KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH PASCA RESTRUKTURISASI PADA KANTOR KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI (Studi Pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah)
I Gede Eko Putra Sri Sentanu Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Abstract That structuring the organization conducted the regional body of local government is a form of implementation of government policies in order to create an effective and efficient organization and implementation of local government administrative system. Tabanan Government has implemented its Reorganization under Regulation No local devices. Year 2008 3 Which refer to the PP No. 41 Year 2007 About the Organization of the Region, one is to form the Office of Family Planning and Women Empowerment (KB and PP). By establishing an office for matters of family planning and women's empowerment is meant to create a poor organizational structure in rich functionality but without leaving the area as prescribed that are required by the legislation in force. The results of this study indicate that the performance of the government apparatus of blood on KB and PP Office Tabanan views of: (a) Actual placement of employees after the restructuring of the regional organization under the PP. 41 Year 2007, Which Is Generally seen from the form and structure of organizational and structural or functional positions are in office positions That is, (2) The performance of the local government apparatus after the organizational restructuring and realization of the device with the placement officer's Messenger Performance Commitment Program (KKP) as performance indicators and performance evaluation apparatus apparatuses, (3) The factors "That support and Hinder the performance of Government Officials after the realization of organizational restructuring of staffing tools, namely: (a) lack of clarity PLKB functional organizational structure , (b) an employee or potential resources apparatus, (c) budgetary support, facilities and infrastructure of the District Government and Provincial BKKBN; (d) leadership and (e) the motivation is high Enough. Keywords : Performance, restructurization, Government Regulation Abstrak Penataan organisasi perangkat daerah yang dilaksanakan pemerintah daerah merupakan wujud implementasi kebijakan pemerintah dalam rangka menciptakan organisasi yang efektif dan efisien serta terlaksananya sistem administrasi pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah melaksanakan penataan organisasi perangkat daerah berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2008 yang mengacu kepada PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, salah satunya adalah dengan membentuk Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (KB dan PP). Dengan membentuk kantor untuk urusan keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan dimaksudkan untuk menciptakan organsiasi yang miskin struktur tetapi kaya
208
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 209
fungsi tanpa meninggalkan urusan daerah yang sifatnya wajib sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan dilihat dari : (1) Realisasi penempatan pegawai setelah restrukturisasi organisasi perangkat daerah berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 yang secara umum dilihat dari bentuk dan susunan organisasi dan jabatan struktural maupun jabatan fungsional yang ada di dalam kantor tersebut; (2) Kinerja aparatur pemerintah daerah setelah restrukturisasi organisasi perangkat daerah dan realisasi penempatan pegawai dengan melihat Komitmen Kinerja Program (KKP) sebagai indikator kinerja aparaturnya dan evaluasi kinerja aparatur; (3) Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kinerja aparatur pemerintah setelah restrukturisasi organsiasi perangkat daerah dan realisasi penempatan pegawai, yaitu : (a) ketidakjelasan struktur organisasi jabatan fungsional PLKB; (b) potensi pegawai atau sumber daya aparatur; (c) dukungan anggaran, sarana dan prasarana dari Pemerintah Kabupaten dan BKKBN Provinsi; (d) kepemimpinan; dan (e) motivasi yang cukup tinggi. Kata Kunci : kinerja, restrukturisasi, Peraturan Pemerintah
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian ini dilakukan dengan melihat bahwa penataan struktur kelembagaan atau organisasi pemerintah daerah merupakan bagian dari penyempurnaan administrasi (administration reform) yang antara lain difokuskan kepada penciptaan struktur organisasi yang mampu menyerap aspirasi masyarakat, terutama terhadap adanya tuntutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan dilakukannya penataan organisasi, pembengkakan kelembagaan akan dapat dihindari dan pengeluaran keuangan negara dapat lebih ditekan dengan tujuan agar mampu meningkatkan kinerja organisasi maupun aparatur pemerintah, karena setiap pembengkakan struktur organisasi dapat meningkatkan pembiayaan yang tidak sedikit dalam bidang personil, keuangan dan sarana kerja. Dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yakni mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 sudah 3 (tiga) kali pergantian kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang mengatur hal
yang sama (PP 84/2000, PP 8/2003 dan PP 41/2007), yaitu tentang pedoman penataan organisasi perangkat daerah pada pemerintah daerah. Diawali dengan lahirnya PP No. 84 Tahun 2000, merupakan tonggak dimulainya penataan organisasi perangkat daerah semenjak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan efisien. Sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 41 Tahun 2007, Kabupaten Tabanan telah berupaya untuk menyiapkan segala sesuatu untuk mewujudkan semangat tersebut termasuk dengan menyederhanakan struktur organisasi perangkat daerah melalui penggabungan atau reorganisasi dan membina serta meningkatkan kesiapan sumber daya manusia aparatur pemerintah pasca penggabungan tersebut. Saat ini, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan, telah menyederhanakan beberapa satuan kerja perangkat
210 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
