1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Tanaman kelapa.sawit (Elaeis.guineensis.Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwah kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit
di hutan Brazil dibandingkan
dengan di Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu membersihkan hasil produksiper hektar yang lebih tinggi. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional.
Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang
mengarah pada kesejahteraan masyarakat,
juga sebagai sumber perolehan
devisa negara. (Fauzi, Yustina, Iman, dan Rudi, 2014). Indonesia merupakan salah satu produsen utama miyak sawit, bahkan saat ini telah menempati posisi kedua di dunia. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia.
Pencampaiyan produksi rata-rata kelapa sawit indonesia
tahun 2004- 2008 tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Perkebunan kelapa sawit pertama
2
dibangun dan dibudidayakan secara komersial di Tanah Itam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang bangsa Jerman pada tahun 1911 (Fauzi, et all, 2014). Pengelolaan perkebunan merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan jumlah tenaga kerja dan biaya besar.
Untuk memperoleh
pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal diperlukan perawatan secara intensif, antara lain pemupukan pengendalian hama penyakit maupun gulma (Hakim, 2007). Berbeda dengan hama dan penyakit tanaman, pengaruh yang diakibatkan oleh gulma tidak terlihat secara langsung tetapi berjalan secara lambat. Namun secara akumulatif kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara, air, sinar matahari, udara, dan ruang tumbuh, gulma mampu berkompetisi kuat dengan tanaman perkebunan (Sukman dan Yakup, 2002). Apabila pengendalian gulama tidak di lakukan secara benar, kemungkinan besar usaha perkebunan mengalami kerugian. Persaingan antara gulma dengan tanaman kelapa sawit dapat menimbulkan kerugian produksi. Berikut berbagai kerugian yang dapat di akibatkan oleh gulma (Widanarko, 2011): 1. Menurunkan kemampuan produksi kelapa sawit akibat persaingan antara gulma dan tanaman dalam pengambilan air, unsur hara, dan cahaya. 2. Mengotori kualitas hasil produksi, seperti pengotoran benih oleh biji-biji gulma. 3. Mengganggu kelancaran pekerjaan petani, misalnya adanya duri-duri yang berasal dari gulma Amaranthus spinosus dan Mimosa spinosa. 4. Menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Pasalnya ,ada jenis gulma yang kandungan tepung sarinya menyebabkan alergi.
3
5. Menyebabkan kenaikan ongkos usaha pertanian, seperti menambah tenaga dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, dan perbaikan sekolah. 6. Mengurangi efisiensi system irigasi yang diakibatkan oleh gulma air, seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes). 7. Mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air oleh gulma air. Selain itu, adanya gulma dapat mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air. 8. Berisiko terhadap senyawa kimiawi beracun yang dikeluarkan oleh beberapa jenis gulma (allelopathy). 9. Pemborosan air akibat penguapan yang lebih cepat dan gulma menghambat aliran aiar. Kehilangan aiar oleh penguapan 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan aiar terbuka. Kerugian akibat gulma sama besarnya dengan kerugian akibat hama, khususnya di negara- negara sedang berkembang seperti Indonesia, India, Filipina dan Thailand. (Widanarko, 2011) Berdasarkan
hal
diatas
maka
penulis
memilh
judul
“TEKNIK
PENGENDALIAN GULMA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) FASE MENGHASILKAN PADA LAHAN GAMBUT DI PT. SUMATERA JAYA AGRO LESTARI 1”
4
I.2.
Tujuan Adapun tujuan yang ingin penulis capai adalah :
1. Mengetahui jenis jenis gulma yang ada di perkebunan kelapa sawit PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 2. Mengatahui sistim pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 3. Mengetahui
jenis-jenis peralatan pengendalian gulma di perkebunan
kelapa sawit PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 4. Melatih keterampilan penulis dalam teknik pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit. I.3.
Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan tugas akhir adalah penulis dapat : 1. Mengetahui jenis jenis gulma yang ada di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 2. Mengatahui sistim pengendalian gulma di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 3. Mengetahuicara kalibrasi atau penentuan dosis penyemprotan di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 4. Mengetahui interval penyemprotan di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1. 5. Mengetahui jenis-jenis peralatan pengendalian gulma. 6. Mengetahui klasifikasi herbisida dalam pengendalian gulma. 7. Mengetahui analisa biaya dalam pengendalian gulma di PT. SJAL 1.
5
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi kelapa sawit Tanaman Kelapa Sawit dalam bahasa Latin dinamakan juga Elaeis
guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion dalam bahasa Yunani berarti minyak, guineensis berasal dari kata Guinea yaitu Pantai Barat Afrika, dan Jacq merupakan singkatan dari Jacquin seorang botanis dari Amerika (Pahan, 2010). Menurut Pahan (2010) adapun sistematika tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) adalah sebagai berikut berikut:
2.2.
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Famili
: Palmaceae
Subfamili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian
vegetatif dan bagian generatif.
Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,
batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Pahan, 2010). a. Akar (radix) Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Akar yang pertama muncul dari biji yang telah berkecambah adalah
6
radikula, yang panjangnya 15 cm. Dari radikula akan tumbuh akar lain yang berfungsi untuk mengambil air dan hara dari media. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar juga dipengaruhi oleh sistim perakaran dari tanaman pengganggu atau gulma (Fauzi, 2014). Zona perakaran kelapa sawit kebanyakan terletak pada kedalaman sampai satu meter, tetapi jumlah perakaran terbesar berada pada kedalaman 1530 cm. Sistem perakaran pada tanaman kelapa sawit sangat rapat dan lebat sehingga dapat menahan berdirinya pohon dengan kuat, maka jarang sekali ditemukan pohon kelapa sawit yang tumbang (Fauzi, 2014). b.
Batang (caulis) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu tanaman yang
batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah, sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis (fotosintat) dari daun ke bawah serta kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan. Batang tanaman berbentuk silinder dengan diameter 20 cm–75 cm. Tanaman kelapa sawit yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan batang tanaman kelapa sawit terlihat jelas setelah tanaman berumur empat tahun (Pahan, 2010). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dan pelepah daun (Frond base) menempel membalut batang. Pada tanaman dewasa diameternya
7
dapat mencapai 40 cm–60 cm, bagian bawah batangnya lebih gemuk disebut bongkol bawah (bowl). Kecepatan tumbuh berkisar 35 cm–75 cm/tahun. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah yang belum ditunas.
Karena sifatnya yang Phototropi dan Heliotropi
(menuju cahaya dan arah matahari) maka pada keadaan terlindung, tumbuhnya akan lebih cepat tetapi diameter (tebal) batang lebih kecil (Pahan, 2008). c.
Daun (Folium) Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap,
dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya lebih dari 7,5 – 9 meter dan jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar 250 – 400 helai. Daun kelapa sawit yang masih muda dan kuncup berwarna kuning pucat.
Daun pada tanaman kelapa sawit yang masih muda dan kuncup
berwarna kuning pucat. Daun pada tanaman kelapa sawit merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi.
Semakin lam proses
fotosintesis berlangsung maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk, sehingga produksi tanaman akan meningkat (Fauzi, 2014). Menurut Pahan (2010), daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagaian yait : Kumpulan anak daun yang mempunyai helaian dan tulang anak daun Batang pelepah yang merupakan tempat anak daun melekat. Tangkai daun yang merupakan bagian antara daun dan batang. Seludang daun yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang. Pada tanaman yang tumbuh normal terdapat 40-50 pelepah daun dalam satu batang, dan apabila tidak dilakukan pemangkasan maka jumlahnya dapat
8
melebihi 60 pelepah/batang.
Pertumbuhan pelepah tiap tahun pada tanaman
muda yang berumur 4-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua dapat mencapai 20-25 helai.Berat satu pelepah dapat mencapai 4,5 kg berat kering (Fauzi, 2014). Daun kelapa sawit memiliki rumus daun 3/8 artinya 8 buah pelepah daun berurutan terdapat pada 3 lingkaran spiral dimana daun kesembilan akan segaris dengan daun pertama. Lingkaran atau spiralnya ada yang berputar kiri dan kanan tetapi kebanyakan putar kanan. Pengenalan ini penting diketahui agar kita dapat mengetahui letak daun ke-9, ke-17 dan lain-lain. Anak daun yang ditengah dapat mencapai panjang 1,2 m. d. Bunga (Flos) Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Pada pohon kelapa sawit dari setiap pelepah akan keluar tandan bunga jantan atau betina. Pada tanaman yang baru ditanam sering dijumpai bunga banci atau hermaprodit yang munculnya bunga jantan dan bunga betina. Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga dan akan pecah jika anthesis. Tiap tandan memiliki 100-125 spikelet yang panjangnya 10-20 cm dengan diameter 1-1,5 cm. Setiap spikelet berisi 500-1500 bunga kecil yang berwarna kuning pucat dan bunga jantan akan matang dimulai dari bagian sebelah bawah. Tandan bunga yang sedang athesis (mekar) berbau khas. Tandan bunga betina juga dibungkus oleh seludang yang akan pecah 15-30 hari sebelum athesis. Satu tandan bunga betina memiliki 100200 spikelet dan setiap spikelet memiliki 15-20 bunga betina (Fauzi, 2014).
