I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tegak berdirinya hukum suatu bangsa merupakan sebuah modal dasar bagi kelancaran pembangunan. Penghormatan dan kepatuhan terhadap hukum oleh masyarakat maupun penyelenggara negara menjadi sebuah komponen penting bagi terjaminnya hak-hak masyarakat. Selama lebih dari enam dekade Republik ini terus berusaha mencari sebuah formula tatanan sosial yang pas demi kesinambungan pembangunan, tidak terkecuali tatanan hukum. Banyak sekali produk-produk hukum yang telah dihasilkan mulai dari undang-undang hingga keputusan presiden. Namun semua itu belum dapat menciptakan kesejahteraan rakyat dalam arti sesungguhnya. Satu dari banyak persoalan hukum yang pelik, yang bangsa ini masih berjuang sampai hari ini adalah menuntaskan agenda pemberantasan korupsi.
Agenda yang di
amanahkan sebagai hasil dari perjuangan reformasi pada tahun 1998. Korupsi telah menggerogoti kehidupan bangsa dan Negara Indonesia sejak kemerdekaannya diproklamirkan.
Oleh karena tidak pernah diberantas secara
bersungguh-sungguh hinggga tuntas, kejahatan tersebut terus berkembang bahkan merajalela hingga terus merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia.1 Dalam beberapa kesempatan kita sering dikagetkan dengan berbagai hasil survei yang menunjukkan keburukan tingkat korupsi di Indonesia. oleh PERC dari tahun 1997 hingga 2010 menunjukkan bahwa 1
Hasil survei yang dirilis pada tahun 1997 skor
Krisna Harahap, Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jalan Tiada Ujung:Grafitri,Bandung.2009.hal 175
9
Indonesia berada pada 8,67, sedangkan tahun 2010 skor berada pada 9,27. Untuk diketahui , bahwa semakin tinggi skor, maka semakin buruk kecendrungan korupsi2. Sedangkan hasil rilis dari Transparency International (TI),
bila dilihat dari Indeks
Persepsi Korupsi Negara Asean dari tahun 2004 hingga 2010, maka kenaikan indeks persepsi korupsi Indonesia hanya terjadi 0,8 poin. Pada 2004 skor Indonesia adalah 2,0 dan naik pada 2010 menjadi 2,8.3 Rentang nilai adalah 1-10, semakin tinggi angka menunjukkan semakin bersih negara tersebut dari korupsi. Dan masih banyak lagi survei-survei sejenis, yang menunjukkan bahwa pembrantasan korupsi merupakan kerja berat. Sebenarnya permasalahan korupsi bukanlah persoalan Indonesia semata. Secara global pun, dunia merasakan akibat buruk dari korupsi. Sehingga korupsi telah menjadi musuh bersama dan harus di perangi secara bersama-sama. Pada tahapan lebih lanjut, para koruptor tingkat tinggi, seperti pada kasus century maupun kasus BLBI, telah melarikan diri ke luar negeri dan membawa semua uang hasil korupsi tersebut. Hal tersebut tentu membuat kerja penegak hukum menjadi bertambah berat. Melaksanakan penegakan hukum tetapi harus melalui lintas batas negara, dalam arti di luar yurisdiksi hukum Indonesia, bukanlah pekerjaan yang mudah. Indonesia harus memiliki sejumlah perangkat hukum pendukung untuk itu, seperti perjanjian ekstradiksi dengan negara tempat pelarian sang koruptor. Targetnya tentulah sedapat mungkin untuk menggembalikan tersangka korupsi guna menjalani proses hukum. Kemudian, bagaimana dengan uangnya, ini juga merupakan sebuah persoalan. Kalaulah semua aset tersangka ada di Indonesia, tentulah itu tidak menjadi persoalan sulit, tetapi 2 3
Indrayana Denny, Indonesia Optimis, Jakarta:Bhuana Ilmu Populer,2011,hal. 197 Ibid. hal 202. Lihat juga (lihat di situs http:// www.transparency.org)
10
bila aset dan uang hasil korupsi tersebar di beberapa negara, maka mau tidak mau para penegak hukum, haruslah sedikit lebih begigih-gigih untuk mengembalikan uang itu kembali ke Indonesia. Sayangnya dari beberapa kasus korupsi yang menjadi sorotan publik, seperti dua kasus di atas, penegak hukum masih sibuk berkutat dengan kulit-kulit luar masalahnya. Pada kasus BLBI, JPU (Jaksa Penuntut Umum) sibuk dengan penangkapan Ayin, dan jaksa Urip. Tetapi sampai hari ini uang BLBI yang di korup, masih tidak jelas rimbanya dimana, dan malingnya sendiri, juga tidak terdengar kabarnya. Begitu juga dengan kasus century, JPU sibuk ingin menjerat Sri Mulyani, maupun Boediono, tetapi uang yang di korupi oleh Bank Century itu sendiri, kini entah dimana. Para tersangka korupsi dengan tenang dapat menikmati hasil rampokannya yang mungkin justru sebagian besar ditanam di luar negeri.4 Sehingga penegak hukum akan kehabisan energi sebelum kasus ini dapat selesai dengan tuntas. Pengalihan fokus penyelesaian kasus korupsi seperti ini merupakan akibat dari ketidak mampuan penegak hukum kita untuk bermain cantik melintasi jurisdiksi hukum Indonesia. Padahal banyak negara di dunia telah berkomitmen secara bersama untuk saling bantu-mambantu dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Harus
diperhatikan faktor global, bahwa praktek korupsi telah mendunia, sehingga menimbulkan rekasi global pula untuk memberantas korupi. tertuang dalam Konvensi PBB tahun 2003.