daerah (SKPD) melalui penataan organisasi, total SKPD sebanyak 41 buah dengan perincian yakni: SKPD dalam bentuk Badan sebanyak 7 buah; dalam bentuk Dinas sebanyak 15 buah; dalam bentuk Kantor sebanyak 5 buah; dalam bentuk Bagian sebanyak 10 buah dan sisanya adalah Inspektorat, Sekretariat DPRD, Satpol PP dan RSUD. Diantara SKPD tersebut, yang diangkat dalam penelitian ini adalah penataan organisasi perangkat daerah yakni organisasi yang mengurusi masalah Keluarga Berencana (dahulu bernama BKKBN). Seperti halnya di banyak daerah, penggabungan organisasi yang terjadi di Kabupaten Tabanan Tahun 2008 yang pada saat itu KB bergabung dengan Pemberdayaan Perempuan dalam bentuk kantor, juga berimbas pada menurunnya kinerja para pegawai KB, hal ini dapat ditunjukkan dari data Komitmen Kinerja Program (KKP) sebagai salah satu indikator kinerja aparatur Bulan Desember Tahun 2008 dimana didalam KKP tersebut terjadi penurunan pencapaian peserta KB baru (selain MOP dan Kondom) sebanyak 93 orang jika dibandingkan dengan data bulan yang sama Tahun 2007 pada saat masih bergabung dengan dinas kesehatan yakni sebanyak 3717 orang atau telah terjadi penurunan prosentase kinerja sebesar 21,90% menjadi 75,59%. Penurunan tersebut disebabkan karena mereka memerlukan penyesuaian (adaptasi) pada sistem dan lingkungan kerja yang baru, terutama bagi para PLKB yang ada di lapangan, yakni dari Dinas Kesehatan ke Kantor KB dan PP. Struktur organsiasi dalam bentuk Kantor berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2008 yang mengacu pada PP No. 41 Tahun 2007 tidak secara jelas mengatur atau menempatkan kelompok jabatan fungsional (PLKB) dalam garis koordinasi dan tanggungjawab yang jelas, karena PLKB inilah yang pada nantinya sebagai “ujung tombak”
keberhasilan program KB di Kabupaten/Kota. Di lain pihak, arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Tabanan ternyata tidak menjadikan program KB sebagai prioritas, sehingga memerlukan penggabungan dengan Pemberdayaan Perempuan berdasarkan pertimbangan kemiripan tupoksi dan prinsip “miskin struktur kaya fungsi”, dan belum adanya dukungan politis maupun anggaran di lingkungan eksekutif maupun legislatif. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana realisasi penempatan pegawai setelah restrukturisasi organisasi perangkat daerah berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007? 2. Bagaimana kinerja aparatur pemerintah daerah setelah restrukturisasi organisasi perangkat daerah dan realisasi penempatan pegawai ? 3. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat kinerja aparatur pemerintah setelah restrukturisasi organsiasi perangkat daerah dan realisasi penempatan pegawai ?
METODELOGI PENELITIAN Jenis Penelitian
Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, yakni mendeskripasikan fenomena dan permasalahan untuk dapat diungkapkan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam tentang revitalisasi sistem manajemen kinerja PDAM dalam perspektif pelayanan publik.
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 211
PEMBAHASAN Realisasi Penempatan Pegawai Setelah Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 Bentuk dan Susunan Organisasi Bentuk dan susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten
Tabanan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kebijakan pemerintah tentang pedoman organisasi perangkat daerah dan menjadi acuan teknis pada saat melakukan penataan organisasi. Dengan mempertimbangkan beberapa kriteria tersebut diatas maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan sudah mengimplementasikan kebijakan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) menyetujui dan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Penataan organisasi perangkat daerah yang dilaksanakan di Kabupaten Tabanan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dimana susunan dan kedudukan organisasi/institusi Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan ditetapkan dengan Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan. Dalam Peraturan Daerah (Perda) tersebut disebutkan bentuk dan susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Tabanan khususnya Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan sebagai berikut : 1. Pasal 10 ayat 3, menyatakan bahwa tugas melaksanakan urusan
pemerintahan dalam bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera serta urusan pemerintahan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dilaksanakan oleh Lembaga Teknis Daerah dalam bentuk Kantor yakni Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. 2. Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan yang diserahkan organisasi beserta asetnya oleh pemerintah kepada pemerintah daerah untuk menjadi organisasi perangkat daerah, dimana Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 7 terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha dan 3 (tiga) seksi, yaitu Seksi Pelayanan KB dan Reproduksi Kesehatan, Seksi Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga dan Seksi Pemberdayaan Perempuan (PP). Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Kondisi organisasi perangkat daerah sangat mempengaruhi tingkat kemampuan aparatur dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dan untuk bekerja secara efektif, administratif dan harus memahami dengan jelas struktur suatu organisasi. Kemudian dalam menelaah struktur suatu organisasi beberapa konsep yang menjadi perhatian utama yang menyangkut kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi (Hasibuan, 2001 : 54). Kompleksitas berkenaan dengan tingkat spesialisasi, tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam hierarki organisasi serta penyebaran organisasi secara geografis, sedangkan formalisasi menyangkut sejauh mana aturan-aturan ditetapkan dan prosedur-prosedur disusun sedangkan sentralisasi lebih jauh menyangkut kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Akhirnya suatu organisasi
212 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
yang bedalan secara efektif akan berhubungan dengan sejauh mana struktur atau lembaga yang dirancang dapat mendorong atau bahkan menghalangi pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan suatu organisasi. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan, maka dilaksanakanlah penataan struktur kelembagaan organisasi perangkat daerah baru, yang efektif secara serentak dilaksanakan tanggal 12 Maret 2008. Salah satu implikasinya adalah adanya formulasi jabatan dan pejabat struktural maupun fungsional. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Setelah Realisasi Penempatan Pegawai dan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Indikator Kinerja Aparatur dalam Komitmen Kinerja Program (KKP) Dari tujuan dilakukannya penilaian kinerja sektor publik, maka kemudian kita dapat melihat dimensi atau indikator kinerja yang merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja, dimana ukuranukuran tersebut yang secara kuantitatif dan/atau kualitatif menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Mahsun (2006 : 71-72) menyatakan bahwa indikator kinerja dari pemerintah meliputi indikator masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak, yaitu : 1. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran, sumber daya manusia, peralatan, material dan masukan lain, yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya,
2.
