ICHTHYOACANTHOTOXINS PADA BEBERAPA JENIS CATFISH: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae)
NI KOMANG AYU OKA PADMI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ichthyoacanthotoxins pada Beberapa Jenis Catfish: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2015
Ni Komang Ayu Oka Padmi NIM C24100076
ABSTRAK NI KOMANG AYU OKA PADMI. Ichthyoacanthotoxins pada Beberapa Jenis Catfish: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae). Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL Ichthyoacanthotoxins adalah racun yang dikeluarkan oleh ikan berbisa melalui sirip pektoral (patil). Ordo Siluroidea seperti jenis Clarias gariepinus, Pangasius hypophthalmus, dan Plotosus canius umumnya dilengkapi sirip pektoral sebagai bentuk pertahanan diri. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai September 2014 untuk mengetahui struktur anatomi dan komposisi kimia (acanthotoxins) dari kelenjar racun yang terdapat di dalam patil Clarias gariepinus, Pangasius hypophthalmus, dan Plotosus canius. Hasil analisis histologi menunjukkan bahwa struktur anatomi patil Clarias gariepinus, Pangasius hypophthalmus, dan Plotosus canius terdiri dari potongan otot, lapisan adipose, pembuluh darah, serta terdapat kelenjar racun yang hanya ditemukan pada patil ikan lele dengan panjang 1612,48 µm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis proksimat, kadar protein Plotosus canius lebih tinggi dari Clarias gariepinus dan Pangasius hypophthalmus, sedangkan kadar lemak Clarias gariepinus lebih tinggi daripada Pangasius hypophthalmus dan Plotosus canius. Kata kunci: Catfish, histologi kelenjar racun catfish, analisis proksimat pada patil
ABSTRACT NI KOMANG AYU OKA PADMI. Ichthyoacanthotoxins on Several Types of Catfish: CLARIAS GARIEPINUS (Clariidae), PANGASIUS HYPOPHTHALMUS (Pangasidae), PLOTOSUS CANIUS (Plotosidae). Supervised by MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL Ichthyoacanthotoxins are toxins released through the pectoral fins (horn) by venomous fish. Order Siluroidea like CLARIAS GARIEPINUS, PANGASIUS HYPOPHTHALMUS, and PLOTOSUS CANIUS generally have pectoral fins as a defense mechanism. The research was conducted from February 2014 through September 2014 to determine anatomical structure of the venom gland and the chemical composition (acanthotoxins) present in the pectoral and dorsal spine. The results of histological analysis showed that the anatomical structure pectoral and dorsal spine consists of pieces of muscle, adipose layer, blood vessels, and there is a venom gland at CLARIAS GARIEPINUS with a long shaft, which is 1612.48 µm. The results showed that the proximate analysis, protein content of PLOTOSUS CANIUS is higher than the protein content of CLARIAS GARIEPINUS and PANGASIUS HYPOPHTHALMUS, while the fat content of CLARIAS GARIEPINUS higher than the fat content of PANGASIUS HYPOPHTHALMUS and PLOTOSUS CANIUS. Keywords: Catfish, histology of the venom gland catfish, stinger proximate analysis
ICHTHYOACANTHOTOXINS PADA BEBERAPA JENIS CATFISH: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae)
NI KOMANG AYU OKA PADMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
: Ichthyoacanthotoxins pada Beberapa Jenis Catfish: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae) Nama : Ni Komang Ayu Oka Padmi NRP : C24100076 Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul Ichthyoacanthotoxins pada Beberapa Jenis Catfish: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae) ini dapat disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih Penulis sampaikan kepada: 1. Institut Pertanian Bogor dan Depertemen Manajemen Sumber Daya Perairan yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis. 2. Beasiswa PPA-BBM yang telah membiayai pendidikan selama perkuliahan. 3. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc sebagai komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini. 4. Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai dosen pembimbing akademik. 5. Dr Ir Etty Riani, MS. selaku penguji skripsi. 6. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor (BBALITVET), Laboratorium Histologi, Bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor beserta staf laboratorium yang telah membantu selama penelitian. 7. Keluarga tercinta: Papah, Mamah, Ci Dewi, Ci Devi, Sinta atas segala doa, semangat, nasehat, dan bantuan. 8. Sahabat terbaik: Mamet, Ria, Dea, Unyu, Dini, Dewi, Feby, Ruri, Ardhito, Dinta, Siska, Nurul, Inggar, Rivany, Agus, Miftah, Rizam, Deni, Dea, Ohang, Luffi, Sari, Oci, Nina atas segala nasehat, semangat, dan bantuannya. 9. Mahisha Sampurna Adhi Budiyanto atas segala doa, nasehat, semangat, dan bantuan yang diberikan kepada Penulis. 10. MSP 47, MSP 48, MSP 49, MSP 50, staf Tata Usaha, dan keluarga besar MSP atas kerja sama dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2015
Ni Komang Ayu Oka Padmi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Prosedur Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 1 2 2 3 3 3 5 8 8 10 13 13 14 14 16 23
DAFTAR TABEL 1 Analisis proksimat patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang 2 Perbandingan hasil penelitian ikan lele dan ikan sembilang dengan data sekunder
9 13
DAFTAR GAMBAR 1 Skema perumusan masalah ichthyoacanthotoxins pada beberapa jenis catfish: Clarias gariepinus, Pangasius hypophthalmus, Plotosus canius 2 Ikan lele (Clarias gariepinus) 3 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) 4 Ikan sembilang (Plotosus canius) 5 Langkah-langkah pembuatan preparat histologi 6 Struktur anatomi patil ikan lele (Clarias gariepinus) 7 Struktur anatomi patil ikan patin (Pangasius hypophthalmus) 8 Struktur anatomi patil ikan sembilang (Plotosus canius) 9 Kelenjar racun Chaca chaca
2 3 4 4 4 8 8 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) Klasifikasi ikan sembilang menurut Saanin (1984) Langkah-langkah pembuatan preparat histologi Tahapan analisis proksimat Hasil uji t antara kadar protein pada ikan lele dan ikan patin Hasil uji t antara kadar protein pada ikan lele dan ikan sembilang Hasil uji t antara kadar protein pada ikan patin dan ikan sembilang Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan lele dan ikan patin Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan lele dan ikan sembilang Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan patin dan ikan sembilang Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan lele dan ikan patin Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan lele dan ikan sembilang Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan patin dan ikan sembilang
