I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi dan teknologi diperlukan informasi yang cepat dan akurat, serta dapat diakomodir oleh berbagi kalangan.
Untuk itu
diperlukan teknologi remote sensing (penginderaan jauh) yang mampu merekam data dan informasi spasial secara akurat dilengkapi dengan SIG (Sistem Infomasi Geografi) yang berbasis teknologi. Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografis. SIG dalam hal ini keberadaannya sebagai suatu teknologi di bidang pemetaan mempunyai berbagai macam kelebihan yang dapat menunjang atau membantu proses pemetaan di suatu ruang atau wilayah tertentu. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain dengan adanya SIG pengguna dapat menggabungkan dua atau lebih data dengan konteks atau tema yang berbeda menjadi satu buah data dalam konteks atau tema yang baru (gabungan) yang diperoleh setelah melalui proses analisis atau pengolahan data dalam SIG, dan data hasil penggabungan tersebut dapat menjadi suatu bahan pembanding untuk aplikasi SIG yang lain (Saputra, 2007). Informasi data SIG ini dapat digunakan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan pada disiplin ilmu yang berkaitan dengan kebumian (Middlekoop, 1990). Tanpa bantuan SIG, pengolahan data yang jenis dan jumlahnya besar tersebut akan sangat rumit dan menyita banyak waktu, dengan hasil yang belum tentu akurat. 1
Data dan informasi yang diambil ke dalam SIG didapat dari teknologi penginderaan jauh dan survei lapang. Penginderaan jauh adalah ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data-data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang dikaji (Lillesand dan keifer, 1994). Pemanfaatan
keunggulan data penginderaan
jauh dan keunggulan
pengolahan data digital untuk keperluan tampilan dan analisis SIG diharapkan mampu menghasilkan sejumlah masukan yang akurat sehingga dapat diperoleh keputusan yang handal dan bersesuaian dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Penggunaan teknologi ini membantu memahamkan bagaimana memanfaatkan dan mengelola sumberdaya di sekitar kita secara optimal (Estes, 1992). Teknologi SIG dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti manajemen tata guna lahan, inventarisasi sumber daya alam, untuk pengawasan daerah bencana alam, perencanaan wilayah dan kota, dan bidang ilmu lainnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam usaha pelestarian subak di Bali, sistem SIG dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media mempresentasikan semua data-data tentang subak (khususnya data spasial) serta penyajian karakteristik-karakteristik subak dan informasi-informasi yang terkait dengan subak ke dalam sistem komputerisasi. Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah (Perda Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972). Subak memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan
konsep pembangunan Tri Hita Karana yang melandasi setiap kegiatan subak. Tri Hita Karana secara implisit mengandung pesan agar kita mengelola sumberdaya alam termasuk sumberdaya air secara arif untuk menjaga kelestariannya, senantiasa
bersyukur
kehadapan
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
dan
selalu
mengedepankan keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu, subak dapat didefinisikan sebagai lembaga irigasi yang bercorak sosio-religius dan berlandaskan Tri Hita Karana dengan fungsi utamanya adalah pengelolaan air irigasi untuk memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija (Windia, 2006). Gatra Religius pada sistem irigasi subak ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (Untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan). Gatra Religius merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana
yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan
pawongan. Gatra parhyangan ditunjukkan oleh adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/ blok pemilikan sawah petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota subak (Sutawan, 2001). Subak merupakan lembaga yang dapat mengatur rumah tangganya sendiri (otonom). Di Kota Denpasar terdapat 42 subak yang tersebar di empat kecamatan masing-masing Denpasar barat sebanyak 8 subak, Denpasar Timur sebanyak 14 subak, Denpasar Selatan sebanyak 10 subak, dan Denpasar Utara sebanyak 10 subak. Luas subak di Kota Denpasar
terdiri dari Denpasar Selatan 935 Ha,
Denpasar Timur 726 Ha, Denpasar Barat 284 Ha dan Denpasar Utara 772 Ha. Semua subak yang ada di Denpasar adalah Subak Tanah Sawah. Permasalahan utama dari segi palemahan subak adalah tingginya alih fungsi lahan. Persediaan lahan untuk pembangunan di wilayah perkotaan dan di pusatpusat pengembangan, seperti kawasan pariwisata dan kawasan ekonomi lainnya serta pembangunan sarana-prasana untuk umum sebagian besar adalah lahan sawah. Bahkan Kota Denpasar sudah kehilangan 5 subak yaitu pada Kecamatan Denpasar Barat. Dampaknya adalah pada pelemahan ketahanan pangan daerah, terkikisnya keungulan lokal dan jebolnya pelestarian warisan budaya dunia (Lanya, 2007). Subak di Kota Denpasar
memiliki peran penting dalam pendekatan-
pendekatan teknis pertanian dalam upaya mensukseskan program-program pembangunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, namun subak masih memiliki kekurangan pada penyediaan data dan informasi subak, salah satunya adalah belum adanya luas subak secara spasial atau belum adanya pemetaan subak di Denpasar, sementara luas baku sangat diperlukan untuk menghitung neraca pangan. Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian yang berjudul sistem informasi lahan sawah subak berbasis penginderaan jauh dan sistem informasi geografi di Kota Denpasar
1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa luas baku di masing-masing subak
di Kota Denpasar pada tahun
2015 dan perbandingannya dengan data statistik?
2. Bagaimana cara menginformasikan data sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak di Kota Denpasar yang berbasis pada teknologi SIG ? 3. Subak mana saja ditetapkan dalam kawasan RTHK dalam RTRW dan Subak mana yang berpotensi terkonversi?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian tentang pengembangan sistem informasi lahan sawah subak ini bertujuan untuk : 1. Pemetaan luas subak di Kota Denpasar pada tahun 2015 melalui teknologi penginderaan jauh dan membandingkannya dengan data statistik. 2. Menyusun database sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak di Kota Denpasar berbasis Teknologi SIG 3. Mengetahui subak mana saja yang ditetapkan dalam kawasan RTHK dalam RTRW dan subak yang berpotensi terkonversi
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan atau manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan data dan informasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dalam kaitannya dengan subak dan lahan sawah di Kota Denpasar dan dalam melaksanakan UU 41 tahun 2009 mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (PLP2B)
2. Implementasi dari peraturan pemerintah no.25 tahun 2012 tentang sistem informasi sumber daya lahan 3. Dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk mengembangkan aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi khususnya untuk studi teknologi SIG dalam bidang pertanian 4. Bagi organisasi subak memperoleh database sumberdaya lahan dan sumber daya manusia berbasis teknologi
1.5.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan citra satelit memudahkan dalam pembuatan database spasial subak 2. Teknologi SIG memudahkan dalam penyusunan dan penyampaian informasi potensi sumber daya lahan, sumber daya manusia, dan kegiatan pertanian di masing-masing subak 3. Sebagian besar subak yang termasuk di RTHK adalah di Denpasar Timur dan Utara, sedangkan sebagian besar subak yang akan terkonversi terdapat di Denpasar Barat dan Denpasar Selatan