3.
4.
suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan. Tolok ukur ini dapat pula digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga relevan. Indikator proses (process). Dalam indikator proses, organisasi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organsiasi. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik. Indikator atau tolok ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran, instansi dapat menganalisis apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu, indikator keluaran, harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka mengengah. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan indikator keluaran. Indikator outcome lebih utama dari sekedar output. Walaupun produk telah berhasil dicapai dengan baik, belum tentu
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 213
5.
6.
outcome kegiatan tersebut telah tercapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat lokasi dan waktu). Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.
Evaluasi Kinerja Dengan bergulirnya era reformasi telah memberi implikasi ke dalam berbagai sektor kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Muara dari gerakan reformasi tersebut, adalah semakin meningkatnya harapan dan tuntutan akan terwujudnya good governance (tata pemerintahan yang baik) serta clean government (pemerintahan yang bersih) yang direfleksikan dalam peningkatan sektor pelayanan publik. Seiring dengan semakin meningkatnya
tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap sektor pelayanan publik, serta dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memberikan kosekuensi kepada aparatur pemerintah selaku abdi negara dan abdi masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara individual maupun institusional sesuai dengan dinamika dan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal organisasi pemerintahan. Dengan memiliki kompetensi dan profesionalisme serta sikap adaptif yang tinggi terhadap segala perubahan dan perkembangan situasi, maka pelayanan publik yang dilakukan aparatur pemerintah kepada masyarakat harus semakin memuaskan (service excellence). Untuk itu, tidak ada alternatif lain kecuali meningkatkan kompetensi dan profesionalisme agar memiliki keunggulan kompetitif dan memegang teguh etika birokrasi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan dan keinginan masyarakat. Jika suatu organisasi mempunyai tujuan yang luas, maka jumlah kerjanya pun akan menjadi lebih banyak dan bermacam-macam (Iskandar, 1982 : 37). Pembagian kerja merupakan salah satu faktor yang paling penting karena dapat memberikan kejelasan bagi para aparatur pemerintah daerah untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan beban kerja yang menjadi tanggung jawab serta mencegah kemungkinan terjadinya tumpang tindih pekerjaan, pemborosan dan saling melempar tanggung jawab bilamana terjadi kesalahan dan kesulitan. Namun demikian, pembagian kerja harus diikuti dengan penempatan aparatur pemerintah daerah pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat (The right man on the right place and the right time). Selain penempatan pada tempat yang tepat
214 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
juga perlu diperhatikan tentang penyesuaian beban kerja. Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan seseorang aparatur pemerintah daerah, karena mungkin saja mereka sanggup diberi tugas yang banyak, namun apakah ia mampu untuk menyelesaikanya. Pembagian kerja dilakukan dengan asumsi bahwa semakin kecil tugas yang dibebankan maka akan semakin cepat penyelesaiannya dari waktu, semakin ringan dari segi tenaga yang digunakan, semakin mudah didalam penggunaan pikiran, semakin hemat biaya yang digunakan. Pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan pada prakteknya telah melaksanakan analisis beban kerja dengan membuat deskripsi pekerjaan yang berusaha untuk membagi habis pekerjaan. Namun demikian, hal ini belum sepenuhnya dilakukan pada seksiseksi lainnya yang baru dilakukan oleh sub bagian tata usaha. Peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan memang terus dilakukan terutama kepada para PLKB dan kader di lapangan sebagai “ujung tombak” pelaksanaan KB di tingkat kecamatan sampai banjar. Semua itu ditujukan dalam rangka peningkatan kinerja aparatur pemerintah daeerah agar memiliki kompetensi, integritas dan akuntabilitas yang baik. Faktor yang Mendukung Realisasi Penempatan Pegawai Setelah Restrukturisasi Organsiasi Perangkat Daerah Berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 Potensi Pegawai atau Sumber Daya Aparatur Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan dalam penempatan pegawai adalah analisis jabatan dan analisis beban kerja belum dapat dilakukan secara menyeluruh sebagai instrumen utama dalam penempatan seorang pegawai pada unit organisasi sesuai dengan kebutuhan dan pada jabatan
struktural tertentu berdasarkan keahlian. Tidak adanya analisis beban kerja mengakibatkan sulitnya membuat ukuran yang pasti kebutuhan suatu unit organisasi akan karyawan. Akibatnya meskipun selama ini Pemkab Tabanan sudah kelebihan pegawai akan tetapi pimpinan unit organisasi yakni Kantor KB dan PP selalu merasakan kekurangan pegawai sehingga cenderung menyelesaikan permasalahan rendahnya produktivitas dengan penambahan jumlah pegawai.