16 16 16 16 18 19 19 20 20 20 21 21 21 22
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan yang terdapat di perairan tawar, laut, dan payau umumnya memiliki berbagai bentuk pertahanan agar dapat beradaptasi di perairan, seperti alat perlindungan untuk bertahan dari predator dan untuk melumpuhkan mangsa. Alat perlindungan diri tersebut dapat berupa racun yang terdapat pada sirip pektoral, ataupun pada sirip dorsal. Beberapa jenis ikan yang termasuk ke dalam kelompok catfish, yaitu ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang pun memiliki sistem adaptasi berupa sirip pektoral ataupun sirip dorsal yang memiliki kelenjar racun di dalam sirip pektoral ataupun sirip dorsal. Kelenjar racun yang dimiliki oleh ikan dari kelompok catfish tersebut merupakan derivat dari salah satu sistem integumen yaitu kulit (Rahardjo et al. 2011). Catfish merupakan kelompok ikan yang dikenal dengan ciri khasnya, yaitu memiliki sungut. Kelompok ikan ini memiliki bentuk tubuh yang licin, tidak memiliki sisik, bagian atas kepala keras, mata kecil, mulut lebar, serta dengan sirip dorsal, dan sirip anal yang memanjang mengikuti bentuk tubuh. Kelompok catfish dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba yang berperan untuk membantu pergerakan ikan saat berada di air (Kottelat et al. 1993). Patil pada catfish merupakan modifikasi sirip pektoral yang berupa duri tajam. Patil yang dimiliki catfish umumnya adalah patil yang keras, tajam, dan terdapat kelenjar racun (Satora et al. 2008). Racun yang terdapat pada ikan kelompok catfish termasuk dalam jenis ichthyoacanthotoxins, yaitu racun yang dikeluarkan melalui patil atau duri oleh ikan. Racun tersebut umumnya bersifat neurotoksik dan hemolitik yang dapat menyebabkan demam, kejang otot, dan gangguan pernapasan (Halstead 1978 in Choudhary 2013). Kelenjar racun pada catfish dapat menyebabkan rasa sakit bahkan dapat menyebabkan kematian pada mangsa, predator, maupun manusia. Informasi dan data mengenai kelenjar racun pada sirip pektoral ataupun sirip dorsal kelompok catfish masih sangat minim, sedangkan informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar biologi, dasar pengelolaan, dan untuk keperluan medis. Perlu dilakukan suatu penelitian berupa analisis mikroskopik, yaitu dengan pembuatan preparat histologi untuk mengetahui struktur anatomi pada sirip pektoral dan sirip dorsal ikan yang memiliki kelenjar racun. Analisis proksimat pun perlu dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dari patil ikan lele (Clarias gariepinus), ikan patin (Pangasius hypophthalmus), dan ikan sembilang (Plotosus canius).
Perumusan Masalah Ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi yang termasuk ke dalam kelompok catfish. Kelompok catfish pada umumnya memiliki patil yang merupakan modifikasi dari sirip pektoral, patil tersebut dilengkapi dengan kelenjar racun pada bagian dalam patil. Bentuk morfologi kelenjar racun diduga memiliki perbedaan karakteristik antara satu ikan dengan ikan lainnya. Arratia et al. (2003) menyatakan pengamatan mikroskopik berupa preparat histologi dapat digunakan untuk melihat perbedaan morfologi
2 kelenjar racun. Perbedaan ukuran mikrotom digunakan untuk mendapatkan sayatan yang dapat menunjukkan hasil terbaik (Kiernan 1990). Analisis histologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis histologi pewarnaan umum (Hematoxylin–Eosin) dengan ukuran mikrotom yang digunakan, yaitu 0,5 µm untuk melihat morfologi kelenjar racun dan analisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimia. Rumusan masalah dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 1. Catfish: - Ikan lele - Ikan patin - Ikan sembilang
Histologi (0,4 µm) pewarnaan HE
Patil ikan
-
Struktur anatomi Komposisi kimia
- Histologi (0,5 µm) pewarnaan HE - Analisis proksimat
Perbedaan struktur anatomi antara ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang Gambar 1 Skema perumusan masalah Ichthyoacanthotoxins pada beberapa jenisCatfish: Clarias gariepinus, Pangasius hypophthalmus, Plotosus canius
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi kelenjar racun dan komposisi kimia dari patil ikan lele (Clarias gariepinus), ikan patin (Pangasius hypophthalmus), dan ikan sembilang (Plotosus canius).
Manfaat Penelitian Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar dalam upaya pengelolaan potensi racun yang terdapat di dalam patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang untuk keperluan dunia medis.
3
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2014 hingga September 2014. Pengambilan contoh ikan lele (Clarias gariepinus) dan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dilakukan di Kolam Percobaan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor, serta pengambilan contoh ikan sembilang (Plotosus canius) dilakukan di TPI Pulau Cangkir Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor, serta dokumentasi hasil histologi dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro 1, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian Preparasi Sampel di Lapang Sampel ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan hidup yang ditransportasikan dengan media air pada plastik. Ikan terlebih dahulu diukur panjang tubuhnya dengan menggunakan penggaris berukuran 30 cm dan didokumentasikan dengan kamera digital. Bagian tubuh yang akan digunakan untuk pembuatan preparat histologi, yaitu sirip pektoral yang dipisahkan dari tubuh ikan dengan peralatan bedah. Sirip pektoral yang telah dipisahkan dari tubuh ikan, sebagian dimasukkan dalam wadah yang telah diisi larutan pengawet paraformaldehid serta masing-masing wadah diberi label nama sesuai dengan jenis ikannya dan untuk sirip pektoral lainnya dimasukkan ke dalam wadah yang telah diberi label nama masing-masing ikan, kemudian disimpan dalam cool box. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ikan lele (Gambar 2), ikan patin (Gambar 3), dan ikan sembilang (Gambar 4). Klasifikasi ikan lele akan dijelaskan pada lampiran 1, ikan patin pada Lampiran 2, dan ikan sembilang pada Lampiran 3.