9
Dalam satu tandan bunga betina akan athesis secara bertahap 3-5 hari. Bunga betina yang siap diserbuki pada waktu mekar berwarna putih dan hari kedua akan menjadi kuning gading, hari ketiga akan berwarna jingga dan hari keempat akan berwarna kehitaman. Selama bunga athesis, bunga berbau dan mengeluarkan lendir untuk menarik serangga. Secara alami penyerbukan dilakukan oleh serangga (enthomophilous) dan juga oleh angin (anemophilous) (Fauzi, 2014). Produksi tandan bunga jantan per pohon pada tanaman muda lebih sedikit dibanding dengan produksi bunga betina. Pada tanaman muda tandan bunga jantan yang dihasilkan sekitar 4-6 tandan per tahun dan pada tanaman dewasa dapat mencapai 7-10 tandan bunga per tahun.
Bunga betina yang
dihasilkan dari satu tanaman muda sebanyak 15-25 tandan bunga per tahun dan pada tanaman dewasa sebanyak 15-25 tandan bunga per tahun. Bunga-bunga tersebut akan muncul pada akhir musim hujan (Fauzi, 2014). e. Buah (Fructus) Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah yang siap dipanen untuk pertama kalinya pada umur 3,5 tahun.
Buah terbentuk setelah penyerbukan dan pembuahan dan waktu
yang dibutuhkan mulai dari peyerbukan sampai buah matang kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu perikarpium dan biji.
Perikarpium terdiri dari kulit buah yang licin dan keras
(epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, sedangkan biji terdiri dari kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo) (Fauzi, 2014).
10
Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah rata-rata 20-22 tandan per tahun dan untuk tanaman tua yang telah mengalami penurunan produktivitas menghasilkan 12-14 tandan buah per tahun. Pada tahun pertama tanaman akan menghasilkan buah dengan bobot sekitar 3-6 kg/tandan, tetapi semakin tua berat tandannya bertambah yaitu 25-35 kg/tandan. Banyaknya buah dalam satu tandan tergantung faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budidaya. Jumlah buah pertandan pada tanaman yang sudah tua mencapai 1.600 buah dengan panjang buah berkisar antara 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 gram/buah (Fauzi, 2014). f.
Biji Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah yang
memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran tergantung varietas tanaman. Biji terdiri atas cangkang, embrio dan endosperm. Embrio memiliki panjang 3 mm dan berdiameter 1,2 mm, berbentuk silindris dan memiliki 2 bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning dan bagian lain yang agak tajam berwarna putih (Fauzi, 2014). Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment. Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17%.
11
Tenera memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit. 2.2.
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor luar
maupun faktor dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri, antara lain jenis atau varietas tanaman. Sedangkan faktor luar adalah faktor lingkungan antara lain iklim dan tanah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). a).
Tinggi tempat dan topografi Kelapa
sawit akan tumbuh dengan baik pada
daerah
ketinggian 0-400 m dari permukaan laut, namun yang terbaik adalah
dengan pada
ketinggian 0-300 m. Tinggi tempat dari permukaan laut erat kaitannya dengan suhu udara. Akibat sulitnya mendapatkan areal yang datar sampai dengan bergelombang saat ini, maka areal topografi berbukit sampai dengan curam juga menjadi pertanaman kelapa sawit, namun tentunya dibutuhkan perlakuan khusus dalam hal konservasi tanah.
Agar areal berbukit atau curam yang di tanami
kelapa sawit dapat menguntungkan, diperlukan pembuatan teras-teras yang terencana dan penataan jalan yang baik (Pahan, 2010). b). Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, akan tetapi agar kelapa sawit dapat tumbuh secara optimal memerlukan jenis tanah yang cocok.
Jenis tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah jenis
12
tanah Podsolik merah kuning, Latosol dan Aluvial yang terkadang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Kriteria lahan untuk budidaya tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2010), yang cocok adalah sebagai berikut : Tebal solum 80 cm, solum yang tebal merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur ringan, dikehendaki memiliki pasir 20 - 60 %, debu 10 - 40 %, liat 20- 50%. Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. pH tanah sangat terkait pada ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0 - 6,0 namun yang terbaik adalah pH 5 - 6. Tanah yang mempunyai pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, namun membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah pH rendah ini biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut. c.) Iklim Faktor iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika
basah disekitar Utara-Selatan 12º pada ketinggian 0-500 mdpl. Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin (Fauzi, 2014).
13
Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut : 1. Curah Hujan Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisasisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi (Fauzi, 2014). Contoh Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera utara, yakni berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim kemarau jatuh pada bulan juni sampai september, tetapi masih ada hujan turun yang menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian mendorong kelapa sawit membentuk bunga dan buah secara terus menerus, sehingga diperoleh hasil buah yang tinggi (Fauzi, 2014). Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang tinggi dapat menyebabkan produksi kelapa sawit hanya akan normal kembali setelah 3-4 tahun. Defisit air yang tinggi menyebabkan bunga-bunga dalam periode perkembangan bunga sebelum anthesis menjadi gugur. Demikian bunga-bunga yang telah anthesis bisa aborsi (Fauzi, 2014).
14
2. Temperatur Temperatur yang optimal 24 - 28º C, terendah 180 C dan tertinggi 32º C serta kelembaban rata-rata 32º C. Kelembaban 80 % dan penyinaran matahari 5 - 7 jam/hari. Jika penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit, dan rusaknya jalan karena lambat kering dan lain-lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Kelembaban rata-rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian dari permukaan laut yang optimal adalah 0 - 400 meter. Pada ketinggian yang lebih, pertumbuhan akan terhambat dan produksi lebih rendah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). 3. Penyinaran Matahari Sinar matahari sangat penting dalam kehidupan tumbuhan, karena merupakan salah satu syarat mutlak bagi terjadinya proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan kelapa sawit yang optimal diperlukan sekurang-kurangnya 5 jam penyinaran per hari sepanjang tahun.
Meskipun sebaiknya selama beberapa
bulan terdapat 7 jam penyinaran per hari, tetapi statistik menunjukkan bahwa di berbagai wilayah kelapa sawit yang lama penyinarannya diluar batas-batas tersebut dapat diperoleh produktivitas yang memadai juga (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Disamping lama penyinaran, aspek penyinaran lain yang penting adalah intensitasnya. Di daerah-daerah yang intensitas penyinarannya rendah, misalnya karena pohon-pohon kelapa sawit ternaungi, atau jarak tanam yang terlalu rapat, sebagian dari karangan bunga akan gugur (aborsi) sehingga produktivitas kebun menurun (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
15
4. Angin Kecepatan angin 5 - 6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring (Fauzi, 2014). 2.3.
Defenisi Gulma Dalam berbagai bahasa kata lain untuk gulma atau weed ternyata
bermacam-macam dan nampaknya berasal dari kata woad maupun weod, dalam bahasa inggris weyt, waidt (Jerman), weet dan weeda (Belanda), atau weedt dalam bahasa Belgia (Yakup, 2002). Dalam bahasa indonesia diketahui sebagai rerumputan atau rumpai yang berarti
tumbuhan
berumput
(grassy
plants),
herba
(herb),
tumbuhan
pengganggu (noxious plants), dan akhirnya sekarang adalah gulma berarti tumbuhan yang tidak diinginkan kata herba juga sudah digunakan dalam bahasa Cina sejak 200 SM pada masa Dinasti Han (Yakup, 2002). Sedangkan defenisi gulma terpendek adalah yang dikemukakan oleh Prof. Beal yaitu sebagai “a plant out of place” atau tumbuhan salah tempat. Terdapat minimum defenisi yang sebagian besar didasarkan pada “mengapa ia salah tempat“. Yakup (2002) memandang gulma dari niche atau relung tempat berfungsinya. Berdasarkan relungnya maka vegetasi dapat dibedakan tanaman (crop), gulma (weed), tumbuhan ruderal dan tumbuhan liar.
Tanaman adalah
tumbuhan yang dibudidayakan, karena itu diinginkan manusia, gulma merupakan tanaman yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan oleh manusia. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu tetapi bukan tujuan untuk produksi.
16
Dalam perkembangan disiplin gulma modern menurut (Duke, 1985), gulma cenderung didefinisikan sebagai tumbuhan yang peranan, potensi, dan hakikat kehadirannya belum sepenuhnya kita ketahui. Sementara itu menurut kenyataan alaminya, relung gulma tidak hanya relung ruang (spacial niche), relung tropik
(sumber daya hara yang
diperlukan
dan dampak yang
dihasilkannya), serta ruang multidimensional (pengaruhnya terhadap suhu, pH, kelembaban dan sebagainya), tetapi juga relung genetik atau peranannya sebagai sumber daya genetik. Berdasarkan berbagai definisi yang diuraikan maka nampak bahwa defenisi gulma bersifat dinamis dan homosentris atau antroposentrik, meskipun mengandung prinsip-prinsip botanis (Yakup, 2002). 2.3.1.
