I PENDAHULUAN Kompleks kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki dinamika sejarah yang panjang sebagai institusi pendidikan tinggi tertua di Indonesia. Perjalanan sejarahnya dimulai tatkala Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH te Bandoeng)1 diresmikan pada tanggal 3 Juli 1920, yang kemudian diubah namanya menjadi Institute Of Tropical Sciences-Bandoeng Kogyo Daigaku dalam rentang 1944-1945. Kemudian di awal kemerdekaan, Bandoeng Kogyo Daigaku berubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung2 di tahun 1945, dan pada saat The Neteherlands Indies Civil Administration (NICA) ingin kembali menduduki Indonesia, pada tahun 1946 kampus TH te Bandoeng menjadi Facultiet van Technische Wetenschap, Universiteit van Indonesie3, yang berlangsung hingga tahun 1959. Akhirnya, sejak tahun 1959, lahirlah ITB, yang masih berdiri kokoh hingga kini.
Pada tulisan ini, akan dibahas mengenai sejarah hingga berdiri diresmikannya TH te Bandoeng. Cakupan yang coba digali terkait itu, ialah penelusuran kembali kondisi Hindia-Belanda pada masa yang lebih lampau sejak pertengahan abad XIX dan sedikit perkembangan situasi sosial politik Belanda jelang abad XX. Kondisi tersebut ditengarai saling terkait dan pada titik tertentu menjadi cikal bakal didirikannya pendidikan tinggi teknik di Indonesia, dalam hal ini TH te Bandoeng.
Pembahasan tidak difokuskan kepada suatu alur pokok permasalahan tertentu, namun lebih bersifat general dalam format naratif-deskriptif dengan menyertakan beberapa tokoh yang dapat dianggap berjasa besar bagi pendirian TH. Dengan kata lain, tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai suatu pengantar umum terkait 1
Untuk selanjutnya dalam makalah ini disebut TH te Bandoeng Pada November 1945, semua dosen dan pegawai terpaksa mengungsi ke Yogyakarta. STT Bandung kemudian dipindahkan ke sana, dengan sebutan STT Bandung di Yogya. 3 Sejak tahun 1950 fakultas tersebut berganti nama menjadi Fakultet Teknik (1950), Fakultet Pengetahuan Teknik (1951), Fakultet Teknik (1953), dan akhirnya Fakultas Teknik Bandung (1956) 2
1
sejarah berdirinya TH te Bandoeng. Adapun pendetailan, pemfokusan lebih dalam pada sudut pandang berbagai bidang, dan penulisan sejarah yang lebih komprehensif, akurat, dan integratif diharapkan dapat dilakukan pada kesempatan selanjutnya.
Untuk benar-benar menggali secara komprehensif tentang sejarah berdirinya TH te Bandoeng, diperlukan suatu pengkajian yang mendalam dan banyak membutuhkan sumber-sumber dari Belanda dan literatur yang berbahasa Belanda. Adapun dalam tulisan ini, belumlah mengambil referensi dari sumber berbahasa Belanda. Sekitar 750 lembar data-data otentik berbahasa Belanda yang berupa arsip semisal surat menyurat, surat pengangkatan, anggaran biaya, dan tulisantulisan yang terkait dengan TH te Bandoeng, masih belumlah diterjemahkan. Padahal, dokumen-dokumen tersebut dipandang sebagai dokumen kunci untuk mengetahui lebih dalam proses yang terjadi selama masa pendirian TH te Bandoeng.
Dengan demikian, tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna dan membutuhkan banyak sekali perbaikan serta kritik-saran untuk dapat lebih memperkaya dan meluruskan hal-hal yang keliru. Namun paling tidak, makalah singkat ini dapat dijadikan awalan untuk pembuatan yang lebih baik di masa mendatang.
2
II KONDISI UMUM HINDIA BELANDA SEBELUM TAHUN 1917
2.1. Sekilas Pendidikan Zaman VOC
Jika di negeri Belanda pada abad XVII dan XVIII pendidikan dan pengajaran dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keagamaan, di Hindia Belanda tidak demikian. Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) tidak menghendaki lembaga-lembaga keagamaan memiliki wewenang besar, meski demikian, penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran masih dilakukan oleh kalangan agama, namun mereka adalah sekaligus pegawai-pegawai yang bekerja untuk VOC.4 Tujuan dilaksanakannya pendidikan+ dan pengajaran waktu itu ialah untuk memberikan pengetahuan umum dan hal-hal khusus tentang Indonesia, yang diperuntukkan bagi kalangan Belanda. Adapun untuk kalangan bumiputera, diberikan pendidikan sekadarnya untuk tujuan tenaga-tenaga pembantu yang amat murah.
Sekolah yang pertama kali didirikan ialah pada tahun 1617 di Batavia, dan hingga tahun 1799 jumlah murid yang ada (di luar kepulauan Maluku) berjumlah 1657 murid yang tersebar pada tujuh daerah jajahan yaitu Batavia, Pantai utara Pulau Jawa, Makasar, Timor, Pantai Barat Sumatera, Cirebon, dan Banten.
Sekolah yang ada pada saat itu adalah pendidikan dasar seperti Batavische School (1622) dan Burgerschool (1630) yang bertujuan mendidik budi pekerti. Selain itu, sempat pula didirikan Sekolah Latin yang mengajarkan bahasa latin dengan sistem persekolahan dengan cara in-de-kost (numpang tinggal) di rumah seorang pendeta. 4
Sumarso Moestoko, dkk. Pendidikan di Indonesia dari Jaman Ke Jaman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdikbud, Jakarta, 1979 : 41
3
Sekolah latin hanya bertahan hingga pada tahun 1656. Sekolah lain yang didirikan ialah Seminarium Theologium untuk mendidik calon-calon pendeta, yang hanya bertahan hanya sepuluh tahun sejak didirikan pada tahun 1745 atas prakarsa Gubernur Jenderal Van Imhoff. Ia pula yang memprakarsai berdirinya Academie der Marine (Akademi Pelayaran) yang juga pada akhirnya ditutup pada tahun 1755. Ada pula Sekolah Cina yang diperuntukkan bagi kalangan keturunan Cina yang
bertahan
selama
7
tahun
sejak
1737
disebabkan
terjadinya
deChineezenmoord (pembantaian Cina) di Tahun 1740.
Dapatlah dilihat bahwa pendidikan di zaman VOC berkuasa, masihlah amat sedikit, cenderung hanya bersifat pendidikan dasar, belum diatur dengan manajemen yang baik, dan lebih diperuntukkan bagi orang-orang Belanda. Maka jangankan berbicara mengenai keberadaan pendidikan tinggi, corak pendidikan yang lebih mendasar pun dapat dikatakan sama- sekali relatif belum tersentuh.
2.2. Perkembangan Kondisi Politik 9 Pada tahun 1799, VOC mengalami kebangkrutan. Hindia-Belanda kemudian diambil alih oleh pemerintah Belanda. Pada saat yang sama, di Eropa sedang gencar-gencarnya
semangat Aufklarung mempengaruhi masyarakat, yang
sebetulnya sudah dimulai sejak abad XVII. Semangat aufklarung sangat percaya kepada kekuatan nalar dan akal sehat, dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Penjunjungan itu terkait dengan hak-hak asasi manusia yang tidak boleh dimargninalisasi.
Efek semangat Aufklarung secara fundamental mengubah pola pandang tentang penyelenggaraan pendidikan yang sebelumnya diselenggarakan oleh lembagalembaga keagamaan, yang kemudian berubah menjadi negara. Dalam hal ini, mulai terjadi pemisahan yang signifikan antara peran agama dan negara. Negara berkewajiban untuk bertanggung jawab atas pendidikan rakyat, yang pada gilirannya dimanifestasikan dalam bentuk pendirian sekolah-sekolah negeri.
4
Jan Willem Daendels, adalah tokoh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda (18071811) yang merealisasikan paham aufklarung ke Hindia Belanda. Namun demikian, karena ia ditugaskan untuk mempertahankan daerah jajahan dari kemungkinan serangan Inggris, maka ia tidak terlalu fokus untuk mengurusi pendidikan.. Memang benar, bahwa ia sempat pula mendirikan sekolah di Meester Cornelis (Jatinegara)5, Batavia, dan di Semarang, tetapi sekolah tersebut adalah sekolah artileri
dan
sekolah
pelayaran.
Sekalipun
demikian,
Daendels
memerintahkan kepada Bupati di Timur Laut Jawa untuk mengajarkan pendidikan dasar untuk penduduk bumiputera. Tugasnya yang lain yang dititahkan oleh Raja Lodewijk Napoleon ialah meringankan nasib budak-budak serta orang bumiputera dan melenyapkan perbudakan. Akan tetapi, usahanya nampaknya tidaklah berhasil, justru menambah penderitaan rakyat lantaran diterapkannya sistem kerja rodi.6
Setelah Belanda mengambil alih kekuasaan kembali dari tangan Inggris di tahun O 1816, barulah pendidikan mulai mendapatkan perhatian. Akan tetapi, pendidikan
dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk bumiputera baru mulai didirikan dan berkembang pada tahun 1848 atas keputusan Raja Belanda setelah didiskusikan berlarut-larut. Secara umum, sekolah dasar tersebut lebih diperuntukkan untuk mendidik calon-calon pegawai negeri untuk dipekerjakan membantu pemerintah.
Aufklarung, semakin berkembang hingga memunculkan suatu paham liberalisme yang salah satunya memiliki pandangan bahwa hak-hak azasi pada setiap manusia harus diterapkan, yang menyangkut kebebasan beragama, berserikat berkumpul, mengeluarkan pendapat, hingga menyangkut hak memperoleh pendidikan. Liberalisme di negeri Belanda semakin memasuki ranah politik praktis dengan terbentuknya sebuah partai liberal. Ketika partai ini berhasil memegang tampuk kekuasaaan, beberapa ide pokok liberalisme berhasil diwujudkan. Kepemimpinan 5 Meester Cornelis dulunya adalah kota sendiri, berbeda dengan kota Weltevreden. Keduanya digabungkan jadi satu setelah memasuki abad XX 6 Djumhur, etal. Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung, Cetakan Ke-11. Hal.119
5
perdana menteri Thorbecke yang terpilih hingga tiga kali (1849-1853, 1862-1866, 1871-1872) sedikit banyak telah mempengaruhi kebijakan yang diterapkan di wilayah jajahan Hindia-Belanda.
Pada tahun 1855, terdapat instruksi kepada Gubernur Jenderal yang diminta untuk mengambil tindakan agar sedapat mungkin dapat memperbaiki dan memperluas pendidikan bagi kalangan Eropa dan bumiputera, juga untuk meningkatkan hal ihwal kesenian dan ilmu pengetahuan.
Terhitung sejak pertengahan abad XIX itulah, pendidikan di Hindia-Belanda semakin marak. Kendati begitu, pendidikan yang dilaksanakan sampai dengan jelang memasuki abad XX masih distratifikasi berdasarkan kelas pembagian penduduk. Menurut hukum pada tahun 1848, pembagian golongan yang berlaku di Hindia Belanda meliputi golongan Eropa, golongan yang dipersamakan dengan Eropa, golongan Bumiputera, dan golongan yang dipersamakan dengan bumiputera. Adapun untuk kalangan bumiputera sendiri, masih dibagi lagi O golongan pemimpin agama (ulama), dan menjadi golongan bangsawan (priyayi),
golongan rakyat biasa.
Secara ekonomi, pada dasawarsa awal abad XIX, Belanda membutuhkan banyak dana untuk memulihkan kondisi ekonomi negara tersebut akibat peperangan di Eropa yang juga melibatkan Belanda. Untuk memenuhi tujuan tersebut, Gubernur Jenderal Van Den Bosch (1829-1834) menciptakan cultuurstelsel, suatu sistem kultivasi yang mewajibkan rakyat menanam seperlima dari lahannya dengan tumbuhan yang dikehendaki pihak Belanda agar laku dijual di pasaran Eropa. Menurut van den Bosch, salah satu elemen yang harus dipenuhi untuk dapat menunaikan tugas tersebut adalah tersedianya buruh dan pegawai rendahan. Sehingga adanya lembaga pendidikan untuk menghasilkan tenaga rendahan tersebut mutlak dibuka. Tetapi, rencana van den Bosch ini baru dijalankan pada tahun 1848, dimana dirinya diberikan wewenang untuk mengatur f 25.000 dari kas Negara untuk mendirikan sekolah-sekolah bagi penduduk Pulau Jawa, untuk
6
menghasilkan pegawai rendahan. Pada kenyataannya, implementasi keputusan pada tahun 1848 itu, mengalami beberapa masalah7: 1. Sulitnya penggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, sehingga digantikan dengan bahasa Melayu. 2. Kurangnya tenaga guru. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mendirikan kweekschool (sekolah guru), pada tahun 1852.
Diberlakukannya sistem cuulturstelsel, merupakan sebuah kejanggalan dari semangat liberalisme yang didengungkan di negeri Belanda. Terdapat semacam kontradikasi antara paham yang dianut dan diterapkan di Belanda dengan penerapan di Hindia Belanda. Salah satu contoh efek yang ekstrim ialah peristiwa meninggalnya puluhan ribu warga di sekitar pesisir utara Jawa Tengah akibat kelaparan ketika masa cuulturstelsel diberlakukan. Padahal, ketika itu De Groote Postweg8 yang dibangun pada masa Daendels tidak jauh melewati daerah tersebut.
O
Gambar 1. De Groote Postweg. 1900
Sistem cuultuurstelsel dengan cepat membawa keuntungan bagi negeri Belanda, dan di tahun 1840, revolusi industri dimulai disana dibawah aturan Raja Willem II. Dua tahun kemudian, berdiri Delft Academy dengan tujuan satu-satunya mendidik mereka yang akan difungsikan untuk kepentingan koloni, tentunya 7
Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan, cetakan-11 h. 117 De Groote postweg alias Jalan Raya Pos, adalah jalan raya yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Daendels, membentang dari Anyer di Banten hingga panarukan di Jawa Timur. Jalan ini dimaksudakan sebagai upaya memudahkan koordinasi dan mobilitas pasukan guna mempersiapkan diri menghadapi serangan Inggris. 8
7
lantaran motif finansial. Sejak itulah, Belanda mengalami suatu perkembangan yang luar biasa. Paham kapitalisme laissez-faire yang menghendaki kebebasan usaha di sektor swasta tanpa campur tangan yang signifikan dari pihak pemerintah, pada gilirannya adalah kalangan yang sangat mendukung liberalisme, khususnya dalam ranah ekonomi. Dan di akhir abad XIX jelang diutarakannya politik etis, sistem ekonomi liberal sudah tampak jelas dipraktekkan.
2.3. Etische Politiek
Pada tahun 1860, Eduard Douwes Dekker, dengan menggunakan nama pena Multatuli, menjadi perbincangan hangat di kalanan terdidik Belanda. Buku fiksinya, Max Hevelaar (1859) yang menceritakan beberapa hal: korupsi pegawai kolonial yang sangat akut, sikap tidak berperikemanusiaan dan tanpa penyesalan dari para pegawai kolonial, kesengsaraan yang melanda bangsa Hindia-Belanda, dan bentuk-bentuk kemunafikan yang mengerikan. Dengan cepat, karyanya itu O mendapat simpati yang luas, mengubah pola tindak dalam kebijakan menjajah
Hindia-Belanda, dan semakin memperkuat kalangan liberal, yang pada akhirnya ide-ide yang bersifat filantropis dan liberal benar-benar semakin mendesak kalanan konservatif di Belanda.
Di akhir abad XIX, kalangan liberal di negeri Belanda semakin menguat kedudukannya di pemerintahan. Pada saat itu pula, terdapat aliran pemikiran yang berpendapat bahwa kalangan bumiputera berhak mendapatkan keuntungan yang setimpal lantaran kekayaan alamnya telah menjadikan Belanda bangsa yang besar dan maju. Mereka juga berpendapat bahwa kalangan bumiputera mesti mendapatkan pengetahuan tentang kebudayan dan ilmu pengetahuan, seperti halnya Barat yang telah lebih maju.
