ginda
Moraxella sp.
Mail
Ucil
Arapik Homlo Penti Ragil
Tomtom
Ozawa
Bakteri Gram Positif
Bacillus sp. Bacillus sp. Staphylococcus aureus Bacillus sp. Staphylococcus epidermidis
Bacillus sp. Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Staphylococcus aureus
Tabel 9 Persentase bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus
Actinobacillus sp.
Ditemukan pada (ekor) 6
Pseudomonas sp.
5
45,5
Moraxella sp.
4
36,4
Citrobacter sp. Salmonella sp. Serratia sp. Klebsiella sp. Proteus sp. Pasteurella sp. Edwardsiella tarda Alcaligenes faecalis Yersinia sp.
2 2 2 2 1 1
18,2 18,2 18,2 18,2 9,1 9,1
1
9,1
1
9,1
1
9,1
Bakteri Gram Negatif
Persentase (%)
*Jumlah sampel lumba-lumba 11 ekor
54,5
Bakteri Gram Positif Bacillus sp. Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis
Ditemukan pada (ekor) 4
Persentase (%) 36,4
3
27,3
2
18,2
28
Proteus sp., E. tarda, A. faecalis, dan Yersinia sp. masing-masing ditemukan pada 1 ekor lumba-lumba dengan persentase sebesar 9,1%. Persentase bakteri pada saluran pernafasan atas T. aduncus disajikan pada Tabel 9. Morfologi dan karakteristik biokimia dari bakteri-bakteri hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
IV.2 Pembahasan Keberadaan
bakteri-bakteri
Actinobacillus
sp.,
Pseudomonas
sp.,
Moraxella sp., dan Bacillus sp. pada saluran pernafasan atas T. aduncus tersebut dapat diperkirakan sebagai mikroflora normal karena bakteri tersebut ditemukan pada kisaran 54,5-36,4% individu T. aduncus pada penelitian ini. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Higgins (2000) yang menyatakan bahwa Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., dan Moraxella sp., merupakan jenis bakteri yang sering ditemukan di kulit, sistem respirasi, sistem digesti, sistem urogenital, dan sistem retikuloendotelial mamalia laut. Morris et al. (2011) juga menyatakan bahwa Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri yang umum ditemukan pada blowhole dan lambung T. truncatus di perairan Laut Estuaria. Keberadaan jenis bakteri lain seperti Staphylococcus sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., dan Edwardsiella sp. juga diperkirakan masih sebagai mikroflora normal pada T. aduncus selama sistem pertahanan tubuh lumba-lumba dalam kondisi baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Higgins (2000) yang menyatakan bahwa Staphylococcus sp., Citrobacter sp., Salmonella sp., Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., dan Edwardsiella sp. juga merupakan jenis-jenis bakteri yang dapat ditemukan di kulit,
sistem
respirasi,
sistem
digesti,
sistem
urogenital,
dan
sistem
retikuloendotelial mamalia laut. Beberapa jenis bakteri ini dapat berpotensi sebagai patogen dan menyebabkan sakit ataupun kematian saat kondisi pertahanan tubuh lumba-lumba menurun. Kesamaan jenis bakteri yang terdapat pada masing-masing individu T. aduncus kemungkinan dipengaruhi oleh kesamaan sumber air kolam tempat pemeliharaan, sehingga bakteri-bakteri tersebut tersebar di lingkungan perairan kolam. Adapun jenis bakteri yang hanya ditemukan pada 3 atau 1 individu
29
T. aduncus (Tabel 8), seperti S. aureus, S. epidermidis, Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., E. tarda, A.
faecalis, dan Yersinia sp. kemungkinan mengindikasikan bahwa bakteri-
bakteri tersebut berpotensi patogen, karena hanya ditemukan pada individu tertentu. Sebagian dari bakteri-bakteri tersebut juga merupakan bakteri yang tersebar luas di lingkungan dan sering ditemukan di perairan laut, sehingga keberadaannya di dalam saluran pernafasan atas T. aduncus masih dikatakan normal. Potensi patogen dari bakteri tersebut juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh lumba-lumba. Saat sistem kekebalan tubuh lumba-lumba menurun maka bakteri-bakteri tersebut dapat menjadi patogen dan menyebabkan sakit ataupun kematian (Tellez et al, 2010). Tursiops aduncus merupakan jenis lumba-lumba yang hidup di perairan laut landai atau pesisir pantai (coastal). Habitat hidup T. aduncus ini berpengaruh terhadap jenis flora normal dalam tubuhnya. Pada penelitian ini kondisi lumbalumba yang diambil sampel swab blowhole dalam kondisi sehat. Lumba-lumba tersebut dikatakan sehat karena tidak menunjukkan adanya gejala klinis sakit, walaupun dari hasil identifikasi swab blowhole ditemukan 15 jenis bakteri yang beberapa di antaranya kemungkinan bersifat patogen. Hal ini mungkin terjadi seperti dalam konsep segitiga epidemiologi yang menyatakan bahwa, munculnya suatu penyakit bukan hanya ditentukan dari keberadaan suatu agen infeksius di dalam tubuh inang, namun merupakan proses dinamik hasil interaksi antara inang, agen, dan lingkungan. Apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut terganggu, maka akan berpengaruh terhadap kehidupan T. aduncus. Salah satu contohnya adalah perubahan pada faktor lingkungan yang dapat menyebabkan mudahnya penyebaran agen penyakit serta meningkatnya kerentanan lumba-lumba terhadap infeksi penyakit. Kondisi air kolam pemeliharaan yang buruk, seperti kadar salinitas, pH yang tidak sesuai serta tingkat kekeruhan yang tinggi dapat meningkatkan kerentenan lumba-lumba terhadap infeksi penyakit akibat stres lingkungan. Kondisi lingkungan yang buruk ini juga mendukung untuk penyebaran dan pertumbuhan agen infeksius di dalam kolam pemeliharaan (Spotte 1991).
30
Kondisi kesehatan yang baik dari T. aduncus ini mungkin salah satunya dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan yang baik, seperti pemberian nutrisi yang bermutu dan bergizi serta sistem pengelolaan air di kolam yang terkontrol. Kedua faktor tersebut berperan penting dalam mendukung kesehatan lumbalumba. Pemberian pakan yang bermutu dan bergizi serta tambahan vitamin dan mineral dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh lumba-lumba terhadap resiko infeksi agen infeksius termasuk bakteri penyebab penyakit. Begitu halnya dengan kondisi lingkungan air kolam yang baik juga dapat membantu menurunkan resiko stres lingkungan pada lumba-lumba. Lumba-lumba yang mengalami stres lingkungan dapat berakibat pada penurunan sistem imun tubuhnya. Kondisi air kolam yang baik juga berperan penting dalam mengontrol jumlah populasi alga dan bakteri yang hidup di dalam kolam, termasuk bakteri patogen yang mungkin hidup di air laut. Hal lain yang dapat dijadikan alasan adalah lumba-lumba merupakan satwa liar. Satwa liar memiliki kemampuan daya tahan tubuh yang lebih baik di lingkungan dibandingkan hewan domestik. Satwa liar tidak akan menunjukkan gejala klinis penyakit yang jelas pada periode awal infeksi dan umumnya baru terlihat munculnya gejala klinis saat kondisinya sudah parah atau kronis (Tellez et al, 2010). Actinobacillus sp. Actinobacillus adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang ataupun kokoid yang termasuk ke dalam famili Pasteurellaceae. Bakteri ini bersifat tidak motil, dan tidak berspora, namun mampu untuk memfermentasikan karbohidrat dan tidak menghasilkan gas seperti yang dikemukakan oleh Quinn et al. (2004). Pada media TSIA bakteri ini mampu mengubah warna media slant dan butt menjadi kuning, namun tidak menunjukkan adanya pembentukan H2S yang berupa endapan warna hitam. Hasil ini menunjukkan bahwa Actinobacillus sp. adalah bakteri yang mampu memfermentasi glukosa, sukrosa, dan atau laktosa serta tidak menghasilkan H2S selama proses fermentasi. Bakteri ini pertama kali diisolasi dari ordo Cetacea di sekitar pantai Skotlandia pada tahun 1996. Actinobacillus jarang ditemukan pada mamalia laut lain selain Cetacea (Foster et al. 1996).