Klasifikasi Gulma Klasifikasi gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya gulma
dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifat morfologi, siklus hidup, habitat (tempat tumbuh), ataupun berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman perkebunan. A. Berdasarkan Morfologi Gulma Berdasarkan sifat morfologinya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma berdaun sempit (grasses), gulma teki-tekian (sedges), gulma berdaun lebar
(broad leaves), dan gulma pakis-pakisan atau ferns (Moss, 1985). 1. Gulma Berdaun Sempit (Grasses) Gulma berdaun sempit memiliki ciri-ciri khas sebagai berikut: daun menyerupai pita, batang tanaman beruas-ruas, tanaman tumbuh tegak atau
17
menjalar, dan memiliki pelepah atau helaian daun.
Contoh-contoh gulma
berdaun sempit atau rumput-rumputan, adalah sebagai berikut.
Axonopus compressus
Coix lachryma jobi
Brachiaria miliformis
Cynodon dactylon
Brachiaria mutica
Cyrtococcum accrescens
Brachiaria paspaloides
Cyrtococcum oxyphyllum
Centotheca lappacea
Dactyloctenium aegyptium
Chloris barbata
Digitaria ciliaris
Crysopogon aciculatus
Digitaria fuscescens
Coelorachis glandulosa
Digitaria setigera
2. Gulma Teki-Tekian (Sedges) Gulma jenis teki-tekian juga mirip dengan gulma berdaun sempit, namun memiliki batang berbentuk segitiga.
Beberapa contoh jenis gulma teki-tekian
adalah sebagai berikut.
Cyperus aromaticus
Cyperus rotundus
Cyperus brevolius
Flimbristyllis globulosa
Cyperus compressus
Flimbristyllis miliacea
Cyperus digitatus
Lipocarpha chinensis
3. Gulma Berdaun Lebar (Broad Leaves) Pada umumnya, gulma berdaun lebar merupakan tumbuhan berkeping dua, meskipun ada juga yang berkeping satu. Gulma berdaun lebar memiliki ciriciri bentuk daun melebar dan tanaman tumbuh tegak atau menjalar. Contohcontoh jenis gulma berdaun lebar adalah sebagai berikut.
18
Aeschynomene americana
Ipomoea cairica
Ageratum conyzoides
Lantana camara
Amaranthus spinosus
Lasia spinosa
Borreria intrusa
Melastoma malabathricum
Borreria laevicaulis
Mikania micrantha
4. Gulma Pakis-Pakisan (Ferns) Gulma jenis pakis-pakisan pada umumnya berkembang biak dengan spora dan berbatang tegak atau menjalar.
Contoh gulma jenis pakis-pakisan
adalah sebagai berikut :
Dicranopteris linearis
Phymatosorus scolopendria
Lygodium flexousom
Stenochlaena palustris
Nephrolepis biserrata
Taenitis blechnoides
B. Berdasarkan Siklus Hidup Gulma Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma semusim (annual weeds), gulma dua musim (biannual weeds), dan gulma tahunan atau perennial weeds (Yakup, 2002). 1. Gulma Semusim (Annual Weeds) Siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai akhirnya mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya, gulma semusim mudah dikendalikan, namun pertumbuhannya sangat cepat karena produksi biji sangat banyak.
Oleh karena itu, pengendalian gulma semusim
memerlukan biaya yang sangat besar.
19
Contoh-contoh gulma semusim adalah sebagai berikut.
Amaranthus sp
Ipomoea purpurra
Digitaria sp
Setaria sp
Eleusine indica
2. Gulma Dua Musim (Biannual Weeds) Siklus hidup gulma dua musim lebih dari satu tahun, namun tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan bentuk roset, pada tahun kedua berbunga, menghasilkan biji, dan akhirnya mati.
Pada periode
roset, gulma jenis ini umumnya sensitif terhadap herbisida.
Contoh-contoh
gulma dua musim adalah sebagai berikut.
Aretium sp
Circium vulgare
Verbascum thapsus
3. Gulma Tahunan (Perennial Weeds) Siklus hidup gulma tahunan lebih dari dua tahun dan mungkin tidak terbatas (menahun). Jenis gulma ini kebanyakan berkembang biak dengan biji, meskipun ada juga yang berkembang biak secara vegetatif.Gulma tahunan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Misalnya, pada musim kemarau jenis
gulma ini seolah-olah mati karena ada bagian yang mengering, namun bila ketersediaan air cukup, gulma akan segera bersemi kembali. Contoh-contoh gulma tahunan adalah sebagai berikut :
Cynodon dactylon
Cyperus rotundus
Imperata cylindrica
20
C. Berdasarkan Habitat Tumbuh Gulma Berdasarkan habitatnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma air (aquatic weeds) dan gulma daratan atau terestrial weeds (Yakup, 2002). 1. Gulma Air ( Aquatic Weeds) Berdasarkan habitatnya, gulma air tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun setengah tenggelam.
Gulma air dapat berupa gulma
berdaun sempit, berdaun lebar, ataupun teki-tekian. Contoh-contoh gulma air adalah sebagai berikut.
Cyperus difformis
Leersia hexandra
Cyperus iria
Leptochloa chinensis
Echinochloa colonum
Monochoria vaginalis
Echinochloa crus-galli
Salvinia molesta
Eichornia grassipes
Scirpus mucronatus
2. Gulma Daratan (Terestrial Weeds) Gulma daratan tumbuh di darat, antara lain di tegalan dan perkebunan. Jenis gulma daratan yang tumbuh di perkebunan sangat tergantung kepada jenis tanaman utama, jenis tanah, iklim, dan pola tanam. Contoh-contoh jenis gulma daratan adalah sebagai berikut.
Ageratum conyzoides
Melastoma malabatricum
Axonopus compressus
Mikania micrantha
Crhomolaena odorata
Panicum repens
Euphorbia sp
Stachytarpheta indica
Imperata cylindrica
21
D. Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Tanaman Perkebunan. Berdasarkan
pengaruhnya
terhadap
tanaman
perkebunan,
gulma
dibedakan menjadi gulma kelas A, B, C, D, dan E (Yakup, 2002). 1. Gulma Kelas A Gulma yang digolongkan kedalam kelas A adalah jenis-jenis gulma yang sangat berbahaya bagi tanaman perkebunan sehingga harus diberantas secara tuntas. Contoh-contoh jenis gulma kelas A adalah sebagai berikut :
Imperata cylindrica
Mikania sp.
Mimosa sp.
2. Gulma Kelas B Gulma yang digolongkan sebagai gulma kelas B adalah jenis-jenis gulma yang merugikan tanaman perkebunan sehinggga perlu dilakukan tindakan pemberantasan atau pengendalian. Contoh-contoh jenis gulma kelas B adalah sebgai berikut.
Brachiaria mutica
Gleichenia liniearis
Melastoma malabathricum
Scleria sumatrensis
3. Gulma Kelas C Gulma yang digolongkan ke dalam gulma kelas C adalah jenis-jenis gulma atau tumbuhan yang merugikan tanaman perkebunan dan memerlukan tindakan pengendalian, namun tindakan pengendalian tersebut tergantung pada keadaan, misalnya ketersediaan biaya, atau mempertimbangkan segi estetika (kebersihan kebun). Contoh-contoh jenis gulma kelas C adalah sebagai berikut.
22
Axonopus compressus
Eleusine indica
Boreria latifolia
Nephrolepsis bisserata
Cyclocorus aridus
Ottochloa nodosa
Cyperus sp.
Paspalum conjugatum
Echinochloa colonum
Sporolobus sp.
4. Gulma Kelas D Gulma yang digolongkan sebagai gulma kelas D adalah
jenis-jenis
gulmsa yang kurang merugikan tanaman perkebunan, namun tetap memerlukan tindakan pengendalian. Contoh –contoh gulma kelas D adalah sebagai berikut.
Ageratum conyzoides
Cyrtococcum sp.
Digitaria sp.
5. Gulma Kelas E Gulma yang digolongkan kedalam gulma kelas E adalah jenis-jenis gulma yang pada umumnya bermanfaat bagi tanaman perkebunan karena dapat berfungsi sebagai pupuk hijau.
Gulma kelas E dibiarkan hidup menutupi
gawangan tanaman, namun tetap memerlukan tindakan pengendalian jika sudah menutupi piringan atau jalur tanaman.
Contoh-contoh jenis gulma kelas E
adalah sebagai berikut.
Calopogonium caerelum
Pueraria javanica
2.3.2. Klasifikasi Herbisida Herbisida dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kategori, yaitu cara kerja, waktu pemakaian, dan kombinasi bahan aktif (Yakup, 2002).
23
A. Berdasarkan Cara Kerja Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dibedakan menjadi dua, yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik. 1. Herbisida kontak Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringanjaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih muda dan berwarna hijau, serta gulma yang memiliki sistim perakaran yang tidak meluas. Di dalam jaringan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan aktif tersebut ditranslokasikan melaui
phloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma kembali dapat menjadi sangat cepat.
Dengan demikian, rotasi
pengendalian menjadi lebih singkat. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh bagian gulma agar diperoleh efek pengendaliannya yang lebih baik.
