I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah ini tersebar luas meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia, mulai dari Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara (Subagyo et al., 2004). Karakteristik tanah ini memiliki penampang tanah dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi sehingga memiliki peranan penting dalam pengembangan pertanian lahan kering. Selain itu hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini terkecuali jika terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ditinjau dari luasanya, Ultisol mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan pertanian lahan kering. Namun pemanfaatan lahan ini menghadapi kendala dari segi karakteristik tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman bila tidak dikelola dengan baik (Darmawijaya, 1997). Kendala yang umum ditemui pada jenis tanah Ultisol antara lain: (1) kandungan bahan organik sangat rendah; (2) kapasitas tukar kation secara nisbi rendah; (3) jumlah basa yang dapat dipertukarkan dan presentase kejenuhan basa sangat rendah; (4) tingkat kesuburan rendah namun memilki tanggapan yang baik
2
terhadap pemupukan karena sifat fisik Ultisol yang peka terhadap pemupukan (Foth, 1994).
Pada tanah Ultisol memiliki karakteristik yaitu ditemukanya oxida Fe yang bercampur kuarsit, gravel atau pasir dan membentuk nodul-nodul Fe yang keras. Nodul-nodul Fe ini berukuran gravel dan ditemukan di dalam horizon transisi (BC atau B3) dan memiliki ukuran 0,5-3 cm atau yang lebih dikenal dengan istilah krokos (Armanto, 2002).
Konkresi atau lebih dikenal dengan krokos menunjukkan bahwa tanah mengalami siklus pembasahan (reduksi) dan pengeringan (oksidasi) bergantian. Pada saat basah, besi (Fe) dan mangan (Mn) terlarut, kemudian pada kondisi kering mengalami pengendapan menjadi oksida. Di daerah tropika basah dengan drainase baik, konkresi ini umumnya berwarna merah, menunjukkan kandungan Fe yang tinggi (Darmawijaya, 1997).
Di lapangan, masalah konkresi lebih mirip dengan masalah batuan atau tanah dengan kandungan pasir kasar yang tinggi. Zhongjie et al. (2008) menyatakan bahan kasar yang terdapat dalam tanah menyebabkan peningkatan porositas kapiler dan juga meningkatkan kapasitas menahan air efektif, tetapi berpengaruh sangat kecil untuk kapasitas menahan air untuk keadaan yang jenuh serta adanya bahan kasar pada tanah menyebabkan peningkatan gerakan air tanah atau perkolasi air dalam tanah. sehingga konkresi akan mengurangi volume yang seharusnya ditempati oleh tanah, mengurangi daya menahan air dan hara, sehingga menyebabkan tanah menjadi mudah kering. Karena bahannya kasar dan
3
seperti batu, maka rongga yang terbentuk di tanah menjadi banyak, dan drainase tanah menjadi baik.
Konkresi merupakan produk reduksi-oksidasi yang bergantian, maka adanya konkresi menunjukkan bahwa pada saat-saat tertentu tanah menjadi jenuh. Seberapa pengaruhnya terhadap tanaman, tidak begitu jelas, karena tergantung tanamannya. Hasil penelitian Martre et al. (2002) pengaruh tanah berbatu dan penyebaran ukuran partikel tanah terhadap pertumbuhan tunas dan akar, ukuran jaringan akar, kedalaman akar, dan hubungan air pada tanaman CAM sukulen Agave deserti dan C4 Pleuraphis rigida setelah keterjadian hujan selam musim panas dan dingin/semi periode hujan di padang gurun Sonoran barat laut menunjukan pertumbuhan tunas dan akar Agave deserti dan Pleuraphis rigida menurun seiring dengan peningkatan kandungan bahan kasar tanah. Adanya kandungan bahan kasar tanah menyebabkan pengurangan kapasitas ketersediaan air dan juga mengurangi ruang untuk penetrasi akar dalam tanah. Tanaman dengan kebutuhan drainase yang cepat, mungkin akan tumbuh lebih baik pada tanah ini jika hara dan air tercukupi (Afandi, 2010).
Menurut Hardjowigeno (2003), permukaan tanah yang mengandung batu-batuan fragmentasi atau krokos dapat memperkecil runoff, meningkatkan laju infiltrasi rata-rata secara stabil, meningkatkan air perkolasi serta dapat dapat mengurangi erosi dengan cara menekan tingkat run off yang terjadi. Adanya kandungan fragmentasi batu-batuan pada permukaan tanah juga berpengaruh terhadap reduksi kerusakan tanah tanah secara langsung oleh pukulan air hujan. Hasil penelitian Jomaa et al. (2012) di laboratorium menunjukkan kehadiran bahan kasar yang
4
tinggi pada permukaan tanah dapat mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan laju infiltrasi tanah melalui pengurangan daya pukul air oleh bahan kasar dibandingkan dengan permukaan tanah yang terbuka tanpa mengandung bahan kasar.
Namun selama ini kandungan bahan kasar dalam tanah belum mendapat perhatian khusus dan belum diperhitungkan pengaruhnya terhadap penentuan sifat fisika kimia maupun biologi tanah. Bahan kasar tanah hanya sampai menjadi salah faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan. Adanya persentase bahan kasar dalam tanah akan berpengaruh terhadap penamaan kelas tekstur tanah, rekomendasi pemupukan maupun dalam irigasi dalam sistem budidaya tanaman.
Tanah pertanian pada umumnya memiliki berat volume tanah atau kerapatan isi antara 1,1-1,6 g cm-3 (Puja, 2008). Misalkan suatu tanah memiliki kerapatan isi 1,2 x 103 kg m-3 dengan kedalaman olah tanah 20 cm dalam satu hektar akan memiliki berat sebesar 2. 400.000 Kg atau biasa dibulatkan menjadi 2. 000.000 Kg. Sedangkan jika diketahui pada lahan tersebut mengandung bahan kasar sebesar 50% maka berat total tanah yang sebenarnya menjadi setengah dari berat awal karena 50% kandunganya berupa bahan kasar. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap penentuan analisis tanah seperti analisis kimia tanah karena pada umumnya analisis kimia seperti penentuan %bahan organik menggunakan contoh tanah yang lolos ayakan 2 mm dan tidak memperhitungkan adanya pengaruh dari bahan kasar. Apabila diperoleh hasil hasil analisis kandungan bahan organik adalah sebesar 1% maka total bahan organik pada lahan satu hektar adalah kandungan bahan organik hasil analisis dikalikan dengan berat
5
tanah sehingga diperoleh 20. 000 kg. Namun jika %bahan kasar tanah diperhitungkan total kandungan bahan organik dalam tanah akan menjadi setengah. Oleh sebab itu dengan diketahuinya pengaruh bahan kasar ini terhadap sifat-sifat tanah akan memberikan perubahan dalam menentukan rekomendasi keputusan dalam kegiatan budidaya tanaman seperti pemupukan maupun irigasi.
1.2 Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran persentase kandungan bahan kasar tanah dan hubunganya dengan sifat fisik tanah (tekstur, kerapatan isi, susunan pori, dan daya menahan air) pada lahan pertanaman nanas di wilayah Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
1.3 Kerangka pemikiran
Tanah menjadi bagian penting dalam bidang pertanian khususnya dalam proses budidaya tanaman. Pentingnya tanah dalam kegiatan budidaya tidak lepas dari fungsi tanah itu sebagai media tumbuh tanaman, penopang tumbuhnya akar dan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman (Arsyad, 2010). Dalam memenuhi ketiga fungsi tersebut tanah akan dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah seperti sifat fisik, kimia maupun dari biologi tanah. Sifat-sifat fisik tanah meliputi kadar air, kerapatan isi, struktur, tekstur, infiltrasi, kemantapan agregat, kekuatan tanah, konsistensi tanah, dan porositas juga memiliki peranan yang penting dalam hal proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang lebih baik.
6
Tanah Ultisol dicirikan dengan variasi tekstur mulai dari pasir hingga liat. Adanya keragaman tekstur yang cukup besar akan sangat mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun sifat mineraloginya. Tanah bertekstur kasar memilki kemampuan meretensi air dan hara yang rendah sehingga tanah akan rawan kekeringan pada musim kemarau dan rentan terhadap pencucian hara atau basabasa dapat ditukar secara intensif pada musim hujan (Suharta, 2010).
Untuk kerapatan isi pada jenis tanah Ultisol akan meningkat dari horizon atas ke horizon di bawahnya karena adanya proses illuviasi (akumulasi) liat. Selain itu, peningkatan nilai kerapatan isi pada tanah juga dipengaruhi oleh teknologi pengelolaan lahan yang diterapkan. Contohnya adalah penggunaan alat berat pada pengelolaan lahan akan mempengaruhi peningkatan nilai kerapatan isi tanah sebagai akibat adanya proses pemadatan tanah (Suharta, 2010).
Pada tanah Ultisol terdapat fragmentasi batuan-batuan didefinisikan sebagai partikel yang berdiameter kurang lebih atau sama dari 2 mm serta bahan kasar lainya (Suharta, 2010). Salah satu fragmentasi batuan yang dapat ditemui pada tanah Ultisol adalah krokos atau konkresi. Krokos tanah merupakan pecahan batuan yang tidak terikat berukuran diameter 2mm atau dan lebih tahan pecah. Krokos ada yang berwarna merah dan ada yang berwarna hitam. Warna merah menandakan pada krokos banyak mengandung besi (Fe) sedangkan warna hitam menunjukan banyaknya kandungan mangan (Mn). Terbentuknya krokos sebagai hasil dari proses reduksi dan oksidasi dalam tanah (Darmawijaya, 1997).
7
Fragmentasi batuan yang tertanam ditanah mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik tanah. Penelitian Beibei et al. (2009) menyatakan adanya kandungan bahan kasar tanah (rock fragments) akan berpengaruh terhadap infiltrasi tanah. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya kandungan bahan kasar sampai pada persentase kandungan bahan kasar tertentu dalam tanah dapat menghambat laju infiltrasi, namun kembali meningkat.
Adanya kandungan bahan kasar juga berpengaruh terhadap evaporasi tanah. Wesemael et al (1996) menyatakan tingkat evaporasi tanah yang memiliki kandungan bahan kasar tanah lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bebas dari kandungan bahan kasar tanah ketika keadaan permukaan tanah basah. Adanya kandungan bahan kasar maupun krokos juga akan berpengaruh terhadap sifat fisik lainya seperti kadar air, kerapatan isi, struktur, tekstur, kemantapan agregat, kekuatan tanah, konsistensi tanah, dan porositas.
Pengaruh lain dengan adanya bahan kasar tanah ini adalah dalam penentuan kelas tekstur tanah. Kelas tekstur tanah ditentukan dengan menghitung perbandingan antara persentase pasir, debu dan pasir menggunakan metode hidrometer dilaboratorium. Setelah diketahui masing-masing persentasenya kemudian ditentukan kelas teksturnya dengan menggunakan segitiga tekstur. Adanya kandungan bahan kasar akan memberikan sedikit tambahan pada nama kelas tekstur yaitu dibelakang kelas tekstur nya. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004) jika bahan kasar 15-35% dari volume, maka istilah/nama dari jenis fragmen batuan dominan menjadi penyebut dari modifier kelas tekstur. Contoh lempung berkerikil, liat berdebu berkerakal.
8
1.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan bahwa adanya sebaran persentase kandungan bahan kasar yang berbeda-beda akan memiliki sifat-sifat fisik tanah yang berbeda seperti tekstur, kerapatan isi, susunan pori, dan daya menahan air tanah pada lahan pertanaman nanas di wilayah Terbanggi Besar, Lampung Tengah.