Gambar 2 Ikan lele (Clarias gariepinus)
4
Gambar 3 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
Gambar 4 Ikan sembilang (Plotosus canius) Preparat Histologi Preparat histologi untuk pengamatan dilakukan dengan metode Kiernan 1990. Alur pembuatan preparat histologi akan dijelaskan pada Gambar 5. Dekalsifikasi Fiksasi Dehidrasi Infiltrasi Embedding Pemotongan (Sectioning dan Afixing) Pewarnaan Mounting dan Labelling Pengamatan Jaringan dan Mikrofotografi Gambar 5 Langkah-langkah pembuatan preparat histologis (Kiernan 1990)
5 Analisis mikroskopik pada penelitian ini menggunakan ikan lele sebanyak 16 ekor (8-25 cm), ikan patin sebanyak 16 ekor (8-39 cm), serta ikan sembilang sebanyak 12 ekor (25-50 cm). Pembuatan preparat histologi diawali dengan pelunakan tulang pektoral (dekalsifikasi) dengan menggunakan larutan HCl 25% dan difiksasi selama satu minggu. Jaringan kemudian di-trimming dan dimasukkan ke dalam tissue basket, lalu didehidrasi. Jaringan kemudian diinfiltrasi dalam parafin cair dan ditanam dalam media parafin cair dengan menggunakan bantuan embedding console. Blok jaringan yang sudah terbentuk, kemudian dipotong dengan bantuan alat rotary microtome. Blok jaringan yang sudah dipotong, diwarnai dengan Hematoxylin-Eosin (HE) dan ditetesi dengan entellan lalu ditutup dengan gelas penutup. Preparat kemudian diamati dengan mikroskop dan didokumentasikan. Metode histologi secara rinci akan dijelaskan pada Lampiran 4. Preparasi Awal Analisis Proksimat Ikan lele yang digunakan pada pengujian proksimat berjumlah 25 ekor (2128 cm), ikan patin sebanyak 18 ekor (36-40 cm), dan ikan sembilang sebanyak 12 ekor (50-60 cm). Tulang pektoral ikan yang akan digunakan untuk uji kimia dipisahkan dari tubuh ikan dan dihomogenisasi untuk mendapatkan ukuran patil yang lebih kecil. Patil yang telah dihomogenisasi ditimbang sebanyak 50 gr, dimasukkan ke dalam wadah, dan diberi label nama ikan. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari lima parameter, yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Metode masing-masing parameter tersebut akan dijelaskan secara rinci pada Lampiran 5.
Analisis Data Analisis Deskriptif Struktur anatomi pada prepat histologi diamati dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan struktur anatomi tersebut dibandingkan dengan data sekunder yang ada. Data sekunder yang digunakan, yaitu jurnal penelitian mengenai histologi beberapa jenis catfish yang dilakukan oleh Wright (2009). Analisis Proksimat Analisis proksimat dalam penelitian ini mengacu kepada AOAC (1980) dan AOAC (2005). Analisis proksimat terdiri dari beberapa parameter, yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Kadar air Air merupakan komponen sel hidup yang tersebar di seluruh tubuh organisme dan merupakan 60-95 persen dari berat organisme. Kadar air ditentukan berdasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Menurut AOAC (2005) kadar air dari ikan lele, patin, dan sembilang dapat dihitung dengan rumus berikut. Persen kadar air (dry basis) =
W3 W2
x 100
6 Persen kadar air (wet basis) =
W3 W1
x 100
Keterangan : W1 : Berat sampel (gram) W2 : Berat sampel setelah dikeringkan (gram) W3 : Kehilangan berat (gram) Kadar abu Abu merupakan zat anorganik yang dalam proses pembakaran tidak ikut terbakar. Kadar abu merupakan salah satu parameter yang diuji pada analisis proksimat. Menurut AOAC (2005) kadar abu dari patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang dapat ditentukan dengan rumus berikut. Kadar abu total =
Berat Abu Berat Sampel
x 100%
Kadar protein Protein adalah makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan merupakan 50% atau lebih dari berat kering sel. Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar pada suatu bahan. Kadar protein yang terdapat pada patil ikan menurut AOAC (1980) dapat ditentukan dengan rumus berikut. Persen N =
ml HCl-ml blanko x normalitas x 14,007 x 100 mg sampel
Persen Protein = % N x 6,25 Kadar lemak Lemak adalah komponen sel yang tidak larut dalam air, namun dapat diekstrak dengan pelarut non polar. Kadar lemak yang terdapat pada suatu bahan dapat ditentukan dengan menggunakan analisis proksimat. Kadar lemak pada patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menurut AOAC (2005) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut. % Lemak =
Berat lemak Berat sampel
x 100%
Kadar karbohidrat Hasil analisis kadar karbohidrat dapat ditentukan dengan menggunakan metode pengurangan (by different), yaitu pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat menurut AOAC (2005) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. % KH = 100% - % (air + abu + protein + lemak)
7 Uji Beda Nyata Tiga Contoh Independen (t-Test Independen) Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat dari ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang. Persamaan yang digunakan.
(x1 -x2 ) thit
n1 -n2 n1 +n2
(n1 -n2 )s1 1 +(n2 -1)s2 2 n1 +n2 -2
Keterangan: thit : Nilai stastistik yang akan diuji x1 : Nilai tengah contoh 1 x2 : Nilai tengah contoh 2 n1 : Ukuran contoh 1 n2 : Ukuran contoh 2 s1 : Simpangan baku contoh 1 s2 : Simpangan baku contoh 2 Uji perbedaan kadar protein ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : Kadar protein pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah sama (mirip). H1 : Kadar protein pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah tidak sama (berbeda). Uji perbedaan kadar lemak ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : Kadar lemak pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah sama (mirip). H1 : Kadar lemak pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah tidak sama (berbeda). Uji perbedaan kadar karbohidrat pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : Kadar karbohidrat pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah sama(mirip). H1 : Kadar karbohidrat pada ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang adalah tidak sama (berbeda).