Hal tersebut telah
Yang menjadi kendala besar dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia adalah terlalu banyaknya orang yang akan terkena ancaman pidana jika udang-undang pemberantasan korupsi dijalankan sungguh4
Andi Hamzah.Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara:Sinar Grafika.Jakarta.2005.hal 2
11
sungguh. Akan terjadi saling tuding siapa yang menyidik siapa. Si A yang menuntut koruptor hari ini, besok dia juga yang akan dituntut. Begitu pula hakim yang mengadili, dia pun semestinya diadili.
Terjadi lingkaran setan yang tidak berujung pangkal.
Penasehat hukum pun ada yang terlibat kolusi dengan penegak hukum, sehingga mereka sendiri perlu penasehat hukum.5 Sebenarnya pemerintah telah memiliki Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi.
Hal ini didasari oleh kesadaran pemerintah bahwa persoalan korupsi
bukanlah persoalan penegakan hukum semata.
Banyak aspek mengapa orang
melakukan korupsi, atau apa yang menjadi penyebab korupsi terjadi.
Untuk
mempersiapkan usaha pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien, pemerintah telah menyusun Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (SNPK), yang bertumpu pada empat pendekatan, yaitu:6 1.Pendekatan Hukum; dengan di keluarkannya sejumlah Undang-Undang yang mendukung pemberantasan korupsi di laksanakan. 2. Pendekatan Budaya; pemerintah telah berahsil mempersiapkan program peberdayaan masyarakat bekerjasama dengan unsure Koalisi Organisasi Nonpemerintah (ORNOP). Sejalan dengan keragaan budaya yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. 3. Pendekatan Ekonomi; pemerintah telah berusaha meningkatkan kemampuan ekonomi sebagian terbesar masyarakat ekonomi bawah, dan tidak hanya bertujuan meningkatkkan kemampuan ekonomi masyarakat lapisan menengah 5 6
Ibid. Romli Atmasasmita.Korupsi,Good Governance Dan Komisi Anti Korupsi Di Indonesia:Depkeh HAM.Jakarta. 2002.hal 29
12
semata.
Pendekatan untuk meningkatkan kemampuan sektor riil akan
meningkatkan perkembangan ekonomi makro. 4. Pendektan sumber daya; Baik sumber daya manusia, maupun sumber daya keuangan, menunjukkan dengan jelas bahwa kelemahan mendasar dalam sektor ini sangat menentukan kinerja pelaksanaan strategi pemberantasan korupsi selama ini dan terutama sekali untuk masa-masa mendatang.
Apabila kita membahas tentang korupsi, maka tidak cukup hanya tentang strategi pemberantasannya saja. Tetapi hal yang patut juga di kaji adalah menyebab terjadinya korupsi itu. Sehingga kita akan tahu dari mana pencegahan korupsi akan kita mulai. Jack Bologne mengatakan ada setidak-tidaknya ada empat penyebab korupsi, yaitu:
keserakahan
(greeds),
kesempatan
(opportunities),
kebutuhan
(needs),
pengungkapan (exposures).7 Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa penyebab dari diri pribadi, atau perorangan lebih besar meyebabkan korupsi di bandingkan dari kelemahan sistem (kesempatan / opportunities).