31
Salah satu jenis Actinobacillus yang berhasil diisolasi oleh Foster et al. (1996) dari golongan Cetacea adalah A. delphinicola. A. delphinicola merupakan jenis bakteri baru yang berhasil diidentifikasi oleh Foster pada tahun 1996. A. delphinicola berhasil diisolasi dari beberapa jaringan tubuh lumba-lumba belang (Stenella coeruleoalba) dan lumba-lumba dermaga (Phocoena phocoena), yaitu dari jaringan paru-paru, serviks, uterus, intestinal, dan limfonodus mandibular. Foster et al. (1998) juga berhasil mengisolasi bakteri A. scotiae dari jaringan limpa, hati, intestinal, dan limfonodus lumba-lumba dermaga (Phocoena phocoena) dan beberapa jenis singa laut. Kedua jenis bakteri Actinobacillus ini tidak menunjukkan gejala patologis yang jelas pada biakan murni jaringan, baik secara mikroskopis ataupun makroskopis pada lumba-lumba belang (Stenella coeruleoalba), lumba-lumba dermaga (Phocoena phocoena), dan beberapa jenis singa laut.
Gambar 10 Morfologi Actinobacillus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Pada kuda keberadaan kelompok bakteri Actinobacillus seperti A. equuli pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya nefritis dan pada jaringan uterus akan menyebabkan terjadinya abortus ataupun anak kuda yang dilahirkan hanya akan bertahan hidup kurang dari 7 hari (Chia et al. 2011). Pada jaringan lain seperti pada hati dapat menyebabkan hepatitis, pada limfonodus menyebabkan penurunan jumlah limfosit (deplesi limfosit), pada usus menyebabkan enteritis, dan
32
omphalitis pada umbilikal (Chia et al. 2011). Pada babi infeksi Actinobacillus dapat menyebabkan artritis, septikemia, dan pneumonia (Quinn et al. 2004). Actinobacillus merupakan flora normal pada rongga mulut manusia namun dapat berubah menjadi patogen oportunistik saat terjadi penurunan sistem imun tubuh akibat stres (Hsieh et al. 2011). Actinobacillus yang berasosiasi dengan Actinomyces dapat menyebabkan infeksi periodontol pada rongga mulut manusia, facial cellutis, endokarditis, dan infeksi sistemik (Hsieh et al. 2011). Gejala patologis yang ditemukan pada mamalia lain seperti kuda, babi, dan manusia kemungkinan dapat juga ditemukan pada T. aduncus apabila terjadi infeksi secara kronis. Tidak ditemukannya gejala patologis yang jelas pada mamalia laut seperti lumba-lumba belang (Stenella coeruleoalba), lumba-lumba dermaga (Phocoena phocoena), dan beberapa jenis singa laut yang terinfeksi oleh Actinobacillus (Foster et al. 1996). Hal serupa mungkin juga ditemukan pada T. aduncus yang disebabkan oleh banyak faktor salah satunya faktor daya tahan tubuh satwa liar yang lebih baik dibandingkan hewan domestik dan manusia serta patogenitas jenis Actinobacillus yang berbeda untuk masing-masing spesies inang yang terinfeksi. Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk kokoid sampai batang pendek. Berdasarkan dari hasil uji biokimia, Pseudomonas sp. menunjukkan sifat motil, indol negatif, dan mampu memfermentasi sitrat. Bakteri ini juga mampu mengubah warna media TSIA bagian slant menjadi merah dan bagian butt tidak mengalami perubahan warna. Hal ini mengindikasikan bahwa Pseudomonas sp. tidak memfermentasi karbohidrat di dalam media, tetapi menggunakan pepton sebagai sumber utama dalam metabolisme aerob yang dilakukan. Sifat lain yang dapat dilihat dari uji TSIA adalah tidak ada pembentukan H2S dan gas selama proses metabolisme. Hasil uji fermentasi karbohidrat menunjukkan bahwa bakteri ini tidak memfermentasikan sebagian besar karbohidrat. Pseudomonas sp. adalah bakteri yang dapat ditemukan di lingkungan alami baik di air, tanah, tanaman bahkan di dalam air limbah. Beberapa jenis Pseudomonas, seperti P. putida dan P. flourescens dapat ditemukan pada sistem pencernaan mamalia (Willey et al. 2008).
33
Pseudomonas adalah kelompok bakteri yang sering ditemukan pada blowhole lumba-lumba. Bakteri ini sering ditemukan pada blowhole lumba-lumba kemungkinan karena keberadaannya yang tersebar luas di lingkungan. Morris (2011) yang melakukan penelitian terhadap 180 ekor T. truncatus di perairan laut tenggara Amerika Serikat menyebutkan bahwa salah satu bakteri yang banyak ditemukan adalah Pseudomonas sp. seperti, P. aeruginosa, P. alcaligenes, P. fluorescens, dan P. stutzeri. Hal serupa juga dilaporkan oleh Higgins (2000) yang melaporkan adanya P. aeruginosa dan Buck (2006) tentang keberadaan P. stutzeri pada blowhole T. truncatus.
Gambar 11 Morfologi Pseudomonas sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dunn et al. (2001) pada T.
truncatus
kehadiran
P.
aeruginosa
dapat
menyebabkan
terjadinya
bronkopneumonia, dermatitis, osteomyelitis, dan septikemia. Bahkan juga dapat menyebabkan nekrosis dan ulcer pada kulit, gangguan pernafasan serta depresi (Dunn et al. 2001). Pada beruang laut P. aeruginosa merupakan salah satu jenis flora normal (Dunn et al. 2001). Dunn et al. (2001) juga berhasil mengisolasi Pseudomonas dari sistem respirasi dan pencernaan paus putih atau beluga. P. aeruginosa juga berhasil diisolasi dari beberapa kasus mastitis pada walrus atau beruang laut betina yang menunjukkan gejala klinis berupa anorexia, anemia,
34
lemah, dan bengkak pada bagian kiri flipper akibat terjadinya mastitis pada kelenjar mamae di kuadran kiri (Calle 1998). Walsh et al. (1999) juga melaporkan adanya kasus enterokolitis pada orphan (Trichechusmanatus latirostris) akibat infeksi dari P. aeruginosa, Salmonella spp., dan Clostridium difficle. Beberapa kelompok Pseudomonas pada mamalia laut ada yang bersifat zoonosis, seperti P. mallei dan P. pseudomallei yang bersumber dari lumba-lumba dan paus. Salah satu jenis Pseudomonas yang banyak dikenal adalah P. aeruginosa. Bakteri ini merupakan salah satu jenis mikroflora normal pada saluran pencernaan dan kulit manusia, namun terkadang bakteri ini juga dapat berubah menjadi patogen oportunistik yang menyebabkan bronkopneumonia kronis pada manusia saat kondisi imun tubuh menurun (Tellez 2010). Kondisi serupa juga sering ditemukan pada hewan yang menderita pneumonia dan gangguan saluran urinari (Tellez 2010). Moraxella sp. Moraxella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang kecil, bersifat tidak motil serta uji indol dan sitrat negatif. Berdasarkan uji TSIA yang dilakukan bakteri ini mampu mengubah warna media slant menjadi merah, tidak memproduksi gas, dan H2S serta tidak terjadi perubahan warna media bagian butt. Hasil uji TSIA ini menunjukkan bahwa Moraxella sp. adalah bakteri yang tidak memfermentasikan glukosa, laktosa, dan atau sukrosa. Bakteri ini mampu memfermentasikan sebagian karbohidrat, namun tidak menghasilkan gas. Moraxella sp. hidup sebagai bakteri komensal pada membran mukosa manusia dan mamalia (Quinn et al. 2004). Salah satu jenis Moraxella patogen yang sering ditemukan adalah M. bovis dan M. equi yang dapat menyebabkan keratokonjungtivitis (Quinn et al. 2004). Keratokonjungtivitis yang terjadi pada sapi dan kuda akibat infeksi M. bovis dan M. equi kemungkinan dapat juga terjadi pada mamalia laut termasuk T. aduncus. Hal ini mungkin terjadi karena bakteri ini hidup alami sebagai bakteri komensal pada membran mukosa termasuk mukosa mata mamalia. Berdasarkan catatan kesehatan di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya Kendal sering ditemukan adanya kasus konjungtivitis pada T. aduncus. Kasus konjungtivitis ini
35
apabila tidak mendapat penanganan medis yang cepat dan efektif maka dapat menyebabkan kebutaan pada T. aduncus. Keberadaan Moraxella sp. pada saluran pernafasan atas (blowhole) T. aduncus pada penelitian ini kemungkinan karena Moraxella sp. merupakan bakteri komensal pada membran mukosa saluran pernafasan lumba-lumba. Dugaan ini didukung oleh penelitian Greig et al. (2011) yang pernah melaporkan keberadaan Moraxella sp. di jaringan paru-paru, hati, dan umbilikal anjing laut yang mati saat dilahirkan. Moraxella sp. adalah bakteri yang tersebar di berbagai mukosa jaringan tubuh mamalia. Hal ini dibuktikan dari penelitian Johnson et al. (2006) dan Goldstein et al. (2009) yang menemukan keberadaan bakteri ini pada jaringan urogenital (vagina dan preputium), hati, limpa, plasenta, dan cairan lambung singa laut california (Zolophus californiasus).