Berdasarkan data yang ada, adapun identifikasi potensi sumber daya aparatur Pemerintah Kabupaten Tabanan di Kantor KB dan PP adalah sebanyak 71 orang PNS. Dari jumlah tersebut, 5 orang diantara menduduki jabatan struktural, 19 orang lainnya adalah staf kantor dan 48 orang sisanya pada kelompok jabatan fungsional. Secara kuantitas, jumlah pejabat struktural mungkin dirasa sudah cukup dan tentunya dari keberadaan pegawai yang demikian itu, seharusnya sangat menguntungkan bagi organisasi ini dalam peningkatan kinerja kantor, namun disatu sisi bila dilihat dari kemampuan dan kualitas pegawai dirasa berdampak pada kurang maksimalnya hasil kinerja kantor. Hal ini diakibatkan karena dari 5 pejabat struktural semuanya sudah melaksanakan diklat kepemimpinan seperti Diklatpim, Spama dan Adum, sementara 19 orang lainnya belum pernah mengikuti diklat kepemimpinan/adum. Sedangkan untuk pegawai dalam jabatan fungsional, secara kuantitas dirasakan masih sangat kurang, karena untuk saat ini saja dengan personel yang dimiliki sebanyak 48 orang rata-rata per orangnya memegang 1 sampai 2 desa. Itu berarti, kebutuhan akan pegawai yang menduduki jabatan fungsional perlu ditambah untuk mengoptimalkan kinerja kantor di lapangan (PLKB),
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 215
karena merekalah yang secara aktif bersentuhan langsung dengan masyarakat dan sebagai “ujung tombak” kesuksesan program yang telah disusun. Penataan organisasi perangkat daerah yang dilaksanakan di Kabupaten Tabanan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dimana susunan dan kedudukan organisasi/institusi Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan ditetapkan dengan Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan. Dengan melakukan penataan dalam arti perampingan unitunit kerja dalam organisasi melalui PP tersebut tentunya akan berpengaruh pada beberapa aspek, mulai dari aparaturnya, perubahan dalam jabatan, dan biaya yang diperlukan. Kondisi kepegawaian daerah dan ketersediaan sumber daya aparatur, adalah salah satu bahan pertimbangan dan kriteria dalam pembentukan dan organisasi perangkat daerah. Faktor yang Menghambat Realisasi Penempatan Pegawai Setelah Restrukturisasi Organsiasi Perangkat Daerah Berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 Ketidakjelasan Struktur Organisasi Jabatan Fungsional PLKB Penataan organisasi berimplikasi pengurangan jabatan struktural. Sebagai imbangannya jabatan fungsional tertentu bisa dikembangkan sebagai alternatif jalur karir aparatur pemda dan terus terdorong untuk berkembang dan bersemangat. Kenyataan yang terjadi di Kabupaten Tabanan adalah ketidakjelasan dari struktur organsiasi kelompok jabatan fungsional. Dalam Perda Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan
sebenarnya tidak jelas menempatkan kelompok jabatan fungsional dalam struktur organisasi Kantor. Jabatan fungsional merupakan titik awal bagi terciptanya profesionalisme PNS. Karena jabatan fungsional sebenarnya merupakan kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pada dasarnya kelompok jabatan fungsional bertanggungjawab langsung kepada atasan langsung yaitu Kepala Kantor KB dan PP dalam hal kinerja pelaksanaan program kegiatan, namun pada kenyataannya juga bertanggungjawab kepada camat tempatnya bernaung. Hubungan antara jabatan struktural dan fungsional bersifat koordinasi semata. Penekanannya seorang pejabat fungsional PLKB bertugas mendata, berinteraksi langsung dengan masyarakat dan melaporkan pencapaian kinerjanya di lingkup wilayah kerjanya masing-masing. Mereka bekerja secara mandiri, tidak secara berjenjang seperti pada jabatan struktural. Hasilnya kemudiandikoordinasikan dengan pejabat struktural, setelah dikoordinasikan dan ada kesamaan persepsi maka tugas seorang pejabat struktural untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan. Faktor-Faktor yang Mendukung Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Setelah restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Potensi pegawai atau Sumber Daya Aparatur Sumber daya aparatur yang merupakan alat utama dari sebuah birokrasi karena aparatur memegang peranan dan posisi yang sangat strategis dan menentukan dalam segala kegiatan baik dalam hal
216 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengawasi berbagai kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan Pemerintah Daerah itu sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Kaho (1997), faktor manusia (kesiapan aparatur atau personil) merupakan faktor yang esensial di dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Aparatur merupakan subyek dalam setiap aktifitas pemerintahan dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Oleh karena itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan dengan sebaik-baiknya, maka aparatur selaku subyek atau pelaku harus baik pula. Oleh karena itu, kondisi organisasi sangat mempengaruhi tingkat kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dan untuk bekerja secara efektif, administrator harus memahami dengan jelas struktur suatu organisasi. Kemudian dalam menelaah struktur suatu organisasi beberapa konsep yang menjadi perhatian utama yang menyangkut kompleksitas, formalitas, dan sentralisasi (Robbin, 1996). Kompleksitas berkenaan dengan tingkat spesialisasi, tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam hirarki organisasi serta penyebaran organisasi secara geografis, sedangkan formalisasi menyangkut sejauhmana aturan-aturan ditetapkan dan prosedur-prosedur disusun, sedangkan sentralisasi lebih jauh menyangkut kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Sumber daya aparatur menjadi sangat penting dan merupakan prasyarat mutlak dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, pentingnya faktor personil atau aparatur dalam pelaksanaan otonomi daerah maka tidak terlepas dari seberapa jauh profesionalisme dari sumber daya aparatur itu sendiri. Konsep tentang profesionalisme aparatur daerah