Sehingga dalam kesempatan lain,
seorang budayawan, Komarudin Hidayat merekomendasikan upaya antisipasi korupsi yang dilakuan sebagai berikut:8
1. Pendidikan dan pembiasaan keluarga sejak kecil Sejak dini sejak anak dibangku sekolah telah diperkenalkan dengan sifat jujur.
7
Dyatmiko Soemodihardjo.Mencegah dan memberantas korupsi mencermati dinamikanya di Indonesia. Prestasi Pustaka.Jakarta.2008.hal 138 8 Wijayanto, dkk. Korupsi mengorupsi di Indonesia.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009.hal 801-802
13
2. Pengenalan dan apresiasi pada figur sukses. Bahwa sukses diraih dengan ilmu, kerja keras dan integritas. Kebalikan dengan koruptor, yang menghancurkan integritas. 3. Pemahaman akan dorongan dan periaku korupsi itu datang dari jiwa yang korup, pribadi yang lemah, yang ujungnya merugikan diri sendiri dan orang lain. Seperti pengendara kendaraan yang menyerobot masuk di lampu merah, ia telah mengambil hak orang lain yang akan merugikan dirinya dan orang lain. 4. Pemahaman akan dosa merupakan akibat tindakan yang mengejar kenikmatan sesaat dunia dan melupakan investasi masa depan yang lebih besar di akherat, 5. Korupsi merupakan pelanggaran sosial, dan dampak kerusakan juga bersifat sosial horizontal, dosa kemanusiaan harus ditebus dengan pertobatan kemanusian, tidak cukup secara vertikal saja dengan melakukan ibadah ritual.
Dalam perjalanan waktu setelah reformasi, pada tahun 2003 dibentuklah KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi) melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 yang selanjutnya akan disebut sebagai UU KPK. KPK menjadi lembaga yang sangat power full, yang mempunyai wewenang begitu luas dalam menjalankan tugas anti korupsinya. KPK juga memiliki beberapa kekhususan dibandingkan dengan lembaga penegak hukum yang lain. Diantaranya: 1. Kewenangan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntan berada dalam satu atap, Pasal 38 UU KPK. 2. KPK tidak dibenarkan memberikan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan), Pasal 40 UU KPK.
14
3. KPK memiliki kewenangan untuk menyadap sejak fase penyelidikan. 4. KPK adalah satu-satunya lembaga penegak hukum yang dibebankan tugas penindakan
kejahatan
(korupsi)
dan
sekaligus
dengan
tugas
pencegahannya. Pada intinya dengan segala macam keistimewaan yang dimiliki, banyak pihak yang berharap melalui KPK, negara ini dapat secepatnya bebas dari penyakit korupsi. Begitu banyak persoalan yang menjadi penyebab korupsi sehingga memang diperlukan langkah-langkah yang tidak biasa atau “extra ordinary” dalam mencegah maupun menindak kasus-kasus yang telah terjadi. Dibanyak negara yang telah merasakan pahit korupsi, tidak lagi hanya mengandalkan sistem peradilan biasa dan mengandalkan para penegak hukum yang berjibaku dan berkutat mengolah undang-undang untuk menggaruk para koruptor. Sistem peradilan biasa dianggap terlalu lemah untuk bisa memberantas tindak kejahatan korupsi ini. Banyak negara seperti Hongkong, Singapura dan Australia membentuk suatu badan atau lembaga independen tersendiri guna menyelesaikan masalah korupsi. Selain itu negara-negara tersebut juga memberlakukan sanksi hukum yang lebih tegas bagi siapa-siapa yang terbukti melakukan tindakan pidana korupsi, bahkan sampai pada hukuman mati. Di luar negeri berbagai macam nama berikut fungsi maupun tugas yang diberikan untuk lembaga khusus tersebut, dan di Indonesia lembaga tersebut dinamai KPK. Guna memuluskan tugas-tugas KPK yang berat tersebut, UU KPK telah mengatur beberapa tugas dan wewenang yang akan dilaksanakan oleh KPK. Tugas dan wewenang tersebut tertuang dalam Pasal 6 UU KPK NO. 30 Tahun 2002 adalah:
15
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi; 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Selama ini memang KPK lebih dikenal khalayak melalui tindakan penangkapan para korupor yang diajukan ke Pengadilan Tipikor.