Dengan demikian, prestasi kerja yang
dihasilkan pada penyemprotan lebih kecil dan kebutuhan tenaga kerja lebih banyak. Penggunaan CDA sprayer (Micron Herbi) atau sprayer sistem ULV lainnya tidak direkomendasikan karena larutan herbisida yang kental tidak akan dapat merata keseluruh permukaan gulma sasaran, dan dapat menyebabkan iritasi kulit bagi pekerja. Contoh-contoh herbisida kontak adalah sebagai berikut.
Gramoxone
Herbatop
24
Paracol
2. Herbisida sistemik Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan gulma, mulai dari daun sampai ke perakaran atau sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan tanamana yang terkena, namun bekerja dengan cara menggangu proses fisiologis jaringan gulma tersebut. Efek kematian hampir merata keseluruh bagian gulma, mulai dari daun sampai ke perakaran.
Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga
terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat terjadi sangat lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (micron herbi), karena penyebaran bahan aktif keseluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.
Contoh-contoh herbisida sistemik adalah
sebagai berikut.
Ally 20 WDG
Rhodiamine
Banvel
Roundup
Basmilang
Starane
DMA 6
Sunup
Kleenup
Tordon
Polaris
Touchdown
25
B. Berdasarkan Waktu Pemakaian Berdasarkan waktu pemakaiannya, herbisida dibedakan menjadi dua, herbisida pra-tumbuh dan herbisida purna tumbuh. 1. Herbisida Pra-tumbuh Herbisida pra-tumbuh adalah herbisida yang digunakan pada saat gulma belum tumbuh. Herbisida jenis ini bekerja dengan cara mematikan biji-biji gulma yang akan berkecambah di dalam maupun di atas permukaan tanah. Agar dapat merata keseluruh gulma sasaran, herbisida pra-tumbuh memerlukan proses pengolahan tanah yang baik dan tekstur tanah yang gembur dan tidak ada bongkahan.
Selain itu, aplikasi herbisida pra-tumbuh memerlukan banyak
pelarut. Di perkebunan, herbisida pra-tumbuh biasanya digunakan untuk areal yang akan ditanami kacangan atau LCC, yakni untuk mengurangi persaingan antara gulma dengan kacangan penutup tanah. Selain itu, herbisida pra-tumbuh juga baik untuk digunakan pada areal pembibitan (di antara susunan polybag) dan di TPH (tempat pegumpulan hasil) produksi kelapa sawit. Adapun contohcontoh herbisida pra-tumbuh adalah sebagai berikut :
Bimaron 80 WP
Nitrox 80 WP
Diuron 80 WP
Ustinex 80 WP
2. Herbisida purna-tumbuh Herbisida purna-tumbuh adalah herbisida yang digunakan setelah gulma tumbuh. Herbisidajenis ini biasanya diaplikasikan secara langsung dengan menyemprotkannya ke arah gulma sasaran, terutama daun yang masih muda dan berwarna hijau. Selain dengan penyemprotan, beberapa jenis herbisida
26
purna-tumbuh dapat diaplikasikan dengan cara mengusap (wiping) pada lalang dan pengolesan pada batang kayu atau tunggul melalui kulit dan bekas tebasan. Contoh-contoh herbisida purna-tumbuh adalah sebagai berikut :
Agroxone 4
Paracol
Ally 20 WDG
Polaris 240 AS
Assault 100 AS
Roundup
Banvel 480 AS
Scout 180/22 AC
Basta 150 WSC
Solado 160 AS
Bimastar 240/120 AS
Starane 200 EC
Eagle 480 AS
Sting 160 AS
Garlon 480 AS
Sunup 480 AS
Glidamin 300/100 AS
Topstar 50/300 ME
Gramoxone
Tornado 480 AS
Herbatop 200 AS
Touchdown 480 AS
Indamin 720 HC
Wallop 240/110 WSC
Kleenup 480 AS
C. Berdasarkan kombinasi bahan aktif Pada umumnya, herbisida yang biasa digunakan di perkebunan terdiri dari satu atau dua jenis bahan aktif dalam formulanya.
Masing-masing jenis
formulasi, baik tunggal maupun campuran, memiliki kelebihan dan kekurangan pada saat diaplikasikan di lapangan. 1. Herbisida tunggal Herbisida tunggal adalah jenis herbisida yang hanya terdiri atas satu jenis bahan aktif. Efektivitas herbisida jenis ini hanya terbatas pada satu golongan gulma tertentu, misal gulma berdaun lebar atau sempit saja, sehingga pada dosis tertentu spektrum pengendaliannya menjadi sangat sempit.
27
Untuk memperoleh hasil yang pengendalian yang berspektrum luas dan efektif terhadap gulma campuran, biasanya pihak perkebunan membuat sendiri campuran beberapa jenis herbisida. Pencampuran langsung ini biasanya disebut dengan tankmix. Contoh-contoh herbisida tunggal adalah sebagai berikut :
Agroxone 4
Assault 100 AS
Ally 20 WDG
Banvel 480 AS
Basta 150 WSC
Polaris 240 AS
Eagle 480 AS
Roundup
Fusilade 25 EC
Solado 160 AS
Garlon 480 AS
Starane 200 EC
Gramoxone
Sting 160 AS
Herbatop 200 AS
Sunup 480 AS
Indamin 720 HC
Tornado 480 AS
Kleenup 480 AS
Touchdown 480 AS
2. Herbisida Campuran Herbisida campuran adalah jenis herbisida yang terdiri dari dua jenis atau lebih bahan aktif. Campuran dua atau lebih bahan aktif dalam satu formulasi harus bersifat sinergis sehingga reaksi yang terjadi tidak bertentangan. Contohcontoh herbisida campuran adalah sebagai berikut :
Bimastar 240/120 AS (glifosat + 2,4 D-amine)
Glidamin 300/100 AS (glifosat + 2,4 D-amine)
Paracol (paraquat + diuron)
Scout 180/22 AC (glifosat + pikloram)
Tpstar 50/300 ME (fluroxypyr + glifosat)
Tordon 101 (pikloram + 2,4 D-amine)
Wallop 240/110 WSC (glifosat + dicamba)
28
2.3.3. Klasifikasi Peralatan Semprot ( Sprayer) Dalam
aplikasi
herbisida,
pengenalan
peralatan
semprot
diperlukan untuk memperoleh hasil pengendalian yang efektif.
sangat
Beberapa hal
yang perlu dipahami mengenai peralatan semprot meliputi jenis sprayer dan type
nozzle (Yakup, 2002). A. Jenis Sprayer Hingga saat ini, dikenal tiga jenis sprayer, yaitu knapsack sprayer, motor
sprayer, dan CDA sprayer. 1. Knapsack Sprayer Knapsack sprayerdikenal juga dengan alat semprot punggung. Sprayer jenis ini paling banyak digunakan di perkebunan. Prinsip kerja knapsack sprayer adalah sebagai berikut : larutan dikeluarkan dari tangki akibat adanya tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan tangan penyemprot. Pada waktu gagang pompa digerakkan, larutan keluar dari tangki menuju tabung udara sehingga tekanan di dalam tabung meningkat.
Keadaan ini
menyebabkan larutan herbisida dipaksa keluar melalui klep dan selanjutnya diarahkan oleh nozzle ke gulma sasaran. Pada penggunaan knapsack sprayer, tekanan udara yang dihasilkan harus diusahakan agar tetap konstan yaitu sekitar 0,7 - 1,0 kg/cm2 atau 10-15 atm. Tekanan tersebut diperoleh dengan cara memompa sebanyak delapan kali atau kira-kira sudah mencapai tekanan optima. Untuk menjaga agar tekanan tetap stabil selama penyemprotan maka setiap berjalan dua langkah pompa harus digerakkan sekali naik turun. Tekanan pompa yang tidak konstan akan menyebabkan butiran-butiran herbisida tidak seragam dari waktu ke waktu. Dari seluruh butiran yang dihasilkan sekitar 80 %
29
berukuran 100 mikron. Hal ini menyebabkan terjadinya drift karena butiran yang kecil dan halus mudah terbawa oleh hembusan angin, ukuran ideal butiran dapat diserap oleh gulma adalah sekitar 250 mikron, serta berbentuk seragam. Kapasitas knapsack sprayer berbeda-beda tergantung ukuran dan merek tetapi biasanya berkisar 13 liter, 15 liter, 18 liter akan tetapi umumnya adalah berkapasitas 15 kg karena tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan. Dalm penggunaan knapsack seharusnya dibedakan antara knapsack herbisida, insektisida, atau fungisida agar tidak terjadi kontaminasi, maupun reaksi kimia yang bisa menyebabkan kecelakaan atau bahaya dan setelah selasai pemakaian sebaiknya dicuci bersih. Contoh-contoh merek dari knapsack sprayer antara lain Solo, Hero, CP 15, dan Berthoud.