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Histologi Patil Ikan Lele, Ikan Patin, dan Ikan Sembilang Metode yang dapat digunakan untuk mengamati kelenjar racun yang terdapat pada patil ikan adalah dengan melalui pengamatan mikroskopik dalam bentuk preparat histologis (Arratia et al. 2003). Gambaran histologis anatomi dalam patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang dapat diamati melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Hasil histologi dengan menggunakan jenis pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) pada ikan lele akan ditampilkan pada Gambar 6, ikan patin pada Gambar 7, dan ikan sembilang akan ditampilkan pada Gambar 8. pd
po ad
kr Gambar 6 Struktur anatomi patil ikan lele (Clarias gariepinus); pd: pembuluh darah, po: potongan otot, ad: adipose (lemak), kr: kelenjar racun
pd
po
ad
Gambar 7 Struktur anatomi patil ikan patin (Pangasius hypophthalmus); pd: pembuluh darah, po: potongan otot, ad: adipose (lemak)
9
tp ad
po Gambar 8 Struktur anatomi patil ikan sembilang (Plotosus canius); tp: tulang pektoral, po: potongan otot, ad: adipose (lemak) Hasil pengamatan histologi terhadap patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menunjukkan bahwa pada bagian luar terdapat jaringan otot yang melapisi tulang pektoral dan lapisan adipose (lemak). Pembuluh darah ditemukan di bagian dalam patil. Perbedaan yang terdapat dari penampang histologi pada ketiga gambar histologi, yaitu terdapat kelenjar racun di dalam patil ikan lele. Kelenjar racun pada ikan lele memiliki panjang sebesar 1612,48 µm. Analisis Proksimat Patil Ikan Lele, Ikan Patin, dan Ikan Sembilang Analisis proksimat merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terdapat dalam suatu larutan (Apriyantono et al. 1989). Analisis proksimat terdiri dari uji kadar protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat. Patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang yang dianalisis menggunakan beberapa metode, yaitu metode Soxhlet pada uji kadar lemak, metode Kjeldahl untuk uji protein kasar, dan karbohidrat yang menggunakan perhitungan by different. Hasil analisis proksimat patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Analisis proksimat patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang Jenis patil Komposisi kimia Patil lele Patil patin Patil sembilang Protein 11.195 ± 0.145 14.108 ± 0.101 17.008 ± 0.128 Lemak 8.753 ± 0.184 5.180 ± 0.570 2.095 ± 0.092 Air 63.328 ± 0.542 65.365 ± 0.853 60.920 ± 0.094 Abu 15.095 ± 0.404 14.403 ± 0.533 17.930 ± 0.123 Karbohidrat 1.630 ± 0.212 0.945 ± 0.049 2.060 ± 0.191 Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar protein pada patil ikan sembilang sangat tinggi, yaitu sebesar 17%, sedangkan kadar lemak ikan sembilang sangat rendah, yaitu 2%. Kadar protein pada patil ikan lele sangat rendah dari ikan patin dan ikan sembilang, yaitu hanya sebesar 11%, sedangkan kadar lemak pada patil ikan lele lebih tinggi dari ikan patin dan ikan sembilang, yaitu sebesar 8%.
10 Uji t Kadar Proksimat Pada Ikan Lele, Ikan Patin, dan Ikan Sembilang Uji nilai tengah digunakan untuk mengetahui perbandingan nilai rata-rata kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada ikan lele, ikan patin, serta ikan sembilang. Hasil uji t pada kadar protein menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% terdapat perbedaan yang nyata antara kadar protein ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang. Hasil uji t pada kadar lemak menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% terdapat perbedaan yang nyata antara kadar lemak ikan lele dengan kadar lemak ikan patin dan antara kadar lemak ikan patin dengan ikan sembilang, sedangkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kadar lemak ikan lele dengan kadar lemak ikan sembilang. Hasil uji t pada kadar karbohidrat menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% terdapat perbedaan yang nyata antara kadar karbohidrat ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang.
Pembahasan Iktioakantoksisme merupakan ilmu yang mempelajari sengatan ikan yang berbisa, dan racun dari sengatan ikan tersebut dapat dikeluarkan oleh kulit maupun bagian tubuh lain. Racun yang dikeluarkan oleh ikan berbisa disebut sebagai iktiotoksin (Rahardjo et al. 2011). Sifat dari racun pada ikan dibagi menjadi dua, yaitu venomous dan poisonous. Venomous adalah ikan yang menyalurkan racun melalui tusukan seperti melalui duri dan sirip, sedangkan poisonous adalah ikan yang hanya dapat menyalurkan racun apabila termakan ataupun terhirup melalui saluran pernapasan (Wright 2012). Catfish merupakan salah satu kelompok ikan yang memiliki kelenjar racun pada sistem integumen, beberapa jenis catfish yang memiliki kelenjar racun, yaitu ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang. Kelenjar racun pada catfish umumnya terdapat pada dasar jari-jari keras sirip dorsal dan sirip pektoral yang mengalami modifikasi yang disebut sebagai patil (Rahardjo et al. 2011). Metode yang dapat digunakan untuk mengamati kelenjar racun yang terdapat pada patil catfish adalah dengan pengamatan mikroskopik dalam bentuk preparat histologi (Arratia et al. 2003). Hasil analisis mikroskopik dengan menggunakan preparat histologis menunjukkan bahwa pada patil ikan lele terdapat kantung kelenjar racun yang berbentuk seperti sponge. Bentuk kelenjar racun pada ikan lele tersebut sesuai dengan bentuk kelenjar racun pada patil ikan Chaca chaca yang ditemukan oleh Wright (2009). Bentuk kantung kelenjar racun pada patil ikan Chaca chaca ditunjukkan dengan huruf vgc seperti pada Gambar 9.