Namun sebenarnya apabila kita
telaah lagi tugas dan wewenang yang diamanahkan dalam Pasal 6 tersebut, maka tampak bahwa semua tugas tersebut ternyata sama pentingnya, sama mendesaknya untuk segera dilaksanakan, tidak terkecuali tugas pencegahan. Upaya pencegahan ini menjadi penting karena korupsi tidak bisa hanya diberantas dengan upaya hukum semata, dengan arti kata hanya dengan proses pengadilan dan penghukuman saja.
Penyakit ini sudah menyebar luas keseluruh
tatanan sosial dan pemerintah. Pendekatan preventive yang ampuh ialah antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas pemerintahah , baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Langkah pencegahan yang berdaya guna harus juga diarahkan pada untuk memberdayakan seluruh komponen dalam masyarakat, baik tua maupun muda, serta melalui lembaga-lembaga pendidikan dan
16
informal leader agar semua lapisan masyarakat memiliki semangat untuk membenci korupsi.9 Tugas pencegahan ini memiliki sedikit perbedaaan dibandingkan dengan tugastugas yang lain. Mengingat durasi dari tugas pencegahan yang cukup lama, banyaknya lapisan masyarakat yang harus disentuh,
begitu banyaknya celah-celah keuangan
negara yang setiap saat bisa saja bocor.
Satu lagi,
bagaimana merubah budaya
masyarakat menjadi budaya anti korupsi, membuat orang sama sekali tidak terfikir untuk korupsi . Ternyata, berdasarkan pengalaman di Hongkong, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia (New South Wales) dalam memberantas korupsi perlu diperhatikan, bahwa bukan ancaman pidana yang luar biasa beratnya yang diutamakan, tetapi sistem manajemen negara yang rawan korupsi yang harus ditanggulangi lebih dahulu sebelum mengambl tindakan yang represif.10 Dari paparan di atas, membuat tugas pencegahan yang dimiliki oleh KPK menjadi menarik untuk di bahas. Berdasarkan Pasal 13 UU KPK, KPK memiliki lima tugas pencegahan yaitu: Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 6 huruf d, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut: 1) Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara 2) Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi 3) Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi
9
Romli Atmasasmita.Op.cit.hal 14 Ibid. hal 5
10
17
4) Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi 5) Melakukan kampanye antikorupsi pada masyarakat umum 6) Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi Dari hasil uraian di atas penulis akan mengkaji dan menelaah upaya pencegahan korupsi yang telah dilakukan KPK selama ini, dalam bentuk sebuah penulisan tesis dengan judul IMPLEMENTASI FUNGSI PENCEGAHAN KPK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
B. PERMASALAHAN Penulis membagi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini menjadi dua bagian dimana keduanya merupakan satu bagian dalam rangkaian yang sama, yaitu: 1. Bagaimana KPK melaksanakan tugas dan wewenang pencegahan korupsi sesuai dengan yang diamanahkan dalam pasal 13 UU KPK? 2. Apa kendala yang dihadapi KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut?
18
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui cara KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang pencegahan korupsi sesuai dengan yang diamanahkan dalam asal 13 UU KPK 2. Untuk mengetahui apa kedala yang dihadapi KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut.
D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat mengembangkan hukum pidana khususnya dalam tindak pidana korupsi terutama pengembangan asas-asas hukum, konsep-konsep hukum mengenai pelaksanaan pencegahan korupsi, khususnya dalam fungsi preventif KPK sebagai sebuah lembaga independen yang “super body”.
2.Secara Praktis Penelitian diharapkan akan memberikan manfaat praktis bagi para aparat penegak hukum, khususnya yang mempunyai konsen dibidang pemberantasan korupsi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah seluruh lapisan masyarakat yang awam mengenai tindak pidana korupsi, tapi justru merekalah yang mempunyai kontribusi besar dalam pencegahan tindak pidana korupsi ini.
19
E. KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL 1.Kerangka Teori Berbicara tentang penegakan hukum tidak akan jauh dari bicara mengenai kebijakan publik dalam bidang politik. Dalam buku Politik Kriminal karangan Is Heru Permana membagi penegakan hukum dalam usaha menanggulangi kejahatan menjadi tiga, yaitu: 1. Bersifat represif, menggunakan sarana penal 2. Bersifat prefentif, menggunakan sarana non penal 3. Menggunakan
usaha-usaha
pembentukan
opini
masyarakat
tentang
kejahatan dan sosialisasi hukum melalui media massa secara luas. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa, tujuan utama dari usaha-usaha non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh prefentif terhadap kejahatan.11 Dalam kongres PBB ke 8 di Kuba tahun 1990, korupsi mendapat perhatian yang sangat penting.