2. Motor Sprayer Motor sprayer menggunakan mesin sebagai sumber tenaga penggerak pompa yang berfungsi untuk mengeluarkan larutan dari dalam tangki, kemudian larutan disalurkan melaui nozzle menuju gulma sasaran. Cara penggunaan motor spayer bervariasi sasuai dengan jenis atau mereknya, antara lain dengan digendong di punggung, ditarik dengan kendaraan, diletakkan di atas tanah, dibawa dengan pesawat terbang, dan sebagainya. Keuntungan menggunakan motor sprayer adalah kapasitas kerja yang sangat luas dan waktu yang singkat, dapat menembus gulma sasaran walaupun populasi tebal dan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit. Akan tetapi motor sprayer juga mempunyai kelemahan selain harga relatif tinggi motor sprayer juga membutuhkan perawatan dan biaya operasional yang tinggi, serta membutuhkan
30
servis, suku cadang dan sebagai nya. Adapun contoh-contoh dari motor sprayer antara lain : mist blower, power sprayer, dan boom sprayer.
3. CDA Sprayer Berbeda antara knapsack sprayeratau motor sprayer, CDA sprayer tidak menggunakan tekanan udara untuk menyebarkan herbisida ke arah gulma sasaran, melainkan gaya gravitasi dan putaran piringan. Prinsip kerja CDA Sprayer adalah sebagai berikut: larutan mengalir dari tangki melalui selang plastik menuju nozzle, diterima oleh putaran piringan bergerigi (spining disc), dan tersebar ke arah gulma sasaran.
Putaran piring
digerakkan oleh dinamo dengan sumber energi tenaga batere 12 Volt. Putaran piringan sekitar 2.000 rpm dan butiran yang keluar berbentuk seragam dengan ukuran 250 mikron. Ukuran butiran 250 mikron merupakan butiran yang optimal untuk membasahi permukaan gulma dan meresap ke dalam jaringan gulma. Berdasarkan bentuk dan ukuran keseragaman bentuk butiran yang dihasilkan inilah alat semprot yang disebut dengan CDA (Controlled Droplet Application). Adapun contoh-contoh CDA Sprayer
antara lain: Mikron Herbi 77,
Samurai, dan birky menurut penggunaan Mikron herbi dapat mengahsilkan 91% butiran dengan ukuran yang sama atau lebih besar dari 110 mikron dan 9% butiran dengan ukuran lebih kecil dari 110 mikron (Yakup, 2002). Penggunaan
Mikron
Herbi
dapat
meningkatkan
efesiensi
biaya
pengendalian gulma.Menurut Yakup (2002), pemakaian Mikron Herbi dapat menghemat kebutuhan herbisida sebanyak 30 – 50 %. Selain itu, kebutuhan tenaga kerja juga dapat dihemat samapi 75 %. Kebutuhan larutan hanya sekitar 20-40 liter/ha blangket, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang
31
dibutuhkan jika menggunakan cara konvensional, yaitu 200 – 1.000 liter/ha blanket. Jumlah kebutuhan larutan tergantung nozzle yang digunakan. Perawatan juga tidak terlalu rumit cukup dilakukan dengan cara membersihkan setelah pemakaian, dan disimpan dengan cara posisi berdiri, dengan head terletak pada bagian atas.
B. Tipe Nozzle Sejalan dengan meningkatnya pemakaian herbisida dan peralatan semprot jenis-jenis produk herbisida juga bertambah. Demikian pula, peralatan dan teknik aplikasi yang mengarah kepada peningkatan efesiensi tanpa mengurangi daya efikasinya (Yakup, 2002). Pemilihan jenis alat aplikasi yang digunakan berkaitan erat dengan efesiensi pengendalian gulma secara keseluruhan, misalnya: jumlah tenaga kerja, dosis herbisida, jumlah kebutuhan air pelarut, jenis dan komposisi gulma, kondisi areal serta jenis dan umur tanaman. Tipe nozzle dibawah ini merupakan tipe nozzle yang biasa digunakan pada kanpasack sprayer (paling banyak atau umum digunakan), nozzle selama yang dikenal terdiri atas lima tipe, yaitu solid cone nozzle, hollow cone nozzle,
flat fan nozzle, even flat fan nozzle, dan flood nozzle. 1. Solid Cone Nozzle Menghasilkan semprotan kerucut yang penuh berisi. Tipe nozzle ini cocok untuk penyemprotan total maupun sporadis, terutama pada gulma dengan pertumbuhan yang padat atau tebal.
Arah semprotan membentuk sudut
menyerong dengan ukuran butiran agak besar.
32
2. Hollow Cone Nozzle Menghasilkan semprotan berbentuk kerucut bulat kosong. Tipe nozzle ini cocok untuk digunakan pada penyemprotan piringan tanaman atau pinggiran jalur tanaman, dengan kondisi gulma tinggi dan tebal.
3. Flat Fan Nozzle Menghasilkan smprotan berbentuk huruf V atau berbentuk kipas dengan sudut tetap (65 – 950) dan memiliki ukuran butiran semprot yang berbeda-beda sesuai dengan ukuran lobang nozzle dan tekanan pompa. Tipe nozzle ini sesuai untuk penyemprotan total, meliputi jalur dan piringan tanaman, terutama gulma di pinggiran dengan kondisi tebal dan tinggi.
4. Even Flat Fan Nozzle Memiliki sifat semprotan yang hampir sama dengan flat fan nozzle, namun dengan distribusi semprotan lebih merata. Tipe nozzle ini baik digunakan pada penyemprotan piringan dan jalur tanaman dengan kondisi populasi gulma yang tebal.
5. Flood Nozzle Menghasilkan semprotan yang berbentuk huruf V. Lobang nozzle dan tekanan pompa sangat menetukan sudut semprotan yang berbeda-beda (65 1550). Tipe ini sesuai untuk penyemprotan piringan dan jalur tanaman dengan kondisi gulma tidak terlalu tebal.
33
III.
3.1.
METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 bulan yang
dimulai dari tanggal 19 Maret sampai dengan 13 Juni 2015 di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1, Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. 3.2.
Metodelogi Pelaksanaan
A. Bekerja Sendiri Setiap
kegiatan
yang
telah
disepakati
oleh
Pembimbing
lapang
diutamakan dapat dikerjakan sendiri oleh mahasiswa. Dalam melaksanakan pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan bergabung bersama karyawan setempat atau tersendiri sesuai dengan kondisi diperusahaan serta atas persetujuan Pembimbing lapang. Seperti kegiatan dalam pencampuran herbisida dan juga penyemprotan jika mahasiswa mempunyai alat pelindung diri maka boleh ikut serta dalam kegiatan tersebut, biasanya setelah kegiatan dilakukan sendiri maka selanjutnya adalah diskusi dengan Pembimbing lapang. B. Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan apabila sesuai dengan kondisi dan pertimbangan Pembimbing lapang suatu pekerjaan tidak dapat dilakukan oleh mahasiswa
mengingat
faktor
keselamatan,ketersediaan
alat
dan
sebagainyaataupun kegiatan tersebut sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu sehingga hasilnya dapat dilihat seperti gulma yang telah disemprot mengalami layu ataupun kematian, sewaktu melakukan kegiatan pengamatan, mahasiswa
34
mencatat hasil pengamatan dan selanjutnya didiskusikan dengan Pembimbing lapang. C. Diskusi Kegiatan diskusi dilakukan khusus untuk kegiatan-kegiatan yang tidak dilakukan perusahaan tersebut, atau setelah dilaksanakan sendiri kegiatan tersebut jika ada keganjalan ataupun pertanyaan, maupun ada yang belum jelas maka setelah dilakukan kegiatan tersebut dilakukan diskusi dengan pembimbing lapang, atau ada kegiatan yang dianggap pembimbing lapang perlu untuk didiskusikan.
35
IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Singkat Perusaan Perusahaan PT. Sumatera Jaya Argo Lestari 1 bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, didirikan pada tahun 2006 yang berada di Satu kecamatan, yaitu kecamatan Lunang Silaut , Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi
Sumatera
Barat.
Perusahaan
semakin
lama
semakin
berkembang dan hingga saat ini memiliki luas area perkebunan 10.500 Ha, dan mempunyai pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas olah TBS 100 Ton/Jam. Visi
perusahaan
menjadi
perusahaan
agribisnis
terpercaya. Mengutamakan kepuasan stakeholders
terkemuka
dan
dan pelanggan serta
kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan & kesehatan kerja serta lingkungan dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional, untuk memproduksi minyak sawit lestari. Sedangkan pada saat PKPM berlangsung penulis di tempatkan di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1 atau biasanya disebut PT. SJAL -1, terletak di Kab. Pesisisr selatan Kecamatan Lunang Silaut Kenagarian Air Hitam Provinsi Sumatera Barat, yang mana perusahaan ini merupakan cabang dari PT. Incasi Raya Group. 4.1.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. Sumatra Jaya Agro Lestari I secara administratif terletak di kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Kebun SJAL I
36
memiliki topografi datar.
Ketinggian tempat 0-2 m dari permukaan laut.