Gambar 9 Kelenjar racun Chaca chaca (Wright 2009)
11 Kantung kelenjar racun yang dimiliki oleh ikan lele hampir sama dengan bentuk kelenjar racun ikan Chaca chaca. Hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa hal seperti, kondisi habitat, dan jenis makanan yang dimakan oleh ikan lele dan ikan Chaca chaca. Kelenjar racun yang ditemukan pada penelitian ini terdapat patil ikan lele berukuran kecil, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cameron and Endean 1970 in Wright 2012, bahwa umumnya kelenjar racun dimiliki oleh ikan ketika masih juvenille. Analisis mikroskopik pada patil ikan patin dan ikan sembilang menunjukkan bahwa tidak ditemukan kelenjar racun pada patil ikan patin dan ikan sembilang. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wright (2009) yang menyatakan bahwa pada patil ikan patin dan ikan sembilang ditemukan kelenjar racun. Kelenjar racun yang tidak ditemukan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan habitat, yaitu ikan patin yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan patin yang didapatkan dari hasil budidaya. Ikan yang berasal dari budidaya cenderung kurang memiliki sistem pertahanan diri. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya potensi predator yang akan memangsa ikan. Wright (2012) menyatakan, ikan yang hidup di perairan umum akan memiliki berbagai macam sistem adaptasi untuk melindungi diri. Salah satu bentuk pertahanan diri yang dimiliki oleh ikan di perairan umum adalah patil yang dilengkapi dengan kelenjar racun pada bagian dalam patil ikan. Makanan juga merupakan salah satu faktor penyebab ikan memiliki potensi beracun (Arakawa 2010). Catfish yang terdapat di perairan akan memangsa ikan lain ataupun plankton, sedangkan catfish yang berasal dari perairan buatan umumnya diberikan pakan buatan seperti pelet dan menyebabkan catfish yang berasal dari perairan buatan tidak beracun, sehingga pada penelitian ini tidak ditemukan kelenjar racun pada patil ikan patin. Faktor lain yang menyebabkan kelenjar racun tidak ditemukan dalam penelitian ini adalah tidak diketahui secara pasti letak dari kelenjar racun pada patil ikan, sehingga menyulitkan proses pembuatan preparat histologi. Selain itu, terdapat perbedaan antara larutan dekalsifikasi yang digunakan oleh Wright (2009), yaitu larutan CalEx dan larutan dekalsifikasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu HCl 25%. Perbedaan penggunaan larutan tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pelunakan tulang dan penempelan jaringan pada kaca preparat saat pewarnaan. Pada penelitian ini sangat sulit dilakukannya pemotongan dan penempelan jaringan karena struktur patil yang masih keras, sehingga menyebabkan jaringan yang seharusnya utuh, menjadi terlepas pada saat pewarnaan. Selain itu, pengunaan jenis larutan dekalsifikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan rusaknya jaringan yang terdapat disekitar patil ikan (Suntoro 1983). Perbedaan hasil histologi yang didapat dalam penelitian ini dengan hasil histologi kelenjar racun yang dilakukan oleh Wright (2009) juga dapat disebabkan karena ketebalan potongan. Pada penelitian ini, ketebalan potongan yang digunakan, yaitu 0,5 µm, sedangkan pada penelitian Wright (2009) ketebalan potongan yang digunakan, yaitu 0,7 µm. Ukuran potongan yang digunakan pada penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran potongan yang digunakan oleh Wright (2009), sehingga menyebabkan hasil potongan blok tidak utuh pada saat diamati menggunakan mikroskop.
12 Ikan yang hidup di dasar perairan seperti ikan pari dan kelompok catfish umumnya memiliki penglihatan yang buruk akibat kondisi perairan yang keruh, sehingga duri atau disebut juga patil yang terdapat pada tubuh ikan merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk ikan yang hidup di dasar (Sismour et al. 2013). Fine (2014) menyatakan bahwa patil yang terdapat pada catfish merupakan salah satu bentuk pertahanan catfish dari serangan predator. Duri atau patil yang dimiliki oleh ikan pari dan kelompok catfish dilengkapi dengan kelenjar racun di bagian dalam duri atau patil. Satora et al. (2008) menyatakan, kelenjar racun yang terdapat di dalam duri atau patil dilapisi oleh selaput tipis dan akan keluar apabila tertekan menembus tubuh mangsa atau predator. Kelompok catfish memiliki dua mekanisme toksisitas (Haddad et al. 2006in Satora et al. 2008), yang pertama adalah penetrasi akibat sengatan duri dan memicu kelenjar racun masuk pada jaringan kulit yang terbuka akibat sengatan durinya dengan cara menggores kulit organisme dengan sirip pektoralnya yang tajam dan menyalurkan racunnya melalui pembuluh darah yang terdapat di sepanjang sirip pektoralnya. Mekanisme kedua, yaitu produksi racun yang terdapat di seluruh kulit (crinotoxicity). Cameron et al. (1973) in Wright (2009) menyatakan bahwa racun pada duri catfish dapat menyebabkan efek farmakologi apabila duri ikan mengenai mangsa atau predator. Kelenjar racun yang terdapat pada duri ikan tidak memiliki fungsi atau peran dalam mekanisme pertahanan catfish di habitat. Hal tersebut dikarenakan serangan dari duri ikan hanya dilakukan ketika ikan dalam keadaan terancam. Racun yang terdapat pada duri ikan bersifat pasif, karena fungsi dari racun ikan bukan untuk perlawanan terhadap predator dan bukan untuk melumpuhkan mangsa. Dampak yang ditimbulkan akibat sengatan catfish secara klinis sebanding dengan sengatan dari ikan pari. Analisis proksimat merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dari suatu bahan (Apriyantono et al. 1989). Hasil analisis proksimat pada patil ikan lele, ikan patin, dan ikan sembilang menunjukkan bahwa hasil kadar protein lebih tinggi jika dibandingkan hasil kadar lemak, hal tersebut berbeda dengan hasil yang didapatkan Venkaiah et al. (2000). Pada penelitian Venkaiah et al. (2000) didapatkan hasil kadar lemak lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil kadar karbohidrat. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan pada penggunaan sampel ikan, pada penelitian ini menggunakan sampel ikan yang masih segar, sedangkan pada penelitian Venkaiah et al. (2000) menggunakan sampel yang tidak segar. Nilai karbohidrat merupakan yang hasil paling rendah dalam penelitian ini, hal tersebut sesuai dengan hasil Venkaiah et al. (2000) yang menunjukkan bahwa karbohidrat adalah komposisi kimia yang terendah dari semua kadar yang diujikan pada analisis proksimat. Hal tersebut dikarenakan kandungan yang paling banyak terdapat pada patil ikan adalah protein dan lemak, sedangkan kandungan karbohidrat umumnya sangat rendah (Satora et al. 2008). Hasil analisis proksimat pada protein ikan sembilang berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Prithiviraj et al. (2012). Hasil protein yang didapatkan pada penelitian Prithiviraj et al. (2012) lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena, penggunaan metode yang berbeda, dalam penelitian ini menggunakan metode Kjehdal dan dalam penelitian Prithiviraj et al. (2012) menggunakan metode Lowry. Uji nilai tengah
13 (uji t) yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara kandungan protein, lemak, dan karbohidrat pada ketiga sampel ikan. Perbedaan jenis ikan dan kondisi lingkungan merupakan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan yang nyata antara hasil uji t protein, lemak, karbohidrat pada ketiga sampel ikan. Tabel 2 Perbandingan hasil penelitian ikan lele dan ikan sembilang dengan data sekunder Ikan lele Ikan sembilang Penelitian Protein Lemak Protein Lemak Venkaiah 1.66% 9.52% et al. (Lowry 1940) (Folch 1957) (2000) Prithiviraj 0.95% et al. (Lowry 1940) (2012) Penelitian 17.00% 2.09% 11.19% 8.75% ini (AOAC 1980) (AOAC 2005) (AOAC 1980) (AOAC 2005) (2014) Komposisi kimia pada racun catfish umumnya terdiri dari protein yang tinggi, lemak, sedikit karbohidrat, dan asam nukleat (Schvartsman 1992 in Junqueira 2006). Protein adalah enzim yang mengkatalisis beberapa reaksi biokimia dalam metabolisme sel. Protein pada racun catfish adalah penyebab timbulnya rasa sakit setelah penetrasi racun pada jaringan tubuh organisme (Indumathi et al. 2013). Kadar protein pada ikan sembilang lebih tinggi daripada kadar protein ikan lele dan ikan patin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Auerbach 2008 in Dorooshi 2012 yang menyatakan racun yang terdapat pada kelompok catfish di perairan estuari maupun di laut memiliki dampak lebih parah, daripada catfish yang terdapat di perairan tawar. Racun pada biota umumnya berisi mukopolisakarida, hyaluronidase, phospholipase, serotonin, histamine, dan protein neurotoksik peptide. Racun yang terdapat pada ikan memiliki senyawa bioaktif yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai obat (Omar 2013).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis histologi menunjukkan bahwa struktur anatomi yang terdapat pada patil ikan berupa potongan otot melintang, lapisan adipose, dan pembuluh darah. Selain itu, kelenjar racun hanya ditemukan pada patil ikan lele. Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar protein yang lebih tinggi dari kadar lemak.
14 Saran Perlu dilakukannya penambahan jumlah sampel ikan dan perlu dilakukan pemotongan mikrotom yang lebih besar, yaitu 0,7 µm, serta perlu dilakukannya pengujian untuk mencari bahan aktif pada racun ikan.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: PAU. Institut Pertanian Bogor. Arakawa O, Taniyama S, Takatani T, Hwang DF. 2010. Toxins of Pufferfish That Cause Human Intoxications. Coastal Environmental and Ecosystem Issues of The East China Sea: 227-244 Arratia G, Kapoor BG, Chardon M, Diogo R. 2003. Catfishes Vol 1. USA (US): Science Publishers, Inc. hlm 291 Choudhary A, Pandey P. 2013. Effect of Catfish Venom on Haematological Parameters in Albino Rat. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences Vol. 3(1): 9-15 Dorooshi G. 2012. Catfish Stings: a Report of Two Cases. Journal of Research in Medical Sciences Vol. 17: 578-581 Fine ML, Shweta L, Amanda DHS, Mark M, Scott HN. 2014. Reduction of The Pectoral Spine and Girdle in Domesticated Channel Catfish is Likely Caused by Changes in Selection Pressure. International Journal of Organic Evolution Vol. 68(7): 2102-2107 Indumathi SM, Samanta SK. 2013. Boxin-An Ichthyotoxic Protein From Boxfishes. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol. 5(4): 65-68 Junqueira MEP. 2006. Microbiota Characterization of The Catfish (Cathorops agassizii and Genidens genidens) Sting Venom. Brazil Journal Veterinary Animal Science Vol. 43(6): 793-796 Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. 2nd Edition. Oxford (EN): Pergamon press Kottelat M. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi Edisi Dwi Bahasa Inggris-Indonesia. Jakarta (ID): Java Books. hlm 293 Omar HEM. 2013. The Biological and Medical Significance of Poisonous Animals. Journal of Biology and Earth Sciences Vol. 3(1): 25-41 Prithiviraj N, Annadurai D. 2012. Studies on Bioactive Properties of The Catfish Plotosus canius (Hamilton, 1822) Sting Venom and Epidermal Mucus. International Journal of Recent Scientific Research Vol. 3(6): 467-473
