I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah
pedesaan
(Suryana,
2004).
Pengaruh
agroindustri
tidak
hanya
mentransformasi produk primer ke produk olahan, tetapi peralihan budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi, melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Perubahan terjadi dari proses pengolahan komoditas pertanian menjadi produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product), termasuk penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bioenergi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product), serta industri agrowisata (Arifin, 2004). Dengan demikian agroindustri merupakan kegiatan lintas sektor yang memanfaatkan dan memberi nilai tambah bagi sumberdaya alam pertanian. Agroindustri merupakan salah satu kebijakan pembangunan yang dapat membangkitkan sektor ekonomi nasional dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pengembangan agroindustri antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi agroindustri perlu mendapat pertimbangan utama (Yusdja dan Iqbal, 2002). Pengembangan sub sektor agroindustri dipandang sebagai transmisi yang tepat untuk menjembatani proses transformasi ekonomi di Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri. Peran sektor pertanian dalam produk domestik bruto (PDB) tidak
2
dilihat dari produk primer yang dihasilkan saja, melainkan harus dikaitkan dengan industri pengolahan dan perannya untuk menarik dan mendorong pembangunan. Agroindustri di Indonesia dari tahun ke tahun semakin penting dalam pembangunan industri nasional dan mendukung perekonomian secara keseluruhan. Hal ini ditandai oleh berkembangnya berbagai jenis industri pengolahan bahan baku (Astuti, 2002). Jumlah industri kecil dan menengah pengolah hasil pertanian adalah 950.325 unit tahun 2001, meningkat menjadi 1.091.208 unit pada tahun 2006. Jumlah ini akan terus meningkat apabila perhatian para stakeholder terhadap pengembangan agroindustri semakin meningkat. Untuk itu agroindustri harus digalakkan secara berkelanjutan sehingga produk-produk agroindustri dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar karena memiliki nilai tambah tinggi, nilai jual tinggi dan berdaya saing. Gambar 1.1, menunjukkan bahwa peran PDB sektor industri pengolahan dan kontribusi industri agro terhadap perekonomian nasional adalah berturut-turut sebesar 25,8 dan 8,95 persen, sedangkan peran industri agro terhadap PDB sektor industri pengolahan sebesar 34,7 persen.
Gambar 1.1. Peran PDB Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Nasional, Peran Industri Agro Terhadap PDB Sektor Industri Pengolahan dan Kontribusi Industri Agro Terhadap Perekonomian Nasional (Sumber: BPS, 2010a).
3
Industri pangan olahan berbasis sumberdaya lokal banyak tumbuh dan berkembang di daerah pedesaan dan menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat. Diversifikasi pangan melalui industri pangan olahan lokal menjadi salah satu strategi untuk mengangkat kembali citra sumber bahan pangan lokal (panglok) yang selama ini dianggap inferior. Perkembangan agroindustri yang semakin baik akan menyumbang PDRB yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Pemanfaatan bahan baku pangan lokal dalam agroindustri diharapkan dapat meningkatkan keberagaman dan ketersediaan produk pangan di pasar. Melalui kegiatan agroindustri pedesaan dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan. Oleh sebab itu pengembangan agroindustri pangan lokal, diperlukan sinergitas dan koordinasi semua pelaku usaha mulai dari hulu (upstream) untuk menyediakan bahan-bahan baku atau input produksi hingga bagian hilir (downstream) untuk proses pengolahan, distribusi dan pemasaran. Sinergitas dan koordinasi penting yang dirangkai dalam sebuah sistem yaitu manajemen rantai pasok (MRP). MRP
merupakan
serangkaian
pendekatan
yang
diterapkan
untuk
mengintegrasikan pemasok, pengusaha, distributor dan konsumen secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi yang tepat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan pelanggan. Rantai pasok terjalin kuat dengan adanya hubungan kemitraan pemasaran (relationship marketing). Hubungan kemitraan yang terjadi antara pengrajin agroindustri dengan pemasok dan pelanggannya akan mempengaruhi penerapan
4
MRP. Semakin erat hubungan antara pengrajin agroindustri dengan pemasok maupun pelanggan maka penerapan MRP akan semakin efisien dalam mendukung kinerja agroindustri. Dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan di atas, maka diharapkan pengembangan agroindustri ke depan akan lebih ideal. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah pusat dan daerah secara aktif dalam upaya mensukseskan percepatan hilirisasi industri pangan. Pemerintah Propinsi Maluku diharapkan dapat mensukseskan percepatan hilirisasi industri pangan. Perlu mengutamakan pangan lokal untuk menunjang pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan agroindustri. Ketersediaan perusahaan industri pangan di Propinsi Maluku pada tahun 2008 yaitu 1.564 perusahaan dengan nilai investasi sebesar Rp. 63.436.018. Bila dibandingkan dengan tahun 2007, jumlah perusahaan dan nilai investasi mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,06 dan 0,30 persen. Terjadi peningkatan investasi dan jumlah perusahaan tetapi penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 37,77 persen yaitu 10.928 orang pada tahun 2007 menjadi 6.800 orang pada tahun 2008. Ini berkaitan dengan semangat dan budaya kerja yang mengalami peralihan ke pekerjaan lain yang lebih cepat mendapatkan uang. Penyebaran industri pangan di Propinsi Maluku berdasarkan jumlah perusahaan, tenaga kerja dan investasi terbesar berada pada Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Kota Ambon dan Kota Tual (Tabel 1.1). Kabupaten-kabupaten tersebut merupakan sentra agroindustri yang melakukan program diversifikasi pangan.