Dalam catatan perjalanannya di Hindia Belanda pada tahun 1885-1890, G. P. Rouffaer menyebut nama K.F. Holle, seorang pengusaha perkebunan yang meninggal di Buitenzorg (Bogor) 1896, sebagai panganut haluan etis yang
8
disegani dan ’kawan akrab orang Sunda’. Brooshooft, seorang wartawan terkemuka, menulis: ’Tanah Hindia sedang menderita penyakit kurang darah. Darah penderita sudah bertahun-tahun dihisap sehingga dikhawatirkan akan mati karena anemi yang berkelanjutan’9
Sebagai redaktur utama surat kabar de Locomotief, ia menyampaikan surat seruan kepada 12 orang Belanda terkemuka. Seruan dalam bentuk surat terbuka tanggal 7 Maret 1888 memuat 1225 buah tanda tangan dan disertai catatan tentang keadaan di tanah Hindia Belanda yang disusun oleh Brooshooft sendiri. Meskipun tidak memperoleh tanggapan dari pihak pemerintah, tetapi pemikirannya yang etis merupakan sumbangan penting bagi pergerakan politik etis di Hindia Belanda.
Conrad Theodore van Deventer, ialah tokoh yang sering disebut-sebut penggagas paham Etische Politiek (Politik Etis). Van Deventer menelurkan gagasannya dalam sebuah majalah de Gids yang berjudul Eereschuld (Hutang kehormatan) di tahun 1899, yang disana ia menyatakan bahwa dari hasil panen yang diperoleh O dari Cuultuurstelsel, telah membawa keuntungan berjuta-juta gulden bagi Belanda. Lebih lanjut, van Deventer mencontohkan bahwa dalam rentang tahun 1867-1878 keuntungan yang diperoleh Belanda tidak kurang dari 187 juta gulden. Hal itu merupakan hutang Belanda terhadap Indonesia yang dipandang perlu untuk dikembalikan, meski dalam bentuk lain. Itulah yang kemudian disebutnya sebagai hutang kehormatan. Dikatakannya bahwa sebagai bangsa yang bermoral, sudah menjadi kewajiban bagi Belanda untuk mengembalikan hutang itu melalui cara memajukan kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan rakyat di tanah jajahan, bahkan, sekalipun Belanda tidak mendapatkan keuntungan apapun, sudah seharusnya mereka wajib bertanggungjawab atas daerah yang menjadi jajahannya.
9
H.Baudet dan I.J Brugmans, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta. 1987:15
9
(a) E.Douwes Dekker
(b) C.Th.Van Deventer
Gambar 2. Tokoh Etis
Kemudian, di negeri Belanda, kalangan yang berpaham Politik Etis menyuarakan aspirasinya dengan slogan yang pada pokoknya menekankan pemberian ganti rugi pada tiga aspek penting, yaitu Educatie (pendidikan), Irigatie (Irigasi), dan Emigratie (Imigrasi).
Pada tahun 1901, dalam pidatonya, Ratu Belanda mengumumkan secara resmi )
pelaksanaan politik Etis bagi Hindia-Belanda, yang pokoknya, mendasarkan kebijakan tersebut pada penerapan pendidikan dan pengetahuan barat sebanyakbanyaknya bagi penduduk bumiputera dengan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, dan pemberian pendidikan rendah bagi kalangan bumiputera yang disesuaikan dengan kondisi mereka.
Ketika salah seorang tokoh haluan etis, A.W.F. Idenburg diangkat sebagai menteri daerah jajahan tahun 1902, ia meminta kepada van Deventer untuk melakukan penelitian tentang keadaan ekonomi penduduk bumiputera di Jawa dan Madura. Hasil-hasil penelitian tersebut digunakan para penyerang pemerintah Hindia Belanda di negeri Belanda. Adapun nama-nama lain beraliran etis seperti Van Dedem, Van Kol, Kielstra, Abendanon, Snouck Hurgronje, Van Vollenhoeven, Augusta de Wit, dan Marie Kooy van Zeggelen berusaha pula mengetuk hati nurani orang Belanda yang sedang menjajah melalui caranya masaing-masing.
10
2.4. Kondisi Umum Pendidikan di Hindia Belanda Pasca Politik Etis
Diberlakukannya secara resmi Politik Etis, membawa angin segar bagi dunia pendidikan di Hindia Belanda. Arah umum pendidikan menjadi terpola menjadi dua jalur. Jalur pertama diharapkan dapat tercipta kebutuhan akan unsur elit (lapisan atas) dan juga tenaga terdidik yang bermutu tinggi. Jalur ini akan sangat diperlukan untuk tujuan pengambangan ekonomi dan insustri di Hindia Belanda. Sementara, jalur kedua ialah untuk menciptakan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Stratifikasi kelas tetap tidak berubah signifikan. Peraturan pemerintah kolonial tahun 1848 yang mengatur penggolongan kelas dalam masyarakat masih tetap berlaku hinga diubah menjadi tiga golongan di tahun 1920 (Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, Golongan Bumiputera). Bagaimanapun, pendidikan di Hindia belanda, dalam dua dasawarsa pertama di abad XX, menunjukkan perkembangan pesat yang luar bisa. Pada saat itulah, pemerintah berusaha menerapkan sistem umum yang dapat) mengakomodasi segala macam corak dan golongan yang ada di masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan yang dilakukan, masih bersifat sukuistik, tidak egaliter, dan dengan demikian masihlah amat jauh dari cita-cita pengusung liberalisme.
Untuk sekolah rendah dengan pengantar berbahasa Belanda, terdapat pembagian bagi kalangan Eropa (ELS –Europeesche Largereschool), kalangan keturunan Cina dan Timur Asing (HCS-Hollandsch Chineescheschool), dan kalangan bumiputera yang anaknya bangasawan, tokoh-tokoh terkemuka, dan pegawai negeri (HIS-Hollandsch Inlandscheschool). Sementara itu, untuk sekolah rendah dengan pengantar bahasa daerah diselenggarakan Inlandsche School (Sekolah Bumiputera), Tweede Klasse (kelas dua), Volkschool (Sekolah Desa) dan Vervolgschool (Sekolah Lanjutan). Karena lamanya belajar bervariasi, maka dibuat juga SchakelSchool (sekolah peralihan).
11
Untuk sekolah menengah, didirikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau sekolah dasar yang diperluas, yang diperuntukkan bagi kalangan bumiputera dan timur asing, dimana lulusannya dapat melanjutkan ke Algemeene Middelbareschool (AMS) alias Sekolah Menengah Umum. Sekolah lanjutan yang lain ialah Hogere Burgerschool (HBS) atau Sekolah Tinggi Warga Negara yang disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan dari kalangan bumiputera, dan tokoh-tokoh terkemuka.
Pendidikan sekolah lanjutan juga mencakup didirikannya sekolah-sekolah kejuruan, yaitu Ambachts Leergang (sekolah pertukangan) yang berbahasa daerah, Ambachts School (sekolah pertukangan) yang berbahasa pengantar Belanda. Ada juga Technisch Onderwijs (sekolah teknik) yang mula-mula didirikan di Batavia tahun 1906, Handels Onderwijs (Pendidikan Dagang) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan Eropa yang sedang berkembang pesat di Hindia-Belanda. Sementara itu, Landbouw Onderwijs (sekolah pertanian), selain untuk keperluan bumiputera yang bercorak agraris, juga untuk kebutuhan pengusaha-pengusaha Eropa yang )memiliki banyak lahan perkebunan dan pertanian.
Bentuk lain sekolah kejuruan yang didirikan ialah Meisjes
Valkonderwijs (Pendidikan kejuruan kewanitaan), dan Kweekschool (Pendidikan Keguruan). Kweekscool sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 1851 di Surakarta, namun sejak gencarnya politik etis, jumlahnya semakin bertambah banyak.
Selain pendidikan formal yang disebutkan diatas, masih banyak terdapat bentukbentuk pendidikan lainnya berupa kursus-kursus yang diselenggrakan oleh pihak swasta, dalam hal ini khususnya oleh institusi yang bergerak di bidang keagamaan.
12
(a) MULO
(b) HIS
(c) HBS
(d) Kweekschool
(e) Sekolah Desa
(f) Sekolah van Deventer
Gambar 3. Beberapa Jenis Sekolah
2.5. Liberalisme Ekonomi
Menurut Prof. Sahari Besari, liberalisme dalam ekonomi yang diterapkan oleh kalangan pengusaha Belanda dapat ditelusuri sejarahnya sejak terjadinya Revolusi Industri di Inggris pada pertengahan abad XVIII. Perkembangan itu menjadi seiring dengan munculnya suatu paham laissez-faire yang pada nantinya merupakan cikal-bakal kemunculan demokrasi dan kapitalisme. Demokrasi menjadi pendobrak sistem absolutisme yang kemudian memunculkan konsep kekuasaan negara yang dibagi dalam eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Pada perjalanannya, pengusung demokrasi yang telah menguasai pemerintahan masihlah tetap menganggap segala seuatunya masihlah milik negara sehingga negara berhak untukcampur tangan penuh terhadapnya. Kelompok inilah yang kemudian menjadi kekuatan konservatif.
Sementara itu, pendukung kapitalisme laissez-faire menginginkan adanya suatu kebebasan pada sektor swasta tanpa campur tangan pihak pemerintah, semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar. Kelompok pengusung ide inilah yang belakangan menjadi pendukung liberalisme.
13
Pertarungan kelompok konservatif dan liberal di negeri Belanda pada akhirnya semakin memperlihatkan dominasi pihak liberal untuk mempengaruhi dan menguasai pemerintahan. Hal itu semakin kentara di penghujung abad XIX. Efek signifikannya ialah, berbondong-bondonglah para pengusaha sektor swasta untuk mengadu nasib membuka usaha di Hindia-Belanda. Dengan cepat dan pesat, usaha mereka berkembang. Kota-kota bertambah ramai dan semakin berkembang mengikuti perkembangan ekonomi.
Perkembangan tersebut juga ditunjang dengan mulai dibukanya terusan Suez di Mesir yang mempersingkat jarak perjalanan laut dari Belanda ke Hindia Belanda. Selain itu, hal lain yang menunjang ialah dihapuskannya sistem taman paksa dan diterapkannya undang-undang agraria 1870 oleh menteri jajahan De Waal yang sama sekali membuka peluang pagi pengusaha swasta untuk menguasai tanahtanah di Hindia Belanda. Dalam undang-undang tersebut antara lain disebutkan bahwa kaum bumiputera diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta, pengusaha tersebut juga dapat menyewa ke gubernemen untuk jangka waktu 75 tahun.
)
Pada tahun 1870 tercatat pula pada saat itulah cultuurstelsel dihapuskan, kecuali beberapa perkebunan kopi masih diteruskan. Cultuurstelsel mendapatkan kritik yang sangat tajam dari kaum liberal bukan karena tindakan ’pemerasannya’ itu, namun pihak swasta menghendaki giliran mendapatkan keuntungan pula dari tanah jajahan. Baik kaum konservaif maupun liberal, bersepakat untuk memberikan surplus anggaran belanja Hindia Belanda kepada Belanda. Adapun soal yang dihadapi golongan liberal ialah bukan bagaimana mengatur daerah koloni, tetapi bagaimana mengatur daerah koloni untuk mendapatkan uang. (not how to manage colony, but how to manage a colony for money).10
10
Cahyo Budi Utomo. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. IKIP Semarang Press, Edidi Pertama, Semarang, 1995 :12. Kalimat itu dikutip oleh Cahyo berdasarkan tulisan Poesponegoro, Marwati Djoened, hal.11
14
2.6. Perkembangan Kota Bandung di awal abad XX
Setelah lepas dari kekuasaan Kerajaam Mataram dan beralih ke tangan VOC sejak tahun 1677, wilayah Bandung masih merupakan sebuah daerah yang sama sekali sepi, bahkan kerap kali dianggap sebagai tempat pembuangan. Pada tahun 1799 VOC mengalami kebangkrutan, dan kemudian Hindia-Belanda diatur sepenuhnya oleh pemerintah.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Willem Daendels (1808-1811), dibangunlah Groote postweg yang melintasi daerah Bandung menuju ke Sumedang hingga ke Panarukan, Jawa Timur. Dibukanya Groote Postweg juga diiringi dengan perintah Daendels untuk memindahkan ibukota kabupaten Bandung dari Daeyueh Kolot ke sekitar alun-alun sekarang, yang bertanggal 25 September 1810. Maka mulailah dibangun secara bertahap oleh sejumlah rakyat Bandung saat itu yang masih amat sedikit dibawah pimpinan Bupati R.A Wiranatakusumah II (1794-1824). Dengan dibangunnya Groote Postweg, ) perkembangan kota Bandung cukuplah pesat, tidak hanya bidang transportasi,
namun juga meliputi bidang ekonomi, sosial budaya, dan administrasi pemerintah.
Mencermati keadaaan daerah Bandung, Dr. Andreas de Wilde, seorang pengusaha perkebunan di tanah Priangan, pada tahun 1819 mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar ibukota kerasidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung, dengan alasan untuk lebih mempermudah usaha pengembangan wilayah pedalaman. Namun, baru pada tahun 1864 ide tersebut direalisasikan, yang sekaligus menjadikan Bandung memiliki fungsi ganda yaitu sebagai ibukota Kabupaten Bandung dan ibukota Kerasidenan Priangan.
Sebelum dipindahkan dari Cianjur ke Bandung, satu hal penting lainnya yang menjadi titik awal perkembangan kota Bandung
ialah dibukanya wilayah
Bandung yang sebelumnya diisolasi dari kedatangan bagi bangsa Eropa dan Cina, sehingga dinyatakan terbuka bagi siapa saja. Hal itu terjadi pada tanggal 11 Agustus 1852.
15
Di tahun 1900, penduduk kota Bandung (yang Eropa) baru berjumlah 1552 orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai pemerintah dan para pengusaha. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 1 April 1906, status Bandung diresmikan menjadi Gementee (pemerintahan Kota) setelah sebulan sebelumnya Gubernur Jenderal Van Heutz mengeluarkan undang-undang tanggal 1 Maret 1906 dan ordonansi tanggal 21 Februari 1906 tentang pembentukan gementee Bandung.
Penduduk Eropa yang bermukim di Bandung, sebagiannya ialah kalangan pengusaha. Mereka menguasai tanah-tanah di Priangan dengan membuka perkebunan yang ditanami tumbuhan-tumbuhan yang laku dijual di pasaran Eropa. Kian hari, para pengusaha ini memerlukan infrastruktur sipil dalam upaya instensif menghasilkan keuntungan yang lebih baik. Dipandanglah perlu untuk membangun banyak sistem saluran irigasi, jembatan, tanggul-tanggul, dan jalan raya. Sementara itu, keberadaan jaringan rel kereta api yang sebelumnya telah dibangun, turut menunjang mobilitas dan perkembangan kota Bandung. )
H.F. Tillema, seorang apoteker yang bermukim di Batavia, mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar memindahkan ibukota pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Berdasarkan penelitiannya, Batavia bukanlah tempat yang kondusif dipandang dari segi kesehatan, sementara Bandung memenuhi kondisi itu dan memungkinkan untuk dikembangkan menjadi kota yang baik, selain lantaran hawa sejuknya yang cocok bagi kalangan Belanda.
Indikasi kemungkinan realisasi itu dapatlah dilihat dari dibangunnya pusat komando militer Hindia Belanda di Bandung. Departemen Penerangan dipindahkan dari Weltevreden di Batavia ke Bandung pada tahun 1916. Pada tahun yang sama, Jawatan kereta api juga berpindah ke Bandung.
Untuk realisasi yang signifikan terkait pembangunan gedung-gedung pusat pemerintahan di Bandung, pemerintah pusat membentuk tim khusus yang terdiri dari gabungan beberapa instansi pemerintah. Tim ini diketuai oleh V.L. Slors,
16
yang memiliki tugas utama untuk memindahkan departemen-departemen pemerintahan pusat dari Batavia ke Bandung, memilih lokasi yang tepat untuk pembangunan tersebut di Bandung, membangun perumahan pegawai pemerintah yang juga pindah dari Batavia ke Bandung, serta mengadakan kerjasama dengan instansi terkait.