15 Rahardjo MF, Djaja SS, Ridwan A, Sulistiono.2011. Iktiology. Bandung (ID): Lubuk Agung Satora L, Kuciel M, Gawlikowski T. 2008. Catfish Stings and The Venom Apparatus of The African Catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822) and Stinging Catfish Heteropneustes fossilis (Bloch 1794). Ann Agric Environ Med Vol. 15: 127–167 Sismour EN, Nellis SC, Newton SH, Mays D, Fine ML. 2013. An Experimental Study of Consumption of Channel Catfish Ictalurus punctatus by Largemouth Bass Micropterus salmoides When Alternative Prey Available. Copeia (2): 277-283 Suntoro SH. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta (ID): Karya Aksara. Venkaiah Y, Lakshmipathi V. 2000. Biochemical Composition of Epidermal Secretions and Poisonous Spine of Two Freshwater Catfishes. Asian Fisheries Science Vol. 13: 183-189 Wright JJ. 2009. Diversity, Phylogenetic Distribution, and Origins of Venomous Catfishes. BMC Evolutionary Biology Vol. 9: 1-12 Wright JJ. 2012. The Evolutionary Ecology of Venomous Catfishes, With a Focus on Members of The North American Family Ictaluridae (Teleostei: Siluriformes). BMC Evolutionary Biology Vol. 11: 1-15
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984): Kingdom : Animalia Sub kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Lampiran 2 Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984): Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus Lampiran 3 Klasifikasi ikan sembilang menurut Saanin (1968): Kingdom : Animalia Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub ordo : Siluroidea Famili : Plotosidae Genus : Plotosus Spesies : Plotosus canius Lampiran 4 Langkah-langkah pembuatan preparat histologis Teknik pembuatan preparat histologi dengan metode parafin dilakukan melalui beberapa tahapan. Langkah-langkah pembuatan preparat histologi akan dijelaskan sebagai berikut (Kiernan 1990): -
Dekalsifikasi Tulang pektoral yang telah dipisahkan dari tubuh ikan dimasukkan terlebih dahulu dalam larutan Hcl 25% dengan tujuan agar kalsium yang terdapat di dalam tulang pektoral hilang. Proses dekalsifikasi tersebut dilakukan selama ± 1 - 4 jam
17 tergantung dari besar kecilnya ukuran tulang pektoral, untuk tulang pektoral yang besar proses dekalsifikasi dilakukan selama ± 4 jam, sedangkan untuk tulang pektoral yang berukuran kecil selama ± 80 menit. -
Fiksasi Jaringan dimasukkan dalam fiksatif, yaitu paraformaldehid selama tujuh hari dan disimpan pada suhu ruangan. Setelah itu, dimasukkan ke dalam alkohol 70% yang dianggap sebagai stopping point hingga waktu tak terbatas sampai proses selanjutnya akan dilakukan. -
Dehidrasi Jaringan di-trimming dengan cara dipilih bagian yang akan dibuat preparat kemudian dipotong hingga berukuran ± 4 mm. Jaringan kemudian dimasukkan dalam tissue basket dan diberi label. Setelah itu, jaringan dimasukkan dalam larutan alkohol bertingkat berturut-turut (80%, 90%, 95%, 100%) masing-masing selama 24 jam pada suhu ruang kecuali untuk alkohol 100% (I, II, III) masingmasing selama 1 jam pada suhu ruangan. -
Infiltrasi Jaringan dimasukkan dalam parafin cair I, II, III pada inkubator dengan suhu ± 59°C masing-masing selama 1 jam. -
Embedding Penanaman jaringan dalam media parafin cair dilakukan dengan bantuan embedding console. Setelah blok membeku, blok jaringan dipindah dalam air untuk memaksimalkan pendinginan sehingga didapatkan blok jaringan yang sempurna. Blok jaringan dikeluarkan dari pencetak kemudian dipisahkan satu dengan lainnya. Blok jaringan di-trimming dan dilekatkan kuat pada holder dengan menggunakan parafin cair -
Pemotongan (Sectioning dan Afixing) Blok jaringan diambil kemudian dipasang pada mikrotom. Pisau dipasang dan ketebalan pemotongan diatur sebesar ± 4 µm. Cold ice digunakan untuk menjaga blok agar tetap dingin sehingga mudah dipotong. Air dingin dalam wadah digunakan untuk memudahkan pemilihan sayatan. Air hangat dalam waterbath bersuhu ± 40°C digunakan untuk meregangkan sayatan yang kadang terlipat atau berkerut -
Pewarnaan Tahap-tahap pewarnaan umum hematoxylin-eosin (HE) untuk sirip pektoral, dan sirip dorsal adalah sebagai berikut: preparat dideparafinisasi dengan cara merendam sediaan dalam larutan xylol III, II, dan I. Selanjutnya, kandungan air ke dalam sediaan dikembalikan (rehidrasi) dengan cara merendam sediaan pada alkohol bertingkat (100 (III, II, dan I), 95, 90, 80 dan 70)%. Sayatan dimasukkan dalam air ledeng untuk menghilangkan sisa-sisa alkohol, selanjutnya dimasukkan dalam aquades. Setelah itu, sediaan ditetesi dengan hematoksilin, dan sediaan dimasukkan ke dalam air ledeng. Selanjutnya sediaan diwarnai dengan eosin. Kandungan di dalam sediaan ditarik kembali (dehidrasi) dengan cara melewatkan
18 jaringan pada alkohol bertingkat dan kemudian dijernihkan dengan menggunakan xylol (I, II, dan III). -
Mounting dan Labelling Preparat ditetesi dengan entellan kemudian ditutup menggunakan gelas penutup. Langkah untuk penutupan preparat menggunakan gelas penutup adalah sebagai berikut: entellan diteteskan disekitar sayatan. Gelas penutup diletakkan pada gelas objek hingga menyentuh pinggiran tetesan entellan. Gelas penutup dilepaskan perlahan sehingga seluruh bagian jaringan tertutup. Preparat diberi nama pada bagian permukaan kasar sisi kanan gelas objek. Preparat disimpan dalam kotak preparat. -
Pengamatan Jaringan dan Mikrofotografi Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop. Setelah itu, penampang histologi masing-masing preparat didokumentasikan menggunakan Dino Eye untuk selanjutnya dianalisis. Pemotretan dilakukan menggunakan lensa objektif dengan perbesaran 4x, 10x, dan 40x. Lampiran 5 Tahapan analisis proksimat Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dari suatu bahan. Umumnya analisis proksimat terdiri atas beberapa parameter, yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein, tahapan dari masing-masing parameter dapat dijelaskan sebagai berikut: -