Gambar 12 Morfologi Moraxella sp. dengan pewarnanaan Gram, perbesaran objektif 100X. Pada manusia bakteri jenis Moraxella selain hidup sebagai bakteri komensal pada membran mukosa jaringan tubuh, bakteri ini juga hidup sebagai flora normal di saluran pernafasan dan urogenital. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gutigoli dan Zaman (2000) salah satu jenis Moraxella, yaitu M. phenylpyruvica berpotensi menyebabkan endokarditis pada manusia. Moraxella sp. juga dapat menyebabkan infeksi silang pada penyu laut yang
36
terinfeksi cacing Trematoda seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Flint et al. (2009).
Bacillus sp. Bacillus sp. adalah bakteri Gram positif berbentuk batang. Bakteri ini memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki endospora, sehingga semua bakteri Gram positif yang berbentuk batang dan berspora digolongkan sebagai Bacillus sp. Bacillus sp. akan tumbuh subur di nutrient agar (Quinn et al. 2004). Sebagian besar jenis Bacillus sp. bersifat saprofit dan tersebar luas di udara, air, dan tanah dengan tingkat patogenitas yang rendah atau bahkan tidak berpotensi patogen (Quinn et al. 2004). Salah satu contoh jenis Bacillus yang sering ditemukan di laut dan tidak patogen terhadap hewan laut adalah B. thuringiensis (EPA 1998).
Gambar 13 Morfologi Bacillus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morris et al. (2011) dapat diketahui bahwa Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri yang umum ditemukan pada blowhole dan lambung T. truncatus di perairan Laut Estuaria. Bakteri ini juga sering ditemukan pada ikan laut dan kepiting serta banyak berada di sekitar perairan laut (Dunn et al. 2001). Geraci et al. (1966) menyatakan bahwa kejadian
37
penyakit pada mamalia laut yang disebabkan oleh Bacillus sp. diperkirakan akibat kontak tidak langsung dari konsumsi ikan laut yang terkontaminasi bakteri tersebut. Keberadaan Bacillus sp. dari hasil swab blowhole T. aduncus pada penelitian ini kemungkinan berasal dari air laut yang merupakan habitat alami bakteri ini ataupun dari ikan yang digunakan sebagai pakan lumba-lumba. Kemungkinan juga bahwa Bacillus sp. merupakan flora normal yang ada pada saluran pernafasan atas (blowhole) T. aduncus seperti yang dikemukakan oleh Morris et al. (2011). Staphylococcus sp. Staphylococcus sp. adalah bakteri Gram positif berbentuk khas kokus bergerombol, tidak motil, katalase positif, dan mampu memfermentasi glukosa dalam kondisi mikroaerofilik. Berdasarkan hasil identifikasi bakteri yang dilakukan pada T. aduncus di kawasan konservasi Pantai Cahaya Kendal, didapatkan dua spesies Staphylococcus dari hasil swab blowhole, yaitu S. aureus dan S. epidermidis. Kedua jenis bakteri Staphylococcus ini dapat dibedakan melalui warna koloni yang tumbuh pada media MSA. Koloni S. aureus berwarna kuning pada media MSA karena mampu memfermentasi manitol, sedangkan koloni S. epidermidis berwarna pink serupa dengan warna media karena tidak mampu untuk memfermenatsi manitol. Staphylococcus sp. merupakan jenis bakteri Gram positif yang sering ditemukan di jaringan tubuh lumba-lumba termasuk pada blowhole (Dunn et al. 2001). Higgins (2000) menyebutkan beberapa jenis Staphylococcus yang sering ditemukan pada sistem organ tubuh T. truncatus, yaitu S. aureus, S. delphini, S. epidermidis, dan S. hyicus. Bakteri-bakteri ini sering ditemukan di sistem integumen, pernafasan, pencernaan, dan urogenital (Higgins 2000). Berdasarkan penelitian Higgins (2000), bakteri yang paling sering ditemukan pada sistem organ T. truncatus adalah S. aureus. Bakteri ini tersebar luas di seluruh sistem organ tubuh lumba-lumba, yaitu di sistem integumen, pernafasan, pencernaan, dan urogenital. Menurut Streitfeld dan Chapman (1976) pada T. truncatus yang hidup liar, S. aureus merupakan mikroflora normal di dalam tubuh. Streitfeld dan Chapman (1976) juga menyebutkan bahwa S. aureus
38
dapat diisolasi dari jaringan paru-paru lumba-lumba dan anjing laut greenland (Phoca groenlandia) yang menderita bronkopneumonia dan infeksi saluran pernafasan serta dari sistem integumen. S. aureus juga berhasil diisolasi dari sistem
pencernaan
paus
putih
atau
beluga
(Delphinapterus
leucas)
(Streitfeld & Chapman 1976). Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan lumba-lumba merupakan hal yang sering ditemui dan sering dikaitkan dengan terjadinya kasus pneumonia (Dunn et al. 2001). Berdasarkan dari hasil identifikasi bakteri yang dilakukan pada penelitian ini ditemukan adanya S. aureus pada blowhole T. aduncus di kawasan konservasi Pantai Cahaya Kendal, namun keberadaan bakteri ini pada blowhole lumba-lumba tidak menunjukkan adanya gejala pneumonia. Hal ini mungkin terjadi karena sistem kekebalan tubuh lumbalumba yang baik, sehingga keberadaan S. aureus pada blowhole diperkirakan sebagai flora normal yang bersifat patogen oportunistik. Bakteri ini tidak bersifat infektif saat kondisi kekebalan tubuh lumba-lumba baik.
Gambar 14 Morfologi S. aureus dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Jenis Staphylococcus lain yang berhasil diisolasi dari blowhole lumbalumba pada penelitian ini adalah S. epidermidis. S.epidermidis merupakan bakteri yang banyak ditemukan di lingkungan dan bersifat koagulase negatif, sehingga dikenal sebagai bakteri nonpatogen (Quinn et al. 2004). Pada hewan dan manusia, walaupun bakteri ini menunjukkan sifat koagulase negatif namun S. epidermidis
39
dapat berperan sebagai patogen oportunistik (Quinn et al. 2004). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Higgins (2000), S. epidermidis berhasil diisolasi dari saluran pernafasan paus putih atau beluga dan saluran pencernaan T. truncatus. Dunn et al. (2001) juga melaporkan bahwa S. epidermidis berhasil diisolasi dari seekor T. truncatus yang menunjukkan gejala klinis kesulitan pernafasan dan batuk yang dalam. Keberadaan S. epidermidis pada saluran pernafasan lumba-lumba diduga akibat infeksi yang berasal dari lingkungan, karena bakteri ini banyak ditemukan di lingkungan baik di tanah, air, dan udara seperti pernyataan dari Quinn et al. (2004). Infeksi S. epidermidis pada saluran pernafasan T. aduncus pada penelitian ini tidak sampai menimbulkan adanya gejala klinis, walaupun keberadaan S. epidermidis dan S. aureus pada saluran pernafasan lumba-lumba sering dikaitkan dengan kejadian penyakit pneumonia.
Gambar 15 Morfologi S. epidermidis dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Citrobacter sp. Citrobacter sp. adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk kokoid. Bakteri yang termasuk ke dalam famili Enterobactereriaciae ini bersifat motil, uji sitrat dan MR positif, dan negatif pada uji VP. Pada uji TSIA bakteri ini tidak mampu untuk memfermentasi karbohidrat di dalam media TSIA. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna media slant dan butt menjadi merah.
40
Berdasarkan hasil uji TSIA tersebut juga dapat diketahui bahwa bakteri ini menghasilkan gas dan H2S. Uji fermentasi karbohidrat juga menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasikan sebagian besar karbohidrat dan menghasilkan gas dalam proses fermentasinya.
