1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan. Berdasarkan data Departemen Pertanian, Indonesia menghasilkan lebih dari 400 jens buah-buahan, baik buah tropis maupun subtropis (Rukmana, 2008). Buah-buahan tropis Indonesia ada yang bersifat semusim atau dua musim (annual) dan tahunan (perennial). Namun, buahbuahan tahunan lebih dominan. Pada umumnya, buah-buahan tahunan berbuah tergantung pada musim atau kondisi iklim (Sunarjono, 2008). Tanaman buah-buahan tahunan adalah tanaman sumber vitamin, garam mineral dan lain-lain yang dikonsumsi dari bagian tanaman yang berumur lebih dari 1 tahun. Tanaman buah-buahan tahunan dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu jenis tanaman buah-buahan yang tidak berumpun dan dipanen sekaligus, jenis tanaman buah-buahan yang tidak berumpun dan dipanen berulangkali/ lebih dari satu kali dalam satu musim/tahun dan jenis tanaman buah-buahan yang berumpun dan dipanen terus menerus (BPS DIY, 2013). Komoditi buahbuahan tahunan antara lain mangga, manggis, rambutan, duku/langsat/kokosan, sukun, pepaya, sawo, jambu biji, belimbing, sirsak, markisa, jeruk, anggur, alpukat, durian, apel, jambu air, salak, nenas, pisang, nangka. Buah nangka termasuk dalam tanaman buah yang tidak berumpun dan dipanen terus menerus (berulangkali) dalam satu tahunan. Nangka (Artocarpus heterophyllus) yang merupakan buah-buahan tahunan menjadi salah satu buah yang paling banyak ditanam di daerah tropis seperti Indonesia. Saat ini, nangka merupakan salah satu jenis tanaman yang mendapat prioritas untuk dikembangkan dalam Program Pengembangan Jenis Pohon Serba Guna (JPSG). Pemilihan nangka sebagai satu tanaman hortikultura yang mendapat prioritas pengembangan bukan tanpa alasan yang kuat. Jenis tanaman buah yang satu ini berprospek cerah sebagai pendukung program pemerintah, terutama dalam program diversifikasi pangan dan peningkatan devisa negara. Selain itu, tanaman ini juga mampu berproduksi tinggi, 1
2
pertumbuhannya cepat, regenerasinya relatif mudah, dapat ditanam bersamaan dengan tanaman lain dan dapat mencegah erosi. Karena kelebihan yang terakhir ini, maka tanaman nangka termasuk salah satu tanaman penghijauan. Apalagi jenis tanaman ini relatif mudah tumbuh di sembarang tempat, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Persyaratan tumbuhnya pun tidak terlalu rumit. Bahkan nangka termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap kekeringan (Widyastuti, 1995). Bagian dari buah nangka yang umum dikonsumsi adalah nangka muda, nangka masak, dan bijinya. Buah nangka yang muda dapat disayur (gudeg), sedang buah yang matang enak dimakan segar. Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak. Batang yang telah tua baik sekali untuk bahan bangunan. Makin tua warna kuningnya, makin bermutu tinggi kayunya. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka yang tahan lama disimpan (Sunaryono 2005). Nangka muda memiliki komposisi mineral yang cukup bagus, terutama kalsium dan fosfor, masing-masing sebesar 45 mg dan 29 mg per 100 gram.
Keunggulan
karbohidrat
(11,3
lain
dari
nangka
muda
g/100
g).
