I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu bahan pangan yang
mempunyai keunggulan, yaitu kaya karbohidrat. Oleh karena itu, ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan untuk mendukung tercapainya program diversifikasi pangan, disamping sebagai bahan baku industri (Yoshinaga, 1997). Di Indonesia sebagian besar produksi ubi jalar (89%) digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat konsumsi 6,6 kg/tahun. Namun pemanfaatannya masih terbatas pada bentuk makanan tradisional, seperti ubi goreng/rebus, kolak, getuk, kripik dan saos. Ginting et al (2012) menyatakan bahwa, diversifikasi pengolahan ubi jalar menjadi beragam produk pangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan citra dan kunsumsi ubi jalar sekaligus nilai tambah produknya. Peningkatan konsumsi dapat dilakukan dengan promosi ubi jalar sebagai pangan fungsional seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Keberadaan alami senyawa antosianin dan beta karoten pada ubi jalar yang dapat berfungsi sebagai antioksidan perlu ditonjolkan untuk meningkatkan citra ubi jalar. Kondisi ini dapat dilihat pada kasus sari kedelai yang belakangan ini meningkat konsumsinya berkaitan dengan isu penting aktivitas antioksidan isoflavon pada biji kedelai (Ginting et al, 2013). Rahayuningsih (2013) juga menyatakan bahwa ubi jalar dapat diolah menjadi aneka makanan, bahan industri (tekstil, perekat, kertas, bioetanol), pakan ternak dan obat-obatan. Komalaningsih (2008) dan Richana dan Widaningrum (2009) 1
2
mengatakan bahwa ubi jalar mengandung karbohidrat, vitamin, mineral, fitokimia (antiosidan) dan serat (pectin, selulosa, hemiselulosa). Untuk pengolahan, ubi jalar dapat diproses menjadi produk setengah jadi berupa tepung, pati. Hasil wawancara dengan peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara pada tanggal 9 Agustus 2013 mengatakan bahwa ubi jalar pemanfaatnya hanya diambil daunnya untuk makanan babi, sehingga citra produknya masih dianggap rendah. Hasil umbi dan kandungan pati ubi jalar segar berbeda untuk varietas dan umur panen yang berbeda (Antarlina et al, 1993; Ginting et al, 2005; Rahayuningsih, 2008). Hasil umbi dan kandungan pati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman dan mencapai titik maksimum pada umur tertentu kemudian menurun (Antarlina, 1993; Rahayuningsih 2001). Informasi tentang titik maksimum kedua parameter tersebut perlu diketahui agar tidak terjadi panen sebelum dan lewat umur karena berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas umbi. Umbi yang dipanen lewat umur maka umbi sudah rusak dan kadar serat tinggi (Antarlina, 1991). Ubi jalar yang memiliki kadar serat tinggi rasanya seperti menggabus. Oleh karena itu pemilihan umur panen ubi jalar sangat diperhatikan agar dapat menghasilkan ubi jalar yang rasanya manis. Ubi jalar ungu bila dijadikan sebagai makanan pokok maka perlu dilakukan penambahan unsur protein karena kandungan protein komoditas ini rendah (Huang, 1982). Selain itu juga, pengembangan produk ubi jalar ungu menjadi bentuk komoditas baru yang menarik seperti pasta, maka masyarakat akan termotivasi untuk memanfaatkan ubi jalar ungu menjadi pasta, agar pasta yang dihasilkan kaya akan nutrisi maka perlu diperkaya dengan nutrisi lain. Ubi jalar ungu dapat diproses menjadi pasta dengan penambahan sumber protein
3
hewani. Pasta ubi jalar yang dihasilkan merupakan bahan baku berbagai makanan dan minuman yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan saus, selai, minuman, dan makanan pelengkap bayi. Beberapa sumber protein hewani yang dapat ditambahkan dalam pasta, yaitu daging ayam, daging ikan lele dumbo, dan daging udang putih. Ikan lele dumbo merupakan sumber protein hewani yang sering dibudidayakan untuk ikan hias dan konsumsi. Ikan lele dumbo dapat dibuat menjadi filet yang merupakan irisan daging ikan tanpa tulang yang berbentuk lempengan. Daging filet diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang, dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor. Hasil analisa proksimat ikan lele dumbo segar kandungan proteinnya sekitar 18,68%. Ayam pedaging merupakan sumber protein hewani yang sangat disukai oleh anak-anak dan orang dewasa. Setiap bagian daging ayam memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Menurut Angelina (2007), daging ayam bagian dada yang paling tinggi kandungan proteinnya yaitu sekitar 20,5%. Udang putih merupakan hasil laut yang bergizi tinggi dan bernilai tinggi. Daging udang dapat diolah menjadi bakso dan ditambahkan dalam pembuatan pasta. Jenis udang bintik-bintik memiliki kadar air sekitar 83,1%, protein kasar sekitar 14,9%, total lipid sekitar 0,3%, kadar abu sekitar 1,5%, kadar Zinc sekitar 10,0 ppm, kadar magnesium sekitar 32,3 mg/100 g. Hal ini menyebabkan, pengolahan dengan menambahkan udang juga sebagai flavorant pada formulasi pangan.
4
Pada penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui penambahan sumber protein hewani dan variasi umur panen ubi jalar ungu dapat merubah karakteristik pasta ubi jalar.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapa umur panen ubi jalar ungu yang sesuai untuk pengolahan pasta ubi jalar ungu menjadi pasta ubi jalar yang disukai panelis? 2. Bagaimana karakteristik pasta ubi jalar ungu yang dipanen dengan umur yang berbeda dan diperkaya kandungan protein dengan protein hewani?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisiko-
kimia pasta ubi jalar (Ipomea batatas L.) yang diperkaya dengan 3 macam sumber protein hewani. Sedangkan tujuan khusus: 1. Mengetahui umur panen ubi jalar ungu yang baik untuk pembuatan pasta ubi jalar. 2. Mengetahui kesukaan panelis terhadap pasta ubi jalar yang diperkaya dengan 3 macam sumber protein hewani.
5
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan pada masyarakat sebagai
makanan inovasi baru yang disukai dan memperluas pemanfaatan ubi jalar ungu dengan cara menambahkan 3 macam sumber protein hewani sehingga dapat meningkatkan nutrisi pasta ubi jalar.