Gambar 16 Morfologi Citrobacter sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Citrobacter sp. sama seperti kelompok Enterobacteriaceae lain yang secara alami dapat ditemukan di dalam usus hewan ataupun manusia. Menurut Cabral (2010), salah satu jenis Citrobacter yang dapat ditemukan pada feses manusia dan juga Gibbon (fitz gibbon) di Australia adalah C. freundii. Bakteri ini secara alami selalu dapat ditemukan di dalam feses mamalia. Jumlah bakteri ini tidak sebanyak E. coli, namun penyebarannya di lingkungan cukup tinggi, khususnya di lingkungan perairan (Cabral 2010). Salah satu jenis Citrobacter yang sering ditemukan pada mamalia laut menurut Higgins (2000) adalah C. freundii. C. freundii berhasil diisolasi dari sistem pernafasan dan pencernaan paus putih atau beluga. Buck et al. (2006) juga melaporkan telah berhasil mengisolasi Citrobacter sp. dari blowhole dan anus T. truncatus. Dalam penelitian Buck et al. (2006) tersebut Citrobacter sp. bukan merupakan bakteri dominan yang berhasil diisolasi, namun bakteri ini ditemukan di dalam blowhole dan saluran pencernaan lumba-lumba dengan persentase yang kecil. Page (2010) melaporkan telah berhasil mengisolasi C. freundii dari sarang radang granuloma
41
lumba-lumba moncong pendek (Delphinus delphis) yang menderita encephalitis. Keberadaan Citrobacter sp. pada otak lumba-lumba moncong pendek ini kemungkinan sama dengan kejadian neonatal brain abscess pada manusia yang merupakan suatu penyakit kongenital akibat infeksi C. freundii. Awalnya C. freundii menyerang dan bertahan hidup di jaringan epitel otak dan menyebabkan peradangan pada zona putih (white matter zone) dan akhirnya berpenetrasi ke dalam jaringan otak (Agrawal & Mahapatra 2005). Keberadaan Citrobacter sp. di dalam jaringan tubuh mamalia laut, khususnya lumba-lumba kemungkinan sebagai mikroflora yang dapat ditemukan di dalam saluran pernafasan dan pencernaan dan dapat berubah menjadi patogen oportunistik saat kondisi pertahanan tubuh lumba-lumba menurun. Patogenitas Citrobacter sp. pada saluran pernafasan lumba-lumba secara lebih spesifik belum diketahui. Salmonella sp. Salmonella sp. adalah bakteri Gram negatif berbentuk kokoid yang termasuk dalam kelompok Enterobacteriariaceae. Bakteri ini bersifat motil, uji indol negatif, dan mampu mengubah warna media TSIA bagian slant dan butt menjadi kuning akibat dari pembentukan asam hasil dari fermentasi glukosa, laktosa, dan atau sukrosa yang terkandung di dalam media TSIA. Dari hasil uji TSIA juga dapat diketahui bahwa Salmonella sp. juga menghasilkan gas dan H2S pada proses fermentasi. Pada media agar MacConkey koloni bakteri ini berwarna pucat serupa warna media yang menunjukkan bahwa bakteri ini biasanya bersifat patogen (Lay 1994). Infeksi Salmonella sp. atau dikenal dengan salmonellosis adalah masalah utama yang sering dijumpai pada hewan domestik yang biasanya sering berdampak pada kesehatan masyarakat. Salmonella serotipe Typhimurium merupakan salah satu penyakit emerging pada hewan yang banyak terjadi di berbagai negara (Poppe et al. 1998). Salmonella sp. telah berhasil diisolasi dari berbagai spesies Cetacea, yaitu paus pembunuh (Orcinus orca), paus pilot, dan T. truncatus (Higgins 2000). Foster et al. (1999) telah berhasil mengisolasi Salmonella
sp.
dari
berbagai
jaringan
tubuh
lumba-lumba
dermaga
42
(Phocoena phocoena) di perairan Scottish. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bakteri yang paling banyak ditemukan di jaringan paru-paru adalah Salmonella sp. Gilmartin et al. (1979) juga berhasil menemukan Salmonella sp. pada gajah laut utara dan singa laut california yang diduga menderita pneumonia dan beberapa di antaranya diduga telah mengalami salmonellosis sistemik. Salmonella sp. dan kelompok Enterobacteriaceae lainnya merupakan bakteri Gram negatif yang sering ditemukan di berbagai jaringan tubuh Pinnipidae, yaitu mencapai 75% dari total bakteri Gram negatif yang ditemukan (Thornton 1995). Higgins (2000) juga melaporkan adanya infeksi Salmonella sp. pada sistem pencernaan anjing laut abu-abu dan sistem urogenital singa laut california.
Gambar 17 Morfologi Salmonella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Berdasarkan dari contoh-contoh kasus yang ditemukan, keberadaan Salmonella sp. pada blowhole T. aduncus pada penelitan ini kemungkinan karena bakteri ini merupakan salah satu flora normal yang banyak ditemukan pada jaringan tubuh mamalia laut. Keberadaan Salmonella sp. ini bersifat sebagai patogen oportunistik saat kondisi kekebalan tubuh lumba-lumba menurun, sehingga apabila lumba-lumba memiliki kekebalan tubuh yang baik maka tidak akan menunjukkan adanya gejala klinis.
43
Serratia sp. Serratia sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk kokoid. Bakteri kelompok Enterobacteriaceae ini bersifat motil, uji sitrat, dan indol negatif serta mampu memfermentasikan sebagian karbohidrat. Pada uji TSIA diketahui bahwa Serratia sp. merupakan bakteri yang mampu menghasilkan asam dari hasil fermentasi glukosa, sukrosa, dan atau laktosa yang terkandung di dalam media TSIA. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi kuning pada bagian slant dan butt. Dari hasil uji TSIA juga diketahui bahwa Serratia sp. tidak menghasilkan gas dan H2S.
Gambar 18 Morfologi Serratia sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Secara umum Serratia sp. adalah bakteri yang jarang ditemukan di dalam tubuh mamalia laut. Bakteri ini banyak ditemukan tersebar di lingkungan. Higgins (2000) pernah melaporkan adanya Serratia sp. pada sistem pencernaan paus putih atau beluga. Sangat sedikit informasi lain yang menjelaskan tentang keberadaan Serratia sp. pada mamalia laut, sehingga keberadaan Serratia sp. di dalam tubuh lumba-lumba belum diketahui secara pasti patogenitasnya. Keberadaan Serratia sp. di dalam blowhole T. aduncus pada penelitian ini kemungkinan berasal dari air laut yang merupakan habitat alami Serratia sp..
44
Klebsiella sp. Klebsiella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk kokoid dan tidak motil. Hasil uji sitrat dan indol menunjukkan hasil negatif. Klebsiella sp. pada uji TSIA menunjukkan sifat fermentatif dengan menghasilkan asam dari hasil fermentasi glukosa, sukrosa, dan atau laktosa, sehingga terjadi perubahan warna media bagian slant dan butt menjadi kuning. Pada uji TSIA juga diketahui bahwa Klebsiella sp. menghasilkan gas tetapi tidak menghasilkan H2S dalam proses fermentasinya. Bakteri ini mampu memfermentasikan sebagian karbohidrat dan menghasilkan gas. Uji Voges-Proskauer (VP) menunjukkan hasil negatif, sedangkan uji Methyl-Red (MR) positif.
Gambar 19 Morfologi Klebsiella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Klebsiella sp. masih tergolong kelompok Enterobacteriaceae yang secara alami dapat ditemukan pada saluran pencernaan mamalia. Higgins (2000) menyebutkan bahwa Klebsiella sp. dapat ditemukan pada sistem pernafasan dan pencernaan lumba-lumba, singa laut california, dan paus putih atau beluga. Jenis Klebsiella yang sering ditemukan adalah K. pneumoniae (Higgins 2000). Morris et al. (2011) juga berhasil mengisolasi K. pneumoniae dari blowhole, anus, dan lambung T. truncatus di perairan laut tenggara Amerika Serikat. Buck et al. (2006) juga menunjukkan hasil yang sama dengan berhasil mengisolasi
45
K. pneumoniae dari T. truncatus. Keberadaan bakteri Gram negatif nonfermenter seperti C. freundii, K. pneumoniae, P. multocida, dan Proteus sp. dapat dikaitkan dengan adanya kontaminasi saat pengambilan sampel yang berasal dari air laut dan manusia (Buck et al. 2006). Tellez et al. (2010) menyatakan bahwa Klebsiella sp. merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia dan kematian pada lumba-lumba. Keberadaan bakteri ini di dalam tubuh lumba-lumba cukup mendapat perhatian khusus, karena selain patogenitasnya yang tinggi dikhawatirkan lumba-lumba yang terinfeksi bakteri ini dapat menjadi karier atau agen pembawa yang dapat menyebabkan infeksi pada lumba-lumba lain (Buck et al. 2006). Proteus sp. Proteus sp. adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang kecil, bersifat motil, uji indol positif, dan tidak memfermentasi sitrat. Pada media TSIA bakteri ini mampu mengubah warna slant menjadi merah, butt menjadi kuning, menghasilkan gas namun tidak menghasilkan H2S. Hasil uji TSIA ini menunjukkan bahwa Proteus sp. mampu untuk memfermentasikan glukosa dan menghasilkan gas dalam proses fermentasinya namun tidak menghasilkan H2S. Proteus sp. juga mampu untuk memfermentasikan sebagian karbohidrat dalam uji fermenatsi karbohidrat. Proteus sp. adalah salah atau anggota kelompok Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae secara alami banyak ditemukan di dalam air, tanah, tanaman, dan usus hewan ataupun manusia (Quinn et al. 2004). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Higgins (2000) diketahui bahwa salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada T. truncatus adalah P. mirabilis. Bakteri ini dapat ditemukan pada sistem integumen, pernafasan, dan pencernaan lumba-lumba. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Morris et al. (2011) pada 180 ekor T. truncatus juga ditemukan adanya P. mirabilis pada blowhole dan anus lumba-lumba. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Buck et al. (1987) yang berhasil mengisolasi P. mirabilis dari anus T. truncatus. Tellez et al. (2010) meyebutkan bahwa P. mirabilis merupakan salah satu jenis bakteri yang sering dikaitkan dengan kasus pneumonia pada lumba-lumba. Thronton et al. (1995) juga berhasil mengisolasi Proteus sp. dari singa laut california,
46
anjing laut, dan beruang laut yang mengalami fistula pada taringnya. Bogomolni et al. (2008) juga melaporkan bahwa telah berhasil mengisolasi P. mirabilis dari paus minke (minke whale) yang mengalami abses pada paru-paru. Asper et al. (1980) dalam Buck et al. (2006) juga melaporkan telah berhasil mengisolasi jenis Proteus lain, yaitu P. vulgaris dari blowhole T. truncatus di perairan laut Florida.