Temperatur udara di PT. SJAL I adalah 23-32 ºC, dengan kelembaban udara 80%. Lama penyinaran 7-8 jam per hari, sementara curah hujan yaitu 3.606,95mm/tahun atau rata-rata curah hujan 300,58 mm/bulan. Jenis tanah di PT. SJAL I yaitu Gambut Hemik menuju Saprik dengan pH tanah 3,5-4. Usaha konservasi tanah yang dilakukan terutama pada areal gambut dengan membuat saluran drainase dimulai dari dalam blok dan pembuatan water gate. 4.1.3. Luas Aareal Yang Dikelola PT. SJAL-1, memiliki luas lahan 2.961.680 ( ha ) yang terbagi atas 12 afdeling antara lain : Afdeling A dengan luas 197.805 ha, afdeling B dengan luas 302.143 ha, afdeling Cdengan luas 258.973 ha, afdeling Ddengan luas 260.373 ha,afdeling E dengan luas 176.854 ha, afdeling F dengan luas 326.903 ha, afdeling G dengan luas 234.028 ha, afdeling H dengan luas 239.504 ha, afdeling J dengan luas 116.760 ha, afdeling K dengan luas 193.341 ha, afdeling L dengan luas 443.678 ha, afdeling M dengan luas 211.318 ha. 4.1.4. Produk Yang Dihasilkan Produk yang dihasilkan oleh kebun PT. SJAL1 yaitu Tandan Buah Segar Kelapa Sawit yang akan diolah di pabrik pengolahan PT. Sumatera Jaya Agro Lestari.
37
4.1.5. Struktur Organisasi Adapun struktur organisasi dalam pengendalian gulma di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari I adalah sebagai berikut :
Estate Manager
Division Manager
Field Asst. Afdeling
Kepala Gudang
Mandor Pekerja atau Karyawan
1. Tanggung jawab Manager Kebun/Askep/Asisten Afdeling : a) Memonitor penggunaan herbisida sesuai dengan rekomendasi. b) Memastikan pelaksanaan operasional dalam penggunaan herbisida oleh tenaga aplikasi herbisida (penyemprot, pencampur herbisida) telah memakai alat pelindung diri sesuai dengan peruntukkannya. c) Mengawasi pelaksanaan penyemprotan gulma di lapangan telah berjalan atau belum sesuai dengan prosedur atau instruksi kerja. d) Menjaga keamanan herbisida dari mulai herbisida sampai di gudang hingga herbisida teraplikasi ke lapangan.
38
2. Tanggung jawab Mandor : a) Memastikan seluruh tenaga penyemprot memakai alat pelindung diri sesuai dengan peruntukkannya. b) Mengawasi pelaksanaan kegiatan penyemprotan, telah sesuai atau belum dengan prosedur atau SOP. c) Memastikan keamanan herbisida mulai dari pengambilan herbisida di gudang hingga herbisida teraplikasi dengan benar di lapangan. d) Memastikan selesai kegiatan penyemprotan, mencuci dan membersihkan diri maupun alat di tempat yang telah disediakan. 3. Tanggung jawab Kepala Gudang : a) Mengawasi pencampuran herbisida. b) Mengawasi dan menjaga herbisida dari hal-hal yang tidak diinginkan. c) Menerima slip penyetoran atau bon pemakaian herbisida dari mandor. d) Menjaga pasokan kebutuhan herbisida.
4. Tanggung jawab tenaga kerja penyemprot : a) Melakukan penyemprotanherbisida sesuai SOP dan arahan mandor. b) Memakai alat pelindung diri yang aman dan lengkap dalam melakukan penyemprotan. c) Memastikan selesai penyemprotan herbisida dan alat pelindung diri disimpan di tempat yang telah disediakan. d) Memastikan semua peralatan penyemprotan herbisida dan alat pelindung diri disimpan ditempat yang telah disediakan.
39
4.2.
Hasil
4.2.1. Gulma yang tumbuh di PT. SJAL 1 Gulma yang dominan tumbuh pada daerah lahan gambut di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1 adalah sebagai berikut : Babadotan (Ageratum conyzoides)
Pakis gajah (Pteridium esculentum)
Cakar elang
Pakis larat (Nephrolepis biserrata)
Rumput teki (cyperus rotundus)
Pakis udang (Stenohlaena palustris)
Pakis kawat atau pakis resam
Senduduk (Melastomamalabatricum)
(Dicranoteris linearis) Tukulan atau anak sawit Gulma pada PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1 merupakan suatu masalah yang cukup besar dikarenakan tajuk tanaman masih rendah dan belum saling bersentuhan satu sama lain, sehingga sinar matahari dapat masuk kedalam kebun dengan maksimal. Cahaya matahari merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan gulma. 4.2.2. Gulma yang dominan digawangan dan piringan Gulma di gawangan dan piringan tanaman kelapa sawit pada PT. SJAL 1 seperti : cakar elang (Gambar 1), asistasia Asistasia coromandelina (Gambar 2), babadotan
(Ageratum
conyzoides), senduduk (Melastoma malabatricum),
Mikania Mikania micrantha (Gambar 4) pakis resam (Dicranoteris linearis), pakis gajah (Pteridium esculentum), pakis udang Stenohlaena palustris (Gambar 3), pakis larat (Nephrolepis biserrata), cakar elang dan tukulan atau anak sawit. Beberapa contoh gulma digawangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
40
Gambar 1. Gulma cakar
Gambar 2. Gulma asistasia
(aistasia coromandelina)
Gambar 3. Pakis udang
(Stenohlaena palustris)
Gambar 4. Mikania (Mikania micrantha)
41
Adapun contoh gulma yang ada di piringan kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Gulma di piringan dominan tukulan atau sawit liar 4.2.3. Cara pengendalian gulma pada PT. SJAL 1 Pada perkebunan kelapa sawit PT. SJAL 1 pengendalian gulma dengan cara manual, mekanis dan kimia. Untuk gulma yang digawangan dilakukan dengan cara manual dan kimia, piringan dan di tepi jalan umumnya dikendalikan dengan herbisida sistemik dan herbisada kontak kecuali untuk gulma yang di batang pokok dan di TPH di kendalikan dengan cara manual atau mekanis. A. Pengendalian gulma secara kimia Pengandalian gulma dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan herbisida,
baik
herbisida kontak maupun sistemik. Sebelum melakukan
pengendalian gulma pada PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1 mandor melakukan survey ke areal kebun yang telah di rencanakan sebelumnya dan melihat serta mengidentifikasi gulma yang tumbuh pada areal tersebut kemudian mandor membuat rekomendasi mengenai jenis gulma yang tumbuh kepada asisten kebun
untuk
mengetahui
jenis
herbisidayang
digunakan
dalam
proses
42
pengendalian gulma tersebut. Kemudian asisten membuat bon ke pengadaan herbisida di gudang untuk mendapatkan herbisida tersebut. Kemudian asisten memberikan
herbisida
kepada
mandor
untuk
dijadikan
sebagai
bahan
pengendalian gulma dan selanjutnya mandor membagikan herbisida tersebut kepada karyawan digudang penyimpanan herbisida. Kemudiann karyawan melakukan penyemprotan pada kebun yang sebelumnya sudah di survey mandor. Selesai karyawan melakukan penyemprotan, mandor melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan. Sebelum
karyawan
turun
kelapangan
untuk
melakukan
kegiatan
penyemprotan, seluruh karyawan menuju gudang penyimpanan herbisida untuk mengambil herbisida yang dibutuhkan dalam kegiatan penyemprotan, kemudian karyawan menuju areal kebun yang akan di semprot dengan membawa herbisida dan knapsack sprayer 1 buah/orang. Berikutnya karyawan melakukan pengisian air ke dalam knapsack sprayer dan herbisida dengan konsentrsi 60 cc/knapsack
sprayer
serta mengaduk rata dengan kayu di dalam tangki knapsack
sprayertersebut. dengan ketinggian
Kemudian karyawan
melakukan penyemprotan pada gulma
30 cm dari permukaan gulma. Untuk lebih jelasnya cara
pencampuran dapat dilihat pada Gambar 6 (a),pengendalian gulma secara kimia Gambar 6 (b).
43
(a)
(b)
Gambar 6 : a). Pencampuran larutan herbisida b). Aplikasi penyemprotan gulma secara kimia B. Pengendalian gulma secara mekanis/manual Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian – bagian tertentu sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Pengendalian gulma secara manual yang di lakukan pada PT. Sumtra Jaya Agro Lestari 1adalah kegiatan garuk piringan, babat layang dan garuk atau cangkul TPH. Sebelum melakukan kegiatan mandor melakukan survey pada areal kebun yang telah direncanakan sebelumnya, melihat kondisi pertumbuhan gulma dan lahan yang akan dilakukan aplikasi.
