I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan
lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma dari pengelolaan hutan berbasis kayu menjadi pengelolaan hutan berbasis kelestarian ekosistem yang mana potensi jasa lingkungan yang terkandung didalamnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan hutan. Fenomena tersebut telah mendorong berkembangnya mekanisme dan pasar untuk produk jasa lingkungan hutan tropis baik pasar lokal maupun pasar global, seperti seperti ekowisata, mekanisme perdagangan karbon, Payment for Environment Services (PES) terutama jasa air, serta isu-isu jasa lingkungan lainnya. Isu-isu lingkungan tersebut juga telah mendorong berkembangnya persyaratan sangat ketat untuk pengelolaan hutan berbasis komoditas kayu. Perkembangan dalam sektor kewisataan pun pada saat ini telah melahirkan konsep pengembangan wisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan sumberdaya alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari wisata berkelanjutan yaitu; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Pengembangan wisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Ekowisata merupakan salah satu produk wisata alternatif yang mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan wisata berkelanjutan yaitu pembangunan wisata yang secara ekologis memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika,
memberikan manfaat sosial terhadap masyarakat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangkannya. Ekowisata dapat didefinisikan sebagai perjalanan wisata ke suatu lingkungan alam baik yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya (Fandeli, 2000). Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal. Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai objek wisata ekowisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat. Sisi positif yang didapatkan dalam mengimplementasi kegiatan ekowisata antara lain memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata, menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan, memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders, membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional,
mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di objek wisata tersebut. Salah satu objek wisata di Indonesia yang memiliki konsep konservasi ekologi adalah Kebun Raya Cibodas, yang juga merupakan afiliasi dari Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Cibodas memiliki banyak potensi kewisataan khususnya wisata konservasi ekologi yang sangat menarik dengan landscape yang indah. Akan tetapi Kebun Raya Cibodas belum memiliki fasilitas mendasar yang memadai sehingga mampu menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut. Penelitian yang akan dilakukan adalah tentang rantai nilai (value chain) pengembangan Kebun Raya Cibodas yang terletak di Propinsi Jawa Barat. Kebun Raya Cibodas di bawah pengelolaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), berlokasi di Kaki Gunung Gede Pangrango ini berada pada ketinggian ± 1300-1425 dpl, dengan luas lahan 125 ha memiliki hawa yang sejuk dengan panorama indah, temperatur rata-rata 18° C dengan kelembaban 90% dan curah hujan sebesar 3380 mm per tahun. Lokasi ini dapat dicapai dengan 3 jam perjalanan dari Jakarta (± 100 km) dan 2,5 jam perjalanan dari Bandung (± 80 km). Kebun dengan luas 125 ha ini menjadi tempat nyaman untuk beristirahat sambil menikmati keindahan berbagai jenis tumbuhan yang berasal dari Indonesia dan negaranegara lain. Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masingmasing pelaku ekowisata yaitu; industri wisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah, serta akademisi. Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu: (1) industri wisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri wisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan
keberlanjutan wisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam; (2) wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan; (3) masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan; (4) pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan; (5) akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsi yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter atau peran yang dimiliki oleh masingmasing pelaku ekowisata dimainkan sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut. Lebih dalam pengembangan ekowisata harus memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya alam yang dijadikan sebagai objek wisata. Hal ini tentunya perlu melibatkan peran dari berbagai pihak baik dalam bentuk perorangan, masyarakat, ecotourists, tour operator dan institusi pemerintah maupun non pemerintah dalam tahap perencanaan, pembangunan, penerapan dan pengawasan kawasan wisata. Selain juga untuk menghormati budaya-budaya dan tradisi-tradisi lokal, menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para masyarakat lokal, stakeholders dan tour operator lokal, menghasilkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai objek wisata serta mendidik para stakeholders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.
Pengembangan objek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan wisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yakni ekowisata yang berkelanjutan (sutainable ecotourism). Ada tujuh hal penting yang harus dilakukan oleh operator ekowisata dalam upaya mewujudkan ekowisata yang berkelanjutan yaitu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang dijadikan sebagai objek ekowisata, meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan di sekitar objek ekowisata dan mendukung program pembangunan berkelanjutan, pengurangan konsumsi terhadap sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, melestarikan kearifankearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat lokal, mengutamakan usaha-usaha pendukung kegiatan ekowisata yang dimiliki oleh masyarakat lokal, mendukung usahausaha pelestarian lingkungan, serta memberikan kontribusi terhadap pelestarian biodiversitas yang ada di lingkungan yang dijadikan sebagai objek ekowisata. Dalam pengembangan ekowisata di Kebun Raya Cibodas terlihat adanya perbedaan kepentingan antar stakeholders akibat masih terjadinya tumpang tindih kewenangan pemanfaatan ruang, telah menyebabkan pemanfaatan sumberdaya Kebun Raya Cibodas menjadi tidak sesuai dan cenderung merusak, selain sulitnya akses dari dan menuju ke lokasi wisata konservasi ini. Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat kunjungan wisatawan, baik asing maupun domestik ke area konservasi alam tersebut (Gambar 1). Dengan demikian dirasakan perlu adanya pembahasan mengenai konsep ekowisata seperti apa yang akan menjadi dasar pengembangan Kebun Raya Cibodas menjadi kawasan ekowisata berdasarkan potensi sumberdaya dan aktivitas wisata yang mungkin dikembangkan di kawasan ini. Perlu dipertimbangkan juga dengan
kemungkinan diterapkannya pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat sebagai strategi alternatif pengembangan ekowisata di Kebun Raya Cibodas.