Sedangkan
adalah
kandungan
mengandung vitamin
yang
tinggi yaitu vitamin A (25 SI/100 g) dan vitamin C (9 mg/100 g) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Tabel 1. Kandungan Gizi Nangka Muda Kandungan Gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Sumber: Depkes RI 1992
Nangka Muda 51 2,0 0,4 11,3 45 29 0,5 25 0,07 9
3
Menurut Tobing dan Hadibroto (2015) hampir semua dapur nusantara memanfaatkan nangka muda. Selagi biji-bijinya belum membesar dan mengeras, daging buahnya cepat empuk dan menyerap bumbu. Nangka muda dapat diolah menjadi makanan yang populer seperti gudeg. Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Gudeg merupakan makanan yang sudah menjadi ikon dan identik dengan Kota Yogyakarta. Permintaan nangka untuk keperluan membuat gudeg sangat banyak dan belum bisa terpenuhi dengan produksi lokal. Selama ini Yogyakarta dikenal sebagai Kota Gudeg, namun bahan baku gudeg masih sulit diperoleh (Cahyono, 2012). Menurut Sudeng dalam Cahyono (2012) permintaan buah nangka saat ini masih tergolong tinggi. Tidak hanya dari dalam kota saja, tetapi luar negeri seperti di Thailand. Para petani selalu kewalahan untuk memenuhi permintaan tersebut. Nangka bukan merupakan komoditas unggulan di Kota Yogyakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya produksi nangka di Kota Yogyakarta masih sering mengalami fluktuasi. Berikut data produksi buah nangka di Kota Yogyakarta tahun 2010-2014: Tabel 2. Produksi Buah Nangka di Kota Yogyakarta Tahun 2010-2014 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Tanaman Menghasilkan (Pohon) 2.338 1.593 1.593 2.601 1.585
Produksi (Ton) 894 410 410 1.584 383
Sumber: BPS Kota Yogyakarta Jumlah produksi nangka di Kota Yogyakarta pada tahun 2014 lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 produksi hanya sebesar 383 ton / tahun. Produksi nangka dengan jumlah yang rendah akan berpengaruh terhadap kenaikan harga nangka muda dipasar. Berdasarkan hal tersebut nangka muda menjadi salah satu penyebab inflasi yang terjadi pada bulan maret tahun 2014 dan tahun 2015. Berikut beberapa
4
kelompok makanan yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil terjadinya inflasi: Tabel 3. Komoditas (Kelompok Makanan) Penyumbang Inflasi Tahun 2014 Komoditas
Kenaikan Harga (%)
Beras Bawang Putih Minyak Goreng Cabai Rawit Telur Asin Bawang Merah Pepaya Susu Bubuk Nangka Muda Daging Kambing Mie Kering Instan Salak Daging Sapi Tempe Telur Ayam Kampung Brokoli
2,46 18,47 2,89 16,86 6,71 3,88 5,38 2,30 31,84 1,14 1,75 6,84 0,66 1,23 19,81 8,56
Penyumbang inflasi (%) 0,09 0,04 0,03 0,03 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Sumber: BPS Yogyakarta 2014 Kota Yogyakarta pada Bulan Maret 2014 mengalami inflasi. Inflasi ini dikarenakan adanya kenaikan harga-harga yang menyebabkan berubahnya angka indeks harga konsumen (IHK). Terdapat enam kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar, kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.
5
Tabel 4. Komoditas (Kelompok Makanan) Penyumbang Inflasi Tahun 2015 Komoditas
Kenaikan Harga (%)
Beras Bawang Merah Udang Basah Daging Sapi The Pepaya Nangka Muda Kembang Kol
4,01 43,97 13,62 1,32 2,70 2,54 21,34 12,54
Penyumbang inflasi (%) 0,15 0,13 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Sumber: BPS Yogyakarta 2015 Kota Yogyakarta pada Bulan Maret 2015 mengalami inflasi. Inflasi ini dikarenakan adanya kenaikan harga-harga yang menyebabkan berubahnya angka indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan Tabel 4, nangka muda mengalami kenaikan harga sebesar 21,34% dan menyumbang inflasi sebesar 0,01%. Harga bahan pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran struktural yang terjadi di sektor pertanian sehingga menyebabkan inelastisnya
penawaran
bahan
pangan.