Kemudian mandor membuat
rekomendasi kepada asisten mengenai pertumbuhan gulma untuk mengetahui berapa jumlah tenaga kerja yang di butuhkan dalam pengendaliannya. Sebelum karyawan turun kelapangan untuk melakukan kegiatan seluruh karyawan melakukan apel pagi jam 06.30 – 07.00 wib yang dipimpin oleh mandor, sekaligus karyawan mengambil absensi. Setelah itu mandor memberi
44
arahan mengenai teknik, cara dan lahan yang dilakukan pengendalian secara manual.Selanjutnya karyawan menuju areal kebun dengan membawa 1 buah parang per orang. C. Pengendalian gulma secara hayati/Biologi Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan pertumbuhan gulma. Pengendalian gulma secara biologi yang di lakukan pada PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 ini adalah dengan menggunakan tanaman Legum Cover Crops (LCC), adapun jenis LCC yang digunakan adalah MB (Mucuna brachteata). Dalam pengendalian secara biologi ini dilakukan setelah 3 bulan sawit ditanam pada arealPT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1, saat penanaman LCC ini di gunakan dengan sistem borongan dengan prestasi kerja yang dilakukan oleh pemborong yaitu 0,25 – 0,5 Ha/HK. Sebelum karyawan turun kelapangan untuk melakukan kegiatan pananaman LCC, seluruh karyawan melakukan apel pagi jam 06.30 – 07.00 wib yang dipimpin oleh mandor pemeliharaan, sekaligus karyawan mengambil absensi. Setelah itu mandor memberi arahan mengenai teknik kegiatan. Selanjutnya karyawan menuju areal kebun yang akan di tanami LCC, berikutnya karyawan melakukan penanaman LCC diantara barisan yaitu 2 – 3 bibit per barisan dengan jumlah bibit dalam 1 ha adalah 420 bibit. 4.2.4. Jenis herbisida yang di gunakan Dalam pengendalian gulma pada PT. SJAL 1 ini herbisida yang di gunkan ada 2 yaitu :Garlon
TM
670 EC,Amiphosate 480 SL, dan Arenstick sebagaibahan
perekat, perata dan pembasah non ionic Untuk bahan aktif yang terkandung dalam duamacam herbisida tersebut adalah Garlon
TM
670 EC bahan aktifnya
45
Triklopir butoksi etil ester, Amiphosate 480 SL bahan aktifnya Glyphosate isopropylamine, Arenstick perakat dengan bahan aktifnya Alkiralil. 4.3. Pembahasan 4.3.1. Teknik pengendalian gulma secara kimia Pengendalian gulma di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 menggunakan herbisida merek dagang GarlonTM 670 EC. dan Amiphosate 480 SL. Garlon
TM
670
EC untuk lebih jelasnya dapt di lihat pada Gambar 7. Herbisida ini merupakan herbisida
purna tumbuh
yang
bekerja
sebagai
racun
sistemik
dengan
menghambat pembentukan enzim EPSP sehingga produksi asam amino esensial terhambat sehingga kandungan hormon auksin menurunkan dan produksi klorofil terhambat yang akhirna menyebabkan gulma mati. Garlon
TM
670 EC mampu
mengendalikan gulma berdaun sempit, gulma berdaun lebar, gulma golongan teki-tekian, sangat cocok dalam penanggulangan alang-alang dan gulma lain pada perkebunan serta lahan tanpa tanam. merupakan
herbisida
sistemik
tidak
Sedangkan Amiphosate 480 SL
selektif,
bersprektum
luas
untuk
mengendalikan gulma seperti alang-alang (Imperata cylindrical), Gulma berdaun sempit (Paspalum conjugatum, Axonopus compressus, Ottochloa nodosa,
Isehaemum mutikum) dan gulma berdaun lebar (Mikania cordata).
46
Jenis-jenis herbisida dan perekat yang di gunakan yaitu : (a)
(b)
(c )
Gambar 7 : (a) . Herbisida Garlon
TM
670 EC
(b). Herbisida Amiphosate 480 SL (C). Perekat Arenstick
47
Contoh kalibrasi alat semprot di PT. Sumatera Jaya Agro Lestari 1 : Herbisida yang digunakan GarlonTM 670 EC
berbahan aktif Triklopir
butoksi etil ester dengan dosis 2 liter/ha blangket. penyemprotan menggunakan knapsack sprayer solo, isi tangki 15 liter dan nozel yang digunakan polijek warna biru. Lebar semprotan nozel 1,5 m (out put ) sedangkan Flow rate 1.600 ml/ menit. Dalam pelaksanaan dilapangan, umumnya seorang penyemprot dapat menempuh jarak 45 meter/menit (kecepatan jalan). Populasi tanaman 160 pokok /ha diameter piringan 4 m dan lebar pasar pikul 1.5 m. Rata-rata penyemprotan 1 HK 1,5 ha/HK. Penyelesaian :
Volume semprot
= luas lahan x kecepatan jalan Output x flowrate = 10.000 1,5 =
x 45 x 1.600
450.000 2.400
= 187,5 liter/ha
Keliling piringan
=2
x populasi
= 2 x 3,14 x 22 x 160 = 4019,2 m2 Luas pasar pikul/ha
= 8,8 m x 1.5 m x (160/2) = 1056 m2 .
Jadi, luas spray factor
= ( 4019,2 m2 + 1056 m2 ) : 10.000 m2 = 0,50752 ha
Dosis/ ha pada kegiatan chemis piringan dan pasar pikul Dosis/ha
= sprayer factor x 2 liter/ha GarlonTM 670 EC = 0,50752 x 2 liter/ha GarlonTM 670 EC = 1,015 liter/ha GarlonTM 670 EC
Kebutuhan herbisida per knapsack sprayer solo
48
Kebutuhan kep
= ( 0,50752 ha x 187,5 liter/ha ) : 15 = 6,3
kap 1 kap
= 160 pokok/ha : 6,3 kep = 26 pokok/kap
Jumlah HK/hari Diketahuim : luas afdeling B 302,143 ha, rotasi 3 kali dalam 1 tahun, norma 1,5 ha/HK Ditanya : jumlah HK/hari ? Jawab :
302,143 ha x 3 = 906,429 ha (1 tahun)
906,429 ha : 12 = 75,54 ha (1 bulan)
75,54 ha : 20 hari = 3,78 ha (1 hari, 5 hari libur dan 5 hari hujan)
3,78 ha :1,5 ha/hk = 2.5 HK/hari = 3 HK/hari.
4.3.2 Teknik pengendalian gulma secara manual A. Slashing (babat layang) Babat layang atau stlecing merupakan kegiatan pengandalian gulma di gawangan. Di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 babat layang dilakukan dengan menggunakan parang panjang yang lentur. Gulma lunak seperti pakis dan gulma yang sudah terlalu tinggi dibabat layang pada ketinggian 30 cm dari permukaan tanah. Untuk lebih jelasnya lahan yang belum dan sudah di babat dapat di lihat pada Gambar 8. Sistem pengupahan untuk kegiatan babat layang yaitu sistem borongan, dimana dalam 1 Ha lahan yang dibabat karyawan diupah Rp. 150.000.
49
(a)
(b)
Gambar 8. a). Lahan sebelum di babat b). Setelah di babat B.
Racking atau manual piringan Perawatan piringan manual di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 dilakukan
dengan cara membabat gulma dan sampah di permukaan piringan dengan menggunakan parang sehingga piringan bebas dari gulma dan sampah yang terdapat dekat piringan.
Pada saat kegiatan manual piringan dengan cara
mengitari batang kelapa sawit dari tengah kearah pinggir piringan. Gulma dan sampah hasil penggarukan dikumpulkan dan dibuang keluar piringan 2 M dari pokok.
Untuk lebih jelasnya kegiatan perawatan piringan dapat dilihat pada
Gambar 9.
50
Gambar 9. Perawatan piringan dengan cara manual C. Pengendalian gulma di TPH Khusus untuk gulma di TPH tidak dilakukan pengendalian secara kimia, tetapi hanya garuk TPH dan cangkul TPH. Kebutuhan biaya untuk garuk dan cangkul TPH Diketahui :
Badget
= 0,5 HK/ha
Upah borongan
= Rp 25.000/ha
UMR
= Rp 64.000
Harga 1 cangkul
= Rp 85.000 usia ekonomis 1 tahun
Biaya dalam 1 kali pemakaian
= 1 : 360 hari = 0,0028 x Rp 85.000 = Rp 238
A. Kebutuhan biaya sistim karyawan tetap :
Biaya alat 1 Hk/ha
= 1 cangkul X 238 = Rp 238
Biaya HK
= 0,5 HK X Rp 64.000 = Rp 32.000
Jumlah
= Rp 32.000 + Rp 238 = Rp 32.238/ha
51
Jadi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan dongkel anak kayu di TPH dengan sistim karyawan tetap adalah Rp 32.238/ha B. Kebutuhan biaya sistim karyawan lepas :
Biaya alat 1 Hk/ha
= Rp 0 (alat milik sendiri karyawan sendiri)
Borongan/ha
= Rp 25.000/ha
Jumlah
= Rp 0 + Rp 25.000 = Rp 25.000/ha.