Kemudian, dipilihlah sebuah lahan di kawasan kota bagian utara seluas 27.000 meter persegi (sekitar gedung sate dan sekitarnya, yang pada rancangan awalnya akan dibangun sejumlah gedung instansi pemerintahan, yaitu: Departement Verkeer en Waterstaat (Departemen Lalu lintas dan Pekerjaan Umum), Hoofdbureau Post Telegraaf en Telefoon (Kantor Pusat PTT), Departement van Justitie (Departemen Kehakiman), Departement van Onderwijs en Eredienst (Departemen
Pendidikan
dan
Pengajaran),
Departement
van
Financien
(Departemen Keuangan), Departement van Binnenlands Bestuur (Departemen Dalam
Negeri),
Departement
van
Economische
Zaken
(Departemen
Perekonomian), Hooggerechtschof (Mahkamah Agung), Volksraad (Dewan ) Pemerintah Pusat), Algemeene Secretarie Rakyat), Centraale Regeering (Kantor
(Sekretariat Negara), dan Laboratorium Geologie en Mijnwezen (Laboratorium Geologi dan Pertambangan).
Sementara itu, jalur kereta api Batavia-Buitenzorg-Cianjur-Bandung telah resmi dibuka pada 18 Mei 1884, kemudaian disusul dengan pembangunan jalan kereta api Bandung-Cicalengka pada 10 September 1884, Cicalengka-Cilacap (1894), Cicalengka-Garut
(1886),
Batavia-Bekasi-Karawang
(1898),
Karawang-
Cikampek-Purwakarta-Padalarang (1906), Cikampek-Cirebon (1912), BandungSoreang via Kiaracondong (1921), Rancaekek-Tanjungsari-Sumedang (1921), Dayeuh Kolot-Majalaya (1923), dan Soreang-Ciwidey (1924).
Pembangunan jalan kereta api tersebut dalam rentang tahun tersebut, telah menyebabkan perekonomian kota Bandung meningkat pesat. Hal ini dapat dilihat dari mulai banyak berdirinya bangunan pada masa itu, diantaranya perhotelan dan pertokoan. Efek lainnya ialah, seiring dengan pertambahan penduduk dan
17
perkembangan ekonomi kota Bandung yang semakin pesat, penduduk sangat memerlukan sarana-sarana pendidikan untuk perolehan ilmu pengetahuan. Maka, di Bandung, sampai dengan dua dasawarsa abad ke-20, telah lengkap berdiri sekolah-sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Kelak, hingga menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia, telah terdapat puluhan sekolah di kota Bandung, yang menyebabkan Bandung kerap kali disebut sebagai kota pendidikan.
2.7. Efek Perang Dunia I
Pada dasawarsa kedua di abad ke-20, terjadi perang dunia I yang melibatkan banyak negara-negara di Eropa. Efeknya, perekonomian tertimpa dampak yang signifikan. Ketika itu, untuk melaksanakan banyak pembangunan sipil di Hindia Belanda, selalu didatangkan para ahli teknik dari negeri Belanda. Sementara di saat yang lain, lulusan-lulusan HBS11 dari negeri Hindia Belanda mengalami kesukaran untuk melanjutkan sekolah) tinggi ke negeri Belanda. Secara umum, pemerintahan dan industri mengalami masa-masa sulit, sedangkan hubungan Belanda dan Hindia Belanda yang terbentang jauhnya jarak, menjadi sangat terkendala. Hal inilah yang kemudian menyebabkan diusulkannya dibentuk suatu institusi pendidikan tinggi di Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan akan petugas yang berpendidikan tinggi.
11
HBS: Hogere Burgerschool, setingkat SMU saat ini, namun dikuhususkan hanya untuk kalangan Eropa, Belanda, dan anak-anak bangsawan tinggi.
18
III SEKITAR PENDIRIAN TECHNISCHE HOOGESCHOOL TE BANDOENG
3.1. Dibentuknya Pendidikan Tinggi di Hindia Belanda
Jika dibandingkan dengan kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh penjajah lain, kebijakan yang diterapkan Belanda terkait pendidikan tinggi bisa dikatakan terlambat. Spanyol telah mendirikan universitas di Filipina pada permulaan abad XVI, sementara Inggris telah membuka universitas di India pada abad XVII. Sedangkan Belanda, baru membukanya pada dekade kedua abad XX di Hindia Belanda.12 Setelah Etiesche Richting13 resmi diberlakukan oleh pemerintah Belanda pada ) tahun 1901, belum genap satu dasawarsa setelahnya, beredar pendapat umum
bahwa bangsa Hindia Belanda belumlah matang untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi, yang diwujudkan dalam bentuk didirikannya suatu sekolah tinggi. Ketidakmatangan itu disebabkan lantaran Hindia Belanda belum memiliki lulusan sekolah menengah yang cukup sebagai sumber murid yang potensial menjadi calon mahasiswa dan yang lebih utama ialah karena belum terdapatnya suasana intelektual tempat ilmu dapat berkembang.14
Seiring diskursus yang berkembang, pada tahun 1910 dibentuklah Indische Universiteits Vereeninging atau Perkumplulan Universitas Indonesia. Lembaga ini diinisiasi mula-mula oleh kalangan indo-eropa, yang lambat laun mendapat dukungan dari para pengikut Trias Van Deventer15. Adapaun tujuan dibentuknya lembaga tersebut adalah untuk mewujudkan suatu pendirian sekolah tinggi di 12
Prof. Dr. S. Nasution, MA. Sejarah Pendidikan Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta. Hal.145 Etiesche Richting : Haluan Etis 14 Prof. Dr. S. Nasution, MA. Op.cit. hal.142 15 Trias van Deventer mengacu kepada tiga usulan pokok yang dikemukakan Conrad Theodore van Deventer, yaitu Irigatie, Emigratie, Educatie. 13
19
Hindia Belanda, baik melalui pihak pemerintah ataupun swasta. Mengenai tahun dibentuknya Indische Universiteits Vereninging terdapat perbedaan tahun. Prof. S. Nasution menyebutkan tahun 1909, sementara beberapa sumber lain menyebut tahun 1910. Bagaimanapun, keberadaan perkumpulan ini belumlah membuahkan hasil yang signifikan.
Tahun 1913, dibentuklah suatu panitia untuk memberikan sumbang saran kepada pemerintah untuk membentuk suatu sekolah tinggi di Hindia Belanda dan dalam laporan akhirnya yang dipublikasi pada tahun 1915, dinyatakan bahwa Hindia Belanda belum siap untuk mendirikan sekolah tinggi.16 Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa di tahun 1913, panitia tersebut telah menyimpulkan bahwa Indonesia belum matang untuk mendapat perguruan tinggi17
Ada sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan proses hingga didirikannya TH te Bandoeng berdasarkan beberapa sumber. Hal pertama, meski panitia yang bertugas menyarankan kepada pemerintah untuk membentuk sekolah tinggi menyimpulkan ketidaksiapan ) Hindia Belanda, namun panitia tersebut memandang penting untuk dibuat suatu komisi pendidikan teknik, dengan anggapan akan pentingnya pendidikan teknik di Hindia Belanda. Maka dibentuklah Technisch Onderwijs Comissie, yang berkesimpulan bahwa, disamping sekolah teknik yang sudah ada (4 tahun studi di atas ELS atau HBS), diperlukan tambahan pendidikan insinyur dengan dua program: Ingeniuer’s Diploma A dengan lama studi 4 tahun sesudah MULO, dan Ingenieur’s diploma B dengan lama studi 6 tahun sesudah MULO. Ternyata, minoritas dalam panitia tersebut mengusulkan tidak hanya dibentuk MTS –Middelbare Technische School- yang pada akhirnya tidak pernah dibuka oleh pemerintah, tetapi juga dibentuk suatu pendidikan insinyur dengan lama studi 4 tahun setelah HBS.18
16
Prof. Dr. S. Nasution, MA. Op.cit. hal.143 Goenarso. Riwayat Perguruan Tinggi Teknik di Indonesia Periode 1920-1942. Penerbit ITB. Bandung, 1995 : 3 18 ibid 17
20
Menurut Nasution, Technisch Onderwijs Comissie yang dibentuk pada tahun 1918 tersebut, memulai dengan suatu anggapan tentang perlunya pendidikan teknik tinggi. Hal itu ditandaskan oleh Gubernur Jenderal saat itu dalam acara peresmian komisi tersebut. Sehingga, salah satu tugasnya ialah mencari jalan terbaik untuk mewujudkannya.
Hal kedua ialah, setahun sebelum Technisch Onderwijs Comissie dibentuk, telah dilakukan upaya-upaya oleh pihak swasta yang berujung pada dibentuknya suatu lembaga persiapan pembentukan pendidikan tinggi di Hindia Belanda, yaitu Koninklijk Instituut voor Hooger Onderwijs in Nederlands Indie. Lembaga inilah yang pada akhirnya nanti berhasil mewujudkan dibentuknya sekolah tinggi di Hindia Belanda setelah bekerja ekstra keras dalam waktu tiga tahun.
3.2. Motif Dalam Beberapa Perspektif Menurut Prof. Abdoel Raoef Soehoed,͌ tiap negara memulai pendidikan tekniknya didasari atas kebutuhan-kebutuhan untuk pembangunan yang sedang berkembang saat itu. Ia mencontohkan bahwa tatkala Amerika Serikat merasa mulai membutuhkan jembatan-jembatan bentang lebar, maka ahli-ahli dari Eropa yang didatangkan untuk merancang jembatan-jembatan gantung. Demikian pula dengan negara Jepang, yang menyewa para ahli dari Belanda untuk memenuhi kebutuhan akan pengendalian sungai dan tata air.
Penjajah kolonial Belanda, sangatlah menyadari akan potensi besar yang dikandung oleh bumi Nusantara. Untuk pelaksanaan survai dan peneltian mengenai potensi itu, pihak Belanda seringkali menyewa tenaga-tenaga ahli dari Jerman.
Sekolah Teknik di Hindia Belanda, dengan demikian penting untuk dibangun, karena didesak oleh kebutuhan yang timbul akan pengendalian air secara teknis untuk mendukung perkebunan khususnya perkebunan gula dan pertanian.
21
Peangangkutan hasil-hasil dari keduanya, agar dapat cepat dan murah, diperlukan sebuah sistem perkeretaapian, jalan raya, dan pelabuhan. Maka pemfokusan pembangunan fakultas pada sekolah tinggi yang dibentuk ialah pada teknik sipil.
Secara keilmuan, rencana pendirian sekolah tinggi teknik, khususnya TH te Bandoeng, juga didasarkan atas realitas bahwa cirri-ciri hidrologi dan sifat-sifat hidrolika serta sifat-sifat tanah di Kepulauan Nusantara tidak sebagimana umumnya di Eropa dan Amerika.
Sementara, menurut Prof. Mohamad Sahari Besari, bahwa mulai awal abad XX, teknologi irigasi, jalan raya, dan kereta api telah tumbuh menjadi sistem teknologi besar, yang pada gilirannya mulai digunakan sebagai prasarana untuk aktivitas kalangan bumiputera. Untuk pengelolaan irigasi dan jalan raya, pengelolanya berbeda dengan kereta api. Verkeer en Waterstaat (transportasi dan pengairan) dari BOW mengelola irigasi dan jalan raya, sementara Staatsspoorwegen (SS) mengelola sistem perkeretapaian. Kedua instansi tersebut diisi oleh orang-orang 滐٨atasnya. Akan tetapi, perkembangan yang Belanda, terutama di kalangan eselon
pesat sistem teknologi di Hindia Belanda, membutuhkan tenaga-tenaga pelaksana tambahan, khususnya rekayasawan. Kebutuhan itu semakin dirasakan mendesak akibat terjadinya perang dunia I pada dasawarsa pertama abad XX.
3.3. Antara Pemerintah, Kaum Pengusaha, dan Indie Weerbaar19
Melihat kemajuan di Hindia Belanda, mulailah dipikirkan lebih dalam mengenai perlunya tenaga-tenaga ahli pada banyak cabang pekerjaan. Kemajuan Hindia Belanda bakal terlambat jika kekurangan tenaga yang terpelajar. Maka jalan yang mesti ditempuh ialah dengan cara mendirikan sekolah-sekolah menengah dan juga untuk menuju pendidikan tinggi. Pemikiran-pemikiran ke arah sana, akhirnya
19
Indie Weerbaar artinya Pertahanan Hindia, suatu perhimpunan yang berisi kumpulan ragam kalangan, agar harapan dan tuntutan dari berbagai golongan dapat lebih mudah disampaikan kepada pihak pemerintah.
22
disetujui juga oleh Volksraad (Dewan Rakyat) saat itu di tahun 1918, yang ujungujungnya mengadakan suatu komisi untuk keperluan mendirikan sekolah tinggi.20
Sebetulnya, sejak tahun 1917 telah dimusyawarahkan untuk keperluan pembentukan komisi tersebut, yang berguna untuk menimbang apakah perlu dan dapatkah didirikan di tanah ini sebuah Polytechnische School (Tjaja Hindia: Agustus 1920). Akan tetapi, pembincangan masalah ini dihentikan sementara, dikarenakan didapat kabar dari negeri Belanda bahwa pada pertengahan tahun 1917 telah didirikan Koninklijk Institut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indie, yang bermaksud dengan segera dapat mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi teknik di Hindia Belanda.
Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indie didirikan pada tanggal 30 Mei 1917 di kantor Nederlansche Handelmaatschappij (Maskapai Perdagangan Belanda) di Amsterdam. Dalam pertemuan pembentukan lembaga itu, antara lain dihadiri oleh kalangan praktisi perdagangan, pengusaha, ۽ dan perbankan. Mereka yang hadir 峠 diantaranya adalah sebagai berikut: J.B Van
Heutz (mantan gubernur Jenderal Hindia Belanda), J.T. Cramer (mantan presiden NHM dan mantan minister van kolonien), A Mueller dan Van Walree (Direktur NHM), S.P van Eeghen (Voorzitter Kamer van Koophandel). Pertemuan itu dihadiri puluhan orang. Adapun wakil dari Indie Weerbaar yang hadir ialah Pangeran Ario Koesoemodiningrat, R. Toemenggung Danoe Soegondo, D. van Hinloopen Labberton, Mas Ngabehi Dwidjo Sewojo, Kapitein W.V. Rhemrev, Abdoel Moeis, dan F. Laoh.
Pertemuan pembentukan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indie tersebut juga menghasilkan keputusan untuk membentuk kepengurusan, yang disebut Raad van Beheer, yaitu: C.J.K Van Aalst
Voorzitter (Ketua)
J.B.A Jonckheer
Penningmeester (Bendahara)
H. Colijn
Lid (Anggota)
20
Pengadjaran Tinggi. Tjaja Hindia, Thn. Ke-9, No.3, 15 Agustus 1920
23
Herbert Cremer
Lid
W.F. van Heukelom
Lid
V.H. ter Kuile
Lid
R. van Lennep
Lid
Jhr. H. Loudon
Lid
J.W. Mac Donald
Lid
A.C. Mees
Lid
Ph. J. Roosegaarde Bischop
Lid
B.E. Ruys
Lid
Mr. G. Vissering
Lid
J.W. Yzerman
Lid
Pada pertemuan tersebut, C.J.K. Van Aalst memberikan kata sambutan. Beberapa hal yang dia sampaikan antara lain ialah; bahwa lembaga yang didirikan itu bermaksud sekali bersama-sama dengan pemerintah akan bekerja memajukan penduduk tanah Hindia baik berupa hal ekonomi (perusahaan hidup) dan dalam hal sosial (pergaulan hidup). Aalst자۾menyambut dengan kegirangan hati atas rencana kedatangan utusan dari Indie Weerbaar ke negeri Belanda, dan kedatangan itu menunjukkan suatu tanda yang nyata untuk meneguhkan perhubungan Tanah Hindia dengan Belanda.