sangat erat kaitannya dengan konsep kemampuan, pengalaman, performance, keterampilan, dan kesanggupan, serta kecakapan. Apalagi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka profesionalisme aparatur daerah sangat diperlukan dan tidak dapat diabaikan, melainkan masalah yang perlu perlu mendapat porsi yang cukup besar dari berbagai masalah yang ada dalam otonomi daerah. Dukungan Anggaran, Sarana dan Prasarana dari BKKBN Provinsi Ditengah berbagai dinamika politik, pemerintahan dan social-ekonomi yang terjadi dalam era reformasi saat ini, dukungan pemerintah daerah masih belum konsisten memberikan komitmen pada program keluarga berencana. Masih adanya anggapan dari pembuat kebijakan bahwa keberhasilan program KB hanya dilihat dari alat kontrasepsinya dan pencapaian peserta KB baru sehingga perhatian dalam bentuk dukungan anggaran, sarana dan prasarana masih dirasakan kurang memadai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Semua pemimpin daerah memahami program KB dan resikonya bilamana program KB tidak berjalan, kesadaran awal perlunya keberhasilan program KB menjadi modal untuk merencanakan, melaksanakan dan monitoring program keluarga berencana nasional untuk bersamasama menyukseskan program pengendalian kependudukan dan peningkatan kualitas keluarga. Adapun dukungan terhadap anggaran yang dialokasikan dalam APBN melalui dana dekonsentrasi dari BKKBN Provinsi besaran jumlah anggaran meningkat dari Tahun 2008, yakni dari Rp 371.615.000 pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 475.050.000 pada tahun 2009 atau sebesar 21,77% untuk program keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, penguatan kelembagaan keluarga kecil,
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 217
ketahanan dan pemberdayaan keluarga. Selain dukungan anggaran, sarana prasarana berupa IUD KIT, alat kontrasepsi masih menjadi kewenangan BKKBN Provinsi sebagai upaya menjamin ketersediaan alat kontrasepsi pada masing-masing kabupaten/kota. Kepemimpinan Berdasarkan hasil penelitian berkenaan dengan sejauh mana faktor kepemimpinan menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan, terdapat kecenderungan yang besar untuk menggantungkan diri secara kuat pada atasan, dimana seorang pemimpin cenderung dilihat sebagai bapak (patront). Namun disatu sisi terdapat pro dan kontra peran kepernimpinan terutama dalam memberikan contoh teladan terutama masalah kedisiplinan, dan kurang konsekwennya pimpinan dalam memberikan contoh. Peran kepemimpinan ini dirumuskan secara subyektif menyangkut prilaku pimpinan baik dalam tindakan sehari-hari maupun dalam memberikan dorongan guna penyelesaian tugas-tugas. Perilaku pemimpin dalam hal ini menyangkut pemberian motivasi kepada bawahan. Motivasi yang Cukup Tinggi Sebagai upaya yang ditempuh baik Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan maupun BKKBN Provinsi Bali guna meningkatkan kemampuan aparaturnya agar lebih professional dan kompeten di bidangnya melalui pemberian fasilitas pendukung kegiatan operasional berupa kendaraan roda dua bagi para PLKB di lapangan, pendidikan dan pelatihan, kegiatan perlombaan, temu kader dan pemberian penghargaan kepada PLKB Teladan baik tingkat Kabupaten, Provinsi maupun Nasional. Dalam pengembangan selanjutnya adalah terus menjaga motivasi kerja para PLKB agar senantiasa terus produktif.
Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Sulistyani, dkk (2004 : 193) bahwa motivasi kerja aparat merupakan salah satu faktor yang cukup menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Apabila berbicara mengenai motivasi, maka akan selalu dihubungkan dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak terlepas dari daya dorong dan sikap yang membuat seseorang tersebut melakukan suatu kegiatan. Sedangkan motivasi bawahan yang paling efektif dilakukan adalah memotivasi diri. Hal ini selaras dengan pendapat dari Allen dalam Sulistyani, dkk (2004:196) bahwa pimpinan dapat membuat bawahan mau bekerja karena keinginan dari dalam dirinya sendiri, dan bukan karena paksaan. Dalam kenyataannya, memotivasi seseorang tidaklah mudah sebab masing-masing individu mempunyai latar belakang, harapan dan keinginan, ambisi yang berbeda-beda. Begitu juga pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi akan berkaitan dengan kondisi apartur sebagai individu. Dengan kata lain, motivasi menjadi faktor penting agar pekerja bersedia melaksanakan pekerjaannya dengan semangat, kegairahan dan dedikasi yang tinggi. Faktor yang Menghambat Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Setelah Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Dukungan Anggaran, Sarana dan Prasarana dari Pemerintah Kabupaten Ditengah berbagai dinamika politik, pemerintahan dan social-ekonomi yang terjadi dalam era reformasi saat ini, dukungan pemerintah daerah masih belum konsisten memberikan komitmen pada program keluarga berencana. Masih adanya anggapan dari pembuat kebijakan bahwa
218 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
keberhasilan program KB hanya dilihat dari alat kontrasepsinya dan pencapaian peserta KB baru sehingga perhatian dalam bentuk dukungan anggaran, sarana dan prasarana masih dirasakan kurang memadai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Semua pemimpin daerah memahami program KB dan resikonya bilamana program KB tidak berjalan, kesadaran awal perlunya keberhasilan program KB menjadi modal untuk merencanakan, melaksanakan dan monitoring program keluarga berencana nasional untuk bersamasama menyukseskan program pengendalian kependudukan dan peningkatan kualitas keluarga. Adapun dukungan terhadap anggaran yang dialokasikan dalam APBD tahun anggaran 2008 dan tahun 2009 masing-masing sebesar Rp. 75.000.000 dan Rp. 23.000.000. Itu berarti telah terjadi penurunan yang cukup signifikan sebesar Rp. 52.000.000 atau sebesar 69.33% dari anggaran tahun 2008. Sedangkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan masih belum banyak berubah. Seperti kita ketahui bersama bahwa sarana kerja merupakan salah satu sumber yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam pencapaian tujuan dan misi organisasi. Para pegawai tidak dapat melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya apabila tanpa disertai peralatan kerja yang memadai, sehingga apabila tidak ada sarana kerja yang memadai maka akan timbul hambatan terhadap kelancaran pelaksanaan tugasnya. Kehadiran perangkat klomputer beserta perIengkapannya memang menjadi kebutuhan dasar bagi organisasi dalam menunjang kinerja pegawainya dimana saat ini baru tersedia 4 (empat) unit, internet serta mobil unit penerangan dan operasional pelaksanaan program KB. Kehadiran sarana dan prasarana saat ini masih perlu ditingkatkan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas sehingga dalam operasionlanya untuk melaksanakan tugas sehari-hari tidak lagi mendapat kesulitan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penataan organisasi perangkat
daerah yang dilaksanakan di Kabupaten Tabanan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dimana susunan dan kedudukan organisasi/institusi Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan ditetapkan dengan Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan. Realisasi penempatan pegawai pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan sudah berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dari terisinya semua posisi dalam jabatan struktural sesuai dengan syarat pangkat dan golongan yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Penataan dari suatu
organisasi yang baik dan ramping akan membantu dalam mendayagunakan aparatur yang lebih efektif dan efisien baik dalam hal pendelegasian wewenang dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatankegiatan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, pentingnya faktor personil atau aparatur
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 219
tidak terlepas dari seberapa jauh profesionalisme dari sumber daya aparatur itu sendiri. Konsep tentang profesionalisme aparatur daerah sangat erat kaitannya dengan konsep kemampuan, pengalaman, performance, keterampilan, dan kesanggupan, serta kecakapan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dijumpai bahwa analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja secara umum memang sudah dilakukan, ini dapat dijumpai dari sudah dibuatnya deskripsi pekerjaan dengan membagi habis pekerjaan dan melihat kompetensi serta profesionalisme pegawai. Untuk dapat meningkatkan anjab memang diperlukan uji kelayakan dan kepatutan menyangkut kemampuan individu secara terbuka, bukan semata-mata kepada analisis historis dengan melihat track record si pejabat dalam pemerintahan ataupun karena faktor kedekatan dan balas budi. Sedangkan analisis beban kerja di dalam organisasi memiliki hubungan erat dengan tupoksi organsiasi itu sendiri. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai hubungan yang berbanding lurus maupun berbanding terbalik. Hubungan berbanding lurus diartikan sebagai beban kerja seorang pegawai menjadi sangat besar karena tupoksi yang diemban organisasi juga sangat besar. Hubungan berbanding terbalik dapat diartikan walaupun tupoksi organisasi sangat besar, beban kerja seorang pegawai sangat relatif kecil karena kemampuan dari pimpinan dalam menyusun job design dan job description. Pengukuran beban kerja yang rutin dan periodik akan memberikan banyak manfaat berupa evaluasi bagi organisasi dalam melakukan penyusunan ulang pekerjaan
berdasarkan kebutuhan organisasi (demand-based job redesign). 2. Indikator kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan juga mengacu kepada besaran pencapaian kinerja yang tertuang dalam Komitmen Kinerja Program (KKP) meliputi indikator : jumlah peserta KB baru (selain MOP dan kondom); jumlah KB baru pria; jumlah PIK-KRR; keluarga balita anggota BKB aktif; keluarga remaja anggota BKR aktif; jumlah kelompok UPPKS terdaftar dalam direktori; dan jumlah KPS dan KS I anggota UPPKS aktif berusaha. Dimana dalam KKP tersebut pencapaian kinerja aparatur menunjukkan peningkatan hampir pada semua indikator tersebut. Sedangkan evaluasi kinerja dilaksanakan melalui rapat koordinasi, rapat rutin, pemberian umpan balik dari BKKBN Provinsi dan juga dapat dilihat secara kuantitatif pada pencapaian kinerja pada KKP. Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap sektor pelayanan publik khususnya terhadap pelayanan keluarga berencana dan pemberdayaan keluarga serta perempuan dan semakin pesatnya kemajuan bidang iptek telah memberikan konsekuensi kepada aparatur pemerintah selaku abdi negara dan abdi masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri baik secara individual maupun institusional sesuai dengan dinamika dan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal pemerintahan. Dengan dimilikinya kompetensi dan profesionalisme serta sikap adaptif yang tinggi terhadap segala perubahan dan perkembangan situasi, maka pelayanan publik harus semakin memuaskan (service excellence) melalui pengukuran kinerja dengan indikator-indikator kinerja baik secara kuantitatip
220 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
maupun kualitatif. Dan KKP bisa dijadikan terobosan mengukur sejauhmana kinerja aparatur pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan yang sesuai dengan kepuasan dan keinginan masyarakat. 3. Faktor-Faktor yang mendukung dan menghambat realisasi penempatan pegawai dan kinerja aparatur sebagai berikut : (1) Ketidakjelasan dari struktur organsiasi kelompok jabatan fungsional sebagaimana yang tertuang dalam Perda Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan dalam menempatkan kelompok jabatan fungsional pada struktur organisasi Kantor. (2) Mulai adanya kesadaran untuk membuat analisis beban kerja yang tertuang dalam deskripsi pekerjaan yang berusaha untuk membagi habis pekerjaan. (3) Masalah-masalah strategis yang berhubungan dengan kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan, dapat dilihat dari : (a) Ditinjau dari aspek pendidikan formal pegawai negeri sipil di Kantor KB dan PP dapat dikatakan belum memadai, hal ini dapat dilihat dari prosentase perbandingan pegawai yang berpendidikan sarjana (S-1) hanya sebesar 36,62 % (26 orang) jika dibandingkan pegawai yang berpendidikan sarjana kebawah antara lain SLTA sebesar 52,11 % (37 orang), Akademi/Sarjana Muda/Diploma sebesar 7,04% (5 orang) dan SLTP sebesar 4,23% (3 orang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari tingkat pendidikan formal di Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan masih didominasi SMA/Sederajat sehingga kedepannya dari segi pendidikan perlu ditingkatkan dalam rangka menunjang kinerja yang lebih optimal. (b) Keikutsertaan pegawai
Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan masih kurang. Dari 71 orang pegawai yang ada baru 5,63 % mengikuti diklat penjenjangan pegawai dan sekitar 4,23 % diantaranya mengikuti diklat kedinasan, sedangkan sisanya masih belum. Oleh karena beban kerja yang diemban dalam tugas pokok dan fungsi pegawai Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan besar, maka kedepannya pendidikan dan pelatihan perlu mendapat perhatian yang lebih besar baik dari pemerintah kabupaten, provinsi maupun BKKBN Provinsi Bali. (c) Pemahaman terhadap visi-misi organisasi sudah cukup baik dan banyak yang mengetahui, sehingga pemahaman ini akan menjadi dasar dan arah yang jelas dalam melakukan pekerjaan. (4) Dukungan anggaran APBD pada Kabupaten Tabanan menurun cukup signifikan sebesar Rp 52.000.000 atau sebesar 69,33% dari anggaran Tahun 2008. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatankegiatan pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan, disediakan dana dari APBN melalui dana dekonsentrasi dari BKKBN Provinsi Bali. Besaran jumlah anggaran meningkat dari Tahun 2008 dan 2009, yakni dari Rp 371.615.000 pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 475.050.000 pada tahun 2009 atau sebesar 21,77% untuk program keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, penguatan kelembagaan keluarga kecil, ketahanan dan pemberdayaan keluarga. (5) Terdapat kecenderungan yang besar untuk menggantungkan diri secara kuat pada atasan, dalam hal ini hubungan yang berorientasi vertikal, dimana seorang pemimpin cenderung dilihat sebagai bapak (patront). (6) Motivasi yang cukup tinggi dari pegawai Kantor KB dan
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 221
PP Kabupaten Tabanan, baik pegawai yang ada di kantor itu sendiri maupun PLKB yang ada di lapangan. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, amaka peneliti mengajukan beberapa saran dan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan masukan bagi kinerja aparatur pemerintah daerah pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan, sebagai berikut : 1. Bentuk dan susunan organisasi perangkat daerah dalam bentuk kantor membawa implikasi bahwa berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 pengembangan karir berada pada posisi middle manager (setingkat eselon IV dan III) berbeda dengan dinas daerah maupun badan daerah yang bisa dikatagorikan pada level top manager (setingkat eselon II dan I), itu berarti bahwa pada posisi ini kepala kantor masih dibebani dengan pelaksanaan tugas serta kompetensi yang bersifat teknis, belum secara penuh diberikan ruang yang lebih luas dalam hal pengambilan kebijakan (policy taker) terutama pada hal-hal yang bersifat strategis. Padahal disadari bahwa masalah KB menjadi isu yang kembali hangat dibicarakan sebagai isu nasional, terlebih lagi ketika BPS mengindikasikan pertumbuhan penduduk Indonesia mendekati angka 235 juta jiwa pada hasil sementara sensus penduduk beberapa bulan lalu. Dilain pihak, kekhawatiran terhadap fenomena ”baby boom” menjadi polemik yang seharusnya segera ditindaklanjuti karena menyangkut biaya sosial dalam jangka panjang yang tidak sedikit. Oleh karena itulah seharusnya bentuk dan susunan organisasi perangkat daerah yang mengurusi bidang KB dan pemberdayaan perempuan tidak dalam bentuk kantor melainkan dalam bentuk badan daerah atau
dinas daerah, sehingga roda komunikasi, koordinasi, implementasi dan evaluasi kegiatan program yang menyangkut kelembagaan, personil dan anggaran menjadi lebih efektif dalam menjawab permasalahan fenomena tersebut. 2. Selama ini pengukuran kinerja instansi atau organisasi masih berpedoman kepada LAKIP. Disamping itu salah satu inovasi pada kebijakan program KB adalah adanya komitmen kinerja program (KKP) yang selama ini menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan program KB nasional di daerah. Tetapi pada Kantor KB dan PP Kabupaten Tabanan masih belum memiliki indikator pengukuran kinerja aparatur pada seksi pemberdayaan perempuan dan masih terbatas pada seksi KB, ketahanan dan pemberdayaan keluarga saja. Di lain pihak, hendaknya keberhasilan organisasi dan juga kinerja aparatur tidak hanya diukur dari habisnya anggaran ataupun frekuensi kegiatan yang dilakukan atau dengan kata lain pengukuran kinerja berfokus pada hasil (output). Tetapi lebih difokuskan pada aspek efisiensi dan efektifitas atau ekonomis, sehingga tidak menghasilkan ukuran-ukuran yang bersifat statistik semata dari aktifitas daripada pengembangan manajemen dan pelayanan sektor publik. 3. Dengan adanya ketidakjelasan struktur organisasi jabatan fungsional PLKB dan mekanisme serta hubungan kerja antara pejabat struktural dan pejabat fungsional maka disarankan untuk mengkaji ulang desain organisasi yang telah diberlakukan di Kabupaten Tabanan. Struktur organisasi harus dipertegas kembali, artinya dalam Perda Nomor 3 Tahun 2008 diatur mengenai kelompok jabatan fungsional, sehingga dapat terlihat
222 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