Jadi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan korek dan cangkul di TPH dengan sistim karyawan lepas adalah Rp. 25.000/ha. D. Pengendalian gulma di batang pokok kelapa sawit Gulma yang tumbuh di batang pokok kelapa sawit di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 yaitu gulma pakis udang (Stenohlaena palustris), Pakis resam (Dicranopteris linearis), pakis pedangdan LCC jenis mucuna bracteata. Khusus gulma di batang pokok di kendalikan dengan cara manual. Jika tidak di kendalikan maka akan menyulitkan proses pemanenan, pemupukan dan penunasan. Jika gulma melilit seperti mucuna bracteata di biarkan akan menghambat proses fotosintesis tanaman pokok karena tertutupi oleh gulma lilitan tersebut dan juga menyebabkan terjadi persaingan dalam mengambil cahaya matahari, unsur hara dan air serta juga menyebabkan meningkatnya kelembaban dan akhirnya tanaman terserang penyakit seperti busuk buah dan mengurangi nilai estetika kebun. Utuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 10.
52
a)
b)
c)
d)
Gambar 10 : a). Gulma yang melilit batang tanaman kelapa sawit b). Buka lilitan pada pelepah tanaman kelapa sawit c). Gulma yang melilit pada pelepah tanaman kelapa sawit d). Gulma yang tumbuh pada batang tanaman kelapa sawit Kebutuhan biaya untuk pengendalian gulma di batang pokok Diketahui :
Badget
= 1 Hk/ha
Upah borongan
= Rp 55.000/ha
UMR
= Rp 64.000
Harga 1 parang
= Rp 35.000 usia ekonomis 1 tahun
Biaya dalam 1 kali pemakaian
= 1 : 360 hari = 0,0028 x Rp 35.000 = 98
53
A. Kebutuhan biaya sistim karyawan tetap :
Biaya alat 1 Hk/ha
= 1 parang X 98 = Rp 98
Biaya HK
= 1 HK X Rp 64.000 = Rp 64.000
Jumlah
= Rp 64.000 + Rp 98 =Rp 64.098/ha
Jadi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk buka lilitan di batang kelapa sawit dengan sistim karyawan tetap adalah Rp 64.098/ha B. Kebutuhan biaya sistim karyawan lepas :
Biaya alat 1 Hk/ha
= Rp 0 (alat milik sendiri karyawan sendiri)
Borongan/ha
= Rp 55.000/ha
Jumlah
= Rp 0 + Rp 55.000 = Rp 55.000/ha.
Jadi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk turun lilitan atau buka lilitan dengan sistim karyawan lepas adalah Rp. 55.000/ha. 4.1.2. Teknik pengendalian gulma secara hayati/biologi Pengendalian dengan carahayati atau biologi yaitu dengan menggunakan Legum Cover Crops (LCC).
Penanaman LCC bertujuan untuk menekan
pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban dan menahan pengikisan akibat erosi yang
terjadi
diperkebunan
kelapa
sawit.Karena
pertumbuhan
dan
perkembanganya LCC yang sangat cepat, merupakan cara yang efektif dalam pengendalian gulma tapi harus di atur pertumbuhan supaya tidak berdampak buruk bagi tanaman pokok. Adapun tindakan yang di lakukan untuk mengatur pertumbuh LCC seperti buka lilitan atau turun lilita. Adapun jenis LCC yang di
54
gunakan di perkebunan PT. SJAL 1 ini adalah MB (Mucuna braehteata). Untuk lebih jelas dapat dilhat pada gambar 11.
Gambar 11. LCC di lahan kelapa sawit 4.4. Sistem pengupahan di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 Sistim pengupahan atau gaji karyawan penyemprot dilakukan dengan cara sistim borongan, yang mana upah atau gajinya karyawan harian lepas adalah Rp.44.000/ha dan peralatan alat semprot juga punya karyawan pribadi, sehingga pembelian dan kerusakan bukan tanggungan perusahaan.
Cara ini
diterapkan perusahaan karena lebih hemat dari aspek biaya, dengan hasil yang sama dengan sistim karyawan tetap. Biaya-biaya tersebut hanya dalam luasan 1 ha, bisa dikalkulasikan untuk biaya 1 blok yang luasannya ± 25 Ha dan juga rotasi pengendalian gulma di piringan dan pasar pikul 4 kali dalam setahun.Sedangkan TPH adalah 4 kali setahundan babat layang 2 kali setahun. Tidak hanya dari segi biaya tenaga kerja yang dapat diminimalkan perusahaan, akan tetapi juga dalam pemakaian bahan pestisida seperti contoh dosis blanket Bravoxone 500-600 cc/Ha, sedangkan perusahaan hanya memakai paling banyak 540 cc/Ha, sedikit lebih efesien akan tetapi perusahaan tidak hanya memikirkan efesiensi tetapi juga ketepatan cara, dosis dan juga
55
keberhasilannya dalam mengendalikan gulma sasaran, jadi dosis bisa lebih rendah atau tinggi melihat dari keadaan topografi, jenis dan populasi dari gulma itu sendiri. Adapun alasan perusahaan memilih sistim penyemprotan dengan sistim karyawan harian lepas adalah, karena perusahaan dapat meminimalkan pengeluaran atau lebih hemat dari segi finansial karena, karyawan harian lepas tidak diberikan fasilitas seperti karyawan tetap, baik itu fasilitas rumah, tunjangan hari raya, bantuan beras, tunjangan melahirkan, cuti, premi, serta kerusakan alat dan kecelakaan kerja adalah tanggung jawab karyawan sendiri bukan dari perusahaan. Akan tetapi kebijakan perusahaan dengan mencampur antara herbisida kontak dengan herbisida sistemik seperti yang dilakukan pada saat pencampuran herbisida di gudang sentral kebun, yang mana dicampur dalam satu wadah atau satu jerigen, sedangkan pada label herbisida tertulis bahwa herbisida kontak dengan herbisida sistemik tidak boleh dicampur.
Karena akan menimbulkan
reaksi kimia yang berbahaya atau tidak ada fungsi sama sekali. Adapun alasan dari perusahaan mencampur herbisida tersebut karena akan lebih efesien di dalam menggunakan tenaga kerja, bahan maupun alatdan juga herbisida metafuron hanya sebagai perekat. Tentunya alasan tersebut tidak bisa diterima karena seluruh jenis pestisida sudah dilengkapi dengan bahan sticker atau daya rekat, sehingga jika masih dicampur antara herbisida kontak dengan sistemik maka herbisida sistemik hanya akan terbuang sia-sia karena batang atau bagian gulma yang terkena herbisida kontak akan layu dan mati seperti terbakar, bagaimana mungkin herbisida sistemik akan ditranslokasikan kedalam jaringan tanaman.
56
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pengendalian gulma secara kimia di PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 adalah sebagai berikut : 1. Jenis-jenis gulma yang ada di perkebunan kelapa sawit PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 yaitu gulma berdaun lebar, gulma rumput-rumputan dan gulma pakis-pakisan, yang mana dominan gulma pakis-pakisan seperti
Nephrolepis bisserata karena tidak dikendalikan dan dianggap gulma bermanfaat. 2. Ada 3 Sistim pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1 seperti pengendalian secara manual, biologis dan juga kimia. 3. Peralatan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit PT. Sumatra Jaya Agro Lestari 1, adalah Knapsack Sprayer seperti Solo 15 liter. 4. Penulis sudah mempunyai keterampilan dalam teknik pengendalian gulma di
perkebunan
kelapa
sawit,
seperti
mengetahui
cara
kalibrasi,
mengetahui cara perkembang biakan gulma, mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi populasi gulma dan mengetahui jenis atau klarifikasi herbisida, serta menganalisa biaya dalam pengendalian gulma.
57
5.2. Saran 1. Dalam pencampuran herbisida seharusnya memakai alat pelindung diri (APD) untuk mengatisipasi tejadinya kecelakaan dalam kerja khususnya dalam kesehatan diri. 2. Untuk
menghemat
biaya
dalam
pengendalian
gulma
dipiringan
seharusnya pemanen mengutip berondolan buah sampai bersih, sehingga tidak terjadi tukulan atau sawit liar. 3. Karyawan penyemprot seharusnya juga mengikuti apel pagi, seperti pemanen, sehingga informasi dan pekerjaan lebih cepat bisa diselesaikan. 4. Seharusnya mandor dan karyawan diberi penyuluhan dan pelatihan cara kalibrasi maupun cara penggunaan pestisida.
5. Herbisida yang bersifat kontak dengan herbisida yang bersifat sistemik seharusnya jangan dicampur aduk, karena akan menimbulkan reaksi kimia yang berbahaya.
58
DAFTAR PUSTAKA
Duke. 1985. Teknik Pengendalian Gulma. Penebar Swadaya. Bogor. 203 hal. Fauzi.
Yusnita. Iman. dan Rudi 2014. Kelapa sawit, budidaya, pemanfaatan hasil dan limbah, analisis usaha dan pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 263 Hal.
Hakim. M. 2007. Agronomis dan Manajemen Kelapa Sawit : Buku Pegangan Agronomis dan Pengusaha Kelapa Sawit. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta. 305 hal. Lubis. E. R dan Widanarko. A. 2011. Buku pintar kelapa sawit. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta. 296 hal. Mangoensoekarjo dan Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal. Moenandir. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 177 hal. Pahan, I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal. Rambe. T. D, L. Pane, P Sudharto dan Caliman. 2010. Pengelolaan Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Smart Tbk. Jakarta. Sukman Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 155 hal. Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 155 hal.
59