Gambar 20 Morfologi Proteus sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Keberadaan Proteus sp. di dalam tubuh mamalia termasuk juga manusia adalah sebagai patogen oportunistik (Manos & Belas 2006). Berdasarkan dari pernyataan Manos dan Belas (2006) dapat dimungkinkan bahwa Proteus sp. adalah flora normal yang berada di dalam blowhole lumba-lumba seperti penelitian yang dilakukan oleh Higgins (2000) dan Buck et al. (2006). Keberadaan Proteus sp. di dalam blowhole lumba-lumba dapat berubah menjadi patogen saat kondisi pertahanan tubuh lumba-lumba menurun dan kemungkinan dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan, walaupun belum diketahui dengan pasti patogenitasnya pada lumba-lumba hidung botol. Pasteurella sp. Pasteurella sp. merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang kecil dan tidak motil. Sifat biokimiawi lain yang ditunjukkan oleh Pasteurella sp.
47
adalah uji sitrat dan indol negatif. Pada uji TSIA bakteri ini mampu menghasilkan asam dari hasil fermentasi glukosa, laktosa, dan atau sukrosa yang ditunjukkan dengan perubahan warna media bagian slant dan butt menjadi kuning. Pada uji TSIA juga diketahui bahwa bakteri ini tidak menghasilkan gas dan H2S. Berdasarkan
hasil
uji
fermentasi
karbohidrat,
Pasteurella
sp.
mampu
memfermentasikan sebagian besar karbohidrat kecuali glukosa. Secara alami Pasteurella sp. merupakan bakteri yang dapat ditemukan pada berbagai spesies hewan dan sebagian besar merupakan bakteri komensal pada membran mukosa saluran pernafasan atas dan saluran percernaan hewan (Quinn et al. 2004).
Gambar 21
Morfologi Pasteurella sp. dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X.
Keberadaan Pasteurella sp. pada mamalia laut sudah sering dilaporkan. Higgins et al. (2000) berhasil mengisolasi P. multocida dari saluran pernafasan dan pencernaan paus putih atau beluga. P. multocida juga pernah diisolasi dari jaringan
paru-paru
T.
truncatus
yang
menderita
pendarahan
akibat
bronkopneumonia yang menyerupai septikemia akut (Tellez et al. 2010). Dunn et al. (2001) menyatakan bahwa kasus kematian lumba-lumba yang disebabkan oleh infeksi P. multocida biasanya tidak disertai dengan gejala klinis yang jelas. Lumba-lumba yang terinfeksi P. multocida akan terlihat anoreksia, lemah, dan terjadi perubahan perilaku seperti penurunan aktivitas berenang beberapa jam
48
sebelum kematian (Dunn et al. 2001). Dunn et al. (2001) juga melaporkan bahwa infeksi P. mutocida dapat menyebabkan terjadinya enteritis, pendarahan usus, dan septikemia yang menyebabkan kematian pada lumba-lumba. Keberadaan P. multocida ini kemungkinan berasal dari burung pantai yang sedang bermigrasi (Dunn et al. 2001). Bakteri Pasteurella sp. yang ditemukan pada blowhole T. aduncus dalam penelitian ini kemungkinan merupakan mikroflora normal yang secara alami hidup sebagai bakteri komensal pada membran mukosa saluran pernafasan atas lumba-lumba seperti yang diungkapkan oleh Quinn et al. (2004). Bakteri ini mungkin dapat berubah menjadi patogen oportunistik saat kondisi pertahanan tubuh lumba-lumba menurun. Edwardsiella tarda Edwardsiella tarda merupakan bakteri Gram negatif berbentuk kokoid. Bakteri ini bersifat motil dan menunjukkan hasil positif pada uji indol dan sitrat. Pada uji TSIA, bakteri ini hanya mampu memfermentasikan glukosa yang ditunjukkan dengan perubahan warna media bagian slant menjadi merah dan bagian butt menjadi kuning. Perubahan warna media bagian butt menjadi kuning akibat pembentukan asam dari hasil fermentasi glukosa. Selain itu, dari hasil uji TSIA juga dapat diketahui bahwa E. tarda menghasilkan gas dan H2S dalam proses fermentasinya. Berdasarkan uji fermenatsi karbohidrat bakteri ini mampu memfermentasikan sebagian besar karbohidrat. Edwardsiella tarda merupakan kelompok Enterobacteriaceae yang secara alami ditemukan pada sistem pencernaan hewan dan manusia (Quinn et al. 2004). Bakteri ini di alam banyak tersebar di lingkungan perairan baik di air laut, air tawar ataupun daerah yang sedikit berlumpur. Menurut Tellez et al. (2010) Edwardsiella sp. merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan pneumonia dan kematian pada lumba-lumba. Higgins (2000) dalam studinya melaporkan adanya Edwardsiella sp. pada sistem integumen, sistem pernafasan, dan urogenital singa laut california. Higgins (2000) juga melaporkan adanya Edwardsiella sp. pada sistem pernafasan anjing laut, paus putih atau beluga, lumba-lumba (Delphinus delphis), dan paus pembunuh atau killer whale. Pada T. truncatus, E. tarda ditemukan pada sistem pencernaan (Higgins 2000).
49
Buck et al. (2006) juga berhasil mengisolasi E. tarda dari blowhole dan anus T. truncatus di perairan Teluk Meksiko dan Samudera Atlantik. Berdasarkan dari studi kasus yang dilakukan oleh Colles et al. (1978) E. tarda berhasil diisolasi dari singa laut california yang mati akibat menderita peritonitis dan intusepsio intestinal serta dari lumba-lumba dermaga (Phocena phocena) yang mati akibat distokia dan peritonitis.
Gambar 22 Morfologi Edwardsiella tarda dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Banyaknya laporan mengenai keberadaan E. tarda pada mamalia laut menunjukkan bahwa bakteri ini kemungkinan merupakan mikroflora normal di dalam tubuh mamalia laut termasuk lumba-lumba (Coles et al. 1978). Keberadaan E. tarda pada blowhole T. aduncus pada penelitian ini kemungkinan karena E. tarda merupakan mikroflora normal yang terdapat pada blowhole lumba-lumba. E. tarda juga banyak ditemukan di lingkungan perairan laut sehingga peluang lumba-lumba untuk berkontak dengan bakteri ini sangat besar. E. tarda selain diperkirakan sebagai mikroflora normal di dalam tubuh lumba-lumba, bakteri ini juga berpotensi menjadi patogen saat kondisi pertahanan tubuh lumba-lumba menurun yang dapat menyebabkan pneumonia dan kematian seperti yang diungkapkan oleh Tellez et al. (2010).