Ketergantungan
perekonomian
Indonesia yang besar terhadap sektor pertanian, yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan daya serap tenaga kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi, mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi laju permintaannya, sehingga sering terjadi excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan inflationary gap. Timbulnya excess demand ini disebabkan oleh percepatan pertambahan penduduk yang membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan pertambahan output pertanian, khususnya pangan. Di sisi lain, kelambanan produksi bahan pangan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi teknologi dan metode pertanian yang kurang maksimal; adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian seperti, perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian akibat industrialisasi; juga
6
semakin sempitnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri; dan pengembangan kota (Atmadja, 1999). Pada umumnya, buah-buahan tahunan berbuah tergantung pada musim atau kondisi iklim. Biasanya musim panen jatuh pada musim hujan sesudah kemarau panjang. Sementara pada musim kemarau jarang ada tanaman buah tahunan berbuah lebat. Hal ini menyebabkan adanya musim panen raya, musim panen kecil atau susulan, dan musim tanpa panen buah (paceklik). Akibatnya, saat panen buah raya terjadi buah melimpah hingga harganya turun. Pada musim paceklik, tidak ada buah yang tampak di pasar sehingga bila ada harganya pun melonjak (Sunarjono, 2008). Buah nangka yang merupakan tanaman buah tahunan mempunyai sifat demikian. Berdasarkan hal tersebut pada bulan Maret tahun 2014 harga nangka muda di Yogyakarta naik sebesar 31,84% dengan memberikan andil 0,01% terjadinya inflasi di Yogyakarta (BPS Yogyakarta, 2014). Pada tahun 2015 inflasi kembali terjadi dan nangka muda menjadi salah satu penyumbang inflasi. Harga nangka muda naik sebesar 21,34 % dan menyumbang inflasi sebesar 0,01% (BPS Yogyakarta, 2015). Produksi nangka muda yang berfluktuatif akan mempengaruhi jumlah konsumsi nangka muda. Mengingat jumlah konsumen nangka muda yang ada di Yogyakarta banyak maka kebutuhan akan nangka muda juga tinggi. Salah satu konsumen nangka muda adalah pengusaha gudeg. Pengusaha gudeg sebagai pemilik UMKM gudeg selalu membutuhkan nangka muda sebagai bahan baku pembuatan gudeg. Apabila pasokan bahan baku nangka muda dalam pembuatan gudeg tidak terpenuhi maka akan berpengaruh terhadap rendahnya produksi gudeg di usaha-usaha gudeg yang ada di Yogyakarta. Adanya penelitian mengenai Supply Chain Management (Manajemen rantai pasok) nangka muda di Yogyakarta akan mempermudah konsumen atau pengusaha gudeg dalam mengakses dan mengetahui sumber-sumber nangka muda dalam kuantitas dan kualitas yang lebih baik. Sumber-sumber tersebut terdiri dari petani nangka atau pedagang nangka di Kota Yogyakarta maupun luar Kota Yogyakarta. Adanya kemudahan akses rantai pasokan nangka muda
7
tersebut diharapkan kebutuhan nangka muda di UMKM gudeg baik kualitas maupun kuantitas dapat terpenuhi dan dapat menurunkan inflasi dari komoditas nangka muda yang terjadi Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Kasus yang terjadi di Kota Yogyakarta adalah produksi nangka muda yang berfluktuatif namun disisi lain kebutuhan nangka muda yang tinggi khususnya untuk UMKM gudeg. Nangka merupakan tanaman buah tahunan sehingga produksinya tidak selalu tersedia dengan jumlah yang tinggi setiap saat. Ketersediaan nangka muda yang rendah akan menyebabkan pasokan yang rendah pula di setiap UMKM gudeg. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) mengamankan bahan baku nangka muda sehingga produk Gudeg tetap sampai ditangan konsumen secara efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya analisis manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) nangka muda di UMKM gudeg Yogyakarta untuk mengatasi permasalah tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen rantai pasok bahan baku nangka muda (Artocarpus heterophyllus) di UMKM gudeg Kota Yogyakarta saat ini? 2. Bagaimana model Supply Chain Management (manajemen rantai pasok) nangka muda (Artocarpus heterophyllus) di UMKM gudeg Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi manajemen rantai pasok bahan baku nangka muda (Artocarpus heterophyllus) di UMKM gudeg Kota Yogyakarta. 2. Mengidentifikasi model Supply Chain Management (manajemen rantai pasok) di UMKM Gudeg Kota Yogyakarta.
8
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain: 1. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan tentang supplay chain management nangka muda di UMKM gudeg Kota Yogyakarta. 2. Bagi Pengusaha Gudeg Adanya analisis Supply Chain Management (manajemen rantai pasok) akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh UMKM gudeg di Kota Yogyakarta
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
pengelolaan
dan
pengendalian bahan baku nangka muda, sehingga kebutuhan terhadap bahan baku nangka muda tercukupi. 3. Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan daerah. 4. Bagi Pembaca Memberikan rujukan/referensi bagi kalangan akademisi untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya mengenai topik permasalahan yang sama.