Kadar Air Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel yang sudah homogen ditimbang sebanyak kurang lebih 5 gram kemudian dimasukkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102ºC selama 6 jam. Sampel kemudian dipindahkan ke dalam desikator, lalu didinginkan. -
Kadar Abu Sampel patil ikan sebanyak 3-5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah dibakar, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu. Proses pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, pertama pada suhu sekitar 400ºC dan kedua pada suhu 550ºC. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. -
Kadar Protein Sampel sebanyak 0,5-1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian, ditambahkan 1 gram katalis selen dan 10 ml H2SO4 ke dalam sampel. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih lalu didinginkan dan ditambah air suling secara perlahan-lahan. Isi labu selanjutnya didestilasi dengan cara ditambahkan larutan NaOH 8-10 ml. Destilat yang diperoleh ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator
19 (campuran metal merah dan metilen biru), setelah itu, titrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna. -
Kadar Lemak Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet. Labu lemak didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut dietil eter ditambahkan ke dalam labu lemak secukupnya, kemudian dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi, selanjutnya labu lemak dipanaskan di dalam oven pada suhu 105ºC, setelah itu, dikeringkan dan dinginkan dalam desikator, kemudian timbang berat labu dan lemak masing-masing sampel. Lampiran 6 Hasil uji t antara kadar protein pada ikan lele dan ikan patin Ikan patin Ikan lele Mean 11,195 14,1075 Variance 0,01445 0,002113 Observations 2 2 Pooled Variance 0,008281 Hypothesized Mean Difference 0 Df 2 t Stat -32,01 P(T<=t) one-tail 0,000487 t Critical one-tail 2,92 P(T<=t) two-tail 0,000975 t Critical two-tail 4,302653 Lampiran 7 Hasil uji t antara kadar protein pada ikan lele dan ikan sembilang Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Ikan lele 14,1075 0,002113 2 0,001563 0 2 -73,3648 9,29E-05 2,919986 0,000186 4,302653
Ikan sembilang 17,0075 0,0010125 2
20 Lampiran 8 Hasil uji t antara kadar protein pada ikan patin dan ikan sembilang Ikan patin Ikan sembilang Mean 11,195 17,0075 Variance 0,01445 0,001013 Observations 2 2 Pooled Variance 0,007731 Hypothesized Mean Difference 0 Df 2 t Stat -66,1056 P(T<=t) one-tail 0,000114 t Critical one-tail 2,919986 P(T<=t) two-tail 0,000229 t Critical two-tail 4,302653 Lampiran 9 Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan lele dan ikan patin Ikan lele Ikan patin Mean 1,63 0,945 Variance 0,045 0,00245 Observations 2 2 Pooled Variance 0,023725 Hypothesized Mean Difference 0 Df 2 t Stat 4,447208191 P(T<=t) one-tail 0,023512127 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,047024254 t Critical two-tail 4,30265273 Lampiran 10 Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan lele dan ikan sembilang Ikan lele Ikan sembilang Mean 1,63 2,095 Variance 0,045 0,00845 Observations 2 2 Pooled Variance 0,026725 HypothesizedMean Difference 0 Df 2 t Stat -2,84442 P(T<=t) one-tail 0,052284 t Critical one-tail 2,919986 P(T<=t) two-tail 0,104568 t Critical two-tail 4,302653
21 Lampiran 11 Hasil uji t antara kadar lemak pada ikan patin dan ikan sembilang Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Ikan patin 0,945 0,00245 2 0,00545 0 2 -15,5776 0,002048 2,919986 0,004096 4,302653
Ikan sembilang 2,095 0,00845 2
Lampiran 12 Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan lele dan ikan patin Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Ikan lele 8,7525 0,035112 2 0,017556 0 2 26,96226 0,000686 2,919986 0,001373 4,302653
Ikan patin 5,18 0 2
Lampiran 13 Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan lele dan ikan sembilang Ikan lele Ikan sembilang Mean 8,7525 2,06 Variance 0,035112 0,0098 Observations 2 2 Pooled Variance 0,022456 Hypothesized Mean Difference 0 Df 2 t Stat 44,66011 P(T<=t) one-tail 0,00025 t Critical one-tail 2,919986 P(T<=t) two-tail 0,000501 t Critical two-tail 4,302653
22 Lampiran 14 Hasil uji t antara kadar karbohidrat pada ikan patin dan ikan sembilang Ikan patin Ikan sembilang Mean 5,18 2,06 Variance 0 0,0098 Observations 2 2 Pooled Variance 0,0049 Hypothesized Mean Difference 0 Df 2 t Stat 44,57143 P(T<=t) one-tail 0,000251 t Critical one-tail 2,919986 P(T<=t) two-tail 0,000503 t Critical two-tail 4,302653
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 13 Oktober 1992 sebagai putri ketiga dari empat bersaudara pasangan I Made Yaskaryana dan Ni Nyoman Sutiari. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis berawal dari SDN 5 Panjer (1998-2003), SDN 02 Karang Baru (2003-2004), SMPN 1 Cikarang Utara (2004-2007), SMAN 1 Cikarang Utara (20072010). Penulis lulus dan diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ekotoksikologi Perairan tahun ajaran (2013/2014), asisten praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan (2014/2015), asisten praktikum Iktiologi Fungsional (2014/2015). Penulis aktif sebagai anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan, aktif mengikuti seminar, serta berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun skripsi dengan judul Ichthyoacanthotoxins Pada Beberapa Jenis Catfish: Clarias gariepinus (Clariidae), Pangasius hypophthalmus (Pangasidae), Plotosus canius (Plotosidae).