Sehingga perlu
menghimbau seluruh negara anggota PBB untuk menetapkan strategi antikorupsi sebagai prioritas utama dalam perencanaan pembangunan social dan ekonomi. Dalam perkembangannya, kebijakan kriminal berkembang ke arah tindakan-tindakan proaktif, yang ternyata lebih murah dari pada biaya ke polisi, berproses hukum yang panjang. dan menjanjikan hasil yang lebih baik dalam memerangi kejahatan. Dan pada dasarnya pencegahan kejahatan merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal.
11
Permana,Is. Heru, Politik Kriminal:Semarang. Atmajaya.2007. hal 9
20
Umumnya strategi preventif terdiri dari tiga hal: 1. Pencegahan kejahatan primer 2. Pencegahan kejahatan skunder 3. Pencegahan kejahatan tersier. Tujuan dari pencegahan tindak pidana atau output yang diinginkan dari semua ini tentu lah terciptanya keteraturan dan penegakan hukum.
Menurut Soejono
Soekanto, secara konseptual inti dari penegakan hukum adalah keserasian antara nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian dan pergaulan hidup12. Dalam rangka penegakan hukum, Soekanto juga mengatakan bukan tidak mungkin akan ada gangguan, apabila terjadi ketidak serasian antara tritunggal, nilai, kaedah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila ketidakserasian antara nilai-nlai yang berpasangan, yang menjelma didalam kaedah-kaedah yang bersimpang siur dan pola perilakuk yang tidak searah yang menggangu kedamaian pola pergaulan hidup.
Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan, walaupun dalam kenyataannya di Indonesia kecendrungan adalah demikian, sehingga pengertian”law enforcement” begitu popular. 2.Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan secara singkat, sehingga dapat memberikan pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti: 12
Soekanto, Soejono, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum: Jakarta.1986, hal 3
21
Implementasi Implementasi,
dalam
kamus
Bahasa
Indonesia
karangan
W.J.S
Poerwadarminta13 diartikan dengan pelaksanaan, mencari bentuk dari apa yang telah disepakati. Apabila ditelaah lebih lanjut, implementasi merupakan bahasa serapan dari Bahasa Inggris yang berasal dari kata Implementation. Implementation di dalam Black Law Dictionary diartikan dengan A Detailed Outline of Steps.14 Penulis dalam penelitian ini bermaksud menjelaskan pelaksanaan dari aturan undang-undang yang telah ada. Fungsi Fungsi, masih dalam kamus yang sama diartikan sebagai jabatan (yang dilakukan), pekerjaan yang dilakukan.
Dalam hal ini, kajian penelitian ini akan
membahas pekerjaan yang dilakukan oleh penegak hukum KPK yang sesuai dengan jabatannya.15 Pencegahan, merupakan kata berimbuhan, dengan kata dasar cegah, pemberian imbuhan pe-an menjadikan kata pencegahan menjadi kata benda. Dalam kamus bahasa Indonesia pencegahan diartikan dengan penolakan.16 KPK, sebuah lembaga penegak hukum yang dibentuk berdasarkan Undang Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dibentuk untuk mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberantasan Pemberantasan, berasak dari kata dasar berantas, bila diberi imbuhan pe-an akan menjadi kata benda dengan makna cara, perbuatan untuk memerangi, melawan, melenyapkan.17
13
W.J.S Poerwadarminta,Kamus Umum Bahas Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta,1999, hal 377 Bryan A.Garner, Black’s Law Dictionary 7th edition,St Paul,1999.hal 757 15 Ibid.hal 283 16 Ibid. hal 161 17 Ibid. hal 125 14
22
Pidana, R.Soesilo memberikan pengertian pidana adalah perasaan tidak enak atau sengsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonisnya kepada orang yang telah melanggar undang-undang18
Sedangkan Sudarto19 secara tradisional pidana
didefinisikan sebagai nestapa yanga dikenakan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa. Disamping itu Sugandhi20 mendefinisikan pidana sebagai perasaan tidak enak penderitaan sengsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. Dari ketiga definisi pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum pidana tersebut, pada prinsipnya tidak ada perbedaan, ketiganya sama-sama menyatakan bahwa pidana itu merupakan penderitaan.