50
Alcaligenes faecalis Alcaligenes faecalis adalah bakteri Gram negatif berbentuk kokoid dan termasuk ke dalam kelompok Enterobacteriaceae. Bakteri ini bersifat motil dan menunjukkan hasil negatif pada uji sitrat dan indol. Pada uji TSIA A. faecalis tidak memfermentasikan karbohidrat yang terkandung di dalam media, yaitu glukosa, laktosa, dan atau sukrosa, namun bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi dalam metabolisme aerob. Penggunaan pepton ini menyebabkan perubahan warna media bagian slant menjadi merah, sedangkan bagian butt tidak mengalami perubahan warna atau disebut netral. Berdasarkan hasil uji TSIA juga dapat diketahui bahwa A. faecalis adalah bakteri yang tidak memproduksi gas dan H2S. Uji fermentasi karbohidrat juga menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasikan sebagian karbohidrat tanpa menghasilkan gas.
Gambar 23 Morfologi Alcaligenes faecalis dengan pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Seperti halnya kelompok Enterobacteriaceae lainnya A. faecalis secara alami juga ditemukan di saluran pencernaan hewan dan manusia (Quinn et al. 2004). Bakteri ini juga tersebar luas di tanah dan perairan (Quinn et al. 2004). Keberadaan A. faecalis pada mamalia laut pernah dilaporkan oleh MacNeill et al. (1975) dalam studi kasusnya. MacNeill et al. (1975) melaporkan telah berhasil
51
mengisolasi A. faecalis dari blowhole paus kutub utara atau narwhale yang menderita pneumonia akibat infestasi cacing paru (lungworm) dari golongan Nematoda. Keberadaan A. faecalis ini diperkirakan sebagai infeksi sekunder akibat terjadinya Nematidosis (MacNeill et al. 1975). Sweeney dan Gilmartin (1974) juga melaporkan hasil survei yang telah mereka lakukan pada 51 ekor singa laut california. Berdasarkan hasil survei tersebut dilaporkan adanya A. faecalis pada abses kulit di jaringan subdermal singa laut california. Vedros et al. (1982) juga melaporkan keberadaan Alcaligenes sp. pada jaringan orofaring dan darah anjing laut berbulu atau fur seal yang diduga menderita pneumonia. Keberadaan A. faecalis pada blowhole T. aduncus pada penelitian ini diduga karena bakteri ini banyak ditemukan di lingkungan hidup lumba-lumba atau air laut, sehingga kemungkinan kontak lumba-lumba dengan bakteri ini cukup besar. Yersinia sp. Yersinia sp. adalah bakteri Gram negatif berbentuk kokoid. Bakteri ini juga termasuk ke dalam kelompok Enterobacteriaceae yang sering ditemukan di dalam saluran pencernaan hewan dan manusia (Quinn et al. 2004). Bakteri ini bersifat motil dan tidak memfermentasikan sitrat dan indol. Berdasar uji TSIA yang
dilakukan
dapat
diketahui
bahwa
bakteri
ini
hanya
mampu
memfermentasikan glukosa yang ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi kuning pada bagian butt dan merah pada bagian slant. Berdasar hasil uji TSIA dapat diketahui juga bahwa Yersinia sp. tidak menghasilkan gas dan H2S selama proses fermentasi. Yersinia sp. juga mampu memfermentasikan sebagian besar karbohidrat pada uji fermentasi karbohidrat. Secara umum Yersinia sp. adalah bakteri yang jarang ditemukan di dalam tubuh mamalia laut. Bakteri ini banyak ditemukan tersebar di lingkungan. Sedikit laporan ataupun hasil penelitian yang melaporkan keberadaan Yersinia sp. pada mamalia laut. Buck et al. (2006) berhasil mengisolasi Y. enterolitica dari T. truncatus di perairan Teluk Meksiko, namun dengan jumlah isolat yang kecil, sehingga hanya dianggap sebagai bakteri kontaminan yang berasal dari air laut atau manusia saat pengambilan sampel.
52
Gambar 24 Morfologi Yersinia sp. pada pewarnaan Gram, perbesaran objektif 100X. Sangat sedikit informasi lain yang menjelaskan tentang keberadaan Yersinia sp. pada mamalia laut, sehingga keberadaan Yersinia sp. di dalam tubuh lumba-lumba belum diketahui secara pasti patogenitasnya. Keberadaan Yersinia sp. di dalam blowhole T. aduncus pada penelitian ini kemungkinan berasal dari air laut yang merupakan salah satu habitat alami Yersinia sp.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa terdapat 15 jenis bakteri yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari blowhole T. aduncus di kawasan konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah. Jenis-jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi adalah Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., Bacillus sp., S. aureus, S. epidermidis, Citrobacter sp., Salmonella sp., Serratia sp., dan Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., E. tarda, A. faecalis, dan Yersinia sp. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Actinobacillus sp., Pseudomonas sp., Moraxella sp., dan Bacillus sp. Bakteri-bakteri yang berhasil diidentifikasi tersebut beberapa diantaranya berpotensi sebagai patogen pada T. aduncus, seperti Pseudomonas sp., S. aureus, S. epidermidis, Salmonella sp., Klebsiella sp., Proteus sp., Pasteurella sp., dan E. tarda.
V.2 Saran Identifikasi bakteri dengan menggunakan metode kultur bakteri adalah cara identifikasi yang konvensional, sehingga mengalami banyak kesulitan untuk mengidentifikasi bakteri hingga tingkat spesies. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan teknik molekular menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengetahui dengan pasti spesies bakteri yang hidup pada blowhole T. aduncus di kawasan konservasi Pantai Cahaya Kendal Jawa Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal D, Mahapatra AK. 2005. Vertically acquired neonatal Citrobacter brain abscess – case report and review of the literature. J Clin Neurosci 12(2):188-190. Barrow GI, Feltham RKA, editor. 1993. Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. Ed ke-3. Cambridge: Cambridge Univercity Press. Bogomolni AL, Gast RJ, Ellis JC, Dennett M, Pugliares KR, Lentell BJ, Moore MJ. 2008. Victims or vectors: a survey of marine vertebrate zoonoses from coastal waters of the northwest Atlantic. Dis Aquat Org 81:13-38. Buck JD, Wells RS, Rhinehart HL, Hansen LJ. 2006. Aerobic microorganism associated with free ranging bottlenose dolphins in coastal gulf of Mexico and Atlantic ocean waters. J Wildl Dis 42(3):536-544. Buck JD, Shepard LL, Spotte S. 1987. Clostridium perfringens as the cause of death of a captive Atlantic bottlenose dolphin (Tursiops truncatus). J Wildl Dis 23:488–491. Butler PJ, Jones DR. 1997. Physiology of diving mammals. J Physiol Review 77:837-899. Cabral JPS. 2010. Water microbiology: bacterial pathogens and water. Int J Environ Res Pub Health 7:3657-3703. Calle PP, Seagers DJ, McClave C, Senne D, House C, House JA. 1998. Infectious diseaseserology of free-ranging Alaskan Pacific walrus (Odobenus rosmarus divergens). Di dalam: Proceeding’s American Association of Zoo Veterinarians and the American Association of Wildlife VeterinariansJoint Conference. Chia HS, Pang VF ,Huang TM, Lee AH, Yu JF, Jeng CR. 2011. Asian Zoo/ Wildlife Histopathology and Parasitology Conference 2011. Taiwan: Asian Society of Wildlife Pathology and Parasitology. Colles BM, Stroud RK, Sheggeby S. 1978. Isolation of Edwardsiella tarda from oregon sea mammals. J Wildl Dis 14:339-341. Dunn JL, Buck JD, Robeck TR. 2001. Bacterial Diseases of Cetaceans and Pinnipeds. Di dalam: Dierauf LA, Gulland FMD, editor. Marine Mammal Medicine. Ed ke-2. Florida: CRC Press.
