I. Sejarah Pemukiman Penas Tanggul: Kampung Penas terletak di wilayah Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur. Pada tahun 1960, lokasi tersebut masih berbentuk rawa-rawa kecil dan empang, yang ditumbuhi kangkung dan semak-belukar di pinggiran Kali Cipinang yang bekelok-kelok. Istilah Kampung Penas berasal dari nama: PN Areal Survey (PNAS) untuk lebih mudah warga kemudian menyebutnya Penas sampai sekarang. Pada saat ini jumlah warga terdapat 73 Kepala Keluarga, atau 318 jiwa dengan menempati area tanah seluas ± 3.500 M2 (Meter Persegi). Pada awal mula tahun 1940 akhir, Abah Leman asal dari Garut, Jawa Barat adalah yang pertama kali menempati Penas. Pada waktu itu belum ada rumah satu pun, suasana masih sangat sepi dan bilamana waktu Magrib orang sudah takut untuk lewat Penas ditambah lagi pada waktu itu masih sangat rawan. Pada tahun 1970-an, daerah penas tanggul masih menjadi kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bagi sampah-sampah DKI. Posisinya sebagai tanggul kali Cipinang, membuat tempat tersebut dinamai dengan ”Tanggul”, sampai sekarang disebut ”Penas Tanggul”. Berdasar penuturan Pak Muji, sebagai saksi sejarah dan juga termasuk “orang perintis” di kawasan Penas Tanggul, ia tinggal sejak tahun 1969. Dahulu, tanggul penuh dengan tumpukan sampah dan kalau musim banjir kawasan tersebut akan terlihat laksana lautan yang diatasnya sampah plastik, bekas dan lain-lain mengapung. Kawasan ini kemudian di tempati oleh beberapa warga yang bekerja sebagai pemulung dan tukang becak. Bentuk rumah mereka disesuaikan dengan kondisi pinggiran kali. Dindingnya dari triplek dan menggunakan ”pasak” tiang sebagai penyangga. Untuk sarana MCK warga menggunakan kali. Pada waktu itu air kali masih jernih dan di dalamnya hidup beberapa jenis ikan. Pada tahun 1989 diterapkan Program Kali Bersih (Prokasih), Kali Cipinang yang berkelok-kelok diluruskan agar air sungai mengalir lancar. Dampak Prokasih adalah penggusuran pemukiman Penas. Setelah kali menjadi lurus, bekas kali sedalam 3-4 meter tersebut diurug oleh warga dengan sampah dan puing-puing, kemudian warga mulai menempati kembali, dan menetap sampai sekarang beranak-cucu.
Indok-FAKTA/1
Seiring dengan berjalannya waktu, warga yang bermukim di Penas Tanggul semakin bertambah. Mereka membayar sejumlah Rp.20.000 untuk sepetak tanah sebagai alas bagi bangunan rumah dengan ukuran sekitar 4 x 4 m. Para warga yang bermukim di Penas Tanggul menjalani roda hidup dengan berbagai macam profesi mereka bergerak di sektor informal. Sebagian ada yang menjadi pemulung, tukang becak, berdagang di kaki lima, pengamen dan lain-lain.
Sekitar tahun 1975, warga mulai menempati daerah rawa-rawa, dan kemudian merintis dengan menggarap tanah untuk ditanami sayur-mayur. Mereka berasal dari berbagai daerah; Tangerang, Bekasi, Bogor, Sumedang, Tasikmalaya, Tegal, Malang, Surabaya dan Madura. Mayoritas adalah warga pindahan dari daerah-daerah lain yang menjadi korban penggusuran. Profesi warga sebagian besar bekerja pada sektor informal sebagai; pedagang kaki lima, pemulung, sopir, pembantu rumah tangga, pengamen, satpam, karyawan, dll. Awalnya warga membeli kepada penduduk yang lebih dulu menggarap lahan, satu petak ukuran 4 meter x 4 meter dengan harga Rp 30.000. Mulai saat itu lahan tersebut menjadi terawat, parit di sekitar sungai dibersihkan, empang di sekitarnya diurug dengan sampah dan puing yang kemudian dapat dibangun rumah tinggal. Sedikit demi sedikit warga membangun sarana umum, seperti; pompa air, WC Helikopter, jembatan, dll. Sekarang sudah dipasang listrik, telephone, PAM, dan toilet umum, maka sekarang kesan angker dan rawan sudah berubah lebih ramah dan bersahabat. Mulanya pendampingan Warga Penas, melalui Eliyadi pada tahun 1982 pernah masuk ke pemukiman Penas, yang kemudian pada bulan Juli 1990, memperkenal diri kepada warga pemukiman Penas dengan para relawan pekerja sosial, dan warga menyambut dengan baik, yang selanjutnya menjadi dampingan rekan-rekan relawan pendampingan pekerja kota. Sekarang didampingi oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA). Pada bulan Januari 1991, melalui obrolan warga Penas berkeinginan untuk membangun Musholla, yaitu sebagai tempat ibadah bersama, dan sebagai tempat warga untuk berkumpul serta bermusyawarah dalam menghadapi persoalan yang ada. Maka pada bulan Februari 1991, warga mewujudkan untuk membangun Musholla secara bergotong-royong dengan cara mencari dana, sumbangan bahan Indok-FAKTA/2
material, dan sumbangan tenaga maupun pikiran. Setelah bekerja keras selama tiga bulan, pada bulan April 1991 akhirnya Musholla dapat berdiri, maka impian warga pun dapat terwujud.
II. Daerah Asal Warga RT 15: Pada tahun 1940 wilayah Penas ditempati oleh Abah Leman asal Garut, Jawa Barat. Pada tahun 1975 wilayah Penas mulai ditempati para pendatang dari berbagai daerah mayoritas berasal dari Jawa Tengah (Tegal, Banjarnegara), Jawa Timur (Surabaya, Majakerta), Jawa Barat (Subang, Garut), Jakarta, Bekasi, Bogor Tangerang, Medan, Lampung, Padang, dan Palopo. Daerah Asal Warga RT 15 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten Bekasi Bogor Jakarta Tangerang Lampung Medan Padang Palopo Yogyakarta
16 33 17 2 4 6 10 2 2 1 1 1 2 97
Total
16% 34% 18% 2% 4% 6% 10% 2% 2% 1% 1% 1% 2% 100%
III. PENDIDIKAN WARGA PENAS: Tingkat pendidikan warga Penas RT 15, masih terdapat 35 orang yang buta huruf atau 11% dari jumlah warga, rata-rata warga yang buta huruf, mereka sudah berusia lanjut. Lulusan akademi ternyata juga cukup banyak yaitu tiga persen atau 9 orang. Tingkat Pendidikan: Akademi SLTA SLTP SD TK Pra sekolah Buta huruf Total
9 70 62 129 6 7 35 318
3% 22% 19% 41% 2% 2% 11% 100% Indok-FAKTA/3
IV. PEKERJAAN WARGA RT 15: Mata pencaharian warga Penas mayoritas adalah berdagang, baik berjualan dengan cara berkeliling dan mengasong serta membuka warung di rumahnya. Sedang yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya ada satu orang, dari sejumlah 134 orang yang bekerja. Jenis Pekerjaan: PNS
1%
Pedagang
72%
Karyawan
19%
PRT
1%
Pemulung
1%
Sopir
1%
Perawat
1%
Tukang Ojek
2%
Pengangguran
2% Total
100%
V. PENGHASILAN PER BULAN (RP): Pendapatan warga Penas RT 15, penghasilan terendah adalah Rp 150.000 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 2.000.000 yang bekerja sebagai pedagang, tukang ojek. Pendapatan per bulan (Rp): 150.000 - 500.000
15
500.001 - 750.000
38
31%
750.001 - 1000.000
32
26%
1.000.001 - 1500.000
32
26%
1.500.001 - 2.000.000
6
5%
Total
123
12%
100%
Indok-FAKTA/4
VI. LUAS TANAH TEMPAT TINGGAL WARGA RT 15: Luas tanah rumah tinggal warga, ada seorang warga yang memiliki tanah luasnya hanya 5 M2 dan bisa dibayangkan hanya cukup untuk tidur saja. Sedang yang memiliki luas tanah 85 M2 hanya satu orang. Rata-rata warga memiliki tanah di antara 20 M2 hingga 30 M2. Tanah Rumah Tinggal Warga: 5 - 20 m
2
29
40%
21 - 30 m2
23
32%
31 - 40 m2
11
15%
41 - 50 m2
6
8%
51 - 60 m2
2
3%
61 - 85 m2
2
3%
73
100%
Total
VII. LUAS BANGUNAN WARGA RT 15: Luas bangunan rumah tinggal warga, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan luas tanah yang dimiliki, namun rata-rata warga miliki rumah bertingkat yang luasnya di antara 25M2 hingga 35M2 .