5
Komoditas pangan lokal spesifik daerah di Propinsi Maluku adalah ubi kayu dan sagu. Kedua jenis pangan lokal ini diarahkan pada aktivitas agroindustri pedesaan. Pertama, ubi kayu diolah dari hasil primer menjadi produk olahan, baik produk olahan antara maupun produk akhir. Produksi ubi kayu tahun 2010 di Maluku adalah 144.384 ton. Produk olahan ubi kayu bersifat langsung/siap saji seperti keripik singkong, kerupuk, makanan tradisional dan makanan mewah, sedangkan berbentuk bahan yang diawetkan antara lain tapioka, gaplek, tepung singkong, tepung gaplek, onggok dan makanan ternak. Kabupaten Maluku Tenggara terkenal dengan Agroindustri enbal yaitu ampas ubi kayu yang diolah menjadi pangan siap saji seperti enbal kacang, enbal keju coklat, enbal bunga, enbal lempeng, stik enbal dan rasi enbal (enbal goreng). Tabel 1.1. Industri Pangan Berdasarkan Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja dan Investasi di Propinsi Maluku Kabupaten / Kota (1) Maluku Tenggara Barat Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Maluku Tengah Buru Buru Selatan Kepulauan Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Ambon Tual 2009 2008 MALUKU 2007 2006 2005 Sumber: BPS Propinsi Maluku, 2010b.
Perusahaan Formal Non Formal (2) (3) 35 81 16 61 38 105 89 239 32 68 18 48 39 69 64 130 48 105 83 247 33 106 495 1.259 469 1 095 446 1 057 362 1 936 326 1 836
Tenaga Kerja Formal Non Formal (4) (5) 157 281 86 244 166 389 446 911 80 218 70 158 240 355 333 558 276 348 546 1.229 155 299 2.555 4.990 2 299 4 501 2 467 8 461 1 714 9 680 1 689 8 570
Investasi (Rp. 000) Formal Non Formal (6) (7) 2.418.096 914.431 1.247.975 725.922 4.158.412 2.117.985 6.353.480 2.877.927 3.744.410 651.455 1.218.065 368.984 3.264.884 980.680 3.392.413 2.763.540 3.532.090 1.478.948 13.204.666 3.156.706 3.114.902 1.754.500 45.649.393 17.791.078 45 646 861 17 789 157 45 473 861 17 772 527 45 731 000 16 694 401 44 310 130 15 752 000
6
Kedua, sagu termasuk tanaman perkebunan yang dimanfaatkan sebagai sumber pangan rumah tangga, sumber bahan baku industri seperti industri pangan, industri perekat, kosmetika, pakan ternak, tekstil, farmasi, pestisida, industri kimia, bahan energi dan bahkan hasil sampingnya dapat diolah menjadi bahan bakar, medium jamur, pembuatan hardboard atau bahan bangunan (Kindangen dan Malia, 2003), dan juga biodegradable film (Polnaya et al., 2006). Produksi sagu tahun 2008 di Maluku adalah 888.027 ton (Badan Ketahanan Pangan Propinsi Maluku, 2010). Pengolahan sagu di Propinsi Maluku masih sebatas industri rumah tangga. Pengolahan produk pangan sagu dibagi menjadi tiga bentuk yaitu pertama, pengolahan sagu tradisional yang dikonsumsi langsung maupun dijual; kedua, pengolahan sagu menjadi tepung sagu; dan ketiga, pengolahan tepung sagu menjadi aneka panganan/cemilan sagu (produk modern dan tradisional). Agroindustri pangan lokal ubi kayu dan sagu menjadi salah satu obyek penelitian yang masih baru di bidang MRP. Untuk pengembangannya diperlukan strategi-strategi yang sesuai dengan kondisi wilayah Propinsi Maluku sebagai daerah kepulauan agar agroindustri pangan lokal terus bertahan dan menguntungkan bagi masyarakat. Memperhatikan latar belakang, maka diperlukan penelitian ilmiah tentang “manajemen rantai pasok dan kinerja agroindustri berbasis pangan lokal serta strategi pengembangannya”. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian Pengembangan agroindustri semestinya menjadi pilihan strategis untuk menanggulangi
permasalahan
ekonomi
dan
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat. Potensi lokal yang besar dan tersebar belum dapat dirangkai menjadi
7