55
[EPA] Environmental Protection Agency. 1998. Reregistration Eligibility Decision (RED) Bacillus thuringiensis. [terhubung berkala]. http://http://www.epa.gov/oppsrrd1/REDs/0247.pdf [10 September 2012]. Flint M, Kane JCP, Limpus CJ, Work TM, Blair D, Mills PC. 2009. Postmortem diagnostic investigation of disease in free-ranging marine turtle populations: a review of common pathologic findings and protocols. J Vet Diagn Invest 21:733–759. Foster G, Ross HM, Malnick H. 1996. Actinobacillus delphinicola: a new member of the family Pasteurellaceae isolated from sea mammals. Int J Syst Bacteriol 46:648-652. Foster G, Ross HM, Patterson IAP, Hutson RA, Collins MD. 1998. Actinobacillus scotiae sp. nov., a new member of the family Pasteurellaceae isolated from porpoises (Phocoena phocoena). Int J Syst Bacteriol 48:929-933. Foster G, Patterson IAP, Munro DS. 1999. Monophasic group B Salmonella species infecting harbor porpoises (Phocoena phocoena) inhabiting Scottish coastal waters. Vet Microbiol 65:227-231. Geraci JR, Sauer RM, Medway W. 1966. Erysipelas in dolphins. Am J Vet Res 27:597. Gilmartin WG, Varnik PM, Neill VM. 1979. Salmonella in feral pinnipeds off the Southern California coast. J Wildl Dis 15:511-513. Goldstein T, Zabka TS, DeLong RL, Elizabeth A, Wheeler EA, Ylitalo G, Bargu S, Silver M, Leighfield T, Dolah FV, Langlois G, Sidor I, Dunn JL, Gulland FMD. 2009. The role of domoic acid in abortion and premature parturition of california sea lions (Zolophus californiasus) on San Miguel Island, California. J Wildl Dis 45(1):91–108. Greig D, Fleetwood M, Codde S. 2011. Traumatic neonatal harbor seal mortality at Drakes Estero, Point Reyes National Seashore. Marine Mammal Center. Guttigoli A, Zaman MM. 2000. Bacteremia and possible endocarditis caused by Moraxella phenylpyruvica. J South Med 93(7):708-709. Higgins R. 2000. Bacteria and fungi of marine mammals: A Review. J Can Vet 41:105-116. Hsieh CJ, Hwang KP, Kuo KC, Hsueh PR. 2011. Facial cellulitis because of Aggregatibacter (Actinobacillus) actinomycetemcomitans and Capnocytophaga species in an immunocompetent patient. J of Microb, Immun, and Infect 44:149-151.
56
Johnson S,Lowenstine L, Gulland F, Jang S, Imai D, Almy F, DeLong R, Gardner I. 2006. Aerobic bacterial flora of the vagina and prepuce of California sea lions (Zalophus californianus) and investigation of associations with urogenital carcinoma. J Vet Microbiol 114:94–103. Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka. MacNeill AC, Neufeld JL, Webster WA. 1975. Case report: pulmonary nematidosis in a Narwhale. Can Vet J 16(2):53-55. Manos J, Belas R. 2006. The genera Proteus, Providencia, and Morganella. Prokaryotes. 6:245–269. Morris PJ, Johnson WR, Pisani J, Bossart GD, Adams J, Reif JS, Fair PA. 2011. Isolation of culturable microorganism from free-ranging bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) from southeastern United States. J Vet Microbiol 148:440-447. Page A. 2010. Case reports in marine mammal pathology: bacterial granulomatous encephalitis in a Short-Beaked Common Dolphin (Delphinus delphis). Pacific Marine Mammal Center 1(2):1-5. Pelczar MJJr, Chan ECS. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Poppe C, Smart N, Khakhria R, Johnson W, Spika J, Prescott J. 1998. Salmonella typhimurium DT104: A virulent drug-resistant pathogen. Can Vet J 39:559-565. Perrin WF, Wursig B, Thewissen JGM, editor. 2001. Encyclopedia of Marine Mammals. Ed ke-2. New York: Elsevier. Priyono A. 2008. Lumba-lumba di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Quinn PJ, Carter ME, Markey B, Carter GR. 2004. Clinical Veterinary Microbiology. Ed ke-4. New York: Mosby. Rommel SA, Reynolds JE. 2000. Diaphragm structure and function in the Florida manatee (Trichecus manatus latirostris ). J Anat Rec 259:41–51. Sakazaki R, Tamura K, Kato T, Obara Y, Yamai S, Hobo K. 1968. Studies on the enteropathogenic, facultatively halophilic bacteria, Vibrio parahaemolyticus enteropathogenicity. J Med Sci Biol 21:325.
57
Slijper EJ. 1976. Whales and Dolphins. Michigan: University of Michigan Publishing. Spotte S. 1991. Sterilization of Marine Mammal Pool Waters Theoreticals and Health Considerations. United States: Animal and Plant Health Inspection Service, United States Departement of Agriculture. Streitfeld MM, Chapman GC. 1976. Staphylococcos aureus. Infection of captive dolphins (Tursiops truncatus) an oceanarium personnel. Am J Vet Res 37:303-305. Sweeney JC, Gilmartin WG. 1974. Survey of disease in free-living California Sea Lions. J Wildl Dis 10:370-376. Tellez RA, Guemes FS, Casas EMC, Castro RH. 2010. Bacteria and yeast normal microbiota from respiratory tract and genital area of bottlenose dolphins (Tursiops truncatus). J. Microbiol and Microb Biotech 1:666-673. Thornton SM, Nolan S, Gulland FM. 1995. Bacterial isolates from California sea lions (Zalophus californianus), harbor seals (Phoca vitulina), and northern elephant seals (Mirounga augustirostris) admitted to a rehabilitation center along the central California coast. J Zoo Wildl Med 29:171-176. Vedros NA, Quinlivan J, Cranford R. 1982. Bacterial and fungal flora of wild northern fur seals (Collorhinus ursinus). J Wildl Dis 18(4):447–457. Walsh MT, Murphy D, Innis SM. 1999. Pneumatosis intestinalis in orphan manatees (Trichechus manatus latirostris): Diagnosis, pathological findings and potential therapy. Di dalam: Proceedings of the 30th Annual International Association for Aquatic Animal Medicine 1. Wang JY, Chou LS, White BN. 2000. Differences in the external morphology of two sympatric species of bottlenose dolphins (genus Tursiops ) in the waters of China . J Mammal 81:1157–1165. Willey JM, Sherwood LM, Woolverton CJ. 2008. Prescott, Harley, and Klein’s Microbiology. Ed ke-7. New York: McGraw-Hill.
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Morfologi Koloni Bakteri pada Media Blood Agar (BA) dan MacConkey Agar (MCA) Nama Lumbalumba Apri
Mail Ucil Arapik
Kode Koloni 1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B
Blood Agar (BA) Bentuk Bulat Bulat
Bulat
Warna Putih Putih
Putih Merah kecoklatan Putih
Tepi Rata Rata
Rata
Permukaan Cembung Cembung
Datar
MacConkey Agar (MCA) Tipe Hemolisis α α
Rata
Cembung
α
Tidak rata
Datar
α
Bulat
10B 11B 12B 13B 14B 15B 16B(2).1 16B(2).2 17B 18B 19B
Bulat
Ragil
20B
Bulat
Putih
Rata
Cembung
α
Bulat
Putih
Rata
Datar
α
Tomtom Ozawa
21B 22B 23B 24B 25B
Penti
Bulat Bulat Bulat
Kuning Krem Putih
Tidak rata Rata Rata
Datar Cembung Datar
α α α
Bulat Bulat Bulat
Putih Putih Coklat
Rata Rata Rata
Datar Datar Cembung
α α α
Bulat
Putih
Rata
Cembung
Warna
Tepi
Permukaan
Bulat Bulat Bulat Bulat
Merah muda Merah muda Merah muda Serupa media
Rata Rata Rata Rata
Datar Datar Datar Cembung
Bulat
Merah muda
Rata
Datar
β
9B
Homlo
Bentuk
β
Nama Bakteri Actinobacillus sp. Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. Citrobacter sp. Tidak teridentifikasi Salmonella sp. Proteus sp. Proteus sp. Tidak teridentifikasi
Bulat
Merah muda
Rata
Datar
Bulat
Merah muda
Rata
Datar
Bulat Bulat
Serupa media Merah muda
Rata Rata
Cembung Cembung
Bulat Bulat Bulat
Merah muda Serupa media Serupa media
Rata Rata Rata
Cembung Datar Datar
Bacillus sp. Pseudomonas sp. Bacillus sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Staphylococcus aureus Pasteurella Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Staphylococcus epidermidis Serratia sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Pseudomonas sp. Pseudomonas sp.
60 Lanjutan Jabaru
Ginda Apri
Mail
Ucil Arapik
Homlo
Penti Ragil
Tomtom
26B 27B 28B 29B 30B 31B 1B1 2B1 3B1 4B1 5B1 6B1 7B1 8B1 9B1 10B1 11B1 12B1 13B1 14B1 15B1 16B1 17B1 18B1
Bulat Bulat
Putih Putih
Rata Tidak rata
Datar Cembung
α α
Bulat Bulat
Putih Putih
Rata Rata
Datar Datar
α α
Bulat Bulat
19B1
Bulat
20B1
Bulat
21B1 22B1 23B1 24B1 25B1 26B1
Bulat Bulat
Putih Krem
Rata Rata
Datar Datar
Bulat
Serupa media
Rata
Datar
Bulat
Merah muda
Rata
Datar
Bulat Bulat Bulat
Merah Merah muda Merah muda
Rata Rata Rata
Cembung Cembung Cembung
Merah muda Merah Serupa media Serupa media Merah muda Serupa media Serupa media Merah Merah muda Serupa media Serupa media Merah muda Merah muda
Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata
Datar Cembung Datar Datar Datar Datar Datar Cembung Datar Datar Datar Cembung Datar
α β Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat ISOLAT TERCEMAR β
Putih Putih kehijauan
Rata
Datar
Tidak rata
Datar
β
Putih Putih
Rata Rata
Cembung Datar
α β
Pseudomonas sp. Bacillus sp. Staphylococcus aureus Pseudomonas sp. Tidak teridentifikasi Staphylococcus aureus Yersinia sp Actinobacillus sp. Serratia sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Moraxella sp. Klebsiella sp. Citrobacter sp. Actinobacillus sp. Edwardsiella tarda Actinobacillus sp. Tidak teridentifikasi Klebsiella sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Alcaligenes faecalis Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Salmonella sp. Bacillus sp.