Luas Bangunan Warga RT 15: 5 - 15 M2
15
21%
16 - 25 M2
6
8%
26 - 35 M2
15
21%
36 - 45 M2
13
18%
46 - 50 M2
6
8%
51 - 60 M2
6
8%
61 - 70 M2
7
10%
71 - 80 M2
4
5%
81 - 90 M2
1
1%
73
100%
Total
Indok-FAKTA/5
VIII. HARGA BANGUNAN: Harga bangunan paling rendah seharga Rp 4.000.000, sedang harga rumah tinggal paling tinggi bernilai Rp 72.000.000. Rata-rata warga memiliki harga bangunan di antara Rp 25.000.000 hingga Rp 30.000.000. Jenis rumah tinggal warga 50 persen sudah dibangun bertingkat, semi permanen hingga permanen dan mayoritas adalah milik sendiri.
Harga Bangunan (RP): 4.000.000 - 10.000.000 10.000.001 - 15.000.000 15.000.001 - 20.000.000 20.000.001 - 25.000.000 25.000.001 - 30.000.000 30.000.001 - 35.000.000 35.000.001 - 40.000.000 40.000.001 - 45.000.000 45.000.001 - 50.000.000 50.000.001 - 55.000.000 55.000.001 - 60.000.000 60.000.001 - 65.000.000 65.000.001 - 72.000.000 Total
10 14% 11 15% 13 18% 8 11% 15 21% 3 4% 7 10% 1 1% 2 3% 0 0% 0 0% 0 0% 3 4% 73 100%
IX. Type Rumah Tinggal RT 15:
Rumah Tingkat
37
51%
Tidak Tingkat
36
49%
73
100%
Total
X.
Jenis Rumah Tinggal RT 15
Permanen
34
47%
Sementara
6
8%
33
45%
73
100%
Semipermanen Total
Indok-FAKTA/6
XI. Status Kepemilikan Rumah Tinggal:
Milik sendiri
68
93%
Kontrak
4
5%
Numpang
1
1%
73
100%
Total
XII. Permukiman Penas Diakui: Tahun 2000, Setelah Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Menkimpraswil) Ibu Erna Witoelar mengunjungi permukiman Penas, ada perubahan yang sangat signifikan. Dahulu permukiman Penas tidak pernah diperhatikan dan selalu diabaikan oleh pemerintah setempat, bahkan tidak diakui keberadaan warga Penas, mereka dianggap liar. Untuk membentuk RT selalu ditolak, maka warga selalu kesulitan untuk mengurus surat-surat karena tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga. Kehadiran Menkimpraswil Erna Witoelar mendapat perhatian cukup besar yang semula pemukiman Penas diabaikan, mendadak dipersilakan mengurus KTP dan KK. Lurah Cipinang Besar Selatan, dan Camat Jatinegara memberikan perhatian secara khusus. Kampung Penas kemudian mendapat pengakuan dan diijinkan untuk membentuk RT 15, RW 02 Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kepemilikan kartu tanda penduduk (KTP DKI Jakarta) mencapai 93%, hal ini menunjukkan bahwa warga mempunyai kesadaran dan pentingnya akan identitas diri. Tidak adanya kepemilikan sertifikat serta status tanah yang belum jelas, dapat dipakai sebagai alasan penguasa untuk melakukan penggusuran lebih leluasa. Meskipun warga bermukin sudah ada yang tinggal lebih dari 20 tahun, bukan berarti menjadi jaminan untuk tidak digusur dan memiliki tanah secara legal.