Gambar 1. Grafik Jumlah Pengunjung Kebun Raya Cibodas pada tahun 2007-2009
Pengembangan prinsip kemitraan dalam suatu lembaga yang menerapkan jiwa kewirausahaan juga dapat berguna dalam proses penciptaan sistem pengelolaan ekowisata yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengambangan ekowisata Kebun Raya Cibodas tentunya tidak dapat dipecahkan apabila perbaikan kinerja hanya dilakukan oleh satu pihak. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian melalui pendekatan analisis value chain untuk memetakan masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan ekowisata di kawasan tersebut secara komprehensif serta dapat memberikan saran yang terbaik bagi setiap stakeholder yang berperan di dalamnya.
Pemilihan Rantai Nilai Industri
Analisa Rantai Nilai Wisata Alam
Pengembangan Strategi Kompetitif
Implementasi Rencana Pengembangan
Monitoring Kinerja dan Evaluasi Hasil
Source: Conservation International (2009)
Gambar 2. Siklus pada Proyek Analisis Rantai Nilai Wisata Berbasis Konservasi Alam
Selain itu telah diakui secara luas bahwa partisipasi masyarakat lokal merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan wisata tetapi praktek ini sangat sulit untuk diaplikasikan. Dalam industri ekowisata yang diterapkan di seluruh dunia, terdapat semacam perjanjian internasional yang sampai sekarang terus berkembang bahwa pengembangan ekowisata harus berbasis masyarakat. Dengan kata lain, kunci untuk menilai potensi wisata dalam pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah adanya keterlibatan langsung dari masyarakat lokal serta dapat mempromosikan hubungan antara konservasi dan pengembangan usaha. Dalam prakteknya, keterlibatan masyarakat dalam industri wisata di Kebun Raya Cibodas baru sebatas terlibat dalam tugas-tugas berbasis tenaga kerja atau penyediaan jasa, sementara keterlibatan masyarakat dalam sektor wisata, seharusnya meliputi proses konsultasi, perencanaan, pengambilan keputusan, sampai pelaksanaan program. Analisis Value Chain dalam wisata dilakukan untuk mengidentifikasi aktor, peran, hubungan, peluang dan hambatan, dorongan untuk upgrading dan aliran informasi dan manfaat yang didapat oleh masing-masing aktor yang terkait dalam rantai tersebut. Gambar 2 menjelaskan secara singkat mengenai siklus pemetaan rantai nilai ekowisata berbasis alam. Disamping itu pendekatan analisis value chain dapat membantu dalam pengambilan keputusan secara komprehensif, multi dimensi serta memberikan solusi
jangka panjang bagi industri wisata dalam rangka mendukung usaha konservasi alam serta menghasilkan keuntungan secara ekonomi (Conservation International, 2009). 1.2.
Rumusan Masalah Sumberdaya alam yang menjadi koleksi Kebun Raya Cibodas berpotensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata. Hal ini sejalan dengan upaya pengembangan ekowisata di Kebun Raya Cibodas yang dicanangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola taman nasional sebagai kegiatan penunjang aktivitas konservasi yang menjadi tugas pokok dan fungsi utama Kebun Raya Cibodas. Lokasi Kebun Raya Cibodas yang dikelilingi dengan pemukiman masyarakat menjadikan Community Based Ecotourism menjadi salah satu konsep yang dapat dikembangkan pihak pengelola kawasan dan objek wisata sebagai salah satu konsep alternatif pengembangan kawasan. Dengan kurangnya dukungan pemerintah dan banyaknya pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan kawasan Cibodas menjadikan pengembangan ekowisata yang berbasis masyarakat di Kebun Raya Cibodas menjadi satu hal yang tidak mudah untuk diterapkan. Penerapan konsep ekowisata berbasis masyarakat di Kebun Raya Cibodas saat ini dapat dikatakan belum optimal dan terkesan masih setengah-setengah. Hal ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi utama Kebun Raya Cibodas sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan, sehingga pelaksanaan industri wisata tidak dapat dijalankan secara maksimal. Disamping itu juga perlu dilakukan identifikasi terhadap aktor-aktor yang berperan dalam rantai nilai (value chain) Kebun Raya Cibodas untuk menganalisis bentuk kerja sama antara masing-masing aktor yang terkait dalam industri wisata di kawasan Cibodas.
Pengembangan rantai nilai dalam penelitian ini dapat menjadi solusi untuk menciptakan sinergisme antar berbagai aktor termasuk objek-objek wisata yang ada di kawasan Cibodas dan sekitarnya untuk memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik serta dapat memberikan nilai tambah bagi setiap stakeholder dan wisatawan yang berkunjung. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan riset yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana peta rantai nilai (value chain) pengelolaan Kebun Raya Cibodas serta siapa saja pihak yang berperan dalam pengembangan konsep ekowisata kawasan tersebut? b. Bagaimana potensi isu strategis yang dihadapi dalam pengembangan Ekowisata berkelanjutan di Kebun Raya Cibodas yang juga berperan sebagai kawasan konservasi alam tersebut? c. Bagaimana mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan di kawasan Kebun Raya Cibodas? 1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: a. Memetakan rantai nilai ekowisata Kebun Raya Cibodas. b. Menganalisis isu strategis yang dihadapi ekowisata di Kebun Raya Cibodas. c. Merumuskan alternatif pengembangan kinerja kawasan ekowisata Kebun Raya Cibodas.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB