1 I PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada
masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).
Litter broiler ditangani oleh peternak dengan
dimasukkan ke dalam karung dan dibiarkan sampai akan dimanfaatkan menjadi pupuk.
Penanganan litter broiler yang kurang tepat dapat menimbulkan
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen dan organisme vektor penyakit seperti lalat.
Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui
pengolahan lebih baik. Cara pengolahan litter broiler dapat dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai penghasil biogas, pembuatan briket, serta pupuk organik padat dan cair melalui proses fermentasi.
Litter broiler mengandung bahan organik yang
digunakan sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme pengurai. Selama ini litter broiler digunakan oleh petani tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu, padahal bahan organik yang terkandung dalam litter broiler belum sepenuhnya terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. Bahan organik yang tinggi dalam litter broiler tercermin dengan masih tingginya kandungan karbon dan nitrogen. Kandungan bahan organik tersebut dapat digunakan sebagai media yang baik oleh mikroba pengurai sebagai nutrisinya.
Bahan organik yang terkandung dalam litter broiler dapat
dimanfaatkan oleh mikroorganisme pengurai sebagai sumber nutrisi untuk menguraikan bahan organik dan menghasilkan protein sel tunggal dari mikroorganisme yang mati. Protein sel tunggal yang berasal dari mikroorganisme
2 yang mati dapat dimanfaatkan menjadi bahan pembuatan pupuk organik cair. Pemanfaatan mikroorganisme pengurai sebagai bahan baku pupuk organik bisa didukung penggunaan litter broiler sebagai substrat mikroorganisme pengurai. Kebutuhan hidup mikroorganisme pengurai untuk menjalankan fermentasi harus dipenuhi agar proses dekomposisi berjalan dengan baik. Persyaratan fermentasi yaitu keseimbangan komposisi nutrisi dalam substrat (nisbah C/N), kadar air dan ketersediaan oksigen. Nisbah C/N yang digunakan harus memenuhi persyaratan agar mikroorganisme pengurai dapat berkembangbiak secara maksimal. Nisbah C/N yang terkandung dalam litter broiler masih dibawah persyaratan untuk dijadikan substrat mikroorganisme pengurai, sehingga perlu ditambahkan bahan lain sebagai sumber karbon untuk mendapatkan nisbah C/N yang ideal untuk perkembangbiakkan mikroba. Salah satu bahan yang dapat ditambahkan adalah jerami padi. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang sangat melimpah dan memiliki sumber karbon yang dapat digunakan sebagai sumber energi pada fermentasi. Sejalan dengan berlangsungnya proses perombakan bahan organik menjadi senyawa sederhana, selama proses dekomposisi akan terjadi penurunan nisbah C/N dan penyusutan substrat. Selama ini belum ada penelitian mengenai seberapa besar penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi yang terjadi. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian mengenai “Pengaruh
Nisbah C/N
Campuran Litter Broiler dan Jerami Padi terhadap Penurunan C/N dan Penyusutan Hasil Dekomposisi.”
3 1.2
Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh nisbah C/N campuran litter broiler dan jerami padi terhadap penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi awal. 2. Pada nisbah C/N campuran litter broiler dan jerami padi berapa yang menghasilkan penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi awal yang terbaik.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui bagaimana pengaruh nisbah C/N campuran litter broiler dan jerami padi terhadap penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi awal. 2. Mengetahui berapa nisbah C/N campuran litter broiler dan jerami padi yang menghasilkan penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi awal terbaik.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pengaruh campuran litter broiler dan jerami padi terhadap penurunan C/N dan penyusutan limbah hasil dekomposisi. Selain itu, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengembangan sumber daya limbah menjadi pupuk organik yang berkualitas sekaligus sebagai upaya menangani resiko pencemaran lingkungan.
4 1.5
Kerangka Pemikiran Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain–lain. Limbah peternakan ayam broiler (litter broiler) sebagian besar adalah bekas litter kandang yang digunakan pada masa pemeliharaan berupa bahan alas yang telah tercampur dengan feses dan urine broiler. Limbah ternak masih mengandung nutrisi untuk dimanfaatkan seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba dan zat-zat lain, oleh karena itu dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Sihombing, 2000). Litter broiler sebagian besar mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai bahan uraian oleh mikroorganisme, sehingga untuk memaksimalkan nilai gunanya perlu ada pengolahan dengan merombak limbah bahan organik tersebut. Dekomposisi pengomposan.
bahan organik
merupakan
mekanisme awal
pada
proses
Prinsip dasar dalam proses pengomposan adalah terjadinya
penguraian bahan organik oleh sejumlah besar mikroorganisme pengurai, dalam lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Supadma dan Arthagama, 2008). Perkembangbiakan mikroorganisme pengurai untuk dapat melakukan degradasi bahan organik dilakukan melalui fermentasi.
Kebutuhan hidup
mikroorganisme pengurai dalam menjalankan fermentasi harus dipenuhi agar proses dekomposisi berjalan dengan baik. Dekomposisi bahan organik tergantung pada upaya mempertahankan faktor-faktor lingkungan yang penting untuk aktivitas mikroba.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah aerasi,
kelembaban, suhu dan nisbah C/N (Prihandijanti, 2006).
5 Mikroorganisme memerlukan oksigen untuk menguraikan limbah organik secara efisien. Mikroorganisme menggunakan oksigen dan mengoksidasi karbon untuk energi sehingga memproduksi karbon dioksida. Ketersediaan oksigen yang tidak mencukupi menyebabkan proses akan menjadi anaerobik dan menghasilkan bau yang tidak diinginkan, termasuk bau busuk-telur dari gas hidrogen sulfida (Prihandijanti, 2006). aktivitas mikroba.
Kelembaban sangat penting untuk mempertahankan Kadar air yang umumnya dianggap optimum untuk
pengomposan adalah 50 sampai 60 %. Aktivitas mikroba akan menurun dan mikroorganisme akan menjaditidak aktif jika kadar air turun di bawah tingkat kritis (<30 %) dan kadar air yang terlalu tinggi (> 65 %) dapat menyebabkan penipisan oksigen dan hilangnya nutrisi yang terlarut dalam air (Ryckeboer, 2003). Kompos harus dipelihara pada kondisi suhuminimal 40° C selama lima hari dan suhu melebihi 55° C selama minimal empat jam pada periode ini (Prihandrijanti,2006).
Suatu proses fermentasi yang terkendali, suhu akan
meningkat secara bertahap mulai dari suhu mesofilik atau suhu awal yaitu < 400 C kemudian meningkat sampai suhu thermofilik (40 – 700 C ) dan kemudian turun kembali menjadi < 400 C.
Peningkatan suhu tersebut menyebabkan proses
fermentasi mampu membunuh bakteri yang bersifat thermofilik dan patogen seperti bakteri kelompok koliform yaitu Salmonella, Shigellae, dan Escherichia coli. (Rusdi dan Kurnani, 1994). Nisbah C/N yang terkandung dalam substrat akan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber kebutuhan hidup, jika kandungan nutrisi substrat seimbang dengan jumlah mikroorganisme maka proses degaradasi berjalan baik dan memberikan hasil yang berkualitas (Hidayati dkk, 2010).
Perbandingan
6 nisbah C/N dalam bahan campuran pembuatan kompos yang baik, berkisar antara 25/1 sampai 35/1 (Supadma dan Arthagama, 2008). Hasil analisis kelompok limbah 2009 yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (2013) menunjukkan bahwa kandungan nisbah C/N bekas litter broiler (Campuran feses broiler dan sekam) mempunyai nisbah C/N sebesar 14,80. Jerami padi mengandung C organik 33,82 % dan N total 0,76 %, yang berarti memiliki nisbah C/N sebesar 44,50 dan kadar air sebesar 12,03 %. Komposisi campuran litter broiler dan jerami padi dengan nisbah C/N yang ditentukan didapat dengan dilakukan perhitungan. Dekomposisi awal pada proses pengomposan akan merubah kandungan unsur hara dalam substrat yang tercermin dari penurunan C/N bahan komposan. Oleh karena itu, penurunan C/N yang terjadi harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Nisbah C/N yang direkomendasikan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk persyaratan kompos adalah 10 – 20 (SNI, 2004). Perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme pada saat pengomposan, yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak, serta bahan lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi berkurang pada saat dekomposisi telah selesai.
Hasil penelitian
Yulipriyanto (2005), pengomposan limbah feses ayam pada minggu ke-2 pengomposan menunjukkan penyusutan sebesar 16 % pada bahan komposan. Perbedaan perlakuan nisbah C/N memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyusutan bahan komposan, hal ini disebabkan proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar unsur C dan N yang tersedia dalam bahan komposan (Yurmiati dan Hidayati,2008).
7 Selama ini belum ada penelitian mengenai seberapa besar penurunan nisbah C/N dan penyusutan hasil dekomposisi campuran litter broiler dan jerami padi. Menurunnya nilai nisbah C/N pada perlakuan formulasi sampah organik dan limbah ternak yang seimbang, ternyata dapat mempercepat terjadinya proses dekomposisi, ini dapat dilihat dari menurunnya nilai C-organik, sehingga menyebabkan nilai nisbah C/N semakin rendah (Supadma dan Arthagama, 2008). Limbah kotoran ayam yang dikomposkan selama 2 minggu pada lingkungan artifisial mengalami penurunan nisbah C/N sebesar 4,06 (Yulipriyanto, 2005). Hal ini menunjukan adanya degradasi yang dilakukan oleh mikroorganime pengurai, semakin banyak mikroorganisme yang bekerja semakin tinggi penurunannya.
Penguraian bahan organik lebih efektif apabila nisbah C/N
substrat sesuai dengan syarat kebutuhan hidup mikroorganisme.
Kebutuhan
nisbah C/N untuk kehidupan mikroorganisme adalah 30 atau dengan kata lain mikroorganisme membutuhkan 30 bagian C untuk setiap bagian N (Priambodo, 2011). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat ditarik hipotesis bahwa pada nisbah C/N 30 campuran litter broiler dan jerami padi menghasilkan penurunan C/N dan penyusutan hasil dekomposisi awal terbaik.
1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2014. Dekomposisi
limbah campuran litter broiler dan jerami padi dilakukan selama 14 hari di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengolahan Limbah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.Penurunan C/N dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.