IDENTITAS WARGA (KTP) KTP DKI KTP Sementara KTP Daerah Total
195 10 4 209
93% 5% 2% 100% Indok-FAKTA/7
XIII. Masalah Yang Dihadapi: Agenda : I. Program Pengentasan Masyarakat Kota (PPMK) II. Issue Penggusuran Pemukiman: Warga Penas mendapat surat tegoran dari Kelurahan Cipinang Besar Selatan, nomor 23/1.86, Jakarta Timur, perihal “Monitoring dan pengamatan terhadap Organisasi Kemasyarakatan, LSM dan Paguyuban”. Ada surat tersebut terbukti Pemda jelas tidak suka adanya LSM yang masuk ke masyarakat. Menanggapi surat dari Kelurahan, sikap warga diharapkan tetap baik-baik saja hubungan dengan pemerintah. Aktivitas pertemuan warga tetap berjalan seperti biasa, tidak terpancing emosi. Masalah Raskin (beras untuk penduduk miskin) qualitas beras sangat buruk, kuning dan pera. Harga beras dijual Rp 1.300/kg, padahal harga beras seharusnya hanya Rp 1.000 per kg. Alasan dinaikannya harga beras adalah sebagai ongkos angkut dari Kelurahan sampai aula Cipinang Besar Selatan. Selain qualitas buruk, jumlah berat timbangan berkurang. Sejak Lebaran 2002, jatah beras untuk Cipinang Besar Selatan (CBS) tidak turun kewarga, yang biasanya jatah beras turun pada tiap bulan. Jatah beras mulai ada kembali sejak, berita Kompas 24 Januari 2003, warga Penas berdialog masalah banjir dengan DPRD Jakarta. Sebagai data, warga perlu membuat catatan harian, khusus masalah bantuan. a) Kapan jatah beras turun ke warga. b) Harga beras berapa? c) Banyaknya beras yang diturunkan. d) Qualitas beras. Beberapa permasalahan yang ada pada basis dapat diangkat ke permukaan publik, fokus issue melalui masalah jatah beras, PPMK dan Kartu Sehat. Masalah Kartu Sehat, sudah banyak warga yang mengeluh karena kesulitan bila memakai Kartu Sehat untuk berobat, akses ke Rumah Sakit. Contoh kasus ibu Maisaroh, ibu Nurjanah ketika berobat di RS Budi Asih, Cawang. Perihal Program Pengentasan Masyarakat Miskin Kota (PPMK), sebenarnya jatah untuk orang miskin setiap Kelurahan mendapat Rp 500 juta. Akan tetapi jatah tersebut oleh Kelurahan displit menjadi dua, (Rp 250 juta untuk PPMK), dan (Rp 250 juta fisik sosial dan operasional perbaikan sarana sosial yang rusak). Yang akhirnya dana yang turun sampai RT tinggal Rp 2 juta. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah dana sosial sebenarnya sudah dianggarkan dan masuk APBD. Sebagai kontrol laporan keuangan ke publik, pihak Kelurahan harus ada transparansi dan informasi ke warga. Pada tahun 2003, akan diadakan pemilihan Dekel setiap 2 tahun sekali. Warga harus jeli dalam mencalonkan Dekel yang dapat mewakili rakyatnya. Masalah Rumah Terbuka milik ISJ yang berada di Penas, kondisinya sudah semakin rusak. Untuk pengelolaan selanjutnya, rumah terbuka akan diserahkan kepada warga Penas. Jadi rumah terbuka sepenuhnya mengenai perawatan dan penggunaan ditangani oleh warga. Diharapkan penyeraha Indok-FAKTA/8
rumah terbuka tersebut dapat dipakai seoptimal mungkin untuk kepentingan warganya.