Faktor itulah yang menyebabkan rencana bertolaknya wakil-wakil Indie Weerbaar ke Belanda memunculkan banyak caci maki dari rakyat Hindia Belanda. Sebetulnya, sejak awal dibentuknya Indie Weerbaar, keberadaannya telah mengundang banyak protes dari rakyat Hindia Belanda. Indie Weerbaar dipandang sebagai sebuah pohon yang amat dibenci. Kendati begitu, Indie Weerbaar tetap berdaya upaya melakukan penyampaian maksud dan cita-cita Bangsa Hindia Belanda, untuk disampaikan kepada pemerintah Belanda.
Maka, disaat niatan dari para pengusaha ingin mendirikan suatu perguruan tinggi, pada saat yang bersamaan, Indie Weerbaar mengagendakan untuk berkunjung ke negeri Belanda, dengan tujuan menghadap Seri Baginda Raja Puteri dan anggota-
24
anggota parlemen Belanda. Kedatangan itu dianggap menunjukkan suatu kelakuan yang menuju jalan bekerjasama antara Hindia Belanda dengan Belanda, dimana rakyat Hindia Belanda memperhatikan tanah airnya dan mengakui Belanda sebagai pemimpinnya.
Salah satu hal yang masuk dalam pembahasan Indie Weerbaar ialah masalah perlunya diperhatikan masalah pendidikan bagi rakyat bumiputera. Fakta lain yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembentukan Indische Universiteits Vereeninging pada tahun 1910 yang diinisiasi oleh kalangan indo-eropa, dapatlah menunjukkan bahwa sesungguhnya di kalangan bumiputera dan indo-eropa saat itu telah muncul suatu kesadaran penuh akan pentingnya pendidikan sebagai titik poin penting guna memajukan bangsa.
Telah munculnya kesadaran itu, juga diperkuat dengan pernyataan van Aalst di pidato pendirian Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indie, yang mengatakan bahwa mereka (kaum pengusaha) telah 저 ܃di Hindia Belanda, dimana Boedi Oetomo mencermati perkembangan pergerakan
(1908) dan Sarekat Islam (1905) dianggap memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat, dan gema suara cita-citanya telah membangunkan mereka untuk menunjukkan suatu budi baik kepada rakyat Hindia Belanda dengan berrmaksud mendirikan sebuah sekolah teknik tinggi. Pendirian sekolah itu, dimaksudkan agar rakyat Hindia Belanda dapat mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi, dan diharapkan supaya sekolah itu menolong untuk memajukan perkara penghidupan rakyat bumiputera. Sebab, sampai saat itu, segala pekerjaan yang siginifikan di tanah Hindia Belanda, diotaki oleh orang-orang Eropa, yang biasanya, apabila sudah menjadi kaya, mereka pulang kembali ke negerinya tanpa meninggalkan ’pahala’ di tanah Hindia Belanda. Oleh karena itulah, Van Aalst juga berharap bahwa rakyat bumiputera nantinya dapat pula menjabat pangkat-pangkat yang bagus pendapatannya, baik pada Gubernemen maupun pengusaha.
Adapun kedatangan Indie Weerbaar ke Belanda, dipandang para pengusaha sebagai sebuah momentum yang pas untuk mengundangnya dalam pertemuan
25
mereka dan mengabarkan berita baik mengenai akan dihadiahkannya sebuah sekolah tinggi bagi rakyat Hindia Belanda. Salah seorang wakil Indie Weerbaar, regent (bupati) Magelang, Raden Toemenggung Danoe Soegondo, menjawab pidato van Aalst. Ia mengucapkan banyak terima kasih dan mengatakan bahwa rakyat Hindia Belanda bergirang hati atas maksud yang mulia tersebut. Ia juga mengatakan bahwa Seri Baginda Maharadja telah menunjukkan limpah karunianya kepada rakyat Hindia Belanda, dan telah menyetujui maksud mulia itu. Tidak ketinggalan, ia berharap bahwa keberadaan ’Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs’ akan menjadi rantai kukuh yang akan mempersatukan Hindia Belanda dengan Belanda.
Sementara itu, di tanah Hindia Belanda, pemerintah baru mendirikan Onderwijs Technisch Comissie pada tahun 1918 setelah terjadi diskursus yang memakan waktu cukup lama. Pembentukan Onderwijs Technish Comissie itu erat kaitannya dengan politik pendidikan dari pemerintah Hindia-Belanda waktu itu yang memandang penting untuk dibukanya pendidikan teknik menengah untuk ͎ mencukupi kebutuhan tenaga kerja di뎠Hindia Belanda.
Dengan demikian, setidaknya saat itu ada tiga kalangan yang sedang memikirkan tentang adanya kemungkinan pendirian sekolah tinggi. Sejauh ini, menurut kami, pendidikan yang dibincangkan oleh Indie Weerbaar tidak spesifik merujuk kepada pendidikan tinggi, mengingat belum ditemukannya keterangan bahwa mereka secara khusus fokus membincangkan itu. Akan tetapi, berdasarkan surat kabar Boedi Oetomo tanggal 7 Juli 1920, perihal akan didirikannya suatu Technische Hooge School, itu adalah buah dari pergerakan yang dilakukan Indie Weerbaar. Maka muncul ungkapan; Pohonnya di benci, buahnya dipuji. Padahal, Van Aalst telah jelas mengatakan bahwa pembentukan lembaga persiapan pendirian sekolah tinggi di Hindia Belanda dipicu dari kesadarannya dari mencermati perkembangan yang ada di Hindia Belanda.
Terlepas dari motif yang sesungguhnya ada di balik kalangan pengusaha yang mengusahakan pendirian lembaga itu, bagaimanapun, keinginan tersebut
26
mendapatkan persetujuan dari pemerintah Belanda. Hal ini menyiratkan bahwa, usulan pembentukan sekolah tinggi di Hindia Belanda, sejalan dengan politik pendidikan yang diterapkan pemerintah saat itu.
Sesungguhnya, secara politis, politik etis dapat dikatakan resmi diberlakukan sejak Ratu menyampaikan pidatonya di tahun 1901 untuk pengguliran hal tersebut. Efeknya, segala kebijakan yang berkaitan dengan tanah jajahan, disandarkan pada konsep itu. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dalam hal sekolah tinggi, pemerintah baru berhasil mendirikan sekolah tinggi untuk pertama kalinya di Hindia Belanda ialah pada tahun 1924 (Recht Hoogeschool) di Batavia21. Maka, sesungguhnya kemauan para pengusaha untuk mendirikan suatu sekolah tinggi di Hindia Belanda, tidaklah dalam kerangka politik etis, sebab usulan itu tidaklah datang dari kalangan pemerintah, melainkan swasta. Sehingga, patutlah dicurigai bahwa niatan pembangunan sekolah tinggi tersebut, menyimpan sebuah motif ekonomi yang bakal menguntungkan kalangan pengusaha, dimana kerangka etis adalah bungkusnya. Artinya, etis yang didasarkan pada pola saling ? kaum pengusaha itu menganut haluan etis, menguntungkan satu sama lain. Bahwa
adalah hal yang wajar, karena, memang begitulah suasana pada umumnya di kalangan orang-orang Belanda saat itu. Tetapi, bahwa kaum pengusaha itu menjalankan suatu politik etis, masihlah dapat diperbincangkan.
Keraguan tersebut semakin menguat selang puluhan tahun kemudian setelah TH te Bandoeng berdiri. Lantaran persyaratan masuk sekolah tinggi tersebut mesti mengantongi ijazah HBS atau sekolah menengah plus sambungan, tentu saja otomatis yang bakal diuntungkan tetap saja kalangan Belanda. Sebab, HBS hampir seluruhnya berisi orang-orang Belanda dan Eropa (orang bumiputera hanya sedikit, itu pun anak-anak priyayi), sementara, kebanyakan rakyat Hindia Belanda, yang sudah mencapai setingkat SMU saja masih amat sedikit. Dari 200 insinyiur yang berhasil lulus dari TH te Bandoeng hingga tahun 1940, 63 % berkebangsaan Belanda atau Eropa, 10 persen bangsa Cina, dan hanya 27 % bangsa Hindia Belanda. Dengan demikian, alasan pendirian yang diajukan oleh 21
Recht Hoogeschool = Sekolah Tinggi Hukum, berkedudukan di Batavia. Menerima lulusan AMS dan HBS, lama belajarnya lima tahun
27
para pengusaha untuk memajukan Tanah Hindia, secara umum tetaplah jauh lebih menguntungkan pihak Belanda. Hal ini memperkuat dugaan bahwa para pengusaha cenderung hanya sedang beretorika manis dalam bungkus bahwa pendirian sekolah tinggi di Hindia Belanda dikaitkan dengan pelaksanaan politik etis.
Terkait Indie Weerbaar yang mendapat berita ’hadiah’ rencana pembentukan sekolah tinggi, langsung dari Amsterdam di tahun 1917, kami menilai bahwa hal itu bukanlah hasil pergerakan dari Indie Weerbaar. Sebab, saat itu Indie Weerbaar hanya diundang oleh kalangan pengusaha untuk diberitahukan terkait rencana pendirian sekolah sekolah tinggi di Hindia Belanda. Menilik pernyataan delegasi Indie Weerbaar dalam menjawab pidato Van Aalst, kami menilai, menunjukkan kemenangan kalangan pengusaha terhadap kalangan bumiputera. Sebab, sejak diberlakukannya secara resmi politik etis, Prof. Snouck Hurgronje yang saat itu menjadi penasehat Gubernur Jenderal J.B Van Heutz, mengusulkan konsep Pax Nederlandica, yang bertujuan untuk memelihara suasana damai, mesra dan serasi 䆐 ۺBelanda, yang sesungguhnya hal itu lebih antara pihak bumiputera dan pemerintah
banyak menguntungkan kepentingan Belanda sendiri. Apalagi, dalam pertemuan di Amsterdam tersebut, J.B Van Heutz juga menghadirinya.
Diluar tugas untuk menyampaikan aspirasi dan cita-cita rakyat Hindia Belanda ke pemerintah Belanda, dua anggota delegasi Indie Weerbaar, yaitu Abdoel Moeis dan M.Ng. Dwidjosewojo mengadakan berbagai ceramah di hadapan banyak kalangan di Belanda. Disana diajukan pentingnya kedudukan sebuah dewan perwakilan rakyat. Usulan ini berhasil dengan diresmikannya Volksraad22 pada tanggal 18 Mei 1918.
Adapun berdasarkan rujukan Adjat Sakri, dkk, yang menukil dari Ghazali (1978), disebutkan bahwa Indie Weerbaar memiliki peran yang cukup signifikan dalam mendesak keras untuk meminta didirikannya sekolah tinggi teknik. Pidato Abdoel Moeis di hadapan perdana menteri C.M Pleyte dan Dr. A.M. Colijn antara lain: 22
Volksraad adalah Dewan Rakyat, mirip dengan DPR saat ini
28
’Mana mungkin penduduk Bumiputera sanggup melawan Jepang yang begitu kuat dan telah pandai membikin meriam, kapal perang dan teknik persenjataan lainnya. Hindia Sulit dipertahankan selama anak negeri belum diajarkan pengetahuan-pengetahuan teknik, kami mengusulkan agar segera didirikan sekolah teknik tinggi, agar penduduk bumiputera dapat ikut serta mempertahankan Hindia Belanda di masa mendatang’
Mencermati hal tersebut, bahwa ketika itu sebagian kecil kalangan terpelajar di Hindia Belanda menyadari akan pentingnya kebutuhan sekolah tinggi tidaklah dapat dipungkiri. Namun demikian, bahwa pendirian sekolah tinggi teknik pertama di Hindia Belanda adalah hasil desakan dari Indie Weerbaar, patutlah diragukan. Alasan pertama, bahwa pernyataan Abdoel Moeis tersebut ditujukan kepada pemerintah Belanda, sementara pembentukan sekolah tinggi pertama diusulkan oleh kalangan luar pemerintah (swasta-pengusaha). Kedua, bahwa memang dari pemerintah sendiri sudah ada arahan untuk rencana mendirikan sekolah tinggi di tanah Hindia Belanda, namun pemerintah tidaklah merencanakan untuk mendirikan sekolah tinggi seperti yang sudah direncanakan terlebih dahulu oleh kalangan pengusaha. Jadi kemungkinannya ialah, secara pribadi, Abdoel ?
Moeis memandang penting pendirian sekolah tinggi teknik untuk didirikan di awal dibandingkan jenis sekolah tinggi yang lain, dan ia pun membincangkannya dengan pemerintah belanda. Sementara pada saat yang hampir bersamaan, didapatlah kabar baik dari kalangan pengusaha akan rencana didirikannya suatu sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda.
3.4. Persiapan Pendirian
Pada perkembangannya, Ketua Raad van Beheer dari Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indies, yang semula dijabat oleh Dr. C.J.K Van Aalst, digantikan oleh J.W. Yzerman23. Selanjutnya, Van Aalst diposisikan sebagai ketua kehormatan. Yzerman dipilih karena dipandang memiliki pengalamannya yang cukup dalam perkeretaapian di Jawa dan
23
Dalam ejaan Belanda J.W. Ijzerman ditulisnya J.W. Yzerman
29
Sumatera, wawasan tentang maasyarakat Hindia belanda, termasuk yang menyangkut sejarah kuno Jawa dan Sumatera.
(a) C.J.K van Aalst
(b) J.W. Yzerman
Gambar 4. Ketua kehormatan dan Ketua Raad van Beheer
3.4.1. Peraturan Akademik
Kemudian, Raad van Beheer dalam pekerjaannnya membentuk sebuah komisi 䇠ۺ yang bertugas merancang kurikulum pendidikan untuk ITH (Indische Technische Hoogeshool). Komisi yang dimaksud ialah Onderwijs Comissie, dimana anggotanya ialah Prof.Ir. W. Weys, Prof.Dr. S. Hoogewerf, dan Ir. R.A. van Sandick. Prof Ir.W.Weys adalah mantan Hoofdingenieur dari B.O.W24, ia menjadi Hoogleeraar (guru besar) di TH te Delft, jurusan Waterbouwkunde untuk tanah yang berhawa panas, yang pada saat itu dia juga menjadi Direktur dari N.V. Rystlanden Michiola-Arnold. Ia ditugaskan untuk merancang kurikulum dan program studi insinyur sipil. Prof. Dr. S. Hoogewerf, adalah Hoogleeraar (guru besar) dalam ilmu scheikunde dan mantan Rector-magnificus25 dari TH Te Delft. Ia ditugaskan untuk menyusun kurikulum dan program studi insinyur kimia (Technoloog). Sementara itu, Ir. R.A. van Sandick bertugas sebagai Sekretaris.
24
BOW: Burgerlijke Openbare Werken, Dinas Pekerjaan Umum Menurut Prof. Hariadi Soepangkat, di Belanda, untuk membedakan pimpinan gereja yang juga disebut Rector, maka untuk pimpinan universitas/institut disebutnya Rector-Magnificus
25
30
Komisi tersebut menjelaskan hal-hal berikut; Insinyur-insinyur yang akan dihasilkan adalah insinyur sipil dan insinyur kimia yang setara dengan lulusan TH te Delft di negeri Belanda. Demikian pula dalam hal teoretik, kepandaiannya akan cukup untuk menjalankan pekerjaannya, kecuali terkait ilmu-ilmu umum yang diringkaskan menjadi lebih sedikit.
Perihal persyaratan tingkat pendidikan yang diperkenankan masuk, ialah tamatan pengajaran sekolah 5 tahun (HBS lima tahun) atau yang dapat disamakan dengan itu, misalnya : MULO plus sekolah sambungan 2 tahun, atau sekolah menengah 3 tahun plus sekolah sambungan 3 tahun. Untuk aturan umum pengajaran, tidaklah mengacu kepada sekolah teknik menengah, namun kepada sekolah teknik tinggi. Diadakan pula peraturan yang mengharuskan belajar dan mengevaluasi kepandaian yang telah diajarkan.