Dan penderitaan itu harus diberikan
vonisnya oleh hakim kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana. Tindak Pidana, Hukum Pidana Belanda memakai istilah straftbaar fiet, terkadang juga delict, yang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana Negara Anglo Saxon memakai istilah offense atau criminal act untuk maksud yang sama. Oleh karena KUHP Indonesia berasal dari WVS Belanda, maka istilah aslinya pun sama yaitu
straftbaar feit. Dalam penerjemahan Indonesia, beberapa ahli memakai istilah yang berbeda, Moelyatno dan Roelan Saleh memakai istilah perbuatan pidana.21 Sedangkan Utrecht22 menterjemahkan dengan peristiwa pidana, namun istilah resmi yang dipakai dalam perundang-undangan adalah Indonesia adalah tindak pidana. Sedangkan yang 18
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,Politeia,Bogor,1986.hal 50 19 Sudarto,Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni,Bandung,1986 hal 11 20 Sugandhi,KUHP dan Penjelasannya. Usaha Nasional,Surabaya,1980,hal 12 21 Andi Hamzah,Asas asas hukum pidana. Rineka Cipta, Jakarta,1991,hal 64 22 Ibid
23
dimaksud dengan tindak pidana menurut Moelyatno adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak Pidana Korupsi Korupsi, itu sendiri di definisikan dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 junto Undang Undang No.20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat 1 adalah: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan enjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian ini adalah penelitian socio-legal research,23 penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang mengkaji mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum
di dalam masyarakat.
Sesuai
dengan judul penelitian ini implementasi fungsi pencegahan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kata-kata implementasi jelas harus membuat penulis melakukan studi lapangan. Sifat penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan bagaimana pelaksanaan ketentuan Undang-Undang di lapangan, dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tersebut. 2.Teknik Pengumpulan Data 23
Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007,hal 42.
24
Untuk mengumpulkan data, penulis melakukan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Studi kepustakaan dilakukan di beberapa pustaka guna mengumpulkan
bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tersier sebagai data skunder.
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan pandangan para penegak
hukum, praktisi hukum, dan data yang lebih akurat mengenai kinerja KPK dalam usaha mencegah tindak pidana korupsi.
Cara memperoleh data tersebut adalah dengan
melakukan wawancara yang tidak terstruktur (unstructured interview)24.
Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. 3.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di Jakarta. Hal tersebut disebabkan sumber data primer yang penulis butuhkan berada di daerah tersebut, baik itu untuk melakukan wawancara maupun karena keberadaan lembaga KPK itu sendiri berada di Jakarta. Untuk waktu penelitian, dilakukan dua kali wawancara, pertama di tahun 2010, selanjutnya untuk memperbarui data, maka penulis melakukan wawancara kembali pada Januari 2013. Dan rentang waktu penelitian dibatasi, hanya pada rentang waktu 2012 saja. Penelitian ini hanya dilakukan pada KPK rentang waktu tahun 2012.
4.Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai data pokok dalam penelitian empiris. 24
Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan
Beni Ahmad Saebi,Metode Penelitian, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal 192
25
dengan informan, yaitu pegawai KPK bidang humas dan bidang pencegahan, yang bersentuhan langsung dengan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Selain data primer, penelitian ini juga didukung oleh data skunder untuk memperkuat analisa di tahap pembahasan penelitian ini. Adapun data skunder yang digunakan adalah: a. Bahan hukum primer, berupa UU No.31 / 1999 jo UU No.20/2001 , UU No.30 / 2002 dan Undang Undang lainnya yang terkait upaya pemberantasan korupsi b. Bahan hukum skunder, berupa buku-buku hukum, laporan tahunan KPK, laporan hasil kunjungan, jurnal hukum, dan website resmi lembaga terkait. c. Bahan hukum tersier, meliputi kamus hukum dan tulisan-tulisan non hukum yang dapat menunjang penulisan ini. 5.Analisis Data Data yang didapat di lapangan berupa data primer yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif dianalisa secara kualitatif. Analisa data pada tahap selanjutnya dilakukan untuk menyederhanakan data menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan permasalahan.
Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan
masalah, ditunjang dengan data skunder dan ditafsirkan dengan menghubungkan dengan kerangka konseptual dan pendapat para pakar.
Kemudian akan ditarik
kesimpulan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan atau masalah penelitian. B A B II.
26