XIV. Teror Warga Penas Setelah Aksi ke DPRD: Hari Jumat, 7 Maret 2003 pukul 10.00, Wakil Lurah Cipinang Besar Selatan bapak Kadarusman dengan berseragam lengkap bersama bapak Parno, mendatangi warga Penas atas pemuatan berita di media Pos Kota, Jumat 7 Maret 2003 yang berjudul “Raskin disunat Oknum aparat, Janda miskin berang”. Berita tersebut memuat hasil dialog antara warga kota dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta pada hari Kamis, 6 Maret 2003,. Bapak Kadarusman langsung mencari ibu Sumiyati (Yati) dan ibu Rina (Ibu RT) serta bapak Apan. Dengan nada berang, “Bu Yati, jangan kemana-mana karena nanti akan ada yang datang dari Kapolres dan Walikota”. Setelah berkata demikian, bapak Kadarusman terus-menerus memandangi ibu Yati yang semakin ketakutan dan gemeteran. Ibu Yati terus diberondong pertanyaan mengenai aksi ke DPRD, mengapa yang dibahas mengenai Raskin? Kena apa tidak ada konfirmasi dengan RT, RW, Kelurahan. Di sini kan ada Dekel! Ibu Yati, balik bertanya; warga Penas dipanggil ke Kelurahan, memangnya warga di sini mbandel-mbandel ya? Bukan, warga RT 15 itu orangnya kritis, apa ada yang “ngompori”?. Karena di sini banyak LSM yang masuk. Sebenarnya saya sudah lama ingin kenalan dengan warga sini. Selain itu, perlu diketahui oleh warga RT 15, RW 02 (Penas), bahwa mengenai pengerukan Kali Cipinang sudah dimulai Cipinang Besar Selatan (dekat Empu Tantular). Untuk wilayah RT 15 tinggal menunggu giliran. Surat Peringatan Perintah Bongkar sudah ada 60 SPB dan suratnya ada di tangan saya, kata petugas Tramtib Kelurahan dengan nada mengancam. Mereka juga menanyakan mengenai; KTP, sejak kapan RT dibentuk, serta menanyakan masalah tanah (garapan), XV. Perihal Raskin (Beras Miskin):
Jumlah warga Penas terdapat 81 KK, akan tetapi yang mendapat jatah beras miskin hanya 20 KK. Pada tahun 2002 warga mendapat raskin yaitu pada bulan; Juli, Agustus, September, Oktober, sedang tahun 2003 pada tanggal 20 Februari. Warga hanya mendapat 10 liter beras yang dihargai Rp 1.300 per liter. Padahal seharusnya warga mendapat jatah raskin 20 kg dengan harga Rp 1.000 per kg. Warga telah dirugikan baik dari jumlah beras yang dikurangi, selain itu harga beras lebih mahal serta mutu beras sangat buruk, bau apek, warnanya menguning dan kalau dimasak ”pera”.
Pemotongan jatah beras juga dilakukan oleh pihak PPKB (Pembina Pembantu Keluarga Berencana) Kelurahan Cipinang Besar Selatan yaitu ibu Sofi. Jatah setiap RW adalah 50 karung beras, dipotong satu karung dengan alasan untuk jatah petugas “cleaning service”
Indok-FAKTA/9
Masalah Kartu Sehat (KS) warga RT 15, yang mendapat KS baru ada 3 KK, itu pun mengurusnya dengan bersusah payah. Penggunaan KS untuk akses ke rumah sakit mengalami kesulitan. Harus ada rujukan terlebih dahulu dari Puskesmas setempat. Padahal mengurus ke Puskesmas juga mendapat perlakuan yang tidak simpatik. Misal ketika ibu Rina (Ibu RT) mengurus KS, oleh ibu Nurjana (petugas Puskesmas) mendapat pelayanan yang tidak menyenangkan, ia ditolak karena baru jam makan siang. Selain itu dengan nada sinis mengatakan “memangnya warga RT15, orangnya miskin-
miskin atau orang miskin baru”?
Sementara itu bapak RT Kusheri dan bapak Sail (Dekel) serta bapak Widodo (Ketua RW 02) ditemui oleh bapak Parno serta petugas Tramtib Kelurahan CBS, mereka diminta datang menghadap di Kantor Kelurahan Cipinang Besar Selatan. Di Kantor Kelurahan CBS, bapak Lurah Ari Sonjaya membahas langsung pada pokok persoalannya, hadir juga dari petugas Bulog, tiga orang Walikota Jaktim dan wartawan Jakarta Post (Bambang). Perihal pembagian beras (raskin):
Wilayah RW 01, mendapat jatah raskin 21 KK. Wilayah RW 02 terdapat 162 KK, terdiri dari seberang kali dan (Penas) ada 81 KK, akan tetapi yang mendapat jatah hanya 26 orang, sebanyak 50 karung beras. RW 06, mendapat jatah raskin paling banyak 306 KK karena jumlah penduduknya dianggap sangat Kumuh-padat-miskin, (kupatmis).
Khusus wilayah RW 02, jatah raskin dapat ditambah dan Bulog siap dalam persediaan. Perihal harga beras Rp 1000/kg, menjadi Rp 1300 per liter adalah sebagai uang transpot mengangkut dari Kelurahan sampai ke RW dan mengenai pengelolaannya PPKB RW bukan PPKB Kelurahan. Bilamana warga RW 02 (Penas) tetap menuntut harga beras Rp 1000/kg, maka warga Penas dapat mengambil langsung ke Kantor Kelurahan. Atas pemberitaan masalah Raskin di media Pos Kota, (Jumat, 7 Maret 2003), pihak Kelurahan Cipinang Besar Selatan, telah membuat Surat Pernyataan, yang intinya adalah: Bahwa, ibu Rina dan ibu Sumiyati (Yati) adalah aktivis LSM yang datang mengadu ke DPRD pada hari Kamis, 6 Maret 2003. Mencemarkan nama baik pihak Kelurahan. Surat Pernyataan telah ditanda tangani oleh Kepala Lurah bapak Ari Sonjaya dan Dekel bapak Sail. Jadi tinggal tanda tangan RT Kusheri yang belum karena sudah pulang ke rumah Penas. Pukul 13.30, bapak Suminta bersama temannya dari kantor Kelurahan membawa Surat Pernyataan ke pemukiman Penas, bermaksud minta tanda tangan bapak RT Kusheri. Akan tetapi setelah dibaca isi surat tersebut sangat janggal, bahwa ibu Yati dan ibu Rina adalah seorang aktivis LSM. Apalagi mengingat ibu Rina adalah isteri bapak RT Kusheri, maka dengan tegas RT Kusheri langsung menolak ketika diminta untuk tanda tangan. RT Kusheri meminta untuk membaca ulang Surat Pernyataan tersebut akan dipelajari Indok-FAKTA/10
kembali, akan tetapi bapak Suminta menolak dan langsung menutup dimasukkan ke dalam map. Saat itu pula bapak Suminta bersama temannya langsung pergi.
Sabtu, 8 Maret 2003 RCTI dan TranTV: Liputan warga Penas yaitu dengan mewawancarai Ibu RT (Rina), Sumiyati masalah raskin yang disunat. (Saat wawancara Rina sedang makan dan Sumiyati sambil memompa air). Setelah dialog dengan DPRD, warga Penas mendapat tekanan dari Polres dan Walikota. Wawancara dengan bapak Lurah Cipinang Besar Selatan, (Ary Sonjaya) dalam wawancaranya mengatakan: “Masalah Raskin, mengenai pengelolaannya sudah diserahkan ke RW masing-masing, pihak Kelurahan juga memberikan beras “raskin” secara gratis terhadap janda-janda di sekitar Kelurahan Cipinang Besar Selatan”.