suatu keterkaitan yang integratif, baik antar wilayah, antar sektor, dan bahkan antara satu komoditas dengan komoditas lain. Pengembangan agroindustri perlu didukung dengan kebijaksanaan makro dan mikro yang dapat menciptakan usaha yang kondusif, dan semakin memudahkan pelaku agroindustri dalam mengakses ke sumberdaya produktif. Perkembangan suatu wilayah akan mengalami stagnasi bila hanya satu sektor saja yang dikembangkan. Sebagai contoh, sektor pertanian tanpa diikuti oleh perkembangan sektor industri akan memperburuk term of trade sektor pertanian sebagai akibat kelebihan produksi atau tenaga kerja. Akibatnya, pendapatan di sektor pertanian turun (depresif) dan rangsangan penanaman modal baru serta pembaharuan tidak bertumbuh. Hal inilah yang menjadi rangsangan bagaimana sektor pertanian dan sektor industri dapat bersinergi. Sektor pertanian sebagai sumber bahan baku untuk sektor industri menciptakan suatu proses diversifikasi horisontal untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki nilai tambah, berdaya saing dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat pedesaan. Kerja sama dan peran aktif para pelaku usaha perlu ditingkatkan dan dibangun sinergisitas hubungan yang dinamis yang berkaitan dengan mekanisme MRP, pengelolaan agroindustri dan kesadaran masyarakat terhadap pangan lokal. Pengetahuan petani, pengrajin, dan pelaku pasar sangat terbatas untuk mengakses informasi harga dan mutu produk, dan rendahnya pemanfaatan teknologi pengolahan produk pangan lokal. Produk-produk agroindustri belum mampu merespons tuntutan konsumen yang cenderung menyukai produk dengan kualitas tinggi, kontinuitas pasokan, ketepatan waktu penyampaian, dan harga yang
8
kompetitif. Dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan di atas, maka perlu dilakukan koordinasi untuk menentukan pengembangan agroindustri pangan lokal di Propinsi Maluku. Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana ketersediaan pangan lokal untuk kebutuhan konsumsi?
2.
Bagaimana kinerja agroindustri pangan lokal?
3.
Bagaimana manajemen rantai pasok agroindustri pangan lokal dan pengaruhnya terhadap peningkatan aktivitas pelaku rantai pasok dan kinerja agroindustri pangan lokal?
4.
Bagaimana keterkaitan hubungan secara hirarki komponen pendukung strategi pengembangan agroindustri pangan lokal?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1.
Mengetahui ketersediaan pangan lokal dalam mencukupi kebutuhan konsumsi.
2.
Mengetahui kinerja agroindustri pangan lokal.
3.
Mengetahui manajemen rantai pasok agroindustri pangan lokal dan pengaruhnya terhadap peningkatan aktivitas pelaku rantai pasok dan kinerja agroindustri.
4.
Mengetahui keterkaitan hubungan secara hirarki komponen pendukung strategi pengembangan agroindustri pangan lokal.
9
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini penting untuk dilaksanakan, karena diharapkan bermanfaat untuk: 1.
Pemerintah selaku pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, hasil penelitian sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun berbagai strategi kebijakan pengembangan potensi wilayah, yang berkaitan dengan bidang pertanian khususnya pengembangan agroindustri berbasis pangan lokal.
2.
Masyarakat Maluku, sebagai informasi untuk tetap melestarikan pangan lokal dan menjadi masyarakat mandiri dalam pengelolaan agroindustri berbasis pangan lokal.
3.
Pelaku bisnis, sebagai informasi tentang peluang ekonomi di daerah melalui pendekatan sistem agribisnis dengan orientasi untuk pengembangan pilar agroindustri yang berbasis pangan lokal.
4.
Peneliti lainnya, yang akan melakukan penelitian lanjutan.