Bulat
Merah muda
Rata
Cembung
Bulat Bulat Bulat
Merah muda Merah muda Serupa media
Rata Rata Rata
Cembung Cembung Cembung
Actinobacillus sp. Moraxella sp. Actinobacillus sp. Moraxella sp. Moraxella sp. Actinobacillus sp.
61 Lanjutan Ozawa Jabaru
Ginda
27B1 28B1 29B1 30B1
Bulat
Putih
Rata
Datar
Gamma
31B1
Bulat
Putih
Rata
Datar
Gamma
32B1 33B1 34B1 35B1
Bulat Bulat Bulat
Putih Putih Putih
Tidak rata Rata Rata
Datar Datar Datar
β α α
Bulat Bulat Bulat
Merah muda Serupa media Merah muda
Rata Rata Rata
Cembung Cembung Cembung
Bulat
Merah muda
Rata
Datar
Actinobacillus sp. Actinobacillus sp. Moraxella sp. Bacillus sp. Staphylococcus epidermidis ISOLAT TERCEMAR ISOLAT TERCEMAR ISOLAT TERCEMAR Moraxella sp.
62
Lampiran 2 Hasil Identifikasi Bakteri Saluran Pernafasan Atas Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) Nama Lumbalumba Apri
Mail Ucil
Kode Koloni
15B
Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Batang kecil Batang kecil Kokoid Batang berspora Kokoid Batang berspora Kokoid Batang kecil Kokoid
16B(2).1
Kokus
1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B
Arapik
9B 10B 11B
Homlo
12B 13B 14B
Penti
16B(2).2
Ragil
Bentuk
17B 18B 19B 20B
Batang kecil Kokoid Kokoid Kokoid Kokus
Gram
Motil
Uji Biokimia Fermenatasi Gula-gula TSIA
Indol
Sitrat
Suk
Mal
Glu
Lak
Man
VP/ MR
Kata lase
Glukosa Mikroaerofilik
MSA
Nama Bakteri
-
+ + + +
A/A/-/B/N/-/B/N/-/B/A/+/+ B/A/-/+ A/A/+/+
+ -
+ + + + +
+/-/-/+/+ -/+/+
+/-/-/+/+ -/+/+
+/+/+ +/+ +/+ +/+/+
+/-/-/+/+ -/+/-
+/-/-/+/+ -/+/+
-/+ -/-/-/+ +/+ -/+
Actinobacillus sp. Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. Citrobacter sp. Tidak teridentifikasi Salmonella sp. Proteus sp.
-
+
B/A/+/-
+
-
+/+
+/+
+/+
-/+
-/+
-/+
-
+
B/A/+/-
+
-
+/+
+/+
+/+
-/+
-/+
-/+
-
+
B/N/-/+
+
-
-/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
+
+
Tidak teridentifikasi Bacillus sp.
-
+
B/N/-/-
-
+
-/-
-/-
+/+
-/-
-/-
-/-
+
+
Pseudomonas sp. Bacillus sp.
-
-
B/A/-/+
-
-
-/-
+/-
+/-
-/-
-/-
-/-
+
+
Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
-
+
B/N/-/+
+
-
+/-
+/-
+/-
+/-
-/-
-/+
+
-
-
-
A/A/-/-
-
-
+/-
+/-
-/-
+/-
+/-
-/-
Tidak teridentifikasi Staphylococcus aureus Pasteurella sp.
+
+ + + -
B/N/-/+ B/N/-/+ B/N/-/+
+ +
-
+/-/-/-
+/+/+/-
+/+/+/-
-/-/-/-
+/-/-/-
-/-/-/-
Proteus sp.
+
+
+
+
+
-
Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Staphylococcus
63 Lanjutan
Tomtom Ozawa Jabaru
Ginda
Apri
Mail
21B 22B 23B 24B 25B 26B 27B
Arapik
Homlo
-
+ + + + + +
+
+
A/A/-/A/N/-/A/N/-/B/N/-/B/N/-/B/N/-/-
+ -
+ + +
+/+ -/-/-/-/-/-
+/+/+/-/-/-/-
+/+ +/+/+/+ +/+ +/+
+/+/+/-/-/-/-
+/+ -/-/-/-/-/-
epidermidis Serratia sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. Bacillus sp.
-/+ -/+ -/-/-/-/-
28B
Kokus
+
-
29B 30B
Kokoid Kokus
+
+ -
31B
Kokus
+
-
1B1 2B1 3B1 4B1 5B1
Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Batang kecil Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid
-
+ + + +
B/A/-/A/A/-/A/A/-/B/A/-/+ B/A/-/+
-
+ -
+/+ +/+/+ -/-/-
+/+ +/+/+/+/-
+/+ +/+/+ +/+/-
+/+ +/+/+/+/-
+/+/+/+ -/-/-
-/+ -/+ -/+ +/+ +/+
Staphylococcus aureus Pseudomonas sp. Tidak teridentifikasi Staphylococcus aureus Yersinia sp Actinobacillus sp. Serratia sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
-
+ + + + + + -
A/A/+/B/A/+/+ A/A/-/B/A/+/+ A/A/-/B/N/-/+ A/A/+/A/A/+/B/A/-/+ B/N/-/+ B/N/-/A/N/-/-
+ + + -
+ + + +
+/+ +/+ +/+/+/-/+/+ +/+ -/-/-/-
+/+ +/+ +/-/+/+/+/+ +/+ +/+/+/-
+/+ +/+ +/+/+ +/+/+/+ +/+ +/+/+/-
+/+ +/+ +/-/+/-/+/+ +/+ -/+/-/-
+/+ +/+ +/-/+ +/-/+/+ +/+ -/-/-/-
-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/-/+ -/+ -/+/-/-/-
Klebsiella sp. Citrobacter sp. Actinobacillus sp. Edwardsiella tarda Actinobacillus sp. Tidak teridentifikasi Klebsiella sp. Klebsiella sp. Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Alcaligenes faecalis Tidak teridentifikasi
6B1
Ucil
Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Kokoid Batang berspora
7B1 8B1 9B1 10B1 11B1 12B1 13B1 13B1 14B1 15B1 16B1 17B1
B/N/-/-
-
+
-/-
-/-
+/+
-/-
-/-
+
+
+
+
+
+
-/-
64 Lanjutan 18B1 Penti Ragil
19B1 20B1 21B1
Tomtom
22B1 23B1 24B1 25B1
Ozawa
26B1 27B1 28B1 29B1
Jabaru
30B1 31B1
Ginda
Kokoid Kokoid Batang berspora Kokoid Batang kecil Kokoid Batang kecil Batang kecil Kokoid Kokoid Kokoid Batang kecil Batang berspora Kokus
-
+
B/A/-/+ B/A/-/-
+ -
-
ISOLAT TERCEMAR +/+ +/+ +/+ +/-
-
+
+
+
-/-
Salmonella sp.
-
-
A/A/-/-
-
-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
-/+
Actinobacillus sp.
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
-
-
A/A/-/-
-
-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
-/+
Actinobacillus sp.
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
-
-
A/A/-/A/A/-/A/A/-/-
-
-
+/+/+/-
+/+/+/-
+/+/+/-
+/+/+/-
+/+/+/-
-/+ -/+ -/+
Actinobacillus sp. Actinobacillus sp. Actinobacillus sp.
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
+
+
+
-
Bacillus sp.
Bacillus sp. +
+
-
Staphylococcus epidermidis
ISOLAT TERCEMAR ISOLAT TERCEMAR ISOLAT TERCEMAR
32B1 33B1 34B1 35B1
+/+
Tidak teridentifikasi
Batang kecil
-
-
B/N/-/-
-
-
+/-
-/-
+/-
-/-
-/-
-/-
Moraxella sp.
65