XVI. Lurah Cipinang Besar Selatan Dimutasi: Dampak masalah raskin di Penas mengakibatkan Lurah Ary Sonjaya dipecat, kemudian digantikan oleh Fran Zukiyana. Pelantikan dilakukan pada hari Kamis, 13 Maret 2003. Lurah Zukiyana, sebagai lurah baru sangat aktif mengunjungi warga Penas, meski suasana hujan tetap rajin menyambangi warga Penas RT 15, sambil berpesan; “kalau ada masalah jangan langsung ke DPRD,
ya...!”.
Masalah beras raskin ada perubahan harga dan cara penjualan. Dahulu dijual dengan harga Rp 1.300 per liter, pembagian sekarang adalah Rp 1.000 per liter. XVII. Ancaman Penggusuran: Hari Rabu, 25 September 1991, warga pemukiman Penas kembali resah karena tempat tinggalnya akan digusur untuk Program Kali Bersih (Prokasih). Surat Edaran No.3506/1.754 yang ditandatangani oleh Walikota Jakarta Timur, Drs H. Sutardjianto. Dasar penggusuran: (1) Perda No.11 Tahun 1988; tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah K.DKI Jakarta. (2) Protap Penanggulangan Banjir DKI Jakarta, cq. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.2340 Tahun 1985, tentang Pengaturan Tugas Unit-unit Pemerintahan dalam rangka Penanggulangan Banjir di Wilayah DKI Jakarta. (3) Instruksi Gubernur K.DKI Jakarta No. 323 tahun 1990, tertanggal 16 Juli 1990 tentang Persiapan Menghadapi Musim Hujan dan Penanggulangan Banjir. Dari hasil musyawarah warga dalam menghadapi penggusuran, pada hari Jumat 27 September 1991, kemudian mengadu dan meminta perlindungan sebagian ke Komisi A DPRD (Ibu Sriati Slamet), Jl Kebonsirih dan sebagian ke Kantor Gubernur DKI Jakarta. Tampaknya pengaduan warga ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jl Kebon Sirih membawa hasil, maka ancaman penggusuran ditunda dan sampai sekarang belum ada isue lagi tentang penggusuran.
Indok-FAKTA/11
Issue penggusuran pemukiman Penas dan Kampung Jembatan, perlu ditanyakan kembali kepada Dekel (Sail) karena ia yang memberitakan adanya issue tersebut. Sedang di Kampung Jembatan malah belum tahu adanya issue penggusuran. Adanya issue penggusuran membuat warga Penas menjadi resah, namun sekaligus membuat warga semakin kritis dalam menghadapi masalah. Kelompok ibu-ibu Penas, tampak berperan semakin menonjol bila dibandingkan dengan kelompok bapak-bapak, yang sekarang malah tidak berjalan. Karena tidak kompak dan tidak rukun, terjadi cek-cok mulut dan nyaris baku hantam. Hari Senin, 24 Februari 2003, bapak Marsum telah melakukan pengecekan masalah issue penggusuran kepada bapak RW dan Dekel Kampung Jembatan (CBS). Keterangan dari RW dan Dekel, sama sekali belum ada informasi masalah penggusuran. Namun issue penggusuran sebenarnya sudah ada sejak lama, semenjak dibangun waduk Banjir Kanal Timur di Kampung Jembatan. Menurut pengakuan dari warga, untuk menghadapi penggusuran tetap tenang-tenang saja karena pengalaman tahun lalu adanya proyek penggusuran warga malah diuntungkan katena mendapat ganti rugi yang cukup lumayan besar. Bila sungguh terjadi penggusuran tinggal pindah di dekat area semula. Alasan penggusuran khususnya rumah atau pemukiman pinggir kali adalah untuk mengatasi banjir di Jakarta. Maka yang menjadi pertanyaan oleh warga adalah, apakah adanya penggusuran