Tentang lamanya masa sekolah itu, menurut pertimbangan komisi tersebut, akan memakan waktu 4 tahun, yang dapat disamakan dengan waktu 5 tahun yang ? diajarkan pada TH te Delft. Keterangannya adalah sebagai berikut: Pada TH te
Delft, dalam satu tahunnya dihitung sebanyak 28 minggu masa aktif untuk tahun ke-1 dan ke-2, sementara untuk tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-5 kurang lebih sebanyak 34 minggu dalam setahun. Adapun untuk ITH, ditetapkan dalam 1 tahunnya 40 minggu masa aktif, setelah dikurangi masa libur 10 minggu dan masa ujian 2 minggu. Secara komparatif, rancangan program pendidikan untuk ITH lebih banyak ketimbang di Delft (160 minggu berbanding 158 minggu, berbeda hanya 2 minggu saja)26.
Khusus untuk belajar menggambar di ruang gambar dan di laboratorium, dalam satu tahun pengajaran dihitungnya sebanyak 42 minggu, karena kedua tempat belajar tersebut tetap dibuka selama ujian berlangsung selama 2 minggu. Tetapi, tidak semua pelajaran menggambar yang dibuka, menggambar teknik adalah
26
Menurut Prof. Goenarso tidak demikian. Studi di TH te Delft hanya memuat 25 minggu kuliah dalam setahun, tanpa keterangan lebih lanjut berapa minggu masa aktif kuliah pada tingkat kedua, ketiga, dan keempat.
31
perkecualian, karena, pelajaran tersebut telah selesai pada saat permualaan masa ujian.
Supaya mahasiswa selalu belajar dan rajin datang ke kampus, maka menurut komisi tersebut, direkomendasikan untuk pengadaan soal-jawab (tugas)27. Hal itu dilakukan misalnya sekali dalam 8 minggu dengan memberikan beberapa soal yang mesti dijawab diatas kertas. Ujian dilaksanakan hanya sekali dalam setahun, yaitu pada penghabisan tahun. Ujian pada tahun ke-3 disebut ujian-kandidat, sehingga mereka yang berhasil lulus dalam ujian tersebut berhak memperoleh gelar candidaat.28
Guru yang mengajar pada ITH ialah guru besar dan guru besar luar biasa yang jika perlu dibantu oleh asisten. Selain itu, diperkenankan pula bagi guru menengah dan guru menengah sambilan untuk mengajar disana. Guru besar biasa adalah guru besar yang tetap, sementara Guru Besar luar biasa ialah guru besar yang didatangkan dari luar ITH. 䈰ۺ
Peraturan lain yang juga ditetapkan ialah mengenai cara belajar, tidak ada vrije studie (studi bebas) seperti layaknya di negeri Belanda. Artinya, hingga tahun ke3, mahasiswa tidak diperkenankan untuk mengambil suatu mata kuliah lanjutan secara bebas, melainkan sudah ditetapkan oleh lembaga, dengan tingkat keketatan prosentase kehadiran di kelas.
Barulah pada tahun ke-4, mahasiswa diberi
kelonggaran untuk menekuni suatu mata kuliah pilihan yang diminati dan diberi kebebasan secukupnya di laboratorium untuk keperluan praktek.
Mengenai pustaka, diusulkan untuk memenuhi perpustakaan dengan pustaka yang memadai, baik untuk kepentingan mahasiswa maupun para guru besar. Pengadaan pustaka tersebut sangat dianjurkan, sehingga menuntut suatu pendanaan yang juga cukup. Pendanaan itu utamanya dapat diberikan dari pihak pengusaha, dengan tidak menutup kemungkinan dari sumber-sumber lain.
27 28
Barangkali hal tersebut semacam kuis pada saat perkuliahan di ITB sekarang ini Candidaat agak mirip dengan sarjana muda (sarmud)
32
3.4.2. Pendanaan
Setelah Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Netherland Indies di bentuk di Amsterdam pada tahun 1917, segera dilakukan pencarian dana untuk persiapan pendirian sekolah tinggi teknik yang direncanakan.
Setahun kemudian, tahun 1918, datanglah delegasi dari Hindia Belanda ke negeri Belanda, yang mendukung pendirian Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Netherland Indies. Salah seorang delegasi itu ialah K.A.R Bosscha, seorang pengusaha perkebunan di Malabar, Bandung Selatan. Delegasi tersebut juga mambantu dalam penggalangan dana.
Di tahun 1919, telah terkumpul suatu jumlah yang cukup besar, yaitu sebesar 3,33 juta gulden. Uang sebesar itu diproyeksikan baru hanya cukup untuk membangun satu buah jurusan saja. Dalam hal ini, jurusan yang dimaksud ialah teknik sipil, yang spesifiknya Weg en Waterbouwkunde ( Ilmu Bangunan Air dan Bangunan ? tersebut lantaran pengurus Koninklijk jalan). Cepatnya penggalangan dana
Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Netherland Indies, adalah orangorang yang cukup berpengaruh.
3.4.3. Tenaga Pengajar
Setelah rapat umum membentuk Raad van Beheer yang diketuai oleh J.W. Yzerman, pada gilirannya Raad van Beheer tersebut meminta kesediaan Prof. Ir. J. Klopper sebagai calon rector-magnificus ITH. Prof. Klopper saat itu adalah guru besar di Technische Hoogeschool te Delft. Ia diangkat menjadi guru besar disana sejak 11 September 1905 (Hoogleraar in de Toegepaste Wiskunde en Mechanica). Pada tahun 1918, Prof. Klopper menjabat sebagai Directuer van het Centraal Bruinkolenbureau.
33
Setelah Prof. Klopper bersama Yzerman datang ke Hindia Belanda pada 19 April 1919 dan mengerjakan beberapa pekerjaan inisiasi untuk pendirian ITH, mereka berdua kembali lagi ke Belanda pada bulan Juli 1919. Tiga bulan kemudian, Prof. Klopper kembali lagi ke Hindia Belanda setelah mendapat kepastian akan kesediaan dua orang guru besar dari TH Delft untuk menjadi guru besar di ITH untuk vak matematika dan vak fisika. Prof. Dr. J. Clay29, guru besar fisika TH Delft, resmi diangkat menjadi guru besar ITH pada tanggal 1 Januari 1920. IA ditugaskan untuk memberikan mata kuliah fisika. Sementara, Prof. W. Boomstra diangkat menjadi guru besar pada tanggal 1 Maret 1920. Ia ditugaskan untuk mengajar matematika. Ia telah tiba di Tanjoeng Priok pada tanggal 5 Juli 1920, dan langsung memberikan kuliahnya yang pertama pada tanggal 7 Juli 1920.
Kehadiran dua orang guru besar tersebut tentulah dirasa kurang. Apalagi keduanya sama-sama berada pada vak eksakta. Oleh karena itulah, Prof. Klopper ? mata kuliah pada vak bangunan dan ilmu mencari orang lain yang dapat mengisi
bahan bangunan. Berkat pengaruh dan wibawanya, Ir. R.L.A. Schoemaker bersedia untuk mengajar di ITH, dengan catatan setelah masa cuti yang sedang diambilnya
di
negeri
Belanda.
Sebagai
pengganti
sementara
hingga
kedatangannya ke Hindia Belanda, Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek, bersedia memulai kuliah yang dimaksud. Keduanya kelak menjadi guru besar biasa bagi TH te Bandoeng.
Jadi, sampai dengan peresmian berdirinya TH te Bandoeng, baru ada tiga orang guru besar yang mengajar. Setelah itu, seiring berjalannya waktu, jumlahnya semakin meningkat.
29
Berdasarkan tulisan Prof. Bambang Hidayat, ia adalah peneliti sinar kosmis pertama di dunia. Selengkapnya lihat artikel Dari Awal yang Kecil dan Berkarakter. Sukma Pendidikan Tinggi Dari TH Hingga ITB 2003. Proceeding workshop Mewujudkan ITB abad XXI. Penerbit ITB. Januari 2004
34
3.4.4. Tempat
Setelah Yzerman berhasil meminta kesediaan Prof. Klopper untuk menjadi Rector Magnificus untuk ITH, keduanya bertolak ke Hindia Belanda (19 April 1919). Pada tanggal 1 Mei 1919 keduanya bertemu dengan Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan dukungan persiapan pendirian ITH.
Terkait dengan lamanya waktu membangun, diproyeksikan kampus ITH dapat selesai dalam tahun 1922, namun Gubernur Jenderal mengharapkan agar sekolah tinggi teknik tersebut dapatlah selesai dibangun pada tahun pertengahan tahun 192030.
Diskursus lain yang menjadi hangat ialah terkait pemilihan tempat yang dianggap cocok untuk didirikannya ITH. Ada dua diskursus, yaitu apakah Solo atau Jogja, dan apakah Batavia atau Bandung. Perbedaan pendapat meruncing pada dua 䊠 ۺSebagian berpandangan bahwa Batavia tempat, yaitu Batavia dan Bandung.
adalah kota yang tepat lantaran Batavia infrastruktur, sarana dan prasarananya sangat memadai. Sementara, yang pro terhadap Bandung, berpendapat bahwa Bandung hawa udaranya amat cocok bagi kalangan Belanda dan Eropa. Selain itu, Bandung diperkirakan akan berkembang menjadi kota yang besar dan maju dalam beberapa waktu ke depan.31
Perdebatan mengenai penentuan tempat itu, sampai-sampai memaksa Gubernur Jenderal marah dan melakukan walkout. Namun ketua Raad van Beheer, Yzerman, tetap bersikeras dan memaksakan bahwa ia menawarkan dua buah opsi: didirikan di Bandung atau tidak perlu jadi ada keberadaan ITH. Upaya ini pada akhirnya dimenangkan pihak yang pro Bandung.
30
Barangkali van Limburg Stirum menginginkan pendirian ITH merupakan salah satu hasil positif pada pemerintahannya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sebab, masa jabatannya akan habis pada tahun 1921. Sementara, jika ITH baru diselesaikan pada tahun 1922, tentunya sudah berganti Gubernur Jenderal. 31 Perbedaan pendapat tersebut utamanya terjadi antara kubu Yzerman-Prof. Klopper dengan van Limburg Stirum
35
Kemudian, Burgermeester (walikota) gementee Bandung saat itu, B. Coops32, menyediakan tanah seluas 30 hektar di utara kota Bandung, berupa persawahan di antara Sungai Cikapundung dan Jalan Dago, membentang kira-kira 500 meter timur-barat, dan 600 meter utara-selatan.
Tidak lama berselang, pada tanggal 4 Juli 1919, dimulailah permulaan pembangunan kompleks itu. Simbol awalan pembangunan itu diwujdukan dalam penanaman 4 buah pohon beringin yang ditanam olehh 4 orang gadis berbagai bangsa (di Hindia Belanda)33. Penanaman beringin tersebut adalah semacam ritual tradisi yang berkembang setiap kali ada hajat yang besar akan dilakukan. Adapun letak pohon beringin tersebut
masih menjadi silang pendapat. Ada yang
berpendapat bahwa beringin tersebut ditanam di belakang kampus ITB sekarang, ada pula yang mengatakan di depan kampus dekat gerbang. Namun, kami berpendapat 4 buah pohon beringin tersebut terletak di tempat yang sekarang menjadi tempat monumen tugu Soekarno. Saat ini pohon beringin tersebut sudah tidak ada lagi.34
?
3.4.5. Nama
Rancangan awal nama sekolah tinggi yang akan didirikan ialah Indische Technische Hoogeschool. Berdasarkan Reglement voor de Indische Technische Hoogeschool yang dirancang tertanggal 29 Desember 1919, memang disebutkan bahwa nama kampusnya seperti itu, dan kemudian disingkat menjadi ITH. Tetapi Kemudian, nama itu diubah menjadi Technische Hoogeschool te Bandoeng, disingkat menjadi TH te Bandoeng. TH te Bandoeng kerap pula disebut dengan
32
Burgermeester (walikota) Bandoeng pertama sejak ditetapkan menjadi suatu gementee (kota) di tahun 1906 33 Belum ada data yang menyebutkan bangsa apa saja yang dianggap mewakili. Kemungkinannya ialah bangsa Belanda, Eropa, Cina, dan Bumiputera. 34 Prof. Primadi Tabrani berpendapat letak beringin itu ada di belakang kampus, sedangkan dari keterangan literature, ada petunjuk letak waringin (beringin) di tengah kampus saat ini (berarti di tugu soekarno sekarang
36
TH atau THB. Mengenai alasan pengubahan itu belumlah diketahui secara pasti, termasuk siapa saja yang mengusulkan pengubahan nama itu.
Akan sebab dalam sumber data otentik pada Reglement yang disebut diatas terdapat coretan pada kata INDISCHE, dan menggantinya dengan tambahan TE BANDOENG di belakang kata TECHNIESCHE HOOGESCHOOL. Dengan demikian, kami menganggap bahwa untuk sementara waktu, asumsi perubahan nama itu adalah tanggal yang ada pada Reglement, yaitu 29 Desember 1919. Pada gilirannya, untuk semua kejadian sejarah yang terjadi sebelum tanggal itu, penyebutan untuk TH te Bandoeng ialah ITH.
Letak alamat TH te Bandoeng ialah di Hoogeschoolweg, yang sekarang menjadi Jalan Ganesha. Di depan kampus dibangun pula sebuah taman yang indah, dan dinamakan Yzerman Park, sebagai penghormatan atas jasa-jasa Yzerman dalam mengusahakan pendirian TH te Bandoeng. Patung dada Yzerman kemudian diletakkan di sebelah utara Yzerman Park yang menghadap ke utara. Saat ini 䋰ۺrektorat ITB, sementara sebagai gantinya, patung dada tersebut berada di kantor
dibuat monumen perjuangan warga Ganesha. Bangunan disekelilingnya yang berupa setengah lingkaran, terdapat tanda keterangan nama-nama gunung beserta arah dan ketinggiannya yang mengelilingi kota Bandung di sebelah Selatan.
3.4.6. Pengurus
Setelah
simbolisasi penanaman empat buah pohon beringin di areal calon
didirikannya ITH, Prof. Klopper dan Yzerman kembali lagi ke negeri Belanda. Kemudian, Raad van Beheer memutuskan untuk membentuk perwakilannya di Hindia Belanda, yang salah satu tugasnya dimasa pendirian ialah mengawasi pembangunan gedung sehingga dapat berjalan dengan lancar. Perwakilannya tersebut dinamakan College van Directueren (Majelis Direktur), dimana K.A.R.
37
Bosscha35 ditunjuk sebagai ketua, sementara Prof. Klopper sebagai sekretaris. Adapun sebagai bendahara dijabat oleh Direktur Factorij.
Dalam organisasi pendidikan, dibentuk College van Curatoren (Majelis Kurator/Wali). Organ tersebut dibentuk pada tanggal 20 Mei 1920, yang bertugas memperhatikan persoalan ideal dan akademi yang bakal dihadapi TH te Bandoeng. President-curator pertama, ditunjuklah Prof. Mr. J. H. Carpentier Alting, yang juga menjabat sebagai vice-president Raad van Beheer. Salah seorang anggota lain ialah R.T. Wiranatakoesoemah, Bupati Bandung36, yang pada tahun 1937 diangkat menjadi wakil presiden kurator hingga tahun 1942.
떠͎
35
Atas jasa-jasanya terhadap TH te Bandoeng, namanya diabadikan menjadi nama Laboratorium Bosscha, yang sekarang adalah Departemen Fisika ITB, dimana ruang 9009 disebut Ruang Bosscha. 36 Bukan kota Bandung, tapi Kabupaten Bandung. Walikota gementee Bandoeng saat itu ialah N. Beets (1937-1942)
38
IV AULA BARAT, AULA TIMUR DAN HENRI MACLAINE PONT
Gambar 5. Henri Maclaine Pont (1885-1972)
“Arsitektur … adalah bagian 伐 ۺdari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar ke luar dan menundukkan alam” (Ir. Henri Maclaine Pont) 4.1. Pengantar
Terkait dengan Aula Barat dan Aula Timur, diperlukan pembahasan khusus dalam rangkaian makalah ini. Oleh karenanya, penting untuk juga menelusuri latar belakang arsiteknya, Ir. Henri Maclaine Pont, dalam upaya memahami lebih utuh dalam penggalian nilai-nilai yang ada dalam arsitektur Aula Barat dan Aula Timur.