pola koordinasi, tanggungjawab dan kontrol antara pejabat struktural dan fungsional. Fakta di lapangan menunjukkan adanya trend penurunan jumlah PLKB karena pensiun atau alih tugas dan lainnya, hal ini hendaknya juga menjadi perhatian banyak pihak khususnya pembuat kebijakan untuk menambah atau merekrut pegawai baru yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. 4. Hendaknya ada evaluasi secara menyeluruh dan kesamaan persepsi mengenai program KB dan pemberdayaan perempuan di Kabupaten Tabanan antara eksekutif dan legislative terutama dalam dukungannya terhadap pelaksanaan program kegiatan melalui penganggaran APBD yang lebih baik serta sarana prasarana yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. 5. Kewaspadaan terhadap fenomena “baby boom” dan kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten terhadap program KB dan pemberdayaan perempuan perlu terus di advokasi kepada stakeholders dan dikelola secara terpola, terpadu dan berkelanjutan karena menyangkut aspek perilaku masyarakat. 6. Salah satu elemen yang penting dari upaya untuk membangun pilar organisasi agar dapat berfungsi dengan baik tadi adalah masalah penempatan SDM atau pegawai. Ada berbagai isu penting yang harus diperhatikan seorang pimpinan organisasi dalam hal penempatan pegawai untuk mengisi struktur organisasi yang sudah terbentuk, yakni analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja. Kedua analisis tersebut hendaknya dipertajam sehingga ada penyegaran di dalam lingkungan organisasi dan menghasilkan profesionalisme dan kompetensi pegawai, baik melalui penyusunan
standar kompetensi, standar kinerja, standar profesionalisme pekerjaan maupun membuat deskripsi pekerjaan dengan membagi habis pekerjaan. DAFTAR PUSTAKA BKKBN Provinsi Bali. 2009. Perkembangan Program KB Nasional (KKP) : Kabupaten Tabanan Tahun 2009. Denpasar. h. 4. BKKBN Provinsi Bali. 2010. Laporan Pelaksanaan Program KB Nasional Provinsi Bali Tahun 2009. Denpasar. h. 38. Dwidjo. 2005. Kelembagaan BKKBN yang Menyulitkan. Harian Umum Jawa Pos, 25 September 2005. Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta : Rajawali Pers. Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society : Outline of The Theory of Structuration. Berkeley : University of California Press. Handoko dan Marsono. 1990. Manajemen. Yogyakarta : BPFE. Hardjito, Didiet. 2001. Teori Organisasi dan Teknik Pengembangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Islamy, Irfan. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. Izzudin. 2008. Kriteria Organisasi Perangkat Daerah. http://arc.ugm.ac.id. Diakses Tanggal 15 Januari 2010. James. B. Whittaker. 1993. The Government Performance Results Act Of 1993. http://www.provkaltim.go.id. Diakses Tanggal 25 Mei 2010. Kaho, Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Raja Gratindo Persada. Lüpke, Olga Gadja. 2009. Performance Measurement Methods in
Sentanu, Kinerja Aparatur Pasca Restrukturisasi 223
The Public Sector. Poznań University of Economic Review 9 (1) : 67-85. Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : BPFE-Fakultas Ekonomi UGM. Mazhida. 2008. Proporsional Belum Tentu Lebih Ramping. Harian Umum Jawa Pos, 19 Agustus 2008. Miles, Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. Jakarta : UI Press. Melkers, Julia and Katherine Willoughby. 2005. Models of Performance-Measurement Use in Local Governments : Understanding Budgeting, Communication, and Lasting Effects. Public Administration Review 65 (2) : 180-190. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. Nawawi, H. Hadari. 1989. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nawawi, H. Hadari. 2005. Manajemen Strategik : Organisasi Non Profit bidang Pemerintahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nazir, Mohamad. 1993. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Ndraha, Talizinduhu. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Pujiyono. 2006. Struktur Organisasi Birokrasi Daerah yang Ideal Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Yustisia Edisi No. 69 September-Desember 2006. Salusu. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik Non Profit. Yogyakarta : PT. Grasindo. Sedarmayanti. 1999. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Berbagai Aspek Esensial dan Aktual. Bandung : CV. Mandar Maju. Sedarmayanti. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia : Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT. Refika Aditama. Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM : Teori, Dimensi Pengukuran dan Implementasi dalam Organisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Suharsono. 2007. Implikasi Kebijakan Reorganisasi Perangkat Daerah Kota Blitar. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Sulistyani, A.T. dkk. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Suyono. 2002. Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Kelembagaan Pemerintah Daerah Guna Mendukung Otonomi Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
224 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
Syani, Abdul. 2008. Analisis Dampak Penerapan PP No. 41 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. http://blog.unila.ac.id. Diakses Tanggal 15 Januari 2010. Thoha, Miftah. 2005. Organisasi. Jakarta : Grafindo Persada.
Pembinaan PT. Raja
Thoha, Miftah. 2008. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta : Kencana. Ulum, Ihyaul. 2009. Audit Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia : Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Waisale, Yamin. 2009. Akselerasi Perwujudan Keluarga Sejahtera di Era Otonomi Daerah : Perspektif dan Pengalaman Peningkatan Kapasitas Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Daerah. Sumatera Barat : BKKBN. Waluyo. 2007. Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung : CV. Mandar Maju. Wasto, dkk. 2000. Pengembangan/Reorganisasi Kelembagaan Berdasarkan Visi dan Misi, Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Pengembangan Kemampuan Pemerintah Kota (PKPK, Malang). Werther & Davis. 1996. Human Resource and Personel Management. Boston : McGraw Hill. Wursanto. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta : Penerbit Andi. Yodhoyono, Bambang. 2003. Otonomi Daerah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.