tersebut, pemerintah berani menjamin kota Jakarta bebas dari banjir? Pada awal tahun 2003 selain terjadi banjir, banyak pemukiman yang menjadi korban bakaran dan tempat bekas pemukiman langsung dipagar, warga tidak boleh mendirikan bangunan kembali pada tempat semula. Warga harus waspada, mengingat rumah pemukiman sangat padat (kupat-kumis), maka kondisi demikian sangat rentan akan bahaya kebakaran. Selain itu harus diwaspadai, pada orang-orang yang tidak dikenal dan mencurigakan, karena bisa jadi orang tersebut adalah orang yang dipasang oleh pihak tertentu untuk berbuat onar masyarakat. A. Pelebaran Kali Cipinang, Penas: Pelebaran dan pelurusan serta pendalaman Kali Cipinang, mulai bulan Juni 2003 sudah dimulai pengukuran-pengukuran kali. Ketika ditanyakan kepada petugas pengukuran, menurut petugas, bahwa kali Cipinang sepanjang PenasHalim, akan di dalamkan. Pendalaman kali tersebut akan dilaksanakan pada bulan Agustus dan kali akan didalamkan 3 meter. Pengukuran kali tersebut dimulai dari Jalan Tol. Menurut informasi dari Pak Wanda, sebelumnya juga sudah ada pengukuran kali. Dan pengukuran yang pertama informasinya kali akan dilebarkan 14 meter, dari tengah kali 7 meter ke kiri dan 7 meter ke kanan. Kanan-kiri kali akan dibangun jalan inspeksi saluran kali. Pengukuran kali juga terjadi di Halim. Menurut Pak Yacob, pengukuran tersebut dilakukan oleh 3 (tiga) orang. Dan menunurut keterangan dari orang yang mengukur saat itu, kali akan di dalamkan. Dalam kali akan dibuat 3 meter. Sementara lebarnya mencapai 14 meter. Indok-FAKTA/12
B. Penas Kembali Terancam Digusur Normalisasi Kali: Pada hari Minggu, 26 April 2009, Proyek Normalisasi Kali Cipinang di RT 4, RT 5, RT 14, dan RT 15, RW 02 Cipinang Besar Selatan, dari pihak proyek normalisasi kali sudah mengukur-ukur di wilayah pemukiman warga. Menurut informasi petugas, bahwa proyek normalisasi kali akan segera dilaksanakan, namun kapan tanggal dan hari “H”nya belum tahu. Kali akan dilebarkan seluas 15 meter (kiri 7.5 meter, kanan 7.5 meter) disisi kali dibuat jalan lebar 2 meter, hingga total 17 meter. (Catatan: kemungkinan proyek dimulai setelah pemilu). Perlu ada pemantauan dan pengecekan kepada; kelurahan, (Pekerjaan Umum Balai Besar Cisadane-Ciliwung), serta instansi terkait. Proyek Normalisasi Kali Cipinang di pemukiman Penas akan segera dimulai. Rencaba pemancangan dimulai dari depan gedung pertemuan Mulia Raja karena di wilayah tersebut tidak ada pemukiman warga. Akses masuk menuju lokasi lebih mudah, kerena peralatan berat serta material dapat masuk lewat jalan Kebon Nanas. Wilayah RT 14 Cipinang Besar Selatan, terutama rumah yang menghadap ke kali serta rumah yang dekat dengan batas kali dapat dipastikan terkena proyek normalisasi kali. Pemberian tanda merah serta patok normalisasi kali sudah dimulai, separuh pemukiman warga Penas akan tergusur oleh pembangunan proyek normalisasi. Langkah-langkah yang dipersiapkan warga: -
Pendataan warga. Pembentukan tim inti dari warga. Alternatif: bertahan, tukar guling, (terakhir) kompensasi/ganti untung. Dan lain-lain.
Jakarta, 22 Desember 2009 Indok-FAKTA Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
Indok-FAKTA/13