4.2. Keluarga Henri Maclaine Pont
Leluhur Pont datang dari Belanda Utara. Di sana mereka menyebut dirinya sebagai keturunan dari Het Hoen, salah satu panglima dari Water Geuzen yang
39
melawan penjajah Spanyol. Dari namanya, mengalir pula darah Maclaine dari Skotlandia. Selain memiliki darah barat, buyut dari pihak ibu Maclaine Pont berasal dari Indonesia timur (Pulau Buru). Tidak diketahui secara pasti, sejarah pernikahan leluhur Maclaine Pont. Oleh karena berdarah campuran, menyebabkan Maclaine Pont merupakan keturunan indo-peranakan atau disebut kleurlingen. Pada masa itu seorang indo-peranakan dipandang memiliki derajat dibawah keturunan Belanda totok37. Peraturan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah Belanda saat itu kepada para indo-peranakan itu diantaranya adalah diwajibkannya mereka untuk menggunakan pakaian bumiputera seperti pakaian bumiputera dan tidak diperbolehkannya mereka mengikuti berbagai kegiatan yang diperuntukan bagi masyarakat Eropa, seperti berdansa dan bersiul. Ayah Maclaine Pont bernama Pieter Maclaine Pont (1850-1926), yang berprofesi sebagai pengacara pada pabrik gula Nederlandsch-Indische Suiker Unie yang berpusat di Den Haag. Perusahaan gula tersebut merupakan salah satu dari empat ?
perusahaan gula Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda. Pieter Maclaine Pont merupakan pengacara yang beraliran liberal yang tidak menyetujui penjajahan. Ideologi yang dianutnya, menyebabkan Pieter Maclaine Pont dicabut izin bekerjanya sebagai seorang pengacara. Pengaruh dari seorang ayah yang liberal itu, menyebabkan Maclaine Pont menganut aliran yang sama. Mereka berdua menulis artikel-artikel anti-kolonalisme yang diterbitkan juga di Belanda.
Walaupun bukan termasuk ke dalam keturunan Belanda asli, keluarga Maclaine Pont juga menjalankan kebiasaan yang lazim dijalankan oleh keluarga Belanda pada umumnya, yaitu keturunan mereka akan dilahirkan, menjalani masa kanakkanak dan bersekolah dasar di Hindia Belanda, lalu kembali ke Belanda untuk bersekolah lanjutan dan menjalani masa perkuliahan. Kemudian para keluarga 37 Imam Buchori Zainuddin, Menggali Nilai di Antara Dua Dunia : Kajian Arsitektur TH Bandoeng, Karaya Henri Maclaine Pont dan Spiritnya terhadap Budaya Akademik di ITB dalam Proceeding Workshop Mewujudkan ITB Abad 21 (2004 : h. 53).
40
Belanda tersebut akan kembali ke Hindia Belanda untuk meniti karier dan akan kembali lagi ke Belanda untuk menghabiskan masa tuanya. Pada beberapa orang tertentu mereka mengakhiri hidupnya di Hindia Belanda karena keadaan politis.
4.3. Kelahiran Henri Maclaine Pont
Tahun 1871, pemerintah Hindia Belanda berhasil membuat jalur kereta api dari Batavia-Bogor. Jalur ini dibangun umtuk sarana transportasi hasil perkebunan milik para pengusaha Belanda. Menyusul dibangunnya jaringan kereta api, pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan Tanjung Priok (1877-1883) sebagai pengganti pelabuhan Sunda Kelapa.
Henri Maclaine Pont dilahirkan di daerah Jatinegara yang pada saat itu dikenal sebagai Meester Cornelis, pada 21 Juni 1885. Pada saat Maclaine Pont dilahirkan, Meester Cornelis masih merupakan kota mandiri, yang kemudian pada tahun 1935 䧠 ۺPont merupakan anak keempat dari tujuh menjadi bagian dari Batavia. Maclaine
bersaudara.
4.4. Masa Pendidikan Maclaine Pont
Pada saat berusia 8 tahun (1893), Maclaine Pont bersama keluarga ekspatriasi ke Belanda dan bersekolah di Den Haag. Kedatangan Maclaine Pont ke Belanda bersamaan dengan terbitnya tulisan Conrad Theodore Van Deventer yang berjudul “Een Ereschuld” (Hutang Kehormatan) di majalah De Gids.
Maclaine Pont didiagnosa menderita reumatik. Sakit tersebut diderita oleh Maclaine Pont selama beberapa bulan pada tahun 1901. Hasil pemeriksaan kesehatan Maclaine Pont saat itu menggambarkan bahwa Maclaine Pont tidak memiliki kesehatan yang cukup baik. Pada tahun tersebut, Ratu Wilhelmina
41
mengumumkan Politik Etis untuk Hindia-Belanda lewat suatu pidato kerajaan (Troonrede).
Satu tahun kemudian (1902), pada usia 17 tahun, Maclaine Pont melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di TH te Delft, pada jurusan pertambangan. Maclaine Pont hanya menempuh pendidikan selama 1,5 tahun pada jurusan pertambangan. Kemudian Maclaine Pont pindah ke jurusan arsitektur, dan selanjutnya bekerja paruh waktu pada perpustakaan Universitas Utrecht. Tahun 1903, Maclaine Pont bertemu dengan Thomas Karsten, dan kemudian keduanya menjadi teman akrab. Bersama Karsten, Maclaine Pont melakukan ekskursi ke Belgia dan Perancis. Selain itu, Maclaine Pont juga melakukan kunjungan ke Jerman dan Inggris.
Sepuluh tahun sebelum Maclaine Pont lahir (1875), seorang bangsawan Rusia yang bernama Helena Petrovna Blavatsky mendirikan suatu aliran pemikiran yang dikenal sebagai Teosofi, yang merupakan sintesis antara agama, filsafat dan sains. Teosofi bertujuan untuk memadukan spiritual timur dengan rasionalisme barat. 傀ۺ Teosofi bukanlah agama, karena didalamnya tidak terdapat aturan baku yang
harus diikutinya oleh para pengikutnya. Para penganut teosofi mempercayai beberapa prinsip berikut:
1. Mengadakan inti persaudaraan universal sesama manusia tanpa membedabedakan ras, kasta, warna kulit dan jenis kelamin 2. Menggerakkan semangat persamaan mempelajari agama, filsafat dan ilmu pengetahuan 3. Adanya upaya penyelidikan hukum-hukum yang tidak dapat dijelaskan oleh alam dan manusia
Teosofi kemudian menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan kebangunan budaya (Jawa) di Hindia Belanda. Hampir semua tokoh Boedi Oetomo dan orang-orang yang tergabung dalam Java-instituut merupakan kelompok penganut teosofi. Ajaran ini dapat menyatukan elit Jawa, orang-orang indo Eropa dan orang-orang Belanda yang menyetujui gerakan asosiasi sebagaimana disarankan oleh politik
42
etis. Pada tahun 1881, di Hindia Belanda berdiri The Pekalongan Theosophical Society.
Gambar 6. Markas Perkumpulan Teosofi di Bandung
Gerakan teosofi selain berpengaruh pada pengembangan gagasan asosiasi di Hindia waktu itu juga ikut memberi pengaruh secara pribadi pada diri Maclaine Pont. Ia dalam suratnya pernah menulis bahwa ‘…sebagaimanan kebanyakan orang di Delft, demikian pula aku tertarik pada gerakan teosofi dan pemikiran Mrs.Blavastky....’ =
Jadi ketertarikan Maclaine Pont terhadap teosofi berawal pada saat dirinya sedang menempuh pendidikan di Belanda. Tetapi keterlibatan Maclaine Pont dalam perkumpulan Teosofi di Hindia Belanda tidak diketahui.
Pada tahun 1903, gedung Stock Exchange di Amsterdam selesai dibangun. Gedung ini
dibangun atas dasar seorang arsitek yang mengusung aliran
Wendingen, yaitu H.P.Berlage. Arsitektur gedung ini menjadi diskusi hangat dan termasuk ke dalam kategori banguan yang berpengaruh pada masa tersebut. Aliran wendingen ini lebih mementingkan kepentingan sosial daripada pameran gaya. Selain itu aliran ini juga menekankan pentingnya kebersatuan bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Kemunculan aliran wendingen ini dalam wujud bangunan arsitektur di Belanda juga disaksikan oleh Maclaine Pont.
43
4.5. Maclaine Pont sebagai Seorang Arsitek
Enam tahun setelah kepindahannya ke jurusan aristektur, pada tahun 1909 Maclaine Pont (24 tahun) diwisuda dari TH te Delft. Selama periode 1909-1910 di kantor Posthumus Meyes di Amsterdam. Proyek pertama yang ditangani secara intensif oleh Maclaine Pont adalah pembangunan sebuah rumah sakit untuk para pembantu gereja di Overtoon, Amsterdam. Tahun 1910, akhirnya Maclaine Pont menikahi seorang wanita yang bernama Leonora (Noor) Hermine Gerlings. Noor merupakan putri seorang direktur jawatan kereta api (SCS)38 di Den Haag.
Tanggal 1 Januari 1911, Maclaine Pont kembali ke Hindia Belanda bersama isterinya dan kemudian tinggal di Tegal. Di Tegal, Maclaine Pont diminta untuk merancang kantor cabang SCS. NIS (Nederlandsch-Indische Spoor-en Traamweg Maatschappij), merupakan perusahaan induk SCS. Penunjukkan Maclaine Pont sebagai arsitek kantor SCS tegal didasarkan atas saran Ir.T.H. Gerlings, yang merupakan direktur SCS di Den Haag dan sekaligus mertua Maclaine Pont, ۺ kepada Klinkhamer (mantan dosen䫐Maclaine Pont di TH te Delft). Selain itu
adanya hubungan persaudaraan Maclaine Pont dengan Henry de Vogel, yang merupakan pegawai tinggi di SCS, menjadi salah satu faktor dipilihnya Maclaine Pont sebagai arsitek gedung SCS Tegal. Henry den Vogel merupakan paman dari Maclaine Pont.
Pada saat itu, NIS sedang membangun jalan kereta api antara Cirebon-Semarang. Pada saat membangun kantor NIS Semarang, Maclaine Pont meletakkan bangunan sepanjang timur-barat, sehingga banagunan tidak akan mendapatkan sinar matahari langsung. Tetapi bagian pintu dan jendela, dibangun menghadap utara-selatan yang menyebabkan bangunan mendapatkan proporsi angin semaksimal mungkin. Aristektur kantor cabang NIS di Tegal ini bergaya Eropa. Pemilihan langgam arsitektur bergaya Eropa didasarkan atas penilaian Maclaine Pont, bahwa gedung NIS merupakan milik perusahaan Eropa. Gedung NIS Tegal memiliki kemiripan dengan gedung pusat NIS di Semarang. Konsep arsitektur 38
SCS : Semarang Cheribon Stoomtraammaatschappij, perusahaan kereta api dan trem SemarangCheribon (cirebon sekarang)
44
yang diterapkan oleh Maclaine Pont sangat menekankan kepada terciptanya penghawaan dan sirkulasi udara yang baik,serta terisolasinya bangunan dari terik panas matahari. Selain itu, Maclaine Pont juga bereksperimen menggunakan banyak bahan bangunan dan buruh lokal. Hal ini berbeda dengan kelaziman yang terjadi pada arsitek Eropa pada umumnya, yang banyak menggunakan bahanbahan bangunan impor.
Pada tahun 1918, Maclaine Pont kembali ke Utrecth. Di Utrecth, proyek pembangunan TH te Bandoeng, diterima. Dipilihnya Maclaine Pont sebagai arsitek gedung TH te Bandoeng kemungkinan didasarkan atas pengetahuannya tentang kebudayaan masyarakat dan kondisi alam Hindia Belanda, mengingat bahwa sebelumnya Maclaine Pont pernah mengerjakan beberapa proyek di pulau Jawa. Dr. J.W. Yzerman dipilih sebagai ketua badan pengurus, juga didasarkan atas pengetahuannya yang banyak tentang Hindia Belanda. Pengetahuan
itu
didapatkan Yzerman pada saat bertugas sebagai pegawai jawatan kereta api pemerintah Belanda pada jalur Jawa-Sumatera. 几ۺ
Dikarenakan berlokasi di Utrecth, Maclaine Pont tidak dapat langsung mempelajari kondisi lahan dan lingkungan lokasi dibangunnya TH te Bandoeng. Berbagai data tentang keadaan dan kebudayaan Hindia, imajinasi, rekaman pengalaman tentang keadaan cuaca benua tropis selama Maclaine Pont di Hindia Belanda, ”bermain-main” di pemikirannya. Kesemua hal tersebut berpadu, dan membuat kertas putih itu menjelma menjadi blue print gedung TH te Bandoeng.
45
Gambar 7. Rancangan Maclaine Pont untuk Bangunan Indische Technische Hoogeschool
Pada awal Maclaine Pont menerima =proyek arsitek bangunan sekolah tinggi di Hindia Belanda ini, lokasi tempat pembangunan belumlah ditentukan. Sehinga, di dalam judul rancangan Maclaine Pont saat itu hanya tertulis Indische Technische Hoogeschool. Maclaine Pont menyelesaikan rancangannya pada 1 Maret 1919. Komisi pembangunan sekolah tinggi di Hindia Belanda, mempertimbangkan beberapa lokasi misalnya di Batavia, Solo, Jogyakarta atau Bandung. Tetapi, dikarenakan walikota B.Coops, menyatakan kesediannya ketempatan
sekolah
tinggi teknik tersebut dan menunjukkan dengan pasti lokasi yang dimaksud, maka terpilihlah Bandung sebagai tempat didirikannya sekolah tinggi tersebut.
Persyaratan yang diajukan kepada Maclaine Pont oleh Koninklijk Instituut voor Hooger Technische Onderwijs in Nederlandsch Indie adalah bahwa proses pembangunan gedung ini haruslah fleksibel,murah dan cepat. Luas lahan yang hendak dibangun adalah 30 ha. Tugas yang dibebankan kepada Maclaine Pont meliputi pembangunan 16 buah ruangan besar yang penting seperti ruangan yang
46
dapat menampung sekitar 500-600 kursi, aula, laboratorium, perpustakaan, ruang kuliah, studio/ruang gambar, dsb.
Pembangunan gedung TH te Bandoeng baru dilakukan setelah keluarnya persetujuan dari Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, tanggal 1 Mei 1919 di istana Weltevreden. Dari pertemuan tersebut disimpulkan bahwa Gubernur Jenderal merestui pembangunan sekolah tinggi teknik tersebut, dan diharapakan bahwa sekolah tersebut dapat diresmikan pada tahun 1920.
Sebelum proses pembangunan dimulai, empat orang gadis dari berbagai bangsa menanam empat buah pohon beringin di areal tempat pembangunan akan berlangsung. Penanaman pohon ini mungkin dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat Eropa, melakukan penanaman pohon pada saat kelahiran seorang anak, misalnya pada saat kelahiran Princess Juliana. Sehingga, salah satu pohon di sekitar alun-alun Bandung pada waktu itu, diberi nama Juliana blooms. Selain pada masyarakat Eropa, masyarakat Jawa juga sering mengadakan simbolisasi 䯀ۺhewan kurban pada saat kelahiran atau penanaman pohon atau pemotongan
dimulainya suatu pembangunan rumah. Pohon beringin tersebut ditanam pada saat penyerahan areal pembangunan TH te Bandoeng dari walikota (burgemeester) B. Coops. Letak sesungguhnya dari pohon tersebut, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Karena bukti primer yang menyatakan letak pohon tersebut belum ditemukan, walau pada titik pusat areal pembangunan, di dalam rancangan tapak Maclaine Pont (Gambar 4) terdapat tulisan waringins, letak pohon beringin tersebut masih dipertanyakan. Beberapa versi letak ditanamnya pohon tersebut telah dikemukakan, misalnya menurut Prof. Goenarso pohon beringin tersebut ditanam pada pusat areal pembangunan tersebut, yaitu di belakang pintu gerbang dan menurut Prof. Primadi Tabrani, pohon tersebut berada di areal tempat berdirinya perpustakaan pusat saat ini.
47
Gambar 8. Rancang Tapak Maclaine Pont untuk Bangunan Indische Technische 卐ۺ Hoogeschool
Ben F. Van Leerdam39 mengumpulkan beberapa surat-surat teguran dan memori yang ditujukan kepada Maclaine Pont dari Prof. Prof. Klopper sebagai project officer, mengenai ketidaklengkapan gambar-gambar kerja, perhitungan biaya, jadwal pelaksanaan, teknik konstruksi hingga perubahan arsitektonis. Prof. Imam Bukhori Zainuddin menggunakan data yang dikumpulkan oleh van Leerdam ini sebagai rujukan tentang adanya kekisruhan dalam pembangunan gedung TH te Bandoeng. Dalam mendesain gedung TH te Bandoeng, Maclaine Pont berkonsultasi dengan dosennya di Utrecth, yaitu Prof. Klinkhamer yang berwawasan modernis, anti neoklasik dan pengagum gotik. Selain itu, Klinkhamer selalu menganjurkan mahasiswanya untuk tidak mengikuti filsafat neoklasik yang menonjolkan dimensi kekuasaan dalam elemen desainnya. Dan dari tulisan van Leerdam pula, Prof. Imam mengemukakan bahwa Maclaine Pont sangat dipengaruhi oleh sikap Klinkhamer. Sebelum pembangunan gedung TH te 39
Ben F. Van Leerdam, Arsitek. Saat ini tinggal di Belanda
48
Bandoeng dimulai, terlebih dahulu rancangan Maclaine Pont telah disetujui, bahkan dipuji oleh masyarakat akademik di Delft.
Ketidakharmonisan hubungan antara Prof. Klopper dengan Maclaine Pont mulai terjadi pada saat proses pembangunan dimulai. Prof. Klopper menganggap, selain sebagai rektor, dia juga berwenang sebagai penentu semua kebijakan, termasuk di dalamnya kebijakan dalam pembangunan fisik gedung TH te Bandoeng. Maclaine Pont hanya dianggap sebagai pemborong oleh Prof. Klopper. Adapun kontraktor dalam pembangunan gedung TH Bandoeng ini adalah V.L. Sloors dari BOW. Pada saat terjadi keterlambatan pembangunan, Prof. Klopper menganggap hal itu disebabkan karena terlalu rumitnya desain arsitektur yang dibuat oleh Maclaine Pont. Oleh karena itu, Maclaine Pont diminta untuk lebih menyederhanakan desain arsitekturalnya. Selain itu, Prof. Klopper juga meminta adanya modifikasi ruang laboratorium dan perpustakaan, mengingat belum mendetailnya rancangan kedua ruangan tersebut pada tahap perencanaan awal dan adanya perubahan pada program akademik. Sehingga pada akhirnya, tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengan Maclaine Pont, Prof. Klopper= mengubah rencana arsitektural gedung TH te Bandoeng, membangun gedung pembantu tanpa mengikuti konsep estetika yang telah digariskan, menghilangkan ornamen yang tidak relevan serta mengubah komponen atap yang terlalu rumit dan dapat menghabiskan banyak biaya. Kepanikan Prof. Klopper ini kemungkinan disebabkan oleh belum rampungnya berbagai komponen struktural pada akhir tahun 1919, mengingat bahwa pembukaan direncanakan pada bulan Juli 1920. Keputusan sepihak Prof. Klopper menyebabkan ketidakpuasan dalam diri Maclaine Pont, mengingat dirinya telah disetujui sebagai technische superintendent dalam proyek tersebut. Akhirnya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi, maka Dr. J.W. Yzerman selaku Ketua Badan Pengurus dari Lembaga Kerajaan untuk Pendidikan Tinggi Teknik di Hindia Belanda (Voorzitterr voor Raad van Beheer van het Koninklijk Instituut voor Hooger Technische Onderwijs in Nederlandsch Indie) menyetujui saran Prof. Klopper untuk mencabut wewenang Maclaine Pont sebagai penasehat teknis dalam proyek pembangunan gedung TH Bandoeng. Tugas Maclaine Pont
49
kemudian dialihkan kepada Kolonel V.L. Sloors dari bagian zeni militer dan Kapten M.T. van Staveren dari jawatan kereta api.
Gambar 9. Kondisi pada saat pembangunan gedung utama TH Bandoeng (1920)
Pada saat menjelang pembukaan, bangunan utama TH Bandoeng selesai dibangun. Dan pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 1920 dengan mengambil tempat di bangunan utama sebelah timur, Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum meresmikan pembukaan sekolah tinggi teknik pertama di Hindia Belanda. 䲰ۺ
4.6. Bangunan Technische Hoogeschool te Bandoeng
Sekali lagi Maclaine Pont menerapkan sumbu utara-selatan dan barat-timur dalam rancangan arsitekturnya. Di bagian selatan terlihat vista gunung Tangkuban Perahu dan gunung Burangrang. Di bagian timur-barat memanjang gedung utama TH te Bandoeng. Lahan yang disediakan, dibatasi oleh sungai Cikapundung dan Jl.Dago (500 m barat-timur dan 600 m utara-selatan).
50
(a)
(b)
Gambar 10. (a) Tampak selatan gedung TH Bandoeng, (b) Foto udara lokasi TH Bandoeng
Pemilihan objek gunung sebagai titik pusat pandangan pada gedung TH te Bandoeng oleh Maclaine Pont, kemungkinan didasarkan atas pengetahuannya tentang kebudayaan masyarakat Jawa. Dimana pada masyarakat tersebut bangunan-bangunan yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat mengambil Jawa sebagai titik fokusnya. Selain itu, perpaduan berbagai elemen = Maclaine Pont dalam gedung TH te barat-timur yang diaplikasikan oleh
Bandoeng, kemungkinan disebabkan oleh paham teosofi yang dianutnya.
Unsur kebudayaan masyarakat Hindia Belanda yang dicuplik oleh Maclaine Pont dalam karya arsitekturalnya adalah pada bagian atap gedung utama TH te Bandoeng. Berbagai tafsiran tentang ”asal daerah” dari atap gedung utama TH te Bandoeng bermunculan. Ada yang menyebutkan bahwa atap tersebut mengambil ciri atap masyarakat Sumatera (Minangkabau atau Batak Karo), atau mengadaptasi
atap
”cagak
gunting”
dari
Garut,
atau
Maclaine
Pont
menggabungkan kelaziman berbagai bentuk atap bangunan di Jawa yang telah ditemuinya. Akan tetapi, Maclaine Pont tidak mendefinisikan secara pasti jenis langgam manakah yang diaplikasikannya pada atap gedung utama TH te Bandoeng.
51
(a)
(b)
(c)
Gambar 11. (a) gedung utama sebelah timur pada saat peresmian TH Bandoeng, (b) Bentuk atap gedung utama, (c) Koridor dekat gedung utama
Seperti layaknya pada bangunan karya Maclaine Pont sebelumnya, gedung utama TH te Bandoeng juga memiliki ventilasi dan penghawaan yang optimal. Maclaine Pont mendesain atap gedung utama sedemikan rupa, sehingga atap tersebut memilii gradien sudut yang berbeda untuk tiap lekukannya. Perbedaan gradien sudut ini ditujukan supaya di dalam gedung tersebut tercipta cross-ventilation dari penerangan alam dan penghawaan yang baik. Selain itu adanya jarak sejauh 2 meter antar rambu atap, menyebabkan= air tampias hujan, dapat terhalangi dengan baik.
Salah satu elemen yang sangat menonjol dalam desain gedung utama TH te Bandoeng adalah adanya bentangan parabolik (Gambar 3) yang terbuat dari rangkain lapisan kayu pada bagian interior, dengan tebal masing-masing lapisan 1 cm. Proses merangkai lapisan kayu menjadi sebuah bentangan parabolik, merupakan suatu karya yang tercipta dari tangan-tangan terampil masa lampau. Dan sampai saat ini, prestasi teknologi struktural yang diciptakan Maclaine Pont dalam gedung utama TH te Bandoeng belum mendapatkan padanannya. Kerumitan bentang parabolik dalam gedung utama TH te Bandoeng, juga diakui oleh mahasiswa senirupa saat ini. Berdasarkan pengakuan yang penulis terima, salah seorang diantaranya mengalami kesulitan pada saat diminta untuk menggambarkan bentangan parabolik beserta tiang-tiang penyangganya.
52
Untuk mengatasi masalah fleksibilitas, Maclaine Pont merancang sebuah ruangan besar yang memungkin untuk disekat sesuai dengan kebutuhan akademik yang ada. Ruangan besar itu dibangun tanpa mendapatkan interupsi yang berarti dari adanya tiang penyangga. Selain itu, ruangan
Selain elemen interior dalam gedung utama TH te Bandoeng, kepiawaian Maclaine Pont dalam memadukan elemen batu alam dan tanaman rambat pada tiang bagian luar (Gambar 7), memberikan suatu nuansa lingkungan yang penuh dengan ketentraman. Jenis tanaman rambat yang dipilih adalah pyrostegia , yang khusus didatangkan oleh Tuan Kerkhoven, salah satu preangeplanter¸untuk menghiasi gedung TH te Bandoeng. Pyrostegia merupakan bunga yang mekar sepanjang tahun, asal Amerika Selatan.
Pada akhirnya, keseluruhan rancangan Maclaine Pont pada arsitektur gedung TH te Bandoeng, memang mengundang decak kagum banayk pihak. Dari mulai arsitek Belanda Berlage, J. Gerber, sampai dengan para undangan yang ۺte Bandoeng. Selain itu, arsitektur gedung menghadiri peresmian dibukanya TH
TH te Bandoeng karya Maclaine Pont ini, juga menjadi awal ketertarikan para peneliti untuk menyelidiki lebih jauh tentang karya Maclaine Pont, yaitu Helen I. Jessup dan Ben F. Van Leerdam. Dan kemungkinan juga, karya aristektur Maclaine Pont ini menjadi sumber inisiasi para mahasiswanya untuk bergerak, melawan kolonialisme Belanda, seperti Raden Soekarno.
Akan tetapi, perenungan akan arti filosofi karya Maclaine Pont ini, nampaknya baru terjadi pada generasi tua, sementara mahasiswa yang sedang menjalankan aktivitasnya di kampus ITB saat ini, mungkin hanya menganggap gedung utama itu hanyalah suatu artefak bisu tanpa makna.
53
Gambar 12 . Iluminasi Aula Barat di malam hari, dalam rangka 25 tahun berkuasanya Ratu Wilhelmina, 1923
ۻ
54
V KEMERIAHAN PERESMIAN TECHNIESCHE HOOGESCHOOL TE BANDOENG
Sebelum pembukaan T.H. te Bandoeng, Committee voor Hooger Technische Onderwijs – di dalam “Kaoem Moeda” (23/06/20)- menyerukan kepada para penduduk Gemeente Bandoeng untuk memasang bendera Belanda dan berbagai perhiasan yang dapat mempercantik penampilan rumah. Selain itu, Committee juga meminta kepada para penduduk untuk dapat menyumbangkan sejumlah kecil dana sumbangan untuk perayaan pesta pembukaan sekolah teknik tersebut. Himbauan kepada masyarakat untuk menyumbang dirasakan oleh Committee merupakan hal yang pantas untuk dilakukan, mengingat pentingnya peresmian sekolah teknik baru tersebut bagi seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng. Sumbangan tersebut dapat disampaikan penduduk kepada Penningmeester40 dari 㴠ۺSuchtalen. Pada tahun 1913, permintaan Committee, yaitu Tuan jhr.L.W. van
sumbangan
dan ajakan untuk mempercantik rumah seperti ini, juga pernah
dilakukan pemerintah Belanda, yaitu pada saat perayaan seratus tahun terbebasnya Belanda dari penjajahan Perancis. Pada tahun tersebut, pemerintah Belanda meminta dengan paksaan kepada masyarakat Hindia untuk menyumbangkan sepicis atau diganti dengan sumbang tenaga selama empat hari. Paksaan ini mengilhami Suwardi Suryaningrat untuk menulis artikel Als ik Nederlands Was (andai saya seorang Belanda), yang terbit diterbitkan oleh surat kabar De Express
Kembali pada perayaan peresmian TH te Bandoeng, di dalam perayaan tersebut, Committee juga merencanakan akan mengadakan bermacam-macam pertunjukan seperti pemasangan lampu-lampu hias di tepi jalan dan upacara taptoe41. Oleh
40
Penningmeester : Bendahara Saat itu militer biasa mengadakan upacara taptoe, yaitu upacara yang biasa diadakan pada setiap hari sabtu. Pada upacara ini, satu kompi prajurit dengan seragam rapi, bersenjata lengkap beserta lambang dan umbul-umbul kesatuannya masing-masing, berparade dari asrama mereka di daerah lapangan siliwangi menuju Pieter’s Park. Parade tersebut diiringi oleh iringan musik dari korps militer.
41
55
karena itu, partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perayaan tersebut merupakan hal yang dirasa perlu, guna terciptanya suasana pesta yang meriah.
Akhirnya waktu peresmian sekolah teknik tersebut pun datang. Pada tanggal 3 Juli 1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng
resmi dibuka oleh Gubernur
Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, yang terdiri dari satu fakultas de Faculteit van Technische Wetenschap dan satu jurusan de Afdeeling der Weg en Waterbouw. Upacara peresmian tersebut dilaksanakan di dalam Aula Timur dengan penerangan gas asetilen. Hal ini dilakukan karena pemasangan instalasi listrik di gedung TH te Bandoeng belumlah rampung semuanya. Penggunaan gas asetilen sebagai sumber penerangan sempat menyebabkan terjadinya kebakaran di gedung tempat peresmian diadakan.
ۻ
(a)
56
(b) Gambar 13.
(c)
Suasana pada saat peresmian T.H. te Bandoeng : (a) pidato Ir.R.A. van
Sandick, tampak pada barisan paling depan, van Limburg Stirum dan Nyonya, (b) pidato K.A.R. Boscha , (c) piagam peresmian T.H. te Bandoeng
Peresmian TH te Bandoeng ditandai dengan penandatanganan piagam peresmian oleh : 1.Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum ۻ
2.Direktur Departemen Pendidikan dan Pengajaran (directeur van onderwijs en eeredienst), Mr. Greutzberg 3.Ketua Badan Pengurus (Raad van Beheer), Prof. J.H. Carpentier Alting 4.Ketua Dewan Kurator (voorzitter van het college van curratoren), Karl Albert Rudolf Boscha 5.Ketua (voorzitter van het college van directeuren/ketua harian Raad van Beheer), Dr. J.W. Yzerman 6.Rector Magnificus, Prof.Ir. J. Prof. Klopper
Pada upacara peresmian, para undangan yang memububuhkan tandatangannya diatas piagam peresmian juga memberikan pidatonya. Selain itu, juga terdapat R.A.A.A. Djajadiningrat (bupati Serang) dan dr.Yap Hong Tjoen yang memberikan pidatonya mewakili kaum Bumiputra dan Tionghoa. Sementara, Ir. R.A. van Sandick juga memberikan pidatonya pada pembukaan TH te Bandoeng, mewakili Koninklijk Institute voor Hooger Technische Onderwijs di Hindia Belanda. Pidato Tuan van Sandick berisi tentang latar belakang dan tujuan
57
pendirian TH te Bandoeng. Selain itu burgeemeester Bandoeng, tuan B. Coops dan Mr. Greutzberg sebagai directeur van onderwijs, juga memberikan pidatonya dalam peresmian tersebut. Tetapi pada saat peresmian TH te Bandoeng, Ir. Henri Maclaine Pont tidak dapat menghadiri upacara tersebut dikarenakan menderita sakit perut. Kehadirannya diwakili oleh istrinya, yaitu Leonora Hermine Gerlings.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
ሐۻ (h)
(i)
(j)
Gambar 14. Undangan yang menghadiri pembukaan T.H. te Bandoeng. (a) Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, (b) Nyonya Gravin van Limburg Stirum, (c) R.H.A.A.M Wiranatakusumah, (d) Karl Albert Rudolph Boscha, (e), Prof.mr.J.H. Carpentier Alting, (f) Dr.J.W. Ijzerman, (g) Prof.Ir.J.Prof. Klopper, (h) B.Coops, (i) van Aalst, (j) Ir.R.A.van Sandick
Pada acara peresmian tersebut turut hadir pula beberapa tamu undangan lain, diantaranya adalah Direktur BOW (Burgelijke Openbare Werken, Dinas Pekerjaan Umum), Direktur BB ( Departemen van Binnelands Bestuur, Departemen Dalam Negeri), voorzitter dan anggota Volksraad dan Anggota Raad van Indie
Setelah acara peresmian di gedung TH te Bandoeng selesai, para undangan menghadiri jamuan makan siang di area Bursa Tahunan (Jaarbeurs). Dipilihnya Jaabeurs sebagai tempat jamuan makan siang pada perayaan ini, dikarenakan tempat tersebut baru saja diresmikan. Pada bulan Juni-Juli Jaarbeurs merupakan tempat transaksi jual-beli antara pedagang dan pembeli. Selain itu pada periode
58
tersebut, Jaarbeurs
menyerupai area pasar malam, yang merupakan tempat
berbagai macam kesenian dan pertunjukan. Jaarbeurs terletak di Atjeh Weg, di sekitar Molluken Park. Saat ini gedung tersebut ditempati oleh KODIKLAT divisi Siliwangi.
(a)
(b) Gambar 15 (a) dan (b) Gedung Jaarbeurs
Perayaan pembukaan T.H. te Bandoeng berlanjut di halaman kediaman Residen Priangan. Jamuan makan malam ini ditujukan untuk memberikan penghormatan 嚐ۺ
atas kerja keras Badan Pengurus dan Dewan Kurator dalam pendirian TH te Bandoeng. Jamuan ini dibuka oleh Nyonya Gravin van Limburg Stirum dan dimeriahkan juga oleh dua buah korps musik militer dan gamelan. Alunan musik dari korps militer merupakan sesuatu yang telah akrab di telinga masyarakat Gemeente Bandoeng. Hal ini dikarenakan pada malam akhir pekan, korps musik militer dan orkes semacam ini sering mengadakan pertunjukan di sekitar Bragaweg dan Pieter’s Park.
(a)
(b)
(c)
Gambar 16 (a) Halaman rumah keresidenan Priangan, (b) korps musik militer, (c) pasukan kavaleri berkuda dalam pertunjukan “unjuk bendera”
59
Pertunjukan musik dan berbagai atraksi hiburan oleh korps militer serdadu Belanda pertama kali diadakan pada tahun 1920-an. Hal ini dikarenakan, sebelum tahun 1920-an, serdadu Belanda yang bermarkas di Cimahi sedang bertugas memadamkan perlawanan rakyat Hindia Belanda di beberapa daerah. Pertunjukan yang biasa mereka adakan adalah vlag vertoon (unjuk bendera) dan upacara taptoe.
Kemeriahan pada malam hari tersebut dilanjutkan dengan arak-arakan yang melalui Residentweg-Pasar Baroe (sekitar Jl. Otista) -Groote Postweg (Jl. Jend. Sudirman-Jl. Asia Afrika-Jl. Jend. A. Yani)-Bragaweg-Pieter’s Park-BragawegNaripanweg-Groote Postweg dan diakhiri di Aloen-aloen. Nampaknya, para parjurit yang mempertunjukkan pagelaran musik di halaman rumah keresidenan Priangan, turut mengiringi parade malam itu. Layaknya parade musik malam mimgguan yang sering mereka lakukan. 怀ۺ
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 17 (a) peta Gemeente Bandoeng, (b) Groote Posweg, (c) jalan Naripan, (d) Alunalun 1920-an, (e) “Kamar Bola” dekat Alun-alun, (f) Pieter’s Park
60
Selain diadakan hiburan untuk para tamu undangan, di Alun-alun juga diadakan hiburan gratis bagi seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng, yaitu sebuah pertunjukan wayang orang. Pagelaran wayang orang tersebut dilaksanakan dari pukul 20.00-23.00. Selain di Alun-alun, di “Kamar Bola” juga diadakan kelanjutan pesta perayaan.
Pada masa tersebut, pesta merupakan gaya hidup yang umum dilaksanakan para masyarakat Eropa di Gemeente Bandoeng ini. Seperti layaknya pesta setiap akhir pekan di jalan Braga dan gedung Societiet Concordia (Gedung Merdeka-skrg). Sehingga, keriaan perayaan peresmian TH te Bandoeng ini disambut dengan tangan terbuka oleh seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng.
Dengan berakhirnya keriaan pada hari Sabtu, 3 Juli 1920 tersebut, maka Hindia Belanda telah memiliki sekolah tinggi teknik, yang pada masa perkembangannya nanti akan menjadi cikal bakal beberapa perguruan tinggi terkemuka. Pembukaan satu sekolah tinggi yang bukan hanya mengundang dukungan tapi juga prote. Dan 榐ۺ satu minggu kemudian, perkuliahan pertama di TH te Bandoeng pun dimulai.
61
VI DAFTAR MAHASISWA PERTAMA Berikut ini adalah nama-nama mahasiswa yang pertama kali terdaftar pada TH te Bandoeng. Total semuanya ada 22 orang42, dimana 2 orang diantaranya adalah perempuan. Dari klasifikasi suku bangsa, 18 orang adalah Belanda, 2 orang Tionghoa, dan 2 orang bumiputera. Berikut ini nama-nama mahasiswa tersebut beserta asal daerahnya:
1. B. Elenbaas
Bandung
2. D. C. Haan
Peterongan (Jombang)
3. G. C. Herdenberg
Probolinggo
4. R. Th. Hees
Cimahi
5. J. T. Holtrop
Madiun
6. J. D. C Jordans
Surabaya
7. R. Katamso
Solo
8. R. Soeria Nata Legawa
Garut
9. D. Van der Meijden
Bandung
10. J. A. Mijer
Buitenzorg (Bogor)
11. C. H. T. Monteno
Surabaya
12. Mej. E. A. Odenthal
Solo
13. Ong Swan Joe
Surabaya
14. W. Plaff
Madiun
15. Tio Tien Bie
Surabaya
16. R.E. Ungezer
Weltevreden-Batavia (Jakarta)
17. Mej.H.M. Vrijburg
Bandung
18. A. C. De Wilde
Weltvreden-Batavia (Jakarta)
19. F. L. Van Stendrich
--
S
42
Awalnya hanya 22 orang, namun tahun ajaran itu juga bertambah 6 orang : 2 cina dan 4 Belanda, sehingga totalnya menjadi 28 orang. Dari 28 orang ini, selama tahun pertama, masingmasing 1 orang dari mahasiswa Belanda dan Bumiputera mengundurkan diri, sementara seorang mahasiswa puteri juga mengundurkan diri karena sakit. Setelah 3 tahun, seorang mahasiswa bumiputera yang satunya lagi mengundurkan diri. Sehingga total yang bertahan hanya 24 orang. S
62
20. Wiedenhof
Malang
21. K. Wolf
Solo
22. C. W. Wolfswinkel
Semarang
惰ۺ
63
DAFTAR PUSTAKA BUKU / MAKALAH / THESIS
[1]
Abdoel Raoef Soehoed, Prof., 2004, ”Orientasi Baru Pendidikan Tinggi Teknik Pada Institut Teknologi Bandung”. Proceeding Workshop; Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 1-10. Penerbit ITB.
[2]
Adjat Sakri (ed), 1979, Dari TH Ke ITB. Jilid I: Selintas Pekembangan ITB. Penerbit ITB
[3]
_____________, 1979, Dari TH Ke ITB. Jilid 2: Daftar Lulusan ITB. Penerbit ITB
[4]
Bambang Hidayat, Prof., 2004, ”Dari Awal Yang Kecil dan Berkarakter”. Proceeding Workshop; Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 109-118. Penerbit ITB
[5]
Cahyo Budi Utomo, 1995, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. IKIP Semarang Press, Edisi Pertama, Semarang
[6]
欀ۺ
Creutzberg, Pieter dan JTM van Laanen (Ed)., 1987, Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
[7]
De Klerck. E.S., 1938, History Of The Netherlands East Indies. Volume II. W.L. & J. Brusse N.V. Rotterdam, 1938
[8]
Djohan Makmur, dkk., 1993, Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
[9]
Djumhur, dan Drs. H. Danasuparta Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung, Cetakan Ke-11.
[10]
Effie Latifundia, 2004, ”Jalur Kereta Api dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kota Bandung Antara Tahun 1884-1924”. Tradisi, Makna, dan Budaya Materi, hal. 47-56. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Jakarta
[11]
_____________, 2004, ”Dampak Pembangunan Groote Postweg Terhadap Perkembangan Kota Bandung: Tahun 1810 Sampai Dengan Tahun 1870”. Teknologi dan Religi dalam perspektif Arkeologi, hal. 78-91. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Jakarta
64
[12]
Goenarso, Prof., 1995, Riwayat Perguruan Tinggi Teknik di Indonesia Periode 1920-1942. Penerbit ITB. Bandung
[13]
Haryoto Kunto, 1984, Wajah Bandung Tempo Dulu. PT. Granesia. Bandung.
[14]
Imam Buchori Zainuddin, Prof., 2004, ”Menggali Nilai Di Antara Dua Dunia Kajian Arsitektur TH Bandoeng Karya Henri Maclaine Pont dan Spiritnya Terhadap Budaya Akademik di ITB”. Proceeding Workshop; Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 51-80. Penerbit ITB
[15]
Kartum Setiawan, 2006, Cornelis Johannes Karel Van Aalst Sang Pemimpin NHM. Tulisan Kompilasi, tidak dipublikasi.
[16]
Mahatmanto, 2001, Ir. Henri Maclaine Pont. Representasi Dalam Historiografi Arsitektur Kolonial di Indonesia. Thesis, Program Magister Arsitektur, Program Pasca Sarjana, ITB.
[17]
Moedjanto Drs., MA. Indonesia Abad Ke-20, Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggajati, Tanpa Keterangan Penerbit dan Tahun.
[18]
Mohammad Sahari Besari, SProf., 2004, ”Institut Teknologi Bandung, Teknologi dan Masyarakat” Proceeding workshop; Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 13-49. Penerbit ITB.
[19]
Muhammad Sirozi, 2004, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-Tokoh Islam Dalam Penyusunan UU NO.2/1989. IndonesiaNetherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS).
[20]
Primadi Tabrani, Prof., 1995, ITB Bagimu Nusa, Skrip Program. Peringatan 50 tahun RI dan 75 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia, Panitia Pameran 75 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia –PTKP-ITB.
[21]
S. Nasution, Prof. Dr., Sejarah Pendidikan Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta.
[22]
Sartono Kartodirjo, 1993, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 15001900, Dari Emporium Sampai Imperium. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
65
[23]
Scmutzer, Eduard J. M., 1977, Dutch Colonial Policy And The Search For Identity In Indonesia, 1920-1931. Leiden, E.J. Brill.
[24]
Sumarso Moestoko, dkk, 1979, Pendidikan di Indonesia Dari Jaman Ke Jaman. Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
[25]
Tim Peneliti, 1976, Pendidikan di Indonesia 1900-1974. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
[26]
__________, 1977-1978, Sejarah Daerah Jawa Barat. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Depdikbud
[27]
__________, 1978, Kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda Di Bidang Perekonomian.(1901-1941)
KoninklijkInstituut
voor
taal,
Land-en
Volkenkunde (KITLV) kerjasama dengan LIPI, Jakarta. [29]
__________, 1998, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
[30]
__________, 2000, Sejarah Kota Bandung, 1906-1945. Pemerintah Kota 懠ۺ
Bandung. [31]
__________, 2003, Pendidikan Tinggi di Indonesia Dalam Lintasan Waktu dan Peristiwa. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas RI. Penerbit UI, Jakarta.
[32]
__________,
Bentuk
dan
Susunan
Ketatanegaraan
Dan
Tata
Pemerintahan Di Negeri Belanda dan Hindia Belanda (1900-1940), Tanpa Penerbit dan Tahun. [33]
Thomas, R. Murray, 1973, A Chronicle Of Indonesian Higher Education. Chopmen Enterprises, Singapore.
[34]
Van Gorcum, Dr. H.J., and Comp. N. V, 1987, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
[35]
Van Leerdam, Ben F., 1988, Henri Maclaine Pont: Architect tussen twee werelden: Over de perikelen rond het onststaan van de gebouwen van een hoogeschool,
het
‘Instituut
Teknologi
Universitaire Pers.
66
Bandung’.
Delft:
Delftse
[36]
Voskuil E.A., R.P.G.A., 1996, Bandoeng, Beeld van een staad, Asia Maior, Purmerend.
[37]
Yulianto Sumalyo, 1993, Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
SURAT KABAR
[1]
(1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.2. Mr. C.Th. van Deventer.
[2]
(1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.6. Politiek Negeri. Decentralisatie (atoeran pemerintahan baroe).
[3]
(1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.7, 2 Januari. Politiek Negeri. Decentralisatie (atoeran pemerintahan baroe).
[4]
(1916) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.13, 1 April. Pidato Jang Dioetjapkan Ketika Timbang Terima Pemerintahan Hindia Belanda.
[5]
(1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.11. Dari Hal Kaoem-Kaoem Politiek (politieke partijen).
[6]
池 ۺNo.11.Perhimpoenan Indie Weerbaar. (1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6,
[7]
(1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.15. Koninkelijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs.
[8]
(1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.15.Pengadjaran di Tanah Hindia.
[9]
(1918) Tjaja Hindia, Thn Ke-7, No.??, Sekolah Tinggi Insinjoer Di Tanah Hindia.
[10]
(1920) Panoengtoen Kamadjoean. Tahoen VI No. VI, Juni 1920. Sakola Ingenieur (Hooge Technischeschool).
[11]
(1920) Boedi Oetomo. Juni 1920. Hal Politieknja Onderwijs.
[12]
(1920) Kaoem Moeda, 23 Juni 1920
[13]
(1920) Tjahaja Timoer, 5 Juli 1920. Technische Hoogeschool.
[14]
(1920) Boedi Oetomo, 7 Juli 1920 Th.1 No.15 Hal.1 Kol 1-3. Pohonnya Dibentji, boewahnja Dipoedji.
[15]
(1920) Tjaja Hindia, Thn. Ke-9, No.3, 15 Agustus 1920. Pengadjaran Tinggi.
67
[16]
(1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.2, 15 Juli. Sekolah Tinggi Jang Akan Didirikan Di-Hindia.
[17]
(1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.3, ??Agustus. Sekolah Tinggi Jang Akan Didirikan Di-Hindia.
[18]
(1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.4, 31 Agustus. Sekolah Tinggi Jang Akan Didirikan Di-Hindia.
[19]
(1921) Tjaja Hindia, Thn Ke-10.Gobnor Djenderal J.M. Graaf Van Limburg Stirum Meninggalkan Hindia.
[20]
(1921) Tjaja Hindia, Thn Ke-10. Pidato G.G Jang Lama Dan Jang Baroe.
[21]
(1924) Bintang Hindia (De Maleische Revue). Technisch Hooge School – Bandoeng.
[22]
(1933) Mooi Bandoeng, Agustus 1933, Jaargang 3, Edisi 2.
[23]
(Tanpa Tahun) Sekolahan Tinggi..........Th.8 No.126 Hal 1. Kol 1-2
WEBSITES [1]
3
Razif. Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan, http://homepage.mac.com/abuhassanhasbullah/mw2004/pages/752.html
[2]
The History Of Indonesia. http://www.geocities.com/amemorikaze/indonesianhistory4.htm page 3 (1826-1945).
[3]
Deventer, C.Th. Van http://www.geocities.com/nedindie/D.htm
[4]
Limburg Stirum, J.P Graaf van http://www.geocities.com/nedindie/L.htm
[5]
Van Aalst, Karel (Dr. C.J.K) http://www.westfriesgenootschap.nl/geschiedschr/biografie/biografie.html
[6]
Ijzerman, Jan Willem http://www.nationaalherbarium.nl/fmcollectors/XY/IJzermanJW.htm
68